PTLT3 P2 Kelompok 3 Minggu 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS INDEKS, BEBAN PENCEMARAN DAN EVALUASI KAPASITAS ASIMILATIF DI SUNGAI CISADANE DAN SUNGAI CILIWUNG ANALYSIS OF INDEX, POLLUTION LOAD AND ASSIMILATIVE CAPACITY EVALUATION IN CISADANE AND CILIWUNG RIVER Kukuh Okta Vian1 Puti Bungsu Silvia Selviana2 Vianney Evita3 Ghiyats Fawwaz Fahlullah4 Kevin Ardivan5 Jumat – Kelompok 3 1,2,3,4,5) Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680 Email: [email protected]) Abstrak: Pencemaran sungai masih menjadi persoalan di berbagai negara, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk menentukan nilai indeks dan beban pencemaran Sungai Cisadane dan Evaluasi Kapasitas Asimilatif di sungai cisadane dan sungai ciliwung berdasarkan data sekunder. Penentuan status mutu air pada praktikum ini dilakukan dengan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003Nilai konsentrasi BOD dan COD tertinggi berada pada konsentrasi 6 dan 95 pada titik 8. Sedangkan konsentrasi BOD terkecil pada konsentrasi 1,5 pada titik 1. Nilai COD mengalami tren meninggi semakin ke hilir. Nilai TSS semakin ke hilir akan semakin besar dan memungkinkan mengalami sedimentasi yang tinggi. Nilai Indeks Pencemaran (IP) tertinggi berada pada titik 8 sebesar 4,96 dalam kondisi cemar sedang dan terkecil pada titik 1 sebesar 0,65 dalam kondisi baik. Nilai konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan di Sungai Cisadane sebesar 22,13. Evaluasi kapasitas asimilatif sungai dilakukan dengan penentuan konstanta deoksigenasi dan BOD ultimate Sungai Ciliwung dengan metode kemiringan (slope), Metode momen tanpa lag, Metode momen dengan lag dan Metode Logaritmik. Berdasarkan pengukuran DO dan BOD di beberapa titik sampel, dilakukan perhitungan dengan keempat metode tersebut sehingga diperoleh nilai K1 dan La. Nilai K1 dan La yang diperoleh pada rentang 0-1,64 hari-1dan -5-7,1 mg/L. Setelah membandingkan nilai K1 dan La pada ketiga metode, maka metode yang dianggap akurat adalah metode momen karena hasil yang didapat masing-masing titik sampling tidak memiliki perbedaan yang jauh. Kata Kunci: BOD, COD, DO, K1, La Abstract: River pollution is still a problem in many countries, especially in developing countries, including Indonesia. Therefore, this practicum is carried out to determine the index value and pollution load of the Cisadane River and the Evaluation of Assimilative Capacity in the Cisadane and Ciliwung rivers based on secondary data. Determination of the water quality status in this practicum is carried out by the Pollution Index (IP) method based on the Decree of the Minister of Environment Number 115 of 2003. The highest BOD and COD concentrations are at concentrations of 6 and 95 at point 8. While the smallest BOD concentration is at a concentration of 1.5 at point 8. 1. The COD value has an increasing trend downstream. The lower the TSS value, the greater and the possibility of experiencing high sedimentation. The highest Pollution Index (IP) value is at point 8 of 4.96 in medium polluted conditions and the smallest is at point 1 of 0.65 in good conditions. The average concentration value of constituents for the combined flow in the Cisadane River is 22.13. Evaluation of the river's assimilative capacity was carried out by determining the deoxygenation constant and the ultimate BOD of the Ciliwung River using the slope method, the moment without lag method, the moment method with lag and the logarithmic



method. Based on DO and BOD measurements at several sample points, the four methods were calculated to obtain the K1 and La values. The K1 and La values obtained were in the range 01.64 days-1 and -5-7.1 mg / L. After comparing the K1 and La values in the three methods, the method that is considered accurate is the moment method because the results obtained by each sampling point do not have much difference. Keywords: BOD, COD, DO, K1, La



PENDAHULUAN Pencemaran sungai masih menjadi persoalan di berbagai negara, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Pencemaran sungai pada umumnya terjadi di daerah aliran yang melintasi kota-kota besar. Salah satunya yaitu Sungai Ciliwung dari hulu ke hilir dan pencemaran tersebut meningkat secara signifikan di bagian hilir, yakni di wilayah DKI Jakarta (Widhiasari dan Moersidik 2010). Hal yang sama juga terjadi pada Sungai Cisadane yang mulai dari hulu hingga hilirnya telah tercemar (Siahaan et al. 2011). Keterbatasan infrastruktur dan sumberdaya manusia disertai sistem monitoring dan penegakan hukum yang lemah menyebabkan tingkat pencemaran sungai semakin tinggi. Salah satu upaya pencegahan pencemaran sungai yaitu berupa pemantauan secara periodik. Monitoring kualitas sungai pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui status mutu sungai dalam periode waktu tertentu. Namun demikian, pengembangan metode monitoring tidak hanya sebatas mengetahui status mutu. Lebih dari itu, diharapkan dapat digunakan untuk memperkirakan indikasi sumber pencemar sungai agar dapat dilakukan upaya pengendalian yang tepat sasaran (Marganingrum et al. 2013). Apabila beban pencemar yang masuk lebih besar dibandingkan kapasitas beban suatu perairan menunjukkan kapasitas asimilasi berada dalam kondisi telah terlampaui (Rafni 2004). Jika pencemaran berlangsung secara kontiniu dan dalam waktu lama serta beban pencemar lebih besar dibandingkan dengan kapasitas beban muara sungai, dikhawatirkan dapat merusak ekosistem perairan. Karenanya diperlukan pengendalian terhadap pencemaran untuk menghindari kerusakan yang lebih besar terhadap lingkungan perairan sekitar. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengetahui kapasitas asimilasi perairan. Kapasitas asimilasi dapat diartikan sebagai kemampuan suatu perairan dalam menerima beban pencemar tanpa menyebabkan penurunan kualitas air yang sesuai dengan peruntukkannya, sehingga dapat diambil langkah-langkah atau kebijakan dalam upaya pemanfaatan kawasan tersebut pada masa yang akan dating (Putri 2007). Oleh karena itu, praktikum ini dibutuhkan untuk menentukan nilai indeks dan beban pencemaran Sungai Cisadane di Kota Bogor menggunakan data sekunder serta dapat menentukan konstanta deoksigenasi dan BOD ultimate Sungai Ciliwung di Kota Bogor berdasarkan metode kemiringan (slope), momen, dan logaritmik.



TINJAUAN PUSTAKA IP merupakan salah satu metode penilaian kualitas air sungai yang sederhana dan mudah diterapkan. Nilai IP menunjukkan tingkat pencemaran yang sifatnya relatif terhadap baku mutu air (BMA) yang dipersyaratkan pada sumber air (sungai). BMA adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air (PP No. 82/2001). BMA sebagaimana yang dimaksud dalam PP No. 82/2001 ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air (Marganingrum et al. 2013). Berdasarkan peraturan yang sama, maka kriteria mutu air dibedakan menjadi empat kelas, yaitu: 1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Salah satu cara untuk mengetahui seberapa jauh beban pencemaran pada air limbah adalah dengan mengukur kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) (Ariani 2015). BOD adalah parameter penduga jumlah oksigen yang diperlukan oleh perairan untuk mendegradasi bahan organik yang dikandungnya, sekaligus merupakan gambaran bahan organik mudah urai yang ada dalam air atau perairan yang bersangkutan. COD adalah parameter penduga jumlah total bahan organik yang ada dalam air atau perairan, baik yang mudah diurai maupun yang sulit diurai (Sutanto et al. 2011). Oksigen terlarut merupakan salah satu penunjang utama kehidupan dilaut dan indikator kesuburan perairan. Oksigen terlarut dalam air berasal dari proses fotosintesis oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya dan difusi dari udara (Andriani 1999). Secara alami senyawa kimia ini terdapat dalam perairan pada kadar yang sesuai. Perubahan kadar yang terjadi tentu akan mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup dalam perairan. Kadar oksigen terlarut dapat semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah organik di perairan (Simanjuntak 2012). Pengelolaan sungai dimulai dari identifikasi aktifitas yang berpotensi mencemari sungai, pengukuran kualitas air sungai, penetapan status mutu air sungai, penentuan beban cemar sungai sesuai baku mutu, penentuan titik kritis yang memiliki beban cemar tinggi, pengukuran kapasitas asimilasi sungai dan



perumusan strategi penurunan beban cemar dan konservasi sungai. Sungai mempunyai kemampuan untuk membersihkan polutan yang masuk secara alamiah yang disebut dengan Kapasitas Asimilasi (assimilative cappacity). Kemampuan pemulihan diri pada setiap sungai tidak sama karena bergantung pada karakteristik hidrologis sungainya serta beban limbah yang masuk ke sungai. Kapasitas asimilasi berhubungan dengan daya tampung sungai dalam menerima beban cemaran (Dani 2015) Buangan limbah ke pesisir perairan dapat menimbulkan pencemaran perairan yang menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem pesisir perairan. Penurunan kualitas perairan yang disebabkan pencemaran dapat menimbulkan kerugian ekologi dan ekonomi. Selain itu kondisi pencemaran akibat buangan limbah bila berlangsung terus menerus dan tak terkendali sampai pada taraf dimana beban pencemar lebih besar dari kapasitas asimilasi, akan berakibat fatal bagi sistem kehidupan biota perairan. Kapasitas asimilasi berkaitan erat dengan mekanisme yang terjadi di perairan ketika suatu bahan pencemar memasuki perairan (Idris 2018) Kapasitas asimilasi dapat diketahui dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi masing masing parameter limbah di perairan dengan beban limbah pencemaran parameter tersebut di muara sungai dan selanjutnya dianalisa dengan cara memotongkannya dengan garis baku mutu air yang diperuntukan bagi biota berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Pola hubungan antara konsentrasi limbah dengan beban pencemaran direferensikan terhadap standart baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang “Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut”. Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dari titik perpotongan dengan nilai baku mutu untuk parameter yang diuji (Rumengan 2017)



METODOLOGI Praktikum Teknik Lingkungan Terpadu 3 mengenai Indeks dan Beban Pencemaran dilakukan pada hari Jum’at, tanggal 18 September 2020 secara daring melalui media Zoom Meeting. Praktikum dilaksanakan pukul 09.00-12.00 WIB. Penentuan status mutu air pada praktikum ini dilakukan dengan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003. Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah laptop dan data sekunder. Data-data sekunder yang digunakan yaitu berupa jarak antar titik pengambilan sampel, suhu air sungai di setiap titik, kecepatan aliran, debit aliran, serta konsentrasi DO, BOD dan COD di setiap titik sampe air diambil. Sampel air diambil dari delapan titik di Sungai Cisadane. Nilai konsentrasi DO, BOD dan COD air yang telah diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar baku mutu yang digunakan sehingga diperoleh nilai Ci/Li. Apabila ada ketidaksesuaian pada hasil perhitungan Ci/Li dari DO, BOD maupun COD, maka dilakukan perhitungan ulang untuk mendapatkan nilai Ci/Li baru dengan persamaan 1. .................................. (1)



Keterangan : Ci/Li = Perbandingan konsentrasi dengan baku mutu parameter kualitas air Cim = Nilai maksimum (misal DO jenuh = 7 mg/l) Ci = Konsentrasi parameter kualitas air (mg/l) Lij = Konsentrasi parameter kualitas air pada baku mutu (mg/l) Setelah diperoleh nilai Ci/Li di setiap titik pengambilan sampel, maka dapat ditentukan Ci/Li maksimum dan Ci/Li rata-rata. Data tersebut kemudian dapat digunakan dalam melakukan perhitungan nilai indeks pemcemaran (IP) dengan persamaan 2. .......................................... (2) Keterangan : (Ci/Lij)M = Ci/Lij maksimum (Ci/Lij)R = Ci/Lij rata-rata IP = indeks pencemaran Besarnya nilai indeks pencemaran yang telah dihitung akan dapat menentukan mutu air sampel yang diuji. Setelah niali indeks pencemaran diperoleh maka diplotkan ke dalam grafik hubungan antara jarak kumulatif dengan indeks pencemaran. Parameter limbah dipilih jika nilai parameter tersebut semakin rendah, maka kualitas air semakin baik. Parameter baku mutu dipilih pada konsentrasi yang tidak memiliki rentang. Nilai



indeks pencemaran air sungai dan kategori mutu air menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.115 tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai Indeks Pencemaran (IP) air sungai dan kategorinya Nilai IP



Status



0 ≤ IP ≤1.0



Memenuhi Baku Mutu (Kondisi baik)



1.0 < IP ≤ 5.0



Cemar Ringan



5.0 < IP ≤ 10.0



Cemar Sedang



IP ≥ 10.0



Cemar Berat



Beban pencemaran dapat dihitung dengan melakukan konversi satuan konsentrasi parameter kualitas air DO, BOD, dan COD dari mg/l menjadi kg/hari. Beban pencemar dihitung berdasarkan hubungan antara konsentrasi masing-masing pencemar dan debit air sungai. Perhitungan beban pencemar dapat dilakukan dengan



menggunakan persamaan 3. Beban pencemaran = Q x Ci x 86.4 ................................... (3)



Keterangan : Beban pencemaran (kg/hari) Q = debit aliran (m3/detik) Ci = (mg/liter) Secara umum, metode atau langkah-langkah dalam praktikum yang dilakukan dapat dlihat pada diagram alir penelitian yang terdapat pada Gambar 1. Mulai



Data sekunder berupa data konsentrasi air sungai disiapkan



Data sekunder diolah pada Microsoft Excel



Didapatkan nilai IP status sungai dari data sekunder



Dibuat grafik perubahan nilai IP pada badan sungai terhadap jarak kumulatif



Dibuat analisa dari nilai IP berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003



Ditentukan dan didapat konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan pada sungai



Selesai



Gambar 1 Diagram alir praktikum Praktikum “Evaluasi Kapasitas Asimilatif” dilakukan pada hari Jumat, 25 September 2020 pukul 09.00-12.00 WIB secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting. Praktikum ini dilakukan penentuan konstanta deoksigenasi dan BOD ultimate Sungai Ciliwung dengan metode kemiringan (slope). Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah seperangkat laptop dan data hasil pengukuran DO dan BOD di Sungai Ciliwung. Secara umum, metode atau langkah-langkah dalam praktikum yang dilakukan dapat dlihat pada diagram alir penelitian yang terdapat pada Gambar 2. Mulai



Nilai konsentrasi BOD hari ke-0 hingga hari ke-5 (y) dihitung



Nilai koefesien y’,y’y, dan y dengan persamaan 4 dihitung



Nilai koefesien a dan b dihitung berdasarkan persamaan 5 dan 6



Koefesien K1 (hari-1) dan La (mg/L) dihitung berdasarkan persamaan 7 dan 8



Nilai K1 dan La pada setiap segmen sungai dihitung



Nilai Konsentrasi BOD hari ke-0 hingga hari ke-5 (y) berdasarkan pengukuran dihitung kembali



Nilai koefesien ∆t, ∆y, y’, y’y dan y2 dihitung



Nilai koefesien a dan b ditentukan kembali berdasarkan persamaan 5 dan 6



Nilai koefesien K1 (hari-1) dan La (mg/L) ditentukan berdasarkan persamaan 7 dan 8



Selesai



Gambar 2 Diagram alir tahapan pelaksanaan praktikum Metode kemiringan merupakan penentuan konstanta BOD melalui pengolahan data least-square dri persamaan reaksi orde pertama seperti pada persamaan (4). dy =K 1 ( La− y )=K 1. La−K 1. y dt



………….(4)



Keterangan : dy = peningkatan konsentrasi BOD per satuan waktu pada waktu t K1 = konstanta deoksigenasi (hari-1)



La y



= konsentrasi BOD ultimate tahap awal (mg/L) = konsentrasi BOD pada wkatu t (mg/L)



Persamaan diferensial pada persamaan (4) merupakan linear antara dy/dt dengan y. dy/dt adalah perubahan BOD, sedangkan n adalah jumlah contoh uji BOD dikurangi satu. Penentuan persamaan normal untuk menentukan K1 dan La dapat dilihat pada persamaan (5) dan (6). na+ b Σ y−Σ y ' =0



…………………….…….(5)



aΣ y +b Σ y 2−Σ yy ' =0……………….……..(6) Setelah didapatkan persamaan (5) dan (6), akan didapatkan nilai a dan b sehinggan K1 dan La dapat ditentukan secara langsung dengan persamaan (7) dan (8). K 1=−b……………………………….(7) La=



−a ……………………………….(8) b



Sebelumnya dilakukan penentuan awal koefisien y’, y’y, dan y2 untuk setiap nilai y. Setelah didapatkan nilai koefisien tersebut, maka kuantitas ∑y’, ∑y’y, dan ∑y2 yang digunakan pada persamaan (5) dan (6) dapat ditentukan. Nilai kemiringan (slope) dihitung berdasarkan data y dan t seperti pada persamaan (9).



…………………(9) Untuk kasus khusus, ketika kenaikan waktu sama maka y’menjadi seperti pada persamaan (10).



………………………….(10)



HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, definisi mutu air yaitu kondisi kualitas air berdasarkan pengukuran atau pengujian parameter-parameter dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Status mutu air yaitu tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada sumber air dalam waktu tertentu melalui perbandingan dengan baku mutu air.



Indeks pencemaran (Pollution Index) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow dan Sumitomo 1970). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang independen dan bermakna. Kualitas air sungai Kualitas air Sungai Cisadane di Kota Bogor pada penelitian ini menggunakan data sekunder dari delapan titik sampel pengukuran yang mewakili parameter, yaitu DO, BOD, COD, dan TSS. Parameter DO dan BOD menentukan kondisi terkini kemampuan badan air untuk memulihkan beban parameter secara alami. Menurut Tchobanoglous et al. (2003), konsentrasi BOD menunjukkan jumlah konsentrasi oksigen terlarut (DO) yang digunakan oleh mikroorganisme dalam aktivitas pembakaran zat organik, dan diukur setelah lima hari pengujian (BOD5). COD digunakan untuk mengukur oksigen ekuivalen dari material organik pada air yang dapat dioksida secara kimiawi (Kurniawan et al. 2014). Material padatan tersuspensi atau Total Suspended Solid (TSS) merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi heterogen, yang berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan 2003). Data sekunder pengujian parameter dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kadar konsentrasi zat mutu Sungai Cisadane Konsentrasi (CI, mg/L) BO CO TSS D D



Baku mutu (Li) BO CO D D



TS S



DO Jenu h



10 10



50 50



7 7



2



10



50



7



6



2



10



50



7



65



6



2



10



50



7



50



75



6



2



10



50



7



4,5



75



85



6



2



10



50



7



6



95



10 0



6



2



10



50



7



Titi k



Jarak (km)



Jarak Kumulatif



T (◦C)



V (m2/dt)



Q (m3/dt)



DO



1 2



0 5,2



0 5,2



1,7 0,7



42,5 21,7



7 7



1,5 2



7 10



35 50



6 6



2 2



3



2,9



8,1



1,3



19



7



2,5



15



55



6



4



6



14,1



1,3



16,6



7



4



15



50



5



5,3



19,4



1,7



10,1



6



3



20



6



10, 1 16, 2 6,6



29,5



28 27, 4 28, 4 29, 6 29, 5 29, 3 29



0,9



6,1



4



3,5



0,8



9,2



28, 4



0,7



11,7



4, 5 3, 5



7 8



45,7 52,3



D O



Hasil analisis parameter DO, BOD, COD dibandingkan dengan baku mutu air kelas I untuk peruntukkan air minum. Baku mutu yang digunakan mengacu kriteria mutu air sesuai kelas air pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun



2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Baku mutu yang ditetapkan untuk air kelas I adalah 6 mg/L untuk DO, 2 mg/L untuk BOD, 10 mg/L untuk COD, dan 50 mg/L untuk TSS. Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat pada setiap jenis zat mutu seperti DO, BOD, COD, dan TSS di delapan titik lokasi memiliki nilai konsentrasi yang berbedabeda. Nilai DO tertinggi berada pada konsentrasi 7 berada pada titik 1,2,3 dan 4 dan terkecil pada konsentrasi 3,5 pada titik 8. Pada kasus BOD mengalami penurunan semakin ke hilir. Semakin banyak jumlah DO (Dissolved oxygen) maka kualitas air semakin baik.jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi. Konsentrasi BOD pada Sungai Cisadane di titik sampling 3,4,5,6,7, dan 8 menunjukkan nilai di atas baku mutu. Nilai konsentrasi BOD tertinggi berada pada konsentrasi 6 pada titik 8 dan terkecil pada konsentrasi 1,5 pada titik 1. Hal ini dapat disebabkan karena terdapat peningkatan konsentrasi limbah yang di buang ke badan sungai. Berdasarkan Tabel 1, nilai BOD mengalami tren meninggi semakin ke hilir. Akan tetapi, terdapat anomali pada titik 5 yaitu mengalami penurunan. Hal ini memungkinkan terjadi jika terdapat sedikit bahan pemecah organik pada daerah tersebut. COD digunakan untuk mengukur oksigen ekuivalen dari material organik pada air yang dapat dioksida secara kimiawi (Kurniawan et al. 2014). Konsentrasi COD pada Sungai Ciliwung di titik sampling 3,4,5,6,7, dan 8 menunjukkan nilai di atas baku mutu. Nilai COD tertinggi berada pada konsentrasi 95 berada pada titik 8 dan terkecil pada kosentrasi 7 pada titik 1. Nilai COD mengalami tren meninggi semakin ke hilir. Hal ini karena semakin ke hilir nilai COD pada aliran sungai akan meninggi krena dipengaruhi oleh oksidasi senyawa pada setiap aliran air yang terakumulasi dan terbawa aliran sungai. Tingkat COD tinggi menandakan banyaknya jumlah bahan organik yang teroksidasi pada sampel, yang akan mengurangi tingkat oksigen terlarut (DO). Konsentrasi TSS pada Sungai Cisadane di titk sampling 3,5,6,7, dan 8 menunjukkan nilai di atas baku mutu. Nilai konsentrasi TSS tertinggi pada konsentrasi 100 berada di titik 8 dan terkecil pada konsentrasi 35 di titik 1. Nilai TSS semakin ke hilir akan semakin besar dan memungkinkan mengalami sedimentasi yang tinggi. Status mutu air sungai Perhitungan Indeks Pencemaran Sungai Cisadane di Kota Bogor pada penelitian ini menggunakan data sekunder dari delapan titik sampel pengukuran yang mewakili parameter, yaitu DO, BOD, COD, dan TSS. Perhitungan kadar zat mutu Sungai Cisadane dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil perhitungan kadar zat mutu Sungai Cisadane Titi k 1



DO 1,1 7



Ci/Lij lama BO CO D D 0,75 0,70



TS S 0,7 0



DO 0



Ci/Lij baru BO CO D D 0,75 0,70



TS S 0,7 0



Ci/Lij Maks 0,75



Ci/Lij Ratarata 0,54



IP



Keteranga n



0,6 5



Kondisi baik



2 3 4 5 6 7 8



1,1 7 1,1 7 1,1 7 1,0 0 0,6 7 0,7 5 0,5 8



1,00



1,00



1,25



1,50



2,00



1,50



1,50



2,00



1,75



5,00



2,25



7,50



3,00



9,50



1,0 0 1,1 0 1,0 0 1,3 0 1,5 0 1,7 0 2,0 0



0



1,00



1,00



0



1,48



1,88



0



2,51



1,88



1,0 0 3,0 0 2,5 0 3,5 0



1,88



2,51



2,22



4,49



2,76



5,38



3,39



5,89



1,0 0 1,2 1 1,0 0 1,5 7 1,8 8 2,1 5 2,5 1



1,00



0,75



1,88



1,14



2,51



1,35



2,51



1,74



4,49



2,90



5,38



3,20



5,89



3,82



0,8 8 1,5 6 2,0 1 2,1 6 3,7 8 4,4 2 4,9 6



Kondisi baik Cemar ringan Cemar ringan Cemar ringan Cemar ringan Cemar sedang Cemar sedang



Baku mutu penentuan status mutu air diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Nilai hasil perhitungan yang di dapat pada tabel 2 akan dibandingkan dengan parameter yang ada. Rasio perbandingan C/L lama ialah perbadingan antara nilai konsentrasi polutan dengan baku mutu. Nilai C/L baru merupakan nilai yang didapat sesuai dengan persamaan yang terdapat pada KEPMEN Nomor 115 Tahun 2003. Nilai Indeks Pencemaran (IP) tertinggi berada pada titik 8 sebesar 4,96 dalam kondisi cemar sedang dan terkecil pada titik 1 sebesar 0,65 dalam kondisi baik. Nilai IP mengalami kenaikan nilai jika semakin ke hilir. Hal ini terjadi karena kondisi aliran air akan membawa polutan semakin banyak ke hilir yang membuat hilir akan mendapat akumulasi polutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan hulu. Grafik Indeks Pencemaran terhadap jarak kumulatif titik pengamatan Sungai Cisadane dapat dilihat pada Gambar 2. Beban Pencemaran Untuk penentuan beban pencemaran, salah satu metode yang dapat dilakukan yaitu metode neraca massa. Metode ini merupakan prosedur matematika sederhana untuk menentukan konsentrasi rata-rata aliran hilir (down stream) yang berasal dari sumber pencemar point sources dan non-point sources. Jika beberapa aliran bertemu menghasilkan aliran akhir, atau kuantitas air dan massa konstituen dihitung secara terpisah, maka analisis neraca massa perlu dilakukan untuk menentukan kualitas aliran akhir. Nilai konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan di Sungai Cisadane sebesar 22,13. Nilai konsentrasi rata-rata konstituen dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Konsentrasi rata-rata konstituen C 12,62 17,25 19,88 19,00 23,50 33,12 42,25 51,12



Konsentrasi Rata-rata Q 42,50 21,70 19,00 16,60 10,10 6,10 9,20 11,70



CQ 536,60 374,32 377,62 315,40 237,35 202,06 388,70 598,16



ΣQi ΣCiQi Cr



136,90 3030,18 22,13



Indeks Pencemaran



Grafik Hubungan Jarak Kumulatif dan Indeks Pencemaran Sungai Cisadane 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.0



10.0



20.0



30.0



40.0



50.0



60.0



Jarak Komulatif (Km)



Ga mbar 3 Hubungan jarak komulatif dan IP Sungai Cisadane Berdasarkan grafik pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa tren Indeks Pencemaran semakin naik seiring dengan panjang jarak komulatifnya. Hal ini karena polutan terbawa oleh aliran sungi ke hilir sehingga dapat menyebabkan tingginya kandungan polutan di hilir. Hal ini dapat terjadi karena banyak area industri yang membuang limbah ke sungai, pembuangan sampah masyarakat, dan sebagainya. Evaluasi Kapasitas Asimilatif Metode kemiringan (slope method) sering digunakan selama bertahun-tahun untuk menghitung konstanta kurva BOD dalam bentuk grafis. Dengan menggunakan metode ini bisa didapatkan konstanta dioksigenasi (K 1) dan BOD Ultimate (La) pada kondisi idead dan kondisi pada saat kenyataannya di lapangan. Terdapat perbedaan perhitungan dalam menentukan kedua kondisi tersebut yang berdasarkan waktu pengujian DO. Pada kondisi idealnya, pengujian dilakukan pada jam yang sama pada setiap harinya, sedangkan kondisi kenyataannya terdapat perbedaan jam pengujian yang disebabkan oleh aktivitas lainnya. Pada penelitian kali ini, diasumsikan bahwa pengukuran DO dilakukan dengan kondisi ideal, yaitu waktu pengujian dilaksanakan pada jam yang sama setiap harinya. Berikut pada Tabel 4 disajikan data pengukuran DO dan BOD di beberapa titik sampling dengan kondisi ideal. Tabel 4 Data pengukuran DO dan BOD di beberapa titik sampel. Titik Sampl ing 1



D O0 6.5



Konsentrasi (DO, mg/L) D D D D D O1 O2 O3 O4 O5 6.0 5.1 3.8 2.5 1.4



BO D0 0



BO D1 -5.5



BOD (y), mg/L BO BO BO D2 D3 D4 -



BO D5 -



2



6.5



3



6.1



4



5.9



5



5.6



6



5.3



7



6.2



8



6.3



1 6.0 1 5.6 4 5.4 5 5.1 7 4.9 5.7 3 5.8 2



3 5.1 3 4.8 1 4.6 6 4.4 2 4.1 8 4.8 9 4.9 7



7 3.8 7 3.6 3 3.5 2 3.3 4 3.1 6 3.6 9 3.7 5



3 2.5 3 2.3 8 2.3 2.1 8 2.0 7 2.4 2 2.4 5



1.4 1.3 1 1.2 7 1.2 1 1.1 4 1.3 4 1.3 6



5.01 4.01 2.64 1.45 0.17



4.13 3.13 1.81 0.66



2.87 1.87 0.63



1.53 0.53



0.48



1.7



0.58



1.66



2.82



0



-4.5



0



-3.1



0



-1.9



0



-0.6



0



0.7



1.1



1.82



2.84



3.93



0



0.8



1.27



2.11



3.31



4.58



0



1.7



2.18



3.03



4.25



5.55



0.62



Metode moment (moment method) digunakan untuk menghitung nilai konstanta deoksigenasi dan BOD ultimate dan menyederhanakan perhitungan sebelumnya pada metode slope. Metode ini menghitung nilai oksigen yang terlarut atau yang dikonsumsi bakteri berdasarkan pada fase pertumbuhan bakteri dalam air. Terdapat 4 fase dalam pertumbuhan bakteri yaitu fase adaptasi (Lag Phase), fase pertumbuhan (Log Phase), fase stasioner (Stationer Phase), dan fase kematian (Death Phase). Dalam fase lag phase, merupakan fase penyesuaian diri bakteri terhadap lingkungan dan lamanya mulai dari satu jam hingga beberapa hari. Lama waktu ini tergantung pada macam bakteri, umur biakan, dan nutrien yang terdapat dalam medium yang disediakan. Pada fase ini bakteri beradaptasi dengan lingkungan, belum mampu mengadakan pembiakan, tetapi metabolisme sel bakteri meningkat dan terjadi perbersaran ukuran sel bakteri (Volk dan Wheeler 1990). Berdasarkan fase pertumbuhan tersebut, metode moment terbagi menjadi dua. Pertama, metode moment yang menganggap bahwa dalam badan sungai tersebut bakteri yang hidup telah mengalami pendewasaan secara optimum, bisa disebut dengan metode momen tanpa lag. Kedua, metode momen menganggap bahwa dalam badan sungai terdapat bakteri yang masih dalam masa pertumbuhan, atau bisa disebut dengan metode momen dengan lag. Perbedaan fase ini tentu berpengaruh pada kebutuhan makan pada bakteri, seharusnya bakteri pada fase tanpa lag lebih membutuhkan banyak oksegen dalam kebutuhan hidupnya. Metode logaritmik mempertimbangkan bahwa nilai K bervariasi untuk berbagai sumber air limbah dan nilai BOD sebanding dengan kualitas air limbah terkini. Perhitungan dengan metode ini cukup sederhana, dengan memisalkan nilai a = 1 untuk kurva satandar BOD limbah domestik. Perhitungan pada metode logaritmik hanyna menggunakan BOD pada hari ke-5, karena dianggap bahwa nilai tersebut adalah nilai oksigen yang bersisa pada hari terakhir. Kemudian deengan menggunakan persamaan yang telah dikembangkan dapat ditentukan nilai K dan La pada setiap harinya.



Nilai konstanta K1 air sungai dapat menunjukkan kecepatan pemakaian oksigen oleh air sungai untuk proses biokimia seperti penguraian (dekomposisi) bahan organik atau BOD yang masuk kedalam air sungai secara kimia dan sebagainya. Semakin besar nilai K1 akan semakin besar pula kemampuan sungai untuk melakukan dekomposisi, oksidasi, dan purifikasi secara ilmiah (Razif 1994). Oleh karena itu deoksigenasi akan menyebabkan penurunan kandungan oksigen dalam air. Perubahan konstanta ini, selain karena pengaruh perubahan kondisi fisik dan kecepatan aliran sungai, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti perubahan kecepatan angin, perubahan temperatur, perubahan konsentrasi DO dan BOD air sungai dan sebagainya. Sedangkan untuk nilai La, merupakan nilai BOD ultimate yaitu jumlah total oksigen dikonsumsi ketika reaksi biokimia dibiarkan berlanjut sampai selesai. Ketika nilai La meningkat maka kualitas air menurun. Berikut disajikan hasil perhitungan konstanta deoksigenasi dan BOD Ultimate masing-masing metode pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil perhitungan K1 dan La dengan metode slope, momen, dan logaritmik. Titik Samplin g



Jara k (km)



1



Metode Slope K1 (/hari)



La (mg/l)



0



-0.15



-5



2



4.3



-0.15



-5



3



2.4



-0.15



-4.37



4



5



-0.15



-4.53



5



4.4



-0.20



-4.3



6



8.4



-0.20



-4.1



7



13.4



-0.20



-4.8



8



5.5



-0.20



-4.9



Metode momen tanpa lag K1 (/hari) 1.63945 1 1.63945 1 1.64175 4 1.64175 4 1.64405 6 1.64175 4 1.64405 6 1.64405 6



Metode momen dengan lag



Metode Logaritmik



La (mg/l)



K1 (/hari)



La (mg/l)



K1 (/hari)



La (mg/l)



7.61



0.37532



5.943



0.760



6.261839



7.61



0.37532



5.943



0.760



6.261839



7.14767



0.37763



5.578



0.760



5.881218



6.90623 2



0.37763



5.581



0.760



5.684768



6.55



0.37993



5.117



0.760



5.390093



6.20438



0.37763



4.846



0.760



5.107696



0.37993



5.662



0.760



5.967165



0.37993



5.761



0.760



6.06539



7.25589 2 7.37934 9



Pada metode slope diperoleh besar nilai K1 antara -0,2 hingga -0,15 dan besar nilai La antara -5 hingga -4,1 mg/l. Nilai K dibawah nol tidak mungkin terjadi pada kondisi di lapangan, karena nilai tersebut menunjukkan besaran nilai pengurangan kadar oksigen. Apabila nilai tersebut bernilai 0 atau dibawah nol, berarti tidak ada aktivitas bakteri dalam badan sungai tersebut. Sedangkan nilai La menunjukkan total oksigen yang digunakan oleh bakteri dalam menetralisir limbah yang masuk dalam badan sungai. Pada metode momen tanpa lag diperoleh nilai K 1 antara 1,641 hingga 1,644, sedangkan nilai BOD ultimate antara 6,204 hingga 7,61 mg/l. Hal ini berarti



terjadi pengunrangan oksigen sekitar antara 1,641 hingga 1,644 mg per hari terlarut akibat aktivitas bakteri dalam mendegradasi bahan organik yang ada di dalam air. Sedangkan nilai BOD ultimate antara 6,204 hingga 7,61 mg/l menunjukkan jumlah total oksigen yang dikonsumsi ketika reaksi biokimia dibiarkan terlarut secara sempurna. Pada metode momen dengan lag diperoleh nilai K1 antara 0,375 hingga 0,379, sedangkan nilai La antara 4,846 hingga 5,943 mg/l. Pada perhitungan menggunakan metode logaritmik, diperloh nilai K 1 sebesar 0,76 pada semua titik sampel, sedangkan nilai La antara 5,107 hingga 6,261 mg/l. Nilai K1 dan La pada setiap titik sampling menunjukkan hasil yang berbedabeda, kecuali untuk nilai K1 pada metode logaritmik. Perbedaan tersebut ditentukan oleh bahan pencemar yang ada di badan sungai. Semakin tinggi tingkat pencemaran oleh bahan organik, maka jumlah bakteri yang hidup di sungai tersebut juga semakin banyak. Hidupnya bakteri di dalam sungai dapat membawa efek positif dan negatif. Efek positifnya, bakteri mampu mempurifikasi limbah organik yang ada di badan sungai, sedangkan dampak negatifnya, semakin tinggi jumlah bakteri maka jumlah oksigen yang berada di dalam air semakin berkurang. Setelah membandingkan nilai K 1 dan La pada ketiga metode, maka metode yang dianggap akurat adalah metode momen karena hasil yang didapat masingmasing titik sampling tidak memiliki perbedaan yang jauh. Meskipun nilai K 1 yang diperoleh sama dari tiap titik sampling, namun nilai BOD ultimate yang dihasilkan memiki perbedaan yang cukup jauh. Tidak seperti metode momen yang memiliki perbedaan hanya berkisar 4 angka di belakang koma.



Simpulan Indeks pencemaran (Pollution Index) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Baku mutu yang ditetapkan untuk air kelas I adalah 6 mg/L untuk DO, 2 mg/L untuk BOD, 10 mg/L untuk COD, dan 50 mg/L untuk TSS. Nilai DO tertinggi berada pada konsentrasi 7 berada pada titik 1,2,3 dan 4 dan terkecil pada konsentrasi 3,5 pada titik 8. Nilai konsentrasi BOD tertinggi berada pada konsentrasi 6 pada titik 8 dan terkecil pada konsentrasi 1,5 pada titik 1. Hal ini dapat disebabkan karena terdapat peningkatan konsentrasi limbah yang di buang ke badan sungai. Nilai COD tertinggi berada pada konsentrasi 95 berada pada titik 8 dan terkecil pada kosentrasi 7 pada titik 1. Nilai COD mengalami tren meninggi semakin ke hilir. Nilai TSS semakin ke hilir akan semakin besar dan memungkinkan mengalami sedimentasi yang tinggi. Nilai Indeks Pencemaran (IP) tertinggi berada pada titik 8 sebesar 4,96 dalam kondisi cemar sedang dan terkecil pada titik 1 sebesar 0,65 dalam kondisi baik. Nilai konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan di Sungai Cisadane sebesar 22,13. Penentuan konstanta deoksigenasi dan BOD ultimate Sungai Ciliwung dengan metode kemiringan (slope), Metode momen tanpa lag, Metode momen dengan lag dan Metode Logaritmik. Pada metode slope diperoleh besar nilai K1 antara -0,2 hingga -0,15 dan besar nilai La antara -5



hingga -4,1 mg/l. Pada metode momen tanpa lag diperoleh nilai K 1 antara 1,641 hingga 1,644, sedangkan nilai BOD ultimate antara 6,204 hingga 7,61 mg/l. Pada metode momen dengan lag diperoleh nilai K1 antara 0,375 hingga 0,379, sedangkan nilai La antara 4,846 hingga 5,943 mg/l. Pada perhitungan menggunakan metode logaritmik, diperloh nilai K1 sebesar 0,76 pada semua titik sampel, sedangkan nilai La antara 5,107 hingga 6,261 mg/l. Apabila nilai K1 tersebut bernilai 0 atau dibawah nol, berarti tidak ada aktivitas bakteri dalam badan sungai tersebut. Sedangkan nilai La menunjukkan total oksigen yang digunakan oleh bakteri dalam menetralisir limbah yang masuk dalam badan sungai. Setelah membandingkan nilai K1 dan La pada ketiga metode, maka metode yang dianggap akurat adalah metode momen karena hasil yang didapat masing-masing titik sampling tidak memiliki perbedaan yang jauh.



Saran Data sekunder yang digunakan sebaiknya dilengkapi dengan keterangan mengenai kapan data tersebut diambil. Keterangan tersebut dapat menjadi informasi tambahan bagi penulis. Selain itu, pengolahan data sekunder dapat dilakukan dengan baik agar dapat diinterpretasikan secara jelas sesuai ketentuan praktikum sehingga hasil data praktikum dapat dipahami dengan baik



Daftar Pustaka Andriani ED. 1999. Kondisi fisika-kimiawi air perairan pantai sekitar tambak balai budidaya air payau (BBAP) Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ariani AT. 2015. Penurunan BOD dan COD pada limbah cair industri tahu menggunakan zeolit teraktivasi. [Skripsi]. Yogyakarta (ID): UIN Sunan Kalijaga. Dani T. 2015. Analisis daya tampung beban cemar di das bengawan solo segmen kota surakarta dan kabupaten karanganyar dengan model qual2kw. Jurnal Ilmu Lingkungan. 13(2):92-102. Idris F. 2018. Kapasitas asimilasi beban pencemaran di perairan teluk riau. Dinamika Maritim. 6(2):26-29. Keputusan Menteri Negara lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Kurniawan A, Wirasembada YC, Ihsan M. 2014. Estimasi kualitas air Sungai Ciliwung dan Cisadane di Kota Bogor berdasarkan beban dan indeks pencemaran. Penelitian Masalah Lingkungan di Indonesia 2014. 161-169. Marganingrum D, Roosmin D, Pradono, Sabar A. 2013. Diferesiasi sumber pencemar sungai menggunakan pendekatan metode indeks pencemar (IP) (studi kasus: Hulu DAS Citarum). Riset Geologi dan Pertambangan. 23(1): 37-48.



Nemerow NL, Sumitomo H. 1970. Benefits of Water Quality Enhancement. Syracuse (US): U.S. Environmental Protection Agency, Syracuse University. Noerbambang S, Morimura T. 2005. Perencanaan dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Putri WA. 2007. Kapasitas asimilasi bahan pencemar di muara Sungai Batang (Muara Padang) Sumatera Barat. AKUATIK Jurnal Sumberdaya Perairan. 1(1): 27-34. Rafni R. 2004. Kapasitas asimilasi beban pencemar di perairan Teluk Jobokuto Kabupaten Jepara Jawa Tengah. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Razif M. 1994. Penentuan konstanta laju kecepatan deoksigenasi, reaerasi, dan sedimentasi di sepanjang sungai dengan simulasi komputer. Jurnal IPTEK ITS. 5(1): 79-90. Rinka DK, Sururi R, Wardhani E. 2014. Perencanaan sistem plambing air limbah dengan penerapan konsep green building pada gedung Panghegar Resort Dago Golf Hotel. Jurnal Teknik Lingkungan ITENAS. 2(1): 1 – 12. Rumengan I. 2017. Analisis beban pencemar dan kapasitas asimilasi di muara sungai tondano teluk manado. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. l(3):204-210. Siahaan R, Indrawan A, Soedharma D, Prasetyo BL. 2011. Kualitas air Sungai Cisadane Jawa Barat-Banten. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2): 269-273. Simanjuntak M. 2012. Kualitas air laut ditinjau dari aspek zat hara, oksigen terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis FPIK-IPB. 4(2): 290-303. Suhardiyanto. 2016. Perancangan sistem plambing instalasi air bersih dan air buangan pada pembangunan gedung perkantoran bertingkat tujuh lantai. Jurnal Teknik Mesin. 5(3): 90 – 97. Sunarno. 2005. Mekanikal Elektrikal Gedung. Yogyakarta (ID): Andi. Sutanto H, Hidayanto E, Subagjo A, Widiyandari H. 2011. Pembuatan sistem pengolah air bersih menggunakan material fotokatalis titania (TiO 2). Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi. 2: 21- 26. Tarigan. 2003. Analisis pola sebaran sedimen tersuspensi menggunakan teknik penginderaan jauh di perairan muara sungai banyuasin. Maspari Journal. 7(2): 1- 10. Tchobanoglous G et al. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse 4 th ed. New York (US) : McGraw-Hill. Volk dan Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar: Jilid 2 edisi V. Diterjemahkan oleh Sumarto Adisumartono. Jakarta (ID): Erlangga. Widhiasari R, Moersidik. 2010. Daya Tampung DAS Ciliwung [Tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.



LAMPIRAN Lampiran 1 Rentang nilai Indeks Pencemaran (IP) Rentang Nilai Indeks 0 ≤ IPj ≤ 1.0 1.0 ≤ IPj ≤ 5.0 5.0 ≤ IPj ≤ 10 IPj > 10



Kategori Memenuhi baku mutu (kondisi baik) Cemar ringan Cemar sedang Cemar berat



Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum: Prosedur dan Instruksi Kerja Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet dan Metode Indeks Pencemaran No. QA/HDR/ANL/04/2011