Laporan Pencahayaan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pencahayaan Keselamatan dan kenyamana saat bekerja merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan salah satunya adalah pencahayaan ruangan. Intensitas cahaya adalah banyaknya cahaya ada pada suatu luas permukaan. Intensitas cahaya juga merupakan aspek lingkungan fisik yang sangat penting untuk keselamatan dan kenyamanan kerja. Tingkat penerangan yang baik merupakan salah satu faktor untuk memberikan suatu kondisi penglihatan yang baik karena penerangan dapat mempengaruhi kita dalam melihat objek-objek. Apabila tingkat penerangannya cukup bagus maka objek juga akan terlihat secara jelas dan cepat tanpa menimbulkan kesalahan berarti. Analisa intensitas cahaya perlu dilakukan sebagai salah satu pendukung lingkungan kerja bagi keselamatan dan kenyamanan kerja (Putra & Madyono, 2017). Pencahayaan (Iluminate) merupakan faktor yang penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik. Lingkungan kerja yang baik akan memberikan kenyamanan dan meningkatkan produktivitas pekerja. Efisiensi kerja seorang operator ditentukan pada ketepatan dan kecermatan saat melihat dalam bekerja, sehingga dapat meningkatkan efektifitas kerja, serta keamanan kerja yang lebih besar. Tingkat penerangan yang baik merupakan salah satu faktor untuk memberikan kondisi penglihatan yang baik. Dengan tingkat penerangan yang baik akan memberikan kemudahan bagi seorang operator dalam melihat dan memahami display, simbol-simbol dan benda kerja secara baik pula. Indera yang yang berhubungan dengan pencahayaan adalah mata (Putra & Madyono, 2017). Pencahayaan merupakan sejumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Fungsi dari pencahayaan di area kerja antara lain memberikan pencahayaan kepada



benda-benda yang menjadi objek kerja operator tersebut, seperti: mesin atau peralatan, proses produksi, dan lingkungan kerja. Intensitas pencahayaan (Illumination level) merupakan jumlah atau kuantitas cahaya yang jatuh ke suatu permukaan. Satuan untuk illumination level adalah lux pada area dengan satuan square meter. Tingkat atau intensitas pencahayaan tergantung pada sumber pencahayaan tersebut. Cahaya didefinisikan sebagai bagian dari spektrum elektromagnetik yang sensitif bagi penglihatan mata kita. Kekuatan cahaya yang dikeluarkan oleh sumber cahaya diukur dalam lumen. Dapat dikatakan bahwa jumlah cahaya yang dikeluarkan oleh sumber cahaya ke segala arah diindikasikan dalam nilai lumen. Namun lumen tidak menjelaskan bagaimana distribusi cahaya dikeluarkan. Dua buah sumber cahaya dengan jumlah cahaya (lumen) yang sama tapi pola distribusinya berbeda akan berbeda pula intensitas cahayanya. Kuat sinar, diukur dalam candela, mendeskripsikan intensitas pancaran cahaya ke arah manapun. Jumlah lumen dari sumber cahaya akan memperjelas objek jatuhnya cahaya. Illuminance adalah jumlah lumen yang jatuh pada setiap square foot (ft²) sebuah permukaan. Satuan dari iluminasi adalah footcandle. Luminance adalah jumlah cahaya yang direfleksikan oleh permukaan benda sampai ke mata. Luminance sebuah benda adalah fungsi dari: iluminasi; nilai geometri dari pengamat dalam hubungannya dengan sumber cahaya; spekularitas, atau refleksi seperti cermin, dari sebuah benda; dan warna atau refelksi dari benda tersebut. (Norbert Lechner, 2007). Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan  Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.



B. Jenis Pencahayaan Ada 3 jenis system pencahayaan, yaitu : 1. Sistem pencahayaan merata, memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan yang digunakan jika tugas visual yang dilakukan di seluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. 2. Sistem pencahayaan setempat, memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armature pada langit-langit di atas tempat tersebut. 3. Sistem pencahayaan gabungan merata dan setempat, didapatkan dengan menambah system pencahayaan setempat pada system pencahayaan merata dengan armature yang dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan untuk : a. Tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi. b. Memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya dating dari arah tertentu. c. Pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat yang terhalang tersebut. d. Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkuang. Oleh karena karakteristik ruangan dan kegiatan yang dilakukan, maka disarankan menggunakan sistem pencahayaan gabungan merata dan setempat dengan menggunakan pencahayaan alami dan buatan (lampu) untuk mencapai tingkat pencahayaan minimum 750 lux.



C. Sumber Pencahayaan 1. Pencahayaan Alami Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sumber pencahayaan ini kurang efektif karena matahari tidak dapat memberikan intensitas cahaya yang tetap. Untuk pencahayaan alami diperlukan jendela-jendela yang besar, dinding kaca, dinding yang banyak dilubangi. Untuk mendapatkan pencahayaan alami yang cukup pada suatu ruangan diperlukan jendela sebesar 15 – 20% dari luas lantai. Keuntungan dari penggunaan sinar matahari sebagai sumber cahaya adalah pengurangan terhadap energi listrik Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu: -



Variasi intensitas cahaya matahari



-



Distribusi dari terangnya cahaya



-



Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan



-



Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung



Pencahayaan alami adalah salah satu sistem pencahayan dalam suatu bangunan guna membantu manusia dalam melakukan aktivitasnya. Disebut pencahayaan alami karena sistem pencahayaan tersebut menggunakan cahaya alami sebagai sumber pencahayaannya. Sistem pencahayaan alami perlu ditata dengan baik sedemikian rupa guna membantu manusia memperoleh kenyamanan dalam melakukan aktivitasnya. Memasukkan cahaya alami merupakan bagian paling utama pada desain pencahayaan alami (daylighting design). Upaya ini



kelihatanya sangat mudah, meski kenyataannya tidaklah sesederhana yang terlihat. Memasukkan cahaya tidak semata-mata membuat akses cahaya dari ruang luar ke ruang dalam, membuat bukaan sebesarbesarnya atau memasang bidang transparan yang seluas-luasnya agar cahaya dapat masuk dengan leluasa. (Lam, 1977). 2. Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan yaitu sistem pencahayaan yang memanfaatkan cahaya buatan sebagai sumber pencahayaannya dan dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan lebih baik dari pada pencahayaan alami. Supaya tidak merusak koleksi cahaya buatan harus tetap dimodifikasi pada iluminasi (tingkat keterangan cahaya) tertentu untuk mengurangi radiasi sinar ultraviolet. pencahayaan buatan yang menggunakan cahaya buatan (lampu). Pencahayaan berguina untuk menunjang kenyamanan bagi pengguna dan sebagai faktor keselamatan jika terjadi keadaan yang darurat (emergency). Fungsi pokok pencahayaan buatan di lingkungan kerja yaitu : a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat. b. Memungkinkan penghuni untuk berjalan dan bergerak secara mudah dan aman. c. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja d. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayang-bayang. e. Meningkatkan lingkungan visual nyaman dan meningkatkan prestasi.



D. Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan Kondisi lingkungan kerja yang dibawah NAB perlu dilakukan perbaikan untuk kenyamanan dan keselamatan kerja. Nilai ambang dari bahaya fisik intensitas pencahayaan tidak ditampilkan melalui satuan waktu paparan tetapi ditentukan melalui jenis pekerjaan dan berapa taraf standar kebutuhan akan cahaya dalam melakukan pekerjaan tersebut. Menurut IES (Illuminating Engineering Society) dalam, sebuah area kerja dapat dikatakan memiliki pencahayaan yang baik apabila memiliki iluminansi sebesar 300 lux yang merata pada bidang kerja. Apabila iluminansinya kurang atau lebih dari 300 lux, maka dapat menyebabkan ketidak nyamanan dalam bekerja, dan pada akhirnya menurunkan kinerja pekerja.



Tabel 2.1 NAB Pencahayaan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 Jenis Kegiatan



Tingkat Pencahayaan Minimal (lux)



Pekerjaan kasar dan 100 tidak terus-menerus



Pekerjaan kasar dan 200 terusmenerus Pekerjaan rutin



300



Pekerjaan agak halus



500



Pekerjaan halus



1000



Pekerjaan sangat halus



1500 menimbulkan bayangan)



(tidak



3000 menimbulkan bayangan) Sumber : Faristy & Nugroho, 2017



(tidak



Pekerjaan terinci



Keterangan Ruang penyimpanan dan peralatan atau instalasi yang memerlukan pekerjaan kontinyu Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin dan perakitan Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus dan perakitan halus Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin, dan perakitan yang sangat halus 3000 (tidak menimbulkan bayangan)



Intensitas pencahayaan yang dibutuhkan di masing-masing tempat kerja ditentukan dari jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat ketelitian suatu



pekerjaan, maka akan semakin besar kebutuhan



intensitas pencahayaan yang diperlukan, demikian pula sebaliknya. Standar pencahayaan di Indonesia telah ditetapkan seperti tersebut dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1964, Tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan dan pencahayaan di tempat kerja. Standar pencahayaan yang ditetapkan untuk di Indonesia tersebut secara garis besar hampir sama dengan standar internasional. Sebagai contoh di Australia menggunakan standar AS 1680 untuk Interior Lighting' yang mengatur intensitas pencahayaan sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaannya. Secara ringkas intensitas pencahayaan yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pencahayaan untuk halaman dan jalan-jalan di lingkungan perusahaan harus mempunyai intensitas pencahayaan paling sedikit 201 uks. 2. Pencahayaan untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membedakan barang kasar dan besar paling sedikit mempunyai intensitas pencahayaan 50 luks. 3. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barangbarang kecil secara sepintas lalu paling sedikit mempunyai intensitas pencahayaan 100 luks. 4. Pencahayaan untuk pekerjaan yang membeda-bedakan barang kecil agak teliti, paling sedikit mempunyai intensitas pencahayaan 200 1uks 5. Pencahayaan untuk pekerjaan yang membedakan dengan teliti dan barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai intensitas pencahayaan 300 luks 6. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, harus mempunyai intensitas pencahayaan paling sedikit 500 - 1.000 lux. 7. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang yang sangat halus dengan kontras yang kurang dan dalam waktu yang lama, harus mempunyai intensitas pencahayaan paling sedikit 2.000 lux



E. Dampak Salah satu indra yang sering terlibat, tidak pisah dipisahkan dari kerja adalah mata. Mata merupakan bagian tubuh pekerja yang harus dilindungi keselamatan dan kesehatannya. Cahaya yang cukup merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan kesehatan mata. Pencahayaan yang baik memungkinkan pekerja memilih objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu. Intensitas cahaya yang baik sangat mempengaruhi mata, jika cahaya yang kurang otot mata harus berkontraksi semaksimum mungkin untuk melihat objek atau sebaliknya, jika ini terjadi terus menerus dapat menyebabkan kerusakan pada mata. Pembiasan sinar mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, panjang bola mata. Pada mata normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata normal disebut juga mata emitropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi/istirahat melihat jauh (Sidharta, 1993). Lelah visual terjadi karena ketegangan yang intensif pada sebuah fungsi yang tunggal dari mata. Ketegangan yang terus menerus pada otot siliar terjadi pada waktu menginspeksi benda kecil yang berkepanjangan dan ketegangan pada retina dapat timbul oleh kontras cerah yang terus menerus menimpa secara lokal. Lebih visual mengakibatkan: 1. Gangguan, berair dan memerah pada konjunktiva mata. 2. Pandangan dobel. 3. Sakit kepala. 4. Menurunnya kekuatan akomodasi. 5. Menurunnya tajam visual, peka kontras dan kecepatan persepsi. Gejala tersebut terjadi umumnya bila pencahayaan tidak mencukupi dan bila mata mempunyai kelainan refraksi. Jika persepsi visual menderita ketegangan yang amat sangat, tanpa efek lokal pada otot atau retina, gejala



lelah syaraf akan nampak. Hal ini terjadi pada kegiatan yang membutuhkan gerakan yang amat persis. Lelah syaraf seperti itu mengakibatkan waktu reaksi yang memanjang, melambatnya gerakan serta terganggunya fungsi psikologis dan motor lainnya. Kelainan pada mata dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu kelainan alami yang didapatkan oleh seseorang sejak lahir dan kelainan buatan yang terjadi akibat pengaruh lingkungan yang menyebabkan orgna mata menerima rangsangan cahaya yang berlebihan atau kurang sama sekali. Kelainan buatan ini biasanya disebabkan ileh kesilauan (glare), kontras yang dapat menyebabkan rabun jauh ataupun rabun dekatpada mata serta cuaca ruang kerja yang dapat menimbulkan kelelahan atau ketidaknyamanan pekerja dalam melakukan kegiatannya (Sutanto, 1999). Ketidaknyamanan penglihatan terjadi jika beberapa elemen interior mempunyai luminansi yang jauh di atas liminansi elemen interior lainnya. Respon ketidaknyamanan ini dapat terjadi segera, tetapi adakalanya baru dirasakan setelah mata terpapar pada sumber silau tersebut dalam waktu yang lebih lama. Tingkatkan etidaknyamanan ini tergantung pada luminansi dan ukuran silau, luminansi latar belakang, dan posisi sumber silau terhadap penglihatan. Discomfort glare akan makin besar jika suatu sumber mempunyai luminansi yang tinggi, ukuran yang luas, luminansi latar belakang yang rendah dan posisi yang dekat dengan garis penglihatan. Dalam setiap pekerjaan, lelah dari ketegangan visual menghasilkan kerugian dalam produksi, menurunnya mutu kerja, makin banyak kesalahan dan meningkatnya angka kecelakaan. The United Statis National Safety Counsil dalam laporannya menyatakan bahwa, pencahayaan yang tidak cukup menjadikan penyebab tunggal dari 5 % kecelakaan industrial, dan salah satu penyebab dari 20% lebih kecelakaan mata (Tommy Kastanja, 2006). Setelah tingkat kecerahan itu dinaikkan menjadi 200 lx pada departemen pengelasan, perusahaan itu bisa menurunkan angka kecelakaan 32%. Belakangan hari, dinding dan langit -langit dari departemen tersebut diwarnai dengan warna pucat yang mengurangi kontras serta menimbulkan penerangan yang merata.



Akibatnya angka kecelakaan berkurang lagi 16,5 %. Prestasi kerja seseorang yang mengandalkan kemampuan visualnya dalam bekerja dipengaruhi oleh pencahayaan yang diterapkan dalam lingkungan kerja. Pencahayaan yang baik memungkinkan seorang tenaga kerja untuk bekerja dengan lebih cermat, jelas dan cepat. Sebaliknya pencahayaan yang buruk akan mengakibatkan kelelahan visual yang pada akhirnya akan menimbulkan kelelahan kerja. Usaha untuk meningkatkan prestasi kerja dan menurunnya kelelahan banyak dilakukan dengan menerapkan pencahayaan yang tepat pada suatu lingkungan kerja dengan memperhatikan faktor yang berpengaruh. Salah satu usaha yang meningkatkan prestasi kerja dan menurunnya kelelahan dilakukan dengan meningkatkan kadar cahaya. F. Pengendalian Di bawah ini akan diberikan secara garis besar langkah-langkah pengendalian masalah pencahayaan di tempat kerja, yaitu: 1. Modifikasi sistem pencahayaan yang sudah ada seperti: a. Menaikkan atau menurunkan letak lampu didasarkan pada objek kerja b. Merubah posisi lampu c. Menambah atau mengurangi jumlah lampu d. Mengganti jenis lampu yang lebih sesuai, seperti, mengganti e. lampu bola menjadi lampu neon, dll f. Mengganti tudung lampu g. Mengganti warna lampu yang digunakan dll. 2. Modifikasi pekerjaan seperti: a. Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata, sehingga objek dapat dilihat dengan jelas b. Merubah posisi kerja untuk menghindari bayang-bayang, c. pantulan, sumber kesilauan dan kerusakan penglihatan



d. Modifikasi objek kerja sehingga dapat dilihat dengan jelas. Sebagai



contoh:



memperbesar



ukuran



huruf



dan



angka



padatombol-tombol peralatan kerja mesin. 3. Pemeliharaan dan pembersihan lampu. a. Penyediaan pencahayaan local b. Penggunaan korden dan perawatan jendela dll. Sebagai tambahan pertimbangan dalam upaya mengatasi masalah pencahayaan di tempat kerja, Sanders & McCormick (1987) dan Grandjean (1993) memberikan pedoman untuk desain sistem pencahayaan yang tepat di tempat kerja dengan cara sebagai berikut : 1. Menghindari penempatan arah cahaya langsung dalam lapangan penglihatan tenaga kerja 2. Menghindari penggunaan cat yang mengkilat (glossy paint) pada mesin atau meja dan tempat kerja. 3. Menggunakan cahaya difusi (cahaya merata) untuk menyediakan atmosfer pekerjaan terbaik Menggunakan lebih banyak lampu dengan daya kecil, daripada menggunakan lampu sedikit dengan daya besar. Menghindari lokasi pencahayaan dalam 300 dari garis normal. Menghindari sumber cahaya berkedip (flicker) dll.



BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM A. Lokasi dan Waktu Pada praktikum pencahayaan ini, lokasi pengukuran tingkat intensitas pencahayaan untuk pencahayaan alami dilaksanakan di Tangga gedung FKM Unhas dan untuk pencahayaan buatan dilaksanakan di Kelas Internasional FKM Unhas. Waktu pelaksanaannya yaitu pada hari Kamis, 04 April 2019 pukul 13:00 WITA sampai selesai. B. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang dipakai dalam pengukuran tingkat intesitas pencahayaan ini adalah : 1. Luxmeter



Gambar 1. Luxmeter Lutron LX-101 Sumber : Data Primer, 2019



2. Stopwatch



Gambar 2. Stopwatch Sumber : Data Primer, 2019 3. Meteran



Gambar 3. Meteran Sumber : Data Primer, 2019



C. Prinsip kerja Pengukuran intensitas pencahayaan ini memakai alat Luxmeter yang hasilnya dapat langsung dibaca. Alat ini terdiri dari 2 bagian yaitu monitor display dan photocell. Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan jarum skala. Alat ini akan menerima energi cahaya melalui photocell dan kemudian energi tersebut akan diubah menjadi energi listrik dan ditampilkan pada monitor display dalam bentuk data digital sehingga dapat langsung dibaca. D. Prosedur Kerja 1. Pencahayaan Alami a. Alat pengukuran intensitas pencahayaan (Luxmeter) disiapkan. b. Tangga gedung FKM dibagi menjadi 4 titik untuk diukur intensitas pencahayaannya. c. Luxmeter diletakkan di lantai dan dititik yang telah ditentukan, dengan menggunakan skala X’1, kemudian tinggalkan selama 2 menit untuk mendapatkan nilai intensitas pencahayaan di tangga. d. Setelah 2 menit, angka yang muncul di monitor display dicatat pada lembar data. e. Pengukuran intensitas pencahayaan dilanjutkan pada titik kedua dan seterusnya sampai titik terakhir dengan langkah yang sama yang dilakukan pada titik pertama. f. Setelah mendapatkan hasil dari pengukuran tersebut, maka kita dapat mengetahui intensitas pencahayaan di tangga FKM Unhas. 2. Pencahayaan Buatan a. Alat pengukuran intensitas pencahayaan (Luxmeter) ruangan disiapkan. b. Ruang kelas internasional dibagi menjadi beberap bidang/bagian dengan ukuran 90 cm × 90 cm untuk masing-masing diukur intensitas pencahayaannya.



c. Penghitungan intensitas pencahayaan pada titik pertama, lampu dinyalakan, jendela dan pintu ditutup rapat d. Luxmeter diletakkan ± 85 cm dari lantai dan gunakan skala X’1, dengan photocell menghadap kesumber cahaya, kemudian nyalakan Luxmeter dengan menekan tombol on dan tinggalkan Luxmeter selama 2 menit. e. Setelah 2 menit, angka yang muncul pada monitor display dicatat pada lembar data. f. Pengukuran intensitas pencahayaan ruangan dilanjutkan pada titik kedua dan seterusnya sampai titik terakhir dengan langkah yang sama pada pengukuran intensitas pencahayaan pada titik pertama. g. Setelah mendapatkan hasil dari pengukuran tersebut, maka kita dapat mengetahui intesitas pencahayaan pada tiap titik ruangan serta kita dapat



menghitung



intensitas



pencahayaan



yaitu



pencahayaan umumnya. Adapun rumus besarnya intensitas pencahayaan Umum : jumlah intensitas penerapan(lux) =… Lux jumlah titik seluruh ruangan



intensitas



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Intensitas Pencahayaan di Tangga Gedung FKM Unhas Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di Tangga Gedung FKM Universitas Hasanuddin dengan menggunakan alat Luxmeter maka diperoleh hasil pengukuran intensitas cahaya di Tangga Gedung FKM Universitas Hasanuddin sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Intensitas Pencahayaan di Tangga Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Titik Hasil 1 025 2 022 3 043 4 031 Total 0121 Sumber:Data Primer,2019 Berdasarkan



pada tabel 4.1, hasil pengukuran intensitas cahaya



tertinggi pada percobaan ini di titik 3 sebesar 043 lux sedangkan intensitas cahaya terendah pada titik 2 sebesar 022 lux. Berikut ini hasil perhitungan intensitas pencahayaan umum di Tangga Gedung FKM Unhas : Intensitas pencahayaan umum



=



jumlah intensitas penerapan(lux) jumlah titik seluruh ruangan



=



121lux 4



= 30.25 lux 2. Intensitas Pencahayaan di Kelas Internasional FKM Unhas Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di Kelas Internasional FKM Universitas Hasanuddin dengan menggunakan alat Luxmeter maka



diperoleh hasil pengukuran intensitas cahaya di Kelas Internasional FKM Universitas Hasanuddin sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Intensitas Pencahayaan di Kelas Internasional Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Titik Hasil 1



029



2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38



034 048 052 050 040 069 053 048 047 053 044 060 053 036 035 042 056 060 058 067 058 022 040 043 050 043 078 069 046 040 037 045 043 049 060 046 077



39 042 40 035 41 029 42 028 43 035 44 035 45 049 46 035 47 056 48 046 49 044 50 064 51 053 52 045 53 036 54 026 55 039 56 037 Total 2521 Sumber: Data Primer, 2019 Dapat dilihat bahwa intensitas pencahayaan tertinggi terletak pada titik 28 dengan intensitas pencahayaan sebesar 078 lux, kemudian intesitas pencahayaan yang rendah ada pada titik 54 yaitu sebesar 026 lux. Berikut ini hasil perhitungan intensitas pencahayaan umum di Kelas Internasional FKM Unhas, yaitu : jumlah intensitas penerapan(lux) jumlah titik seluruh ruangan



Intensitas pencahayaan umum = =



2521lux 56



= 45,01 lux B. Pembahasan Pada praktikum pencahayaan kali ini, praktikan melakukan pengukuran intensitas pencahayaan lingkungan kerja di Tangga Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan di Kelas Internasional Fakultas



Kesehatan



Masyarakat



menggunakan alat ukur Luxmeter.



Universitas



Hasanuddin



dengan



Luxmeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur intensitas pencahayaan



dalam



satuan



lux



(Noeroel,



2013).



Alat



ini



dapat



memperlihatkan hasil pengukuran dengan format digital. Alat ini terdiri dari rangka, sebuah sensor dengan photocell dan layar monitor digital. Sensor tersebut diletakan pada sumber pencahayaan yang akan diukur intensitasnya. Pencahayaan akan menyinari photocell sebagai energi yang diteruskan oleh photocell menjadi arus listrik. Makin banyak pencahayaan yang diserap oleh photocell, arus yang dihasilkan pun semakin besar. 1. Pengukuran intensitas pencahayaan di Tangga Gedung FKM Unhas Pada pengukuran intensitas pencahayaan di Tangga Gedung FKM Universitas Hasanuddin, Luxmeter diletakkan di setiap titik bidang datar yang telah diukur pada tangga (4 titik). Pengukuran untuk setiap titik dilakukan



setiap 2 menit setelah Luxmeter dinyalakan. Intensitas



pencahayaan tertinggi terletak pada titik 3 sebesar 043 lux sedangkan intensitas cahaya terendah pada titik 2 sebesar 022 lux. Kedua titik tersebut berbeda karena sumber cahaya. Pada titik 3 sumber cahaya tepat bersebrangan dengan koridor jendela, sedangkan titik 2 berada di pojok ruangan. Berdasarkan hasil perhitungan intensitas pencahayaan umum intensitas cahayanya 30,25 lux, Hal tersebut tidak sesuai dengan standar yang ada untuk intensitas cahaya PMP No. 7 Tahun 1964. Angka tersebut dianggap terlalu kecil untuk pencahayaan sehingga terlihat tampak kurang adanya penerangan. Maka dari itu, intensitas pencahayaan di Tangga Gedung FKM Unhas harus ditambah dikarenakan nilai hasil perhitungan tersebut tidak memenuhi standar jika dibandingkan dengan nilai ambang batas yang ditetapkan United Nations Environment Programme tahun 2006 mengenai kebutuhan pencahayaan berdasarkan area lingkungan yang berkisar 50 – 100 lux. 2. Pengukuran intensitas pencahayaan di Kelas Internasional FKM Unhas.



Pengukuran intensitas cahaya di Kelas Internasional FKM Unhas, masing-masing dilakukan sebanyak 56 titik. Masing-masing titik tersebut dilakukan pengukuran selama 2 menit untuk menentukan intensitas cahaya pada setiap titik. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan tertinggi terletak pada titik 28 dengan intensitas pencahayaan sebesar 078 lux, kemudian intesitas pencahayaan yang rendah ada pada titik 54 yaitu sebesar 026 lux. Perhitungan intensitas pencahayaan umum didapatkan intensitas cahaya pada kelas Internasional FKM Unhas yaitu 45,01 lux. Nilai hasil perhitungan tersebut tidak memenuhi standar jika dibandingkan dengan nilai ambang batas yang ditetapkan United Nations Environment Programme tahun 2006 mengenai kebutuhan pencahayaan berdasarkan area lingkungan yang berkisar 50 – 100 lux. Oleh karena itu, intensitas pencahayaan di Kelas Internasional FKM Unhas sebaiknya ditambah sesuai dengan standar yang telah sesuai dengan PMP No. 7 Tahun 1964, agar tidak terjadi kecelakaan kerja dan menimbulkan kerugian bagi orang-orang yang selalu beraktifitas di ruangan kelas tersebut.



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan praktikum pengukuran pencahayaan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Cara pengoperasian alat Luxmeter yaitu dengan mengaktifkan alat kemudian photocell dihadapkan ke sumber cahaya maka data hasil pengukuran intensitas cahaya akan ditampilkan dalam bentuk data digital oleh monitor display. 2. Hasil perhitungan pencahayaan umum di Tangga Gedung FKM Unhas diperoleh hasil 30,25 lux, Hal tersebut tidak sesuai dengan standar yang ada untuk intensitas cahaya PMP No. 7 Tahun 1964. Angka tersebut dianggap terlalu kecil untuk pencahayaan sehingga terlihat tampak kurang adanya penerangan. 3. Hasil penelitian yang dilakukan di Kelas Internasional FKM Unhas, dengan hasil perhitungan intensitas pencahayaan umum didapatkan intensitas cahaya 45,01 lux. Nilai hasil perhitungan tersebut tidak



memenuhi standar jika dibandingkan dengan nilai ambang batas yang ditetapkan United Nations Environment Programme tahun 2006 mengenai kebutuhan pencahayaan berdasarkan area lingkungan yang berkisar 50 – 100 lux. B. Saran 1. Untuk Dosen, sebaiknya dosen penanggungjawab ikut serta untuk mengawasi atau memberikan arahan-arahan terlebih dahulu serta menyaksikan proses praktikum berlangsung sehingga proses praktikum dapat lebih terarah. 2. Untuk Asisten, sebaiknya setiap asisten memperhatikan praktikan dalam setiap praktikum, agar tidak terjadi kesalahan yang dilakukan oleh praktikan karena kurangnya perhatian. 3. Untuk



Laboratorium,



diharapkan



kegiatan



praktikum



dapat



berlangsung ditempat yang sesuai dengan materi praktikum dan alat bisa



lebih



praktikum.



dilengkapi/diperbanyak



untuk



memenuhi



kesiapan



DAFTAR PUSTAKA



Chandra, T & Amin, A. R., 2013. Simulasi Pencahayaan Alam dan Buatan dengan Ecotec Radiance pada Studio Gambar (Kasus Studi: Studio Gambar Sekolah Tinggi Teknik Musi Palembang). Jurnal Arsitektur Komposisi, Volume 10, Nomor 3 Yusuf, M., 2015. Efek Pencahayaan Terhadap Prestasi dan



Kelelahan Kerja



Operator. Seminar Nasional IENACO, ISSN 2337-4349 Al Farizty, A. Z & Nugroho, Y. A., 2017. Pengukuran Lingkungan Kerja Fisik dan Operator Untuk Menentukan Waktu Istirahat Kerja. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, ISSN 2460-4038 Putra, B. G & Madyono, G., 2017. Analisis Intensitas Cahaya pada Area Produksi terhadap Keselamatan dan Kenyamanan Kerja Sesuai Dengan Standar



Pencahayaan (Studi Kasus Di PT. Lendis Cipta Media Jaya). Jurnal OPSI, Vol 10 No 2