Fixed Drug Eruption [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESPONSI



FIXED DRUG ERUPTION



Oleh: Agil Noviar Alvirosa G99152034 Pembimbing: Prasetyadi Mawardi, dr., Sp.KK



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta 2016



1



STATUS RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN



Pembimbing



: Prasetyadi



Mawardi, dr., Sp.KK



Nama Mahasiswa



: Agil Noviar Alvirosa



NIM



: G99152034



FIXED DRUG ERUPTION I



PENDAHULUAN Obat adalah zat yang digunakan untuk menegakkan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan. Obat dapat menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan yang disebut reaksi simpang obat. Rekasi simpang obat dapat mengenai banyak organ seperti paru, ginjal, hati, sumsum tulang namun yang paling sering terjadi adalah reaksi kulit. Reaksi simpang obat dapat diduga maupun tidak diduga. Reaksi simpang obat yang dapat diduga dapat terjadi pada semua individu dan kadang berhubungan dengan dosis dan frekuensi yang merupakan efek farmakologik obat tersebut, sedangkan reaksi simpang obat tak terduga hanya pada orang yang rentan, tidak bergantung pada dosis dan efek farmakologis obat, termasuk di antaranya reaksi alergi obat. Reaksi alergi obat pada kulit disebut erpusi alergi obat. Erupsi obat dapat terjadi akibat pemakaian obat yang diberikan dokter dalam resep ataupun obat yang terjual bebas termasuk jamu-jamuan1 Erupsi obat berkisar antara erupsi ringan sampai berat yang mengancam jiwa. Di antara gambaran klinis erupsi obat antara lain erupsi obat morbiliformis, urtikaria, fixed drug eruption, eritroderma, purpura, vaskulitis, reaksi fotoalergik, dan pustulosis eksantematosa generalisata akut.1



2



Fix drug eruption (FDE) adalah reksi kulit yang merugikan akibat mengonsumsi obat yang ditandai dengan patch eritem atau plak, kadang berupa macula hiperpigmentasi dan kadang-kadang bula di atasnya yang dapat muncul kembali di tempat yang sama bila minum obat yang sama. FDE merupakan salah satu erupsi obat yang paling sering dijumpai. FDE adalah erupsi obat yang hanya dicetuskan oleh obat, tidak ada faktor etiologi lain yang mengelitisasi.1,2 FDE pertama kali dilaporkan pada tahun 1889 oleh Bourns, dengan ditemukannya lesi yang muncul secara berulang pada tempat yang sama setelah pemberian antipyrine.3 II



DEFINISI FDE adalah erupsi obat yang ditandai dengan munculnya lesi pada tempat yang sama pada kulit dan membran mukosa, ketika obat penyebab diminum berulang.3 Tempat predileksi FDE antara lain di sekitar mulut, bibir, dan daerah penis untuk laki-laki.1



III



EPIDEMIOLOGI Dua puluh dua persen manifestasi erupsi obat adalah jenis FDE. Sekitar 10% FDE terjadi pada anak dan dewasa, usia paling muda yang pernah dilaporkan adalah 8 bulan. Data Divisi Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI-RSCM menunjukkan selama 1999-2001 alergi obat yang terbanyak pada usia 14 tahun adalah FDE (46%), eksantema (5%), dan urtikaria (21%).4 Jumlah kasus bertambah dengan meningkatnya usia, hal ini mungkin disebabkan pajanan obat yang bertambah. Insiden FDE terbanyak adalah 21-30 tahun dan insiden laki-laki dibanding perempuan adalah sama. Predisposisi genetic FDE adalah pada individu dengan riwayat keluarga diabetes mellitus, atopic, atau alergi obat.5



IV



ETIOLOGI



3



Banyak obat yang dilaporkan menyebabkan FDE, antara lain sulfonamide, salisilat, oxipenbutazon, tetrasiklin, dapson, klordiazepoxid, barbitutat, fenolptalin, morfin, kodein, kuinin, griseovulvin, mebendazol, meprobamate, dan lainnya.5 Selain itu, terdapat pula laporan bahwa FDE bisa terjadi akibat pemberian metronidazol, paracetamol, dan fenitoin.5,6 Beberapa obat dilaporkan dapat menimbulkan FDE pada penis adalah cotrimoxazol, tetrasiklin, parasetamol, penolftalin.7 Sedangkan cefixim jarang dilaporkan dapat menimbulkan erupsi obat, yaitu hanya 2%. Namun Gupta el at melaporkan bahwa penggunaan cefixim harus hati-hati dapat menimbulkan erupsi obat, meskipun belum diketahui apakah dapat menyebabkan FDE secara pasti.8 V



PATOGENESIS Sampai saat ini patogenesis FDE belum jelas. Diduga FDE terjadi karena reaksi imunologi. Berdasarkan mekanisme imunologik yang terjadi pada reaksi obat dapat berupa IgE mediated drug eruption, imunocomplex dependent drug reaction, cytotoxic drug induce reaction dan cell mediated reaction. Salah satu hipotesis yang dapat diterima adalah keberadaan sel T memori pada kulit yang mengalami reaksi. Sel CD8+ secara fenotip menyerupai sel T memori efektor sehingga meninggikan lapisan basal epidermal pada FDE dan memproduksi banyak IFN gamma yang memiliki peran kunci dalam terjadinya FDE. Selain itu, mekanisme imunologi bukan satu-satunya penyebab FDE, akan tetapi terdapat faktor genetik yang turut mendasari terjadinya FDE yang menunjukkan kesamaan HLA B12 9,10 Sel T CD8+ yang berada pada lei FDE secara jelas memiliki kontribusi pada perkembangan jaringan yang rrusak. Lesi FDE yang tidak aktif setelah resolusi klinis memiliki karakteristik jumlah sel T CD8 + dengan fenotip memori efektor sepanjang tepi epidermal dari dermoepidermal junction. Sel T ini terdiri dari populasi fenotip homogen yang mengekspresikan TCR-αβ, CD3, CD8, CD45RA, dan CD11β tapi tidak mengekspresikan CD27 dan CD56. Fenotip dari sel T ini



4



menyerupai sel T memori efektor. Sel T ini juga ditemukan di epidermis yang utuh pada tingkat sangat rendah dan fenotip lebih heterogen secara alami. Akumulasi sel T dengan fenotip efektor-memori juga telah ditemukan di lokasi di mana patogen masuk secara berulang. seperti paru-paru. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel T ini mungkin memberikan kekebalan protektif. Sel T ini juga secara konsisten ditemukan pada tingkat signifikan lebih tinggi setelah infeksi pada jaringan. Dalam mendukung fungsi efektor mereka sebagai pelindung kekebalan tubuh, sel-sel T dengan efektor-memori fenotipe istimewa bermigrasi ke situs infeksi, seperti situs mukosa, dan bertahan selama jangka waktu yang lama setelah infeksi.10 Sebuah temuan yang konsisten dengan lesi FDE awalnya muncul di situs kulit yang sebelumnya trauma, seperti sebagai bekas luka bakar dan gigitan serangga. Dengan demikian, kekebalan tubuh fungsi sel T CD8+ intraepidermal yang ditemukan di lesi FDE dapat melindungi secara alami dan tidak selalu destruktif. Temuan ini memperkuat gagasan bahwa sel T CD8+ intraepidermal di lesi FDE sangat penting dalam inisiasi merusak kekebalan tubuh sekaligus melindungi epidermis dari infeksi berulang. Sebagian besar pasien dengan FDE tidak menunjukkan gejala HSV-seropositif tanpa riwayat lesi herpes klinis. Mengingat temuan bahwa anti-HSV IgG titer jauh lebih tinggi pada pasien FDE dibandingkan dengan riwayat rekurensi HSV, sel T CD8+ intraepidermal di lesi FDE ini dapat mewakili sel T efektor-memori yang awalnya direkrut dari sirkulasi ke situs infeksi berulang untuk menengahi kekebalan protektif. Sel T CD8+ intraepidermal tidak sitolitik konstitutif tapi sekali diaktifkan melalui kompleks CD3-TCR, menampilkan aktivitas sitolitik terhadap sel natural killer NK atau sel tumor NK-resisten dan keratinosit. Mereka menghasilkan sejumlah besar IFNγ tanpa proliferasi, ketika diaktifkan in vivo dan in vitro.10 Selama fase awal reaksi FDE, sel mast diperkirakan berkontribusi pada aktivasi sel T CD8+ intraepidermal melalui induksi molekul adhesi sel pada keratinosit. Selanjutnya, studi tentang model in-vitro menunjukkan bahwa sel-sel



5



mast, yang menumpuk di lokasi lesi FDE sebelumnya, bisa menyelesaikan tugas ini dengan memproduksi TNFα. Lesi FDE menunjukkan wheal-and-flare-like reaction kemudian diikuti oleh aktivasi intraepidermal sel T CD8+.10 VI



MANIFESTASI KLINIK Gejala yang dialami pasien sering kali berupa gejala lokal, yaitu dapat berupa gatal, nyeri, atau rasa terbakar, dan nyeri jika bergesek.



1



Gejala sistemik



jarang ditemui. Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening regional.1,2 FDE dapat terjadi dalam waktu 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti obat oral. Lesi umumnya juga bisa berupa eritema dan vesikel berbentuk bulat, lonjong dan biasanya nummular, dan meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang sulit hilang.1,11 Lesi berupa makula oval atau bulat, berwarna merah atau keunguan, berbatas tegas, seiring waktu lesi bisa menjadi bula, mengalami deskuamasi atau menjadi krusta. 2 Lesi dapat muncul tempat yang sama pada kulit dan membran mukosa ketika obat penyebab diminum berulang.3,12,13 Tempat predileksi dari FDE adalah di sekitar mulut, di daerah bibir, ekstremitas, dan daerah penis untuk laki-laki.1,13 Selain itu, FDE juga bisa timbul pada periorbital, konjungtiva, dan orofaring.



6



Gambar 1. Lesi berupa plak eritem pasien FDE13



Gambar 2. Lesi berupa hiperpimentasi sirkuler dan oval pasien FDE13



7



Gambar 3. Lesi berupa erosi pada penis pasien FDE13



Tempat lesi yang terkena FDE tergantung dari obat penyebab, tetrasiklin menyebabkan FDE pada mucocutaneus junction di organ genital, metamizol menginduksi lesi pada daerah dada dan ekstremitas atas, dan fenitoin menginduksi FDE generalisata. Selain itu, tetrasiklin, cotrimoxazol, dan butazolidin dilaporkan menyebabkan FDE dengan lesi soliter, sedangkan ibuprofen, teofilin, atenolol, dilaporkan menyebabkan lesi multiple. Namun, Jung et al dalam penelitiannya tidak mendapatkan korelasi antara jenis obat dengan jumlah lesi ataupun tempat munculnya lesi.3 FDE yang muncul pada genital dilaporkan lebih banyak terjadi pada lakilaki dari pada perempuan. Penelitian Kanodia et al menjelaskan dari 38 pasien FDE yang mengalami munculnya lesi pada bagian genital, hanya 3 orang yang berjenis kelamin perempuan. Lesi muncul paling banyak pada glands penis. Sedangkan gejala yang timbul pada genital yang paling dominan adalah gatal, setelah itu rasa terbakar, dan nyeri.



12



Pasien yang mengalami FDE pada genital biasanya onsetnya



segera dengan erosi atau plak sirkular berbatas tegas, single atau multipel pada glands penis dan ujung distal penis. Erupsi pada genital bisa pula berupa bulosa dan permukaannya menjadi nekrotik dan nyeri.5-7



8



Tabel 1. Karakteristik pasien FDE12



9



VII



DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan gambaran klinis yang khas. Riwayat perjalanan penyakit termasuk gejala, jenis obat yang dikonsumsi, dosis, frekuensi, waktu dan lama pajanan obat, alergi obat sebelumnya, ataupun awal mula (onset) timbulnya lesi setelah pajanan obat. Karena gambaran klinis FDE sangat bervasiasi, diagnosis FDE tidak sesederhana yang dipikirkan. FDE sering muncul



dengan



gambaran



yang



sangat



bervariasi



dan



sulit



dibedakan



denganeritema multiform, SJS, TENS, selulitis, paronikia, dermatosis netrofil.10 VIII



PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk membantu diagnosis FDE antara lain:



1



Biopsi kulit. Biopsi membantu untuk memastikan diagnosis atau menyingkirkan diagnosis banding. Hasil biopsi yang menunjang FDE adalah interstisiil yang superficial dan dalam dan infiltrate perivaskuler yang tercampur dalam limfosit dan eosinofil. Bisa juga ditemukan keratinosit nekrotik dalam epidermis



.



Melanofag



dermis



sering



ditemukan



pada



lesi



noninflamatorik.2,11 2



Uji tempel obat. Uji provokasi lokal atau uji temple obat seringkali digunakan sebagai menetapkan obat penyebab FDE. Tes ini sangat membantu apabila ada beberapa obat tersangka penyebab FDE pada seorang pasien. Reaksi



10



anafilaksis jarang terjadi dan untu mengantisipasinya dianjurkan mengawasi penderita dalam waktu setengah jam uji. Uji tempel tidak dianjurkan saat erupsi masih aktif maupun segera setelahnya. Uji tempel sebaiknya dilakukan 2-6 minggu setelah erupsi mereda untuk menghindari terjadinya periode reraktori. Hasil uji tempel negatif tidak menyingkirkan diagnosis erupsi obat dan hasil yang positif dapat menyokong diagnosis dan menentukan penyebab meskipun perannya masih kontroversi.11 Uji ini dilakukan dengan cara menempelkan obat tersangka penyebab FDE pada lesi yang terkena, inflamasi positif pada 30% kasus.2,10, 11 3



Uji provokasi oral. Uji provokasi oral adalah baku emas untuk memastikan penyebab. Uji dilakukan dengan memberikan obat dengan dosis 1/10 dosis dari obat tersangka dapat menimbulkan reaksi dan lesi dapat muncul beberapa jam. Namun karena bahaya, uji ini sebaiknya tidak dilakukan.1,11,13



4



Tes transformasi limfosit Tes transformasi limfosit adalah tes laboratorik yang digunakan untuk hipersensitivitas obat tipe lambat seperti erupsi obat makulopapular, drug hypersensitivity syndrome dan SJS, meskipun kegunaannya untuk mengetes FDE masih ditelili, namun beberapa studi menjelaskan hasil yang positif.



IX



DIAGNOSA BANDING Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding FDE antara lain 2,11,13: 1



Herpes genitalis: kadang berlangsung lebih cepat dan tidak menimbulkan lesi hiperpigmentasi



2



Dermatitis Kontak Alergi: adanya riwayat kontak



11



X



3



Sifilis



4



Aphtous stomatitis



5



Eritema multiform



6



SJS



PENATALAKSANAAN 1



Menghentikan penggunaan obat yang diduga penyebab FDE1



2



Pengobatan sistemik Pemberian kortikosteroid oral dapat diberikan apabila pasien mengalami lesi yang luas, dan sangat nyeri. Kortikostreroid yang dianjurkan adalah prednison dengan dosis 1mg/kg BB tapering off selama 2 minggu.2



3



Pengobatan topikal -



Lesi basah Jika lesi basah, dapat dikompres agar mengeringkan eksudat, membersihkan dan mengangkat debris, dan krusta serta memberikan efek menyejukkan. Pengompresan dilakukan 2-3 kali sehari, biarkan basah selama + 15-30 menit. Setelah itu bisa diberikan asam fusidat atau mupirosin.11



-



Lesi kering Dapat diberikan krim kortikosteroid seperti hidrokortison 1% atau 2,5%. Lesi hiperpigmentasi tidak perlu diobati karena bisa menghilang namun dalam waktu yang lama.1,11



12



XI



PROGNOSIS Prognosis uumnya baik jika obat tersangka telah dipastikan dan menghindari untuk mengonsumsi obat terangka lagi.1 FDE dapat membaik beberapa minggu setelah menghentikan konsumsi obat tersangka dan dapat kambuh beberapa jam setelah meminum obat tersangka.2



13



DAFTAR PUSTAKA 1. Hamzah, M. Erupsi obat alergik. Dalam: Djuanda A,editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke- 7. Jakarta: FK UI; 2015. h.154-8. 2. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical dermatology. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill; 2009. h.566-8. 3. Jung JW, Cho AH, Kim KH, Min KU, Kang HR. Clinical feature of fixed drug eruption at a tertiary hospital in Korea. Allergy Asthma Immunol Res. 2014. 6(5) 415-20. 4. Susilawati A, Akib AAP, Satari HI. Gambaran klinis fixed drug eruption pada anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri. 2014. 15(5):269-73 5. Wahlang JB, Sangma KA, Marak MD, Brahma DK, Lynrah KG, Ksih A. Fixed drug eruption due to metronidazole: review of literature and a case report. International Journal of Pharma Science and Research. 2012. 3(3): 331-4. 6. Nussinovitch M, Prais D, Ben-Amiati D, Amir J, Volovitz B. Fixed drug eruption in the genital area in 15 boy. Pediatric Dermatology. 2002. 19 (3): 216-9. 7. Lawrentschuk N, Pan D, Troy A. Fixed drug eruption of the secondary to sulfamethoxazole-trimethoprim. The Science World Journal. 2006. 6: 2319-22. 8. Gupta S, Palanian S, Prabhu S. Fixed drug eruptions secondary to cefixime. Journal of Clinical and Diagnosis Research. 2007. 1(5): 450-1. 9. Patro N, Panda M, Jena M, Mishra S. Multifocal fixed drug eruptions: a case series. Int.J.Pharm.Rev.Res. 2013; 23(1): 63-6. 10. Shiohara T. Fixed drug eruption: patogenesis and diagnostic tests. Current Opinion in Allergy and Clinical Immunology. 2009. 9:316-21. 11. Docrat. Fixed drug eruption. Current Opinion in Allergy and Clinical Immunology. 2005. 18(1): 24 12. Kanodia SK, Seth AK, Shukla SR. A study on genital fixed drug eruption in a tertiary care hospital. Journal on Clinical and Diagnostic Research. 2011. 5(3):700-2. 13. Revus J dan Allanore LV. Drug reaction. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffr JV, editor. Dermatology. Jilid 1. Edisi ke-3. USA: Elsevier Limited; 2012, h.345-7



14



15



LAPORAN KASUS FIXED DRUG ERUPTION



A ANAMNESIS 1



2



IDENTITAS Nama



: Tn. G



Umur



: 58 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Pekerjaan



: Tidak bekerja



Agama



: Islam



Alamat



: Wonosari Samberembe Kalijambe



Tanggal Periksa



: 15 Agustus 2016



No. RM



: 01252358



KELUHAN UTAMA Nyeri pada kemaluan



3



RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien kontrol ke Poli Kulit dan Kelamin dengan keluhan nyeri di genital sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasa terus-menerus dan mengganggu aktivitas. Nyeri bertambah saat lesi pada genital bergesek dengan celana, dan berkurang setelah diberi obat dari Poli Kulit dan Kelamin yaitu Metilprednisolon dan Mupirosin. Pasien mengaku awalnya lesi berwarna merah berbatas tegas dan terasa nyeri namun saat ini sudah mengalami perbaikan. Pasien tidak merasakan demam, mual, malaise, dan gatal. Pasien juga tidak menemui keluhan kulit di bagian lain.



16



Pasien mengaku memiliki riwayat epilepsi dan tuberkulosis dengan pengobatan rutin. Sejak tahun 2014 pasien berobat di poli saraf dan meminum obat fenitoin 2 x 100 mg dan vitamin B6 2 x 10 mg. Namun sejak 2 bulan terakhir pasien mendapatkan 2 jenis obat baru yaitu cefixime 2x100 mg dan N-acetylsistein 3x200 mg karena ada keluhan batuk. Riwayat meminum obat lain disangkal. Riwayat gonta-ganti pasangan seksual disangkal. Riwayat berhubungan terakhir 6 minggu yang lalu sebelum muncul luka pada genital. Setelah muncul luka lecet pasien tidak pernah berhubungan badan lagi. 4



5



6



RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat keluhan serupa



: ada, sebulan yang lalu



Riwayat atopik



: disangkal



Riwayat alergi obat



: disangkal



Riwayat alergi makanan



: disangkal



Riwayat DM



: ada



Riwayat Hipertensi



: disangkal



RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Riwayat penyakit serupa



: disangkal



Riwayat atopik



: disangkal



Riwayat alergi obat dan makanan



: disangkal



Riwayat DM



: disangkal



RIWAYAT SOSIAL EKONOMI Pasien adalah seorang laki-laki dan sudah menikah. Tinggal di rumah bersama istri dan anak-anaknya. Pasien sudah tidak bekerja sehingga keperluan rumah tangga dipenuhi oleh anaknya.



17



B PEMERIKSAAN FISIK 1



STATUS GENERALIS Keadaan umum



: baik, kompos mentis, gizi kesan cukup



Vital Sign



:T N



2



: 130/70 mmHg



Rr : 24 x/menit



: 78 x/menit



T



Kepala



: dalam batas normal



Wajah



: dalam batas normal



Leher



: dalam batas normal



Mata



: dalam batas normal



Telinga



: dalam batas normal



Axilla



: dalam batas normal



Truncus anterior



: dalam batas normal



Abdomen



: dalam batas normal



Truncus posterior



: dalam batas normal



Inguinal



: dalam batas normal



Ekstremitas Atas



: dalam batas normal



Ekstremitas Bawah



: dalam batas normal



Genital



: lihat status dermatologis



: 36.9o C



STATUS DERMATOLOGIS Regio genital Tampak erosi dengan dasar eritem



18



Foto tanggal 1 Agustus 2016



Foto tanggal 15 Agustus 2016



C DIAGNOSIS BANDING 



Fixed Drug Eruption







Herpes genitalis







Sifilis



D PEMERIKSAAN PENUNJANG E DIAGNOSIS Suspek Fixed Drug Eruption ec suspek cefixime dd na-asetyl sistein F TERAPI 1



NON MEDIKAMENTOSA a



Hindari obat tersangka (cefixime dan na-asetyl sistein)



b



Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit bukan penyakit menular seksual



c



Hindari menggaruk-garuk dan gesekan pada kulit



d



Menjaga higienitas dan teratur minum obat



19



e 2



Kontrol rutin tiap 1 minggu



MEDIKAMENTOSA a Metylprednisolon 8 mg (2-0-0) b Mupirocin Zalf



G PROGNOSIS Ad vitam



: dubia ad bonam



Ad sanam



: dubia ad bonam



Ad fungsionam



: dubia ad bonam



20