Program Kerja Stunting [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROGRAM KERJA



STUNTING DAN WASTING



Tahun 2



DAFTAR ISI PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN a. Umum b. Khusus KEGIATAN DAN RINCIAN KEGIATAN CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN SASARAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. SCHEDULE (KEGIATAN) B. ANGGARAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN PENCATATAN PELAPORAN & EVALUASI KEGIATAN PENUTUP



BAB I PENDAHULUAN Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)1 . Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK2 . Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umumya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya. Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan berbagai bentuk masalah gizi diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3 0/o Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunny. Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah dan kualitas yang lebih banyak, karena pada umumnya aktivitas fisik yang cukup tinggi dan masih dalam perubahan belajar. Apabila asupan gizi tidak terpenuhi maka pertumbuhan fisik dan intelektualitas balita akan mengalami gangguan, yang akhimya akan menyebabkan mereka menjadi generasi yang hilang (lost generation), dan dampak yang luas Negara akan kehilanagan sumber daya manusia yang berkualitas.(welasasih&wirjatmadi,2012).



Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan penyakit. Anak balita dengan kekurangan gizi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan spiritual serta mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Status gizi merupakan indikator kesehatan yang penting bagi balita karena anak usia di bawah lima tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi yang dampak fisiknya diukur secara antropometri dan dikategorikan berdasarkan standar baku WHO dengan indeks BB/U (Berat Badan/Umur) , TB/U (Tinggi Badan/Umur) dan BB/TB (Berat Badan/Tinggi Badan). Salah satu indikator status gizi adalah balita dengan keadaan tinggi badan menurut umur (TB/U) sangat pendek hingga melampaui defisit dua standar deviasi (SD) berdasarkan pengukuran antropometri yang dikenal dengan istilah stunting. Prevalensi balita stunting di Asia Tenggara tergolong tinggi yaitu sebesar 29,1 % di tahun 2007, sedangkan pada tahun 2013 di Indonesia berdasarkan Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan RI sebesar 35,6%. Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi balita stunting di Provinsi Jawa Tengah adalah 37% (Kemenkes, 2013). Berdasarkan hasil survey Status Gizi Indonesia 9 ssgi0 tahun 2021 yang dilaksanakan Kementrian Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 24,2% atau menurun 6,4 % dari angka 30,8% pada tahun 2018 Menurut World Health Organization (WHO 2013), Stunting merupakan kekurangan gizi kronis akibat kekurangan asupan zat gizi dalam waktu yang lama dan biasanya diikuti dengan frekuensi sering sakit. Stunting secara sensitive disebabkan oleh berbagai factor seperti kurangnya pengasuhan.penggunaan air yang tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, terbatasnya akses erhadap pangan dan kemiskinan. Stunting secraa spesifik dapat berawal dari ibu mengandung. Kondisi gizi ibu hamil, sebelum hamil bahkan setelahnya akan menentukan pertumbuhan janin. Ibu hamil yang kekurangan gizi akan berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, dan ini merupakan penyebab utama stunting (HIdayati, 2010). Setelah lahir, bayi tidak disusui secara baik akan berisiko menderita berbagai infeksi penyakit karena pola makan yang tidak cukup asupan gizinya dan tidak higienis. Pemberian makanan Bayi dan Anak sangat menentukan pertumbuhananak. Setelah usia 6 bulan anak perlu mendapat asupan gizi yang dapat memenuhi kebutuhan asupan gizi mikro, gizi makro serta aman (WHO,2013). M enurut world Health Organization (WHO 2013), Intervensi yang dapat digunakan untuk menanggulangi balita stunting adalah intervensi prenatal dan pascanatal sebagai intervensi spesifik dan sensitive. Seiring dengan hal tersebut intervensi prenatal dan pascanatal melalui



gerakan perbaikan gizi denagn focus pada 1000 hari pertama kehidupan pada tataran global yaitu melalui strategi SUN (Scalling Up Nutrition) dan di Indonesia disebut dengan Gerakan Nasional Perbaikan Sadar Gizi, sebesar 31,8%. Sesuai dengan penelitian ( Najahah, 2012) mengenai factor resiko balita stunting salah satunya adalah kunjungan ANC ( Antenatal Care). Kunjungan ANC yang dilakukan secara teratur dapat mendeteksi dini resiko kehamilan yang ada pada 18 ibu terutama yang berkaitan dengan masalah nutrisinya (Ni’amah,2014). Pada penelitian ini ditemukan bahwa ibu yang melakukan kunjungan ANC hanya satu kali (kurang dari standar minimal yaitu empat kali), memiliki resiko mempunyai balita stunting 2,4 kali dibandingkan ibu yang melakukan kunjungan ANC standar . Berdasarkan hasil kebijakan pemberian ASI esklusif pada bayi 0-6 bulan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dwi Sari yaitu : a) Skin to skin contact anatara ibu dengan bayi segera setelah melahirkan. b) Pemberian ASI dalam 60 menit pertama.c) Pemberian Colostrum. d) Mengosongkan satu payudara sebelum memindahkan bayi ke payudara lainnya. e) Tidak memberikan makanan tambahan apapun termasuk air putih, air gula atau makanan lainnya. f) Pemberian ASI secara on-demand, sesuai keinginan bayi siang dan malam minimal 8 kali perhari. Seluruh tenaga kesehatan yang ada di RSIA Dwi Sari harus mengetahui kebijakan yang ada, sehingga minimal dapat memberikan atau pendidikan kesehatan terkait pemberian ASI Esklusif yang sudah terstandar.Dengan demikian untuk proses pelaksanaan sudah terintegrasi sesuai denagn kebijakan Rumah sakit.



BAB II LATAR BELAKANG Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Anak stunting juga memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan malnutrisi diperkirakan berkontribusi pada berkurangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. Prevalensi stunting selama 10 tahun terakhir menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan dan ini menunjukkan bahwa masalah stunting perlu ditangani segera. Penurunan prevalensi wasting dan stunting pada balita merupakan sasaran pokok RPJMN 2020-2024. Prevalensi wasting pada balita telah menurun dari 12,1% tahun 2013 (Riskesdas 2013) menjadi 10,2% tahun 2018 (Riskesdas 2018) dan pada tahun 2019 turun lagi menjadi 7,4% (SSGBI 2019). Juga telah terjadi penurunan stunting dari 37,2% tahun 2013 (Riskesdas 2013) menjadi 30,8% tahun 2018 (Riskesdas 2018), dan pada tahun 2019 telah turun lagi menjadi 27,7% (SSGBI 2019). Sementara itu, juga telah terjadi penurunan underweight pada balita dari 19,6% tahun 2013 (Riskesdas 2013) menjadi 17,7% tahun 2018 (Riskesdas 2018), dan pada tahun 2019 telah turun lagi menjadi 16,3 % (SSGBI 2019). Upaya penurunan stunting tidak semata tugas sektor kesehatan karena penyebabnya yang multidimensi, tetapi harus melalui aksi multisektoral. Intervensi spesifik dilakukan oleh sektor kesehatan, sementara intervensi sensitif dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan. Terdapat lima pilar penanganan stunting, yakni komitmen politik, kampanye dan edukasi, konvergensi program, akses pangan bergizi, dan monitoring progam. Seperti halnya gizi balita, kasus Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil telah terjadi penurunan dari 24,2% tahun 2013 (Riskesdas 2013) menjadi 17,3% (Riskesdas 2018). Kondisi sebaliknya justru ditunjukkan oleh kasus anemia ibu hamil di mana terjadi peningkatan dari 37,1% (Riskesdas 2013) menjadi 48,9% (Riskesdas 2018)



5



Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan berbagai bentuk masalah gizi diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya3 . Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 30,8% atau sekitar 7 juta balita menderita stunting. Masalah gizi lain terkait dengan stunting yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah anemia pada ibu hamil (48,9%), Berat Bayi Lahir Rendah atau BBLR (6,2%), balita kurus atau wasting (10,2%) dan anemia pada balita. Penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Sejalan dengan inisiatif Percepatan Penurunan Stunting, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gernas PPG) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 HPK. Selain itu, indikator dan target penurunan stunting telah dimasukkan sebagai sasaran pembangunan nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah.



BAB III TUJUAN



a.



UMUM



Bertujuan untuk menjadi panduan Rumah sakit Siloam Silampari dalam melaksanakan intervensi penurunan stunting terintegrasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Hal ini dapat digunakan oleh Rumah sakit dalam mengawal dan membina dalam melaksanakan intervensi penurunan stunting terintegrasi. Berdasarkan hasil evaluasi tahunan, pedoman ini dapat disesuaikan dengan perkembangan kebijakan di tingkat Rumah Sakit b.



KHUSUS 1) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi ibu yang memiliki anak balita dalam mengikuti program edukasi. 2) Mengidentifikasi masalah tenaga kesehatan (nakes) dalam memberikan eduk 3) Menemukan desain edukasi pencegahan stunting pada ibu anak balita 4) Meningkatkan program Mutu Stunting



BAB IV KEGIATAN POKOK & RINCIAN KEGIATAN



A. Kegiatan Pokok Menjalankan program Pelayanan intervensi penurunan stunting bagi anak-anak bayi dan balita 1. Kegiatan Rutin  Menerapkan Metoda penugasan,  Melaksanakan Proses kegiatan dari Pengkajian sampai Evaluasi,  Melakukan pre dan post konferensi Memberikan tindakan keperawatan  Melaksanakan tindakan kolaboratif, Meningkatkan upaya promotif kegiatan melalui edukasi,  Supervisi Sosialisasi Standar  Rapat bulanan 2. Kegiatan Peningkatan Mutu Pelayanan Stunting dan Wasting di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dwi Sari.  Jumlah neonatus dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan panjang badan kurang dari 48 cm  Jumlah anak wasting (kurus) dilihat dari status gizi  Jumlah anak stunting (pendek) dilihat dari status gizi  Pemberian edukasi tentang diet ibu hamil, gizi bayi, dn tumbuh kembang anak  Follow up gizi bayi saat pulang dan menganjurkan untuk mengikuti posyandu secara rutin. 3. Kegiatan Diklat/TA dan Pengembangan SDM  Internal dan Eksternal Training  Pendidikan Keperawatan berkelanjutan  Uji Kompetensi Keperawatan 4. Kegiatan Pemeliharaan sarana dan prasarana  Menyediakan alat selalu siap pakai



BAB V CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN 1.



Observasi Inspeksi harian dilakukan dengan cara memastikan penugasan



2.



Diskusi Membicarakan dan memenuhi kebutuhan pasien dengan stunting yang diperlukan



3.



Pelaksanaan Tindakan langsng Memberiakan asuhan keperawatan secara langsung dengan memberikan edukasi terkait status Gizi anak tersebut.



BAB VI SASARAN  Jumlah Neonatus dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Kurang dari 2500 gram dan panjang badan kurang dari 48 cm  Jumlah anak wasting (kurus) dilihat dari status gizi  Jumlah anak stunting (pendek) dilihat dari status gizi  Pemberian edukasi tentang diet ibu hamil, gizi bayi, tumbuh kembang anak  Follow up gizi bayi saat pulang dan menganjurkan untuk mengikuti posyandu secara rutin



BAB VII PELAKSANAAN KEGIATAN A. SCHEDULE (JADWAL) Tindakan yang dilaksanakan dalam periode Juli-september 2022



No PROGRAM



JULI



Mengadakan promosi kesehatan tentang Tumbuh kembang anak dan gizi pada anak



1



2



AGUSTUS 3



4



1



2



B. ANGGRAN TAHUN 2022 No Kegiatan 1.



Anggaran



Keterangan



3



SEPTEMBER 4



1



2



3



4



BAB VIII EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN 1. Evaluasi dilakukan setiap bulan 2. Evaluasi dilakukan berdasar analisa 3. Pelaporan diberikan kepada Manager Keperawatan 4. Bentuk laporan adalah narasi dan grafik atau tabel



BAB IX PENCATATAN, PELAPORAN & EVALUASI KEGIATAN A. PENCATATAN Pencatatan kegiatan harian dilakukan penanggung jawab shift dan kepala ruang dalam bentuk laporan harian B. PEALPORAN a) Laporan Harian Laporan harian ditulis setiap shift oleh perawat pelaksana yang merawat pasien tersebut dan oleh perawat PIC yang merawat dan mengelolah ruangan secara keseluruhan pada shift tersebut. Laporan individu pasien terdiri dari data hasil pemantauan pasien pada flow chart, proses perawatan, data-data penunjang hasil pemeriksaan, pengobatan serta tindakan yang akan dilakukan dan pada file pasien. Perawat juga harus melaporkan kepada incharge segala kendala atau masalah yang dihadapi pasien dan/ keluarga seperti pembiayaan, asuransi dan lain-lain. Laporan PIC, ditulis oleh PIC pada shift tersebut yang berisi Laporan pasien secara keseluruhan, ketenagaan, fasilitas dan peralatan, masalah- masalah yang ada dan pemecahannya, rencana tindakan dan lain-lain. b) Laporan Bulanan Laporan Bulanan dibuat oleh PIC setiap akhir bulan tersebut atau awal bulan berikutnya. Komponen laporan bulanan adalah : operational valume, patient days/BOR, pencapaian sasaran mutu, revenue, FTE dan jam lembur, staf cuti, Training dan Pendidikan, Pengadaaan dan penggunaan peralatan, kasus terbanyak, dan angka kematian



c) Laporan Tahunan. Laporan tahunan dibuat oleh PIC setiap tahun yang terdiri dari 5 bagian yaitu: 1. Pencapaian unit of service (mulai dari pasien yang masuk, jumlah hari rawat, BOR, mortalitas dan jumlah kasus terbanyak). 2. Ketenagaan 3. Peralatan 4. Pengendalian Mutu 5. Serta masalah yang ada sepanjang tahun yang dilewati. C. EVALUASI 



Jumlah Neonatus dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan panjang badan kurang dari 48 cm







Jumlah anak wasting (kurus) dilihat dari status gizi







Jumlah anak stunting dilihat dri status gizi







Pemberian edukasi tentang diet ibu hamil, gizi bayi, dan tumbuh kembang anak







Follow Up gizi saat pulang dan menagnjurkan untuk mengikuti posyandu secara rutin



BAB X PENUTUP Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama Bayi dan Balita. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan dan melakukan pelayan terkait Gizi stunting pada balita yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan.