Referat DM Tipe Ii Pada Geriatri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM



REFERAT



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA



DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA DIABETES MELLITUS TIPE II PADA GERIATRI



OLEH: ACHMAD FAUZI 111 2019 2161



PEMBIMBING: dr. Rusman Rahman, Sp. PD



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2020



HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa : Nama



: ACHMAD FAUZI



NIM



: 111 2019 2161



Judul



: DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA DIABETES MELLITUS TIPE II PADA GERIATRI



Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.



Makassar, 19 April 2020 Pembimbing,



dr. Rusman Rahman, Sp.PD



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul ”DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA DIABETES MELLITUS TIPE II PADA GERIATRI”. Penulisan referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Program Studi Profesi Dokter di bagian Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RS Haji Makassar. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini terdapat banyak kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dan berbagai pihak dan dokter dan konsulen, akhirnya penyusunan referat ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Rusman Rahman, Sp.PD selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini dalam memberikan motivasi, arahan, serta saran-saran yang berharga kepada penulis selama proses penyusunan. Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu penyusunan referat ini.



Makassar, 19 April 2020



Penulis



BAB I PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Beberapa jenis yang berbeda dari DM disebabkan oleh interaksi yang kompleks dari factor genetika dan lingkungan. Tergantung dari etiologi DM, factor yang berperan pada hiperglikemia termasuk kurangnya sekresi insulin, penurunan penggunaan glukosa dan peningkatan produksi glukosa. Disregulasi metabolic yang berhubungan dengan DM menyebabkan perubahan patofisiologi sekunder beberapa system organ yang memaksakan beban yang luar biasa pada individu dengan diabetes dan pada sistem perawatan kesehatan.. Di Amerika Serikat, DM dalah penyebab utama dari penyakit ginjal tahap akhir (ESRD), nontraumatic amputasi ekstremitas bawah dan kebutaan dewasa. Hal juga merupakan predisposisi penykit kardiovaskular Dengan meningkatnya insiden infeksi di seluruh dunia, DM akan kemungkinan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di masa depan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pravalensi global diabetes mellitus tipe 2 akan meningkat 171 orang menjadi 366 juta tahunn 2030. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini memperkirakan peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035.2 Menurut data International Diabetes Federation (IDF), pada tahun



2015 terdapat 415 juta penderita DM di dunia dan Indonesia menempati peringkat ke-7 dengan jumlah penderita DM sebanyak 10 juta orang.3 Diabetes melitus tipe 2, disebabkan insulin yang tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan  diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Dengan demikian, pengetahuan mengenai diabetes melittus dan komplikasinya menjadi penting untuk diketahui dan dimengerti.1 Diabetes merupakan kondisi kesehatan yang penting bagi populasi lanjut usia (lansia); sekitar seperempat orang berusia di atas 65 tahun mengidap diabetes, dan proporsi ini diperkirakan meningkat cepat dalam beberapa dekade mendatang. Lansia dengan diabetes memiliki tingkat kematian dini lebih tinggi, cacat fungsional, dan penyakit penyerta, seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke, dibandingkan mereka yang tidak menderita diabetes. Pada lansia dengan diabetes juga berisiko lebih besar untuk menderita beberapa sindrom geriatrik, seperti polifarmasi, gangguan kognitif, inkontinensia urin, risiko jatuh, dan nyeri.4 Perawatan pasien lansia dengan DM sulit karena heterogenitas gejala klinis, mental, dan fungsionalnya. Beberapa pasien lansia mungkin telah menderita DM bertahuntahun sebelumnya dan sudah memiliki komplikasi, ada lansia yang baru menderita DM dengan sedikit atau tanpa komplikasi. Pasien lansia dengan sedikit penyakit kronik komorbid dan fungsi kognitif masih baik



memiliki target glikemik yang lebih ketat (A1C < 7,5%), sedangkan pasien dengan penyakit kronik multipel, gangguan kognitif atau ketergantungan aktivitas fungsional memiliki target glikemik yang tidak ketat (A1C < 8,0 – 8,5%). Dokter yang



menangani



pasien



lansia



dengan



DM



harus



mempertimbangkan



heterogenitas ini saat menetapkan dan memprioritaskan sasaran pengobatan.5



BAB II PEMBAHASAN 1.1.



GERIATRI Menurut World Health Organisation (WHO), Geriatri atau lansia adalah



seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living.6 Batasan-batasan usia lanjut Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi : a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun



c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI pengelompokkan lansia menjadi : a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun) b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun) c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65 tahun).6



1.2.



DIABETES MELLITUS



1.2.1



Definisi Diabetes  melitus  merupakan  suatu  kelompok  penyakit  metabolic



dengan 



karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena 



kelainan 



sekresi 



insulin, kerja insulin, atau keduaduanya.  Hiperglikemia  kronik  pada  diabetes  berhubungan  dengan  kerusakan  jangka  panjang,  disfungsi  atau  kegagalan  beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,  pembuluh darah.Prevalensi  terutama pada kelompok 



DM 



tekanan 



tahun 



semakin 



meningkat 



yang berisiko tinggi  untuk  mengalami  penyakit 



DM diantaranya yaitu kegemukan, 



semakin 



saraf, jantung, dan



kelompok usia dewasa tua (>40 tahun),  darah 



keluarga DM, dan dyslipidemia.7



tinggi, 



riwayat 



Seiring bertambahnya usia, toleransi tubuh terhadap glukosa akan menurun, sebagai akibatnya banyak orang tua yang tidak sadar adanya kemungkinan berkembang penyakit diabetes mellitus . Setelah seseorang mencapai umur 30, kadar glukosa darah akan meningkat 1-2 mg %/tahun saat puasa dan sekitar 5,6-13 mg %/tahun pada 2 jam setelah makan. Separuh dari populasi orang dengan diabetes mellitus, terjadi pada usia > 60 tahun dengan prevalensi terbesar ditemukan pada usia > 80 tahun, jumlah ini diperkirakan akan mencapai 40 juta pada tahun 2050.8 1.2.2



Epidemiologi Pada saat ini, jumlah usia lanjut (lansia, berumur >65 tahun) di dunia



diperkirakan mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai ini diperkirakan akan terus meningkat. Sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus maupun Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) meningkat seiring dengan pertambahan usia, menetap sebelum akhirnya menurun. Umumnya 90% pasien diabetes dewasa termasuk diabetes tipe 2 dimana dari jumlah tersebut sekitar 50% adalah pasien berusia diatas 60 tahun. Penelitian epidemiologi lain menyebutkan di antara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6 % menderita diabetes tipe 2.9 1.2.3



Patofisiologi Pada populasi orang tua terjadi perubahan-perubahan terkait bertambahnya



usia, seperti regulasi-regulasi terkait genetik, kebiasaan, dan pengaruh lingkungan yang berkontribusi pada munculnya diabetes mellitus. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang mana pada usia lanjut disebabkan oleh 4 faktor yaitu, yaitu:



1.



Terjadi perubahan komposisi tubuh yaitu penurunan jumlah massa otot dan peningkatan jumlah jaringan lemak yang mengakibatkan menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin.



2.



Penurunan aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin.



3.



Perubahan pola makan akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga persentase asupan karbohidrat meningkat.



4.



Perubahan neuro-hormonal khususnya insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS) turun sampai 50% pada usia lanjut yang mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta turunnya aksi insulin.10 Pada orang usia lanjut terjadi peningkatan resistensi insulin. Hal ini akibat



adanya peningkatan adiposit visceral. Terjadinya resistensi insulin pada otot-otot skeletal disebabkan penurunan komposisi otot, terutama glucose carrier protein GLUT4. Umur merupakan faktor independen sendiri yang mempengaruhi hilangnya sensitivitas insulin. Pada usia tua terjadi perubahan distribusi lemak dengan lemak visceral semakin bertambah dan lemak subkutan menurun. Adiposit visceral terkait dengan resistensi insulin dan diabetes pada wanita yang lebih tua. Selain itu, penelitian pada orang tua yang sehat ditemukan adanya akumulasi lemak di otot dan hati yang menyebabkan penurunan fungsi sel-sel mitokondria, selain itu seiring bertambah usia abnormalitas mitokondria semakin ditemukan. Meskipun, deposisi lemak visceral merupakan bagian normal dari penuaan, ia merupakan mekanisme patogenik utama dari resistensi.



11



Pola hidup juga



berkontribusi pada usia terkait penurunan sensitivitas insulin termasuk



didalamnya perubahan diet dimana lebih banyak mengkonsumsi lemak saturasi, gula, dan penurunan aktivitas fisik, yang menyebabkan penurunan massa otot dan penurunan kekuatan.8 Faktor lain yang mempengaruhi turunnya toleransi terhadap glukosa adalah perubahan sekresi hormon-hormon derivat jaringan adiposa, seperti adiponektin dan leptin. Level leptin menurun seiring usia, dengan penurunan lebih banyak di wanita dibanding pria.12 Leptin akan menurunkan selera makan, dan penurunannya akan berkontribusi pada peningkatan adiposit dan perubahan komposisi ini terlihat pada orang tua. Adiponektin, merupakan protein dengan kemampuan anti-inflamasi, yang mana kemudian diketahui memiliki efek mengurangi resistensi insulin. Kadarnya yang tinggi pada orang tua terkait dengan penurunan risiko diabetes.13 Selanjutnya, pada usia tua terjadi sekresi insulin yang tidak adekuat. Sebagai respon dari peningkatan kadar glukosa, insulin normalnya disekresikan dalam dua fase, fase pertama sebagai fase inisial (0-10 menit), yang diikuti oleh fase kedua (10-120 menit) yang secara berkelanjutan dibutuhkan untuk menjaga darah dalam kondisi euglikemia. Sebuah studi menunjukkan pada orang tua terjadi reduksi sebesar 50% pada sekresi sel β pancreas. Penuaan juga dicirikan oleh berkurangnya frekuensi dan amplitudo dari pengeluaran periodik insulin normal. Kehilangan irama normal ini penting karena irama ini menghambat pengeluaran glukosa dari hepar. Meskipun mekanisme ini belum sepenuhnya dimengerti, salah satu hipotesa yang mungkin adalah gangguan pada fisiologi inkretin derivat gut. Inkretin merupakan dua hormon gastrointestinal yaitu Gastric Inhibitory Polypeptide (GIP) dan Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1), yang mana



mempertinggi sekresi insulin saat adanya pemasukan glukosa dari oral. Pada orang tua normal tanpa diabetes, pengeluaran dari GLP-1 lebih besar setelah pemasukan glukosa tapi tidak meningkatkan insulin sesuai yang diharapkan, menandakan adanya resisten sel β pancreas. Begitu diabetes berkembang, sekresi GLP-1 berkurang, dan sel-sel β menjadi resisten terhadap efek GIP.14 Berbagai faktor patogenik lainnya adalah penurunan pada fungsi sel-sel β termasuk kenaikan asam lemak bebas seiring usia dan akumulasi lemak di dalam sel-sel β. Penurunan massa sel-sel β pankreas dan deposit amilin juga berkontribusi.8 Riwayat di keluarga dan genetik juga berkontribusi penting pada perkembangan diabetes pada orang yang lebih tua, terutama pada mereka dengan pola hidup banyak duduk dan sedikit aktivitas fisik dan berat yang bertambah seiring meningkatnya usia. Yang perlu diperhatikan juga adalah munculnya penyakit lain dan pengobatan yang dapat merubah sensitivitas insulin, sekresi insulin, maupun keduanya.



1.2.4



Faktor Resiko 1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut : •



Aktivitas fisik yang kurang.







First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).







Kelompok ras /etnis tertentu.







Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4kg atau mempunyai



riwayat diabetes melitus gestasional



(DMG). •



Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).







HDL 250 mg/dL.







Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.







Riwayat prediabetes.







Obesitas berat, akantosis nigrikans.







Riwayat penyakit kardiovaskular.



2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.



1.2.5



Manifestasi klinis Proses menua yang terjadi pada usia lanjut dapat mempengaruhi



penampilan klinis DM pada lansia. Gejala klasik DM berupa poliuri, polidipsi dan polifagi tidak selalu tampak pada lansia dengan DM karena seiring dengan



bertambahnya usia akan terjadi kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi.15 DM pada lansia yang baru timbul saat tua umumnya bersifat asimptomatis atau ditemui gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif atau kemampuan fungsional berupa delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh dan inkontinensia urin. Hal ini menyebabkan diagnosa DM pada lansia sering terlambat. Manifestasi klinis pasien sebelum diagnosis DM dapat berupa: 1.



Kardiovaskuler: hipertensi arterial, infark miokard.



2.



Kaki: neuropati, ulkus.



3.



Mata: katarak, retinopati proliferatif, kebutaan.



4.



Ginjal: infeksi ginjal dan saluran kemih, proteinuria.16



1.2.6



Diagnosis Kriteria diagnosis DM pada lansia baik yang baru timbul setelah tua



ataupun yang diderita sejak muda dengan melihat kadar glukosa darah menurut American Diabetes Association yakni: 1.



HbA1C ≥6,5 % atau



2.



Gula darah puasa ≥126 mg/dL atau



3.



Gula darah 2 jam pp ≥200 mg/dL pada tes toleransi glukosa oral



4.



Gula darah sewaktu ≥200 mg/dL pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia.17







Nilai normal pemeriksaan laboratorium



Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring



dengan



mengunakan



pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM







Langkah diagnosis



Sebagaimana tes diagnostik lainnya, hasil tes terhadap DM perlu diulang untuk menyingkirkan kesalahan laboratorium, kecuali diagnosis DM dibuat berdasarkan keadaan klinis seperti pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia. Tes yang sama dapat juga diulang untuk kepentingan



konformasi. Kadangkala ditemukan hasil tes pada seorang pasien yang tidak bersesuaian (misalnya antara kadar gula darah puasa dan HbA1C). Jika nilai dari kedua hasil tes tersebut melampaui ambang diagnostik DM, maka pasien tersebut dapat dipastikan menderita DM. Namun, jika terdapat ketidaksesuaian (diskordansi) pada hasil dari kedua tes tersebut, maka tes yang melampaui ambang diagnostik untuk DM perlu diulang kembali dan diagnosis dibuat berdasarkan hasil tes ulangan. Jika seorang pasien memenuhi kriteria DM berdasarkan pemeriksaan HbA1C (kedua hasil >6,5%), tetapi tidak memenuhi kriteria berdasarkan kadar gula darah puasa (9% dengan kondisi dekompensasi metabolik - Penurunan berat badan yang cepat - Hiperglikemia berat yang disertai ketosis - Krisis Hiperglikemia - Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal - Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke) - Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan - Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat - Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Terapi insulin mengharuskan pasien atau pengasuh pasien



memiliki kemampuan fungsional dan kemampuan kognitif yang baik. Terapi insulin bergantung pada kemampuan pasien untuk menyuntikkan insulin sendiri atau dengan bantuan pengasuh. Dosis insulin harus dititrasi untuk memenuhi target glikemik individual dan untuk menghindari hipoglikemia. Terapi injeksi insulin basal yang diberikan sekali per hari dikaitkan dengan efek samping minimal dan mungkin merupakan pilihan yang baik. Penggunaan insulin dengan dosis lebih dari sekali per hari mungkin terlalu rumit untuk pasien lansia dengan komplikasi diabetes



lanjut, penyakit komorbiditas yang membatasi aktivitas, atau status fungsional terbatas.18







Agonis GLP-1/Incretin Mimetic Pengobatan



dengan



dasar



peningkatan



GLP-1



merupakan



pendekatan baru untuk pengobatan DM Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan pada pasien DM



dengan



obesitas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini



antara



lain



rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan



Lixisenatide.



Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) Indonesia ,tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6 mg perhari dinaikkan sampai dengan 1.8 mg. Masa kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan sekali sehari secara subkutan.19



DAFTAR PUSTAKA 1. American Diabetes Asossiation,: Standart Of Medical Care In Diabetes. 2014 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Internal Publishing; 2014. 3. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Soewando P, Suastika K, Manaf A. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI; 2015. 4. Kimbro LB, Mangione CM, Steers WN, Duru OK, McEwen L, Karter A, et al. Depression and all-cause mortality in persons with diabetes mellitus: Are older adults at higher risk? Results from the translating research into action for diabetes study. J Am Geriatr Soc. 2014;62(6):1017–22.



5. American Diabetes Association. 11. Older adults: Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care. 2018;41(Supplement 1):119–25. 6. Citraningsih, 2017. Faktor‐faktor berhubungan dengan Status Gizi Menurut IMT (Indeks Massa Tubuh) Usia Lanjut Binaan Puskesmas Kecamatan Gambir Tahun 2003. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Jakarta 7. Sudoyo  AW,  Setiyohadi  B,  Alwi  I,  Simadibrata S, Setiati S., editors.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke5. Jakarta:  Fakultas  Kedokteran Universitas  Indonesia; 2010.  8. Gambert & Pinkstaff. 2006. Emerging Epidemic: Diabetes in Older Adults: Demography, Economic Impact, and Pathophysiology. Diabetes Spectrum Vol 19, No 4 9. Subramaniam



I, Gold JL 2005. Diabetes Mellitus in Elderly.



http://www.jiag.org/sept/diabetes.pdf. (15 desember 2011) 10. Rochmah W. 2007. Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut. In: Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, pp: 1915-18 11. Peterson & Shulman. 2006. Etiology of insulin resistance. Am J Med 119: 10S-16S 12. Isidori, Strollo, More, Caprio, Aversa, Moretti, et al. 2000. Leptin and Aging: Correlation with endocrine changes in male and female healthy adult populations of different body weights. Clin Endocrinol Metab 85:1954-1962.



13. Kanaya, Harris, Goodpaster, Tylavsky, Cummings. 2004. Adipocytokines attenuate the association between visceral adiposity and diabetes in older adults. Diabetes Care 27:1375-1380 14. Toft-Nielse, Damholt, Madsbad, Hiilsted, Hughes, Michelsen, et al. 2001. Determinants of the impaired secretion of glucagon-like peptide-1 in type 2 diabetic patients. J Clin Endocrinol Metab 86:3717-3723 15. Meneilly GS, Tessier D. 2001. Diabetes in Elderly Adults. http://biomed-



gerontology.oxfordjournals.org/content/full/56/1/M5. (15 desember 2011) 16. Burduli M. 2009. The Adequate Control of Type 2 Diabetes Mellitus in an



Elderly Age. http://www.gestosis.ge/eng/pdf_09/Mary_Burduli.pdf. (15 desember 2011) 17. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes 2010.



Diabetes



Care.



2010;33(1):S11-4.



Available



from:



http://care.diabetesjournals.org/content/33/Supplement_1/ S11.extract 18. American Diabetes Association. 11. Older adults: Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care. 2018;41(Supplement 1):119–25. 19. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2



di indonesia 2015