Makalah Stunting [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Daftar Isi



KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2 BAB I ...................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN .................................................................................................. 3 Latar belakang ......................................................................................................... 3 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 5 1.3 Tujuan penulisan ............................................................................................... 5 BAB II ..................................................................................................................... 6 PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6 2.1. Defenisi Stunting.............................................................................................. 6 2.2. Penyebab Stunting............................................................................................ 8 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting ............................................. 9 2.4. Penilaian Stunting secara Antropometri......................................................... 11 2.5. Dampak Stunting............................................................................................ 12 2.6. Cara Mencegah Stunting ................................................................................ 12 2.7. Penanggulangan dan pencegahan Stunting pada Bayi ................................... 14 Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi ................................................ 14 2.8. Penatalaksaan ................................................................................................. 18 2.9 Peran perawat pada anak stunting .................................................................. 19 2.10. Usaha Pemerintah dalam Masalah Stunting ................................................. 21 BAB III ................................................................................................................. 26 PENUTUP ............................................................................................................. 26 3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 26 3.2 Saran ................................................................................................................ 27 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28



1



KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan penyusunan makalah tentang “ Masalah Kesehatan Anak dalam Sistem Layanan Kesehatan” sesuai dengan batas waktu yang di rencanakan. Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi syarat mata kuliah anak pada Program Studi Profesi Ners Keperawatan Semarang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang. Penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan makalah ini dapat diselesaikan berkat adanya dukungan dan masukan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Bapak Marsum BE, S. Pd, MHP selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang. 2. Bapak Suharto, S. Pd., MN selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang. 3. Bapak Shobirun, MN selaku Ketua Program Studi Profesi Ners Keperawatan Semarang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang. 4. Ibu Lucia Endang H. YK, S.Kep, MN selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Anak yang telah memberikan wawasannya serta ilmu bermanfaat. Semoga hasil makalah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan. Semarang, Juli 2019 Penulis



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat di diagnosis melalui indeks antropometri tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai. Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi (ACC/SCN, 2000). Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit. Stunting akan mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual akan terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan bahwa



stunting



berhubungan



dengan



gangguan



fungsi



kekebalan



dan



meningkatkan risiko kematian. Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas 2010, secara



3



nasional prevalensi kependekan pada anak umur 2-5 tahun di Indonesia adalah 35,6 % yang terdiri dari 15,1 % sangat pendek dan 20 % pendek.



4



1.2 Rumusan Masalah a. Apa pengertian stunting ? b. Apa saja penyebab stunting ? c. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting ? d. Bagaimana penilaian Stunting secara Antropometri ? e. Apa dampak stunting ? f. Bagaimana cara mencegah stunting ? g. Apa penanggulangan dan pencegahan stunting pada bayi ? h. Apa saja pengobatan pada stunting ? i. Apa saja peran perawat dalam stunting? 1.3 Tujuan penulisan a. Untuk menjelaskan pengertian sunting. b. Untuk mengetahui penyebab stunting. c. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting. d. Untuk mengetahui bagaimana penilaian pada stunting secara Atropometri. e. Untuk mengetahui dampak stunting. f. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah stunting. g. Untuk mengetahui cara penanggulangan dan pencegahan stunting pada bayi. h. Untuk mengetahui pengobatan pada stunting. i. Untuk mengetahui peran perawat dalam stunting



5



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Defenisi Stunting Stunting merupakan istilah para nutrinis untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009). Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (2SD), ditandai dengan



terlambatnya pertumbuhan anak



yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunting merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.



6



Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi genetic sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit (ACC/SCN, 2000). Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009) (WHO, 2006). Ini adalah indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita) Indonesia pada 2015 sebesar 36,4%. Artinya lebih dari sepertiga atau sekitar 8,8 juta balita mengalami masalah gizi di mana tinggi badannya di bawah standar sesuai usianya. Stunting tersebut berada di atas ambang yang ditetapkan WHO sebesar 20%. Prevalensi stunting/kerdil balita Indonesia ini terbesar kedua di kawasan Asia Tenggara di bawah Laos yang mencapai 43,8%. Namun, berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) 2017, balita yang mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Dalam 1.000 hari pertama sebenarnya merupakan usia emas bayi tetapi kenyataannya masih banyak balita usia 0-59 bulan pertama justru mengalami masalah gizi.Guna menekan masalah gizi balita, pemerintah melakukan gerakan nasional pencegahan stunting dan kerjasama kemitraan multi



7



sektor.



Tim



Nasional



Percepatan



Penanggulanan



Kemiskinan



(TNP2K)



menerapkan 160 kabupaten prioritas penurunan stunting. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, terdapat 15 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting di atas 50%. Namun, berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) 2017, balita yang mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Dalam 1.000 hari pertama sebenarnya merupakan usia emas bayi tetapi kenyataannya masih banyak balita usia 0-59 bulan pertama justru mengalami masalah gizi. Guna menekan masalah gizi balita, pemerintah melakukan gerakan nasional pencegahan stunting dan kerjasama kemitraan multi sektor. Tim Nasional Percepatan Penanggulanan Kemiskinan (TNP2K) menerapkan 160 kabupaten prioritas penurunan stunting. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, terdapat 15 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting di atas 50%. 2.2. Penyebab Stunting Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada anak dan peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.



8



Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted (Allen and Gillespie, 2001). Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnnya. Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut : 1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air). 2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR), 3. Riwayat penyakit. 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan. Prevalensi stunted meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan, proses pertumbuhan anak masa lalu mencerminkan standar gizi dan kesehatan. Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan pengaruhnya antara lain sebagai berikut :



9



1. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted yang parah pada anak-anak akan terjadi deficit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak



mampu untuk



belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal. Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan



konsekuensi terhadap



kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan datang. 2. Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak. Faktor dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-anak dengan stunted mengkonsumsi makanan yang berada di bawah ketentuan rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan. 3. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunted pada usia lima tahun cenderung menetapsepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan



10



peluang melahirkan anak dengan BBLR. Stunted terutama berbahaya pada perempuan,



karena



lebih



cenderung



menghambat



dalam



proses



pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan. 2.4. Penilaian Stunting secara Antropometri Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Antropometri merupakan



ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah



jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan berat badan (Gibson, 2005). Standar



digunakan



untuk



standarisasi



pengukuran



berdasarkan



rekomendasi NCHS dan WHO. Standarisasi pengukuran ini membandingkan pengukuran anak dengan median, dan standar deviasi atau Z-score untuk usia dan jenis kelamin yang sama pada anak- anak. Z-score adalah unit standar deviasi untuk mengetahui perbedaan antara nilai individu dan nilai tengah (median) populasi referent untuk usia/tinggi yang sama, dibagi dengan standar deviasi dari nilai populasi rujukan. Beberapa keuntungan penggunaan Z-score antara lain untuk mengiidentifikasi nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan perbedaan usia, juga memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan secara statistik dari pengukuran antropometri. Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur (stunted) adalah penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi



11



kurang dengan stunted sesuai dengan ”Cut off point”, dengan penilaian Z-score, dan pengukuran pada anak balita berdasarkan tinggi badan menurut Umur (TB/U) Standar baku WHO-NCHS berikut (Sumber WHO 2006). 2.5. Dampak Stunting Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan



tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila



mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek. Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik yang rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen & Gillespie, 2001). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit diperbaiki. Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro. 2.6. Cara Mencegah Stunting Mencegah Stunting pada Balita



12



Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani masalah gizi di masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus bekerja keras untuk menurunkan prevalensi balita pendek sebesar 2,9% agar target MD’s tahun 2014 tercapai yang berdampak pada turunnya prevalensi gizi kurang pada balita kita. Dalam



keadaan



normal,



tinggi



badan



tumbuh



bersamaan



dengan



bertambahnya umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan, sedangkan anak usia sekolah sampai remaja relatif kecil kemungkinannya. Maka peluang besar untuk mencegah stunting dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah faktor resiko gizi kurang baik pada remaja putri, wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain itu, menangani balita yang dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi stunting, serta terhadap balita yang telah stunting agar tidak semakin berat. Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila



13



pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting. Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung, serta pemukiman yang layak. Juga meningkatkan akses keluarga terhadap daya beli pangan dan biaya berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan. Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan dan kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan penyediaan informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif dalam mencegah terjadinya balita stunting. 2.7. Penanggulangan dan pencegahan Stunting pada Bayi a. Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan, yaitu: 1. Pada ibu hamil Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan



14



makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit. 2. Pada saat bayi lahir Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif). 3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun 4. Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap. ·



b. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi 1. Kebutuhan gizi masa hamil Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga



keseimbangan segala proses



dalam tubuh. Di samping proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi tambahan untuk pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar mamae. Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi sehingga kebutuhan akan aneka macam zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah makanan yang mengandung zat pertumbuhan atau pembangun yaitu



15



protein, selama itu juga perlu tambahan vitamin dan mineral untuk membantu proses pertumbuhan itu. 2. Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk minum susu sapi, yang bermanfaat untuk mencegah kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan flour dalam ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk minum sebanyak 2–2,5 liter (8-10 gelas) air sehari, di samping bisa juga ditambah dengan minum air buah. 3. Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu Ibu (ASI). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari lahir sampai kurang lebih umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya dilakukan sesegara mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui selama minimal 20 menit pada masing-masing payudara hingga payudara benar-benar kosong. Apabila hal ini dilakukan tanpa membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka payudara akan memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5 – 2 liter perhari.



16



4. Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi perkembangan motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak juga mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Pada usia ini ASI tetap diberikan. bertahap



Pada masa ini berikan juga makanan keluarga secara sesuai



kemampuan



anak.



Variasi



makanan



harus



diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak menggunakan penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna. dari asi karena saat ini hanya asi yang terbaik untuk buah hati anda tanpa efek samping 5. Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek) a. Kalsium Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain : ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan. b. Yodium Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh.



17



Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang. c. Zink Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan kacang-kacangan. d. Zat Besi Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak, dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan, kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan. e. Asam Folat Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak, kacangkacangan, serealia dan sayur-sayuran.



2.8. Penatalaksaan Pengobatan pada stunting antara lain : a. Kalsium Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan.



18



b. Yodium Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang. c. Zink Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan kacang-kacangan. d. Zat Besi Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak, dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan, kacangkacangan, sayuran hijau dan buah-buahan. e. Asam Folat Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak, kacang-kacangan, serealia dan sayursayuran.



2.9 Peran perawat pada anak stunting a. Pemberi perawatan Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga,kelompok atau masyarakat sesuai dengan masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai yang kompleks. Contoh peran perawat sebagai



19



pemberi perawatan adalah peran ketika perawat memenuhi kebutuhan dasar seperti memberi makan, membantu pasien melakukan ambulasi dini. b. Sebagai Advocat keluarga Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk memebantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan informasi yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. Peran perawat sebagai advocate keluarga dapat ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan pengukuran pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai. c. Pendidik Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan lainya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam keperawatan adalah aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Perawat harus bisa berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan tentang penanganan stunting (bayi pendek) merupakan salah satu contoh peran perawat sebagai pendidik ( health educator ).



20



d. Konseling Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola interaksi ini merupakan dasar dalam perencanaan tindakan keperawatan. Konseling diberikan kepada individu, keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu. Pemecahan masalah difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi).



2.10. Usaha Pemerintah dalam Masalah Stunting Selama ini pemerintah sudah berusaha mengurangi Gizi buruk, terutama pertumbuhan yang terhambat, merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Untuk mengatasi tantangan itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiatif di tahun 2012 untuk menciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk gizi. Ini meliputi peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition – SUN) dan mendukung pengembangan regulasi tentang pemberian ASI eksklusif, rencana nasional untuk mengendalikan gangguan kekurangan iodine, panduan tentang pencegahan dan pengendalian parasit intestinal dan panduan tentang suplementasi multi-nutrient perempuan dan anak di Klaten, Jawa Tengah. Manajemen masyarakat tentang gizi buruk akut dan pemberian makan bayi dan anak menjelma menjadi sebuah paket holistic untuk menangani gizi buruk, sementara pengendalian gizi anak dan malaria ditangani bersama untuk mencegah pertumbuhan yang terhambat (stunting) (Laporan Tahuna Unicef Indonesia, 2012). Untuk membantu pemerintah dalam melakukan perbaikan gizi



21



pada balita Stunting, menurut Unicef Indonesia perhatian khusus harus diberikan pada: Penciptaan dan penguatan mekanisme koordinasi nasional dan daerah untuk mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi, dan untuk melakukan koordinasi dengan sektor-sektor non-gizi. Pengembangan, pemantauan dan penegakan peraturan nasional untuk mengawasi pemasaran produk pengganti ASI. Revisi standar minimal pelayanan kesehatan untuk mencakup aksi-aksi dan sasaran gizi,seperti aksi-aksi yang berhubungan dengan konseling gizi, makanan pendamping ASI dan gizi ibu. Penguatan sistem informasi kesehatan untuk meningkatkan keandalan data, promosi pengawasan suportif terhadap program kesehatan dan gizi, dan promosi penggunaan data oleh petugas kesehatan secara terus-menerus untuk meningkatkan dampak program. Penguatan program fortifikasi pangan nasional dengan memperbarui standar fortifikasiuntuk terigu, pengharusan fortifikasi minyak, dan peningkatan penegakan legislasi yang ada; tentang iodisasi garam. Implementasi langkahlangkah untuk merekrut, mengembangkan dan mempertahankan ahli gizi yang memenuhi syarat, termasuk insentif bagi mereka yang bekerja di daerah-daerah yang kurang terlayani. Strategi nasional percepatan pencegahan stunting adalah melalui intervensi gizi spesifik, intervensi gizi sensitif dan enabling-evironment (lingkungan yang mendukung). Intervensi gizi spesifik menyumbang sebesar 30% dalam menurunkan kasus stunting, intervensi ini ditunjukan kepada rumah tangga pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), dilakukan oleh sektor kesehatan, bersifat



22



jangka pendek, dan hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek. Sedangkan, intervensi gizi sensitif menyumbang sebesar 70% dalam menurunkan angka stunting, dilakukan oleh sektor di luar kesehatan, dan sasarannya adalah masyarakat umum. Serta, lingkungan yang mendukung, ditujukan untuk faktorfaktor mendasar yang berhubungan dengan status gizi seperti pemerintah, pendapatan dan kesetaraan. Posyandu merupakan garda utama pelayanan kesehatan bayi dan balita di masyarakat. Sesuai dengan tujuan dibentuknya posyandu adalah untuk percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) melalui pemberdayaan masyarakat, maka sasaran kegiatan posyandu tidak hanya anak balita saja, tetapi juga mulai dari ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu nifas. Kegiatan yang dilakukan di posyandu terfokus pada pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi dan pencegahan serta penanggulangan diare. Peran posyandu dalam penanggulangan stunting di Indonesia sangatlah penting, khususnya upaya pencegahan stunting pada masa balita. Melalui pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang dilakukan satu bulan sekali melalui pengisian kurva KMS, balita yang mengalami permasalahan pertumbuhan dapat dideteksi sedini mungkin, sehingga tidak jatuh pada permasalah pertumbuhan kronis atau stunting. Balita yang dideteksi mengalami gangguan pertumbuhan tentunya segera ditindaklanjuti melalui rujukan ke fasilitas kesehatan Puskesmas/rumah sakit, atau segera



mendapatkan



Konseling,



Informasi



dan



Edukasi



(KIE)



terkait



penatalaksanaan gangguan pertumbuhan yang dialaminya oleh petugas atau kader



23



posyandu, dan diberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Anak yang berpotensi mengalami stunting, tentunya akan mendapatkan evaluasi untuk dicari faktor penyebab dan risiko. Analisis faktor penyebab tentunya memerlukan peran lintas sektor dan program, oleh karena itu balita yang memiliki potensi gangguan pertumbuhan selanjutnya akan dilakukan kunjungan rumah untuk menilai faktorfaktor apa saja yang mempengaruhinya, termasuk faktor keluarga dan lingkungan. Selain kegiatan pemantauan tumbuh kembang, juga disediakan kegiatan-kegiatan yang bersifat diseminasi informasi tentang gizi seimbang dan ASI eksklusif di posyandu, di antaranya adalah kegiatan Kelompok Pendukung Ibu (KP Ibu), pemberian makanan bayi dan anak (PMBA), atau Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif ibu balita dalam mencegah stunting pada balitanya. Keseluruhan kegiatan tersebut merupakan suatu bentuk pemberdayaan masyarakat yang merangkum pelayanan kesehatan secara cycle of life, dimulai dari proses kehamilan yang berkualitas, Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), pemberikan ASI eksklusif (termasuk Inisiasi Menyusu Dini), serta pemberian MP-ASI yang adekuat. Selain itu, di posyandu terdapat kegiatan Layanan Rehidrasi Oral Aktif (LROA), yaitu layanan pencegahan dehidrasi pada balita yang mengalami diare. Bentuk layanan LROA berupa pemberian oralit, tablet zinc selama 10 hari dan edukasi tentang diare dan bahaya dehidrasi pada balita. Seperti yang sudah diketahui, bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian diare (terutama yang berulang) dengan kejadian stunting pada anak balita.



24



Pelaksanaan posyandu yang efektif sesuai dengan petunjuk teknis tentunya akan menurunkan kejadian stunting pada balita, terutama optimalisasi di langkah IV dan V posyandu, yaitu pemberian penyuluhan kesehatan oleh kader dan pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan. Namun, pencapaian indikator kinerja Posyandu di Indonesia masih belum maksimal di antaranya adalah rendahnya jumlah kunjungan balita ke Posyandu. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat orangtua membawa balitanya ke posyandu, terutama di daerah perkotaan karena faktor kesibukan atau ketidaktahuan orangtua terkait kegiatan di posyandu. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya revitalisasi lintas program dan sektoral dalam meningkatkan kinerja posyandu di wilayah, sehingga posyandu secara nyata dapat mendorong penanggulangan stunting di Indonesia.



25



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Stunting merupakan istilah para nutrinis untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak, riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan riwayat penyakit. Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Adapun Standarisasi



pengukuran dari



WHO menggunakan



pengukuran standar deviasi atau Z-score untuk usia dan jenis kelamin yang sama pada anak- anak. Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan



tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila



mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Pantauan Status Gizi (PSG) 2017, balita yang mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk kategori sangat pendek



26



dan 19,8% kategori pendek. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional diharapkan dapat menjadi pemberi perawatan yang baik, sebagai advokat keluarga yang memiliki anak dengan masalah Stunting dan juga sebagai pendidik dapat memberikan konseling yang dapat memecahkan masalah pada keluarga sehingga kejadian stunting diindonesia berkurang.



3.2 Saran Tim



Nasional



Percepatan



Penanggulanan



Kemiskinan



(TNP2K)



menerapkan 160 kabupaten prioritas penurunan stunting. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, terdapat 15 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting di atas 50%. Bukan hal yang mudah untuk menaklukan itu semua. Anak dengan stunting semakin tahun semakin meningkat, terutama didaerah terpencil. Bukan karena belum terjamah tenaga kesehatan, para Perawat, Bidan, dokter telah berusaha keras mungkin, peran dan keejasama keluarga terutama Ibu juga sangat berarti dan peran dari semua pihak bisa membantu untuk harapan kita dalam mengurangi angka kejadian anak stunting di Indonesia dapat terwujud.



27



DAFTAR PUSTAKA Laporan Tahunan Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Unicef Indonesia.Oktober 2012. Laporan Tahunan Indonesia. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Cegah Stunting Dengan Pola Makan, Pola Asuh, Dan Sanitasi. Hidayah, F. 2013. Asi Ekslusif Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kota Yogyakarta. Jurnal Universitas Gadjah Mada. Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ http://www.depkes.go.id/article/view/18040700002/cegah-stunting-denganperbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi-2-.html http://eprints.ums.ac.id/20419/2/4._BAB_I.pdf http://adindascabiosa.co.id/2014/04/makalah-masalah-gizi-penyebabstunting.html https://catatanseorangahligizi.wordpress.com/2012/01/06/stunting/ http://www.stbm-indonesia.org/dkconten.php?id=5433 http://kualitasnews.com/stunting-dan-dampak-kehidupannya-kedepan/ http://catatanseorangahligizi.wordpress.com/2012/01/06/stunting/ https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/11/22/prevalensi-stunting-balitaindonesia-tertinggi-kedua-di-asean https://www.kompasiana.com/intanrachmita/5c8f3d463ba7f706c8722d42/optimal isasi-peran-posyandu-dalam-pencegahan-stunting-di-indonesia?page=1



28