Referat Faringitis Bakterial Akut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT FARINGITIS BAKTERIAL AKUT



Oleh : Carolin



21710117



Nini Primadhani Paras Shinta Dewi



21710100



Pembimbing : dr. Lenny Buana W. Sp. THT-KL



SMF ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NGANJUK 2021



HALAMAN PENGESAHAN



REFERAT TONSILITIS AKUT



Oleh: Carolin



21710117



Nini Primadhani Paras Shinta Dewi



21710100



Telah disetujui dan disahkan pada : Hari



:



Tanggal :



Dan dinyatakan lulus oleh : Pembimbing,



dr. Lenny Buana Wuriningtyas, Sp.THT-KL



SMF SMF Ilmu Kesehatan THT



KATA PENGANTAR



Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan referat ini dengan judul “Faringitis Bakterial Akut”. Referat ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian utama SMF Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUD Nganjuk . Penulis menyadari bahwa referat ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas. Terselesaikannya referat ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Prof. Dr. Suhartati, dr., MS., Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah memberi kesempatan kepada penulis menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 2. dr. Lenny Buana Wuriningtyas, Sp.THT-KL selaku Staff bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin serta sebagai pembimbing Referat di RSU dr.Wahidin Sudirohusodo yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas ini dengan maksimal. Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai masukan yang berharga bagi penulis. Semoga nantinya referat ini bisa memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas dan masyarakat.



Nganjuk , 29 November 2021



Penulis



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................ DAFTAR ISI............................................................................................... BAB I PENDAHULUAN......................................................................... BAB II TINJAUN PUSTAKA................................................................ 2.1 Anatomi........................................................................................ 2.2 Definisi........................................................................................ 2.3 Epidemiologi............................................................................... 2.4 Etiologi........................................................................................ 2.5 Patogenesis.................................................................................. 2.6 Klasifikasi................................................................................... 2.7 Manifestasi klinis........................................................................ 2.8 Diagnosis.................................................................................... 2.9 Penatalaksaan.............................................................................. 2.10 Komplikasi................................................................................ 2.11 Prognosis................................................................................... BAB III RINGKASAN.................................................................................. DAFTAR PUSTAKA....................................................................................



BAB I PENDAHULUAN Tonsilitis merupakan peradangan yang terjadi pada tonsil yang disebabkan oleh virus atau bakteri sehingga tonsil menjadi bengkak, merah, melunak, dan memiliki bintikbintik putih di permukaannya. Tonsilitis merupakan salah satu infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA) yang sering terjadi pada balita. Hal ini dikarenakan sistem imunologis pada tonsil manusia paling aktif pada usia antara 4 sampai dengan 10 tahun. Tonsilitis dapat menyebabkan balita mengalami kesulitan menelan, serta apneu obstruksi saat tidur dengan hipoksia ringan sampai berat.1 Faringitis merupakan suatu peradangan pada dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin, dan lain lain.1 Faringitis merupakan salah satu infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang sering menyebabkan pasien datang berobat. Lebih dari 225 patogen, termasuk 200 virus, merupakan penyebab dari infeksi saluran pernapasan akut. Mikroorganisme yang sering menyebabkan faringitis adalah virus (40-60%) dan bakteri (5-40%). Virus penyebab faringitis diantaranya adalah rhinovirus (±20%), coronavirus (±5%), influenza virus, parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1 & 2, coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) juga dapat menyebabkan



terjadinya



faringitis.



Faringitis



yang



disebabkan bakteri biasanya oleh Streptococcus pyogenes, Streptococcus beta haemoliticus grup A, Chlamydia sp, dan Neisseria gonorrhoeae.2 Menurut epidemiologi secara global, lebih dari 30 juta kasus faringitis terdiagnosis setiap 1



tahunnya. Baik laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena faringitis tergantung dengan umurnya. Infeksi oleh Streptococcus lebih sering terjadi pada usia 5-18 tahun, 11% dari seluruh anak usia sekolah bisa terkena faringitis.3 Terapi yang tepat sebagai penatalakanaan faringitis akan didapat dengan mengetahui etiologi dari penyakit tersebut, apakah dikarenakan virus atau bakteri. Untuk menegakkan diagnosis faringitis viral atau bakterial dapat dilakukan



dengan



anamnesis



yang



cermat



disertai



pemeriksaan fisik yang tepat. Pemeriksaan penunjang dengan kultur bakteri dapat dilakukan, namun membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya.



Tujuan dari



penulisan referat ini adalah agar para praktisi medis, khususnya



penulis



dan



rekan



sejawat



mempunyai



pengetahuan yang cukup dalam menghadapi kasus faringitis, serta dapat membedakan etiologi dari faringitis viral maupun bakterial berdasarkan manifestasi klinis pada penyakit tersebut sehingga dapat memberikan terapi yang adekuat.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Faring Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya terlihat seperti corong dengan ukuran bagian atasnya lebih besar dan bagian bawah lebih sempit. Faring merupakan ruang utama traktus respiratorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung sampai ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini merupakan dinding faring terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.4 Unsur-unsur faring.1 Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lender (mucous blanket) dan otot. A. 1 Mukosa Bentuk mukosa faring bervariasi tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, epitelnya torak berlapis mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna maka epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak jaringan limfoid yang terletak dalam



rangkaian



jaringan



ikat



yang



termasuk



dalam



sistem



retikuloendotelial. Oleh karena itu, faring dapat juga disebut bagian pertahanan tubuh terdepan. B. 2 Palut Lendir (Mucous Blanket) Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang diisap melalui hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut



2



3



lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim lisosom yang penting untuk proteksi. C. 3 Otot Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal). Otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar, berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut “rafe faring” (raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh nervus vagus. Otot-otot yang longitudinal adalah m. stilofaring dan m. palatofaring. Letak otot-otot ini di sebelah dalam. M. stilofaring berfungsi untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan m. palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. M. stilofaring dipersarafi oleh n. IX, dan m. palatofaring dipersarafi oleh n. X. Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fascia dari mukosa yaitu m. levator veli palatini, m. tensor veli palatini, m. palatoglosus, m. palatofaring dan m. azigos uvula. M. levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius. M. tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba Eustachius. M. palatoglosus membentuk arkus anterior laring dan kerjanya menyempitkan ismus faring. M. palatofaring membentuk arkus posterior faring. M. azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas. Kesemua otot-otot ini dipersarafi oleh n. X. (Gambar 1).



4



Gambar 1. Otot-otot Faring dan Esofagus 1 2.2 Definisi Faringitis Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (540%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.1 Faringitis adalah infeksi atau iritasi pada faring atau tonsil.6 2.3 Epidemiologi Faringitis



3



Menurut epidemiologi secara global, lebih dari 30 juta kasus faringitis terdiagnosis setiap tahunnya. Baik laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena faringitis tergantung dengan umurnya. 90% faringitis pada dewasa dan 60-70% faringitis pada anakanak disebabkan oleh virus.7 Infeksi oleh Streptococcus lebih sering terjadi pada usia 5-18 tahun, 11% dari seluruh anak usia sekolah bisa terkena faringitis.3 Berdasarkan musim, faringitis lebih sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi. Faringitis merupakan self-limiting disease dan menyebar melalui kontak dengan penderita.7 2.4 Etiologi Faringitis 1 Mikroorganisme yang sering menyebabkan faringitis adalah virus (40-60%) dan bakteri (5-40%). Virus penyebab faringitis diantaranya adalah



rhinovirus (±20%),



coronavirus (±5%),



influenza



virus,



parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1 & 2,



5



coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. Faringitis yang



disebabkan



bakteri



biasanya



oleh



Streptococcus



pyogenes,



Streptococcus β haemoliticus grup A, Chlamydia sp, dan Neisseria gonorrhoeae.2 Berdasaarkan penelitian, faringitis sebagian besar diakibatkan oleh viral, dengan 90% pada dewasa, dan 60-70% pada anak. 3 Infeksi oleh Streptococcus β haemoliticus grup A merupakan penyebab utama faringitis pada anak berusia 5-15 tahun, namun jarang ditemukan pada anak berusia 95%.



10



2.9 Penatalaksanaan Penatalaksanaan faringitis karena virus, pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup, dan berkumur dengan air hangat. Analgetika diberikan jika perlu, seperti paracetamol atau ibuprofen, untuk mengurangi rasa tidak nyaman di tenggorokan. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simplex dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian per hari pada dewasa, dan pada anak diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian per hari. Pada faringitis bakteri, idealnya pengobatan ditunda sampai hasil kultur tersedia. Namun bila sudah diduga penyebab adalah GABHS berdasarkan kriteria Centor, maka pengobatan antibiotik secara empiris dapat dilakukan. Diberikan antibiotic Penicilin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoxicillin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali per hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500 mg per hari.



Gambar 15. Regimen Antibiotik pada Streptococcal Faringitis16



11



2.10



Komplikasi



Faringitis viral memiliki risiko komplikasi yang rendah dibandingkan dengan faringitis bakterial. Infeksi mononucleosis bisa menyebabkan komplikasi abses leher dalam misalnya abses peritonsil. Infeksi oleh virus herpes simplex bisa menyebabkan komplikasi tonsilitis atau epiglotitis. Virus influenza bisa menyebabkan secondary bacterial pneumonia. Pada bayi, orang tua, dan pasien dengan PPOK yang terinfeksi RSV bisa menyebabkan pneumonia dan gagal napas. Faringitis bakterial akibat infeksi GABHS memiliki beberapa komplikasi seperti komplikasi lokal, acute rheumatic fever, rheumatic heart disease, dan poststreptococcal glomerulonephritis. Komplikasi lokal yang dapat terjadi diantaranya adalah abses retrofaring, abses peritonsil, sinusitis, otitis media, mastoiditis, dan limfadenitis servikal.8 Komplikasi acute rheumatic fever (ARF) terjadi 2-4 minggu setelah episode faringitis bakterial. Diduga akibat adanya reaksi silang antara antibodi antistreptococcal



dan



antigen



sarkolema



otot



dan



ginjal



sehingga



menimbulkan kerusakan pada otot jantung dan katup, jaringan ikat, sendi, dan SSP. Kriteria mayor pada ARF diantaranya adalah karditis, poliarthritis, chorea, eritema marginatum, dan nodul subkutan. Kriteria minor antara lain demam, poliatralgia, leukositosis, peningkatan erythrocyte sedimentation rate, dan P-R int erval yang memanjang. Diagnosis ditegakkan bila terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor dengan bukti positif adanya infeksi GABHS. Rheumatic heart disease (RHD) merupakan komplikasi lanjut dari ARF. Katup mitral merupakan bagian yang terinfeksi pada penyakit ini. Pada poststreptococcal glomerulonephritis terjadi 1-3 minggu setelah infeksi faringitis. Terdapat gejala hematuria, edema, dan hipertensi pada pasien.6



2.11



Prognosis



12



Faringitis adalah self-limiting disease. Gejala biasanya menghilang setelah 1-2 minggu tanpa pengobatan. Pada pasien dengan infeksi mononucleosis, demam menghilang setelah 10 hari.8



BAB III RINGKASAN Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.1 Faringitis adalah infeksi atau iritasi pada faring atau tonsil.6 Menurut epidemiologi secara global, lebih dari 30 juta kasus faringitis terdiagnosis setiap tahunnya. Baik laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena faringitis tergantung dengan umurnya. Mikroorganisme yang sering menyebabkan faringitis adalah virus (40-60%) dan bakteri (5-40%). Manifestasi klinis dari masing masing virus penyebab faringitis dapat bervariasi tergantung jenis virusnya. Pada umumnya terdapat gejala demam, malaise, perununan nafsu makan, suara serak, batuk, disertai nyeri pada tenggorokan. Berdasarkan pemeriksaan fisik pada faringitis akibat virus biasanya ditemukan adanya edema dan eritema pada pasien. Manifestasi klinis pada faringitis oleh bakteri pada umumnya terdapat keluhan nyeri tenggorokan, demam hingga mencapai suhu 40oC, nyeri menelan, sakit kepala, nyeri abdomen yang disertai mual dan muntah. Demam pada pasien berlangsung 1-4 hari, pada kasus yang berat, pasien dapat mengalami demam hingga 2 minggu.11 Pada infeksi oleh GABHS tidak terdapat gejala batuk. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik akan ditemukan hiperemis pada tonsil, faring, uvula hiperemis atau disebut “Beefy Red”, disertai eksudat pada tonsil yang membengkak. Bisa juga ditemukan petechiae pada palatum, lidah yang merah disertai bitnik-bintik putih (Strawberry Tongue), halitosis, dan scarlatiniform rash. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening servikal anterior pada infeksi oleh GABHS.



13



14



DAFTAR PUSTAKA 1. Prasetya, Gita Zeny, et al. 2018. Pengaruh Suplementasi Seng Terhadap Kejadian Tonsilitis Pada Balita. Journal of Nutrition College. Volume 7. Nomor 4. Halaman 186-194. 2. 3. Nandi S, Kumar R, et al. Group A Streptococcal Sore Throat in a Periurban Population of Northern India: a One Year Prospective Study. Bulletin of the World Health Organization. 2001;79. 4. Goswaml KK, Ahmed SA. A Chronic Pharyngitis: A Rare Case Report. Sch J Med Case Rep. 2014; 2(5):345. 5. Adam GL. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. In: Boies fundamentals of otolaryngology. A text book of ear, nose and throat diseases 6th Ed. WB Saunders Co 2009: p,332-69. 6. Bailey BJ, Johnson JT, American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition, Volume one, United States of America, 2006. p601-13. 7. Acerra JR. Ed: Dyne PL. Pharyngitis. Medscape. Updated on november 2021. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/764304-overview. november 22th 2021. 8. Chamberlain NR. Infections of the Upper Respiratory Tract. Updated on nomber 21 st 2014.



Available



at:



http://www.atsu.edu/faculty/chamberlain/Website/lectures/lecture/uriphyn.htm. Accesed on november 21th 2021. 9. Aung K. Ed: Bronze MS. Viral Pharyngitis Clinical Presentation. Medscape. Updated on november 21th 2021. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/225362clinical. Accessed on november 21th 2021. 10. Parija SC. Ed: Cunha BA. Parainfluenza Virus Clinical Presentation. Medscape. Updated



on



June



4th



2014.



Available



at:



http://emedicine.medscape.com/article/224708-clinical. Accessed on november 21th 2021. 11.  Bisno AL, Gerber MA, Gwaltney JM Jr, Kaplan EL, Schwartz RH, for the Infectious Diseases Society of America. Practice guidelines for the diagnosis and management of group A streptococcal pharyngitis. Clin Infect Dis. 2002;35:(2):113–125.



15



12. Berhman, Richard E. Sistem Pernapasan: Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas. Nelson Ilmu Penyakit Anak Bagian 2. ECG. Jakarta. 13. McIsaac WJ, Goel V, To T, Low DE. The validity of a sore throat score in family practice. CMAJ. 2000;163(7):811–815. 14. Crawford G, Brancato F, Holmes K. Streptococcal Pharyngitis: Diagnosis by Gram Stain. Annals of Internal Medicine. 1979;90:293-7. 15. Bush LM, Perez MT. Diphteria. The Merck Manual. Updated on november 22th 2021. Available at: http://www.merckmanuals.com/professional/infectious_diseases/grampositive_bacilli/diphtheria.html. Accessed on november 22th 2021. 16. Zakikhany K, Efstratiou A. Diphtheria in Europe: current problems and new challenges. Future Microbiol. 2012 May;7(5):595-607. 17. Elias



B.



Chahine,



PharmD,



management



of



syreptococcal



Pharyngitis.https://www.uspharmacist.com/article/management-of-streptococcalpharyngitis. Accessed on november 22th 2021.