Laporan KP READY [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN



1.1 Profil Perusahaan 1. Nama Perusahaan



: PT PG. Kebon Agung Trangkil



2. Tahun berdiri



: 1835



3. Alamat



: Trangkil Lor, Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah



4. Telpon



: 0295 – 391593, 381005



5. Fax



: 0295 – 393248



6. E-mail



: [email protected]



7. Produk



: Gula kristal



8. Luas lahan bangunan : 20.457 Ha 9. Luas lahan usaha



: 2.5 Ha



10. Logo perusahaan ditunjukan pada berikut:



Gambar 1.1 Logo PT PG Kebon Agung Sumber. PT PG Kebon Agung 1.2 Sejarah Perusahaan PG Trangkil didirikan pada 2 Desember 1835 di Desa Suwaduk Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati yang pada awalnya dimiliki oleh H. Muller. Pada periode tahun 1838-1841 lokasi PG Trangkil pindah ke Desa Trangkil dan dimiliki oleh PAO Waveren Pancras Clifford. Antara tahun 1841-1917 kepemilikan PG Trangkil berpindah beberapa kali mulai dari P. Andreas s.d Ny Ade Donariere EMSDA E. Janies Van Herment. Pada tahun 1917-1945 PG Trangkil berubah bentuk menjadi Perseroan NV “ Cultuur Maatschappij Trangkil” dan dikelola oleh NV Handel-Landbouw Maatschappij “Tiedeman van Kerchem” yang pada akhirnya seluruh saham dikuasai oleh De Indiche Pensioenfonds va De Javasche Bank. Antara tahun 1946-1949 PG



Trangkil dikelola oleh Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara. Pada periode tahun 1950-1957 PG Trangkil diserahkan kembali pengelolaanya kepada TVK. Pada tahun 1958-1962 PG Trangkil dinasionalisir pengelolaanya berada di bawah Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Gula (BPU-PPN Gula). Pada tahun 1962-1968 PT. PG Trangkil Kebon Agung membeli seluruh saham NV “Cultuur Maatschappij Trangkil”. Antara tahun 1968-1993 dengan surat penetapan Direksi Bank Negara Indonesia Kepemilikan PT. PG Kebon Agung sebagai pemegang saham tunggal ditunjuk Yayasan Dana Pensiun dan Tunjangan Hari Tua Bank Indonesia, pengelola PG Trangkil dialihkan dari BPUPPN Gula ke PT. Tri Guna Bina selaku direksi PT. PG Kebon Agung. Pada tahun 1993 sampai sekarang saham dialihkan kepada Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKK-BI) dan pengelola serta Direksinya adalah Badan Hukum PT. Kebon Agung. 1.3 Visi dan Misi Perusahaan Visi dan Misi perusahaan PT PG Kebon Agung yaitu: Visi Menjadi perusahaan yang berdaya saing tinggi ditingkat regional. Misi 1. Memberikan nilai tambah optimal bagi Pemegang Saham. 2. Membangun kemitraan dengan Pemangku Kepentingan berdasarkan asas saling menuntungkan 3. Mengembangkan usaha agribisnis berbasis tebu dan turunanya secara bekesinambungan. 4. Memberikan nilai tambah kepada konsumen dengan menghasilkan produk berkualitas. 5. Mewujudkan bisnis berwawasan lingkungan.



BAB II ORGANISASI MANAJEMEN PERUSAHAAN



2.1 Struktur Organisasi Perusahaan



Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT PG Kebon Agung



Fungsi dan wewenang masing-masing bagan adalah sebagai berikut: 1. Pemimpin Pabrik a. Melaksanakan keputusan dan kebijakan dalam pengelolaan pabrik gula yang telah diterapkan direksi b. Menjamin dan mengelola semua faktor yang menjadi tanggung jawab secara terus menerus c. Membuat rencana kerja yang terperinci dengan koordinasi dengan para Kepala Bagian



d. Dalam melaksanakan tugas manajerial secara keseluruhan Pemimpin Pabrik bertanggung jawab kepada direksi, sedangkan dalam tugas baik teknis maupun administratif bertanggung jawab kepada direksi e. Bertanggung jawab kepada direksi atas semua bidang kegiatan pabrik gula dan langsung memimpin bagian TUK, Pabrikasi, Teknik, dan Tanaman. 2. Manajer Tata Usaha dan Keuangan (TUK) a. Dibawah bimbingan dan pengawasan dengan persetujuan pimpinan dapat melaksanakan perencanaan, pengadaan, dan penggunaan sisa modal, bahan dari barang, serta melampirkan dan melaksanakan administrasi secara cepat dan tepat. b. Merencanakan dan mengkoordinasi anggaran belanja. c. Memeriksa kebutuhan modal kerja dan rencana bulanan. d. Membuat laporan yang akurat mengenai penggunaan persediaan modal kerja, gula, bahan, alat yang berada di bagian TUK dan seluruh bagian. 3. Manajer Tanaman a. Memenuhi kebutuhan bahan baku tebu untuk proses pembuatan gula. b. Merumuskan rencana dan strategi peningkatan mutu, jumlah produksi dan jumlah rakyat untuk kepentingan petani tebu dan perusahaan. c. Mengusahakan pengembangan dan pengangkutan tebu dengan biaya yang ekonomis dengan hasil yang maksimal. d. Mengelola administrasi tanaman mulai dari penggarapan sampai pemeliharaan tanaman. 4. Manajer Pabrikasi a. Membuaat rencana kegiatan produksi. b. Melaksanakan rencana produksi yang telah disetujui. c. Mengawasi pengelolaan tebu untuk memperoleh gula yang maksimal dan pengemasan gula yang ekonomis. d. Menetapkan kecepatan gilingan dan menjamin pengarahan tebu yang optimal.



5. Manajer Teknik a. Menjalankan semua rencana reparasi dan pemeliharaan yang telah disetujui dengan atasan dengan biaya yang ekonomis. b. Mengusahakan terpeliharanya jembatan dan jalan untuk kelancaran pengangkutan tebu. c. Mengusahakan bekerjanya Ketel, PLT, Instalasi air untuk menjamin kontinuitas pengadaan uap, listrik dan air yang baik. 6. Manajer Quality Control a. Bertanggung jawab untuk memantau, menganalisis, meneliti, menguji suatu produk. b. Memonitor setiap proses yang terlibat dalam produksi produk. c. Memastikan kualitas barang produksi sesuai standar. d. Merekomendasikan pengolahan ulang produk-produk berkualitas rendah. 2.2 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Karyawan Karyawan Pada PG. Trangkil dibagi menjadi dua kelompok besar, terdiri dari: Karyawan Tetap Karyawan tetap adalah pekerja yang sifat hubungan kerjanya tidak ditentukan batas waktunya, mereka setiap hari wajib melakukan pekerjaannya baik pada masa giling maupun bukan pada masa giling. Karyawan Tidak Tetap Karyawan tidak tetap adalah karyawan yang bekerja pada waktu tertentu atau pada masa giling. Jumlah Karyawan Jumlah karyawan di PG Trangkil adalah: 1. Karyawan Tetap



: 190 orang



2. Karyawan Tidak Tetap : 21 orang



2.2.1 Kesejahteraan Karyawan Kesejahteraan karyawan yang diberikan PG Trangkil adalah : 1. Upah Karyawan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. 2. Fasilitas perumahan berupa rumah dinas bagi karyawan tetap. Bagi karyawan yang tidak mendapatkan rumah dinas akan diberikan tunjangan sewa rumah, listrik, air dan bahan baker sesuai dengan golongan. 3. Fasilitas perawatan dan pengobatan kesehatan serta bantuan biaya pemondokan bagi seluruh karyawan dan keluarganya. 4. Fasilitas olahraga berupa lapangan voli, tennis dan sepakbola. 5. Fasilitas keagamaan berupa sarana ibadah dan kesempatan menjalankan ibadah. 6. Fasilitas transportasi untuk anak karyawan yang sekolah, beasiswa dan bantuan pemondokan bagi yang meneruskan pendidikan di luar daerah. 7. Cuti tahunan, fasilitas perjalanan dinas dan upah bagi karyawan yang sakit berkepanjangan. 8. Fasilitas asuransi tenaga kerja (astek), tunjangan hari tua (THT), dan pensiun serta tunjangan kematian. 9. Bingkisan dan rekreasi selasai giling. 10. Fasilitas koperasi dan yayasan kesejahteraan pekerja. 11. Kenaikan gaji pokok berkala dan kenaikan pangkat atau jabatan dan lainlain. 2.2.2 Jam Kerja Karyawan Jam kerja karyawan berbeda-beda. Perbedaan ini terletak pada bagiannya masing-masing, antara lain: 1. Bagian Pabrik: a) Shift I



: 05.30 – 13.30 WIB



b) Shift II



: 13.30 – 21.30 WIB



c) Shift III



: 21.30 – 05.30 WIB



d) Piket



: 07.00 – 16.30 WIB



2. Bagian Administrasi a) Senin – Kamis Pagi



: 07.00 – 15.00 WIB



Istirahat



: 11.30 – 12.30 WIB



Siang



: 12.30 – 15.00 WIB



b) Jum’at Pagi



: 07.00 – 15.30 WIB



Istirahat



: 11.30 – 13.00 WIB



Siang



: 13.00 – 15.30 WIB



c) Sabtu – Minggu Pagi



: 07.00 – 12.00 WIB



BAB III PROSES PRODUKSI GULA



3.1 Spesifikasi Produk PT PG Kebon Agung menghasilkan produk utama gula kristal putih I (GKP I) dengan kualitas 1A dan hasil sampingnya adalah ampas, tetes, dan blotong. Proses produksi gula terbagi dalam beberapa proses, yaitu penggilingan, pemurnian, penguapan, pengkristalan, putaran, pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. Pada PG. Kebon Agung proses tersebut terbagi dalam stasiun, yaitu stasiun penerimaan, stasiun timbangan, stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, stasiun putaran, dan stasiun pembungkusan. Halaman pabrik (emplacement) berfungsi untuk menerima dan menimbang tebu yang datang dari kebun menggunakan truk dan mengatur penyimpanannya sampai tebu tersebut tergiling.Halaman pabrik harus cukup luas agar mampu menampung tebu sesuai dengan kapasitas giling agar pabrik dapat beroperasi dengan lancar.Untuk menjaga kelancaran giling maka persediaan tebu harus terpenuhi.



3.2 Proses Produksi Pada PT PG Kebon Agung Diagram alir proses produksi pada PT PG Kebon Agung:



Gambar 3.1 Diagram proses produksi Sumber: PT PG Kebon Agung



3.3 Stasiun Penerimaan Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gula Kristal adalah tebu (Sacharum Officinarum) yang dapat tumbuh di daerah sawah dan tegal atau daerah iklim tropis dan subtropis. Tanaman tebu yang akan diproses adalah bagian batang yang mengandung gula (sukrosa). Nilai rendemen tebu merupakan faktor penting dalam pembuatan gula.Semakin besar rendemen maka semakin banyak gula yang dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen tebu adalah kondisi tanah, iklim curah hujan, ketinggian tempat, varietas, pemeliharaan tanaman, pengangkutan dan penanganan sebelum giling. Tanaman tebu diklasifikasikan sebagai: Family



: Gramineae



Sub Family



: Andropagane



Genus



: Saccharum



Species



: Saccharum Officinarum



Gula sukrosa merupakan karbohidrat yang termasuk disakarida.Sukrosa dihasilkan dari sintesa biokimia antara 2 buah monosakarida yaitu D-Glukosa dan D-Fruktosa. Monosakarida pembentuk sukrosa tersebut dihasilkan dari proses fotosintesis gas CO2 dan H2O dengan bantuan sinar matahari. Pengawasan dan persediaan bahan baku ditangani oleh bagian tanaman seksi tebang angkut. Untuk mengontrol mutu tebangan, PT PG Kebon Agung menetapkan bahwa tebu yang boleh masuk untuk digiling harus memenuhi syarat Manis Bersih Segar (MBS), antara lain: 1. Manis Tebu harus sudah masak atau tua. Tebu harus memiliki % Brix yang tinggi atau lebih dari 15%, hal ini dapat diketahui dari kadar % Brix yang terukur. 2. Bersih Hasil tebang yang dikirim ke pabrik harus bersih dari kotoran (slamper, pucukan, akar, tanah, dan lain-lain). Tebu yang masuk tidak mengandung trash, yang terdiri dari daduk, akar, tanah, pucuk/sogolan, pasir, dan kerikil karena dapat menurunkan kapasitas gilingan dan akan menyulitkan proses



pemurnian bila terdapat koloid tanah (Al, Si, Fe), kebersihan tebu layak giling hanya dianalisa secara kualitatif atau dengan menggunakan indera penglihatan. 3. Segar Waktu antara tebu ditebang dan digiling tidak lebih dari 1 hari dan maksimal 4 hari setelah dipanen, analisa kualitatif atau dengan menggunakan indera penglihatan. Tujuan dari Stasiun Penerima adalah: 1. Melakukan analisa awal (% Brix) sampel tebu yang masuk. 2. Mencatat keterangan truk tebu yang masuk (nomer polisi truk dan kode register) dan hasil analisa awal (% Brix) tebu pada DPT (Daftar Penerimaan Tebu). 3. Membagi nomer antrian dan mengatur jalur masuk truk tebu yang akan masuk ke stasiun gilingan. Sebelum melewati pos penerimaan tebu, setiap truk yang mengangkut tebu harus membawa Surat Perintah Tebang dan Angkut (SPTA) yang dapat diambil di kantor PA. Ada 2 jenis Surat Perintah Tebang dan Angkut (SPTA), yaitu: 1. SPTA KUD milik rakyat 2. SPTA tebang sendiri milik PT PG Kebon Agung Surat Perintah Tebang dan Angkut (SPTA) terdiri dari lima lembar yang berbeda warna. Lembar I (putih) sebagai arsip PDE, lembar II (hijau) sebagai arsip sopir, lembar III (biru) sebagai arsip bina wilayah, lembar IV (kuning) sebagai arsip pabrikasi, dan lembar V (merah) sebagai arsip bagian tebang dan angkut (penerimaan). Truk yang telah membawa Surat Perintah Tebang dan Angkut (SPTA) langsung menuju pos penerimaan tebu untuk dilihat jenis tebunya, mencatat keterangan truk tebu dan melakukan analisa awal (% Brix) tebu yang masuk. Tebu yang masuk pada pos penerimaan diharuskan mempunyai kadar brix lebih besar dari 15. Truk pengangkut tebu yang tidak memenuhi syarat akan



ditolak dan tidak mendapatkan kartu antrian bongkar. Selanjutnya truk yang lolos seleksi akan melewati stasiun timbangan. 3.4 Stasiun Timbangan Stasiun timbangan tebu berfungsi untuk mengetahui berat tebu yang masuk ke dalam emplacement. Dalam operasionalnya, PT PG Kebon Agung telah menggunakan sistem komputerisasi untuk pencatatan berat tebu walaupun masih didukung oleh sistem manual. Ada 3 unit timbangan yang digunakan di PT PG. Kebon Agung 2 unit timbangan truk tebu dan 1 unit timbangan truk non-tebu dengan kapasitas timbangan yang berbeda, yaitu: 1. Dua unit timbangan truk dengan kapasitas 40 ton dan 80 ton yang berfungsi untuk mengukur berat tebu yang masuk dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut : Berat truk isi tebu (bruto)



=



x



ton



Berat truk kosong (tara)



=



y



ton



Berat tebu (netto)



=



x–y



ton



Jumlah truk tebu yang ditimbang dengan menggunakan timbangan truk tebu kurang lebih 1000-500 truk/hari dengan bobot muatan rata-rata 6-10 ton. 2. Timbangan truk non-tebu, berfungsi untuk mengukur berat bahan non-tebu yang keluar masuk PG Kebon Agung. Bahan-bahan itu diantaranya adalah tetes (mollases), abu, besi, residu premium solar (minyak residu), belerang, gamping (kapur tohor) dan asam phospat. Bobot muatan maksimal timbangan ini adalah 80 ton dengan bilangan terkecil 5 kg. Truk tebu setelah melewati stasiun penerimaan, selanjutnya menuju timbangan untuk ditimbang berat brutonya. Setelah itu truk harus mengantri giliran bongkar muatan disebelah cane table pada stasiun gilingan. Truk yang telah dalam keadaan kosong langsung menuju timbangan lagi untuk ditimbang berat taranya.



3.5 Stasiun Gilingan (Pemerahan Nira) Tujuan utama stasiun pemerahan nira yaitu untuk mendapatkan nira mentah sebanyak mungkin atau memisahkan nira dari ampas tebu dengan cara digiling. Didalam pemerahan ini perlu ditambahkan air imbibisi agar kandungan gula yang masih ada didalam ampas akan larut, sehingga ampas akhir diharapkan mengandung kadar gula serendah mungkin. Stasiun pemerahan nira melakukan 2 perlakuan yaitu perlakuan pendahuluan (preparasi) dan perlakuan pemerahan. Stasiun pemerahan nira dibagi menjadi 2 bagian, yaitu alat preparasi dan alat pemerah nira. Diagram Alir Stasiun Gilingan ditunjukan pada gambar 3.2.



Gambar 3.2 Diagram Alir Stasiun Gilingan (Sumber PT PG Kebon Agung 2019) 3.5.1 Alat Preparasi 1. Cane Crane Alat yang berfungsi untuk membongkar tebu dari truk atau dengan cara mengangkat tebu tersebut dan meletakkannya di cane table. Penggerak utama cane crane adalah motor listrik dan dioperasikan oleh operator. PT



PG Kebon Agung mempunyai 2 buah cane crane berkapasitas masingmasing 10 ton yang beroperasi bergantian. 2. Meja Tebu (Cane Table) Alat ini berfungsi untuk menampung dan mengatur tebu masuk ke cane crane. Meja tebu dilengkapi dengan rantai penggerak yang digerakkan oleh motor listrik. Dalam meja tebu terdapat perata tebu (leveler) yang berfungsi agar jatuhnya tebu ke cane carrier tidak terlalu banyak (tetap stabil). Dalam meja tebu terdapat rantai dan cakar/pengait yang berfungsi untuk membuat tebu bergerak dan jatuh kearah cane carrier. 3. Cane Carrier Tebu dari cane table selanjutnya dijatuhkan ke cane carrier untuk di bawa ke cane cutter. PT PG Kebon Agung mempunyai 2 unit cane carrier. Cane carrier I berfungsi untuk membawa tebu utuh dari cane table, sedangkan cane carrier II berfungsi untuk membawa tebu yang telah melewati cane cutter dan unigrator menuju unit gilingan. 4. Pisau Tebu (Cane Cutter) Alat ini berfungsi untuk mencacah tebu menjadi begian yang lebih kecil agar sel-selnya terbuka sehingga memudahkan proses penggilingan. PG Kebon Agung mempunyai 2 Cane Cutter. Cane Cutter I memiliki 56 buah mata pisau dengan jarak 25 cm dari carrier dan Cane Cutter II memiliki 80 buah mata pisau dengan jarak 30 cm dari carrier. Tebu dipotong dan dicacah di dalam Cane Cutter dengan kecepatan putar sekitar 600 rpm, bergantung pada jumlah dan jenis tebu yang masuk. Mekanisme kerja alat ini yaitu putaran proses cane cutter yang diteruskan ke piringan baja sehingga dapat berputar. Pada ujung piringan baja terdapat pisau dan pada saat berputar pisau akan memotong dan menyayat tebu menjadi cacahan yang mempunyai ukuran kurang lebih sama, sehingga sel-sel tebu menjadi terbuka dan akan lebih mudah untuk diambil niranya. Arah putaran cane cutter berlawanan dengan arah cane carrier.



5. Unigrator atau Heavy Duty Hammer Shredder (HDHS) Karena sifatnya masih kasar, maka perlu dihaluskan lagi dengan HDHS (Heavy Duty Hammer Shredder) yang sifatnya sama dengan penumbuk dan pemotong yang bekerja secara bersamaan dengan cara memotong dan memukul tebu yang masuk, sehingga menjadi ukuran yang lebih kecil. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pemerahan nira. Putaran HDHS (Heavy Duty Hammer Shredder) berkisar 950 rpm. HDHS (Heavy Duty Hammer Shredder) digerakkan oleh turbin dengan kecepatan putar 907 rpm dan tekanan 7,8 kgf/cm2. 3.5.2 Alat Pemerah Nira 1. Gilingan Tujuan alat pemerah nira atau gilingan adalah untuk memerah nira, memisahkan dengan sabut tebu dengan cara penekanan diantara rol-rol gilingan. Hasil pemerahan nira dari setiap unitnya menunjukkan kemurnian yang berbeda-beda, dimana semakin kebelakang kemurniannya semakin rendah. Pemerahan nira dapat dibedakan menjadi: a. Pemerahan kering (dry crushing) pada gilingan gilingan I. b. Pemerahan basah (wet crushing) pada gilingan berikutnya. Pada pemerahan basah dimana memerah nira dari bagian yang sulit diperah, maka dengan bantuan air imbibisi diusahakan nira tebu yang terperah bisa maksimal. Keberhasilan pemerahan dari gilingan I akan mempengaruhi keberhasilan gilingan berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pada proses pemerahan nira yaitu: a. Hasil kerja alat preparasi dalam membuka sel-sel tebu. b. Tekanan hidrolik dan kecepatan rol gilingan. c. Kadar sabut tebu. d. Pencampuran, jumlah dan suhu air imbibisi Setelah tercacah, tebu dibawa ke dalam gilingan oleh cane carrier II dengan kecepatan putar 1350 rpm. Di PT PG Kebon Agung mempunyai 5 set rol gilingan dengan kapasitas giling yang terpasang 15.000 ton/hari.



Tekanan steam yang masuk untuk menggerakkan gilingan 18-22 kgf/cm2. Tiap set rol gilingan terdiri atas 3 rol gilingan yaitu rol depan, rol belakang, dan rol atas serta dilengkapi dengan rol pengumpan. Setiap ampas atau sabut tebu yang melewati unit gilingan akan terperah 2 kali yaitu pada rol atas dan rol depan serta pada rol atas dan rol belakang. Nira yang keluar dari gilingan I dan II dipompa menuju saringan nira mentah, ditampung kemudian dialirkan menuju penampung nira mentah (Raw Juice Tank) dengan flowrate sebesar 399 m3/jam, nira hasil gilingan I dan II dilewatkan ke DSM dan di alirkan ke tangki nira mentah yang selanjutnya dibawa ke pos pemurnian, sedangkan ampas yang tertahan di saringan akan dikembalikan ke gilingan I. Kecepatan putar pada gilingan I berkisar 4000 rpm dengan tekanan 11,2 kgf/cm2. Ampas tersebut diangkut dengan menggunakan intermediet carrier menuju gilingan II dan dibasahi dengan nira gilingan III. Pada gilingan II memilki kecepatan putar berkisar 4200 rpm dengan tekanan 11-14 kgf/cm2. Kemudian ampas gilingan II diangkut dengan menggunakan intermediet carrier menuju gilingan III dan dibasahi dengan nira gilingan IV serta air inbibisi dengan suhu 70 oC. Tujuan pemberian air inbibisi adalah untuk melarutkan kandungan gula pada ampas, sehingga ampas akhir diharapkan mengandung gula serendah mungkin. Bila suhu terlalu tinggi, maka akan dapat merusak alat dan dapat melarutkan getah lilin yang terkandung dalam tebu. Pada gilingan III memilki kecepatan putar berkisar 4300 rpm dengan tekanan 13,8 kgf/cm2. Ampas tersebut diangkut dengan menggunakan intermediet carrier menuju gilingan IV dan dibasahi dengan nira gilingan V serta air inbibisi dengan suhu 70 oC. Pada gilingan IV memilki kecepatan putar berkisar 4400 rpm dengan tekanan 11-14 kgf/cm2. Dan yang terakhir ampas tersebut diangkut dengan menggunakan intermediet carrier menuju gilingan V dan dibasahi dengan air inbibisi



dengan suhu 70 oC. Pada gilingan V memilki kecepatan putar berkisar 4500 rpm dengan tekanan 11-14 kgf/cm2. Nira yang keluar dari gilingan III-V ditambahkan susu kapur pada talang nira yang akan masuk ke saringan nira dengan tujuan mengurangi inverse sukrosa, serta dapat mengurangi korosi pada gilingan. Ampas dari gilingan akhir dikirim ke stasiun ketel dengan menggunakan main carrier. Ampas ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar di stasiun ketel untuk menghasilkan uap. 2. Alat Pembantu a. Intermediate Carrier Alat ini berfungsi sebagai pembawa ampas dari gilingan yang satu ke gilingan berikutnya dan sebagai alat pengumpan. b. Alat pembantu penekan gilingan (Hidrolik) Alat ini berfungsi untuk memeriksa tekanan pada rol gilingan atas pada saat melakukan pemerahan, sehingga tekanan yang diberikan gilingan pada ampas tetap konstan. Alat yang digunakan di PG Kebon Agung adalah akumulator gas. c. Plat ampas Alat ini berfungsi untuk mengantarkan ampas dari bukaan kerja depan ke belakang, sehingga ampas tidak jatuh terikut bersama nira. Alat ini terpasang antara rol depan dengan belakang. d. Juice strainer Alat ini berfungsi untuk memisahkan nira dan ampas halus yang terbawa bersama nira pada gilingan I dan II. Kemudian membawa kembali ampas halus yang tersaring ke gilingan I. e. Main Carrier Alat ini berfungsi sebagai pembawa ampas dari gilingan akhir menuju stasiun ketel.



3.5.3 Imbibisi Imbibisi bertujuan untuk mengurangi kehilangan gula yang terbawa oleh ampas sebagai akibat keterbatasan daya perah dari unit gilingan dan karena sifat dari sabut yang mampu menyerap cairan seberat sabut itu sendiri.Banyaknya air imbibisi yang diberikan dapat dilihat pada alat water meter. PG Kebon Agung menggunakan sistem ambibisi majemuk dengan suhu 6070oC yang berasal dari tangki kondensat. Faktor-faktor yang mempengaruhi imbibisi antara lain: 1. Jumlah air yang ditambahkan Pemberian imbibisi mencapai optimum 200% sabut, apabila terlalu besar akan memberatkan kerja di evaporator. 2. Preparation Index Mekanisme imbibisi adalah pengenceran, air akan masuk ke dalam sel yang sudah terbuka dan terjadi proses pengenceran. 3. Suhu air imbibisi Suhu air ambibisi harus optimum 60-70 oC karena gula mempunyai kelarutan pada suhu yang tinggi, tetapi apabila terlalu tinggi akan melarutkan bahan-bahan lain sehingga dapat mengganggu proses pemurnian nira.



3.6 Stasiun Pemurnian Tujuan stasiun pemurnian untuk memisahkan gula dan kotoran-kotoran (non-gula) yang terdapat dalam nira menggunakan cara kimia dan cara fisika. Dalam proses ini diupayakan kerusakan yang terjadi pasa sukrosa (gula) seminimal mungkin, karena jika kerusakan yang terjadi terlalu besar maka kandungan gula dalam nira akan menurun. Syarat nira ketika masuk ke Stasiun Pemurnian: 1. pH minimal 5,5-5,6 2. Kadar phospat sekitar 250-300 ppm 3. Kadar kapur sebesar ±1000 ppm 4. Harga Kemurnian 72%



Nira yang telah ditampung di dalam Raw Juice Tank kemudian ditambah dengan H3PO4 dengan tujuan: 1. Menyerap koloid dan zat warna 2. Mempermudah proses pengendapan (pembentukan floc), sehingga nira yang dihasilkan lebih jernih Dalam proses pemurnian ada 3 macam yaitu cara defekasi, karbonatasi dan sulfitasi. Di PG kebon agung proses pemurnian yang digunakan adalah sulfitasi. Nira yang telah disaring di DSM Screen dialirkan ke tangki nira mentah tertimbang yang sebelumnya telah ditimbang dengan menggunakan elecktromagnetic flowmeter lalu ditambahkan H3PO4 secara kontinu sampai kadarnya dalam nira mentah sekitar 300350 ppm untuk mendapatkan hasil pemurnian yang bagus. Kapasitas pemurnian nira mentah/jam pada PG. Kebon Agung mencapai 487 ton/jam. Namun hal ini belum memenuhi target pabrik yang seharusnya mencapai 500 ton/jam. Nira yang telah memiliki pH 5,3-5,6, kemudian di panaskan dalam juice heater I (PP I) (pemanas pendahuluan) sampai suhu 75-80OC dengan menggunakan pemanas uap bleeding dari penguapan yang bertekanan 0,4-0,5 kgf/cm2. Hal ini bertujuan untuk membunuh bakteri dan menjaga agar keasaman nira tidak rusak serta mempercepat terbentuknya reaksi pembentukan endapan. Kemudian nira dialirkan ke defikator untuk diberikan susu kapur sampai dengan pH 7-7,2. Keluar dari defikator, nira lalu masuk ke static mixer dan terjadi penambahan susu kapur lagi akan tetapi dalam bentuk sakarat sampai pH 8,5-9. Setelah itu nira masuk ke bejana sulfitasi (sulfur tower) untuk dialiri gas SO2 sampai pH menjadi 77,3. Kemudian campuran nira dan SO2 dimasukkan ke Sulfitated Raw Juice Tank untuk menyempurnakan reaksi nira dan gas SO2 sehingga terjadi reaksi pembentukan endapan garam Calsium Sulfite [CaSO3]. Proses selanjutnya adalah nira dipanaskan kembali di juice heater II (PP II) sampai suhu 103-105 oC untuk menyempurnakan reaksi antara nira mentah, susu kapur dan gas SO2, mempercepat pengendapan, serta meningkatkan suhu nira untuk memudahkan proses pengeluaran gelembung gas dan udara dalam nira di flash tank.



Lalu nira masuk ke flash tank dengan suhu berkisar 100 oC untuk melepaskan gasgas sisa reaksi yang tidak diperlukan yang terdapat dalam nira agar gangguan dalam proses pengendapan kotoran dapat dikurangi. Nira dalam flash tank dialirkan dalam pipa dan masuk ke dalam single tray clarifier, di sinilah nira ditambahkan flokulan berjenis anion, bermerk dagang Accofloc A100-H dengan dosis sebesar 2 kg dalam 450 liter air per 2 jam. Tujuannya agar terbentuk endapan, dalam clarifier ini dihasilkan nira jernih dan nira kotor dengan suhu mencapai 100 oC dan pH mendekati 7. Nira kotor akan mengendap di bawah sedangkan nira jernih berada di atas. Nira jernih hasil pemisahan disaring pada DSM Screen untuk menyaring kotoran-kotoran halus yang masih terkandung dalam nira jernih. Nira jernih hasil penyaringan di pompa ke juice heater III (PP III). Suhu operasi berkisar 105-110 oC untuk mendekati suhu pre-heater sehingga dapat mengurangi beban penguapan pada stasiun penguapan dan mempercepat proses penguapan. Nira kotor yang mengendap pada Clarifier dialirkan ke penampungan nira kotor, kemudian dialirkan lebih lanjut ke mudmixer. Di dalam mudmixer, nira kotor ditambahkan ampas halus (bagacillo) untuk mengentalkan nira kotor, mempertebal blotong dan membentuk pori-pori pada permukaan Rotary Vacum Filter. Pada Rotary Vacum Filter disemprotkan air panas dengan suhu berkisar 70oC untuk melarutkan gula yang berada di dalam blotong dan diserap melalui saringan nira tapis. Dibawah ini adalah Diagram alir Stasiun Pemurnian ditujukan pada gambar 3.3.



Gambar 3.3 Diagram Alir Stasiun Pemurnian Sumber PT PG Kebon Agung (2019)



3.6.1 Penimbangan Nira Mentah dan Penambahan H3PO4 Di PG kebon agung nira diukur menggunakan alat pengukur debit nira mentah (flowmeter) untuk mengetahui jumlah nira mentah yang di olah, angka yang terbaca merupakan jumlah nira mentah yang masuk pada bak penampung nira. Di dalam bak penampung tersebut,nira ditambahkan larutah H3PO4. Setelah penambahan diharapkan kadar posphat dalam nira berkisar 300 ppm, akan tetapi angka tersebut merupakan hal mutlak, yang terpenting perbandingan antara P2O5 dengan jumlah Fe Si dan Al harus lebih besar dari 0,25 sehingga membentuk endapan.



3.6.2 Pemanas Pendahuluan (juice heater) PG kebon agung memiliki 9 unit pemanas, 6 unit yang beroperasi sedangkan 3 unit lainnya sebagai cadangan apabila dilakukan pembersihan (skrap). Juice heater I dan II menggunakan uap yang di suplai dari evaporator I. Pembersihan pipa pamanas harus rutin dilakukan untuk menjaga agar tidak terbentuk kerak yang akan menghalangi transfer panas. Tujuan pemanasan pada juice heater I (PP I) adalah : 1. Agar reaksi antara nira dan susu kapur pada defikator berjalan dengan baik. 2. Menggumpalkan koloid organik. 3. Mematikan jasad renik. Tujuan pemanasan pada juice heater II (PP II) adalah : 1. Menyempurnakan reaksi 2. Mempermudah keluarnya gas-gas yang tidak dibutuhkan 3. Menurunkan viskositas nira Tujuan pemanaasan pada Juice heater III (PP III) adalah : 1. Menaikkan suhu 2. Membantu kerja pre-evaporator. 3.6.3 Proses Defekasi pada Defekator dan Penambahan Sakarat Proses defekasi adalah proses pencampuran antara susu kapur dengan nira sehingga terjadi reaksi penetralan dan penggumpalan koloid. Sakarat adalah nira kental (nira yang keluar dari badan evaporator terakhir) yang dicampur dengan CaO. Dari proses tersebut pencampuran sakarat dan nira mentah. Susu kapur bereaksi dengan komponen nira phosphat membentuk Calsium phospat dengan pH 8,5 seperti mekanisme di bawah ini : CaO + H2O



Ca(OH)2



C12H22O11 + Ca(OH)2



C12H20O11Ca + 2H2O



P2O5 + 3 H2O



2 H3PO4



3 C12H20O11Ca + 2 H3PO4



3C12H22O11 + Ca3(PO4)2



3.6.4 Pembuatan Susu Kapur Pertama batu kapur atau kapur tohor (CaO) direaksikan dengan air panas kemudian dihasilkan susu kapur. Reaksi yang terjadi : CaO + H2O  Ca (OH)2 Pembuatan susu kapur dilakukan pada sebuah tromol yang berputar dan mencacah bongkahan kapur tohor. Tromol dipasang miring dan di dalam nya terdapat sekat-sekat. Di dalam tromol, kapur tohot diberi air panas untuk membuat butiran lembut, selanjutnya susukapur melewati saringan untuk memisahkan batu kerikil dengan susu kapur yang telah terbentuk. Susu kapur melewati bak pengendapan untuk mengendapkan kotoran pasir dan tanah kemudian dialirkan ke tangki pengenceran susu kapur yang diberi air dingin dan diaduk agar campuran homogen. Berikut ini adalah table Jumlah Susu Kapur dan Nira Kental Sesuai dengan Kapasitas Giling ditujukan pada table 3.1. Table 3.1 Jumlah Susu Kapur dan Nira Kental Sesuai dengan Kapasitas Giling Kapasitas Giling TCD



Ton tebu/jam



Susu Kapur



Flow



Nira Kental (1/menit)



(liter/jam)



NM (m3/jam)



10oBe



12oBe



15oBe



25oBe



28oBe



30oBe



5500



229



251



3,15



2,57



2



3,01



2,71



2,5



6000



250



274



3,44



2,8



2,29



3,28



2,95



2,73



6500



271



297



3,73



3,03



2,37



3,55



3,2



2,96



7000



292



319



4,02



3,27



2,55



3,83



3,44



3,29



7500



313



342



4,3



3,5



2,73



4,3



3,69



3,42



8000



333



365



4,59



3,73



2,91



4,37



3,93



3,64



8500



354



388



4,88



3,96



3,1



4,65



4,18



3,87



9000



375



411



5,16



4,2



3,28



4,92



4,43



4,1



9500



396



434



5,45



4,43



3,46



5,29



4,67



4,33



10000



417



456



5,74



4,66



3,64



5,47



4,92



4,55



10500



438



479



6,02



4,9



3,83



5,74



5,16



4,78



11000



458



502



6,31



5,13



4,01



6,01



5,41



5,01



11500



479



525



6,6



5,36



4,19



6,28



5,66



5,24



12000



500



548



6,88



5,6



4,37



6,56



5,9



5,47



12500



521



570



7,17



5,83



4,55



6,83



6,15



5,69



13000



542



593



7,46



6,06



4,74



7,1



6,39



5,92



13500



563



616



7,74



6,3



4,92



7,38



6,64



6,15



14000



583



639



8,03



6,53



5,1



7,65



6,89



6,38



14500



604



662



8,32



6,76



5,28



7,92



7,13



6,6



15000



625



685



8,6



7



5,47



8,2



7,38



6,83



Sumber PT PG Kebon Agung (2019) 3.6.5 Pembuatan Sakarat Sakarat ini merupakan suatu metode terbaru yang dikembangkan oleh pabrik gula Kebon Agung dalam sistem pemurnian nira. Hal ini dikarenakan kelarutan CaO dalam nira kurang lebih 50 kali lebih besar bila dibandingkan dengan kelarutannya dalam air. Penggunaan sakarat ini dimaksudkan untuk memperoleh waktu tinggal yang lebih cepat dalam waktu hitungan detik. Kelarutan hidroksida kalsium akan turun bila suhu naik. Jadi, larutan jenuh pada suhu kamar bila dididihkan atau dipanaskan akan terjadi pengendapan. Kelarutan juga dipengaruhi oleh sifat partikel kapur. Kelarutan hidroksida kalsium (kapur) juga akan naik pada pelarut berupa larutan gula. Semakin tinggi konsentrasi larutan gula, maka larutan kapur juga akan bertambah. Larutnya kapur akan menaikkan kadar kapur dalam larutan gula. Jika kadar kapur dalam larutan gula tinggi, maka terdapat kapur aktif yang tinggi pula yang berarti reaktifitas kapur akan meningkat. Hal ini yang mendasari pemilihan sistem sakarat pada proses pemurnian. Dalam pembuatan sakarat debit nira kental dan CaO perlu diatur agar pH sakarat berkisar 8,5-9. Nira kental dengan kekentalan 30oBe/60%brix dengan CaO (sebagai susu kapur) kekentalannya 12oBe/30%brix. Reaksi yang terjadi : C12H22O11 + Ca(OH)2



C12H20O11Ca + 2H2O



3.6.6 Sulfitasi Sulfitasi bertujuan untuk menetralkan kelebihan susu kapur yang diberikan pada nira mentah dengan absorbs gas SO2 sehingga pada akhir reaksi sulfitasi pH nira 7-7,3 dan didapatkan endapan CaSO3. Alur dalam shulphur tower adalah sebagai berikut. Nira masuk pada bagian atas Shulphur tower sedangkan gas SO2 mengalir dari bagian bawah. Gas SO2 mengalir ke atas dengan bantuan blower. Di dalam Shulphur tower terdapat saringan – saringan yang disusun secara bertingkat sehingga nira yang mengalir ke bawah dapat terabsorbsi sempurna oleh gas SO2. Hal ini dikarenakan luas permukaan nira menjadi lebih besar. Nira yang tebawa ke atas oleh gas SO2 di saring oleh juice cacther sedangakan gas SO2 dibuang ke udara bebas. Dari Shulphur tower, campuran nira dan gas SO2 dimasukkan ke Sulfitated raw juice tank untuk menyempurnakan reaksi nira dengan gas SO2. Dalam Sulfitated raw juice tank terjadi reaksi pembentukan endapan garam calsium sulfite (CaSO3) untuk menyelubungi inti endapan yang terbentuk dalam proses defekasi sehingga menjadi gumpalan yang lebih besar dan akan lebih mudah diendapkan. Nira yang telah tersulfitasi kemudian turun dan tertampung ke Sulfited Raw Juice Tank. Di dalam Sulfitated raw juice tank ini terjadi reaksi antara gas SO2 dengan sisa susu kapur, dengan mekanisme sebagai berikut : CaO + H2O



Ca(OH)2



C12H22O11 + Ca(OH)2



C12H20O11Ca + 2H2O



SO2 + H2O



H2SO3



C12H20O11Ca + H2SO3



C12H22O11 + CaSO3



Nira yang telah ditampung ke Sulfited Raw Juice Tank kemudian dipompa menuju ke Flash Tank. Flash Tank merupakan alat yang berputar dengan cepat yang berfungsi untuk menghilangkan gelembung-gelembung sisa hasil reaksi sulfitasi sebelumnya, agar tidak mengganggu proses selanjutnya. Kemudian nira ditampung di dalam Clarifier Single Tray, yang bertujuan untuk memisahkan antara endapan dengan nira encer. Di dalam Clarifier, nira diberi flokulan jenis Acco Flox A110 sebesar 7 kg setiap 8 jam untuk memperbesar bentuk endapan. Kotoran dalam nira akan turun karena perbedaan massa jenis dengan nira, kemudian mengendap sehingga membentuk



dua lapisan. Lapisan atas merupakan nira jernih dan lapisan bawah merupakan campuran antara endapan dan nira. Nira jernih kemudian disaring pada DSM screen untuk menyaring kotorankotoran halus yang masih terkandung di dalamnya. Setelah disaring, nira jernih kemudian dipompa ke heater III dengan suhu operasi berkisar antara 105-110oC yang bertujuan untuk menaikkan suhu nira agar tidak terlalu membebani evaporator pada proses selanjutnya. Nira kotor yang mengendap pada Clarifier dialirkan ke penampung nira kotor, kemudian dialirkan lebih lanjut ke mud mixer. Di dalam mixer tank, nira kotor ditambah dengan ampas halus (bagacillo). Tujuannya adalah untuk mengentalkan nira kotor, mempertebal blotong dan membentuk pori – pori pada permukaan vacuum filter agar air siraman mudah masuk ke dalam blotong. Dari mixer tank, campuran nira kotor dan ampas halus ditapis dengan Rotary Vacuum Filter



3.6.7 Pembuatan Gas SO2 di Rotary Sulphur Burner Bahan baku yang digunakan adalah belerang. Gas SO2 yang digunakan terlebih dahulu mengalami proses sebagai berikut : a. Belerang padat dari sulfur bin dimasukkan secara bertahap ke Rotary Sulphur Burner melalui screw conveyor. Di dalam Rotary Sulphur Burner, belerang padat dibakar pada suhu tidak boleh lebih dari 3000C sampai lebur dan menghasilkan gas (asap). Suhu pada Rotary Sulphur Burner harus dijaga dengan mengaliri air pada permukaan luar burner untuk meninimalisir pembentukan gas SO2 . Rotary Sulphur Burner berjumlah dua buah yang digunakan secara bergantian. Belerang padat yang digunakan ada dua jenis, yaitu pastiles (padatan kecil) dan padatan besar. Yang lebih sering dipakai adalah jenis pastiles dengan jumlah ± 1 ton tiap 8 jam. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : S (s) + panas



S (l)



400 oC



S (l) + panas



S (g)



250 oC



S (g) + O2 (g)



SO2



(g)



+



80-100 oC



panas



b. Gas yang terbentuk (SO2) dialirkan melalui suatu pipa pendingin dan dimasukkan dalam tangki sublimasi untuk mencegah terjadinya gas SO3. c. Di dalam Rotary Sulphur Burner terbentuk gas SO2, namun ketika gas SO2 keluar dari Rotary Sulphur Burner, kemungkinan masih mengandung sedikit sulfur padat, karena adanya excess sulfur. Sehingga perlu dilewatkan ke sublimator. Di dalam sublimator, terdapat dua saringan, berupa batu tahan api, yang berfungsi untuk menyaring kotoran dan sulfur padat yang terikut dalam gas SO2 sehingga dapat dihasilkan gas SO2 yang bersih. d. Gas SO2 yang telah disaring kemudian ditarik oleh blower untuk dimasukkan ke Sulphurtower dan selanjutnya terabsorbsi oleh nira. 3.6.8 Unit Proses Penapisan (Rotary Vacuum Filter) Alat untuk unit proses penapisan yaitu Rotary Vacuum Filter dilengkapi dengan peralatan pembuat hampa yaitu kondensor, pompa injeksi, pompa vacuum, dan peralatan pembantu seperti bagacillo fan, mixer bagacillo. Proses ini bertujuan untuk memisahkan antara nira tapis dengan blotong. Nira tapis akan dialirkan kembali ke tangki penampung nira mentah untuk dimurnikan lagi. Sedangkan, blotong diolah menjadi biokompos di Sempal Wadak. Bagian utama alat Rotary Vacuum Filter adalah silinder yang berputar. Pada permukaaan silinder tersebut, terdapat saringan yang berjumlah 90 buah dan di bagian dalamnya terdapat peralatan pembuat hampa. Dengan adanya hampa maka larutan akan tersedot, sedangkan kotoran/blotong akan tertahan di permukaan saringan. Untuk mengurangi kadar gula dalam blotong (pol ± 2 %), maka ditambahkan air siraman yang bersuhu 70-800C. Makin banyak air siraman dan makin kecil kecepatan putar RVF, maka makin kecil kadar gula yang terbuang dalam blotong.



3.6.9 Mekanisme penapisan nira kotor di Rotary Vacuum Filter Nira kotor yang telah dicampur dengan ampas halus (baggasilo) dimasukkan ke dalam bak penampung nira kotor yang berada di bawah tromol. Pemisahan nira tapis dengan blotong berdasarkan prinsip perbedaan tekanan. Ada 3 daerah di Rotary Vacuum Filter dengan tekanan yang berbeda-beda, yaitu:



1. Daerah low vacuum, merupakan tempat menempelnya nira kotor pada permukaan RVF. Daerah ini mempunyai tekanan vakum 20-30 cmHg. 2. Daerah high vacuum, merupakan daerah penyerap filtrat yang masih terkandung nira kotor, serta daerah pencucian blotong. Daerah ini mempunyai tekanan vacuum 40-50 cmHg. 3. Daerah non vacuum, merupakan daerah pelepasan blotong oleh scrapper. Daerah ini mempunyai tekanan 1 atm. Pada saat bagian tromol berada pada daerah low vacuum, terjadi penempelan nira kotor yang berada dalam bak penampung. Tromol terus berputar dan sampai pada daerah high vacuum, dimana saat itu kotoran yang menempel disemprot dengan menggunakanair panas yang bersuhu ± 70 oC, agar gula yang terkandung di dalam blotong dapat terlarut dan gula yang terpisah itu kemudian diserap melalui saringan nira tapis. Sedangkan kotoran yang tidak mengandung gula ini disebut blotong. Nira tapis kemudian ditampung ke bak penampung nira tapis, untuk selanjutnya dipompa ke tangki nira mentah untuk dicampur dengan nira mentah untuk dilakukan proses pemurnian lagi. Selanjutnya tromol saringan sampai pada daerah non vacuum, dimana pada daerah ini terjadi pengikisan blotong yang menempel pada permukaan tromol dan untuk selanjutnya blotong dibawa menuju truk penampung untuk dikirim ke unit pengolahan kompos. Biasanya, pupuk kompos yang dibuat merupakan campuran antara blotong, ampas tebu, abu, dan bakteri yang akan mengalami proses fermentasi selama 1-2 minggu. Blotong yang dihasilkan per shift berkisar 25 truck.



3.7 Stasiun Penguapan Tujuannya untuk menguapkan air yang terkandung dalam nira encer sehingga di peroleh nira dengan kekentalan tertentu. Kadar air yang akan diuapkan pada stasiun ini ±80% sehingga menghasilkan nira yang kekentalnya 28-32 oBe. Penguapan nira dilakukan pada temperatur 60-120 oC. Nira yang keluar dari stasiun penguapan diharapkan akan mencapai 60 % brix. Untuk memperoleh kecepatan penguapan yang tinggi dan meminimalisir kerusakan gula selama proses penguapan maka penguapan dilakukan dalam ruang



hampa (vacuum pan). PG kebon Agung menggunakan alat penguapan (evaporator) sistem multiple effect dengan tipe Quintiple effect, yaitu lima badan penguapan yang digunakan secara seri. Penggunaan sistem Quintiple effect dengan pararel badan akhir karena selain effisiensi penguapan juga mempertimbangkan perbedaan suhu pada setiap evaporator. Jumlah seluruh evaporator yang ada seluruhnya sebanyak 9 buah. Dari 9 bejana yang ada, hanya 7 yang aktif digunakan sedangkan 2 sebagai cadangan. Proses pembersihan evaporator dengan cara pemberian chemical ( soda kaustik dan scrub ) untuk pembersihan terhadap kerak yang timbul. Pembersihan sendiri dilakukan sekitar 2 hari sekali secara berkala. Dalam suatu seri badan penguap, tekanan masing-masing badan semakin ke belakang akan semakin rendah, karena perbedaan tekanan tersebut maka uap air dari nira pada badan penguapan I dapat mengalir ke badan penguapan II dan digunakan sebagai steam pemanas untuk memanaskan nira, begitu pula uap air nira dari badan penguapan II ke badan penguapan 3 dan seterusnya. Sistem evaporator multiple effect memiliki keuntungan sebagai berikut: 1. Dapat menghemat penggunaan steam karena dengan sekali penggunaan steam pada badan I akan menguapkan 5 badan penguapan lainnya. 2. Dapat menghindari penguapan dengan suhu tinggi sehingga akan meminimalisir kerusakan sukrosa (gula) akibat pengaruh suhu dan waktu. 3.7.1 Mekanisme Evaporator Nira dan uap (steam) masuk ke dalam evaporator melalui rangkaian saluran pipa seri yang berbeda. Di dalam evaporator nira dan uap (steam) tidak berkontak langsung, melainkan nira masuk ke dalam tube–tube sedangkan uap (steam) masuk ke dalam shell (ruang antar tube), sehingga hanya terjadi proses perpindahan (transfer) panas dari uap ke nira di permukaan tube. Selanjutnya Uap (steam) terkondensasi (berubah fase menjadi cair) kemudian air kondensat masuk ke dalam pipa kondensat. Berikut adalah alur dan kondisi pengoperasian nira dalam evaporator: 1. Pre-evaporator Nira jernih yang telah dipanaskan di Heater III (110°C), dipompa masuk ke Pre-evaporator. pH nira yang masuk badan pre-evaporator harus mendekati



netral antara 7-7,2, karena jika dalam kondisi basa (pH > 7), akan terjadi reaksi karamelisasi, sehingga terbentuk caramel yang akan menimbulkan kerak yang akan menyumbat pipa nira. Sedangkan jika kondisi asam (pH < 7), sukrosa akan terinversi, sehingga tidak mampu membentuk kristal. Uap (steam) yang digunakan di pre-evaporator adalah uap (steam) bekas dari turbin, dengan tekanan 0,8-1 kgf/cm2. Jumlah uap (steam) pada Pre-evaporator disesuaikan dengan kebutuhan uap (steam) untuk stasiun masakan. Hal ini dikarenakan uap (steam) pada Pre-evaporator akan dialirkan ke stasiun masakan. Suhu dan tekanan ruang badan Pre-evaporator adalah



120-125°C dan 0,8 kgf/cm2.



Konsentrasi sebesar 15-16% brix. Dari Pre-evaporator, nira akan dialirkan ke rangkaian 5 evaporator (Quintiple effect). Sedangkan uap hasil pemanasan nira pre-evaporator digunakan untuk pemanas di pan masakan. Dari Preevaporator ke evaporator I dialirkan dengan bantuan pompa dikarenakan tekanan kedua evaporator tersebut sama. 2. Evaporator I Steam yang digunakan di badan evaporator I berasal dari uap bekas dari turbin, dengan tekanan 0,8-1 kgf/cm2. Suhu dan tekanan ruang badan evaporator I adalah 100-110°C dan 0,4-0,5 kgf/cm2. Konsentrasi sebesar 19% brix. Sedangkan uap hasil pemanasan nira Evaporator I digunakan untuk pemanas di CVP (Continue Vacum Pan), PP1 dan PP2 serta Evaporator II, selanjutnya uap dan nira dialirkan ke badan evaporator II dengan prinsip beda tekanan. 3. Evaporator II Uap nira yang dihasilkan di badan evaporator I, diinputkan ke badan evaporator II sebagai steam pemanas.Suhu dan tekanan ruang badan evaporator II adalah 80-90°C dan 0,1 kgf/cm2. Konsentrasi sebesar 20-25% brix. Selanjutnya uap dan nira dialirkan ke badan evaporator III dengan prinsip beda tekanan. 4. Evaporator III



Suhu ruang badan evaporator III adalah 70-80°C dengan tekanan ruang vakum 10 cmHg. Konsentrasi sebesar 28-36% brix. Steam yang digunakan di badan evaporator III berasal dari uap badan evaporator II. Selanjutnya uap dan nira dari evaporator III dialirkan ke badan evaporator IV dengan bantuan pompa vacuum. 5. Evaporator IV Suhu ruang badan evaporator IV adalah 55-60°C dengan tekanan ruang vakum 25-30 cmHg. Konsentrasi sebesar 40% brix. Uap yang dihasilkan di badan evaporator III, diinputkan ke badan evaporator IV sebagai steam pemanas. Selanjutnya uap dan nira dari evaporator IV dialirkan ke badan evaporator V dengan bantuan pompa vacuum untuk membantu proses penguapan mencapai titik didih serta membantu evakuasi nira dan uap. 6. Evaporator V Steam yang digunakan di badan evaporator V berasal dari uap nira dari badan evaporator IV. Di evaporator V digunakan 2 badan evaporator yang uapnya disusun secara paralel agar luas perpindahan panasnya lebih besar. Suhu ruang badan evaporator V adalah 50-58°C dengan tekanan vakum 59-62 cmHg. Konsentrasi sebesar 60% brix atau sebesar 30◦Be.



3.7.2 Sulfitasi Selanjutnya nira kental dari evaporator V dialirkan ke peti penampung nira kental. Nira kental yang keluar dari badan akhir evaporator ini berwarna gelap, untuk menurunkan intensitas warna nira menjadi lebih terang (kristal gula yang dihasilkan nantinya akan putih), nira kemudian dialirkan ke bejana sulfitasi untuk diberi gas SO2 kembali. Setelah itu nira ditampung di peti nira kental tersulfitasi yang kemudian dialirkan ke stasiun masakan. Sedangkan uap (steam) pemanas dari badan evaporator V dialirkan ke Juice catcher, untuk menangkap nira yang terikut dalam steam. Nira dari uap yang tertangkap Juice catcher akan ditampung di tangki penampung nira untuk selanjutnya dialirkan ke tangki nira kental penguapan untuk diolah kembali.



pada stasiun



3.7.3 Kondensor Prinsip kerja Kondensor adalah mengontakkan air injeksi (± 30°C) dari Cooling tower melalui pipa injeksi dengan uap air yang keluar dari Juice catcher, sehingga terjadi perubahan uap air menjadi embun yang kemudian jatuh ke bawah sebagai air jatuhan (54-60 °C) yang kemudian dialirkan ke cooling tower. Tekanan pada kondensor berkisar 60-65 cmHg dengan ketinggian kurang lebih 10 meter. Air kondensat yang mengalir melalui pipa kondensat selanjutnya digunakan untuk ketel feed water. Analisa untuk memisahkan antara air kondensat yang bergula dan tidak bergula, uap dari stasiun masakan, stasiun penguapan dan heater dilakukan menggunakan analisa manual dan otomatis. Untuk analisa manual dilakukan dengan cara mengambil sedikit sample, kemudian ditetesi dengan asam sulfat dan alfanatol masing-masing 4 tetes. Apabila berwarna kekuningan, maka air tersebut tidak mengandung gula, dan dapat digunakan untuk pengisi air ketel. Dan apabila berwarna merah, maka air tersebut bergula dan selanjutnya digunakan untuk air proses. Untuk analisa otomatis menggunakan sensor yang nantinya dihubungkan dengan monitor. Dalam proses penguapan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: 1. Tekanan uap nira tiap evaporator harus konstan karena dapat mempengaruhi kecepatan penguapan. 2. Pengaturan level nira pada setiap evaporator mempengaruhi kecepatan penguapan. Pengaturan level 30-40 % dari tinggi ruang pemanas sehingga terjadi climbing film. Level nira akan mempengaruhi nilai U (koefisien perpindahan panas) dari nira 3. Adanya gas-gas yang tak terembunkan dalam ruang pemanas. 4. Adanya kehilangan panas akibat adanya kebocoran valve. 5. Air embun harus dikeluarkan dengan lancar karena dapat menghambat perpindahan panas dan memperkecil ruang pemanas, Idealnya 20 cm dari tube plat bawah. 6. Adanya kerak yang menghambat transfer panas dan mempengaruhi kecepatan penguapan.



7. Nira yang keluar dari tanki sulfitasi dijaga pada pH 5,4 karena jika pH nira tersulfitasi >5,4 maka Kristal yang terbentuk pada stasiun masakan akan berwarna coklat dan berukuran besar. Dibawah ini adalah diagram proses penguapan ditujukan pada gambar 3.4.



Gambar 3.4 Diagram Proses Penguapan. (Sumber PT PG Kebon Agung 2019). 3.8 Stasiun Masakan Stasiun masakan bertujuan untuk mengkristalkan gula atau mengubah bentuk sukrosa dari zat terlarut dalam nira menjadi zat padat berbentuk kristal gula. Pada stasiun ini terjadi proses penguapan air lebih lanjut dari nira kental yang dihasilkan pada stasiun penguapan. Stasiun masakan memiliki 13 buah pan masakan (A=8 pan masakan, A2 = 2 pan masakan , C=2 pan masakan, D2 = 4 pan masakan) dan 1 buah Continous Vacum Pan (CVP), dengan kapasitas pan A = 700 HL, pan C = 500 HL dan pan D = 500 HL. Stasiun ini memiliki beberapa alat utama, antara lain, vacum pan dan palung pendingin. Pada pan masakan terjadi proses penguapan untuk membuat nira kental menjadi lewat jenuh sehingga sukrosa mengkristal. Oleh karena itu, untuk menghindari rusaknya sukrosa proses dilakukan pada tekanan 60-65 cmHg dan suhu pemanasan sekitar 60-700C. Proses kristalisasi dalam vacuum pan/pan masakan terjadi dengan cara penambahan bibit kristal yang disebut fondant. Fondant biasanya ditambahkan sebanyak 200 cc. Inti kristal ini akan membesar sehingga menjadi kristal yang diinginkan. Kristal-kristal ini akan diperbesar dengan penambahan nira kental.



Tabel 3.2 Data Ukuran Kristal dan HK tiap Masakan D2



D



C



A2



A



0,3



0,4



0,6-0,8



0,8



0,8-1,2



60-65



58-57



≤ 70



Ukuran Kristal (mm) Harga



≥80



Kemanisan Sumber PT PG Kebon Agung (2019) Bahan masakan tiap tahap masakan (D2, D, C, A2 dan A) berbeda-beda berdasarkan Harga Kemurnian (HK) masakan yang diinginkan (HK target). Untuk masakan D2 dan D, bahan yang masuk memiliki HK yang lebih kecil dibandingkan bahan masakan C, A2 dan A. Hal ini bertujuan untuk menghindari tetes (mollase) yang dihasilkan memiliki HK yang tinggi, yang berarti kehilangan gula yang tinggi pula. HK maksimal tetes (mollase) diharapkan 28-30. Pemasukan bahan masakan dilakukan secara bertahap sesuai prosedur kerja yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terbentuknya kristal palsu dan penyerapan bahan masakan ke inti kristal (fondant) yang kurang maksimal. Kristal palsu dapat timbul, dikarenakan jarak antar kristal berjauhan, pemasukan bahan yang kurang teratur, nira kental terlalu pekat dan masakan terlalu viscous.Nira kental yang akan masuk stasiun masakan harus memenuhi standar derajat kekentalan (°Be), yaitu berkisar antara 28-30.Dalam sistem masakan ACD, ada 5 tahap masakan, yaitu: 1. Masakan D2 Bahan baku gula D2 : a. Nira kental (hanya untuk awal giling) b. Klare D c. Stroop A d. Stroop C e. Fondant (bibit inti kristal gula). Proses kristalisasi yang terjadi pada stasiun masakan adalah pematangan bibit kristal (Fondant) dengan melapisi (membesarkan) bibit inti kristal tersebut dengan



bahan-bahan masakan yang ditambahkan di setiap tahap masakan sesuai instruksi kerja. Tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum dengan tekanan 6065 cmHg, menggunakan kondensor. Selanjutnya nira kental (hanya untuk awal giling) atau Stroop A/ Stroop C dimasukkan sebanyak ± 200 HL dalam pan masakan. Kemudian dilakukan pemanasan sampai mencapai titik didih bahan (± 65°C) dengan menggunakan uap nira dari evaporator. Lalu ditambahkan fondant (bibit gula) ukuran 8-10 µm sebanyak ± 200 cc dan ditambahkan Stroop A sampai kristal yang terbentuk dari fondant nampak. Setelah kristal benar-benar baik dan rata, dilakukan masak tua. Setelah masakan tua, ditambahkan Klare D sampai volume ± 300 HL. Kemudian analisa HK sogokan D2 untuk menentukan penarikan bahan pada proses berikutnya yang ditentukan oleh Ahli Gula (chemiker) sampai volume 400 HL. Selanjutnya masakan D2 dioper ke 1 pan masakan yang lain dengan jumlah yang sama masing-masing 200 HL. Masakan gula D2 yang sudah terbagi menjadi 2 pan (@200 HL) masing-masing akan diolah dengn ditambahkan Stroop A/Stroop C lagi secara bertahap hingga mencapai volume 400 HL. Analisa sogokan sangat menentukan HK target masakan D2 (60-65). Selanjutnya masakan D2 dioper ke Continous Vacum Pan (CVP) untuk masakan D1, masing-masing 200 HL. 2. Masakan D1 Bahan yang digunakan untuk masakan D ada 4, yaitu: a. Masakan D2 b. Stroop A c. Stroop C d. Klare D Hasil dari pan D2 dialirkan menuju ke Continous Vacum Pan (CVP) untuk melakukan masakan D1. Setelah tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum dengan tekanan 60-65 cmHg, masakan D2 dimasukkan dengan flowmeter 15, dan dilakukan pemanasan sampai mencapai titik didih bahan (± 65°C) dengan menggunakan uap nira dari evaporator. Pada compartement 1-6 terdapat penambahan Stroop A dan air. Lalu, pada compartement 7-12 terdapat



penambahan Stroop A, Stroop C, dan air. Sehingga di akhir compartement 12 didapatkan HK 56 dan ukuran gula D sekitar 0,5 mm. Lalu hasil masakan D1 diturunkan menuju palung pendingin D dan dipompa ke Rapid Crystalizer, yang berfungsi untuk mendinginkan masakan D dengan cepat, agar terjadi kristalisasi lanjut sehingga kristal tidak mudah larut saat disiram air. Disini dihasilkan massecuite dengan ukuran kristal ± 0,4 mm. 3. Masakan C Bahan yang digunakan untuk masakan C, yaitu: a. Klare SHS b. gula D (babonan D/einwurf D) c. Stroop A d. Klare D Setelah tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum dengan tekanan 60-65 cmHg, nira kental dan Stroop A dimasukkan sebanyak ± 200 HL, dan dilakukan pemanasan suhu ± 65°C sampai terbentuk benangan. Setelah itu gula D dimasukkan sebanyak ± 50 HL dan dilakukan pemasakan tua (jika jarak kristal rapat dan teratur). Kemudian ditambahkan lagi Stroop A sampai volume masakan ± 250 HL, lalu ditambahkan klare D/klare SHS sampai volume ± 400 HL (klare D yang diutamakan, klare SHS ditambahkan jika tanki klare SHS sudah penuh)dan dianalisa sogokan dengan HK target ≤ 70%. Setelah ukuran kristal 0,6-0,8 mm, massecuite C diturunkan menuju palung pendingin C untuk menurunkan suhu massecuite C, sebelum menuju stasiun putaran. 4. Masakan A2 Bahan yang digunakan untuk masakan A2, yaitu: a. Nira kental b. Gula C (babonan C / einwurf C) Setelah tekanan ruang dalam pan masakan dikondisikan vakum dengan tekanan 60-65 cmHg. Nira kental dimasukkan sebanyak ± 200 HL dan dilakukan pemasakan tua sampai terbentuk benangan. Setelah itu ditambahkan gula C sebanyak ± 40 HL dan dilakukan penuaan. Secara bertahap ditambahkan nira



kental sampai volume masakan ± 400 HL dan dituakan sampai ukuran kristalnya mencapai 0,8 mm. Selanjutnya masakan A2 dioper ke 2 pan masakan A, masingmasing 200 HL. 5. Penambahan Bahan Kimia Terkadang di stasiun masakan dilakukan penambahan bahan kimia untuk menunjang proses pemasakan. Bahan kimia yang ditambahkan adalah : a. HASTHIONITE Bahan kimia ini berbentuk serbuk dan ditambahkan ke dalam masakan untuk memutihkan warna kristal gula. Terkadang keadaan pH yang rendah membuat warna gula menjadi pucat sehingga ditambahkan bahan kimia ini. b. VOLTABIO 2779 / HASSURF Kedua bahan ini berbentuk gel dan ditambahkan untuk mengurangi terjadinya viskos pada niea kental di stasiun masakan. pH kurang normal membuat nira kental terlalu lengket seperti caramel. Penggunaan Voltabio 2779 atau Hassurf bergantung pada stok yang disediakan oleh pabrik, jika yang digunakan Voltabio 2779 maka itu yang digunakan dn begitu pun sebaliknya. Jika gula terlalu viscous maka ditambahkan anti viscous dengan merk dagang Hassurf sebanyak 0,5 kg atau Voltabio 2779 0,5 kg. 3.9 Stasiun Putaran Di stasiun putaran dilakukan proses pemutaran masecuite yang bertujuan memisahkan kristal gula dari larutan induknya (stroop). Pada proses ini akan diperoleh gula produk SHS dan hasil samping tetes. Hasil proses kristalisasi yang masih berupa massa campuran antara kristal-kristal gula dan sedikit sisa larutan induknya akan ditampung dalam palung-palung pendingin dengan harapan akan terjadi kristalisasi lanjut. Proses putaran menggunakan sistem penyaringan yang bekerja berdasarkan gaya sentrifugal. Alat pemutarannya disebut centrifugal machine mempunyai 2 jenis yaitu: 1.High Grade Fugal (HGF) 2.Low Grade Fugal (LGF)



Alat putaran terdiri dari suatu silinder, dindingnya dilapisi saringan dan dihubungkan dengan sumbu yang berputar. Masakan masuk ke dalam basket akan terlempar menjauhi sumbu perputaran, hal ini berdasarkan prinsip gaya sentrifugal. Dinding alat yang merupakan saringan akan menahan kristal gula sedangkan larutan induknya akan menembus dinding saringan sehingga keduanya akan terpisah. Larutan induk yang masih menempel pada kristalgula dihilangkan menggunakan air siraman. Air siraman digunakan secukupnya agar gula tidak larut kembali.Setelah penyiraman dengan air, lalu diberikan uap panas (steam) agar gula menjadi kering saat diturunkan dari mesin putaran (pemberian steam pada putaran untuk gula SHS). Factor yang berpengaruh pada proses putaran adalah: 1. Viskositas masakan, tergantung pada suhu dan HK 2. Kondisi Kristal yang dihasilkan 3. Kecepatan dan waktu putar alat putaran 4. Jumlah air panas dan steam yang disemprotkan pada saat pemutaran Pada proses pemutaran dilakukan pencucian dengan air dan uap, agar diperoleh hasil yang maksimal maka pada saat pencucian dilakukan pemutaran dengan rpm yang tinggi. Di PT PG Kebon Agung mempunyai 21 unit putaran yang teridiri dari: a. 8 putaran discontinue High Grade Fugal (HGF) untuk masakan A b. 13 putaran continue Low Grade Fugal (LGF) yaitu 3 LGF untuk masakan C, 6 LGF untuk masakan D1, dan 4 LGF untuk masakan D2. 1.



Putaran Discontinue High Grade Fugal (HGF) Putaran discontinue A jenis WSM ( Western States Machine ), merupakan putaran langsung dimana pengoperasiannya secara digital dengan system batch yang berjunlah 6 buah. Kapasitas putaran tipe I, II, III 1850 kg/charge. Tipe IV dan V 1200 kg/charge serta tipe VI 850 kg/charge dengan rata-rata adalah 1200 rpm dan waktu tinggal 210 detik. Berfungsi untuk memutar gula A dan SHS sebagai gula produk. Masakan A dipompa ke talang mixer yang berada diatas putaran dan lewat pengisian masakan diturunkan untuk dipisahkan kristal dan stroopnya. Pada putaran discontinue dilakukan dalam 1 siklus yang berkisar



selama 3-4 menit. Tahap-tahap dalam proses putaran hasil masakan A tersebut antara lain: a. Hasil masakan A yang turun dari vacuum pan tidak langsung masuk ke dalam mesin centrifugal tetapi ditampung dalam receiver A. Hasil masakan dalam receiver tidak memiliki waktu tinggal karena hanya lewat untuk kemudian siap diputar. b. Setelah melewati receiver, hasil masakan A kemudian dialirkan menuju tangki distributor A. Dalam distributor, hasil masakan akan di distribusikan ke setiap alat putaran. c. Selanjutnya hasil masakan A masuk ke mesin centrifugal dengan tahapan siklus sebagai berikut: 1. Masecuite A (hasil masakan A) turun ke dalam mesin centrifugal dengan keadaan basket centrifugal berputar pada kecepatan 200 rpm. 2. Hasil masakan A dialirkan pada basket centrifugal sampai batas cake feeler kemudian pengisian berhenti, lalu kecepatan putaran basket centrifugal terus meningkat hingga 1000 rpm. 3. Pada kecepatan 300 rpm dilakukan penyiraman air panas 90 oC selama ± 3 detik. Pada penyiraman ini akan terpisah antara stroop A dan gula A. Stroop A yang dihasilkan akan ditampung sementara dalam palung penampung sebelum dijadikan bahan masakan D2. 4. Kemudian pada kecepatan 600 rpm dilakukan penyemprotan kembali menggunakan air panas 90 oC selama ± 2 detik. Proses penyemprotan yang kedua ini menghasilkan gula SHS dan klare SHS. Klare SHS yang dihasilkan akan digunakan untuk bahan masakan A. 5. Setelah penyemprotan, kecepatan basket centrifugal terus meningkat hingga 1000 rpm lalu dilakukan proses pengeringan gula SHS yang terbentuk dengan cara ditambahkan uap panas (steam). 6. Kecepatan basket centrifugalakan turun sampai 50 rpm kemudian kristal gula produk yang berada di bagian samping basket centrifugal disekrop sehingga jatuh ke screw conveyor dan dibawa menuju talang



goyang (vibrating screen). Selanjutnya kristal gula akan dikeringkan dan di dinginkan dalam dryer dan cooler, sedangkan molassesnya dipompakan ke molasses tank. 7. Setelah kristal gula turun, dilakukan proses washing basket dimana basket centrifugal disemprot dengan air panas selama kurang lebih 2 detik agar basket centrifugal bersih dari sisa-sisa kristal gula yang masih menempel.



2. Putaran Continue Low Grade Fugal (LGF) Putaran ini digunakan untuk hasil masakan C dan masakan D. Tahapan proses pemutarannya sebagai berikut: a. Putaran D Proses putaran hasil masakan D dibagi menjadi 2 tahap yaitu: 1) Putaran D1 a) Hasil masakan D1 ditampung sementara dalam receiver D1. b) Kemudian



dipompa



menuju



palung



pendingin



(vertical



crystallizer) (40-45oC) yang memiliki elemen berisi air dingin yang bertujuan untuk mempercepat proses pendinginan, sehingga bentuk kristalnya tetap terjaga dan tidak meleleh karena ukuran kristal terlalu kecil. c) Setelah diproses pada vertical crystallizer, hasil masakan D1 diteruskan ke distributor D1 dengan tujuan untuk menjaga kontinuitas proses putaran D1. d) Kemudian masuk ke putaran kontinyu yang bekerja dengan gaya centrifugal, sehingga kristal terlempar menjauhi pusat putaran menuju dinding saringan yang berbentuk kerucut sambil dilakukan penyiraman dengan air panas bersuhu 50 - 55oC agar mempermudah proses pemisahan. Lalu gula D1 akan naik dan



meluap ke penampung dan molasses-nya akan melewati saringan dan turun ke bak penampung (final molasses). e) Pada proses putaran D1 ini menghasilkan gula D1 dan tetes. Tetes merupakan hasil samping yang tidak dapat diproses menjadi gula lagi sehingga langsung dialirkan ke bak penampung (final molasses) dan dipompa menuju final molasses tank (by product). Sedangkan gula D1 dipompa menuju distributor D2 untuk proses lebih lanjut. PG. Kebon Agung 5 buah putaran D1 dengan kapasitas maasing-masing 20 ton/jam dan dengan kecepatan sekitar 2000 rpm. 2) Putaran D2 Dari distributor D2, gula D1 dialirkan menuju putaran D2. Proses putaran D2 sama halnya dengan proses putaran D1, pada putaran ini dilakukan penyemprotan air panas secara kontinyu. Hasil putaran D2 adalah gula D2 dan klare D. Gula D2 digunakan untuk bahan masakan C sedangkan klare D digunakan untuk bahan masakan D2. Untuk putaran D2 ada 4 buah dengan kapasitas 9 ton/jam dan dengan kecepatan sekitar 2000 rpm. b. Putaran C Hasil masakan dari vacuum pan C (masecuite C) ditampung dalam receiver untuk sementara. Setelah itu massecuite C dialirkan menuju tangki distributor C untuk menjaga kontinuitas putaran C. Prinsip kerja putaran C sama dengan putaran D1, dengan suhu siraman 50 - 55oC bedanya untuk hasil putaran C tidak diputar lagi. Putaran C menghasilkan stroop C dan magma C. Stroop C digunakan untuk bahan masakan D2 sedangkan magma C ditampung pada tangki babonan C (seed tank C) yang selanjutnya digunakan untuk bahan masakan A. PG. Kebon Agung menggunakan 5 buah putaran C dengan kapasitas 1,85 ton/jam dan keceptan putar sekitar 2000 rpm. Berikut ini adalah diagram Alir Stasiun Putaran ditunjukan pada gambar 3.5.



Gambar 3.5 Diagram Alir Stasiun Putaran. (Sumber PT PG Kebon Agung 2019). 3.10 Stasiun Penyelesaian dan Gudang Tujuannya ntuk memepersiapkan Kristal gula produk yang dihasilkan oleh stasiun putaran agar memiliki kualitas yang baik (ukuran Kristal gula yang memadai dan daya tahan simpan yang lama). Proses penyelesaian di PG kebon Agung meliputi: a. Proses Pengeringan. b. Proses penyaringan . c. Proses pembungkusan. d. Penyimpanan. 1. Pengeringan Gula SHS dari putaran A disaring untuk memisahkan kristal gula SHS yang diinginkan dengan kotoran dan bongkahan gula, yang nantinya akan diangkut ke tangki leburan. Lalu, gula SHS turun ke vibrating conveyor, yang berfungsi untuk memberikan getaran dan waktu kontak dengan udara luar pada gula SHS, sehingga gula SHS lebih kering dan dingin.



Selanjutnya menuju sugar dryer (alat pengering). Di dalam sugar dryer, gula dihembuskan udara kering dari blower sebanyak 12 buah dengan suhu 80 o



C dan daya masing-masing blower 5 kW. Gula yang keluar dari sugar dyer



masuk ke sugar cooler untuk didinginkan kembali, di dalam sugar cooler gula dihembuskan udara dingin dari cooling fan. Gula debu dan uap air yang terdapat pada sugar dyer dan sugar cooler dihisap oleh rotoclone, dari rotoclone masuk ke cyclone, disini disemprotkan air suhu 80-100 oC. Uap dari sugar dryer akan keluar melalui vent, sedangkan kotoran yang tercampur dalam debu akan turun ke remelter. Gula yang keluar dari proses pengeringan diharapkan memiliki kadar air ±0,05% dengan temperature 30-40 oC. 2.



Penyaringan Gula SHS hasil pengeringan masih memiliki ukuran Kristal yang tidak homogeny karena itu harus di saring dahulu untuk mendapatkan ukuran Kristal gula normal yang homogeny dengan menggunakan vibrating screen. Gula diangkut menuju vibrating screen dengan menggunakan bucket elevator. Di vibrating screen, terdapat 3 macam saringan, yaitu saringan pertama 30 mesh (gula halus). Gula yang halus dan kasar dilebur kembali, sedangkan gula normal masuk ke sillo dengan menggunakan belt conveyor. Selama pengangkutan terdapat dua buah magnet pada ujung belt conveyor yang berfungsi untuk menangkap logam yang terbawa oleh gula.



3. Pembungkusan Setelah itu dilakukan pembungkusan gula produk SHS dengan karung plastik dengan berat 50 kg masing-masing karung. Gula produk SHS yang di simpan di silo disalurkan menuju packer gula kemudian di jahit lalu di kirim menuju gudang gula, setiap beberapa jam sekali karung gula yang telah di jahit ditimbang terlebih dahulu sebagai sampel random untuk memastikan bahwa berat gula telah sesuai. Peralatan yang digunakan adalah:



a. Packer gula,berfungsi untuk memasukkan gula dalam karung dengan berat 50 kg. b. Mesin jahit, berfungsi untuk menjahit karung yang berisi gula 50 kg. c. Conveyor gula, berfungsi sebagai alat akomodasi gula yang telah di jahit menuju gudang. 4. Penyimpanan Gula yang akan di karungi dan di simpan di gudang juga mendapatkan pengawasan visual secara warna dan kekeringan. Berikut adalah syarat-syarat gula yang masuk gudang: a. Gula harus kering dan bersih (kadar air maksimal 1%) b. Gula memiliki warna standart sesuai standart P3GI c. Ukuran Kristal gula memenuhi standart (0,8-1,0 mm) d. Berat bersih tiap karung harus 50 kg e. Karung harus utuh,tidak robek dan dalam keadaan rapi f. Pengeluaran gula dari gudang juga harus sesuai prinsip FIFO yaitu gula yang masuk lebih awal harus keluar lebih awal juga untuk menghindari kerusakan gula saat penyimpanan.



Gambar 3.6 Diagram Alir Stasiun Penyelesaian. Sumber PT PG Kebon Agung (2019).



BAB IV PENGENDALIAN MUTU 4.1 Pengawasan Mutu Peranan analisa laboratorium dalam pabrik gula sangat penting karena hasil analisa ini digunakan untuk mengetahui atau mengawasi baik buruknya proses yang dilaksanakan di pabrik setiap hari, dan dapat digunakan agar diperoleh gula semaksimal mungkin. Untuk melakukan analisa dan pengumpulan data ini dilakukan di laboratorium. Guna pengendalian mutu dalam suatu industri maka tingkat kualitas produk harus ditingkatkan atau dipertahankan agar sesuai dengan standar dan sebisa mungkin dengan biaya yang sekecil mungkin. Analisa-analisa dimulai dari pendahuluan, yaitu mulai dari tebu sampai menjadi kristal gula. Dengan demikian analisa laboratorium untuk mengendalikan mutu dilaksanakan dengan menganalisa bahan baku, bahan pembantu, bahan yang ada dalam proses, produk dan hasil samping. Pelaksanaan analisa dilakukan dengan menggunakan petunjuk P3GI. 4.2 Pengawasan Mutu Bahan Baku Kualitas tebu sebagai bahan baku pembuatan gual kristal akan sangat mempengaruhi hasil gula kristal putih (GKP) yang dihasilkan. Untuk itu, perlu diadakan pengawasan mutu terhadap bahan baku tersebut. Pada PT PG Kebon Agung, pengawasan mutu tebu dilakukan dengan melakukan analisis pendahuluan yang dinilai pada dua bulan sebelum masa giling dimulai. Analisis pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan faktor kemasakan tebu tersebut agar tebu yang akan digiling memiliki kualitas yang baik. Analisis ini dilakukan dengan cara mengambil 10 sampel tebu dari kebun untuk kemudian dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian atas, tengah, dan bawah. Pada masingmasing bagian dihitung bobot, nilai brix, polarisasi, dan rendemen. Dengan data yang ada, maka dapat diketahui kualitas nira tersebut berdasarkan rata-rata bobot serta faktor kemasakannya. Faktor kemasakan tebu dapat dihitung sebagai berikut:



𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝐹𝐾) =



𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ − 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑠 × 100% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ



Pengawasan mutu terhadap tebu juga dilakukan saat tebu masuk ke pabrik yaitu dengan mutu MBS (manis, bersih, dan segar). Pengendalian mutu tersebut dilakukan pada stasiun penerimaan berdasarkan nilai brix, Pol, HK, Sukrosa, Gula reduksi 1. Brix Merupakan zat kering terlarut (semu) dalam satu larutan sakarosa murni yang penentuannya didapat dengan alat penimbang brix atau diperhitungkan dari berat jenis menurut cara yang sudah ditentukan. Sedangkan % brix adalah berapa bagian zat kering (gula dalam kotoran) terlarut dalam 100 bagian larutan yang penentuannya didasarkan atas berat jenis larutan dengan alat penimbang brix. 2. Pol Merupakan angka yang ditunjukan oleh larutan normal dari suatu zat yang harus diperiksa pada polarisasi tungal menurut cara yang sudah ditentukan. Sedangkan % pol adalah berapa bagian gula (yang mempunyai rasa manis) dalam 100 bagian larutan yang penentuannya dilakukan pada polarisasi tunggal menurut cara yang telah ditetapkan. 3. HK Merupakan ukuran dari kemurnian nira semakin murni secara relatif semakin banyak mengandung gula. Perbandingan berat kedua zat itu yang dinamakan hasil bagi kemurnian kalau dinyatakan dalam pol dan brix. Jadi semakin besar jumlah gula atau semakin sedikit bix maka HK semakin tinggi dan sebaliknya semakin besar brix maka HK semakin kecil. 4. Sukrosa Merupakan suatu zat disakarida yang pada hidrolisa menghasilkan glukosa dan frukosa. Sukrosa memiliki berat molekul 242,3. Sukrosa terletak didalam jaringan batang, titik cair pada sukrosa 186 derajat celcius. Kebanyakan



disakarida bersifat mereduksi, tetapi pada sukrosa merupakan perkecualian. Bentuk kristal pada sukrosa adalah monokin. 5. Gula reduksi Merupakan gula yang sifatnya mereduksi, sifat kimianya lebih reaktif dibandingkan sukrosa. Jenis gula ini pada kondisi yang stabil dengan pH yang rendah dan pada pH yang tinggi akan terpecah. Dapat larut dalam air dingin, namun tidak dapat larut dalam aceton ataupun glycerin. Perbandingan komposisi nira ditunjukan pada table 4.1. Table 4.1 Komposisi Nira. Sumber PT Kebon Agung PG Trangkil (2019) Komposisi



Besarnya



Brix



16,38-17,85%



HK Pol



82,69-83,49%



Sukrosa



12,09-13,24%



Gula reduksi



0,79-1,35%



Abu fosfa



0,7-1,25%



4.3 Pengendalian Produksi Pengendalian produksi perlu dilakukan untuk mengurangi penyimpanganpenyimpangan yang mungkin terjadi selama proses produksi yang berlangsung. Pengendalian ini akan menghindari penyimpangan yang mungkin terjadi pada bahan maupun peralatan produksi. Untuk itu, pengendalian ini terus dilakukan secara kontinu oleh staff pabrikasi PT PG Kebon Agung bagian laboratorium. Pengendalian dilakukan dengan menganalisi masing-masing stasiun. Terdapat berbagai analisis material yang dilakukan pada pengendalian produksi, akan tetapi pada masing-masing stasiun terdapat beberapa hal penting yang dilakukan perlu dilakukan sebagai berikut :



Tabel 4.2 Pengendalian produksi gula No.



Tahap Proses



Pengendalian Produksi  Kadar Pol Ampas



1.



Stasiun Gilingan



 HPG (Hasil Pemerahan Gula)  Nira Mentah % Tebu  Pengeluaran Bukan Gula



2.



Stasiun Pemurnian



 Selisih Harga Kemurnian (HK) Nira Encer dan Nira Mentah  Pol Blotong



3.



Stasiun Penguapan



 Laju Penguapan  Nira Encer % Tebu  Kristal % Masakan A



4.



Stasiun Masakan



 Kristal % Masakan C  Kristal % Masakan D



5.



Stasiun Putaran



 HK Tetes



(Sumber PT PG Kebon Agung 2019) Proses produksi yang melebihi atau kurang dari batasan maksimum atau minimum yang ada, maka diperlukan adanya perbaikan pada proses produksi baik pada bahan maupun peralatan. 4.4 Pengendalian Mutu Proses Produksi 4.4.1 Stasiun Gilingan 1. Kadar Pol Ampas Analisis ini bertujuan untuk mengetahui jumlah gula yang masih terkandung didalam ampas gilingan 1, 2, 3, 4, dan 5. Proses penggilingan tebu diharapkan dapat menghasilkan gula yang sebanyak-banyaknya dan meminimalisasi jumlah gula yang terbuang. Untuk itu, pengendalian terhadap ampas tebu bertujuan untuk mengontrol jumlah gula yang terbuang bersama ampas tebu. Kadar pol ampas diusahakan seminimal mungkin dengan batas maksimum



1,9%. Apabila kadar pol ampas tersebut > 1,9 %, maka proses penggilingan maupun penambahan air imbibisi harus diperbaiki. 2. Hasil Pemerahan Gula (HPG) Hasil Pemerahan Gula (HPG) merupakan jumlah gula yang dapat diekstraksi pada saat penggilingan. Hasil ini sangat dipengaruhi oleh proses penggilingan baik kualitas nira mentah



maupun ampas. Nilai HPG yang diinginkan



minimal sebesar 90 % agar tidak ada gula yang terbuang bersama ampas. 3. Nira Mentah % Tebu Nira mentah % tebu menunjukkan jumlah nira yang dapat diekstraksi pada saat proses penggilingan. Pengendalian produksi dilakukan terhadap nira mentah untuk mengontrol jumlah gula yang dapat diperoleh dan jumlah gula yang terbuang. Jumlah nira mentah yang diekstraksi diusahakan memenuhi target, yaitu sebanyak 96%. Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka produksi semakin efisien karena jumlah gula yang terbuang semakin sedikit. 4.4.2 Stasiun Pemurnian 1. Pengeluaran Bukan Gula Pada stasiun pemurnian, dilakukan pemisahan gula terhadap komponen bukan gula. pengendalian terhadap pengeluaran bukan gula dilakukan agar pengeluaran bukan gula dapat mencapai minimal 14% sehingga nira menjadi murni. 2. Selisih Harga Kemurnian (HK) Nira Encer dan Nira Mentah Analisis ini merupakan kontrol terhadap harga kemurnian (HK) nira dalam proses pemurnian. Dalam proses pemurnian terjadi peningkatan suhu serta perubahan terhadap nilai pH nira yang dapat menyebabkan kerusakan pada nira (kehilangan gula) apabila tidak sesuai dengan ketentuan. Selisih HK yang kecil menunjukkan bahwa proses pemurnian berjalan baik dengan kehilangan gula yang sedikit. 3. Pol Blotong Analisis terhadap pol blotong dilakukan sebagai pengendalian proses produksi untuk mengontrol terbuangnya gula melalui blotong. Pol blotong yang



diharapkan tidak lebih dari 2% sehingga gula tidak banyak ikut terbuang bersama blotong. 4.4.3 Stasiun Penguapan 1. Laju Penguapan Laju penguapan pada evaporator juga dikendalikan, nilai laju penguapan diusahakan semaksimal mungkin dengan laju minimal 23%. Laju penguapan ini akan berpengaruh pada jumlah air yang diuapkan dari nira, dan kepekatan nira. 2. Nira Encer % tebu Presentase nira encer pada proses penguapan dianalisis berdasarkan jumlah tebu yang digiling. Presentasi nira encer minimal adalah 87%. 4.4.4 Stasiun Masakan Kristal % Masakan A, C, dan D Presentase jumlah kristal pada masing-masing masakan dikendalikan agar jumlah gula produk yang dihasilkan dapat semakin banyak. Selain itu, pengendalian ini dimaksudkan untuk mereduksi jumlah tetes yang dihasilkan. Presentase minimal kristal yang dihasilkan pada masakan A, C, dan D berturut-turut adalah 65%, 68%, dan 65%. Semakin banyak kristal dihasilkan, maka akan semakin banyak produk yang dihasilkan. 4.4.5 Stasiun Putaran Pada stasiun putaran, analisis dilakikan tehadap harga kemurnian (HK) tetes. Dalam produksi gula kristal, tetes merupakan hasil samping dari proses karena tetes ini tidak dapat mengkristal. Jumlah dan HK tetes yang dihasilkan akan diusahakan seminimal mungkin dengan HK maksimal 32. Semakin tinggiHK suatu tetes menunjukkan bahwa proses produksi telah kehilangan banyak gula.



4.5 Pengendalian Mutu Produk Produk yang dihasilkan di PG Kebon Aging adalah gula kristal putih (GKP) atau gula SHS (Superiuer Hoof Smeker). Pengawasan mutu GKP di PG Kebon Agung dilakukan dengan analisis warna larutan, berat jenis butir, polarisasi, kandungan SO2,



serta kadar air. Berdasarkan SNI GKP yang ada di Indonesia, yaitu SNI-01-3140-2001 standar GKP ditujukan pada table 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3 SNI Gula Kristal Putih No. 1.



Kriteria Uji



3. 4.



Warna kristal Warna larutan (ICUMSA) Berat jenis butir Susut pengeringan



5.



Polarisasi (oZ 20oC)



2.



6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.



Satuan %



GKP 1 Min. 90



IU



Maks. 250



Mm % b/b



0,8 - 1,2 Maks. 0,1



“Z”



Min. 99,6



Persyaratan GKP 2 Min. 65 Maks. 350 0,8 - 1,2 Maks. 0,15



Min. 99,5 Gula Pereduksi % b/b Maks 0,10 Maks 0,15 Abu % b/b Maks. 0,10 Maks. 0,15 Bahan asing tidak larut Derajat Maks. 5 Maks. 5 Belerang dioksida (SO2) Mg/Kg Maks. 30 Maks. 30 Timbal (Pb) Mg/Kg Maks. 2 Maks. 2 Tembaga (Cu) Mg/Kg Maks. 2 Maks. 2 Arsen (As) Mg/Kg Maks. 1 Maks. 1 (Sumber PT PG Kebon Agung 2019)



GKP 3 Min. 60 Maks. 450 0,8 - 1,2 Maks. 0,20 Min. 99,4 Maks 0,20 Maks. 0,20 Maks. 5 Maks. 30 Maks. 2 Maks. 2 Maks. 1



Analisis harian yang dilakukan PG Kebon Agung terhadap gula produk adalah analisis, pol gula, SD, SHS (ukuran kristal gula), serta kadar air. Sedangkan ketentuan berdasarkan SNI yang berlaku dianalisa oleh P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia). Menurut analisa P3GI, gula kristal PG Kebon Agung termasuk dalam GKP 1 (kualitas terbaik) karena telah memenuhi syarat yang ada pada SNI tersebut ditujukan pada table 4.4 dengan hasil sebagai berikut:



Tabel 4.4 Analisa Mutu Gula PG Kebon Agung 1.



Warna Larutan (ICUMSA)



IU



192



2.



Berat jenis butir



Mm



1,14



3.



Polarisasi



“Z”



99,77



4.



SO2



Ppm



21,2



(Sumber PT PG Kebon Agung 2019)



Selain kualitas gula produk, pengawasan mutu akhir juga dilakukan dengan menghitung jumlah rendemen dan winter rendemen (WR). Target nilai rendemen dan WR diusahakan tercapai dengan nilai sebesar mungkin agar proses produksi gula yang dilakukan berjalan dengan optimal. Nilai rendemen yang diusahakan sebesar 7,0 %, sedangkan nilai WR minimal adalah sebesar 96%. 4.6 Pengendalian Mutu Produk Jadi Analisa gula produk dilakukan untuk mengetahui besarnya HK yang dihasilkan, dengan menghitung terlebih dahulu % Brix dan % Pol. Analisa gula produk dilakukan sebanyak 1 kali dalam sehari. Pada PT KEBON AGUNG PG Trangkil telah mempunyai standarisasi yaitu ICUMSA (International Commission For Uniform Methods Of Sugar Analysis). Berikut merupakan tingkat standart dan spesifikasi produk gula kristal yang diproduksi oleh PT PG KEBON AGUNG yang ditunjukkan pada tabel 4.5 dibawah ini. Tabel 4.5 standarisasi ICUMSA GKP 1



200.000 IU



GKP 2



300.000 IU



Kadar air



0,10%



Kadar SO2



30,00 ppm



(Sumber: PT KEBON AGUNG PG Trangkil 2019) Note: 1. GKP (gula kristal putih) 2. SO2 (belerang)



BAB V PENANGANAN LIMBAH 5.1 Limbah Padat, Cair, Gas Dan penanganan Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan manusia, baik masih memiliki nilai ekonomis maupun tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah dapat menimbulkan dampak negatif, apabila jumlah konsentrasinya dilingkungan melebihi baku mutu sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas penerimanya serta dapat mengancam kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Dari mulai awal pengolahan sangat memungkinkan terjadinya limbah yang dihasilkan, karena pada pengolahan tersebut juga memerlukan bahan pembantu baik itu bahan alami dan bahan kimia, bahkan sampai limbah gas seperti asap yang dihasilkan dari proses berjalannya mesin. Limbah padat berasal dari ampas, blotong dan abu ketel. Sedangkan limbah cair yang dihasilkan dari air cucian evaporator, air injeksi kondensor, air pembersihan ketel, air pendingin ketel dan air pendingin mesin pabrik. 5.2 Sistem Pengolahan Limbah Cair Limbah cair yang memasuki lingkungan sekitar pabrik diupayakan memenuhi baku mutu air buangan industri sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kadar polutan bahan organic yang diukur dengan menggunakan parameter BOD dan COD dapat diturunkan hingga memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menstabilkan bahan organic selama aktivitas bakteri aerob berlangsung. Bila nilai BOD rendah maka pencemaran rendah, sehingga kebutuhan oksigen rendah. COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organic dalam air secara kimia. Apabila COD rendah maka pencemaran limbah tersebut rendah. Penanganan limbah cair dilakukan secara terpadu artinya dilakukan secara eksternal dan internal. 5.2.1 Penanganan Internal 1. Minimalisasi limbah. 2. Pemisahan air berpolutan.



3. Pencegahan masuknya polutan padat ke dalam air. 4. Daur ulang polutan yang bisa diproses. 5. Mengganti penggunaan Pb asetat dengan A1 sulfat pada analisis gula. 5.2.2 Penanganan Eksternal Melewatkan air berpolutan melalui UPLC, dengan menjaga agar jumlah limbah sekecil mungkin dan kadar polutan sekecil mungkin diharapkan tidak akan mencemari lingkungan. Sistem UPLC (Unit Pengolahan Limbah Cair) bekerja secara biologis dengan aerasi lanjut (SAL/PSUL 93-3) pada system ini bahan organic sebagai polutan akan didegradasi dan diurai oleh mikroba menjadi CO2 + H20 + eneergi dengan bantuan oksigen. 5.3 Sistem Pengolahan Limbah Padat Limbah padat yang dihasilkan berupa ampas, blotong dan abu ketel. 1. Ampas Ampas merupakan hasil akhir dari Stasiun Gilingan. Ampas yang dihasilkan sekitar 35-45% dari berat tebu yang digiling. Ampas kaya serat selulosa sekitar 50%, zat lilin, zat lignin dan pectin. Ampas yang dihasilkan setelah mengalami pengeringan dimasukan ke dalam ketel sebagai bahan bakar. Sebagai dijual untuk industri kerta dan medium penumbuh jamur. 2. Blotong Blotong dihasilkan dari Stasiun Pemurnian merupakan kotoran-kotoran nira yang mengendap yang mengandung bahan organic dan anorganik. Blotong dipergunakan oleh petani dan warga secara gratis dengan mengikuti prosedur pengambilan. Blotong digunakan sebagai bahan batu bata dan dapat diolah menjadi kompos.



3. Abu Ketel Hasil pembakaran dari ketel menghasilkan abu. Abu tersebut perlu ditangani agar tidak menggangu kesehatan terutama saluran pernapasan melalui penyemprotan dengan air dan pembuangan ke daerah Karangwage. Abku ketel dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pupuk kompos, bahan campuran batu bata dan bahan bakaran batu bata.



5.4 Sistem Pengolahan Limbah Gas Limbah gas pabrik terutama berasal dari asap yang dihasilkan ketel. Pembakaran yang tidak sempurna akan menghasilkan jelaga. Untuk mengatasi hal tersebut, pada ketel dilengkapi dengan dust collector dan cyclone yang dapat memisahkan partikel dari gas dengan cara memasukan aliran gas menurut gerakan rotasi dan membentuk vorteks sehingga menimbulkan gaya sentrifugal yang akan melempar partikel secara radial kea rah dinding cerobong.



BAB VI TUGAS KHUSUS



6.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa maupun manufaktur akan selalu berusaha untuk mencapai target perusahaan berupa laba yang maksimal dengan biaya atau pengeluaran paling minimum. Dalam mencapai target perusahaan tersebut tidak lepas dari pentingnya menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Karena setiap perusahaan pasti menginginkan agar produksi yang dihasilkan dapat memenuhi permintaan konsumen. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam memenuhi permintaan tersebut. Salah satu fungsi perencanaan yang penting adalah perencanaan dan penjadwalan produksi, karena dengan perencanaan dan penjadwalan produksi yang baik akan mempengaruhi pada kelancaran proses produksi itu sendiri. Salah satunya dengan menentukan perencanaan yang tepat, agar produksi dapat memenuhi permintaan sekaligus menghindari terjadinya penumpukan di gudang. Demikian juga permasalahan yang dialami oleh PT PG Kebon Agung dimana sering terjadi kelebihan persediaan karena dari permintaan pesanan per hari sebesar 600 kwu sedangkan kapasitas produksi per hari sebesar 12.000 kwu dengan Biaya simpan per kwu Rp. 30.500. Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan produk-produk yang akan terealisir untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Peramalan permintaan ini akan menjadi masukan yang sangat penting dalam keputusan perencanaan dan pengendalian perusahaan. Karena bagian operasional produksi bertanggung jawab terhadap pembuatan produk yang dibutuhkan konsumen, maka keputusan-keputusan operasi produksi sangat dipengaruhi hasil dari peramalan permintaan (Nasution dan Prasetyawan, 2008).



Perencanaan agregat atau penjadwalan agregat adalah perencanaan yang dilakukan untuk mengatur penyesuaian kapasitas produksi dan sumber daya terhadap permintaan untuk mencapai biaya yang seminimal mungkin. Peramalan permintaan ada yang berjangka pendek, menengah dan panjang. Pada umumnya, perencanaan agregat disusun untuk rencana jangka menengah yaitu antara 3 sampai 12 bulanan. Perencanaan ini dibuat oleh manajemen puncak dan menengah agar dapat memfokuskan seluruh tingkat produksi yang dinyatakan dalam kelompok produk atau famili (agregat) tanpa harus rinci. Dengan menggunakan perencanaan agregat maka perencanaan produksi dapat dilakukan dengan menggunakan satuan produk pengganti sehingga keluaran dari perencanaan produksi tidak dinyatakan dalam tiap jenis produk (individual produk). PT PG Kebon Agung adalah perusahaan yang bergerak pada industri manufaktur yang menghasilkan gula untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan rata rata produksi 12.000 kwu per hari. Dari data pengamatan yang di lakukan pada tahun 2016 sampai 2018 memproduksi sebesar 640550 kwu.



6.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah perencanaan aggregate yang di kembangkan dengan metode transportasi dapat meminimalkan biaya produksi?



6.3 Batasan Agar penelitian lebih fokus pada penyelesaian masalah yang di hadapi, maka dilakukan pembatasan ruang lingkup pada penelitian. Batasan-batasan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data yang digunakan adalah data permintaan pada bulan Tahun 2016 s/d 2018. 2. Perencanaan agregat dibuat untuk jangka waktu 6 periode. 3. Menganalisa satu jenis produk yang diproduksi.



6.4 Tujuan Tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Menentukan jumlah produksi yang optimal dan meminimumkan biaya produksi pada periode berikutnya dengan perencanaan Agregat menggunakan metode transportasi. 6.5 Manfaat penelitian Diharapkan dengan melakukan penelitian ini dapat diambil beberapa manfaat yaitu: 1. Memberikan contoh perhitungan bagi perusahaan tentang perencanaan produksi menggunakan metode transportasi. 2. Dapat memberikan gambaran yang jelas tentang strategi yang dilakukan untuk memenuhi permintaan produksi. 3. Dapat memberikan gambaran yang jelas tentang pengaturan produksi agar biaya produksi dapat optimal.



6.6 Landasan Teori 6.6.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian yang mengenai perencanaan agregat dengan menggunakan metode transportasi yang dilakukan sebelumnya, baik penelitian yang dilakukan oleh ahli dalam metode transportasi maupun penelitian yang dilakukan untuk keperluan penelitian tugas akhir dan tesis. hasil penelitian yang terdahulu ini ditunjukan pada Tabel 6.1. Table 6.1 penelitian terdahulu No 1



2



Tahun 2013



Nama Rasbina



2014



Syahadha



Metode Metode Rough Cut Capacity Planning



Hasil Penelitian Hasil penyusunan JIP menunjukkan semua produk yang dipesan tidak ditemukan keterlambatan penyelesaian order dan dari RCCP tidak ada work center yang drum, maka JIP yang telah disusun dapat digunakan dan kapasitas jam kerja normal dapat memenuhi tanpa menggunakan kapasitas kerja lembur. Perencanaan Hasil perencanaan produksi Produksi agregat menggunakan metode Agregat dengan heuristik dan transportasi Metode dengan pendekatan simulasi Heuristik dan dibandingkan dengan total Transportasi biaya produksi dan rata-rata kekurangan aktual setiap periode dari perencanaan produksi perusahaan. Sehingga diperoleh rencana produksi untuk periode Januari – Desember 2014 dengan total biaya produksi antara Rp 14.354.500.530-Rp 14.356.452.702 dan rata-rata kekurangan aktual setiap periodenya antara 2072,5 jam 5696,3 jam. Sedangkan untuk perencanaan produksi perusahaan diperoleh total



3



4



2016



2016



Wardhani



Anggarini



biaya produksi sebesar Rp 13.500.223.744 dengan ratarata kekurangan aktual setiap periode antara 4666,8 jam 8290,6 jam. Perencanaan Perencanaan Agregat dapat agregat dengan digunakan oleh manajemen metode menengah untuk merencanaka transportasi jadwal induk produksi selama 1 tahun. 2. Untuk periode 1 sampai dengan periode 12, jam kerja yang digunakan adalah jam kerja normal dengan kapasitas produksi untuk periode 1 adalah, sedangkan periode 2 sampai dengan 12 adalah Untuk total biaya produksi berdasarkan jam kerja reguler selama 1 tahun adalah Rp 75,589,810. PT. Phillips Seafoods Indonesia. Aggregate In this journal, the researcher Planning Using examines aggregate planning Transportation in the cable industry using the Method Vogel Approximation Transportation Method (VAM) method. The results obtained from the TORA software provide optimal costs or the most rending expenses to achieve demand based on the percentage of capacity (both regular capacity and overtime capacity) available in the production department. Net income can be increased at a large amount by applying the aggregate planning model to the cable industry. However, previous data and production data must continue to be reviewed to obtain demand planning data. So that it will approach the actual data in the



5



2016



Adhiatma



future. The transportation method used in this journal can be used in any aggregate planning problem. This shows the most optimal results by significantly reducing production costs orecasting results carried out production planning for 1 next year with Level Strategy, Chase Strategy, Mix Strategy and Subcontract. The results of data processing shows the best method is the Chase Strategy has the lowest cost of IDR 467,057,024. Researchers also found that the production level of the company uses Subcontract to fulfill the needs consumer.



aggregate planning



6.6.2 Peramalan (Forecasting) Peramalan sering digunakan untuk memprediksi pendapatan, biaya, keuntunggan, harga, perubahan teknologi, dan berbagai macam variabel lainnya. Dalam lingkungan perusahaan, peramalan kebanyakan digunakan untuk memprediksi atau mengestimasi permintaan yang akan datang, (Yamit., 1999). Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan dimasa datang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitias, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang maupun jasa. Peramalan merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan khususnya dalam bidang ekonomi, menurut (Nasution, A.H. 1999). 1. Jangka Waktu Peramalan Dalam



hubungannya



dengan



waktu,



maka



peramalan



dapat



diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok, yaitu: a. Peramalan Jangka Panjang, umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramalan ini digunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumberdaya.



b. Peramalan Jangka Menengah, umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih mengkhusus dibandingkan peramalan jangka panjang, biasanya digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan produksi, dan penentuan anggaran. c. Peramalan Jangka Pendek, umumnya 1 sampai 5 minggu. Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur, penjadwalan kerja dan lain-lain keputusan kontrol jangka pendek. 2. Karakteristik Peramalan Yang Baik Peramalan yang baik memiliki beberapa kriteria yang penting, antara lain akurasi, biaya, dan kemudahan. a. Akurasi Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan relatif kecil. Peramaln yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi dengan segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. b. Biaya Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya (manual atau komputerisasi), dan bagaimana penyimpanan datanya. c. Kemudahan Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntunagan bagi perusahaan. Adalah percuma bila memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan



pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumberdaya manusia, maupun peralatan teknologi. 3. Klasifikasi Peramalan Peramalan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Metode Kuantitatif Metode kuantitatif sangat beragam dan setiap teknik memiliki sifat, ketepatan dan biaya yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode tertentu. Metode kuantitatif didasarkan atas prinsip-prinsip statistik yang memiliki tingkat ketepatan tinggi atau dapat meminimumkan kesalahan (error), lebih sistematis, dan lebih popular penggunaannya (Yamit, Z: 1999). Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat kondisi berikut: 1. Tersedia informasi tentang masa lalu. 2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik. 3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang.



Metode peramalan kuantitatif menurut (Markidakis : 1995) dibagi menjadi dua: 1.



Time Series (model deret berkala) Peramalan dengan pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel dan/atau kesalahan masa lalu. Tujuan dari metode ini adalah menemukan pola dalam deret data historis dan mengekstrapolasikan



pola



dalam



deret



data



historis



dan



mengekstrapolasikan data tersebut ke masa depan. 2.



Metode Kausal Metode kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel bebas.



b. Metode Kualitatif



Metode kualitatif merupakan suatu metode peramalan yang tidak menggunakan perumusan matematis atau statistik. Peramalan dengan model ini dikembangkan dengan pemikiran dan didasarkan pada pendapat, pengetahuan, serta pengakuan dari penyusunnya. Metode peramalan kualitatif ini menurut (Markidakis : 1995) dibagi menjadi dua, yaitu: 1.



Metode Eksploritas Metode ini didasarkan pada data masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan bergerak ke arah masa depan secara heuristik, seringkali dengan melihat semua kemungkinan yang ada.



2.



Metode Normatif Peramalan pada metode ini dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai, berdasarkan kendala, sumberdaya, dan teknologi yang tersedia.



4. Metode-Metode Peramalan Metode peramalan yang dapat di gunakan adalah: a. Rata-rata Bergerak (Moving Average = MA) Moving Average diperoleh dengan merata-rata permintaan berdasarkan beberapa data masa lalu yang terbaru. Tujuan utama dan penggunaan teknik MA ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan variasi acak permintaan dalam hubungannya dengan waktu. Tujuan ini dicapai dengan merata-ratakan beberapa nilai data secara bersama-sama, dan menggunakan nilai rata-rata tersebut sebagai ramalan permintaan untuk periode yang akan datang. Disebut rata-rata bergerak karena begitu setiap data aktual permintaan baru deret waktu tersedia, maka data aktual permintaan yang paling terdahulu akan dikeluarkan dari perhitungan, kemudian suatu nilai rata-rata baru akan dihitung. Secara matematis, maka MA akan dinyatakan dalam persamaan sebagai brikut:



𝑀𝐴 =



𝐴𝑡 + 𝐴𝑡−1 + ⋯ + 𝐴𝑡−(𝑁−1) 𝑁



⋯⋯⋯⋯⋯⋯



dimana: At = permintaan aktual pada periode – t N = jumlah data permintaan yang dilibatkan dalam perhitungan MA Karena data aktual yang dipakai untuk perhitungan MA berikutnya selalu dihitung dengan mengeluarkan data yang paling terdahulu, maka:



𝑀𝐴𝑡 = 𝑀𝐴𝑡−1 +



𝐴𝑡 − 𝐴𝑡−𝑁 ⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯ 𝑁



b. Rata-rata Bergerak dengan Bobot (Wighted Moving Average = WMA) Secara matematis, WMA dapat dinyatakan sebagai berikut: WMA = ∑Wt.A …………………………… Dimana: Wt = Bobot permintaan aktual pada periode - t A = Permintaan aktual pada periode – t c. Rata-rata Bergerak dengan Moving Average with linear trend Moving Average with linear trend merupakan suatu metode analisis yang ditujukan untuk melakukan suatu estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan dengan baik maka dibutuhkan berbagai macam informasi (data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang relatif cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap perubahan tersebut. Secara teoristis, dalam analisis time series yang paling menentukan adalah kualitas atau keakuratan dari informasi atau data-data yang diperoleh serta waktu atau periode dari data-data tersebut dikumpulkan. Secara matematis, Moving Average with linear trend dapat dinyatakan sebagai berikut: Y = a + b X. Keterangan :



Y = variabel yang dicari trendnya X = variabel waktu (tahun) Sedangkan untuk mencari nilai konstanta (a) dan parameter (b) adalah : a = ΣY / N dan b =ΣXY / ΣX2 5. Kriteria Performance Peramalan Pearmalan merupakan sarana untuk memperkirakan jumlah permintaan dimasa yang akan datang, hal ini mempunyai maksud agar ramalan yang dibuat dapat meminimumkan pengaruh ketidak pastian terhadap kebijakan dari perusahaan. Besarnya kesalahan suatu peramalan dapat dihitung dengan Mean Absolute Deviation (MAD). MAD mreupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memeperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kenyataanya. Secara sistematis MAD dirumuskan sebagai berikut: 𝐴𝑡−𝐹𝑡



MAD = ∑ |



𝑛



| …………………………



dimana: A = Permintaan Aktual pada periode -t F



= Peramalan Permintaan (Forecast) pada periode



-t n = Jumlah periode peramalan yang terlibat



Dalam melakukan peramalan kita harus memperhatikan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan, yaitu: 1. Mendefinisikan tujuan yang dikehendaki. 2. Plotkan data dalam diagram pencar. 3. Memilih metode yang sesuai dengan pola data untuk tujuan yang telah ditetapkan. 4. Menghitung kesalahan yang ada agar performansi dari metode masing-masing yang digunakan dapat diketahui. 5. Memilih metode terbaik yang mempunyai tingkat kesalahan terkecil.



6. Melakukan prediksi terhadap permintaan dimasa mendatang, kemudian melakukan tes verifikasi bahwa hasil peramalan yang dilakukan representatif dari data masa lalu. 6.6.3 Perencanaan Agregat Penjadwalan agregat (juga dikenal dengan sebutan Perencanaan agregat) menyangkut penentuan jumlah dan kapan produksi akan dilangsungkan dalam waktu dekat, sering kali 3 sampai 18 bulan kedepan (Render, Heizer., 2001). Manajer operasi berupaya untuk menetukan cara terbaik untuk memenuhi ramalan permintaan dengan menyesuaikan tingkat produksi, tingkat kebutuhan tenaga kerja, tingkat persediaan, waktu lembur, tingkat nilai sub kontrak, dan semua variabel lain yang dapat dikendalikan. Tujuan proses produksi biasanya adalah meminimalisasi biaya sepanjang periode perencanaan. Meskipun begitu, isu-isu strategis lainnya mungkin lebih penting daripada biaya yang rendah. Strategi-strategi ini mungkin mencakup usaha memuluskan tingkat kebutuhan tenaga kerja, menurunkan tingkat persediaan, atau mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan konsumen yang tertinggi tanpa memandang berapa biaya yang dikeluarkan. 1. Strategi- strategi Perencanaan Agregat a. Pemilihan Kapasitas Pilihan kapasitas (pasokan) mendasar yang dapat dipilih perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Tingkat persediaan yang berubah-ubah 2. Mengubah jumlah tenaga kerja dengan cara memperkerjakan pekerja atau memberhentikan pekerja. 3. Mengubah tingkat produksi melalui waktu lembur atau waktu kosong. 4. Sub kontrak. 5. Memperkerjakan pekerja paruh waktu.



b. Pemilihan Permintaan Pilihan-pilihan permintaan yang mendasar adalah sebagai berikut: 1. Mempengaruhi permintaan. 2. Pesanan cadangan dalam memenuhi permintaan pada periode permintaan tinggi. 3. Product mix antarmusim. c. Kombinasi Pilihan untuk Mengembangkan Suatu Rencana Di dalam strategi kombinasi pilihan atau campuran ini mencakup penggabungan dua atau lebih variabel-variabel yang dapat dikendalikan untuk menetapkan rencana produksi yang layak. Misalnya, perusahaan dapat menggunakan kombinasi antara jam lembur, subkontrak, dan pemerataan persediaan sebagai strategi mereka. d. Penjadwalan Merata Penjadwalan merata atau perencanaan kapasitas merata, mencakup rencanarencana agregat di mana kapasitas harian dan bulan ke bulannya seragam. 2. Ongkos-ongkos Agregat Ongkos-ongkos yang terlibat dalam perencanaan agregat adalah., (Menurut Nasution, A.H. 1999),: a. Hiring cost (ongkos penambahan tenaga kerja) Penambahan tenaga kerja menimbulkan ongkos-ongkos untuk iklan, proses seleksi dan training. b. Firing cost (ongkos pemberhentian tenaga kerja) Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun dengan drastis. c. Overtime cost (ongkos lembur dan ongkos menganggur). Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi, tetapi konsekuensinya perusahaan harus mengeluarkan ongkos tambahan lernbur.



d. Inventory Cost dan Backorder Cost (ongkos persediaan dan ongkos kehabisan persediaan). Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada saat tertentu. 3. Proses Keputusan untuk Perencanaan Agregat Perencanaan agregat dapat menggunakan metode transportasi yang merupakan bagian dan perncanaan produksi programa linier dengan jumlah tenaga kerja (workforce) tetap. Metode ini mengijinkan penggunaan produksi reguler, overtime, inventoni, backorder, dan subkontrak. Hasil perencanaan yang diperoleh dapat dijamin optimal dengan asumsi optimisik bahwa tingkat produksi (yang dipengaruhi oleh pekerja) dapat dirubah dengan cepat. Agar supaya metode ini dapat diaplikasikan, kita harus memformulasikan persoalan perencanaan agregat, sehingga: 1. Kapasitas tersedia (supply,) dinyatakan dalam unit yang sama dengan kebutuhan (demand) 2. Total kapasitas untuk horison perencanaan harus sama dengan total peramalan kebutuhan. Bila tidak sama, kita gunakan variabel bayangan (dummy) sebanyak jumlah selisih tersebut. 3. Semua hubungan biaya merupakan hubungan linier



6.6.4 Metode Transportasi Metode transportasi pada dasarnya merupakan sebuah program linier yang dipecahkan oleh metode simpleks biasa tetapi strukturnya yang khusus memungkinkan pengembangan sebuah prosedur pemecahan yang disebut teknik transportasi yang lebih efisien dalam perhitungan. Apabila terdapat persediaan awal, ini adalah titik persediaan terhadap sebuah titik permintaan untuk setiap periode. Jika terdapat kelebihan kapasitas dapat ditambahkan permintaan untuk permintaan bagian ini, dalam penulisannya juga masing- masing kolom memiliki sebuah permintaan untuk kolom kelebihan kapasitas. Permintaan adalah perbedaan total kapasitas dan total permintaan.



Masing-masing sel di dalam matrik transportasi memiliki sebuah biaya. Harga per unit dibuat dalam t periode dan digunakan untuk memenuhi permintaan suatu periode dan itu adalah biaya produksi. Tabel 6.2 model transportasi



Periode



1



Beginning inventory Regular Time Over Time Regular Time



Periode I 0



Periode I H



Periode III 2h



R



r+h



r+2h



T



t+h



t+2h



r+b



r



r+h



t+b



t



t+h



r+2b



r+b



R



t+2b



r+b



T



…….



…… …… ……



Ending Inventory periode n Nh



Unused capacity 0



r+nh



0



t+nh



0



r+(n-1)h



0



t+(n-1)h



0



r+(n-2)h



0



t+(n-2)h



0



2



3



Over Time Regular Time Over Time



…… …… ……



Demand Sumber : (Model Transportasi, Baroto, 2003) Keterangan: r : biaya produksi regular per unit t : biaya over time per unit h : biaya simpan per unit per periode b : biaya back order per unit per periode n : banyak periode dalam horizon perencanaan



capacity



6.7 Metode Penelitian 6.7.1 Metode Pengumpulan Data 1. Interview (wawancara) Suatu teknik pengumpulan data yang dapat diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap karyawan yang mengatur Perencanaan produksi PT PG Kebon Agung. 2. Observasi (pengamatan) Suatu teknik pengumpulan data yang dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung pada obyek yang akan diteliti. 3. Dokumentasi Suatu teknik pengambilan data, gambar, isi dari buku, jurnal dan internet sebagai referensi. 4. Studi Pustaka Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data dari buku, jurnal yang berhubungan dengan penelitian yang sudah dibahas. 5. Jumlah Peramalan Permintaan Dalam hal ini menunjukkan seberapa banyaknya produk yang dipesan oleh konsumen tiap periode. 6. Jumlah Hari Kerja Merupakan penjelasan tentang jumlah banyaknya hari kerja pada bagian produksi. 7. Jumlah Jam Kerja Merupakan penjelasan tentang jam kerja yang telah tersedia di bagian produksi.



6.7.2 Tahapan Penelitian PT PG Kebon Agung adalah tempat pelaksanaan kerja praktik yang digunakan untuk penelitian pada bagian produksi. Data yang dibutuhkan pada proses penelitian ini merupakan data kuantitatif yaitu data yang berupa angka, seperti jumlah produksi dalam satu periode sedangkan data kualitatif yaitu data yang berbentuk informasi sebagai acuan untuk pengetahuan dalam menyelesaikan permasalahan yang dapat dari hasil wawancara, melakukan observasi ke lapangan secara langsung. Berikut ini Flow chart tahapan penelitian. Mulai



Studi Pustaka



Studi Pustaka



Identifikasi Masalah



Perumusan Masalah



Menetapkan Tujuan Penelitian



1. 2. 3. 4.



Pengumpulan Data: Data Permintaan Kapasitas Produksi Data Biaya Simpan Data Biaya Produksi



Pengolahan Data: 1. Permintaan 2. Perencanaan Agregat 3. Perhitungan Dengan Metode Transportasi



Analisa dan Pembahasan



Kesimpulan dan Saran



Selesai



Gambar 6.1 Folw chart penelitian.



Didalam tahap awal, penelitian merupakan perancangan pengumpulan informasi awal yang didapat untuk mengidentifikasi, merumuskan, dan menentukan tujuan dari proses penyelesaian masalah dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan dan literatur yang ada. Adapun didalam tahap penelitian awal yaitu :. 1. Studi Lapangan Pada studi lapangan ini penulis melakukan kegiatan yaitu dengan mengamati situasi dan kondisi dengan melakukan wawancara pada karyawan PT PG Kebon Agung. Dimana pengamatan tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai perencanaan produksi yang diterapkan oleh perusahaan tersebut. Dari hasil pengamatan itu penulis menemukan adanya fenomena permasalahan yang ada di perusahaan, dimana permasalahan tersebut terdapat adanya kelebihan persediaan. 2. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan pokok dari pembahasan yang ada dalam penelitian. Perumusan masalah yang baik merupakan arah yang baik pula bagi penelitian supaya penelitian sesuai dengan sasaran yang diharapkan dan tidak keluar ataupun melebar dari permasalahan yang sudah dibahas dalam penelitian. 3. Menetapkan Tujuan Penelitian Pada penetapan tujuan penelitian ini dilakukan sebagai dasar dari acuan peneliti dalam melakukan suatu penelitian, sehingga penelitian tersebut sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.



6.8 Pengumpulam Data 6.8.1 Data Permintaan Dalam Satu Periode Produksi Tahun 2016 Berdasarkan data pesanan PT PG kebon Agung, dalam 1 tahun periode kerja pembuatan gula hanya 6 bulan. Dalam penelitian ini mengambil 3 tahun data dari perusahaan terhitung dari tahun 2016 sampai 2018. Pada tahun 2016 terdapat 36 pesanan produk gula dan jumlah dari pesanan tersebut mencapai 200500 kwu.Berikut adalah data permintaan pesanan pada tahun 2016: Tabel 6.3 Data permintaan produksi gula pada tahun 2016 Konsumen A B C D E F G H I J K L M



jumlah permintaan (Kwu) 6000 5500 8000 4500 5800 6000 7000 5300 6800 7300 5500 4500 5300



waktu deadline (hari) 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15



Mulai produksi



Selesai produksi



1 Mei 2016 5 Mei 2016 7 Mei 2016 10 Mei 2016 15 Mei 2016 23 Mei 2016 27 Mei 2016 2 Juni 2016 6 Juni 2016 12 Juni 2016 16 Juni 2016 21 Juni 2016 25 Juni 2016



15 Mei 2016 20 Mei 2016 21 Mei 2016 25 Mei 2016 30 Mei 2016 6 Juni 2016 10 Juni 2016 16 Juni 2016 20 Juni 2016 26 Juni 2016 30 Juni 2016 5 Juli 2016 9 Juli 2016



Jam Kerja 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24



Lanjutan Tabel 6.3 N O P Q R S T U V W X Y Z AA AB AC AD AE AF AG AH AI AM Total



4600 5000 4000 6200 7400 5900 6100 6600 7000 8500 5500 6300 4200 3600 5000 6000 5400 6200 7100 3500 4000 4900 4700 200500



15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15



30 Juni 2016 5 Juli 2016 10 Juli 2016 15 Juli 2016 18 Juli 2016 23 Juli 2016 29 Juli 2016 5 Agustus 2016 10 Agustus 2016 15 Agustus 2016 20 Agustus 2016 25 Agustus 2016 2 September 2016 7 September 2016 14 September 2016 18 September 2016 25 September 2016 29 September 2016 5 Oktober 2016 12 Oktober 2016 17 Oktober 2016 23 Oktpber 2016 15 November 2016



(Sumber: PT PG Kebon Agung 2019)



12 Juli 2016 20 Juli 2016 25 Juli 2016 30 Juli 2016 1 Agustus 2016 6 Agustus 2016 12 Agustus 2016 15 Agustus 2016 25 Agustus 2016 30 Agustus 2016 3 September 2016 8 September 2016 17 September 2016 21 September 2016 27 September 2016 2 Oktober 2016 9 Oktober 2016 13 Oktober 2016 20 Oktober 2016 26 Oktober 2016 31 Oktober 2016 7 November 2016 30 November 2016



24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24



6.8.2 Data Permintaan Dalam Satu Periode Produksi Tahun 2016 Berdasarkan laporan unit pemasaran PT PG Kebon Agung data untuk Qty ordering pada tahun 2017 mencapai 212000 kwu. Berikut adalah data permintaan gula tahun 2017 yang di terima PT PG Kebon Agung di tujukan pada tabel 6.4 di bawah ini. Table 6.4 Data pesanan produksi gula pada bulan Juni. Konsumen A B C D E F G H I J K L M N O P Q



jumlah permintaan (Kwu) 5500 6500 8000 7500 5800 6000 7000 5300 6800 5300 7200 3500 5300 6600 5600 4300 6200



waktu deadline Mulai produksi (hari) 15 3 Mei 2017 15 5 Mei 2017 15 10 Mei 2017 15 13 Mei 2017 15 15 Mei 2017 15 20 Mei 2017 15 24 Mei 2017 15 2 Juni 2017 15 7 Juni 2017 15 15 Juni 2017 15 19 Juni 2017 15 24 Juni 2017 15 28 Juni 2017 15 3 Juli 2017 15 8 Juli 2017 15 13 Juli 2017 15 15 Juli 2017 Lanjutan Tabel 6.4



Selesai produksi 18 Mei 2017 20 Mei 2017 25 Mei 2017 28 Mei 2017 24 Juni 2017 3 Juni 2017 7 Juni 2017 16 Juni 2017 21 Juni 2017 30 Juni 2017 3 Juli 2017 7 Juli 2017 12 Juli 2017 18 Juli 2017 22 Juli 2017 27 Juli 2017 30 Juli 2017



Jam Kerja 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24



R S T U V W X Y Z AA AB AC AD AE AF AG AH AI AJ Total



5400 6900 7500 4600 6400 3500 6800 7300 5200 5300 5900 6800 5400 6200 5100 6750 4750 5900 3900 212000



15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15



20 Juli 2017 24 Juli 2017 29 Juli 2017 3 Agustus 2017 7 Agustus 2017 15 Agustus 2017 20 Agustus 2017 25 Agustus 2017 2 September 2017 7 September 2017 10 September 2017 15 September 2017 23 September 2017 29 September 2017 6 Oktober 2017 11 Oktober 2017 16 Oktober 2017 22 Oktober 2017 27 Oktober 2017



3 Agustus 2017 7 Agustus 2017 12 Agustus 2017 18 Agustus 2017 21 Agustus 2017 30 Agustus 2017 3 September 2017 08 September 2017 17 September 2017 21 September 2017 25 September 2017 30 September 2017 7 Oktober 2017 13 Oktober 2017 21 Oktober 2017 25 Oktober 2017 31 Oktober 2017 05 November 2017 10 November 2017



(Sumber: PT PG Kebon Agung 2019)



24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24



6.8.3 Data Permintaan Dalam Satu Periode Produksi Tahun 2018 Berdasarkan laporan unit pemasaran PT PG Kebon Agung data untuk Qty ordering pada tahun 2018 mencapai 228050 kwu. Berikut adalah data permintaan pesanan gula tahun 2018 yang di terima PT PG Kebon Agung di tujukan pada tabel 6.5 di bawah ini. Table 6.5 Data pesanan produksi gula pada bulan Juli 2019 Konsumen A B C D E F G H I J K L M N O P Q



jumlah permintaan (Kwu) 7400 3500 5200 6500 5800 7800 6100 7300 6800 5300 7200 7900 4500 4650 6600 7100 6800



waktu deadline (hari) 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15



Mulai produksi



Selesai produksi



5 Mei 2018 8 Mei 2018 12 Mei 2018 18 Mei 2018 23 Mei 2018 28 Mei 2018 2 Juni 2018 7 Juni 2018 15 Juni 2018 18 Juni 2018 19 Juni 2018 28 Juni 2018 2 Juli 2018 9 Juli 2018 15 Juli 2018 19 Juli 2018 24 Juli 2018



20 Mei 2018 23 Mei 2018 27 Mei 2018 28 Mei 2018 2 Juni 2018 7 Juni 2018 17 Juni 2018 22 Juni 2018 30 Juni 2018 2 Juli 2018 3 Juli 2018 12 Juli 2018 17 Juli 2018 23 Juli 2018 30 Juli 2018 3 Agustus 2018 8 Agustus 2018



Jam Kerja 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24



Lanjutan Tabel 6.5 R S T U V W X Y Z AA AB AC AD AE AF AG AH AI AJ Total



5400 6900 5500 6300 7400 5700 4700 7300 5900 7800 3900 4700 8400 7200 8100 7700 4900 5900 7900 228050



15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15



26 Juli 2018 28 Juli 2018 3 Agustus 2018 7 Agustus 2018 14 Agustus 2018 20 Agustus 2018 23 Agustus 2018 29 Agustus 2018 3 September 2018 9 September 2018 15 September 2018 21 September 2018 26 September 2018 29 September 2018 4 Oktober 2018 9 Oktober 2018 15 Oktober 2018 21 Oktober 2018 28 Oktober 2018



(Sumber: PT PG Kebon Agung 2019)



10 Agustus 2018 12 Agustus 2018 18 Agustus 2018 22 Agustus 2018 29 Agustus 2018 3 Agustus 2018 7 September 2018 12 September 2018 18 September 2018 23 September 2018 30 September 2018 4 Oktober 2018 9 Oktober 2018 13 Oktober 2018 18 Oktober 2018 23 Oktober 2018 30 Oktober 2018 4 November 2018 11 November 2018



24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24



6.8.4 Data biaya Data biaya meliputi biaya tenaga kerja, biaya gudang (persediaan), biaya overtime (lembur). Data besarnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan nantinya akan digunakan untuk agregate production planning pada PT PG Kebon Agung. Tabel biaya di tujukan pada tabel 6.6 di bawah ini. Tabel 6.6 Data biaya dan jam kerja Jenis biaya



Besarnya biaya



Biaya Reguler



Rp. 1.780.000/ bulan



Jumlah jam kerja



24 jam untuk 3 sift 8 jam/sift



Biaya persediaan Biaya overtime



Rp. 30.500/kwu Rp. 600/kwu Maks 4 jam



Biaya sub kontrak



Rp. 20000/kwu



Safetys stock



600 Kwu



(Sumber: PT PG Kebon Agung 2019) 6.8.5 Data kapasitas gudang PT PG Kebon Agung memiliki gudang penyimpanan produk yang mampu untuk menyimpan produk jadi dengan kapasitas yang besar. PT PG Kebon Agung memiliki 4 gudang aktif yang menampung 285.000 kwu. Berikut ini adalah kapsitas masingmasing gudang aktif pakai yang di tujukan pada tabel 6.8 di bawah ini. Tabel 6.8 Data kapasitas gudang Gudang 1



Kapasitas (kwu) 80.000



2 20.000 3 40.000 4 145.000 Total 285.000 (Sumber: PT PG Kebon Agung 2019)



6.8.6 Data Kapasitas Produksi Data Kapasitas produksi PT PG Kebon Agung Pada tahun 2016 hingga 2018 keseluruhan adalah: Tabel 6.9 Kapasitas produksi tahun 2016 Kapasitas Bulan produksi Mei 50090 Juni 40500 Juli 45550 Agustus 35900 September 30100 Oktober 20100 (Sumber: PT PG Kebon Agung)



Tabel 6.10 Kapasitas produksi tahun 2017 Bulan Kapasitas Mei 49200 Juni 35100 Juli 43800 Agustus 30400 September 37900 Oktober 28100 (Sumber: PT PG Kebon Agung)



Tabel 6.11 Kapasitas produksi tahun 2018 Bulan Kapasitas Mei 40200 Juni 40900 Juli 42000 Agustus 37800 September 39800 Oktober 43100 (Sumber: PT PG Kebon Agung)



6.8.7 Data Kapasitas Jam Kerja Mesin Dari hasil wawancara pada bagian produksi diketahui bahwa proses produksi gula pada PT PG Kebon Agung dilakukan selama 6 bulan kerja dalam satu tahun. Karena dalam masa panen tebu dalam satu tahun hanya 6 bulan masa panen. Sehingga dalam 6 bulan tersebut digunakan untuk perawatan mesin, sekaligus untuk libur karyawan produksi.



6.9 Pengolahan Data Pada pengolahan data ini, dimana akan dilakukan perhitungan dengan rumus yang sudah ditetapkan yang dimulai dari perhitungan peramalan (forecasting) dan perhitungan perencanaan agregat dengan metode transportasi. 6.9.1 Peramalan (forecasting) Dalam tahap ini peramalan dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu Moving Average, Exponential Smoothing, dan Trend Analisis. Berikut hasil perhitungan peramalan yang dilakukan dengan menggunakan Software Win QSB. 1. Perhitungan



peramalan menggunakan metode moving average dengan



menggunakan Software Win QSB dengan moving average = 6 bulan. Masukkan number of time units period dengan jumlah data periode produksi selama 3 tahun yaitu ada 18 periode yang ditujukan pada gambar berikut ini.



Gambar 6.2 Tampilan awal program forcasting (Sumber: Olah data 2019)



Kemudian memasukkan data permintaan selama 3 tahun dengan jumlah 18 periode yang di tujukan gambar pada gambar berikut ini.



Gambar 6.3 Input data Forcasting (Sumber: Olah data 2019)



Selanjutnya pilih metode Moving Average dan masukkan number of periods to forecast 6 dan number of periods in average 6 yang dapat dilihat pada gambar berikut.



Gambar 6.4 Forecaseting Setup (Sumber: Olah Data 2019)



Berikut ini adalah hasil perhitungan dengan metode Moving Average menggunakan Software Win QSB yang ditujukan pada gambar berikut.



Gambar 6.5 Hasil Perhitungan Moving Average (Sumber: Olah data 2019)



Lanjutan gambar 6.5 Hasil Perhitungan Moving Average (Sumber: Olah data 2019)



2. Perhitungan



peramalan menggunakan metode Weighted Moving



Average



dengan masukkan number of periods to forecast 6 dan number of periods in average 6 yang dapat dilihat pada gambar berikut.



Gambar 6.6 metode Weighted Moving Average (Sumber: Olah data 2019) Hasil dari perhitungan dengan menggunakan metode Weighted Moving Average menggunakan software Win QSB.



Gambar 6.7 hasil perhitungan metode Weighted Moving Average (Sumber: Olah data 2019)



Gambar lanjutan 6.7 hasil perhitungan metode Weighted Moving Average (Sumber: Olah data 2019)



3. Perhitungan peramalan menggunakan metode Moving Average with linear trend dengan masukkan number of periods to forecast 6 dan number of periods in average 6 yang dapat dilihat pada gambar berikut.



Gambar 6.8 metode Moving Average with linear trend (Sumber: Olah data 2019)



Dari pegolahan data menggunakan metode Moving Average with linear trend berikut adalah hasilnya yang ditujukan pada gambar di bawah ini.



Gambar 6.9 hasil perhitungan metode Moving Average with linear trend (Sumber: Olah data 2019)



Gambar lanjutan 6.9 hasil perhitungan metode Moving Average with linear trend (Sumber: Olah data 2019)



periode periode 1 periode 2 periode 3 periode 4 periode 5 periode 6



Tabel 6.12 Peramalan permintaan metode moving Weighted Moving Moving Average with average Average linear trend MAD MAD MAD 12883,33



12883,33



27273,33



12883,33



6741,666



14026,67



21766,66



7655,555



11835,55



16033,33



7174,999



12280



17383,33



6009,999



10496



9600



6305,555 (Sumber: olah data 2019)



10585,55



Berdasarkan hasil perhitungan peramalan dengan Software Win QSB menggunakan metode moving average, Weighted Moving Average dan Moving Average with linear trend yang mendapatkan nilai MAD terkecil metode Weighted Moving Average. Kemudian data tersebut digunakan sebagai input di Software Win QSB untuk perencanaan agregat.



6.9.2 Perencanaan Agregat Metode Transportasi Setelah dilakukan perhitungan peramalan (forcaseting) menggunakan 3 metode yaitu metode moving average, Weighted Moving Average dan Moving Average with linear trend. Oleh karena peramalan Weighted Moving Average memiliki MAD terkecil, maka peramalan tersebut yang digunakan sebagai data permintaan untuk periode berikutnya. Pilih transportation model pada kolom problem type, kemudian pilih part time, over time, subcontracting allowed, lalu isi Number of Planning periods 6 periode kolom yang dapat di lihat pada gambar berikut.



Gambar 6.10 Input untuk Perencanaan Agregat dengan Model Transportasi. (Sumber:olah data 2019)



Kemudian data



MAD terkecil tersebut di inputkan, kemudian isian data



kapasitas produksi sesuai tabel 6.11, masukkan biaya over time per kwu, masukkan kapasitas safetystock, biaya safetystock, biaya subcontaracting dan kapasitas subcontaracting, yang ada pada tabel tabel 6.6 . Berikut ini inputan perencanaan agregat metode transportasi.



Gambar 6.11 Input untuk Perencanaan Agregat dengan Model Transportasi. (Sumber:olah data 2019)



Dari hasil perhitungan menggunakan perencanaan agregat model transportasi untuk memenuhi 6 periode membutuhkan jam kerja over time selama 6 periode. Dengan total kapasitas produksi 363824 Kwu selama 6 periode



Gambar 6.12 Hasil Perencanaan Agregat dengan Model Transportasi. (Sumber:olah data 2019)



Dari perhitungan diatas menggunakan menggunakan metode agregat transportasi dapat tehitung biaya total produksi selama 6 periode sebesar Rp. 436.365.000.000. perhitungan menggunakan metode agregat transportasi tidak mengasilkan biaya inventory holding cost sehingga tidak membutuhkan biaya berlebih. Hasil perhitungan menggunakan software Win QSB yang ditunjukan pada gambar 6.13 berikut ini.



Gambar 6.13 biaya produksi (Sumber:olah data 2019)



BAB VII Kesimpulan dan Saran 7.1 Kesimpulan Berdasarkan dari pengumpulan, pengolahan, dan analisa data yang ada pada bab sebelumnya, maka didapatkan hasil kesimpulan diantaranya sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil peramalan menggunakan 3 (tiga) metode perhitungan yaitu metode Moving Average, Weighted Moving Average dan Moving Average with linear trend. Dari 3 (tiga) hasil perhitungan peramalan yang dipilih adalah metode Weighted Moving Average dengan nilai MAD terkecilnya yang di inputkan pada Software Win QSB untuk perencanaan agregat dengan metode transportasi 2. Untuk periode 1 sampai dengan periode 6, jam kerja yang digunakan adalah jam kerja normal dan jam kerja over time dengan kapasitas produksi untuk periode 1 adalah 60204 Kwu, periode 2 dengan total produksi 60904 Kwu, periode 3 dengan total 62004 Kwu, periode 4 dengan total produksi 57804 Kwu, periode 5 dengan total produksi 59804, dan periode 6 dengan total produksi 63104. 3. Penggunaan perencanaan agregat metode transportasi pada PT PG Kebon Agung ini tidak terdapat biaya inventory holding cost sehingga tidak membutuhkan biaya berlebih dengan total biaya reguler sebesar Rp. 433,964,000,000., total biaya over time sebesar Rp. 480,000 dan total biaya subcontracting cost sebesar Rp 2.400.000.00.



7.2 Saran Ada beberapa saran yang dapat diberikan kepada perusahaan dan penelitian selanjutnya adalah: 1. Perusahaan dapat menggunakan peramalan dengan 3 (tiga) metode seperti Moving Average, Weighted Moving Average dan Moving Average with linear trend untuk mengetahui peramalan produksi di periode yang akan datang. 2. PT PG Kebon Agung juga dapat menerapkan perencanaan produksi gula dengan agregat metode transportasi agar perusahaan tidak memerlukan biaya simpan terlalu berlebih. 3. Untuk penelitian selanjutnya diharap bisa menggunakan metode-metode lainnya seperti Perlu dilakukan metode perencanaan agregat yang lain seperti program linier dan level strategy, kemudian dibandingkan untuk menemukan biaya terkecil.