20 0 535 KB
PENERAPAN TERAPI MUSIK LULLABY “TWINKLE” DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. N DENGAN HIRSCHPUNG DI RUANG ANAK DASAR RSUP DR KARYADI SEMARANG
Oleh: Diah Ayu Permatasari G3A019117
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2019/2020
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hirschprung atau megakolon congenital merupakan penyakit yang menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, tepatnya pada usus besar. Hirschprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltic dan evakuasi usus secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal. Umumnya terjadi pada kebanyakan neonatus.Dalam keadaan ini tatalaksana yang akan dilakukan adalah pembedahan berupa mereseksi bagian abnormal usus yang tidak bekerja, hal ini akan mengakibatkan menurunannya kualitas tidur bayi, dikarenakan kurang nyamannya atas faktor-faktor yang diderita si bayi tersebut. Tidur
berkualitas
memiliki
peran
krusial
pada
kondisi
perkembangan kesehatan anak dan peningkatan system kekebalan tubuh bayi. Tercukupinya kebutuhan tidur bayi akan menunjang kecerdaan emosional bayi yang berpengaruh pada kepribadiannya (Widyastuti, 2012). Tidur memiliki
banyak
mengistirahatkan
manfaat tubuh,
antara
meningkatkan
lain
memberikan
metabolism,
kesempatan
mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan otak bayi karena 75% hormon pertumbuhan dikeluarkan saat bayi tidur (Faelaema, 2009). Beberapa langkah untuk meningkatkan kualitas tidur bayi antara lain dengan memperdengarkan music untuk pengiring tidur bayi, karena music meupakan media yang sangat baik mengantarkan bayi tidur. Terapi Musik klasik atau lembut memberikan stimulasi pada jaringan otak serta memberikan efek menenangkan pada bayi. Membuat bayi rileks akan membantu meningkatkan kwalitas tidur bayi. Bayi yang rileks dalam tidur akan tertidur dengan nyenyak dan tidak mudah terkejut ketika
bangun (Mardiyah, 2012). Terapi musik selain digunakan untuk efektifitas lagu pengantar tidur, juga dapat digunakan dalam terapi music neonatal intensif care unit dalam menstabilkan tanda tanda vital bayi, sekaligus mengurangi kecemasan orang tua pada bayi yang dirawat. Lagu yang akan digunakan adalah lagu Lullaby, song of kin twinkle (Loewy, 2015).
B. Tujuan umum dan khusus 1. Tujuan Umum Untuk mendapat gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada bayi dengan Hirschpung 2. Tujuan Khusus a. Mengerti dan memahami konsep dasar hirschpung b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan hirchpung c. Menentukan diagnose keperawatan dan merumuskan diagnose prioritas pada pasien hirschpung d. Menyusun rencana keperawatan pada pasien hirschpung e. Mengimplementasikan hirschpung
tindakan
dengan
tepat
pada
pasien
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar 1. Pengertian Hirschsprung’s disease atau penyakit megacolon kongenital merupakan suatu kondisi tidak adanya segmen ganglion intrinsik parasimpatis pada submukosa dan myenteric plexuses yang secara anatomi terletak pada bagian anus dan membentang secara proksimal. Kondisi ini menyebabkan obstruksi akibat penurunan fungsi relaksasi kolon (Kessmann, 2006). Pada tahun 1691, seorang anatomist Belanda, Fredericus Ruysche, melakukan otopsi pada anak perempuan berusia 5 tahun dimana ditemukan megacolon dengan riwayat nyeri abdomen dan konstipasi (Georgeson, 2010). Hal ini sebagai awal dikenalnya penyakit megacolon namun
patogenesis
penyakit
belum
dapat
dijelaskan.
Harald
Hirschsprung, seorang dokter anak berasal dari Denmark, merupakan orang pertama yang dapat menjelaskan penyakit ini secara definitif melalui presentasi ilmiah dalam konfrensi asosiasi pediatri di Berlin, Jerman pada tahun 1886
Dia memaparkan dua kasus bayi yang
meninggal akibat komplikasi obstruksi usus. Usus besar tampak dilatasi dan hipertropi namun rektum tampak normal. Tidak ditemukannya sel ganglion
intramural
pada
myenteric
dan
Meissner’s
plexuses
(Auerbach’s dan Meissner’s plexuses) turun ke arah bawah dari bagian colon yang mengalami dilatasi menjadi hal yang paling dikaitkan sebagai penyebab penyakit megacolon kongenital. Insiden penyakit ini sebesar 1: 5000 kelahiran hidup. Secara epidemiologi, Hirschsprung’s disease ditemukan empat kali lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Terdapat studi yang menyatakan bahwa risiko lebih tinggi (12.4%-33%) terjadi pada penderita yang memiliki saudara kandung dengan total colonic
involvement. Sekitar 25% obstruksi intestinal pada newborn disebabkan oleh Hirschsprung’s disease (Georgeson, 2010).
2. Klasifikasi Berdasarkan
pada
segmen
kolon
yang
aganglionik,
penyakit
Hirschsprung dibagi menjadi Hirschsprung segmen panjang bila segmen aganglionik tidak melebihi batas atas sigmoid dan Hirschsprung segmen pendek bila segmen aganglionik melebihi sigmoid (Browne, et al., 2008). Sedangkan Amiel dan Lyonnet (2001) menuliskan penyakit Hirschprung ada empat jenis yaitu (1) Total colonic aganglionosis (TCA), (2) Hirschprung intestinal total jika semua usus terlibat, (3) Hirschprung segmen sangat pendek meliputi bagian distal rektum dibawah rongga pelvis dan anus serta (4) suspended Hirschprung, sebuah kondisi kontroversial dimana bagian kolon aganglionik berada diatas segmen distal yang normal.
3. Patofisiologi Secara normal, neural crest-derived neuroblast terlihat pada perkembangan esofagus pada masa gestasi minggu ke-5. Sel ini akan mengalami migrasi ke arah craniocaudal kemudian memasuki fase perkembangan usus pada usia gestasi minggu ke-5 sampai ke-12. Abnormalitas seluler dan molekuler dalam perkembangan enteric nervous system, yaitu tidak sempurnanya migrasi neural crest cells adalah penyebab utama Hirschsprung’s disease. Fenotif Hirschsprung disebabkan
oleh
besarnya
kemungkinan
abnormalitas
selama
perkembangan enteric nervous system dan menahan migrasi neural crest-derived cells. Semakin dini migrasi nueral crest tertahan, maka akan semakin panjang segmen usus yang tidak memiliki sel ganglion (aganglionosis). Faktor lain yang juga dicurigai sebagai penyebab berkembangnya Hirschsprung’s disease antara lain berubahnya matriks ekstraselular, abnormalitas faktor neutrophic, dan neural cell adhesion molecules.
Beberapa penelitian terbaru yang dilakukan para ahli mendukung bahwa faktor genetik besar kaitannya sebagai etiologi Hirschsprung’s disease, yaitu kurang lebih 12% dari keseluruhan kasus. Walaupun banyak
perkembangan
yang
menunjukkan
kemungkinan
peran
mekanisme malfungsi gen dalam patofisiologi Hirschsprung’s disease, etiologi kompleks penyakit ini tetap berkaitan dengan dua hal utama, genetik dan microenvironmental, dalam mempengaruhi perkembangan klinis fenotif . Selain itu, beberapa kondisi lain yang dicurigai berkaitan dengan penyakit ini antara lain hydrocephalus, diverticulum kandung kemih, Meckel’s diverticulum, imperforated anal, ventricular septal defect, agenesis ginjal, cryptorchidism, Waardenburg’s syndrome, neuroblastoma, dan Ondine’s curse. Terdapat empat jenis kasus Hirschsprung’s disease yang dilaporkan para ahli, yaitu (1) total colon aganglionosis (TCA, 3-8% kasus), (2) total intestinal Hirschsprung’s disease dimana seluruh usus besar terlibat, (3) ultra short segment Hirschsprung’s disease dimana melibatkan rectum bagian distal, dan (4) tidak termasuk Hirschsprung’s disease yang merupakan kondisi yang kontroversial dimana bagian colon yang aganglionosis berada di atas segmen distal yang normal (Georgeson, 2010).
4. Manifestasi Klinis Sekitar 92% bayi dengan Hirschsprung’s disease lahir dari ibu dengan riwayat antenatal yang normal dan memiliki nilai APGAR yang baik. Namun, evaluasi klinis selama 24 jam pertama kehidupan masih merupakan bagian yang penting untuk mengidentifikasi kelainan kongenital pada neonatus (hampir 90% manifestasi klinis nampak pada periode setelah lahir). Keterlambatan pengeluaran meconium (>24 jam) atau sedikitnya jumlah meconeum yang keluar menjadi salah satu gejala klinis utama untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait dengan Hirschsprung’s disease (>80% dari keseluruhan kasus). Gejala lainnya yang menguatkan diagnosis antara lain obstruksi usus fungsional dan
mulai usia 2 hari. Pada usia yang lebih tua (10%- 50% kasus), dapat juga ditemukan distensi abdomen (hampir 100% kasus), konstipasi, diare, dan keterlambatan pertumbuhan (Moore, 2010). Gejala lain yang perlu diperhatikan yaitu Hirschsprung’s-associated enterocolitis (HAEC). Kasus ini terjadi kurang lebih 16%, muncul pada 2-4 minggu pertama setelah lahir dengan gejala diare berdarah, distensi abdomen, dan muntah. HAEC penting untuk diperhatikan karena meningkatkan mortalitas penderita Hirschsprung’s disease hingga 53% (Pirie, 2010; Yan, et al., 2014). Pemeriksaan
anorectal
manometry
(ARM)
merupakan
tes
diagnostik noninvasif yang digunakan untuk mendeteksi refleks pada m rectoanal (rectosphincteric reflex). Hirschsprung’s disease dikatakan positif apabila ditemukan adanya hambatan pada refleks rectoanal. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa ARM berguna untuk mengeksklusi Hirschsprung’s disease (negative predictive value 100%) (Jarvi, et al., 2009). ARM termasuk dalam tes diagnostik yang mudah dilakukan namun memerlukan penderita yang kooperatif sehingga pemeriksaan ini lebih akurat dilakukan pada anak-anak usia diatas satu tahun. Hal ini menyebabkan ARM lebih sering digunakan sebagai preliminary screening kasus Hirschsprung’s disease (Ishfaq, et al., 2014).
5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Hirschprung Diagnosis penyakit Hirschprung dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan antara lain pemeriksaan fisik, radiologi, dan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, pada pemeriksaan rektum ditemukan adanya kelemahan sfingter internal dan tidak adanya feses, diikuti oleh pelepasan gas dan feses yang eksplosif dan tiba-tiba tetapi peningkatan ukuran rektum hanya berlangsung sementara. Sedangkan pada pemeriksaan radiologi dengan barium enema diperoleh hasil adanya zona transisi diantara zona
dilatasi normal dan segmen aganglionik distal. Sementara pada pemeriksaan laboratorium dengan cara biopsi rektal didapatkan tidak adanya sel ganglion. Selain pemeriksaan fisik, radiologis dan laboratorium jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan patologi klinik dengan biopsi usus pada saat operasi untuk menentukan lokasi usus dimana sel ganglion dimulai.
6. Penatalaksanaan Tanpa penegakan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat, maka kondisi penderita Hirschsprung’s disease akan berkembang kearah komplikasi yang serius seperti enterokolitis akut atau toxic megacolon . Setelah Hirschsprung’s disease terdiagnosa, pembedahan merupakan
terapi
definitif
utama
(Kessmann,
2006).
Tujuan
dilakukannya pembedahan adalah mereseksi bagian abnormal usus (aganglionic) dan menganastomis bagian usus yang normal dengan rectum
tanpa
mempengaruhi
kontinensia.
Sebelum
dilakukan
pembedahan, penderita harus mendapatkan beberapa tindakan, antara lain
pemberian
cairan
dan
elektrolit,
antibiotik
serta
irigasi
menggunakan salin hangat melalui rektal secara berkala untuk mengurangi tekanan intraabdomen (dekompresi usus) dan mencegah enterokolitis . Berbagai teknik pembedahan sudah dilakukan untuk mengatasi Hirschsprung’s disease. Prosedur Swenson adalah teknik pembedahan pertama yang diperkenalkan Swenson dan Bill (1948), yaitu dengan merese ksi bagian usus aganglionic dan anastomosis. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain trauma pada saraf pelvis dan pembuluh darah akibat diseksi perirektal. Kemudian Rehbein memperkenalkan teknik dengan prinsip mereseksi aganglonic colon sampai di atas rektum (± 2 cm dari peritoneal reflection) diikuti tindakan dilatasi adekuat pada sisa rektum dan anal kanal. Namun, pada studi menunjukkan bahwa konstipasi paska-operasi lebih banyak terjadi dan dianggap kurang radikal digunakan sebagai terapi definitif.
Pada tahun 1960, Duhamel memperkenalkan teknik pembedahan yang berbeda, yaitu dengan prinsip bypass partially rectum dan end to end anastomosis menggunakan anal approach. Dibandingkan dengan teknik sebelumnya, teknik ini relatif tidak menimbulkan komplikasi pada persarafan sekitar anus. Soave pada tahun 1964 menyempurnakan prosedur Duhamel dengan menggunakan transabdominal approach. Prinsip prosedur Soave adalah mencegah diseksi luar pada rektum dan mempertahankan normal muscular cuff untuk menjaga inervasi di sekitar anal sphincter (Wang, et al., 2009). Total transanal endorectal pull-through (TTEP) diperkenalkan pertama kali oleh De La Torre dan Ortega pada tahun 1998 dengan prinsip prosedur complete dissection dan mobisasi aganglionic colon secara keseluruhan serta anastomosis kolon normal ke anus melalui muscular tube. Teknik ini paling banyak digunakan oleh para ahli bedah karena komplikasi konstipasi dan inkontinensia yang minimal. Minimally invasive surgery (MIS) saat ini menjadi teknik pembedahan pilihan pada banyak kasus thoraks, abdomen, dan cervical. Georgeson adalah ahli bedah pertama yang melakukan pendekatan ini pertama kali sebagai terapi pada neonatus penderita Hirschsprung’s disease, dimana dilakukan reseksi pada coloanal dan dikeluarkan menggunakan laparoskopi tanpa melakukan colostomy secara cepat dan hati-hati sehingga meminimalisasi komplikasi metode laparotomi.
BAB III RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
A. BIODATA BAYI Identitas bayi Nama
: By. N
Tanggal lahir/usia
: 01 September 2019 / 4 bulan
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Tanggal Masuk
: 02 Desember 2019
No. Register
: C789808
Diagnosa medis
: Hirschpung
Penanggung jawab Nama
: Ny. A
Umur
: 27 th
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Ibu rumah Tangga
Hubungan
: Ibu kandung bayi
B. RIWAYAT KESEHATAN 1. Keluhan Utama: Tanggal pengkajian 13 Januari 2020, Pasien mengeluh rewel sudah 3 hari ini, tidur sering terbangun terutama malam hari (5x), pasien hanya tidur selama 14 jam (normal tidur bayi 16.5 jam), pasca operasi penutupan stoma dan rekontruksi usus, pasien terikat bandage dipaha serta terpasang rectal tube.
Pengkajian nyeri : P : Saat terlalu lama posisi miring
S : Score Nips 4 (Nyeri sedang)
Q : Tidak dapat terkaji
T : Hilang timbul
R : Abdominal left iliac region
Skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale) Ekspresi wajah
Meringis
1
Tangisan
Menangis keras
2
Pola nafas
Pernafasan biasa
0
Tungkai
Relaks
0
Tingkat kesadaran
Gelisah
1
Total skala NIPS 4 (nyeri sedang)
2. Riwayat Penyakit Sekarang Pada tanggal 01 September 2019 pukul 05.00 lahir bayi perempuan dari Ny. A dengan P1A0 usia 27 tahun, kehamilan 39 minggu, melakukan ANC di Pukesmas 6x dan di Spog 3x. Riwayat sakit saat hamil hanya batuk ringan, bayi lahir spontan, tidak ada komplikasi.
Terapi yang diberikan : Nama obat
Dosis
Fungsi
Paracetamol
120mg / 8 jam
Meredakan nyeri dan menurunkan panas
Cefixime
100mg/ 12 jam Antibiotic, mengobati berbagai macam infeksi bakteri
3. Hasil Pengkajian Fokus Tanda – tanda vital RR : 30x/’ ; N 110x/’ ; T : 37˚C
Antropometry : BB : 5800 gram ; TB : 52cm ; LK :14cm ; LP : 40cm
C. ANALISA DATA DS dan DO
Masalah
DS:
Agen pencedera
Ny. A mengatakan An. N selalu
fisik (pasca operasi
rewel
penutupan stoma
Etiologi Nyeri akut
dan rekontruksi DO :
usus)
P : terlalu lama saat posisi miring Q : tidak dapat terkaji R : Abdominal left iliac region S : Score NIPS 4 (sedang) T : Hilang timbul Terdapat perlukaan di daerah abdomen left iliac region (post op penutupan stoma hari ke 3) DS : Ny. A mengatakan An. N tidak nyenyak tidur, sering terbangun terutama malam hari (5x), dan hanya tidur selama 14 jam (normalnya adalah 16.5 jam)
DO : An. N terpasang bandage pada bagian kedua paha, dan terpasang rectal tube. An. N hanya diperbolehkan mobilisasi miring kanan dan kiri
restrain fisik
Gangguan pola tidur
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (pasca operasi penutupan stoma dan rekontruksi usus) 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restrain fisik
E. RENCANA KEPERAWATAN Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan
Kriteria Hasil
Intervensi Keperawatan
Nyeri akut
Setelah
berhubungan
asuhan
dengan agen
selama 1 x 24 jam
(lokasi, durasi,intensitas)
pencedera fisik
diharapkan
perhatikan tanda non verbal
(pasca operasi
nyeri
penutupan
dengan kriteria hasil
stoma dan
- Pasien tidak rewel
Terapeutik
rekontruksi
- Pasien tidak
2. Beri posisi yang nyaman
usus)
dilakukan Observasi keperawatan 1. Monitor karakteristik nyeri
:
rasa
berkurang
nyeri
pada daerah nyeri
menunjukan rasa kesakitan
3. Ciptakan lingkungan yang
.
nyaman (seperti meredupkan lampu, menciptakan ketenangan ruangan) Edukasi 4. Gunakan teknik distraksi seperti membawakan mainan yang disukai, melihatkan video (sesuai dengan usia). Kolaborasi 6.
Kolaborasi
analgesik
pemberian
Gangguan pola
Setelah
dilakukan Dukungan Tidur
tidur
asuhan
berhubungan
selama 1 x 24 jam 1. Identifikasi
dengan
diharapkan
restraint fisik
tidur
keperawatan Observasi
:
pola
faktor
gangguan tidur
membaik Terapeutik
dengan kriteria hasil - Pasien tidak rewel - Keluhan sering terbangun menurun
2. Lakukan
prosedur
peningkatan kenyamanan Edukasi 3. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit 4. Ajarkan
cara
nonfarmakologi (memberikan
terapi
musik)
F. IMPLEMENTASI Tanggal/jam implementasi keperawatan : 13 Januari 2020 / 09.00 Pukul 09.00
Tindakan -
Respon pasien
Monitor karakteristik nyeri (lokasi, P : terlalu lama saat durasi,intensitas) perhatikan tanda posisi miring non verbal nyeri
Q : tidak dapat terkaji R : Abdominal left iliac region S
:
Score
NIPS
4
(sedang) T : Hilang timbul
-
menciptakan lingkungan yang
Menciptakan
nyaman
lingkungan yang tenang aman dan nyaman
-
Memberikan posisi yang nyaman Mobilisasi
menggunakan
ke
kanan dan kiri tiap 2jam
pada daerah nyeri
-
miring
teknik
distraksi An. N suka melihat
melihatkan video (sesuai dengan video cilukba dan kalau
-
usia).
kau suka hati
Kolaborasi pemberian analgesik
Diberikan PCT 120 mg/ 8 jam
10.00
-
Mengidentifikasi faktor gangguan An. N terpasang restrain tidur
pada
kedua
dibagian
kaki
paha,
serta
terpasang rectal tube
-
Melakukan prosedur peningkatan Mobilisasi kenyamanan
-
Menjelaskan
miring
ke
kanan dan kiri tiap 2jam
pentingnya
tidur Ny. A tampak paham
cukup selama sakit
-
Mengajarkan cara nonfarmakologi An.
N
(memberikan terapi music lullaby nyanyian twinkle)
diberikan lullaby
twinkle saat ingin tidur
G. EVALUASI Tanggal/jam evaluasi : 13 JANUARI 2020 / 10.00 Evaluasi manajemen nyeri S
: Ny. A mengatakan setiap An. N rewel saat bangun diberikan video, An. N terlihat senang
O
: An. N tampak terlihat senang dan tenang Skala nyeri NIPS 2 (nyeri ringan)
A
: Masalah belum teratasi
P
: Pertahankan Intervensi
Tanggal/jam evaluasi : 13 JANUARI 2020 / 14.30 Evaluasi Dukungan Tidur S
: Ny. A mengatakan An. N tenang saat tidur apabila didengarkan nyanyian Lullaby twinkle
O
: An. N tampak terlihat sedikit nyaman
A
: Masalah teratasi sebagian
P
: Pertahankan intervensi Intervensi
Tanggal/jam evaluasi : 14 JANUARI 2020 / 10.00 Evaluasi Dukungan Tidur S
: Ny. A mengatakan An. N tampak tenang, dan hanya terbangun 2x
O
: An. N tampak terlihat tenang dan nyaman karena rectal tube sudah di ambil tgl 13 Januari 2020 pukul 15.00
A
: Masalah teratasi
P
: Lanjutkan Intervensi
BAB III APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
A. Data Fokus DS dan DO DS :
Masalah
Etiologi
restrain fisik
Gangguan
Ny. A mengatakan An. N tidak
pola tidur
nyenyak tidur, sering terbangun terutama malam hari (5x), dan hanya tidur selama 14 jam (normalnya adalah 16.5 jam) DO : An. N terpasang bandage pada bagian kedua paha, dan terpasang rectal tube. An. N hanya diperbolehkan mobilisasi miring kanan dan kiri
B. Diagnosa Keperawatan Gangguan pola tidur berhubungan dengan restrain fisik (terpasang bandage pada kedua paha dan terpasang rectal tube)
C. Analisis Data Restrain fisik Terpasang bandage pada kedua paha Dan terpasang rectal tube Ketidaknyamanan fisik Susah untuk tertidur Terapi music lullaby twinkle Dengan pemberian terapi music selama 3x dalam sehari Pasien tenang dan tampak relaks saat tidur
D. MEKANISME PENERAPAN EBN 1. Kriteria klien An. N tampak rewel, sering terbangun saat tidur, terutama saat malam hari (5x), An. N hanya tidur selama 14 jam (normalnya adalah 16.5 jam) 2. Standar Prosedur Operasional a. Pengertian Hirschsprung’s disease atau penyakit megacolon kongenital merupakan suatu kondisi tidak adanya segmen ganglion intrinsik parasimpatis pada submukosa dan myenteric plexuses yang secara anatomi terletak pada bagian anus dan membentang secara proksimal. Kondisi ini menyebabkan obstruksi akibat penurunan fungsi relaksasi kolon b. Tujuan: Meningkatkan dukungan tidur. c. Persiapan pasien : Pastikan identitas pasien Kaji kondisi anak (adanya hambatan) Jelaskan maksud dan tujuan Libatkan orang tua d. Persiapan alat Lagu Lullaby twinkle e. Cara Kerja Memberikan salam, memperkenalkan diri Jelaskan prosedur , tujuan, dan lamanya tindakan Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya f. Prosedur terapi music Siapkan lagu lullaby twinkle Posisikan kenyamanan pasien Atur volume lagu tsb Berikan selama kurang lebih 30mnt
BAB V PEMBAHASAN APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING
A. Hasil yang dicapai Sebelum dilakukan penerapan EBN pada pasien, pasien tampak rewel sering terbangun saat tidur terutama saat malam hari (5x) dan hanya mendapat jam tidur selama 14 jam (normalnya adalah 16.5 jam). Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x dalam sehari, dan dengan
melakukan penerapan intervensi sesuai dengan jurnal EBN, pasien tampak rileks saat tidur, dan malam hanya terbangun 2x saja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Priyanti, 2015) pemberian music klasik efektif dalam memberikan ketenangan tidur pada bayi, serta pada penelitian (Lawrence, 2019), terapi music lullaby kebutuhan yang berkaitan dengan kenyamanan/relaksasi (76,83%), penurunan nyeri/ persepsi nyeri (37,80%) , dan penurunan stress serta kecemasan pada pasien ataupun keluarga (74,39%). Tidur kesempatan
memiliki
banyak
mengistirahatkan
manfaat tubuh,
antara
lain
meningkatkan
memberikan metabolism,
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan otak bayi karena 75% hormon pertumbuhan dikeluarkan saat bayi tidur. Beberapa langkah untuk meningkatkan kualitas tidur bayi antara lain dengan memperdengarkan music, karena music merupakan media yang sangat baik mengantarkan bayi tidur. Terapi Musik klasik atau lembut memberikan stimulasi pada jaringan otak serta memberikan efek menenangkan pada bayi. Membuat bayi rileks akan membantu meningkatkan kwalitas tidur bayi. Bayi yang rileks dalam tidur akan tertidur dengan nyenyak dan tidak mudah terkejut ketika bangun.
B. Kelebihan dan manfaat Manfaat dilakukannya penerapan EBN dalam asuhan keperawatan dapat mengevaluasi kembali keefektifan intervensi yang sudah pernah dilakukan di penelitian –penelitian sebelumnya, dan dapat dengan cepat
membantu proses keperawatan kepada klien sehingga tingkat kesembuhan klien semakin cepat.
C. Kekurangan atau hambatan Kekurangan dalam penerapan EBN di asuhan keperawatan kepada pasien, mahasiswa tidak sepenuhnya melakukan pemantauan 24jam dalam pemberian terapi music pada pasien, dikarenakan sift dinas berlangsung selama 7jam.
D. Kesimpulan Setalah dilakukan terapi musik sesuai dengan jurnal penelitian sebelumnya, mendapatkan hasil pasien tampak rileks,sedikit lebih nyaman saat tidur, dan tidak mudah terbangun saat malam hari.
DAFTAR PUSTAKA
Georgeson KE. (2009) Hisrchpung disease in : Ashcraft Pediatric Surgery 5th edition.Philadelphia. W.B. Saunder Company
Hockenberry,M., Winkelstein,M.L., Wong, D.L (2009). Esential of pediatric nursing. 8th edition Missouri: Mosby Elsevier.
Kessmann
JMD.
(2006).
Hirschpung
disease:
Diagnostik
and
management. American Familly Physician
Loewy, J. (2015) NICU music therapy : song of kin as critical lullaby in research and practice
Lawrence, Samantha. (2019). Te Use Of Lullabies in Hospice Music Therapy Puri, P. (2009). Hisrchpung’s Disease and variant in: pediatric surgery. London. Spinger Priyanti,Sari,. Irawati. (2015). Efektifitas pemberian music klasik untuk ketenangan bayi saat tidur