SK Tentang Standar Perilaku Yang Nedukung Budaya Keselamatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERINTAH KOTA PALEMBANG



DINAS KESEHATAN PUSKESMAS SEKIP



Jl. Amphibi No.812 Rt. 09 Rw. 03 Kelurahan Dua-Puluh Ilir Dua Kecamatan Kemuning Palembang Kode Pos 30127 Telp.(0711)320382/Hp.0811-7105145 E-Mail :[email protected] KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS SEKIP NOMOR :440/ /SK/PKM-S/ /2022 TENTANG STANDAR PERILAKU YANG MENDUKUNG BUDAYA KESELAMATAN, PERILAKU YANG TIDAK BOLEH DI PUSKESMAS SEKIP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSKESMAS SEKIP Menimbang



:



a. b.



Mengingat:



1. 2. 3. 4. 5. 6.



bahwa dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien diperlukan budaya keselamatan di Puskesmas Sekip bahwa untuk maksud tersebut pada butir a di atas perlu diberlakukan sistem pelaporan budaya keselamatan yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Puskesmas Sekip; Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Keuangan DaerahPeraturan Menteri kesehatan No.51 Tahun 2014 tentang Pekerjaan Kefarmasian Permenkeu nomor 09 / PMK.02 / 2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas pada Badan Layanan Umum Permendagri nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 129 / Menkes / SK / II / 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal RS



MENETAPKAN



:



KEBIJAKAN KEPALA PUSKESMA TENTANG STANDAR PERILAKU YANG MENDUKUNG BUDAYA KESELAMATAN, PERILAKU YANG TIDAK BOLEH DI PUSKESMAS SEKIP



KESATU



:



Memberlakukan Standar Perilaku yang Mendukung Budaya Keselamatan Perilaku Yang Tidak Boleh di Puskesmas Sekip seperti tersebut dalam lampiran Surat Keputusan ini;



KEDUA



:



KETIGA



:



Kepala Puskesmas Sekip mengatur sistem menjaga kerahasiaan, sederhana dan mudah diakses oleh pihak yang mempunyai kewenangan untuk melaporkan masalah yang terkait dengan budaya keselamatan dalam Puskesmas secara tepat waktu; Kepala Puskesmas wajib membuka akses keterbukaan informasi dan menjamin kerahasiaan pelapor untuk memberikan informasi



KEEMPAT



:



KELIMA



:



terkait budaya keselamatan; Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Surat Keputusan ini dibebankan pada Anggaran Biaya Puskesmas Sekip; Surat Keputusan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun terhitung mulai dari tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapannya, akan dilakukan perbaikan kembali sebagaimana mestinya;



Ditetapkan di : Palembang Pada tanggal : Kepala Puskesmas Sekip



R.A Emiria Umi Kalsum,M.Kes



Lampiran: Keputusan Kepala PuskesmasSekip



Nomor : Tentang :Panduan Budaya Keselamatan Di Puskesmas BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang. Dalam mewujudkan Puskesmas yang berdaya saing maka peningkatan mutu



dan keselamatan pasien menjadi hal utama yang harus dilakukan rumah sakit secara berkesinambungan. Namun perlu diingat bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan juga harus berlandaskan pada etika dan moral serta bersikap lebih professional dan mematuhi peraturan perundang-undangan. Mutu dan keselamatan berkembang dalam suatu lingkungan yang mendukung kerjasama dan rasa hormat terhadap sesama tanpa melihat jabatan mereka dalam Puskesmas. Makna budaya keselamatan sebagai berikut ”Budaya keselamatan di Rumah Sakit adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena 1) staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat dengan melibatkan serta 2) memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan mendorong 3) staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam 4) asuhan berfokus pada pasien”. Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola prilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan. Selama ini masih banyak puskesmas yang memiliki budaya untuk menyalahkan suatu pihak yang akhirnya merugikan kemajuan budaya keselamatan. Sebagai upaya memecahkan masalah tersebut dan mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih aman diperlukan suatu perubahan budaya dalam pelayanan kesehatan dari budaya yang menyalahkan individu menjadi suatu budaya di mana insiden dipandang sebagai kesempatan untuk memperbaiki sistem (IOM, 2000). Sistem pelaporan yang mengutamakan pembelanjaran dari kesalahan dan perbaikkan sistem pelayanan merupakan dasar budaya keselamatan (Reason, 1997). Meningkatnya kesadaran pelayanan kesehatan mengenai pentingnya mewujudkan budaya keselamatan pasien menyebabkan meningkatnya pula kebutuhan untuk mengukur budaya keselamatan.



B.



Tujuan



a.Terciptanya keselamatan pasien dan staf di puskesmas, dengan pendekatan untuk mengurangi kerugian yang harus diintegrasikan dan diterapkan pada tingkat sistem b.Meningkatnya mutu dan keselamatan melalui visi yang inspiratif dan penguatan positif, bukan melalui kesalahan dan hukuman c.Meningkatnya keterlibatan pasien dan staf dalam keselamatan sebagai bagian dari solusi, tidak hanya sebagai korban atau pelaku kejahatan d.Terciptanya budaya pelaporan insiden keselamatan di puskesmas, dengan intervensi yang didasarkan pada bukti yang kuat



BAB II DEFINISI OPERASIONAL



a.



Budaya



Adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni (Wikipedia Bahasa Indonesia) b.



Kesadaran Budaya (Culturel Awareness)



Adalah kemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang masuk. Dapat menilai apakah hal tersebut normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin tidak lazim atau tidak dapat diterima di budaya lain. Perlu memahami budaya yang berbeda dari dirinya dan menyadari kepercayaannya dan adat istiadatnya serta mampu untuk menghormatinya c.



Kompetensi Budaya



• Adalah tingkat tertinggi dari kesadaran budaya. Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat menentukan dan mengambil suatu keputusan dan kecerdasan budaya. Kompetensi budaya merupakan pemahaman terhadap kelenturan budaya (culture adhesive). Penting karena dengan kecerdasan budaya seseorang memfokuskan pemahaman pada perencanaan dan pengambilan keputusan pada suatu situasi tertentu. • Adalah suatu perangkat kesamaan perilaku, sikap dan bersama secara harmonis dalam suatu system, badan atau para profesi untuk bekerja secara efektif dalam situasi yang lintas budaya / cross-cultural. Suatu proses pertumbuhan yang berkembang melampaui suatu kerangka waktu yang lama. d.



Budaya Keselamatan



• Adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat dengan melibatkan serta memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus pada pasien. • Merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan. • Prilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan adalah:



(1)



Perilaku yang tidak layak (inappropriate) seperti kata-kata atau bahasa



tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan memaki (2)



Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak



yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain (3)



Perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama dan



suku termasuk gender (4)



Pelecehan seksual



• Hal-hal penting menuju budaya keselamatan adalah: (1)



Pegawai puskesmas mengetahui bahwa kegiatan operasional puskesmas



berisiko tinggi dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman (2)



Regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut mendapat



hukuman bila membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan (KTD) dan kejadian nyaris cedera (KNC) (3)



Kepala Puskesmas mendorong tim keselamatan pasien melaporkan



insiden keselamatan pasien ke tingkat nasional sesuai dengan peraturan perundang- undangan (4)



Mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari



penyelesaian masalah keselamatan pasien • Komponen budaya keselamatan ada empat (4) yaitu: (1)



Budaya pelaporan



Organisasi yang aman tergantung pada kesediaan karyawan untuk melaporkan kejadian cedera dan nearmiss (learning culture) (2)



Budaya adil



Kerelaan karyawan dalam melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa manajemen akan memberikan support dan penghargaan terhadap pelaporan insiden dan tindakan disiplin diambil berdasarkan akibat dari resiko (risk taking) (3)



Budaya fleksibel



Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena atasan bersikap tenang ketika



informasi



disampaikan



sebagai



bentuk



penghargaan



terhadap



pengetahuan petugas (4)



Budaya pembelajaran



Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa organisasi akan melakukan analisa informasi insiden untuk kemudian dilakukan perbaikan system • Tahap-tahap membangun budaya keselamatan ada tiga (3) yaitu:



(1)



Tahap 1:



Assesmen awal dengan assesmen sarana-prasarana, sumber daya, dan lingkungan keselamatan pasien puskesmas, serta survey budaya keselamatan dan pengukuran data. Berdasarkan pengukuran, apakah puskesmas siap? Jika belum, menuju pengembangan iklim keselamatan dan kembali ke survey budaya awal. Jika assesmen awal sudah dilakukan, langsung ke tahap 2. (2)



Tahap 2:



Perencanaan, pelatihan, dan implementasi. Pelatihan diselenggarakan untuk mendukung pelaksanaan intervensi. Intervensi termasuk uji coba dan kemudian dilanjutkan ke tahap ke-3 (3)



Tahap 3:



Mempertahankan atau memelihara. Tahap ini termasuk mengintegrasikan, monitoring



perencanaan



(dengan



survey



ulang)



dan



pengembangan



berkelanjutan. Pengembangan berkelanjutan termasuk pelatihan kembali untuk mewujudkan perubahan menuju budaya keselamatan yang lebih baik. e.



Just Culture



• Adalah model terkini mengenai pembentukan suatu budaya yang terbuka, adil dan pantas, menciptakan suatu budaya belajar, merancang sistem-sistem yang aman dan mengelola perilaku yang terpilih (human error, at risk behavior dan reckless behavior). Model ini melihat peristiwa-peristiwa bukan sebagai hal-hal yang perlu diperbaiki, tetapi sebagai peluang-peluang untuk memperbaiki pemahaman baik terhadap risiko dari sistem maupun risiko perilaku. • Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menujukan masalah yang terkait dengan sistem yang mengarah pada perilaku yang tidak aman. Pada saat yang sama Puskesmas harus memelihara pertanggungjawaban dengan tidak mentoleransi perilaku sembrono. Pertanggungjawaban membedakan kesalahan unsur manusia (seperti kekeliruan), perilaku yang berisiko (contohnya



mengambil



jalan



pintas)



dan



perilaku



sembrono



(seperti



mengabaikan langkah-langkah keselamatan yang sudah ditetapkan f. Kode Etik Perilaku •



Merupakan seperangkat peraturan yang dijadikan pedoman perilaku di puskesmas. Kode etik perilaku bertujuan membantu menciptakan lingkunan kerja yang aman, sehat, nyaman dan dimana setiap orang dihargai dan dihormati martabatnya setara sebagai anggota tim asuhan pasien







Perilaku yang pantas adalah perilaku yang mendukung kepentingan pasien, membantu asuhan pelaksanaan asuhan pasien dan ikut serta berperan mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan puskesmas. Setiap tenaga



kesehatan yang bekerja di puskesmas harus mengikuti kode etik perilaku yg tercantum dalam peraturan internal puskesmas / corporate bylaws. Tenaga kesehatan tidak dapat dikenakan sanksi jika berperilaku, sebagaimana contoh-contoh di bawah ini : (1)



Penyampaian pendapat pribadi atau profesional pada saat diskusi,



seminar, atau pada situasi lain : - Penyampaian pendapat utk kepentingan pasien kepada pihak lain (dokter, perawat,) dengan cara yang sopan dan pantas - Pandangan Profesional - Penyampaian pendapat pada saat diskusi kasus (2)



Penyampaian ketidaksetujuan atau ketidakpuasan atas kebijakan melalui



tata cara yang berlaku di puskesmas (3)



Menyampaikan kritik konstruktif atau kesalahan pihak dengan cara yg



tepat, tidak bertujuan utk menjatuhkan atau menyalahkan pihak tersebut •



Perilaku yang tidak pantas adalah perilaku yang tidak mendukung kepentingan pasien, tidak membantu asuhan pelaksanaan asuhan pasien dan tidak ikut serta berperan mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan perumahsakitan. Tenaga kesehatan dapat dikenakan sanksi jika berperilaku tidak pantas, sebagaimana contoh- contoh dibawah ini :



(1)



Merendahkan atau mengeluarkan perkataan tidak pantas kepada pasien



dan atau keluarganya (2)



Dengan sengaja menyampaikan rahasia, aib, atau keburukan orang lain



(3)



Menggunakan bahasa yg mengancam, menyerang, merendahkan, atau



menghina g.



Budaya Keselamatan Pasien







Adalah produk dari individu dan kelompok yang merupakan nilai dari sikap, persepsi, kompetensi dan perilaku yang menimbulkan komitmen dan pola dari suatu manajemen kesehatan mengenai keselamatan pasien. Organisasi dengan budaya keselamatan pasien yang positif mempunyai karakteristik komunikasi saling terbuka dan percaya, serta persepsi yang sama mengenai



pentingnya



keselamatan



pasien



dan



kenyamanan



dalam



pengukuran guna pencegahan. • Fitur budaya keselamatan pasien yang positif adalah sebagai berikut: - Semua karyawan mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah keselamatan - Karyawan mencari kesempatan untuk membantu orang lain dan melakukan intervensi bila diperlukan - Penguatan perilaku yang lebih aman oleh semua orang - Karyawan menerima akuntabilitas untuk keselamatan pasien



- Keterbukaan karyawan terhadap pembinaan dan umpan balik - Keinginan untuk menyediakan sumber daya untuk meningkatkan keselamatan pasien - Kesediaan untuk berbagi, berkomunikasi dan belajar - Karyawan didorong untuk mengangkat isu dan saran •



Karakter budaya keselamatan pasien yang kurang diinginkan adalah sebagai berikut:



- Kekhawatiran tentang keselamatan secara konsisten tidak ditangani - Tidak ada pembelajaran yang dicapai dari kejadian tidak diharapkan - Karyawan enggan melaporkan insiden keselamatan pasien - Tidak ada yang akuntabel tentang tanggung jawab keselamatan mereka - Representasi



manajemen keselamatan berada



pengambilan keputusan utama.



BAB III PENUTUP



diluar proses



Panduan budaya keselamatan ini dibuat untuk menjadi acuan Puskesmas Sekip dalam melakukan pengkajian diri terhadap budaya keselamatan.. Semoga dengan adanya panduan ini dapat meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di Puskesmas Sekip



Kepala Puskesmas Sekip



Dr.Emiria Umi Kalsum,M.Kes