Ni Luh Sutamiyanti - LP DM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA DIABETES MELLITUS



OLEH : NI LUH SUTAMIYANTI (199012325)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI 2020



LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELLITUS



A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (Sudoyo dkk, 2014). Istilah diabetes menggambarkan sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai dan diidentifikasi oleh adanya hiperglikemia tanpa pengobatan. Aetiopatologi heterogen termasuk cacat dalam sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya, dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. (World Health Organization, 2019) Diabetes mellitus adalah kelainan metabolisme heterogen yang ditandai dengan adanya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin yang rusak atau keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes berhubungan dengan komplikasi mokrovaskuler jangka panjang yang relative spesifik yang mempengaruhi mata, ginjal dan saraf, serta peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (CVD). (Punthakee, Goldenberg, & Katz, 2018) Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolic yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah ( hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin ( Smeltzer & Bare, 2013). Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus merupakan uatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar



pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. 2. Klasifikasi Diabetes dapat diklasifikasikan ke dalam kategori umum berikut (American Diabetic Association, 2019): 1. Diabetes tipe 1 (karena kerusakan sel-b autoimun, biasanya menyebabkan defisiensi insulin absolut) Diabetes tipe I adalah diabetes tergantung insulin ( Insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM). Kurang lebih 5% hingga 10% penderita mengalami tipe ini. Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). Smeltzer & Bare (2013) 2. Diabetes tipe 2 (karena kehilangan progresif sekresi insulin sel-b sering pada latar belakang resistensi insulin) Diabetes tipe II adalah diabetes tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau NIDDM). Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami tipe ini,terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin yang disebut resistensi insulin atau akibat penurunan jumah produksi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang



pengambilan



glukosa



oleh



jaringan



perifer



dan



untuk



menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan



perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.Smeltzer & Bare (2013) 3. Gestational diabetes mellitus (GDM) (diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan yang tidak jelas diabetes sebelum kehamilan) Terjadi sekitar 2-5% dari seluruh kehamilan. Disebabkan oleh hormon yang disekresi oleh plasenta dan menghambat kerja insulin. Faktor resiko terjadinya mencakup usia diatas 30 tahun, obesitas,riwayat diabetes dalam keluarga dan pernah melahirkan bayi diatas 41/2 kg. 4. Jenis-jenis diabetes spesifik karena penyebab lain, misalnya, sindrom diabetes monogenik (seperti diabetes neonatal dan maturity-onset diabetes of the young [MODY]), penyakit pada pankreas eksokrin (seperti cystic fibrosis dan pankreatitis), dan obat - atau diabetes yang diinduksi bahan kimia (seperti penggunaan glukokortikoid, dalam pengobatan HIV / AIDS, atau setelah transplantasi organ) 3. Etiologi a. Diabetes tipe I Ditandai oleh penghancuran sel sel beta pancreas. Kombinasi faktor genetic, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya : infeksi virus). (Smeltzer & Bare, 2013) :



1) Faktor- faktor genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri melainkan mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memilki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan sekumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainya. 95% pasien berkulit putih (Cucasian) dengan diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA yang spesfik (DR3 atau DR4) 2) Faktor- faktor Imunologi : Pada Diabetes tipe I terdapat bukti adanya respon autoimun. Respon ini merupakan respons abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut dianggapnya seolah sebagai jaringan asing. Autoantibody terhadap sel sel pulau langerhans dan insulin endogen (Internal) terdeteksi pada timbulnya gejala klinis Diabetes tipe I 3) Faktor -faktor Lingkungan : Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atai toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. b. Diabetes tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada dibetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan penting dalam proses terjadinya resistensi insulin (Smeltzer & Bare,2013). Selain itu terdapat juga faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II yaitu : 1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 thn) 2) Obesitas 3) Riwayat Keluarga



Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika Serikat tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes mellitus tipe II dibandingkan golongan Afro-Amerika). 4. Manifestasi Klinis a. Secara umum dalam Rudijanto, dkk ( dalam Ginting, 2019) manifestasi DM adalah : 1) Poliuria Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing. Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal. Gejala pengeluran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa. 2) Polidipsia Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum 3) Polifagia Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah. 4) Penurunan berat badan Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis. sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu lemak dan otot. Dampaknya



penderita



kehilangan



lemak dan otot sehingga menjadi kurus. ( Wijaya & Putri, 2013 ).



jaringan



5) Keletihan dan kelemahan perubahan pandangan secara mendadak, senasi kesemutan atau kebas ditangan dan kaki, kulit kering, lesi kult atau luka yang lambat sembuh serta infeksi berulang 6) Awitan diabetes tipe I dapat disertai dengan penurunan berat badan mendadak, mual, muntah, dan nyeri lambung’ 7) Awitan diabetes tipe II disebabkan intoleransi glukosa yang progresif serta berlangsung perlahan dan mengakibatkan komplikasi jangka apabila diabtes tidak teratasi b. Berdasarkan tipe Diabetes Mellitus dalam (Smeltzer & Bare,2013) adalah: 1) Diabetes tipe I a) Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda ( 140 mg/dl pada dua kali pemeriksaan. Dan gula darah post prandial >200mg/dl. Selain itu juga dapat juga dilakukan pemeriksaan antara lain: a. Glycosatet Hemoglobin / Hemoglobin glikosilasi (HbA1C). Berguna untuk memantau kadar gula darah rata – rata selama lebih dari 3 bulan. Nilai normal < 8%. Setiap penurunan 1% menurunkan risiko gangguan mikrovaskuler 35% dan menurunkan risiko komplikasi lain dan kematian 21%.



b. Aseton plasma (keton) > positif secara mencolok c. Asam lemak bebas:kadar lipid dan kolesterol meningkat d. Elektrolit :natrium naik ,turun kalium naik, turun, fosfor turun e. Gas Darah Arteri :menunjukkan PH menurun dan HCO3 menurun (Asidosis Metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. f. Urine: Gula dan aseton positif (berat jenis dan osmolaritas meningkat. g. Kultur dan Sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih infeksi saluran pernafasan, dan infeksi pada luka 9. Penatalaksanaan Tujuan utama terapi DM adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi (Soelistijo, dkk, 2015): 1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut. 2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati. 3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif. a. Langkah- langkah penatalaksanaan umum Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi: 1) Riwayat Penyakit -



Usia dan karakteristik saat onset diabetes.



-



Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat badan.



-



Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.



-



Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri.



-



Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani.



-



Riwayat



komplikasi



akut



(ketoasidosis



diabetik,



hiperosmolar



hiperglikemia, hipoglikemia). -



Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenital.



-



Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata, jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dll.



-



Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.



-



Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain).



-



Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.



-



Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.



2) Pemeriksaan Fisik -



Pengukuran tinggi dan berat badan.



-



Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.



-



Pemeriksaan funduskopi.



-



Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.



-



Pemeriksaan jantung.



-



Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.



-



Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular, neuropati, dan adanya deformitas).



-



Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi, necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan insulin).



-



Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.



3) Evaluasi Laboratorium -



Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam setelah TTGO.



-



Pemeriksaan kadar HbA1c



4) Penapisan Komplikasi -



Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:



-



Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida.



-



Tes fungsi hati



-



Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR



-



Tes urin rutin



-



Albumin urin kuantitatif



-



Rasio albumin-kreatinin sewaktu.



-



Elektrokardiogram.



-



Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif).



-



Pemeriksaan kaki secara komprehensif. Penapisan komplikasi dilakukan di Pelayanan Kesehatan Primer. Bila



fasilitas belum tersedia, penderita dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder dan/atau Tersier. b. Langkah-langkah penatalaksanaan khusus -



Edukasi Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistic



-



Terapi Nutrisi Medis (TNM) TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara komprehensif(A). Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang D



-



Jasmani Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan



latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut (A). Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah 250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani c. Penatalaksanaan Medis Tujuan utama pengobatan adalah untuk menormalkan atau mengontrol kadar gula didalam darah, meliputi beberapa komponen, yaitu: 1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) -



Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).



-



Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.



2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin -



Metformin Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin



tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti: GFR