PRESENTASI Emfisema [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRESENTASI KASUS KOMPETENSI FISIOTERAPI KARDIOPULMONAL



PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS EMFISEMA DENGAN INTERVENSI PURSED LIPS BREATHING  DAN BREATHING CONTROL UNTUK MEGURANGI SESAK Oleh :



Hasnah NIM : P27226021054



PRODI FISIOTERAPI PROGRAM PROFESI JURUSAN FISIOTERAPI POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA 2021/2022



i



HALAMAN PENGESAHAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PERICARDITIS DENGAN INTERVENSI BREATHING EXERCISE, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN UNTUK MENGURANGI NYERI, MENINGKATKAN ROM DAN AKTIVITAS FUNGSIONAL



MAKALAH KARDIOVASKULER Disusun Oleh : Hasnah P27226021054



Mengetahui : Clinical Educater



ii



KATA PENGANTAR Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas presentasi kasus yaitu “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Emfisema Dengan Intervensi Pursed Lips Breathing  Dan Breathing Control Untuk Megurangi Sesak” dengan baik. Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis miliki, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna kemajuan dan perbaikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis, teman-teman mahasiswa dan semua pihak serta pembaca pada umumnya.



Pekanbaru, Maret 2022



Penulis



DAFTAR ISI



iii



KATA PENGANTAR...........................................................................................iii DAFTAR ISI .......................................................................................................iv BAB I LATAR BELAKANG............................................................................... 1 A. B. C. D.



Latar Belakang...................................................................................... Rumusan masalah................................................................................. Manfaat Penulisan................................................................................. Tujuan Penulisan...................................................................................



1 2 3 3



BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................4 I. Kajian Teori.......................................................................................... 4 A. Anatomi ...................................................................................... 4 1. Definisi ............................................................................... 4 2. Anatomi dan Fisiologi.......................................................... 4 3. Etiologi ............................................................................... 7 4. Patofisiologi ......................................................................... 8 5. Patogenesis .......................................................................... 9 B. Pemeriksaan pesifik ....................................................................11 C. Jurnal Pendukung .......................................................................13 II. Status Klinis..........................................................................................14 BAB III PENUTUP ..............................................................................................30 A. Kesimpulan .............................................................................................30 B. Saran ........................................................................................................30 DAFTAR PUSTAKA



iv



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif  kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan sehingga membuat penderita sulit bernafas dan juga batuk kronis. Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema. Biasanya pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas kecil dan fungsi paru-parunya. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan meninggal dunia. Penyakit emfisema rata-rata pada laki-laki terdapat 65% dan 15% pada wanita. Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan merokok. Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade mendatang menjadi peringkat ke-Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK.  Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) DepKes RI menunjukkan angka kematian karena emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri yang menimbulkan pencemaran lingkungan dan polusi. 1



. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka timbul beberapa perumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa saja problematik yang ditimbulkan pada kondisi Efisema ? 2. Bagaimana pengkajian, penatalaksanaan fisioterapi dengan menggunakan metodelogi intervensi fisioterapi purs lip breathing dan breathing exercise ? C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam penanganan kondisi Emfisema. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai Emfisema. 3. Untuk memberikan masukan bagi fisioterapi akan intervensi yang efektif, dan efisien didalam memberikan pelayanan terhadap pasien dan meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit/ klinik. D. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan fisioterapi pada pasien Emfisema. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui problematik fisioterapi yang ditimbulkan pada kondisi Emfisema.



2



b. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian, penatalaksanaan fisioterapi dengan menggunakan metodelogi intervensi fisioterapi pada kondisi Emfisema. BAB II PEMBAHASAN I. Kajian Teori A. Anatomi 1. Definisi Emfisema Emfisema pulmonary adalah perubahan anatomis dari parenkim paru yang ditandai oleh perbesaran abnormal alveoli dan duktus alveolar serta kerusakan dinding alveolar. Penyebab emfisema tidak di ketahui, namun demikian bukti menunjukan bahwa adanya keterlibatan dari protease yang dilepaskan oleh leukosit polimorfoneukleus atau makrofag alveolar terhadap pengrusakan jaringan ikat paru-paru. Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan, maka itu “bukan termasuk emfisema”. Namun, keadaan tersebut hanya sebagai ‘overinflation’. (Suradi. 2004. 60). Ada 4 jenis emfisema yaitu: a. Emfisema sentrilobuler (sentriasiner), mengenai ruang udara di bagian tengah lobulus. b. Emfisema panlobuler (panasiner), mengenai seluruh ruang udara sebelah distal dari bronkiolus terminalis. c. Emfisema paraseptal (distal asinus), mengenai ruang udara sebelah tepi lobus, terutama yang dekat dengan pleura.



3



d. Emfisema ireguler, secara tidak teratur mengenai asinus respiratorus.



2. Anatomi dan Fisiologi Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis. Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir melewati katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing mengalir keparu kanan dan kiri. Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang berkalikali menjadi erteriol dan kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan pernapasan, melalui sebuah alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis yang besar.



Gambar 1.1



4



Anatomi paru-paru



Gambar 1.2 Sistem Respirasi Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan paru, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel. Luas permukaan paru-paru yang luas, yang hanya dipisahkan oleh



membran



tipis



dari



sistem



sirkulasi,



secara



teoritis



mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya benda asing (debu) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Tetapi, saluran respirasi bagian bawah dalam keadaan normal adalah steril. Terdapat beberapa mekanisme pertahanan yang mempertahankan sterilitas ini. Kita telah mengetahui refleks menelan atau refleks



5



muntah yang mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam trakea, juga kerja eskalator mukosiliaris yang menjebak debu dan bakteri kemudian memindahkannya ke kerongkongan. Selanjutnya, lapisan mukus yang mengandung faktor-faktor yang mungkin



efektif



sebagai



pertahanan,



yaitu



immunoglobulin



(terutama IIgA), PMNs, interferon, dan antibodi spesifik. Refleks batuk merupakan suatu mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan. Makrofag alveolar merupakan pertahanan yang paling akhir dan paling penting terhadap invasi bakteri ke dalam paru-paru. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dengan ciri-ciri khas dapat bermigrasi dan mempunyai sifat enzimatik, Sel ini bergerak bebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda atau bakteri. Sesudah meliputi partikel mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam makrofag akan membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi peradangan yang nyata. Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. a. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru. b. Stadium ke dua, transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek : 



Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan selsel jaringan;







Distribusi



darah



dalam



sirkulasi



pulmoner



dan



penyesuaiannVa dengan distribusi udara dalam alveolusalveolus; dan 



Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah. 6



c. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama respirasi ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paruparu.



3. Etiologi 1. Rokok Rokok adalah salah satu penyebab utama dari penyakit empisema. Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan gerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplacia, kelenjar mukus bronkus.  Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah. Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya. 2.



Polusi Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolus.



3. Infeksi



7



Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru-paru lebih berat.Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. 4. Faktor genetik Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diantaranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas. 5. Hipotesis Elastase-Anti Elastase Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. 6.



Faktor Sosial Ekonomi Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.



7. Pengaruh usia. 4. Patofisiologi Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada



8



dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru. Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli. B. Pemeriksaan Spesifik



9



Pemeriksaan spesifik yang diperlukan untuk lebih memperjelas permasalahan yang dihadapi. Untuk kasus ini pemeriksaan spesifik yang dilaksanakan berupa : 1. 6 minutes Wakling Test Peralatan : 



Pengukur jarak







Cone tanda untuk berputar (2 buah)







Kursi







Stopwatch







Tensimeter, pulse oxymeter







Emergency kit







Area cukup luas untuk jalan (min panjang 30 m)



Persiapan : 



Pakaian harus nyaman dan alas kaki sesuai untuk berjalan







Obat yang dikonsumsi dilanjutkan







Makanan ringan dapat dikonsumsi sebelum tes







Tidak diperkenankan kerja berat 2 jam sebelum tes



Prosedur : 



Informed consent







Persiapan alat dan tempat latih







Tanda awal dan akhir (jarak tempuh) dan cone







Kursi diantara jarak tempuh dan tabung O2







Pemeriksaan tanda vital dan saturasi O2 pre tes







Pemeriksaan fisik kardiopulmoner



Pelaksanaan : 



Berjalan secepatnya (bukan berlari) batas nyaman







Dari tanda awal ke akhir memutar balik mengelilingi conus







Berjalan selama 6 menit



10







Bila lelah atau tidak nyaman, bisa berhenti sampai merasa nyaman untuk melanjutkan. selama berhenti, stopwatch tetap berjalan.







Tiap 1 menit berjalan, pendamping menginformasikan sisa waktu yang tersisa







Selama berjalan, pendamping mengawasi saturasi O2 atau tanda vital untuk melihat indikasi terminasi latihan







Pemeriksaan tanda vital dan saturasi O2 post tes



C. JURNAL PENDUKUNG Nama Pemilik Jurnal



: Nurwahidah Puspita, Kuswardani dan Ahmad A.



Judul Jurnal



: Pengaruh terapi latihan terhadap congestive heart failure NYHA III-IV ec. Mitral regurguation, trikuspidal regugiation ,pilmonal hypertensi.



Tahun Jurnal Hasil Penelitian



:



2018 : dari hasil pengukuran sangkar thorax pada axilla dari skala 2,00 menjadi 2,75 dan proc. Xypoideus dari 2,50 menjadi 3,38, hal ini berarti



nilai



sangkar



thorak



sebelumdan



sesudah tindakan terapi latihantidak sama, yang



artinya



terapi



latihan



pengaruh terhadap sesak napas.



II.



Status Klinis



11



memberikan



LAPORAN STATUS KLINIS I.



II.



III.



LAPORAN STATUS KLINIK Tanggal Pembuatan Laporan



: 20 Maret 2022



Kondisi / Kasus



: Emfisema



IDENTITAS PENDERITA Nama



: Tn. R



Umur



: 53 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Agama



: Islam



Pekerjaan



: Pedagang



Alamat



: perum. jasmine



SEGI FISIOTERAPI 1. Deskripsi Pasien dan Keluhan Utama .



2. Data Medis Pasien a. Keluhan Utama Pasien merasakan sesak napas saat beraktivitas, mudah lelah, nyeri di dada, mengi, dan batuk berdahak. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merasakan keluhan sejak 1 bulan yang lalu, pasien dirawat di Rumah Sakit dan menjalani terapi. C. Riwayat Keluarga dan Status Sosial 1) Riwayat Keluarga 12



Keluarga pasien tidak ada yang mengalami riwayat penyakit yang sama. 2) Lingkungan Tempat Tinggal dan Pekerjaan Aktivitas sosial dan pekerjaan pasien terhambat dengan kondisi pasien saat ini. 3) Aktivitas Sosial Adanya keterbatasan aktivitas sosial. d. Riwayat Penyakit Dahulu dan Penyerta Pasie tidak memiliki riwayat penyakit penyerta IV.



PEMERIKSAAN FISIOTERAPI 1. Pemeriksaan Umum TD



: 130/90 mmHg



Denyut nadi : 89 kali permenit Pernafasan



: 27 kali permenit



Temperature : 37O C Tinggi badan : 165 cm Berat badan : 68 kg 2. Inspeksi / Observasi 1) Statis : - Postur sedikit kifosis - Pola nafas abnormal 2) Dinamis : -



Pernapasan dalam



13



-



Berjalan lambat dan sedikit kifosis



3. Palpasi



4. Auskultasi



5. Joint Test



6. Muscle Test dan Antropometri 7. KemampuanFungsional a. Skala NYHA (New York Heart Asosiation) Bertujuan untuk adanya sesak nafas dan nyeri dada. Terdapat 4 kelas yaitu: Kelas 1 : tidak ada gejala, sesak nafas timbul pada aktivitas berat. Kelas 2 : timbul gejala sesak saat aktivitas sedang. Kelas 3 : sesak pada saat melakukan aktivitas seharihari atau aktivitas ringan. Kelas 4 : sesak pada saat istirahat. Hasil



: Menurut informasi dari pasien, pasien



merasakan sesak nafas saat melakukan aktivitas sehari-hari atau aktivitas ringan (Kelas 3). 14



V.



ALGORITMA 1. Rokok 2. Polusi 3. Infeksi 4. Faktor genetik 5. Hipotesis elastase-Anti Elastase 6. Faktor sosial ekonomi 7. Pengaruh usia



Penyempitan saluran nafas



Elastisitas paru berkurang



Nyeri dada



Sesak napas



1. Pursed Lips Breathing  2. Breathing control



15



1. Nyeri dada berkurang 2. Sesak nafas berkurang



VI.



KODE DAN KETERANGAN PEMERIKSAAN ICF 1. Body Function B410-b429 function of the cardiovascular system B440-b449 function of the respiratory system 2. Activities and Participation D730-d779 particular interpersonal relationship, othe specified 3. Enviromental Factors E235 human-caused events 4. Body Structures S430 structure of respiratory system



VII.



DIAGNOSIS FISIOTERAPI 1. Impairment a) Adanya nyeri dada b) Adanya sesak nafas



16



2. Functional Limitation a) Pasien mengalami keterbatasan aktivitas b) Pasien juga tidak dapat naik turun tangga secara intens 3. Disabiity / Participation Retaction Pasien mengalami gangguan aktivitas fungsional pada shouldernya dan Pasien kesulitan dalam berkendara. VIII.



PROGRAM FISIOTERAPI 1. Tujuan : a. Tujuan jangka pendek : -



Mengurangi sesak nafas



-



Mengurangi nyeri dada



b. Tujuan jangka panjang : meningkatkan kemampuan fungsional pasien. IX.



TINDAKAN FISIOTERAPI 1. Pursed Lips Breathing  2. Breathing control



X.



RENCANA EVALUASI Hasil terapi akan dievaluasi menggunakan six minutes walking test



XI.



PROGNOSIS Quo ad sanam



: baik



Quo ad vitam



: baik



Quo ad fungsional



: baik



Quo ad cosmeticam : baik



17



XII.



PELAKSANAAN TERAPI 1. 6 minutes Wakling Test Peralatan : 



Pengukur jarak







Cone tanda untuk berputar (2 buah)







Kursi







Stopwatch







Tensimeter, pulse oxymeter







Emergency kit







Area cukup luas untuk jalan (min panjang 30 m)



Persiapan : 



Pakaian harus nyaman dan alas kaki sesuai untuk berjalan







Obat yang dikonsumsi dilanjutkan







Makanan ringan dapat dikonsumsi sebelum tes







Tidak diperkenankan kerja berat 2 jam sebelum tes



Prosedur : 



Informed consent







Persiapan alat dan tempat latih







Tanda awal dan akhir (jarak tempuh) dan cone







Kursi diantara jarak tempuh dan tabung O2







Pemeriksaan tanda vital dan saturasi O2 pre tes







Pemeriksaan fisik kardiopulmoner



Pelaksanaan : 



Berjalan secepatnya (bukan berlari) batas nyaman







Dari tanda awal ke akhir memutar balik mengelilingi conus







Berjalan selama 6 menit







Bila lelah atau tidak nyaman, bisa berhenti sampai merasa nyaman untuk melanjutkan. selama berhenti, stopwatch tetap berjalan.



18







Tiap 1 menit berjalan, pendamping menginformasikan sisa waktu yang tersisa







Selama berjalan, pendamping mengawasi saturasi O2 atau tanda vital untuk melihat indikasi terminasi latihan







Pemeriksaan tanda vital dan saturasi O2 post tes



2. Pursed Lips Breathing  Pasien diposisikan duduk rileks diatas tempat tidur atau di kursi, kemudian pernapasan  pursed lips breathing  dilakukan dengan



cara



pasien



duduk



dan



bernafas



dengan



cara



menghembuskan melalui mulut yang hampir tertutup (seperti bersiul) selama 4-6 detik. Cara itu diharapkan dapat menimbulkan tekanan saat ekspirasi sehingga aliran udara melambat dan meningkatkan tekanan dalam rongga perut yang diteruskan sampai bronkioli sehingga kolaps saluran nafas saat ekspirasi dapat dicegah. 3. Breathing control Pasien diposisikan duduk rileks diatas tempat tidur atau di kursi, kemudian pasien diminta untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi secara teratur dan tenang, yang diulang sebanyak 3 – 5 kali oleh pasien. Tangan terapis diletakkan pada bagian belakang toraks pasien untuk merasakan pergerakan yang naik turun selama pasien bernapas. XII. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT



19



XIII. HASIL TERAPI AKHR Hasil terapi akhir pasien atas nama Tn. A dengan diagnosa Pericarditis ditemukan keluhan utama berupa nyeri dada, spasme otot dada, keterbatasan ROM shoulder joint dan sesak napas. Diberikan breathing exercise, massage, terapi latihan serta edukasi yang dilakukan pasien dengan bantuan keluarga, didapat hasil dari evaluasi Vas dan pengukuran ROM berupa penurunan nyeri dada dan peningkatan ROM Shoulder joint.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Emfisema adalah perubahan anatomis dari parenkim paru yang ditandai oleh perbesaran abnormal alveoli dan duktus alveolar serta kerusakan



dinding



alveolar.



Tanda



dan



gejala



pada



emfisema,



yaitu terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada mengembang, penurunan pertukaran gas akibat rusaknya dinding alveolus, takipnu (peningkatan kecepatan pernapasan) akibat hipoksia dan hiperkapnia, pada emfisema tidak terjadi pembentukan mukus. B. Saran



20



Agar tercapai keberhasilan terapi yang telah diprogramkan sebelumnya oleh terapis, baik program jangka pendek ataupun jangka panjang perlu adanya keterlibatan dan dukungan dari pasien maupun keluarganya



pada



kondisi Emfisema ini



pasien disarankan



supaya



mealkukan edukasi yang diberikan oleh terapis, apabila dalam melakukan aktivitas merasa sesak nafas maka pasien segera untuk istirahat dan hendaknya pasien menghindari asap rokok atau merokok dan debu yang dapat menimbulkan sesak.



DAFTAR PUSTAKA Anudya Kartika Ratri, Mochamad Yusuf Alsagaff1 & Tri Pudy Asmarawati. (2018).



Acute



Pericarditis



in



Patient



with



Systemic



Lupus



Erythematosus: A Case Report. Indonesian J Cardiol 3 Vol. 39, Issue 1



21