Lap Pendahuluan Stemi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN STEMI



Oleh: Shila Wisnasari 0810720065



JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013



LAPORAN PENDAHULUAN ST ELEVATION INFARK MIOCARD (STEMI)



A. Definisi Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007). IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu STelevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.



B. Etiologi dan Faktor Risiko Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah. 1. Faktor yang tidak dapat dirubah : a) Usia Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).



b) Jenis kelamin Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al., 2007). c) Ras Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih. d) Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.



2. Faktor resiko yang dapat dirubah : a) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini. b) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole



maupun



diastole



memiliki



peran



penting.



Hipertensi



dapat



meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007). c) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al., 2007).



d) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus e) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner. f)



Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.



C. Manifestasi Klinis 1. Nyeri Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007). 2. Temuan fisik Sebagian



besar



pasien



mengalami



ansietas



dan



restless



yang



menunjukkan ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi). Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk dipalpasi. Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4, penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga sering terjadi penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya



penurunan stroke volume. Peningkatan temperature tubuh di atas 380C mungkin ditemukan selama satu minggu post STEMI.



D. PATOFISIOLOGI Merokok, alcohol, hipertensi, lipid, congenital



Meningkatnya permeabilitas terhadap lipid



Supply O2 ke jaringan berkurang ↓ Kebutuhan O2 tidak tercukupi ↓ Takipneu ↓ Ketidakefektifan Pola Napas



Penurunan CO2 ↓ Hipotensi ↓ Syok ↓ Penurunan kesadaran ↓ Resiko injury Resiko Injury



LDL teroksidasi ↓ Timbul bercak lemak ↓ Plak halus ↓ Aktivasi faktor VII dan X ↓ Protrombin  thrombin Fibrinogen  fibrin ↓ Rupture plak ↓ Thrombus ↓ Oklusi arteri koroner ↑ Aliran darah koroner menurun ↓ Kematian jaringan ↓ Nekrosis ↓ Stimulasi saraf ↓ Melepas mediator nyeri: ↓ Nyeri akut



Metabolism anaerob



Defisit Perawatan Diri Deficit perawatan diri ↑ Motivasi personal hygiene ↓



Intoleransi aktivitas Intoleransi Aktivitas ↑ Kelemahan ↑ Hipoksia ↑ Penurunan aliran darah



Gagal pompa ventrikel kiri ↓ Penurunan cardiac Penurunan Cardiac output Output Reflux ke paru-paru ↓ Alveoli edema Gangguan Pertukaran Gas



Gagal pompa ventrikel kanan ↓ Tekanan diastole meningkat



Informasi tidak adekuat ↓ Salah terapi, salah persepsi ↓ Kurang Kurang pengetahuan Pengetahuan



↓ Asam laktat meningkat ↓ Nyeri terus menerus ↓ Ansietas Ansietas



Terjadi malam hari ↓ Gangguan polatidur tidur Gangguan Pola



Gagal pompa ventrikel kiri



Forward failure ↓ Suplai darah jaringan ↓ ↓ Metabolism anaerob ↓ Asidosis metabolic ↓ Penimbunan asam laktat dan ATP ↓ ↓ Fatigue ↓ Intoleransi Intoleransi aktivitas Aktivitas



Suplai O2 otak ↓ ↓ Sinkop ↓ Gangguan Gangguan perfusi Perfusi jaringan Jaringan Serebral



Renal flow ↓ ↓ RAA ↑ ↓ Aldosteron ↑ ↓ ADH ↑ ↓ Retensi Na + H2O ↓ Kelebihan Kelebihan volume c Volume Cairan



Edema ↓



Backward failure ↓ LVED naik ↓ Tek.vena pulmonalis ↑ ↓ Tek.kapiler paru ↑ ↓ Edema paru ↓ Ronchi basah ↓ Iritasi mukosa paru ↓ Reflek batuk ↓ ↓ Penumpukan secret ↓ Menghambat pertukaran O2 dan CO2



↓ Bendungan atrium kanan ↓ Bendungan vena sistemik ↓ Hepar ↓ Hepatomegali ↓ Mendesak diafragma ↓ Sesak nafas ↓ Ketidakefektifan pola Ketidakefektifan nafas Pola Napas Mendesak organ GIT ↓ Mual muntah ↓



Beban ventrikel kanan ↑ ↓ Hipertrovi ventrikel kanan ↓ Penyempitan lumen ventrikel kanan Ketidakefektifan Ketidakefektifan Bersihan jalan Jalan na Napas bersihan



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Bed rest ↓ Tidak dapat beribadah seperti biasa ↓ Distres Spiritual



Disfungsi Seksual ↓ Kesepian ↓ Stress Berlebihan



Perubahan bentuk tubuh ↓ Gangguan Citra Tubuh



↓ Gangguan Gangguan pertukaran Pertukaran gas Gas



Suplai O2 di sirkulasi berkurang



Gangguan Citra Tubuh



Fungsi Hepar terganggu ↓ Fungsi detoksikasi berkurang ↓ Resiko Infeksi



Mobilisasi berkurang ↓ Sirkulasi O2 terganggu ↓ Dekubitus ↓ Kerusakan intergitas Kerusakan kulit Integritas Kulit



Informasi dan dukungan tidak adekuat ↓ Nafsu makan ↓ ↓ Intake kurang ↓ Nutrisi kurang dari Ketidakseimbangan kebutuhan tubuh nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



↓ Albumin ↓ ↓ Kerusakan Kerusakanintegritas Integritas jaringan Jaringan



Kurang



Kurang pengetahuan Pengetahuan



Imunitas tubuh ↓ ↓ Leukosit kurang ↓ Resiko Resiko Infeksi



Invasi mikroorganisme (mudah masuk) ↓ Infeksi ↓ Hipertermi



Ansietas



↓ Tidak mau menerima keadaan tubuh ↓ Tidak patuh dalam pengobatan ↓ Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan



STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut. Selain



pembentukan



thromboxane



A2,



aktivasi



platelet



oleh



agonis



meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet secara simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat platelet dan benangbenang fibrin. Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung pada a) daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi b) apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak c) durasi oklusi koroner d) kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang terkena



e) kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tibatiba f) faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan g) keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan. E. Pemeriksaan Penunjang Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi. 1. Electrocardiograf (ECG) Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu a) Lead II, III, aVF : Infark inferior b) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal c) Lead V2-V4 : Infark anterior d) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral e) Lead I, aVL : Infark high lateral f) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas g) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu 2. Serum Cardiac Biomarker Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi. a) cTnT dan cTnI Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal,



pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI. b) CKMB Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum. 3. Cardiac Imaging a) echocardiography Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat digunakan



untuk



mengambil



keputusan,



seperti



apakah



pasien



harus



mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial,



dan



thrombus



pada



ventrikel



kiri.



Selain



itu,



Doppler



echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI. b) High resolution MRI Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI. c) Angiografi Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.



besar dan



4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan leukositosis polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali mencapai 12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat dibandingkan dengan hitung sel darah putih, memuncak selama minggu pertama dan kadang tetap meningkat selama 1 atau 2 minggu.



F. Penatalaksanaan 1. Pre Hospital Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :  Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis  Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi  Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih  Terapi REPERFUSI Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai



STEMI



mencakup



mengurangi/menghilangkan



nyeri



dada,



identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI. 2. Hospital a) Aktivitas Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi



tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari. b) Diet Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium. c) Bowel Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi 3. Farmakoterapi a) Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan



NTG



mengendalikan



intravena. hipertensi



NTG dan



IV



juga



edema



dapat



paru.



diberikan



Terapi



nitrat



untuk harus



dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik