Proposal STUNTING [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL RENCANA INTERVENSI STUNTING DI DESA SUKATANI KECAMATAN SUKATANI PURWAKARTA “Disusun Untuk Memenuhi Tugas Implementasi Gizi”



Dosen Pengampu: Aminarista, S.Gz., M.Gizi., RD



Disusun Oleh: Anita Rahayu Dewi Hartika Ine Canari Ruly Hafiani



1321116001 1321116004 1321116006 1321116010



JURUSAN S-1 ILMU GIZI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HOLISTIK PURWAKARTA 2019



i



KATA PENGANTAR



Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh Yang Maha Esa yang telah banyak mengaruniakan Rahmat dan Kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan proposal ini. Penyusunan proposal ini penulis dibuat untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah yaitu Implementasi Program Gizi. Dalam penyusunan proposal ini dari tahap awal hingga tahap akhir, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan, bimbingan, saran, dan fasilitasnya kepada penulis : 1. Aminarista S.Gz,. M Gizi,. RD Dosen Pengampu yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi selama penyusunan Laporan ini. 2. Berbagai banyak pihak yang tidak bisa disebut satu per satu yang telah memberikan motivasi dan bantuan yang besar kepada penulis, baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan proposal ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih terdapat keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang menyempurnakan proposal ini.



Purwakarta, 23 Desember 2019



Penulis



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL...............................................................................................i KATA PENGANTAR............................................................................................ii DAFTAR ISI.........................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 A. Latar Belakang..............................................................................................1 B. Rumusan Masalah.........................................................................................4 C. Tujuan...........................................................................................................4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5 2.1 Telaah Pustaka...............................................................................................5 1. Definisi Stunting..........................................................................................5 2. Etiologi.........................................................................................................6 3. Diagnosis dan Klasifikasi Status Gizi Balita...............................................6 4. Penyebab Stunting........................................................................................8 5. Dampak Stunting........................................................................................14 2.2 Kerangka Teori.............................................................................................16 2.3 Kerangka Konsep.........................................................................................16 BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................17 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian...................................................................17 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian...................................................................17 3.3 Definisi Operasional.....................................................................................18 3.4 Instrumen Penelitian.....................................................................................18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................20 4.1 Karakteristik Subjek....................................................................................20 iii



iv



4.2 Karakteristik Orang Tua..............................................................................20 4.3 Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Stunting...................................21 4.4 Hubungan antara ASI Ekslusif dengan Stunting.........................................22 4.5 Hubungan antara Riwayat Kehamilan dengan Stunting..............................23 4.6 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Stunting..............................24 4.7 Analisis Masalah.........................................................................................27 4.8 Prioritas Masalah.........................................................................................27 4.10 Pemecahan Masalah...................................................................................30 4.11 Rencana Intervensi.....................................................................................32 4.12 Deskripsi Rencana Intervensi.....................................................................32 4.13 Diagram Tulang Ikan..................................................................................36 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37 LAMPIRAN……………………………………………………………………. 38



v



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Indeks Antropomerti



8



Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek 20 Tabel 2 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Stunting



21



Tabel 3 Analisis Hubungan ASI Ekslusif dengan Kejadian Stunting



22



Tabel 4. Analisis Hubungan Riwayat Kehamilan dengan Kejadian Stunting 23 Tabel 5. Analisis Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting



24



Tabel 6. Analisis Hubungan Pendidikan Ayah dengan Kejadian Stunting 25



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) (Kemenkes, RI 2018). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK. (WHO,). Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya. Penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting adalah rendahnya



asupan



gizi



dan



status



kesehatan.



Penurunan



stunting



menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan). Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak. Intervensi terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat mencegah masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi. Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan



dan



faktor



keturunan..Di



Indonesia



masyarakat



sering



menganggap tumbuh pendek sebagai faktor keturunan. Persepsi yang salah di masyarakat membuat masalah ini tidak mudah diturunkan dan membutuhkan upaya besar dari pemerintah dan berbagai sektor terkait. Hasil studi 1



2



membuktikan bahwa pengaruh faktor keturunan hanya berkontribusi sebesar 15%, sementara unsur terbesar adalah terkait masalah asupan zat gizi, hormon pertumbuhan dan terjadinya penyakit infeksi berulang (Harding, 2004). Penelitian Dubois, et.al pada tahun 2012 juga menunjukkan bahwa faktor keturunan hanya sedikit (4-7% pada wanita) mempengaruhi tinggi badan seseorang saat lahir. Sebaliknya, pengaruh faktor lingkungan pada saat lahir ternyata sangat besar (74-87% pada wanita). Hal ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan yang mendukung dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Terkait



stunting,



WHO



(World



Health



Organization)



telah



menetapkan batas maksimal penderita stunting yaitu 20% dari jumlah keseluruhan balita. Di Indonesia, persentase balita stunting tahun 2018 menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) adalah 30,8% bahkan pernah mencapai angka 37,2% di tahun 2013. Sementara itu, pada tahun 2015 prevalensi stunting balita Indonesia mencapai 36,4%. Pertumbuhan Stunting yang terjadi pada usia dini dapat berlanjut dan berisiko untuk tumbuh pendek pada usia remaja. Anak yang tumbuh pendek pada usia dini (0-2 tahun) dan tetap pendek pada usia 4-6 tahun memiliki risiko 27 kali untuk tetap pendek sebelum memasuki usia pubertas; sebaliknya anak yang tumbuh normal pada usia dini dapat mengalami growth faltering pada usia 4-6 tahun memiliki risiko 14 kali tumbuh pendek pada usia pra-pubertas (Aryastami, 2015). Oleh karena itu, intervensi untuk mencegah pertumbuhan Stunting masih tetap dibutuhkan bahkan setelah melampaui 1000 HPK. Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan berbagai bentuk masalah



3



gizi diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya (Word Bank, 2014). Masa balita merupakan periode yang sangat peka terhadap lingkungan sehingga diperlukan perhatian lebih terutama kecukupan gizinya (Kurniasih, 2010). Masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual, rentan terhadap penyakit tidak menular, penurunan produktivitas hingga menyebabkan kemiskinan dan risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan WHO, 2010). Status gizi ibu hamil sangat memengaruhi keadaan kesehatan dan perkembangan janin. Gangguan pertumbuhan dalam kandungan dapat menyebabkan berat lahir rendah (WHO, 2014). Penelitian di Nepal menunjukkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menjadi stunting (Paudel, dkk 2012). Panjang lahir bayi juga berhubungan dengan kejadian stunting. Penelitian



di Kendal



menunjukkan bahwa bayi dengan panjang lahir yang pendek berisiko tinggi terhadap kejadian stunting pada balita (Meilyasari dan Isnawati, 2014). Faktor lain yang berhubungan dengan stunting adalah asupan ASI Eksklusif pada balita. Penelitian di Ethiopia Selatan membuktikan bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan berisiko tinggi mengalami stunting (Fikadu, et al., 2014). Pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, pengetahuan ibu tentang gizi, dan jumlah anggota keluarga secara tidak langsung dapat berhubungan dengan kejadian stunting. Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa kejadian stunting balita banyak dipengaruhi oleh pendapatan dan pendidikan orang tua yang rendah. Keluarga dengan pendapatan yang tinggi akan lebih mudah memperoleh akses pendidikan dan kesehatan sehingga status gizi anak dapat lebih baik (Bishwakarma, 2011). Penelitian di Semarang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga merupakan faktor risiko terjadinya stunting pada balita usia 24-36 bulan (Nasikhah dan Margawati, 2012).



4



Berdasarkan data stunting dinas kesehatan purwakarta pada tahun 2018, kecamatan sukatani dengan populasi stuting tertinggi di purwakarta dengan presentase sebesar 14,79%. Presentase tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di purwakarta, karena melihat dari jumalh penduduk yang tinggi di kecamatan sukatani. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah perlunya dilakukan intervensi terkait gizi pada ibu dengan balita stunting di Desa Sukatani, Kecamatan Sukatani Kabupaten Purwakarta. C. Tujuan 1. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stunting. 2. Mengetahui faktor penyebab terjadinya stunting di desa sukatani. 3. Mampu menentukan intervensi gizi. 4. Mampu menentukan program intervensi gizi dengan pendekatan alternative pemecahan masalah. 5. Mampu melakukan monitoring dan evaluasi dari intervensi yang tekag dilakukan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Telaah Pustaka 1.



Definisi Stunting Stunting adalah gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat, berupa penurunan kecepatan pertumbuhan dalam perkembangan manusia yang merupakan dampak utama dari gizi kurang. Gizi kurang merupakan hasil dari ketidak seimbangan faktor-faktor pertumbuhan (faktor internal dan eksternal). Gizi kurang dapat terjadi selama beberapa periode pertumbuhan, seperti masa kehamilan, masa perinatal, masa menyusui, bayi dan masa pertumbuhan (masa anak). Hal ini juga bisa disebabkan karena defisiensi dari berbagai zat gizi, misalnya mikronutrien, protein atau energi (Setiawan, 2010). Masalah



stunting



(anak



pendek)



merupakan



salah



satu



permasalahan gizi yang dihadapi dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang Stunting menjadi permasalahan kesehatan karena berhubungan dengan risiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan otak suboptimal, sehingga perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental. Hal ini menjadi ancaman serius terhadap keberadaan anak-anak sebagai generasi penerus suatu bangsa. Anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (Unicef, 2013). Menurut



Keputusan



Menteri



Kesehatan



Nomor



1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada Indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek adalah



5



6



balita dengan status gizi berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur bila dibandingkan dengan standar baku WHO, nilai Zscorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai Zscorenya kurang dari -3SD (Kemenkes,RI 2016). 2.



Etiologi Masalah balita pendek menggambarkan masalah gizi kronis, dipengaruhi dari kondisi ibu atau calon ibu, masa janin dan masa bayi atau balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui pertambahan berat badan dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ lainnya. Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal kehidupan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi di ketahui pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek (Menko Kesra, 2013).



3.



Diagnosis dan Klasifikasi Status Gizi Balita



Balita pendek (stunting) dapat diketahui dengan cara pengukuran antropometri pada balita yaitu diukur panjang dan tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada di bawah normal. Secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya (Kemenkes,RI 2016).



Kependekan mengacu pada anak yang memiliki indeks TB/U rendah. Pendek dapat mencerminkan baik variasi normal dalam pertumbuhan ataupun defisit dalam pertumbuhan. Stunting adalah



7



pertumbuhan linear yang gagal mencapai potensi genetik sebagai hasil dari kesehatan atau kondisi gizi yang suboptimal (Anisa, 2012).



Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif atau subjektif. Data yang telah dikumpulkan kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Metode dalam penilaian status gizi dibagi dalam dua kelompok yaitu pertama, metode secara langsung yang terbagi menjadi empat penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Kedua, metode secara tidak langsung yang terdiri atas survei konsumsi makanan, faktor ekologi, dan statistic vital (Syarfaini, 2013). Penilaian status gizi secara antropometri merupakan penilaian status gizi secara langsung yang paling sering digunakan di masyarakat. Antropometri dikenal sebagai indikator untuk penilaian status



gizi



perseorangan



maupun



masyarakat.



Pengukuran



antropometri dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya melakukan latihan sederhana, selain itu antropometri memiliki metode yang tepat, akurat karena memiliki ambang batas dan rujukan yang pasti, mempunyai prosedur yang sederhana, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan rekomendasi National Canter of Health Statistics (NCHS) dan WHO. Standarisasi pengukuran ini membandingkan pengukuran anak dengan median, dan standar deviasi atau Z-score adalah unit standar deviasi untuk mengetahui perbedaan Antara nilai individu dan nilai tengah (median) populasi referent untuk umur/tinggi yang sama, dibagi dengan standar deviasi dari nilai populasi rujukan. Beberapa keuntungan penggunaan Z-score antara lain untuk mengidentifikasi



8



nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan peredaan umur, juga memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan secara statistic dari pengakuan antropometri. Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur adalah penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang dengan stunting sesuai dengan “Cut off point”, dengan penilaian Z-score, dan pengukuran pada anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) standar baku WHO-NCHS (WHO 2006). Tabel 2.1 Indeks Antropomerti Indeks



Berat Badan menurut Umur (BB/U) Anak Umur 0 – 60 Bulan



Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Umur 0 – 60 Bulan



Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi



Kategori Status Gizi



Ambang Batas (Z-score)



Gizi Buruk



< -3 SD



Gizi Kurang



-3 SD sampai dengan -2 SD



Gizi Baik



-2 SD sampai dengan 2 SD



Gizi Lebih



>2 SD



Sangat Pendek



< -3 SD



Pendek



-3 SD sampai dengan -2 SD



Normal



-2 SD sampai dengan 2 SD



Tinggi



>2 SD



Sangat Kurus



< -3 SD



9



Badan (BB/TB) Anak Umur 0 – 60 Bulan



Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 0 – 60 Bulan



Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 5 – 18 Tahun



4.



Kurus



-3 SD sampai dengan -2 SD



Normal



-2 SD sampai dengan 2 SD



Gemuk



>2 SD



Sangat Kurus



< -3 SD



Kurus



-3 SD sampai dengan -2 SD



Normal



-2 SD sampai dengan 2 SD



Gemuk



>2 SD



Sangat Kurus



< -3 SD



Kurus



-3 SD sampai dengan -2 SD



Normal



-2 SD sampai dengan 1 SD



Gemuk



>1 SD sampai dengan 2 SD



Obesitas



>2 SD



Penyebab Stunting



Stunting pada balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan (KemenKes RI, 2013). Faktor utama penyebab stunting yaitu : a) Praktek Pengasuhan



10



Praktek pengasuhan yang kurang baik termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP- ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makan- an baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman. b) Akses Pelayanan Kesehatan Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang



memadai



serta



masih



terbatasnya



akses



ke



layanan



pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini). c) Asupan Makan Balita Salah



satu



faktor



yang



mempengaruhi



pertumbuhan



dan



perkembangan anak adalah asupan gizi. Kekurangan gizi dalam makanan menyebabkan pertumbuhan anak terganggu yang akan mempengaruhi perkembangan seluruh tubuh. Kekurangan gizi dapat dikarenakan



jumlah asupan gizi yang kurang, dikarenakan



11



ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan. Oleh sebabnya, diperlukan konsumsi makanan yang beranekaragam. Makin beragam pola hidangan makanan, makin mudah terpenuhi kebutuhan akan berbagai zat gizi. Dalam hal ini sikap dan perilaku dalam menentukan jenis dan variasi makanan berkaitan dengan pengetahuan gizi Ibu. d) Penyakit infeksi Penyakit infeksi juga dapat menyebabkan terjadinya kejadian stunting, akan tetapi tergantung pada tingkat keparahan, durasi dan kekambuhan penyakit infeksi yang diderita oleh bayi maupun balita dan apabila ketidakcukupan dalam hal pemberian makanan untuk pemulihan (WHO, 2012). e) Jumlah balita dalam keluarga Menurut, Susanti (2006) dalam Octaviani (2008) masalah gizi stunting disebabkan oleh banyaknya balita didalam keluarga. jumlah balita dalam keluarga juga mempengaruhi status gizi balita. Jumlah balita yang terdapat di dalam keluarga, mempengaruhi kunjungan ibu ke posyandu sehingga mempengaruhi status gizi balita. Keluarga yang memiliki jumlah balita sedikit maka ibu akan lebih fokus memperhatikan anaknya, sedangkan jika terdapat jumlah anak balita yang banyak didalam keluarga maka perhatian ibu akan terbagi. f) Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi dapat mempengaruhi terjadinya kejadian stunting, karena keadaan sosial ekonomi atau keadaan rumah tangga yang tergolong rendah akan mempengaruhi tingkat pendidikan rendah, kualitas sanitasi dan air minum yang rendah, daya beli yang rendah serta layanan kesehatan yang terbatas, semuanya dapat berkontribusi terkena penyakit dan rendahnya asupan zat gizi sehingga berpeluang untuk terjadinya stunting (Fikadu, dkk, 2014 dalam Lainua, 2016). g) Tingkat Pendidikan



12



Menurut Hidayat (2009) Tingkat pendidikan keluarga yang rendah akan sulit untuk menerima arahan dalam pemenuhan gizi dan mereka sering tidak mau atau tidak meyakini pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi serta pentingnya pelayanan kesehatan lain yang menunjang pertumbuhan pada anak, sehingga berpeluang terhadap terjadinya stunting. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan (Waryana, 2010). Menurut Astuti (2017) Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang luas dan mudahnya menangkap informasi baik dari pendidikan formal yang mereka tempuh maupun dari media massa (cetak dan elektronik) untuk menjaga kesehatan anak dalam mencapai status gizi yang baik sehingga perkembangan anaknya menjadi lebih optimal. Semakin tinggi pendidikan ibu maka pengetahuannya akan gizi akan lebih baik, sebaliknya semakin rendah pendidikan ibu maka pengetahuan akan gizi akan kurang baik. Rendahnya pendidikan ibu pada saat kehamilan mempengaruhi pengetahuan gizi ibu saat mengandung. Ibu hamil yang mengalami kurang gizi akan mengakibatkan janin yang dikandung juga mengalami kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada kehamilan yang terjadi terus menerus akan melahirkan anak yang mengalami kurang gizi. Kondisi ini jika berlangsung dalam kurun waktu yang relative lama akan menyebabkan anak mengalami kegagalan dalam pertumbuhan (stunting) (Ni’mah dan Muniroh, 2016).



13



h) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Menurut Price dan Gwin (2014) dalam Lainua (2016) Berat badan lahir rendah dan prematur sering terjadi bersama-sama, dan kedua faktor tersebut berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir. Berat bayi yang kurang saat lahir beresiko besar untuk hidup selama persalinan maupun sesudah persalinan. Dikatakan berat badan lahir rendah apabila berat bayi kurang dari 2500 gram. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ karena kelahiran prematur (Wong, dkk,. 2008 dalam Lainua, 2016). i) ASI Ekslusif Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012, ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan sampai enam bulan, tanpa menambahkan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin dan mineral). Air Susu Ibu adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Pemberian ASI adalah pemenuhan hak bagi ibu dan anak. ASI tidak dapat tergantikan dengan makanan dan minuman yang lain. ASI mengandung unsur-unsur gizi yang sangat berperan dalam pemenuhan



nutrisi



bayi.



Sampai



usia



6



bulan,



bayi



direkomendasikan hanya mengkonsumsi ASI secara eksklusif. ASI Eksklusif memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh kembang dan daya tahan tubuh anak. Anak yang diberi ASI eksklusif akan tumbuh dan berkembang secara optimal karena ASI mampu mencukupi kebutuhan gizi bayi sejak lahir sampai umur 24 bulan. ASI



diperlukan



untuk



pertumbuhan,



perkembangan



kelangsungan hidup bayi (Kemenkes RI, 2014).



dan



14



j) Riwayat Kehamilan Riwayat Kehamilan dengan melihat status gizi ibu pada waktu



pembuahan



dan selama



hamil



dapat



mempengaruhi



pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangat penting dilakukan (Kristyanasari, 2010). Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir diantaranya adalah Diabetes Melitus Gestasional (DMG), cacar air, dan penyakit infeksi TORCH. Penyakit DMG adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru ditemukan pada waktu hamil. Pada ibu akan meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia, secsio sesaria, dan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 di kemudian hari, sedangkan pada janin meningkatkan risiko terjadinya makrosomi. Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes (Prawirohardjo, 2008). Jarak kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Seorang wanita memerlukan waktu selama 2 - 3 tahun agar dapat pulih secara fisiologis dari satu kehamilan atau persalinan dan mempersiapkan diri untuk kehamilan yang terlalu dekat memberikan indikasi kurang siapnya rahim untuk terjadi implantasi bagi embrio. Persalinan yang rapat akan meningkatkan risiko kesehatan wanita hamil jika ditunjang dengan sosial ekonomi yang buruk. Disamping membutuhkan waktu untuk pulih secara fisik perlu waktu untuk pulih secara emosional (Manuaba, 2007). k) Pengetahuan Pengetahuan gizi yang rendah dapat berpengaruh terhadap proses perbaikan gizi yang baik pada keluarga maupun masyarakat sadar gizi artinya tidak hanya mengetahui gizi tetapi harus mengerti dan mau berbuat. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang



15



tentang kebutuhan akan zat-zat gizi berpengaruh terhadap jumlah dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang cukup pengetahuan gizinya akan memperhatikan kebutuhan gizi anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Sulastri, 2012).



5.



Dampak Stunting



Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak. WHO (2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting menjadi 2 yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang.



Dampak jangka pendek dari stunting adalah di bidang kesehatan, dapat menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, di bidang perkembangan berupa penurunan perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa, dan di bidang ekonomi berupa peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan. Stunting juga dapat menyebabkan dampak jangka panjang di bidang kesehatan berupa perawakan yang pendek, peningkatan risiko untuk obesitas dan komorbiditasnya, dan penurunan kesehatan reproduksi, di bidang perkembangan berupa penurunan prestasi dan kapasitas belajar, dan di bidang ekonomi berupa penurunan kemampuan dan kapasitas kerja.



Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak, balita yang bertubuh pendek (stunting) memperlihatkan perilaku yang berubah-ubah, perilaku ini meliputi kerewelan serta frekuensi menangis yang meningkat, tingkat aktivitas yang lebih rendah, entusiasme untuk bermain dan mengeksplorasi lingkungan yang lebih kecil, berkomunikasi lebih jarang ekspresi tidak begitu gembira, apatis,



16



serta cenderung untuk berada didekat ibu. Faktor dasar yang menyebabkan



stunting



dapat



mengganggu



pertumbuhan



dan



perkembangan intelektual. Penyebab dari stunting adalah BBLR, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernafasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-anak dengan stunting mengkonsumsi makanan yang berada dibawah ketentuan rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan (Gibson, 2005).



17



2.2 Kerangka Teori



Stunting BBLR penyakit infeksi



asupan makan Status gizi ibu hamil akses pangan -status gizi dan kesehatan ibu - penyakit pada saat hamil -jarak kehamilan -status sosial ekonomi ibu



pola asuh dan ASI Eksklusif



pelayanan kesehatan



tingkat ekonomi, pendidikan, pengetahuan dan jumlah anggota keluagra



krisis politik, sosial danekonomi



2.3 Kerangka Konsep ASI Ekslusif Pengetahuan Stunting Pendidikan Riwayat Kehamilan



5



BAB III METODE PENELITIAN



3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian



Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional.



3.2 Populasi dan Sampel Penelitian



1. Populasi



Populasi dalam penelitian ini adalah balita stunting usia 0 sampai 59 bulan di desa Sukatani kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta.



2. Sampel



Sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non random sampling dengan jenis purposive sampling yaitu suatu teknik yang menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian dengan kriteria sebanyak 30 responden.



3. Kriterian inklusi



17



18



• Balita usia 0 – 59 bulan



• Balita dengan status gizi Stunting



• Ibu balita atau wali bersedia menjadi responden penelitian dan bersedia diwawancara



4. Kriteria eklusi



Responden mengundurkan diri ketika menjadi subjek saat penelitian berlangsung.



3.3 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Stunting pada Tinggi badan balita menurut 1. stunting umur (TB/U) kurang dari -2 SD 2. normal balita dimana kondisi anak lebih pendek dibandingkan anak-anak lain yang seusianya atau tinggi badan anak berada di bawah standar. Jenis kelamin Karakteristik biologis yang 1. Laki-laki dilihat dari penampilan luar.



Skala Ordinal



Nominal



19



balita Pendidikan ibu



2. Perempuan Jenjang pendidikan formal yang 1. Rendah



Ordinal



diselesaikan oleh ibu responden 2. Tinggi berdasarkan ijazah terakhir yang Pendidikan



dimiliki. Jenjang pendidikan formal yang 1. Rendah



ayah



diselesaikan



oleh



Ordinal



ayah 2. Tinggi



responden berdasarkan ijazah Pengetahuan Riwayat Kehamilan



ASI Eklusif



terakhir yang dimiliki. Untuk mengukur



tingkat 1. Rendah



pengetahuan umum terkait gizi Ketika embrio terbentuk, tumbuh, dan berkembang di dalam rahim wanita sebagai hasil pembuahan antara sel telur dan sperma. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi mulai saat melahirkan sampai umur 6 bulan tanpa memeberikan makanan tambahan lain.



2. Tinggi 1. Ya



Ordinal Nominal



2. Tidak



1. Ya



Nominal



2. Tidak



3.4 Instrumen Penelitian



Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan oleh penelitian adalah



a. Timbangan digital untuk mengukur berat badan aktual responden b. Microtoise untuk mengukur tinggi badan responden c. Infantometer untuk mengukur berat badan dan tinggi badan bayi d. Met line untuk mengukur panjang badan atau tinggi badan aktual responden



20



e. Kuisioner yang berisi identitas untuk mengetahui data identitas subjek yang diteliti, tingkat pengetahuan, asupan makan, ASI Ekslusif, Riwayat infeksi, Responsive Feeding dan Riwayat penyakit kehamilan. f. Analisis data menggunakan program komputer.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Subjek Dari hasil observasi yang dilakukan di wilayah posyandu Desa Sukatani Kecamatan Sukatani diperoleh sampel sebanyak 30 balita. Hasil penelitian menunjukan 13 anak berjenis kelamin laki-laki dan 17 anak berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan kejadian stunting diperoleh 30 anak mengalami stunting. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Variabel



Intervensi



Stunting Pada Balita ASI Ekslusif Ya Tidak Pendidikan Ibu Tinggi (SMA – Sarjana) Rendah ( SD – Tidak sekolah) Pendidikan Ayah Tinggi (SMA – Sarjana) Rendah ( SD – Tidak sekolah) Pengetahuan Tinggi Rendah Riwayat Kehamilan Ya Tidak



N 30



% 100



10 20



33 67



8 22



27 73



2 28



7 93



5 25



17 83



27 3



90 10



4.2 Karakteristik Orang Tua Dari hasil observasi diperoleh pendidikan ibu sebanyak 8 orang termasuk dalam kategori tinggi dan 22 orang tergolong dalam kategori rendah. Sedangkan pendidikan ayah sebanyak 2 orang termasuk dalam kategori tinggi dan 28 orang tergolong dalam kategori rendah.



20



21



4.3 Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Stunting Tabel 2. Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Stunting Status Gizi Stunting Pengetahua Tinggi 5 n 17% Rendah 25 83% Total 30 100% *p value = 0,00 Tabel 2 menunjukan hasil observasi dari 30 responden diperoleh tingkat pengetauan ibu yang berpengetahuan tinggi sebanyak 5 orang(17%), sedangkan ibu yang berpengetahuan rendah sebanyak 25 orang (83%). Hasil uji chi square menunjukan bahwa terdapat hubungan anatara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian stunting. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hapsari, dkk (2018) di wilayah kerja puskesmas banyudono II, bahwa tingkat pengetahuan ibu berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian stunting pada balita. Hasil wawancara dengan ibu balita yang menjadi responden penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden berpendidikan rendah dan pekerjaan reseponden adalah ibu rumah tangga, hal tersebut menunjukan



bahwa



tingkat



pendidikan



yang



lebih



tinggi



akan



memudahkan untuk lebih memahami bagaimana mendidikan anak dan mengarahkan anak dalam pendidikan serta dalam memberikan makanan gizi



seimbang



sehingga



dapat



menunjang



pertumbuhan



dan



perkembangannya. Dalam mendapatkan suatu informasi mengenai pengetahuan gizi baik yang berasal dari pemberian informasi yang secara sengaja misalnya dalam penyuluhan ataupun yang berasal dari pengalaman baik yang bersifat langsung maupun pengalaman yang tidak langsung. Hal tersebut mendorong pengetahuan menjadi lebih baik, namun dari hasil penelitian ini didapatkan ibu yang memiliki pengetahuan yang rendah



22



sebanyak 25 dari 30 responden. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh rendahnya intensitas informasi kepada responden tentang gizi serta kurangnya partisipasi tenaga kesehatan dalam menyampaikan informasi. Pengetahuan tentang gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor antaranya umur dimana semikin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya menjadi baik, intelegensi atau kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak guna, menyesuaikan diri dalam situasi baru, kemudian lingkungan dimana seseorang dapat memperlajari hal-hal baik juga buruk tergantung pada sifat dari kelompoknya, budaya yang memegang peran penting dalam pengetahuan, dan pendidikan merupakan hal yang mendasar untuk mengembangkan perngetahuan, dan pengalaman yang merupakan guru terbaik dalam mengasah pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). 4.4 Hubungan antara ASI Ekslusif dengan Stunting Tabel 3. Analisis Hubungan ASI Ekslusif dengan Kejadian Stunting Status Gizi Stunting ASI Ya 10 Ekslusif 33% Tidak 20 67% Total 30 100% *P value 0,068 Tabel 3 menunjukan hasil observasi dari 30 responden, diperoleh balita yang mendapat ASI Ekslusif sebanyak 33% (10 balita), sedangkan balita yang tidak mendapat ASI ekslusif sebanyak 67% (20 balita). Hasil chi square didapat nilai P value 0,068 maka tidak terdapat hubungan antara balita yang mendapat ASI ekslusif dengan balita yang tidak mendapat ASI ekslusif. Hal ini sejalan dengan penelitian Setiawan, dkk (2018) di padang bahwa status pemberian ASI eksklusif tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting. Penelitian yang dilakukan di Desa



23



Menduran, Kecamatan Brati, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian ini, dimana status pemberian ASI eksklusif bukan faktor risiko stunting pada anak usia 1-3 tahun (Vaozia, S., & Nuryanto, N. (2016).  Hasil wawancara dengan ibu balita yang menjadi responden penelitian menunjukan bahwa alasan ibu tidak memberi ASI ekslusif pada 6 bulan pertama karena ASI tidak keluar, sehingga diberikan susu formula sebagai penggantinya. Selain itu pada sebagian respondem memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) 1 tahun, yang dimana pada usia tersebut anak sudah mendapat MPASI bahkan sudah mengenal makanan keluarga. 4.5 Hubungan antara Riwayat Kehamilan dengan Stunting Tabel 4. Analisis Hubungan Riwayat Kehamilan dengan Kejadian Stunting Status Gizi Stunting Riwayat Ya 27 Kehamilan 90% Tidak 3 10% Total 30 100% *P value 0,00 Tabel 4 menunjukan hasil observasi dari 30 responden didaptkan ibu balita yang mengalami riwayat kehamilan sebanyak 90% (27 orang),



24



sedangkan ibu yang tidak mengalami riwayat kehamilan hanya 10% (3 orang). Berdasarkan uji statistic dengan metode ch square diperoleh nilai p value 0,00 (