Proposal Kti [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUBUNGAN POLA MAKAN TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA PRA LANSIA DI POSYANDU LANSIA SEKAR ARUM DAN RANGGEN KELURAHAN KERTAJAYA KECAMATAN GUBENG KOTA SURABAYA TAHUN 2019



PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH



OLEH : WIDYA ROHMANAH NIM. P27835116026



PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN GIZI POLTEKKES KEMENKES SURABAYA TAHUN 2019



HUBUNGAN POLA MAKAN TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA PRA LANSIA DI POSYANDU LANSIA SEKAR ARUM DAN RANGGEN KELURAHAN KERTAJAYA KECAMATAN GUBENG KOTA SURABAYA TAHUN 2019



PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH



OLEH : WIDYA ROHMANAH NIM. P27835116026



PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN GIZI POLTEKKES KEMENKES SURABAYA TAHUN 2019



i



HALAMAN PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya. Surabaya, April 2019 Pembimbing Utama



Nur Hatijah, SKM., M.Kes NIP. 19761005 200212 2 002



Pembimbing Pendamping



Dr. Ir. Juliana Christyaningsih, M.Kes NIP. 19680701 198803 2 001



ii



HUBUNGAN POLA MAKAN TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA PRA LANSIA DI POSYANDU LANSIA SEKAR ARUM DAN RANGGEN KELURAHAN KERTAJAYA KECAMATAN GUBENG KOTA SURABAYA HALAMAN PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH Proposal Tugas Akhir ini telah disetujui dan diterima sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar AHLI MADYA GIZI di Jurusan Gizi Politeknik Kesehetan Kementrian Kesehatan Surabaya Pada tanggal, 14 Januari 2019



Disusun Oleh : WIDYA ROHMANAH NIM. P27835116026



Mengesahkan, 14 Januari 2019 1. Taufiqurrahman,SKM,MPH



(Ketua Penguji)



:……………



2. Dr. Ir. Juliana Christyaningsih, M.Kes



(Penguji I)



:……………



3. Nur Hatijah,SKM,M.Kes



(Penguji II)



:……………



Surabaya, 14 Januari 2019 Mengesahkan Ketua Jurusan Gizi



Taufiqurrahman,SKM,MPH NIP : 19711105 199103 1 002



iii



KATA PENGANTAR



Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “hubungan pola makan terhadap kejadian hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan kertajaya kecamatan gubeng kota Surabaya”. Dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan rasa hormat disampaikan terima kasih kepada : 1. drg. Bambang Hadi Sugito, M.Kes, selaku direktur Poltekkes Kemenkes Surabaya. 2. Taufiqurrahman, SKM, MPH, selaku Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Surabaya. 3. Nur Hatijah, SKM, M.Kes, selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan masukan, saran, serta dorongan dan motivasi untuk dapat menyelesaian proposal karya tulis ilmiah. 4. Dr. Ir. Juliana Christyaningsih, M.Kes, selaku pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan masukan, saran, serta dorongan dan motivasi untuk dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini. 5. Kedua orang tua dan keluarga besar saya yang selalu memberikan doa, dukungan, serta semangat selama ini. 6. Teman-teman angkatan enam “Nutrigen” yang telah banyak membantu dan saling memberikan semangat serta motivasi.



iv



7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Akhir kata semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal atas segala kebaikan, dukungan, serta bantuan yang telah didapatkan penulis dari pihakpihak tersebut diatas. Penulis berharap Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua.



Surabaya, 4 Januari 2019



Penulis



v



HUBUNGAN POLA MAKAN TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA PRA LANSIA DI POSYANDU LANSIA SEKAR ARUM DAN RANGGEN KELURAHAN KERTAJAYA KECAMATAN GUBENG KOTA SURABAYA TAHUN 2019 Oleh: Widya Rohmanah ABSTRAK Menurut WHO (dalam Arisman, 2009), pengelompokan lansia terdiri dari pra lansia, lansia, lansia tua, dan lansia sangat tua. Seiring bertambahnya usia vaskularisasi pembuluh darah akan menurun maka resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pra lansia yang beresiko menderita hipertensi adalah usia 45 tahun keatas (Kumar, 2005). Hipertensi berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik, baik diastolik maupun sistolik, atau kedua-duanya secara terus-menerus (Sutanto, 2010). Sesuai dengan data RISKESDAS 2013, hipertensi di Indonesia merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 25,8%. Prevalensi hipertensi di Pulau Jawa adalah 41,9%, tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan pola makan terhadap kejadian hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya. Jenis penelitian ini analitik observasional dengan jenis rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng, Surabaya. Populasi dalam penelitian ini adalah pra lansia anggota posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng, Surabaya yaitu sebanyak 55 orang dan besar sampel yang diteliti adalah sebanyak 30 orang. Kata kunci : pra lansia, hipertensi, pola makan



vi



THE CORRELATION OF EATING PATTERNS WITH THE INCIDENCT OF HYPERTENSION IN THE PRE ELDERLY IN ELDERLY POSYANDU OF THE SEKAR ARUM AND RANGGEN KELURAHAN KERTAJAYA KECAMATAN GUBENG SURABAYA CITY 2019 By: Widya Rohmanah



ABSTRACT According to WHO (in Arisman, 2009), the grouping of the elderly consisting of Middle age is also referred to as pre-elderly, ederly, old age, very old elderly. As age increases blood vessel vascularization decreases, the risk of hypertension becomes greater. Pre-elderly who are at risk of suffering from hypertension are aged 45 years and over (Kumar, 2005). Hypertension percolates with with increased pressure on the systemic arteries, both diastolic and systolic, or both continuously (Sutanto, 2010). In accordance with the 2013 RISKESDAS data, hypertension in Indonesia is a health problem with a high prevalence of 25.8%. The prevalence of hypertension in Java is 41.9%, but diagnosed by health personnel and / or history of taking medication is only 9.5%. The purpose of this study was to analyze the The correlation of eating patterns with the incidence of hypertension in the pre elderly in elderly posyandu of the Sekar Arum and Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng Surabaya city. This type of research is observational analytic with this type of research design is cross sectional. The research was carried out at the elderly posyandu of the Sekar Arum and Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng Surabaya city. The population in this study were preelderly members of the elderly posyandu Sekar Arum and Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng Surabaya city., which were as many as 55 people and the sample size studied was 30 people. Keyword : pre elderly, hypertension, food pattern



vii



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ..………...…………………………………….. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv ABSTRAK ........................................................................................................... vi ABSTRACK ....................................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ........................................ xiii BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................................4 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 5 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6 2.1 Lansia .............................................................................................................. 6 2.1.1 Pengertian Lanjut Usia .................................................................................. 6 2.1.2 Perubahan yang terjadi pada lansia ............................................................... 6 2.2 Pola Makan .................................................................................................... 14 2.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan ................................................... 15 2.2.2 Metode SQ FFQ .......................................................................................... 17 2.3 Hipertensi ....................................................................................................... 19 2.3.1 Pengertian Hipertensi .................................................................................. 19 2.3.2 Epidemiologi Hipertensi ............................................................................. 20 2.3.3 Patofisiologi Hipertensi .............................................................................. 21 2.3.4 Klasifikasi Hipertensi .................................................................................. 22 2.3.5 Etiologi Hipertensi ...................................................................................... 23 2.3.6 Faktor Resiko Hipertensi ............................................................................ 24 2.3.7 Tanda dan Gejala Hipertensi ....................................................................... 28 BAB III : KERANGKA KONSEPTUAL ........................................................ 29 3.1 Kerangka Konseptual .................................................................................... 29 3.2 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 30 BAB IV : METODELOGI PENELITIAN ...................................................... 31 4.1 Jenis Penelitian .............................................................................................. 31 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 31 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 32 4.4 Variabel Penelitian dan Defisini Operasional ................................................ 34 4.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 35 4.6 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 35 4.7 Pengolahan Data............................................................................................. 36 4.8 Analisis Data .................................................................................................. 37 viii



DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 38 LAMPIRAN ........................................................................................................ 42



ix



DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Usia Dewasa…..……………………22 Tabel 4.1 Waktu Kegiatan Penelitian ……………………………………………32 Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel …..…………………………………….34



x



DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Kerangka Konseptual……………………………………………...29



xi



DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Informed consent (lembar persetujuan)………………….…………..42 Lampiran 2 Kuesioner penelitian ………..…………………………….…………43 Lampiran 3 Form Semi Quantitative Food Frequency Questionaire……..………44



xii



DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN



Daftar Arti Lambang α % , < > 0



/ ± O2 CO2



= Alfa = Persentase = Sampai dengan = Koma = Kurang dari = Lebih dari = Derajat = Garis miring atau per = Lebih kurang = Oksigen = Karbon dioksida



Singkatan HST WHO Riskesdas Komnas Depkes RI SQ FFQ URT DKBM mmHg ACE ADH NaCl mg TSH ACTH FSH LH SPSS



= Hipertensi Sistolik Terisolasi = World Health Organization = Riset Kesehatan Dasar = Komisi Nasional = Departemen Kesehatan Republik Indonesia = Semi Quantitative Food Frequency Questionaire = Ukuran Rumah Tangga = Daftar Kebutuhan Bahan Makanan = Milimeter Raksa = Angiostensin Converting Enzyme = Anti Diuretik Hormon = Natrium Klorida = Mili Gram = Thyroid Stimulating Hormone = Adrenocorticotropic Hormone = Follicle Stimulating Hormone = Luteinizing Hormone = Statistical Product and Service Solutions



xiii



BAB 1 PENDAHULUAN



Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Di masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap. Lansia merupakan kelompok penduduk yang rentan masalah baik ekonomi, sosial, budaya, kesehatan dan psikologi (Partini, 2004). Seiring bertambahnya usia vaskularisasi pembuluh darah akan menurun maka resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pra lansia yang beresiko menderita hipertensi adalah usia 45 tahun keatas (Kumar, 2005 dalam Widyaningrum, Siti 2012). Oleh karena itu upaya untuk mengurangi atau mencegah terjadinya hipertensi dapat dilakukan pada usia pra lansia untuk meminimalisir kejadian hipertensi pada lanjut usia. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension). Isolated systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda (Kuswardhani, 2007)



1



2



Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini menandakan satu dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi. Sesuai dengan data RISKESDAS 2013, hipertensi di Indonesia merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi juga menempati peringkat ke 2 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien 2 rawat jalan di rumah sakit di Indonesia dengan prevalensi sebesar 4,67%. Kecenderungan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara pada usia ≥ 18 tahun menurut provinsi di Indonesia tahun 2013, Jawa Timur berada pada urutan ke-6. Prevalensi hipertensi di Pulau Jawa adalah 41,9%, tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan belum terjangkau pelayanan kesehatan. Dalam data 10 penyakit terbanyak di Kota Surabaya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada kejadian hipertensi yaitu pada tahun 2011 dan 2012 berada di peringkat ke-7 dengan masing-masing persentase sebesar 3,3% dan 3,06%. Pada tahun 2013 hipertensi berada pada peringkat ke-2 yaitu sebesar 13,6% dan akan terus meningkat setiap tahunnya. Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu obesitas, kurang olahraga atau aktivitas, merokok, minum kopi, sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkoholisme, stress, pekerjaan, pendidikan dan pola makan (Suhadak, 2010 dalam Andria, Kiki Mellisa 2013).



3



Berdasarkan survey yang dilakukan oleh komnas lansia bahwa kondisi perilaku mengkonsumsi makanan berisiko sangatlah menentukan peningkatan proporsi penderita gangguan kesehatan pada komunitas lansia. Beberapa perilaku mengkonsumsi makanan yang berisiko yang akan dianalisis di bawah adalah sering mengkonsumsi makanan asin, sering mengkonsumsi makanan manis dan sering mengkonsumsi makanan berlemak. Kondisi perilaku mengkonsumsi makanan berisiko pada komunitas Lansia, terjadi peningkatan prosentasenya dari tahun 2007 ke tahun 2013, hanya pada perilaku mengkonsumsi makanan manis yang terjadi penurunan 9,4 %, sedangkan pada perilaku mengkonsumsi makanan asin meningkat tajam sebesar 1,7 % (Budianto, 2014), sedangkan dampak yang dapat timbul akibat hipertensi yang diderita lansia antara lain semakin bertambahnya derajat hipertensi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya stroke yang berpotensi menyebabkan kecacatan pada lansia. Kecacatan pada lansia ini berakibat meningkatnya ketergantungan lansia dalam pemenuhan kebutuhan hidup seharihari. Kehidupan sehari-sehari di rumah menjadi perhatian karena mempengaruhi psikologis lansia yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi. Berdasarkan penelitian Purba (2017) di Puskesmas Pucang Sewu Surabaya, jumlah lansia dengan hipertensi pada bulan November 2016 adalah sebanyak 413 orang dimana jumlah tersebut merupakan jumlah penyakit tertinggi pada lansia di Puskesmas Pucang Sewu Surabaya. Untuk posyandu lansia di wilayah kerja puskesmas Pucang Sewu terdapat lima belas posyandu lansia. Akan tetapi, peneliti hanya fokus kepada posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen. Peneliti memilih posyandu lansia Sekar Arum dikarenakan lokasi posyandu ini dekat dari pasar sehingga bahan makanan segar dapat diperoleh dengan mudah, sedangkan



4



posyandu lansia Ranggen berada agak jauh dari lingkungan pasar sehingga kemungkinan konsumsi bahan segar jarang dikonsumsi dan hal tersebut akan berakibat kepada pola makan yang tidak baik. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan pola makan terhadap kejadian hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya Kecamatan Gubeng kota Surabaya. 1.1 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut. “Apakah ada hubungan pola makan terhadap kejadian hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya ?” 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Menganalisis hubungan pola makan terhadap kejadian hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya ? 1.2.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pola makan pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya. b. Mengidentifikasi kejadian hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya.



5



c. Menganalisis hubungan pola makan terhadap kejadian hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya. 1.3 Manfaat 1.4.1 Bagi Peneliti Peneliti dapat menerapkan ilmu yang didapat selama pendidikan serta menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah dan menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan pola konsumsi sebagai faktor resiko hipertensi. 1.4.2 Bagi Institusi Memberikan informasi mengenai upaya pengendalian hipertensi pada pra lansia. 1.4.3 Bagi Masyarakat Penelitian ini menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang upaya pengendalian hipertensi pada pra lansia.



6



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia 2.1.1 Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas karena adanya proses penuaan menimbulkan berbagai masalah kesejahteraan di hari tua, kecuali bila umur tersebut atau proses menua itu terjadi lebih awal dilihat dari kondisi fisik, mental dan sosial (Mangoenprasodjo dan Hidayanti, 2005 dalam Widyaningrum, Siti 2012). Menurut WHO (dalam Arisman, 2009), pengelompokan lansia terdiri dari Middle age disebut juga sebagai pra lansia yang berumur 45-59 tahun. Ederly lansia yang berumur 60-74 tahun, Old age yaitu lansia berumur 75-90 tahun, Very old lansia yang berumur di atas 90 tahun.



2.4.2 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia a. Perubahan-perubahan fisik (Nugroho, 2000) 1) Sel a) Lebih sedikit jumlahnya b) Lebih besar ukurannya c) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraselluler Pria = (2.02 x tinggi lutut (cm)) – (0.04 x umur (tahun)) + 64.19 Wanita = (1.83 x tinggi lutut (cm)) – (0.24 x umur (tahun)) + 84.88 d) Menurunnya proporsi protein di otak, otot, darah dan hati.



6



7



e) Jumlah sel otak menurun f) Terganggunya mekanisme perbaikan sel g) Otak menjadi atropis beratnya berkurang 5-10% 2) Sistem Persyarafan a) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya) b) Cepatnya menurun hubungan pernafasan c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress d) Mengecilnya saraf panca indera Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin 3) Sistem Pendengaran a) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) b) Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis c) Terjadinya penggumpalan serumen dapat mengeras karena peningkatan keratin 4) Sistem Penglihatan a) Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola) c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap e) Hilangnya daya akomodasi



7



8



f) Menurunnya lapang pandang g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau 5) Sistem Kardiovaskuler a) Elastisitas, dinding aorta menurun b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah keperifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur terduduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak) e) Tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistolis normal ± 120 mmHg diastolis Normal ± 80 mmHg. 6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik ± 350C ini akibat metabolisme yang menurun b) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot 7) Sistem Respirasi a) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku b) Menurunnya aktivitas silia



9



c) Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun d) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang e) O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg f) CO2 pada arteri tidak berganti g) Kemampuan untuk batuk berkurang 8) Sistem Gastrointestinal a) Kehilangan gigi b) Indera pengecap menurun c) Esofagus melebar d) Lambung, rasa lapar menurun e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi f) Fungsi absorpsi melemah g) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah 9) Sistem Reproduksi a) Menciutnya ovum dan uterus b) Atrofi payudara c) Pada laki-laki testis maíz dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur d) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 90 tahun (asal kondisi kesehatan baik)



10



e) Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya alkali dan menjadi perubahan perubahan warna. f) Atrofi vulva g) Vagina mengalami perubahan yaitu selaput lendir menjadi kering elastisitas menurun, permukaan menjadi lebih halus, reaksi sifatnya alkali, terjadi perubahan warna. 10) Sistem Urinaria a) Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, penyaringan ke glomerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kemampuan untuk mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urin menurun, proteinuria (biasanya ± 1), BUN meningkat sampai 21%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. b) Vesika urinaria (kandung kemih) otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urin c) Pembesaran prostat ± 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun 11) Sistem Endokrin a) Produksi dari hampir semua hormon menurun b) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah c) Pituitari mengalami perubahan yaitu pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi TSH, ACTH, FSH dan LH



11



d) Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (basal metabolic rate) dan menurunnya daya pertukaran zat e) Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya progesteron, estrogen dan testeron 12) Sistem Kulit a) Kulit mengkerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak b) Permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis) c) Menurunnya respon terhadap trauma d) Mekanisme proteksi kulit menurun e) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu f) Rambut dalam hidung dan telinga menebal g) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi h) Pertumbuhan kuku lebih lambat i) Kuku jari menjadi keras dan rapuh j) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk k) Kelenjar keringat fungsi dan jumlahnya berkurang 13) Sistem Muskuloskeletal a) Tulang menjadi kehilangan densitinya (cairan) dan rapuh b) Kifosis c) Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas d) Discusintervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang) e) Tendon mengerut dan mengalami scelerosis



12



f) Atrofi serabut sehingga seseorang bergerak lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor



b. Perubahan-perubahan Mental (Nugroho, 2000) 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental a) Perubahan fisik, khususnya organ perasa b) Kesehatan umum c) Tingkat pendidikan d) Keturunan (Hereditas) e) Lingkungan 2) Perubahan kepribadian yang drastis karena ini jarang terjadi. Lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang sehingga kakakuan terjadi disebabkan mungkin karena faktor lain seperti penyakit-penyakit 3) Kenangan (memory); kenangan lama tidak berubah Kenangan jangka panjang seperti berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan 4) Intelegent Quotient a) Berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor b) Terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan dari faktor waktu c) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.



c. Perubahan-perubahan Psikososial



13



1) Pensiun sehingga nilai seseorang dikaitkan dengan produktifitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam kerja 2) Merasakan atau sadar akan kematian 3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit 4) Ekonomi akibat jabatan menyebabkan meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya pengobatan. 5) Penyakit kronis dan ketidakmampuan 6) Kesiapan akibat pengasingan dari lingkungan sosial 7) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian 8) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan 9) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman atau famili 10) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik sehingga meningkatkan perubahan terhadap gangguan diri, perubahan konsep diri. 2.2 Pola Makan 2.2.1 Pengertian Pola Makan Pola makan dapat diartikan suatu kebiasaan menetap dalam hubungan dengan konsumsi makan yaitu berdasarkan jenis bahan makanan makanan pokok, sumber protein, sayur, buah, dan berdasarkan frekuensi: harian, mingguan, bulanan, dan tidak pernah sama sekali. Dalam hal pemilihan makanan dan waktu makan manusia dipengaruhi oleh usia, selera pribadi, kebiasaan, budaya dan sosial ekonomi (Almatsier, 2002).



14



Pola makan adalahsuatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009). Pengertian pola makan menurut Handajani adalah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan, sedangkan menurut Suhardjo (2009) pola makan di artikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsi makanan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Menurut seorang ahli mengatakan bahwa pola makan di definisikan sebagai karakteristik dari kegiatan yang berulang kali makan individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan. (Sulistyoningsih, 2011). Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri dari: jenis, frekuensi, dan jumlah makanan. a. Jenis makan Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah yang dikonsumsi setiap hari. Makanan pokok adalah sumber makanan utama di negara Indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jangung, sagu, umbi-umbian, dan tepung (Sulistyoningsih, 2011). b. Frekuensi makan Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes, 2013). sedangkan menurut Suhardjo (2009) frekuensi makan merupakan berulang kali makan sehari dengan jumlah tiga kali makan pagi, makan siang, dan makan malam.



15



c. Jumlah makan Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam setiap orang atau setiap individu dalam kelompok.



2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan Pola makan yang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011). a. Faktor ekonomi Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya beli pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan menurunan daya beli pangan secara kualitas maupun kuantitas masyarakat. Pendapatan yang tinggi dapat mencakup kurangnya daya beli denganh kurangnya pola makan masysrakat sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan dalam pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor (Sulistyoningsih, 2011). b. Faktor Sosial Budaya Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi oleh faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang menjadi kebiasaan atau adat. Kebudayaan di suatu masyarakat memiliki cara mengkonsumsi pola makan dengan cara sendiri. Dalam budaya mempunyai suatu cara bentuk macam pola makan seperti : dimakan, bagaimana pengolahannya, persiapan dan penyajian (Sulistyoningsih, 2011).



16



c. Agama Dalam agama, pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali berdoa sebelum makan dengan diawali makan mengunakan tangan kanan (Depkes RI, 2008). d. Pendidikan Dalam pendidikan, pola makan ialah salah satu pengetahuan, yang dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan penentuan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011). e. Lingkungan Dalam lingkungan, pola makan ialah berpengaruh terhadap pembentuk perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui adanya promosi, media elektroni, dan media cetak (Sulistyoningsih, 2011). f. Kebiasaan makan Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi dan jenis makanan yang dimakan (Depkes, 2009). Suatu penduduk mempunyai kebiasaan makan dalam tiga kali sehari adalah kebiasaan makan dalam setiap waktu (Willy, 2011).



2.2.3 Metode Semi Quantitative Food Frequency Questionaire SQ-FFQ method adalah metode untuk mengetahui gambaran kebiasaan asupan gizi individu pada kurun waktu tertentu. Metode ini sama dengan metoda frekuensi makanan baik formatnya maupun cara melakukannya, yang membedakan adalah pada responden ditanyakan juga tentang besaran atau ukuran (dapat dalam URT atau berat) dari setiap makanan yang dikonsumsi selama periode tertentu,



17



seperti hari, minggu atau bulan. Dengan demikian dapat diketahui asupan gizi yang dikonsumsi untuk periode tertentu dengan bantuan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) atau daftar bahan penukar. Sebelum melakukan wawancara pada individu dengan menggunakan SQFFQ method, maka langkah yang harus dilakukan sebelumnya adalah membuat form SQ-FFQ yang bahan makanannya disesuaikan dengan keadaan bahan makanan yang tersedia disuatu tempat yang ingin diteliti. Beberapa kelebihan dalam penggunaan SQ-FFQ ini adalah bahwa SQ-FFQ merupakan metode pengumpulan data yang dikhususkan untuk mengetahui asupan mikro nutrient secara restrospektif, dimana dapat diketahui kisaran asupan zat gizi mikro pada beberapa waktu sebelumnya (misal 1 bulan,3 bulan, 6 bulan bahkan 1 tahun sebelumnya). Selain itu dengan SQ-FFQ tidak hanya mengetahui kebiasaan atau pola makan responden namun juga dapat diketahui jumlah asupan zat gizi tersebut secara detail. Adapun prosedur penggunaan SQ-FFQ adalah: 1. Subyek diwawancarai mengenai frekuensi mengkonsumsi jenis makanan sumber zat gizi yang ingin diketahui, apakah harian, mingguan, bulanan atau tahunan. 2. Subyek diwawancarai mengenai ukuran rumah tangga dan porsinya. Untuk memudahkan subyek menjawab, pewawancara menggunakan alat bantu photo ukuran bahan makanan. 3. Mengestimasi ukuran porsi yang dikonsumsi subyek ke dalam ukuran berat (gram).



18



4. Mengkonversi semua frekuensi daftar bahan makanan untuk perhari. 5. Mengalikan frekuensi perhari dengan ukuran porsi (gram) untuk mendapatkan berat yang dikonsumsi dalam gram/hari 6. Hitung semua daftar bahan makanan yang dikonsumsi subyek penelitian sesuai dengan yang terisi di dalam form. 7. Setelah semua bahan makanan diketahui berat yang dikonsumsi dalam gram/hari, maka semua berat item dijumlahkan sehingga diperoleh total asupan zat gizi dari subyek. 8. Cek dan teliti kembali untuk memastikan semua item bahan makanan telah dihitung dan hasil penjumlahan berat (gr) bahan makanan tidak terjadi kesalahan (Fahmida & Dillon, 2007). 2.3 Hipertensi 2.3.1 Pengertian Hipertensi Tekanan darah adalah kekuatan darah menekan dinding pembuluh darah. Setiap kali berdetak (sekitar 60-70 kali per menit dalam keadaan istirahat), jantung akan memompa darah melewati pembuluh darah. Tekanan darah terbesar terjadi ketika jantung memompa darah (dalam keadaan kontraksi), dan ini disebut dengan tekanan sistolik. Ketika jantung beristirahat (dalam keadaan dilatasi), tekanan darah berkurang disebut tekanan darah diastolik (Lany Sustrani, dkk, 2005). Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian dalam arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem peredaran darah. Tekanan darah tidak pernah konstan, tekanan darah dapat berubah drastis dalam hitungan detik, menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu (Herbert Benson, dkk, 2012).



19



Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik, baik diastolik maupun sistolik, atau kedua-duanya secara terus-menerus (Sutanto, 2010). Menurut Lany Sustrani, dkk (2005) hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkanya. Tubuh akan bereaksi lapar, yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Apabila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap akan menimbulkan gejala yang disebut sebagai penyakit darah tinggi. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Mansjoer, 2001). Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah menjadi naik dan bertahan pada tekanan tersebut meskipun sudah relaks (Soeharto, 2000). Hipertensi dikaitkan dengan risiko lebih tinggi mengalami serangan sakit jantung. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Irfan, 2008 dalam Widyaningrum, Siti 2012). 2.3.2 Epidemiologi Hipertensi Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun



20



di beberapa negara yang ada di dunia (Armilawaty, 2007). Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah (Yogiantoro, 2006). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,115 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, 2007). 2.3.3 Patofisiologi Hipertensi Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang



21



peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan



volume



cairan



ekstraseluler



yang



pada



gilirannya



akan



meningkatkan volume dan tekanan darah. 2.3.4 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO, hipertensi dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori seperti tabel berikut ini.



22



Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Usia Dewasa Kategori Normal Normal tinggi Hipertensi stadium 1 Hipertensi stadium 2 Hipertensi stadium 3 Sumber. Sustrani, et.al., 2005



Sistolik 120-130 130-135 140-159 160-179 >180



Diastolik 80-85 85-90 90-99 100-109 >110



Klasifikasi tekanan darah tinggi sebagai berikut : a. Tekanan darah normal, yakni jika sistolik kurang atau sama dengan 140 dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg. b. Tekanan darah perbatasan, yakin sistolik 141-149 dan diastolik 91- 94 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni jika sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg.



2.3.5 Etiologi Hipertensi a. Hipertensi primer Hipertensi primer sering dikenal dengan sebutan hipertensi essensial atau idiopatik. Penyebab terjadinya hipertensi primer masih belum dapat diketahui. Namun, ada beberapa faktor yang memicu terjadinya hipertensi primer seperti faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik akan memengaruhi sensitifitas terhadap natrium dan dapat menyebabkan pembuluh darah mengalami vasokonstriksi. Pada faktor lingkungan seperti diet, adanya kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain akan memicu terjadinya hipertensi primer (Nafrialdi, 2009).



Pada sebagian besar kasus, peningkatan berat badan yang



berlebihan dan pola hidup merupakan faktor pemicu utama yang menyebabkan terjadinya hipertensi primer mencapai 65-70% (Guyton and Hall, 2006). b. Hipertensi Sekunder



23



Hipertensi sekunder merupakan suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan darah yang diketahui penyebabnya. Pada hipertensi sekunder, umumnya disebabkan karena penggunaan obat-obatan, terjadinya hipertensi pada kehamilan, dan adanya gangguan ginjal (Sherwood, 2006). 2.3.6 Faktor Resiko Hipertensi Faktor



resiko



adalah



faktor–faktor



atau



keadaan-keadaan



yang



mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan. Istilah mempengaruhi disini mengandung pengertian menimbulkan risiko lebih besar pada individu atau masyarakat untuk terjangkitnya suatu penyakit atau terjadinya status kesehatan tertentu (Bustan, 2007). Faktor risiko yang dapat berpengaruh pada kejadian hipertensi antara lain, faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. a. Faktor resiko hipertensi yang tidak dapat diubah 1) Umur Umurnya seseorang yang berisiko menderita hipertensi adalah usia diatas 45 tahun dan serangan darah tinggi baru muncul sekitar usia 40 walaupun dapat terjadi pada usia muda (Kumar, 2005). Sebagai suatu proses degeneratif, hipertensi tentu hanya ditemukan pada golongan dewasa (Bustan, 2007). Ditemukan kecenderungan peningkatan prevalensi menurut peringkatan usia dan biasanya pada usia > 40 tahun. Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Bertambahnya umur maka risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. Pada usia lanjut hipertensi ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada



24



tidaknya hipertensi. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30- 50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Sharma, 2008 dalam Widyaningrum, Siti 2012). Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia seseorang yang berumur diatas 60 tahun, 50 – 60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya (Gunawan, 2001). 2) Jenis kelamin Data di Amerika menunjukan bahwa sampai usia 45 tahun tekanan darah laki-laki lebih tinggi sedikit dibandingkan wanita, antara usia 45 tahun sampai 55 tahun tekanan natara laki-laki dan wanita relatif sama, dan selepas usia tersebut tekanan darah wanita meningkat jauh daripada laki-laki. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh pengaruh hormon. Pada usia 45 tahun, wanita lebih cenderung mengalami arteriosclerosis, karena salah satu sifat estrogen adalah menahan garam, selain itu hormon estrogen juga menyebabkan penumpukan lemak yang mendukung terjadinya arteriosclerosis (National Academy on an Ageing Society, 2000). Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause (Cortas, 2008 dalam Widyaningrum, Siti 2012).



25



3) Keturunan (genetik) Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. Pada 70-80 kasus hipertensi esensial didapatkan juga riwayat hipertensi pada orang tua mereka (Gunawan, 2001). Adanya faktor genetik pada keluaraga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium Individu dengan orang tua menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Wade, 2003). b. Faktor resiko hipertensi yang dapat diubah 1) Merokok Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak jantung 520 kali per menit (Mangku, 1997). Rokok dapat meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah dengan mengendapkan kolesterol pada pembuluh darah jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras. Pasien yang terkena hipertensi essensial biasanya menghabiskan rokok lebih dari satu bungkus perhari dan telah berlangsung lebih dari satu tahun (Vita Health, 2004). 2) Latihan Fisik Latihan fisik atau olahraga dapat menjaga tubuh tetap sehat, meningkatkan mobilitas, menghindari faktor risiko tulang keropos, dan mengurangi stres.



26



Penelitian membuktikan bahwa orang yang berolahraga memiliki faktor risiko lebih rendah untuk menderita penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, latihan fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi (Cortas, 2008 dalam Widyaningrum, Siti 2012). 3) Konsumsi Alkohol Perlu diperhatikan oleh penderita penyakit kardiovaskuler adalah konsumsi alkohol, karena adanya bukti yang saling bertolak belakang antara keuntungan dan resiko minum. Para pakar setuju bahwa mengkonsumsi alkohol adalah yang berlebihan sepanjang waktu akan menimbulkan pengaruh yang berlebihan, termasuk tekanan darah tinggi, serosis hati dan kerusakan jantung (Douglas, 2001). 4) Kegemukan Menurut Hull (2001) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus (Cortas, 2008). Menurut Arjatmo Tjakronegoro (2001) dari penyelidikan epidemiologis dibuktikan bahwa kegemukan merupakan ciri khas pada populasi hipertensi, dan di buktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi di kemudian hari. Pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan sirkulasi



27



volume darah, penderita obesitas dengan hipertensi, lebih tinggi dibandingkan dengan penderita dengan berat badan normal. 5) Stres Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Meskipun dapat dikatakan bahwa stress emosional benar-benar meningkatkan tekanan darah untuk jangka waktu yang singkat, reaksi tersebut lenyap kembali seiring dengan menghilangnya penyebab stress tersebut. Hanya jika stress menjadi permanen,



dan



tampaknya



tidak



ada



jalan



untuk



mengatasinya



atau



menghindarinya, maka organ yang demikian akan mengalami hipertensi sedemikian terus-menerus sehingga stress menjadi resiko (Armilawaty, 2007). 6) Pola Kebiasaan Makan Pola kebiasaan makan merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi atau sebagai penyumbang utama terjadinya hipertensi. Makanan yang diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam jumlah tinggi dapat meningkatkan tekanan darah karena mengandung natrium dalam jumlah yang berlebih (Muhammadun, 2010). Pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium) (Altmatsier, 2003). Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah ketika semakin tua, yang terjadi pada semua masyarakat kota, merupakan akibat dari banyaknya garam yang dimakan. Masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola makannya juga adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring bertambahnya usia. Sebaliknya,



28



masyarakat yang konsumsi garamnya rendah menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia. 2.3.7 Tanda dan Gejala Hipertensi Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Menurut Price (2005), gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2006). Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008). Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, 15 kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin, 2005).



BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Faktor yang dapat diubah Merokok



Perubahan yang terjadi pada lansia



Latihan fisik Konsumsi alkohol



Perubahan fisik :



Kegemukan



Perubahan Sel, Persyarafan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, pengaturan temperature tubuh, respirasi, gastrointestinal, reproduksi, urinaria, endokrin, kulit, musculoskeletal.



Stres Pola makan



Faktor yang tidak dapat diubah Umur Jenis kelamin



Perubahan mental



Keturunan



Perubahan psikososial



Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti



29



HIPERTENSI



30



Keterangan : Berdasarkan gambar kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa terjadi perubahan-perubahan pada pra lansia seperti perubahan fisik seperti sel, persyarafan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, temperatur tubuh, respirasi, gastrointestinal, reproduksi, urinaria, endokrin, kulit, dan muskuloskeletal, perubahan mental, dan perubahan psikososial. Perubahan-perubahan yang terjadi pada pra lansia tersebut dapat mempengaruhi faktor resiko hipertensi. Faktor resiko hipertensi terdiri dari dua faktor, faktor yang dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. Faktor yang dapat diubah yaitu merokok, latihan fisik, konsumsi alcohol, kegemukan, stres, dan pola makan. Faktor yang tidak dapat diubah yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan. Berdasarkan faktor resiko hipertensi yang telah dijelaskan diatas perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dapat berdampak pada faktor resiko hipertensi yang dapat diubah salah satunya yaitu pola makan yang demikian dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi pada pra lansia. 3.3 Hipotesis Penelitian H1



: Ada hubungan pola makan terhadap kejadian hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya.



H0



: Tidak ada hubungan pola makan terhadap kejadian hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya.



30



BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan terhadap kejadian hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya. Penelitian ini disebut sebagai penelitian observasional karena peneliti hanya mengamati subjek penelitian dan mencari data yang berkaitan dengan penelitian tanpa memberi perlakuan terhadap subjek penelitian (Budiarto, 2003). Jenis rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2010), penelitian cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari korelasi antara faktor risiko dengan efek melalui pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, sehingga subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisis pola makan yang berhubungan dengan tingkat hipertensi pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya. 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian dilakukan selama periode Oktober 2018- Maret 2019 yang dilakukan secara bertahap.



31



32



Tabel 4.1 Waktu Kegiatan Penelitian Bulan Kegiatan 10



2018 11



2019 12



1



2



3



4



Penyusunan proposal Persiapan lapangan Pengumpulan data Pengolahan data Analisis data Penyusunan laporan



4.2.2 Tempat Penelitian ini dilaksanakan di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen, Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng, Surabaya. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini sebanyak 55 pra lansia anggota posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng, Surabaya. 4.3.2 Sampel a) Jenis Sampel sampel dalam penelitian ini adalah pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya dengan kriteria sebagai berikut : 1. Pasien pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan posyandu lansia Ranggen, kelurahan Kertajaya, kecamatan Gubeng, Surabaya. 32



33



2. Pasien bertempat tinggal di kelurahan kertajaya, kecamatan Gubeng, Surabaya. 3. Pasien bersedia menjadi responden 4. Pasien tidak disertai penyakit komplikasi yang berat b) Besar Sampel Jumlah sampel ditentukan dengan rumus penentuan besar sampel (Riyanto, 2013) sebagai berikut.



𝑛=



𝑁𝑍(1−∝/2)2 𝑃(1 − 𝑃) (𝑁 − 1)𝑑2 + 𝑍 2 (1−∝/2) 𝑃(1 − 𝑃)



55 𝑥 (1.96)2 𝑥 0.5 (1 − 0.5) 𝑛= (55 − 1)(0.05)2 + (1.96)2 𝑥 0.5 (1 − 0.0.5)



𝑛=



55 𝑥 (3.8416) 𝑥 0.5 (0.5) (54)(0.0025) + (3.8416)𝑥 0.5 (0.86)



𝑛=



52.822 1.78688



𝑛 = 29.57 ( 30 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 ) Berdasarkan perhitungan besar sampel didapatkan bahwa penelitian ini sampel yang digunakan adalah 30 orang. c) Teknik Sampling Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan menggunakan proporsional random sampling dan selanjutnya digunakan Teknik simple random sampling dalam pengambilan sampel. Adapun perhitungan proporsional random sampling sebagai berikut :



34



28



Posyandu lansia Sekar Arum = 55 𝑥 30 = 15 orang Posyandu lansia Ranggen



27



= 55 𝑥 30 = 15 orang



Berdasarkan perhitungan teknik sampling didapatkan bahwa penelitian ini sampel yang digunakan adalah terdiri dari 15 orang dari posyandu lansia Sekar Arum dan 15 orang dari posyandu lansia Ranggen. 4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 4.4.1 Variabel Penelitian a) Variabel bebas atau independent



: Pola makan



b) Variabel terikat atau dependen



: Hipertensi



4.4.2



Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu



variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur skala atau variabel tersebut (Nazir, 2003).



No 1.



Variabel Pola makan



Tabel. 4.2 Definisi Operasional Variabel Definisi Alat dan cara pengukuran operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Suatu kebiasaan Wawancara SQ-FFQ Sering menetap dalam 1x hari – hubungan 6x/minggu dengan konsumsi makan Kadangyaitu kadang berdasarkan 1-3x/minggu sumber karbohidrat, Jarang sumber protein, 1x/bulan dan olahan, sayur, tahun buah, lemak, dan lain-lain



Skala Ordinal



35



3.



Hipertensi Tekanan darah Observasi sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Mansjoer, 2001).



Data sekunder 3 bulan terakhir



Sistolik : Ordinal >140mmHg Diastolik : >90 mmHg



4.5 Teknik Pengumpulan Data 4.5.1 Metode Pengumpulan Data Cara pengumpulan data pola makan ini yaitu dengan menggunakan metode wawancara langsung sedangkan pengumpulan data pemeriksaan tekanan darah menggunakan metode observasi. 4.5.2 Jenis Data a) Data primer Data Primer dalam penelitian ini meliputi data identitas diri dan pola makan pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya. b) Data sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah tekanan darah selama 3 bulan teakhir pada pra lansia di posyandu lansia Sekar Arum dan Ranggen kelurahan Kertajaya kecamatan Gubeng kota Surabaya. 4.6 Instrumen Penelitian 4.6.1 Variabel bebas atau independen Untuk variabel bebas tingkat pola makan menggunakan media form SQFFQ.



36



4.6.2 Variabel tergantung atau dependen Untuk variabel tergantung tekanan darah ini menggunakan data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan tekanan darah saat posyandu lansia. 4.7 Pengolahan Data Menurut Arikunto (2002) pengolahan data dilakukan melalui empat tahapan yang meliputi editing, coding/scoring, entry, dan tabulating. 1. Editing Hasil dari pengisian form identitas responden dan form SQ-FFQ dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Pada tahap ini merupakan kegiatan pengecekan terhadap isi form serta identitas responden, apakah form dan identitas sudah diisi dengan lengkap, jawaban dari responden jelas dan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Serta jumlah form atau kuesioner yang dibagikan sudah lengkap jumlahnya. 2. Coding Tindakan untuk melakukan pemberian kode atau angka untuk memudahkan pengolahan data. Coding untuk variabel pola makan : -



Kode 1 untuk sering



-



Kode 2 untuk kadang-kadang



-



Kode 3 untuk jarang



Coding untuk variabel tekanan darah : -



Kode 1 untuk hipertensi



-



Kode 2 untuk normal



3. Entry



37



Memindahkan hasil data dari responden bentuk kode ke dalam software komputer dengan menggunakan program SPSS For Windows 16.0. 4. Cleaning Setelah semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, selanjutnya dilakukan proses cleaning yaitu berupa pengecekan kembali data yang sudah masuk dari kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. 4.8 Teknik Analisis Data Setelah data variabel penelitian sudah ditabulasi dan dikategorikan, selanjutnya dilakukan analisis data secara deskriptif dan biavariat. Analisa deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan distribusi subjek penelitian berdasarkan umur, kadar tekanan darah, dan pola makan. Sedangkan Analisa bivariate dilakukan dengan menggunakan uji spearman dengan bantuan perangkat lunak komputer berupa software analisa statistik.



DAFTAR PUSTAKA A. Tjokronegoro dan H. Utama, 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. In: E. Susalit, E.J. Kapojos, dan H.R. Lubis ed. Hipertensi Primer. Jakarta: Gaya Baru. p:453-456 Almatsier, Sunita, 2002. Prinsip dasar ilmu gizi. Gramedia Pustaka Utama. Arikunto, Suharsimi, 2002: Metode penelitian." Jakarta: Rineka Cipta 89-71. Arisman, 2009.Gizi Dalam Daur Hidup.Edisi II. Jakarta: EGC. Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. 2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS. [serial online].http//www.CerminDuniaKedokteran.com/index.php?option=com _content&task=view&id=38&Itemid=12 [2 April 2011] dalam Widyaningrum, Siti. 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. Aziza, Firda, 2015. Hubungan tipe kepribadian dengan tingkat hipertensi pada lansia di dusun kembangan desa Mojojajar kecamatan Kemlagi kabupaten Mojokerto. Diss. University of Muhammadiyah Malang. Budianto, D, 2014. Sudah Pedulikah kita pada lansia. (Diakses dari http://m.kompasiana.com/post/read/655566/3/sudah-pedulikah-kita-padalansia.html pada tanggal 24 Oktober 2014) dalam Subkhi, Mahmasani, 2016. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Posyandu Mawar Desa Sangubanyu Kabupaten Purworejo. Diss. Universitas' Aisyiyah Yogyakarta.



Budiarto, 2001. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC. Bustan, M.N, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta. Cahyono, Suharjo, 2008, Gaya Hidup dan Penyakit Modern, Kanisius, Jakarta. Cortas, K, 2008. Hypertension. [serial online]. http://www.emedicine.com [15 April 2011] dalam Widyaningrum, Siti. 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Depkes RI, 2013. Kebijakan Dan Strategi Nasional Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.



38



39



DepKes, R. I. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. 32-33. DepKes, R. I. 2010. Profil Kesehatan RI 2009. DepKes RI: Jakarta. Fahmida, U., Dillon, D. H. 2007. Nutritional Assesment. Universitas Indonesia. Jakarta. Gunawan L. 2001. Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius. Guyton and Hull. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Herbert Benson, dkk, 2012, Menurunkan Tekanan Darah, Gramedia, Jakarta. Hull, A. 2001. Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara. Irfan, A. 2008. Hipertensi: Faktor Risiko & Penatalaksanaannya. [serial online]. http://www. Pjnhk.go.id/content/view/1372/31/ [20 April 2011] dalam Widyaningrum, Siti. 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Kumar, V. Abbas, AK., sdan Fausto, N. 2005. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robin and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: elsevier Saunders. Kuswardhani, R. A. T. 2012. Penataksanaan Hipertensi Pada Usia Lanjut. Jurnal Penyakit Dalam. Volume 7 Nomor 2. Mei 2007. hal. 135 140 (2007) dalam Widyaningrum, Siti. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Lany Sustrani, Alam Syamsir, Hadibroto Iwan (Tim Redaksi Vitahealth), 2005. Hipertensi, Gramedia, Jakarta. Mangoenprasodjo, A. Setiono. 2005. Mengisi hari tua dengan bahagia. Pradipta Publishing dalam Widyaningrum, Siti, 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Esculapius. Muhammadun, A. S. 2010. Hidup bersama hipertensi. Yogyakarta: InBooks (2010). Nafrialdi, 2009. Antihipertensi. Sulistia Gan Gunawan (ed). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.



40



Nazir, M, 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, Wahyudi, 2000. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta: EGC. Nugroho, Wahyudi, 2000. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta: EGC. Partini, 2004. Potret Keterlibatan Perempuan Dalam Pelayanan Publik Di Era Otonomi Daerah. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Vol 7, No 3, Maret 2004, hal 315-334 dalam Aziza, Firda, 2015. Hubungan tipe kepribadian dengan tingkat hipertensi pada lansia di dusun kembangan desa mojojajar kecamatan kemlagi kabupaten mojokerto. Diss. University of muhammadiyah malang. Price S.A., Wilson L.M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku II. Edisi 6. EGC, Jakarta. Purba, Milka Flowren. 2017. Hubungan dukungan keluarga dengan status gizi lansia hipertensi di Posyandu Lansia Sekar Arum RW VII Kelurahan Kertajaya Kecamatan Gubeng Surabaya. Diss. Widya Mandala Catholic University. Sharma S, et al. 2008. Hypertension. [serial online] http//:www.emedicine.com [15 April 2011] dalam Widyaningrum, Siti, 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Sherwood, L. 2006. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC, Jakarta. Sitepoe Mangku, 1997. Usaha Bahaya Merokok. Jakarta: PT Grasindo Anggota Ikapi. Soeharto, I. 2000. Serangan Jantung dan Stroke. Edisi Pertama. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Subkhi, Mahmasani, 2016. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Posyandu Mawar Desa Sangubanyu Kabupaten Purworejo. Diss. Universitas' Aisyiyah Yogyakarta. Suhadak, 2010. Pengaruh Pemberian The Rosella Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi Pada Lansia Di Desa Windu Kecamatan Karangbinangun kabupaten lamongan?”. Lamongan. BPPM stikes muhammadiyah lamongan dalam Andria, Kiki Mellisa, 2013. Hubungan antara perilaku olahraga, stress dan pola makan dengan tingkat hipertensi pada lanjut usia di Posyandu Lansia Kelurahan Gebang Putih Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya. Jurnal Promkes 1.2 : 111-117.



41



Sulistyoningsih, 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sutanto, 2010. Cegah & Tangkal Penyakit Modern. Yogyakarya: Andi. Vita Health, 2004. Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Wade, A Hwheir, DN Cameron, A, 2003. Using a Problem Detection Study (PDS) to Identify and Compare Health Care Privider and Consumer Views of Antihypertensive therapy. Journal of Human Hpertension, Jun Vol 17 Issue 6, p 397 dalam Widyaningrum, Siti, 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Widyaningrum, Siti, 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Yogiantoro M, 2014. Pendekatan Klinis Hipertensi: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keenam Jilid II, Interna Publishing, Jakarta.



Lampiran 1 Pernyataan Persetujuan (Informed Consent) Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama



: ............................................................



Usia



: ..................... tahun



Jenis Kelamin : ...................... Bersedia untuk dijadikan responden dalam penelitian yang berjudul Hubungan Pola Makan Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Pra Lansia Di Posyandu Lansia Sekar Arum Dan Ranggen Kelurahan Kertajaya Kecamatan Gubeng Kota Surabaya. Prosedur penelitian ini tidak akan memberikan dampak dan risiko apapun pada responden. Saya telah diberikan penjelasan mengenai hal tersebut diatas dan saya telah diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti dan telah mendapatkan jawaban yang jelas dan benar. Dengan ini saya menyatakan secara sukarela untuk ikut sebagai subjek dalam penelitian ini. Surabaya,…………. 2019 Responden



(…………………….)



42



Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Hubungan Pola Makan Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Pra Lansia Di Posyandu Lansia Sekar Arum Dan Ranggen Kelurahan Kertajaya Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Nomor Kode Responden : ….. Tanggal Wawancara : ……………………….. Petunjuk Pengisian : 1. Mohon bantuan dan kesediaan Saudara untuk menjawab seluruh pertanyaan yang ada. 2. Mohon menjawab pertanyaan dengan jujur dan sesuai hati nurani. Identitas responden : 1. Nama



: ............................................



2. Umur



: ...…………………………tahun



3. Jenis Kelamin :…………………………… 4. Riwayat Hipertensi pada keluarga : ada / tidak 5. Berat badan



:........................................... kg



6. Tinggi badan :.......................................... cm 7. Tekanan darah :…………………………. mmHg



43



Lampiran 3 Semi Quantitative Food Frequency Questionaire Porsi Nama Bahan Makanan



Frekuensi



1x/hr – URT Gram 1-3x/mgg 6x/mg g



Sumber karbohidrat Nasi putih Jagung Kentang Mie Roti tawar Biscuit Lain-lain ...................... Protein hewani Daging sapi Daging kambing Ayam Telur ayam Jerohan Bebek goreng Lain-lain ...................... Ikan air laut Kepiting Cumi Kerang udang Lain-lain ……………….. Olahan Susu sapi murni Krimmer kental manis Susu bubuk Keju Lain-lain ……………….. Protein nabati Tahu Tempe 44



1x/bln dan thn



Rata-rata Frekuensi per hari



Ratarata intake (gram)



Total Kalori



Kacang hijau Kacang kedelai Kacang merah Kacang tanah Lain-lain ...................... Sayuran Bayam Kangkung Kacang Panjang Sawi hijau Tauge Labu siam Terong Lain-lain ………………... Buah Pisang Pepaya Jeruk Alpukat Durian Manggis Lain-lain ..................... Lemak Minyak goreng Margarin Mentega Santan Lain-lain ……………….. Lain-lain Gula Gula aren Sirup Teh Kopi Coklat Lain-lain ..................... TOTAL



45



46