12 0 7 MB
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN SPMI MAHASISWA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM JURUSAN GIZI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM PROVINSI NTB
OLEH: NABILA PARISTA
P071311180 29
MAULIDA HARIANI
P071311180 67
MUTAWARI ARALIKA SAHARI
P071311180 71
NI KADEK VIANDARI WIDYA HARTA
P071311180 73
YAYU RAHAYU
P071311180 93
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM JURUSAN GIZI TAHUN 2021
i
ii
LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN SPMI MAHASISWA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM JURUSAN GIZI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM PROVINSI NTB DISUSUN OLEH
NABILA PARISTA
P071311180 29
MAULIDA HARIANI
P071311180 67
MUTAWARI ARALIKA SAHARI
P071311180 71
NI KADEK VIANDARI WIDYA HARTA
P071311180 73
YAYU RAHAYU
P071311180 93
Tanggal 22 November s/d 8 Desember 2021 Mengetahui Kepala Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram
(Nurafiani,S.Gz., RD) NIP. 198302202005012013
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan limpahan rahmat serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan PKL SPMI yang diselenggarakan di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1.
Ibu Nurfaiani,S.Gz.,RD selaku Kepala Instalasi Gizi di RSUD Kota Mataram yang telah mengizinkan kami untuk melaksanakan PKL SPMI di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram. Meski telah kami susun dengan maksimal namun kami menyadari masih banyak
kesalahan dalam laporan ini, baik dalam penulisan, tata bahasa, dan tanda baca. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian. Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberi banyak manfaat untuk orang yang membaca laporan ini.
Mataram, 24 November 2021
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................................................... 2 KATA PENGANTAR...................................................................................................................3 DAFTAR ISI................................................................................................................................ 4 BAB I........................................................................................................................................... 5 PENDAHULUAN......................................................................................................................... 5 A. Latar Belakang
..........................5
B. Maksud dan Tujuan
..........................6
C. Waktu dan Tempat
..........................7
D. Manfaat
..........................7
E. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram
..........................8
BAB II........................................................................................................................................ 12 HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................................................12 A. Gambaran Umum Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram......................12 B. Perencanaan Biaya Pelayanan Gizi
........................14
C. Menu dan Standar Makanan
........................16
D. Ketenagaan
........................29
E. Produksi Makanan
........................42
F.
........................69
Dapur, Kelaikan Hygiene Sanitasi
LAMPIRAN................................................................................................................................ 71
iii
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Tenaga gizi merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi di bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik untuk mengupayakan pemeliharaan dan perbaikan gizi masyarakat. Program Studi Diploma IV Gizi merupakan institusi yang mendidik tenaga professional dalam bidang gizi. Berdasarkan surat keputusan Kepala Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes RI nomor HK.01.07/III/01169/2016 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Diploma IV Gizi. Pendidikan Program Diploma IV Gizi berbasis KKNI mencantumkan 5 (lima) profil lulusan Pendidikan Program D IV Gizi dari Kurikulum Inti. Pendidikan Diploma IV Gizi melaksanakan kegiatan Pendidikan yang menghasilkan lulusan Sarjana Terapan Gizi yaitu sebagai : 1) Pengelola Gizi Masyarakat, 2) Pengelola Gizi Klinik/Dietetik, 3) Pengelola Gizi Institusi, 4) Edukator dan Konselor Gizi, dan 5) Peneliti Terapan Gizi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, kreatif, mandiri, mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi tertentu, dan berbudaya dalam menjalankan perannya secara professional di bidang gizi. Berdasarkan Kurikulum Inti bahwa Sarjana Terapan Gizi mampu memiliki kemampuan dalam mengelola pelayanan penyelenggaraan makanan institusi terkait dengan pemenuhan kebutuhan gizi dan dietetik baik dalam kondisi normal maupun darurat meliputi matra darat, laut dan udara pada klien institusi. Praktek
kerja
lapangan
SPMI
merupakan
pengelolaan
sistem
penyelenggaraan makanan institusi yaitu Rumah Sakit. Praktik kerja lapangan ini sekaligus sebagai persiapan uji kompetensi mahasiswa. Hasil PKL ini juga sebagai bentuk manifestasi dari Penilaian Pencapaian Kompetensi (PPK) di semester VIII, oleh karena itu pada kegiatan PKL ini, mahasiswa juga diwajibkan menyampaikan laporan kegiatannya sesuai dengan kompetensi yang tercantum 4
pada logbook PKL. Praktik Kerja Lapangan SPMI dilaksanakan di Rumah Sakit (RS) dalam melaksanakan system penyelenggaraan makanan institusi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Praktik Kerja Lapangan SPMI dilakukan untuk mendukung tercapainya profil lulusan Pengelola Gizi Institusi. Setelah melaksanakan kegiatan praktik ini, mahasiswa mampu menerapkan sistem penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit. b. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Praktik Kerja Lapangan Program Studi Diploma IV Gizi merupakan program magang sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk mencapai jenjang Sarjana Terapan Gizi. 2. Tujuan a) Umum Mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar dan keterampilan agar memperoleh hasil yang efisien, efektif dan optimal untuk dapat mencapai kompetensi sebagai Sarjana Terapan Gizi pada bidang Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi. b) Khusus Setelah mahasiswa melaksanakan PKL, diharapkan mampu dan terampil dalam menerapkan sistem penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit a. Melakukan perhitungan kebutuhan gizi ke dalam bentuk menu pada individu dan kelompok dengan memperhatikan dari segi agama, budaya, agama dan tingkat pendapatan. b. Mendiskripsikan ketenagaan yang ada di Instalasi Gizi (jumlah, jenis, tupoksi dan kualifikasi). c. Berpartisipasi dalam penetapan biaya pelayanan gizi d. Menyusun standar makanan sesuai kebutuhan klien
5
e. Memodifikasi resep dan porsi makanan untuk individu, kelompok, dan volume produksi makanan. f. Menyusun menu bagi klien sesuai standar (standar porsi, standar resep, standar bumbu, standar kualitas). g. Melakukan perhitungan kebutuhan bahan makanan h. Mengidentifikasi kegiatan pengadaan bahan makanan (pemesanan, pembelian, penerimaan, penyimpanan
dan penyaluran bahan
makanan) di Instalasi Gizi i. Mengidentifikasi kegiatan produksi makanan (mulai persiapan, pengolahan dan evaluasi hasil pengolahan) j. Mengidentifikasi kegiatan distribusi, transportasi dan penyajian makanan k. Melakukan modifikasi resep makanan/formula dan uji cita rasa/uji organoleptoik l. Melakukan uji daya terima/sisa makanan m. Mengidentifikasi sarana dan prasarana (distime/layout dapur dan peralatan kerja) n. Mengkaji penerapan higiene sanitasi dan keamanan makanan
c. Waktu dan Tempat 1. Waktu : 22 November – 8 Desember 2021 2. Tempat : Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram
d. Manfaat 1. Mampu menghitung kebutuhan gizi dalam bentuk menu individu dan kelompok 2. Mampu mendekskripsikan tentang ketenagaan yang ada (jumlah, jenis, tupoksi dan kualifikasi) 3. Mampu mengetahui bagaimana pelayanan gizi kepada klien 4. Mampu menyusun standar bahan makanan sesuai dengan kebutuhan klien 6
5. Mampu menyusun menu untuk klien dengan standar porsi, resep dan standar bumbu 6. Mampu mengetahui tentang penetapan biaya pelayanan gizi 7. Mampu melakukan perhitungan kebutuhan bahan makanan 8. Mampu
mengetahui
tentang
kegiatan
pengadaan
bahan
makanan
pemesanan, pembelian, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran makanan di Instalasi Gizi 9. Mampu mengetahui kegiatan produksi makanan 10. Mampu ikut serta melaksanakan proses kegiatan pendistribusian transportasi dan penyajian makanan 11. Mampu melakukan modifikasi resep makanan/formula dan uji cita rasa organoleptik 12. Dapat mengkaji tentang penerapan hygiene sanitasi dan keamanan yang ada di rumah sakit
e. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram
1. Sejarah RSUD Kota Mataram Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah Kota Mataram yang berdiri di atas lahan seluas
20.472m².
RSUD
Kota
Mataram
mulai
beroperasional
dan
memberikan pelayanan kepada masyarakat sejak bulan Maret 2010 berdasarkan Surat Keputusan Operasional Nomor: 163/II/2010, tentang Izin Penyelenggaraan Operasional Pelayanan. Sejak tanggal 01 Desember 2010, RSUD Kota Mataram menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) berdasarkan SK Walikota Mataram Nomor: 565/XII/2010. RSUD Kota Mataram sejak tanggal 27 Juni 2012 sudah terakreditasi 5 (lima) Pelayanan Dasar, dan memiliki status Rumah Sakit Kelas B sejak tahun 2013. Dalam perkembangannya, banyak perubahan telah terjadi antara lain Lulus Akreditasi KARS versi 2012 dengan predikat Paripurna (15 Pokja) pada tanggal 04 November 2016. 7
2. VISI, MISI, MOTTO, LAYANAN RSUD KOTA MATARAM A.
Visi RSUD Kota Mataram Rumah sakit pilihan masyarakat dalam bidang Pelayanan Kesehatan, Pendidikan dan Penelitian yang berstandar Internasional.
B.
Misi RSUD Kota Mataram : a. Memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif, berkualitas dan professional. b. Melaksanakan
pendidikan
dan
penelitian
kesehatan
yang
berkelanjutan dan berkualitas. c. Meningkatkan kompetensi SDM yang berdaya saing. d. Meningkatkan kesejahteraan karyawan/karyawati. e. Meningkatkan sarana prasarana sesuai standar RS pendidikan dan kemajuan IPTEKDOK. C. Motto RSUD Kota Mataram : Melayani dengan “SMILE” : SENYUM, MUTU, INOVATIF, LENGKAP, EFISIEN D. Layanan RSUD Kota Mataram Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram memiliki layanan sebagai berikut : 1. IGD Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Kota Mataram dilengkapi dengan tenaga medis yang handal serta peralatan medis berstandar nasional yang siap selama 24 jam untuk menangani kasus gawat darurat. Selain itu, IGD RSUD Kota Mataram juga menyediakan ambulans emergency dan non-emergency yang responsif berikut dengan tim yang mencakup dokter, perawat dan paramedik guna memudahkan transportasi pasien. Fasilitas-fasilitas penunjang IGD RSUD Kota Mataram yang beroperasi 24 jam meliputi :
Radiologi 8
CT-Scan
Laboratorium
Farmasi
MRI
2. ICU ICU (Intensif Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditunjukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa akibat kegagalan disfungsi satu organ atau lebih akibat penyakit, bencan atau komplikasi yang masih ada harapan hidup. Pada ruang ICU terdapat 10 tempat tidur. 3. PICU PICU (Perinatal Intensif Care Unit) adalah suatu unit perawatan yang merawat klien anak (29 hari – 14 tahun) dengan keadaan gawat atau berat yang sewaktu-waktu dapat meninggal, dan mempunyai harapan untuk sembuh apabila dirawat secara intensif. Tujuannya adalah untuk memberikan pelayanan perawatan yang optimal untuk bayi dimana keadaannya sewaktu-waktu dapat meninggal. 4. NICU NICU (Neonatal Intensif Care Unit) adalah unit perawatan intensif untuk bayi baru lahir yang memerlukan perawatan khusus misalnya berat badan rendah, fungsi pernafasan kurang sempurna, prematur, mengalami kesulitan dalam persalinan, menunjukan tanda-tanda mengkhawatirkan dalam beberapa hari pertama kehidupan. Berikut ini kelengkapan NICU pada RSUD Kota Mataram :
5 box bayi
7 inkubator
3 infant warmer
5 observasi
9
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat atau melakukan tindakan pembedahan, baik efektif maupun akut yang membutuhkan keadaan suci hama (steril). 5. Pelayanan Rawat Jalan
Poliklinik Bedah
Poliklinik Bedah Tulang
Poliklinik Kandungan dan Kebidanan
Poliklinik Penyakit Dalam
Poliklinik Anak
Poliklinik Bedah Anak
Poliklinik Saraf
Poliklinik Kulit dan Kelamin
Poliklinik Mata
Poliklinik THT
Poliklinik Gigi Umum dan Spesialis (orthodentis, periodentia, dan penyakit mulut)
Poliklinik Rehabilitasi Medik dan Fisioterapi
Poliklinik Gizi
Poliklinik Jantung
Poliklinik Urologi
Pelayanan Poli Spesialis Sore
Poliklinik Bedah
Poliklinik Penyakit Dalam
Poliklinik Anak
Poliklinik Saraf
Poliklinik Bedah Anak
Poliklinik Jantung
6. Ruang Bersalin merupakan wadah pelayanan masyarakat yang berperan sebagai tempat kegiatan dan tindakan dibidang kesehatan 10
khususnya kebidanan. Kami memberikan pelayanan kebidanan, kesehatan reproduksi, keluarga berencana serta kegiatan kesehatan lainnya secara professional, percaya diri dan dapat dipertanggung jawabkan.
11
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram Instalasi Gizi merupakan wadah yang mengelola kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit. Pengorganisasian Pelayanan Gizi Rumah Sakit mengacu pada SK Menkes Nomor 983 Tahun 1998 tentang Organisasi Rumah Sakit dan
Peraturan
Menkes
Nomor
1045/MENKES/PER/XI/2006
tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di lingkungan Departemen Kesehatan. Ruang lingkup kegiatan pelayanan gizi rumah sakit meliputi : 1. Asuhan Gizi Rawat Jalan 2. Asuhan Gizi Rawat Inap 3. Penyelenggaraan Makanan 4. Penelitian dan Pengembangan Gizi Pelayanan gizi rawat jalan adalah serangakaian proses kegiatan asuhan gizi yang berkeseimbangan dimulai dari assessment/pengkajian, pemberian diagnosis, intervensi gizi dan monitoring evaluasi pasien di rawat jalan. Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh asupan makanan sesuai dengan kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses penyembuhan, mempertahankan dan meningkatkan status gizi. Selain pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan yang terpenting adalah penyelenggaraan makanan rumah sakit dimana rumah sakit menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai gizi yang optimal. Demikian pula instalasi gizi perlu adanya kegiatan penelitian dan
12
pengembangan
guna
meningkatkan
kemampuan
untuk
menghadapi
tantangan dan masalah gizi terapan yang kompleks. Intalasi gizi RSUD Kota Mataram pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 melaksanakan penyelenggaraan makanan dengan sistem outsourching. Dan sejak tahun 2012 sampai sekarang penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram dilakukan dengaan sistem sentralisasi, yaitu makanan untuk pasien dan karyawan diproduksi dan disajikan sendiri oleh Instalasi Gizi. Pasien yang dilayani meliputi pasien VVIP, VIP, Kelas I, Kelas II, Kelas III dan Ruang Intensif Care yang meliputi Ruang ICU, PICU, Stroke Center dan ICCU. Pelayanan lainnya yang dilayani Instalasi Gizi pada tahun 2018 yaitu Hemodialisa (HD), NICU dan IGD (ruang rawat). Adapun visi, misi serta tujuan instalasi gizi di RSUD Kota Mataram yaitu sebagai berikut. 1. Visi : Pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna. 2. Misi a. Menyelenggarakan pelayanan gizi yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan klien/pasien dalam aspek promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative untuk meningkatkan kualitas hidup. b. Meningkatkan profesionalisme sumber daya kesehatan. c. Mengembangkan penelitian sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Tujuan Tujuan Umum : Terciptanya system pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna sebagai bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tujuan Khusus : 1. Menyelenggarakan asuhan gizi terstandar pada pelayanan gizi rawat jalan dan rawat inap.
13
2. Menyelenggarakan makanan sesuai standar kebutuhan gizi dan aman dikonsumsi 3. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling gizi pada klien/pasien dan keluarganya 4. Menyelenggarakan penelitian aplikasi di bidang gizi dan dietetic sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
B. Perencanaan Biaya Pelayanan Gizi Perencanaan biaya pelayanan gizi di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram adalah berdasarkan alokasi dana dari BPJS pada masing-masing kelas perawatan IRNA I, II dan III kecuali pasien yang dirawat diruang VIP, VVIP dan lain-lain. Untuk menentukan unit cost digunakan rumus
(food cost
ditambah labour cost dan biaya overhead). Untuk biaya labour cost dan biaya overhead diperkirakan sebesar 30% dari total food cost. Biaya berdasarkan PGRS ada tiga kompenen : 1. Biaya bahan baku atau bahan dasar (foodcost) Biaya bahan baku atau bahan dasar adalah biaya yang dikeluarkan atau pasti akan dikeluarkan secara langsung dan digunakan dalam rangka menghasilkan suatu produk atau jasa. Pada penyelenggaraan makanan, unsur-unsur dari komponen biaya bahan baku contohnya adalah bahan makanan. 2. Biaya tenaga kerja (labour) Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang terlibat dalam proses kegiatan, baik tenaga kerja langsung maupun tenaga kerja tidak langsung. Unsur-unsur komponen biaya tenaga kerja terdiri dari gaji, honor, lembur, insentif dan sebagainya sesuai ketetapan yang berlaku di institusi 3. Biaya overhead Biaya overhead adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang operasional produk dan jasa yang dihasilkan. Biaya overhead meliputi biaya barang dan biaya pemeliharaan. Biaya barang yaitu seluruh biaya 14
barang yang telah dikeluarkan untuk kegiatan asuhan gizi dan penyelanggaraan makanan. Sedangkan biaya pemeliharaan meliputi biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan gedung, peralatan dan sebagainya. Pembelanjaan
bahan
makanan
di
RSUD
Kota
Mataram
menggunakan system penunjukan langsung karena kisaran pembelanjaan 250 juta sampai 500 juta tergantung pasien. Pada system penunjukan langsung, rekanan akan mengajukan penawaran dan rumah sakit akan melakukan penawaran harga dengan dasar survey pasar yang telah dilakukan. Kemudian dilakukan perjanjian MoU.
Pelaksanaan survey
pasar dilakukan pada 4 pasar yaitu Pasar Mandalika, Pasar Kebon Roek, Pasar Pagesangan dan Pasar pagutan. Harga untuk bahan makanan basah yaitu harga pasar dan diberikan penambahan 10% , sedangkan harga bahan makanan kering yaitu harga pasar diberikan penambahan 10%. Dalam perencanaan anggaran RSUD Kota Mataram menggunakan rumus sebagai berikut. Anggaran per pasien berdasarkan kelas x jumlah tempat tidur x 365 hari
Apabila anggaran yang disediakan mengalami kekurangan maka digunakan ABT (Anggaran Belanja Tambahan). Namun, berdasarkan pengalaman yang selama ini biaya untuk pembelian bahan makanan RSUD Kota Mataram selalu cukup. Dalam pelaksanaan pembayaran dengan rekanan tergantung dari dana BPJS yang diberikan kepada rumah sakit dan di dalam Memorandum of Understanding (MoU) sudah tercantum mengenai batas waktu paling lambat untuk pembayaran yakni kurang lebih 4 sampai 5 bulan kedepan. Untuk mnghitung biaya bahan makanan masing-masing menu dilakukan dengan cara menentukan berat kotor bahan makanan dengan menggunakan table Berat Dapat Dimakan (BDD), satuan berat masing15
masing bahan makanan dan harga satuan yang telah ditetapkan berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU). Biaya permasakan setiap menu yang disajikan untuk pasien, penunggu pasien, petugas Covid dan petugas OK dihitung dengan cara membagi berat kotor bahan makanan dengan berat satuan bahan tersebut kemudian dikalikan dengan harga satuan yang sudah telah ditentukan. Adapun biaya labaour dan overhead yang ditetapkan di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram adalah sebesar 30% dari total biaya food cost. C. Menu dan Standar Makanan Menu yang di pakai di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram ada dua macam menu yaitu menu pilihan (khusus untuk pasien VVIP dan VIP) dan menu reguler untuk pasien rawat inap kelas I,II dan III, menu untuk petugas OK dan menu untuk petugas Covid. Adapun siklus menu yang berlaku adalah siklus menu 10 hari dengan 1 hari menu istimewa, namun khusus menu petugas Covid menggunakan siklus menu 5 hari. 1. Perencanaan Menu Menurut pedoman pelayan gizi rumah sakit (PGRS) tahun 2013 langkah – langkah dalam perencanaan menu, yaitu 1) Bentuk tim kerja. 2) Menetapkan makanan menu. 3) Menetapkan lama siklus menu dan waktu penggunaan menu. 4) Menetapkan pola menu . 5) Mengumpulkan macam hidangan. 6) Merancang format menu. 7) Melakukan penilaian menu dan merevisi menu. 8) Melakukan tes awal menu.
16
Prosedur perencanaan menu dan penilain menu di RSUD Kota mataram yaitu : a) Membentuk tim kerja yang terdiri dari Kepala instalasi gizi, Ahli gizi unit penyelenggaraan makanan,dan petugas boga. b) Membuat menu yang terdiri dari menu pilihan, regular, snack, menu untuk petugas Covid dan menu untuk petugas OK. c) Pembagian tugas
Ahli
gizi
unit
penyelenggaraan
makanan
bertugas
untuk
menghitung zat gizi dari menu
Jasa boga bertugas dalam memodifikasi bahan makanan yang digunakan
sesuai
dengan
warna
rasa
dan
apakah
ada
pengulangan menu atau tidak d) Verifikasi menu yang dilakukan oleh kepala instalasi gizi, yang bertujuan untuk : 1) Tidak terjadi pengulangan bahan makanan. 2) Tidak terjadi pengulangan dalam penggunaan bahan makanan 3) Kesesuaian dalam zat gizi menu dengan standar diet. 4) Kesesuaian menu dengan menggunakan waktu yang efisien dalam penyajian 5) Penilaian menu Penilaian mutu makan di RSUD Kota Mataram dengan cara melakukan
survey
kepuasan
pasien
dan
penelitian
waste.
Responden yang digunakan yaitu pasien yang tidak berdiet atau pasien yang mendapatkan makanan TKTP. Apabila waste ≥20% selama 3 bulan menu tersebut dapat diganti dengan menu lainnya atau melakukan modifikasi dengan memperhitungkan efisiensi waktu dan biaya. a) Modifikasi Cara pengolahan Berdasarkan PGRS (2013) jika waste ≥20% dan kepuasaan pasien 1 )
2. Petugas Gudang Standar beban Kerja = 870 menit Kelonggaran =
Rata−Rata per Waktu Kel onggaran 870 =¿0,396 = Waktu kerja tersedia 2.192
Kebutuhan tenaga = =
Kuantitas Kegiatan Pokok+ Standar Kelonggaran Waktu kerja tersedia
870+0,396 2.192
= 0,39 ( WISN < 1 ) 3. Petugas Makanan Sonde Cair Standar beban Kerja = 796 menit Kelonggaran =
Rata−Rata per Waktu Kelonggaran 870 =¿0,396 = Waktu kerja tersedia 2.192
Kebutuhan tenaga = =
Kuantitas Kegiatan Pokok+ Standar Kelonggaran Waktu kerja tersedia
870+0,396 2.192
= 0,39 ( WISN < 1 ) 4. Administrasi 180
Standar beban Kerja = 375 menit
Kelonggaran =
Kebutuhan tenaga =
Rata−Rata per Waktu Kelonggaran 375 =¿0,17 = Waktu kerja tersedia 1.192
=
Kuantitas Kegiatan Pokok+ Standar Kelonggaran Waktu kerja tersedia 375+0,17 2.192
= 0,17 ( WISN < 1 )
KETENAGAAN SHIFT 1) Menetapkan Waktu Kerja Tersedia Waktu Kerja Tersedia = (A- (B+C+D+E+Libur Shift)) x F = (365- (12+ 0 + 14+ 12+ 96)) x 8 =( 365- 134) x 8 = 1848 jam/tahun A = Hari Kerja dalam setahun = 365 hari B= Cuti Tahunan = 12 hari C = Pendidikan dan pelatihan sesuai dengan aturan rumah sakit = 0 D = Hari libur nasional = 14 hari E = Ketidak hadiran Kerja karena sakit, izin dll = 12 hari Shift = Libur Tenaga Shift = 8 hari/ bulan atau 96 hari/tahun F = Waktu kerja dalam 1 hari 2) Menetapkan Unit Kerja dan kategori SDM DAFTAR KETENAGAAN INSTALANSI GIZI RSUD KOTA MATARAM BERDASARKAN JABATAN DI INSTALANSI GIZI TAHUN 2021 NO
JABATAN
JUMLAH
1
Kepala Instalansi Gizi
1
2
Ahli Gizi ruang Rawat Inap
12
3
Ahli Gizi Penyelenggaraan
9
4
Tata Boga
15 181
5
Distribusi
10
6
Petugas Gudang
2
7
Petugas Makanan Cair/ Sonde
2
9
Administrasi
1 Total
52
Ket : Tenaga Tetap Tenaga Shift
3) Menetukan Kebutuhan Tenaga Kerja a) Ahli Gizi Penyelenggaraan Standar beban Kerja = 4450 menit Kelonggaran =
Rata−Rata per Waktu Kelonggaran 4450 =¿ 2,4 = Waktu kerja tersedia 1848
Kebutuhan tenaga = =
Kuantitas Kegiatan Pokok+ Standar Kelonggaran Waktu kerja tersedia 4450+2,4 1848
= 2,4 ( WISN > 1 )
b) Tata Boga Standar beban Kerja = 9930 menit Kelonggaran =
Rata−Rata per Waktu Kelonggaran 9930 =¿5.04 = W aktu kerjatersedia 1848
Kebutuhan tenaga = =
Kuantitas Kegiatan Pokok+ Standar Kelonggaran Waktu kerja tersedia 9930+5,04 1848
= 5 ( WISN > 1 )
182
c) Distribusi Standar beban Kerja = 4140 menit Kelonggaran =
Rata−Rata per Waktu Kelonggaran 4140 =¿ 2,24 = Waktu kerja tersedia 1848
Kebutuhan tenaga = =
Kuantitas Kegiatan Pokok+ Standar Kelonggaran Waktu kerja tersedia 4140+2,24 1848
= 2,2 ( WISN > 1 )
Kategori : WISN = Jumlah Minimal ( Tenaga cukup untuk memenuhi beban kerjanya) WISN < 1 Jumlah Minimal ( Tenaga tidak cukup untuk memenuhi beban kerjanya) WISN > 1 Jumlah Minimal ( Tenaga lebih dari cukup untuk memenuhi beban kerjanya)
183
DAPUR DAN HYGIENE SANITASI
184
Petunjuk
1. Formulir ini digunakan untuk melakukan uji kelaikan atau penilaian jasa boga untuk mendapatkan sertifikat laik hygiene sanitasi jasaboga.
2. Digunakan di lapangan dengan cara mengisi nilai pada kolom “X” dengan angka maksimum sebagaimana terdapat dalam kolom bobot. Nilai diberikan adalah angka satuan (bulat), untuk memudahkan penjumlahan dan memperkecil kesalahan. Contoh : No.1. dalam kolom bobot tertulis 1, artinya nilai yang dapat terkirim adalah 0 dan 1 No.2. kolom bobot tertulis 5, artinya nilai dapat diberikan adalah 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 No.3. kolom bobot tertulis 3, artinya nilai yang dapat diberikan adalah 0, 1, 2, dan 3
3. Setiap uraian pemeriksaan (item) telah mempunyai bobot nilai masing-masing, yaitu nilai terkecil 1 (satu) dan nilai tertinggi 5 (lima)
4. Dasar pemberian bobot nilai berdasarkan titik rawan (kritis) dalam menimbulkan kemungkinan kerusakan makanan ( reference : ben fredman )
5. Formular ini berlaku untuk semua golongan jasaboga, dengan catatan setiap golongan mempunyai batas penilaian sebagai berikut :
Golongan A1 sampai dengan nomor 28 dengan nilai bobot :70
•
Golongan A2 sampai dengan nomor 31 dengan nilai bobot : 74
•
Golongan A3 sampai dengan nomor 35 dengan nilai bobot : 83
•
Golongan B sampai dengan nomor 40 dengan nilai bobot : 92
•
Golongan C sampai dengan nomor 44 dengan nilai bobot : 100 185
6. Nilai dari hasil penjumlahan uraian yang telah memenuhi syarat, menentukan terhadap dipenuhi tidaknya persyaratan secara keseluruhan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk golongan A1 : minimal mencapai 65, atau 65/70 = 93% b. Untuk golongan A2 : minimal mencapai 70, atau 71/74 = 94,5% c. Untuk golongan A3 : minimal mencapai 74, atau 75/83 = 92,5% d. Untuk golongan B : minimal mencapai 83, atau 84/92 = 90,2% e. Untuk golongan C : minimal mencapai 92, atau 92/100 = 92%
No 1 2 3 4 5 6
7
8 9 10 11 12
13 14
URAIAN LOKASI, BANGUNAN, FASILITAS Halaman bersih, rapi, kering dan berjarak sedikit 500 meter dari sarang lalat/tempat pembuangan sampah, serta tidak tercium bau busuk atau tidak sedap yang berasal dari sumber pencemaran Konstruksi bangunan kuat, aman, terpelihara, bersih dan bebas dari barang-barang yang tidak berguna atau barang sisa. Lantai rapat air,kering, terpelihara dan mudah dibersihkan Dinding, langit-langit dan perlengkapannya dibuat dengan baik, terpelihara dan bebas dari debu Bagian dinding yang kena percikan air dilapisi bahan kedap air setinggi 2 meter Pintu dan jendela dibuat dengan baik dan kuat. Pintu dibuat menutup sendiri, membuka kedua arah dan dipasang alat penangkap lalat dan bau-bauan. Pintu dapur yang berhubungan keluar membuka kearah luar PENCAHAYAAN Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak menimbulkan bayangan. Kuat cahaya sedikit 10 fc pada bidang kerja PENHAWAAN Ruangan kerja maupun peralatan dilengkapi ventilasi yang baik sehingga diperoleh kenyamanan dan sirkulasi udara SUMBER AIR BERSIH Sumber air bersih yang aman, jumlanya cukup dan air bertekanan AIR KOTOR Pembuangan air kotor dari dapur, kamar mandi, wc dan air hujan lancar, bak dan kering sekitar. FASILITAS CUCI TANGAN DAN TOILET Jumlah cukup, nyaman dipakai dan mudah dibersihkan PEMBUANGAN SAMPAH Tersedia bak/tong sampah yang cukup untuk menampung sampah, dibuat anti lalat, tikus dan dilapisi kantong plastic yang selalu diangkat setiap kali penuh. RUANG PENGOLAHAN MAKANAN Tersedia lantai yang cukup untuk pekerja pada bangunan yang terpisah dari tempat tidur atau tempat mencuci pakaian Keadaan ruangan bersih dari barang yang tidak berguna. Barang tersebut disimpan rapi
186
Bobot
Skor
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
5
5
1
1
3
2
2
2
1
1
1
1
15 16 17 18 19
20 21
22 23 24 25 26
27 28
29 30 31
32 33 34 35
36 37 38 39 40
digudang KARYAWAN Semua karyawan yang bekerja bebas dari penyakit infeksi, bisul, luka terbuka dan infeksi saluran pernafasan atau ISPA Tangan selalu dicuci bersih, kuku dipotong pendek, bebas kosmetik, perilaku hygienis Pakaian kerja, dalam keadaan bersih, rambut pendek dan tubuh bebas dari perhiasan MAKANAN Sumbernya, keutuhan dan tidak rusak. Bahan yang terolah dalam wadah/kemasan asli, terdaftar, berlabel dan tidak kadaluwarsa. PERLINDUNGAN MAKANAN Penanganan makanan yang potensi berbahaya pada suhu, cara dan waktu yang memadai selama penyimpanan, peracikan, persiapan, penyajian dan pengangkutan makanan serta melunakkan makanan beku sebelum dimasak (thawing) Penanganan makanan yang potensial berbahaya karena tidak ditutup atau disajikan ulang PERALATAN MAKAN DAN MASAK Perlindungan terhadap peralatan makan da masak dalam cara pembersihan, penyimpanan, penggunanaan dan pemeliharaan Alat makan dan masak yang sekali pakai tidak dipakai ulang Proses pencucian melalui tahapan mulai dari pembersihan sisa makanan, perendaman, pencucian dan pembilasan Bahan racun/pestisida disimpan tersendiri ditempat yang aman terlindung, menggunakan lebel/tanda yang jelas untuk digunakan Perlindungan terhadap serangga, tikus, hewan peliharaan dan hewan pengganggu lainnya JUMLAH KHUSUS GOLONGAN A.1. Ruang pengolahan makanan tidak dipakai sebagai ruang tidur Tersedia 1 buah lemari es JUMLAH KHUSUS GOLONGAN A.2. Pengeluaran asap dapur dilengkapi dengan alat pembuangan asap Fasilitas pencucian dilengkapi dengan 3 bak pencuci Tersedia kamar ganti pakaian dan dilengkapi dengan penyimpanan pakaian/loker JUMLAH KUSUS GOLONGAN A.3. Saluran pembuangan limbah dapur dilengkapi dengan grease trap (penangkap lemak) Tempat memasak terpisah secara jelas dengan tempat penyajian makanan matang Lemari penyimpanan dingin dengan suhu -5oC dilengkapi dengan thermometer pengontrol Tersedia kendaraan pengangkut makanan yang khusus JUMLAH KHUSUS GOLONGAN B Sudut lantai dan dinding konus Tersedia ruang belajar Alat pembuangan asap dilengkapi filter Dilengkapi saluran air panas untuk pencucian Lemari pendingin dapat mencapai suhu -10oC JUMLAH
187
5
5
5 1
3 1
5
5
5
5
4
4
2
2
2
2
5
5
5
5
4
4
65
60
1 4 70
1 4 65
1 2 1 74
1 2 1 69
1 1
1 1
4
4
3 83
3 78
1 1 1 2 4 92
1 0 1 2 4 86
Menurut Permenkes RI No. 304 tahun 1989 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah Makan dan Restoran, persyaratan fasilitas sanitasi seperti toilet yatu: 1) Letak tidak berhubungan langsung (terpisah dari) dengan dapur, ruang persiapan makanan, ruang tamu dan gudang makanan. 2) Didalam toilet harus tersedia jamban, peturasan dan bak air. 3) Toilet untuk wanita terpisah dengan toilet untuk pria 4) Toilet untuk tenaga kerja terpisah dengan toilet untuk pengunjung. 5) Toilet dibersihkan dengan deterjen dan alat pengering. 6) Tersedia cermin, tempat sampah, tempat abu rokok serta sabun. 7) Luas lantai cukup untuk memlihara kebersihan. 8) Lantai dibuat kedap air, tidak licin, dan kemiringannya cukup 9) Ventilasi dan penerangan baik 10) Air limbah dibuang ke septic tank, riol atau lubang peresapan yang tidak mencemari air tanah. 11) Saluran pembuangan terbuat dari bahan kedap air. 12) Tersedianya tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan bak penmpung dan saluran pembuangan. 13) Didalam kamar mandi harus tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup. 14) Peturasan harus dilengkapi dengan air yang mengalir. 15) Jamban harus dibuat dengan tipe leher angsa dan dilengkapi dengan air penggelontoran yang cukup serta sapu tangan kertas (tissue). Jadi berdasarkan hasil di atas, disimpulkan bahwa kelaikan fisik untuk hygiene sanitasi makanan jasa boga di RSUD Kota Mataram sudah baik. Di mana untuk jasa boga golongan B, kelaikan fisik hygiene sanitasi jasa boga minimal mencapai bobot 86. Sarana fisik yang sebaiknya ditambah diinstalasi Gizi RSUD Kota Mataram yaitu toilet, tempat cuci tangan dan ruang belajar. Instalasi gizi RSUD Kota Mataram memiliki satu buah toilet yang digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Sebaiknya untuk sarana toiletnya dipisah antara toilet laki-laki dan perempuan. Toilet ini tidak dilengkapi dengan tempat cuci tangan.
188
HACCP LAUK HEWANI (AYAM TALIWANG)
189
LAPORAN PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP) AYAM TALIWANG SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI (SPMI) DI RSUD KOTA MATARAM
DI SUSUN OLEH
NABILA PARISTA
PO7131118029
NI KADEK VIANDARI WIDYA HARTA
190
P071311180 73
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM JURUSAN GIZI I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan
makanan
di
rumah
sakit
dilaksanakan
untuk
menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan
pasien.
Sehubungan
diperhatikan penampilan, makanan
tersebut.
Salah
dengan
hal
tersebut,
maka
perlu
aroma
dan
sanitasi
dari
cara pengawasan
mutu
makanan
yaitu
rasa, satu
tekstur,
dengan menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), sehingga makanan yang disajikan terjaga keamanannya untuk dikonsumsi HACCP adalah suatu evaluasi sistematis terhadap prosedur pengolahan atau penyiapan makanan yang spesifik untuk mengidentifikasi hazard yang berkaitan dengan bahan makanan atau dengan prosedur pengolahan itu sendiri, dan untuk mengetahui cara mengendalikan hazard tersebut. Tujuan HACCP adalah untuk menjamin bahwa produk makanan memang aman untuk dikonsumsi. Penerapan HACCP tersebut meliputi semua kegiatan yang dimulai dari
penanganan
bahan
mentah,
pemilihan
bahan
mentah,
persiapan,
pengolahan, penyimpanan dan penyajian makanan matang. Salah satu hidangan lauk hewani yang disediakan oleh Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram sebagai menu makan pasien adalah ayam taliwang. Pada lauk hewani ini perlu dilakukan tindakan HACCP mengingat bahan bakunya berupa ayam yang rentan terhadap bahaya biologi, fisik, dan kimia. Selain bahaya yang 191
berasal dari bahan baku, bahaya juga dapat timbul pada saat penerimaan maupun persiapan bahan baku. Bahaya tersebut timbul bila kualitas bahan tidak sesuai standar, ada kontaminasi dengan bahan makanan yang lain dan kebersihan alat pada waktu digunakan Oleh karena itu untuk menerapkan HACCP kami mencoba melakukan pengamatan terhadap proses pembuatan ayam taliwang. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui proses pembuatan ayam taliwang yang disediakan oleh Instalasi Gizi RSUD Kota mataram 2. Tujuan Khusus Melakukan analisis HACCP terkait proses pembuatan ayam taliwang dari proses penerimaan sampai proses distribusi. II.
METEDO PELAKSANAAN A. Bahan Pengamatan Produk yang diamati merupakan salah satu menu makan malam yaitu ayam taliwang. B. Waktu Pelaksanaan Kegiatan HACCP dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 November 2021. C. Prosedur Kerja Pengamatan HACCP dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 November 2021 dengan mengamati proses pembuatan lauk hewani yaitu ayam taliwang. Pengamatan dimulai dari proses penerimaan hingga proses distribusi.
III.
URAIAN TIM HAACP
IV.
DESKRIPSI PRODUK Parameter Deskripsi
Keterangan
Nama Deskripsi
Ayam Taliwang
Deskripsi Produk
Ayam taliwang adalah produk berbahan
192
dasar ayam potong yang direbus kemudian dicampur oleh bumbu yang sudah ditumis dalam bentuk ptongan bagian ayam Komposisi Produk
Ayam potong Bawang merah Bawang putih Cabai merah kering Cabai merah besar Kemiri Cabai Gula Garam
Karakteristik Pangan
Ayam taliwang bewarna merah, berbentuk potongan daging ayam sedang (paha dan dada) , beraroma tidak menyengat
Metode Pengolahan
Ayam direbus terlebih dahulu kemudian dimasak dengan bumbu yang ditumis
Pengemasan Primer
Menggunakan baskom stainlessteel
Pengemasan Sekunder
Menggunakan plato dan ditutup plastic wrap untuk kelas III Menggunakan ompreng stainless beserta tutup untuk kelas I dan II Menggunakan piring dan ditutup plastic wrap untuk VIP
Terget pengguna
Pasien kelas III sampai dengan VIP yang tidak berdiet
Umur simpan/layak dikonsumsi
Selama kurang lebih 7 jam pada suhu ruang
Metode Distribusi
Diantar menggunakan troli makanan
193
V.
Diagram alir Penerimaan Bumbu Bumbu (Bawang putih, bawang merah, cabai merah besar, kemiri, cabai)
Penerimaan Bahan (Ayam)
Penyimpanan bahan ayam pada suhu -5 s.d 0 °C (maks. 3 hari penyimpanan)
Penyimpanan suhu 5-10 °C
Thawing ayam di suhu ruang
Pencucian bumbu
Melakukan pencucian di air mengalir
Penghalusan bumbu (dengan blender)
Perebusan ayam selama 30 Menit dengan suhu 188°C
Penumisan bumbu
194
Pencampuran bumbu dengan ayam
Penyimpanan setelah pengolahan suhu ruang (suhu 25 °C ≤ 2 jam)
Penyajian
195
VI.
IDENTIFIKASI BAHAYA DAN CARA PENCEGAHAN Tahap Proses
Jenis Bahaya
Sumber Bahaya
Analisis Resiko/Signifikan
Tindak pencegahan
(F, K, B)*
Penerimaan
Fisik:
(daging
darah dan kotoran
segar)
ayam
Terdapat
(debu)
Pada saat pendistribusian
P
K
R
L
L
Tidak
Pengecekan sesuai dengan
Signifikan
spesifikasi
pada
dengan
daging ayam
dan air
pencucian
bersih
dan
mengalir (Ayam yang diterima sudah sesuai spesifikasi)
Kimia : -
-
-
-
-
-
:
Kontaminasi lingkungan pada proses
H
H
Signifikan
Dikemas
Sp.,
pengangktan dan kontaminasi tangan
petugas menerapkan higien
penjamah
dan
Biologi Salmonella Enterokokus, Campylobacter, S.
menggunakan
dan APD
lengkap
Aureus
Shigella,
C.
Jejuni,
C.
(Sudah
dikemas
secara
tertutup
dan
petugas
menggunkan APD lengkap )
Perfringens, campylobacter dan
tertutup
clostridium
196
perfringens Penerimaan
Fisik
:
Tanah,
bumbu
kerikil, debu
Kemasan
yang
digunakan
untuk
L
L
TS
mengemas
Dilakukan
sortasi
pemeriksaan
atau
pada
saat
(bawang
penerimaan bahan (Bahan
merah, bawang
yang diterima sudah sesuai
putih,
cabai
spesifikasi)
kering
besar,
cabai
merah
Kimia : pestisida
Bahan pangan
L
L
TS
hingga
ram,terasi,
bersih
(sudah
melakukan pencucian )
minyak )
ging ayam
pencucian
menggunakan air mengalir
besar,kemiri,ga
Penyimpanada
Dilakukan
Fisik : Kimia : Biologi
:
Dari
tangan
penjamah
akibat
-
-
-
-
-
-
-
High
L
Signifikan
Penjamah menggunakan
Salmonella,
kontaminasi silang atau juga dapat
sarung tangan. Mengecek
Staphylococcusau
berasal dari wadah yang digunakan.
suhu secara berkala dan
reus dan E. Coli
Akibat suhu penyimpanan yang tidak
pengemasan yang tertutup
sesuai standar
/kedap. ( Suhu penyimpanan sudah sesuai dengan suhu
Thawing
Biologi
:
Pertumbuhan
Thawing yang tidak tepat ( disuhu ruang dan terbuka )
L
H
S
Thawing dilakukan di refrigator (chiller)
mikroba pathogen
(Melakukan thawing di suhu ruang dalam kemasan
197
tertutup ) Pencucian ayam
Biologi : Mikroba
Air
M
M
S
melakukan pencucian di
(E Coli) Pencucian bumbu
Biologi : Mikroba
GMP Pencucian (Sudah air yang mengalir)
Air
M
M
S
GMP Pencucian (Melakukan pencucian
(E Coli)
tidak di air yang mengalir ) Penghalusan
Fisik : debu atau
bumbu
kotoran
Blender tidak tertutup
M
L
TS
Memeriksa
kebersihan
bahan – bahan yang akan
(bawang putih,
dihaluskan, memakai alat –
bawang merah,
alat
ketumbar,
sesuai SOP
perlengkapan
kerja
merica, lengkuas, kemiri ) Pengolahan
Fisik : -
Kimia : Biologi : E-Coli
Dari
tangan
penjamah
akibat
High
Low
Signifikan
Penjamah
menggunakan
kontaminasi silang yang diakibatkan
sarung
penjamah tidak menggunakan sarung
mengolah makanan.
tangan
198
tangan
sangat
Penyajian
Fisik : -
Biologi :Kimia : Distribusi
-
-
B:-
Dengan keterangan : P = peluang, K = keparahan, R = resiko, L = l = rendah, M = m = sedang, H = h = tinggi, S = signifikan, TS = tidaksignifikan
199
-
-
-
POHON KEPUTUSAN UNTUK TAHAPAN PROSES
200
VII.
PENETAPAN CCP (Critical Control Point)
Tahap Proses
Jenis Bahaya
Penerimaan
B : Salmonella Sp.,
Bahan Baku
Enterokokus,
Basah (Ayam)
Campylobacter, S.
P1 Y
P2 T
P3
P
T
CCP Bukan CCP
Aureus Shigella, C. Jejuni, C. Perfringens, campylobacter dan clostridium perfringens Penyimpanan
B: Jamur, bakteri dan
Y
T
T
Bukan
serangga serta sisa
CCP
darah ayam pada plastic Pencucian
B : E-Coli
Y
T
T
Bukan CCP
Thawing
B : Pertumbuhan
Y
T
Y
mikroba pathogen Pengolahan
B : E.Coli
Y
Bukan CCP
Y
T
T
Bukan CCP
Penyajian
-
-
-
-
Distribusi
-
-
-
-
201
VIII.
Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan Berdasarkan pengamatan HACCP yang telah dilakukan pada salah satu menu di RSUD Kota Mataram yaitu ayam taliwang dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan bahaya yang berasal dari hahan baku maupun dari proses pengolahan ayam taliwang hal ini terjadi karena proses pemasakan ayam taliwang mulai dari tahap penerimaan bahan baku hingga penyajian yang dilakukan oleh tenaga pengolah di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram sudah
sesuai
dengan
standar
yang
tepat
yaitu
mulai
dari
tahap
penerimanaan bahan baku hingga tahap penyajiannnya telah mampu menghilangkan bahaya-bahaya yang mungkin terjadi baik bahaya fisik, kimia, maupun mikrobiologi, sehingga dapat menghasilkan produk ayam taliwang yang berkualitas dan sudah sesuai dengan standar kelayakan sehingga aman jika dikonsumsi oleh pasien dan mencegah kemungkinan terjadinya penyakit akibat kurangnya penanganan hygine pada makanan yang disajikan. b. Saran Diharapkan kepada petugas tenaga pengolah di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram agar dapat mempertahankan diterapkan sehingga kebersihan serta
kualitas
hygine
yang telah
makanan yang akan didistribusikan dapat terjamin
kelayakannya bagi pasien serta para pegawai yang
mengkonsumsinya
202
DOKUMENTASI
203
204
HACCP LAUK NABATI (TEMPE TUMIS PAPRIKA)
205
LAPORAN PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP) TEMPE TUMIS PAPRIKA SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI (SPMI) DI RSUD KOTA MATARAM
DI SUSUN OLEH
MAULIDA HARIANI
P07131118067
MUTAWARI ARALIKA SAHARA
P07131118071
YAYU RAHAYU
P07131118093
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM JURUSAN GIZI TAHUN 2021
206
BAN I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai. Tempe adalah
bahan pangan
yang bertahan hanya 2 hari saja tanpa bahan pengawet. HACCP adalah suatu evaluasi sistematis terhadap prosedur pengolahan atau penyiapan makanan yang spesifik untuk mengidentifikasi hazard yang berkaitan dengan bahan makanann atau dengan prosedur pengolahan itu sendiri, dan untuk mengetahui cara mengendalikan hazard tersebut. Tujuan HACCP adalah untuk menjamin bahwa produk makanan memang aman untuk di konsumsi. Penerapan HACCP tersebut meliputi semua kegiatan yang dimulai dari penanganan
bahan
mentah,
pemilihan
bahan
mentah,
persiapan,
pengolahan, penyimpanan dan penyajian makanan matang. Salah satu hidangan lauk nabati yang disediakan oleh Instalasi Gizi Rumah Sakit Daerah Kota Mataram sebagai menu makan pasien adalah Tempe Tumis Paprika. Pada lauk nabati ini perlu dilakukan tindakan HACCP mengingat bahan bakunya berupa tempe yang rentan terhadap bahaya biologi, fisik, dan kimia. Selain bahaya yang berasal dari bahan baku, bahaya juga dapat timbul pada saat penerimaan maupun persiapan bahan baku. Bahaya tersebut timbul bila kualitas bahan tidak sesuai standar, ada kontaminasi dengan bahan makanan yang lain dan kebersihan alat pada waktu digunakan. Oleh karena itu untuk menerapkan HACCP kami mencoba melakukan pengamatan terhadap proses pembuatan Tempe Tumis Paprika. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui proses pembuatan Tempe Tumis Paprika yang disediakan oleh Instalasi Gizi Rumah Sakit Daerah Kota Mataram. 2. Tujuan Khusus Melakukan analisis Hazard Analysis Critical Control Points (HAACP) terkait proses pembuatan Tempe Tumis Paprika.
207
II METODE PELAKSANAAN A. Bahan Pengamatan Produk yang diamati merupakan salah satu menu makan siang yaitu Tempe Tumis Paprika B. Waktu Pelaksanaan Kegiatan HAACP dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 November 2021 C. Prosedur Kerja Pengamatan HAACP dilakukan pada hari Sabtu, 27 November 2021 dengan mengamati proses pembuatan lauk nabati yaitu Tempe Tumis Paprika. Proses pengamatan dimulai dari proses penerimaan hingga proses distribusi.
III URAIAN PEMBUATAN PRODUK No
Komposisi Tim Posisi
Status dalam Tim
1
Yayu Rahayu
Ketua Tim
2
Mutawari Aralika Sahara
Anggota
3
Maulida Hariani
Anggota
IV DESKRIPSI PRODUK Nama produk
Tempe Tumis Paprika
Definisi
Tempe tumis paprika adalah produk berbahan dasar
produk
tempe yang dicampur dengan bumbu seperti paprika, jahe, bawang putih, bawang merah, cabai merah dan garam. Kemudian ditumis menggunakan sedikit minyak.
Komposisi
Tempe, paprika, bawang putih, bawang merah, cabai
produk
merah, garam dan minyak.
208
Karakteristik
Tempe tumis berwarna putih, dipotong dengan bentuk
pangan
serong/miring, beraroma khas bumbu tumis.
Cara produksi
Tempe diterima dari rekanan sehari sebelum diolah sekitar jam 13.00 sebanyak 19 bungkus tempe, tempe datang dalam keadaan setengah matang. Penyimpanan tempe bisa bertahan dalam waktu 1 hari dikarenakan saat disimpan tempe akan terus mengalami proses masak atau fermentasi. Sebelum diolah tempe dilakukan pemotongan dengan bentuk serong atau miring. Kemudian disiapkan bumbu tumis terdiri dar jahe, pala, merica, bawang putih, dan garam lalu dihaluskan sedangkan paprika dipotong – potong kecil. Selajutnya siapkan wajan besar yang akan digunakan, masukkan minyak secukupnya, lalu masukkan bumbu tumis yang sudah dihaluskan dengan paprika yang sudah dipotong kecil ke dalam wajan yang sudah panas kemudian tumis sampai mengeluarkan aroma tumis lalu masukkan tempe yang sudah dipotong serong atau miring. Tempe tumis paprika dimasak dengan suhu 98,5°C selama 30 menit. Kemudian setelah matang tempe dipindahkan ke dalam wadah Waskom stainless steel.
Target
Pasien kelas III sampai dengan kelas VIP yang tidak
penggunaan
berdiet
Waktu
Maksimal 4 jam setelah pengolahan di suhu ruang (20-
penyimpanan
25°C)
Cara
Tempe tumis paprika disajikan dalam bentuk potongan
penyajian
serong atau miring kecil – kecil dan ditata bersamaan dengan menu lainnya kemudian ditutup rapat menggunakan kertas wrap atau penutup stainless.
209
V BAHAN – BAHAN TEMPE TUMIS PAPRIKA No 1
Bahan Tempe
Spesifikasi Berwarna putih, tekstur padat, beraroma khas tempe kedelai.
2
Paprika
Berwarna kuning dan merah, segar dan tidak layu
3
4
5
Bawang putih
Segar, padat diseluruh bagiannya
kupas
kering
Bawang merah
Segar, padat, keras dan mengkilat,
kupas
tidak ada bercak hitam
Cabai merah besar Segar, tidak ada bercak hitam
VI RENCANA PENGGUNAAN PRODUK Tempe tumis paprika diberikan pada pasien Reguler (kelas I, II, III), Ruang VIP dan Graha. Tempe tumis paprika diberikan kepada pasien yang tidak berdiet.
210
VII VERIFIKASI DIAGRAM ALIR Bumbu ( paprika, bawang putih, bawang merah, cabai merah, garam dan minyak.
Tempe
Penyimpanan suhu ruang 20-25°C (maksimal penyimpanan 1 hari)
Pemotongan dengan bentuk serong atau miring kecil – kecil
Penyimpanan suhu ruang 20-25 °C
Perendeman bumbu menggunakan wadah plastik
Penghalusan bumbu bawang putih, bawang merah, cabai merah, jahe (dengan food processor
Penumisan bumbu dengan minyak secukupnya
Penumisan tempe tumis paprika dengan suhu 98,5°C
Penyajian
211
Minyak
Penyimpanan suhu kamar 25°C
VIII ANALISIS BAHAYA Tabel Identifikasi Bahaya dan Tingkat Pengendalian a. Proses Tahap proses Jenis bahaya
Sumber bahaya
Penerimaan tempe
Fisik : batu
Batu
Kimia : -
-
Biologi : Salmonella, Neisseria, klebsella, citobacakter B : caliform jamur Achromobacter micrococcus Cereus
Penerimaan bumbu
P
K
Risiko Tindakan pengendalian
L
L
TS
Jamur dan kapang
L
L
TS
Ph, kadar air dan suhu
l
L
TS
Pencucian menggunakan air mengalir sebelum disimpan
Suplayer dan penyimpanan
l
L
TS
Jaminan suplayer, SOP penyimpanan
Pada saat penerimaan tempe harus dilakukan pemeriksaan, jika tidak sesuai spesifikasi maka akan dikembalikan.
K:F:Penerimaan Bahan Baku lemak (minyak kelapa sawit)
B : Mikroba Lipolitik
Penyimpanan Mikrobiologi : Jamur dan bakteri
Penyimpanan bahan pangan
Fisik : kotoran/ endapan, benda asing, serangga Pembersihan/ B : Mikroba (E Coli) pencucian
Kemasan
Penyimpanan ditempat yang bersih, tertutup dan terhindar dari panas langsung.
h
H
S
m
M
S
Air
m
M
S
Dibersihkan dan dicuci menggunakan air mengalir
K:-
-
-
-
-
-
F: keruh dan bau
Saluran air
h
L
TS
Mengecek saluran
212
air Penghalusan bumbu (jahe,bawang putih, bawang merah, cabai merah) dengan blender
Pengolahan tempe tumis paprika dengan suhu pemasakan 98,5°C
Fisik : Debu /kotoran, serangga
Mikrobiologi : Mikroorganisme, spora Mikrobiologi : Bakteri salmonella Sp yang biasa terdapat pada tempe
Penyimpanan Mikrobiologi : Bakteri setelah pembusuk pengolahan
Penyajian
Kontaminasi fisik (debu) Kimia (zat kimia Rumah sakit) Biologis (serangga)
Blender tidak tertutup
Waktu pemasakan terlalu lama atau terlalu cepat dengan suhu pemasakan 98,5°C Pada saat penyimpanan tidak menutup langsung setelah dilakukan pengolahan Plastik penutup Tidak terpasang Sempurna
m
L
TS
H
H
S
H
H
M
213
H
H
L
S
S
TS
Penjamah makanan dianjurkan untuk menggunakan handglove saat menyentuh bahan makanan agar tidak ada kontaminasi langsung terhadap bahan makanan. Mengontrol dan Memonitor waktu Pemasakan bahan
Menutup menggunakan plastik wrap
Memeriksa kebersihan wadah dan alat-alat yang digunakan untuk proses distribusi serta menutup dengan rapat menggunakan plastik wrap.
POHON KEPUTUSAN UNTUK TAHAPAN PROSES
214
IX PENETAPAN CCP a. Penerimaan Bahan Baku Bahan Tempe Bawang Merah Bawang Putih Air
Jenis Bahaya Biologi : Salmonella, Neisseria, klebsella, citobacakter Biolgi : Achromobacter micrococus, B. Cereus, jamur Biologi : Achromobacter micrococus, B. Cereus, jamur Biologi : Mikroba (E Coli)
P1 P2 T T
-
T
-
Y
Y
CCP Bukan CCP Bukan CCP Bukan CCP Bukan CCP
b. Tahap Proses Tahap Proses Penerimaan Tempe Penyimpanan Pembersihan/ pencucian Penghalusan bumbu (dengan food processor)
Pengolahan dengan suhu pemasakan 98,5°C (30 menit)
Penyimpanan setelah pengolahan
Jenis Bahaya Biologi : Salmonella Fisik : Semat, batu, jamur. Biologi : Jamur, bakteri dan serangga Biologi : Mikroba (E Coli) Biologi : Mikroba, jamur dan kapang yang ada pada bawang, dari lingkungan, dan dari pekerja Biologi : Salmonella, Neisseria, klebsella, citobacakter yang biasa terdapat pada tempe. Mikroba, jamur dan E Coli yang tedapat pada air serta kapang yang ada pada bawang, dari lingkungan dan dari pekerja B : Bakteri pembusuk dan spora bergerminasi
P1 Y
P2 T
P3 T
P4 -
CCP Bukan CCP
Y
T
Y
Y
Y
T
Y
Y
Y
T
Y
Y
Bukan CCP Bukan CCP Bukan CCP
Y
Y
T
Y
Bukan CCP
Y
T
T
-
Bukan CCP
Keterangan : Y = iya, T = tidak, CCP = critical control points 215
KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Berdasarkan pengamatan HACCP yang telah dilakukan pada salah satu menu di RSUD Kota Mataram yaitu tempe tumis paprika tidak ditemukan bahaya yang berasal dari bahan baku maupun dari proses pengolahan tempe tumis paprika hal ini terjadi karena proses tempe tumis paprika mulai dari tahap penerimaan hingga penyajian yang dilakukan oleh tenaga pengolah di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram sudah sesuai dengan standar yang tepat yaitu mulai dari tahap penyajiannya telah mampu menghilangkan bahaya – bahaya yang mungkin terjadi baik bahaya fisik, kimia, maupun mikrobiologi, sehingga dapat menghasilkan produk tempe tumis paprika yang berkualitas dan sudah sesuai dengan standar kelayakan sehingga aman jika dikonsumsi oleh pasien dan mencegah kemungkinan terjadinya penyakit akibat kurangnya penangan hygine pada makanan yang disajikan. b. Saran Diharapkan kepada petugas tenaga pengolah di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram agar dapat mempertahankan kualitas hygine yang telah diterapkan sehingga makanan
yang
akan didisstribusikan dapat terjamin kebersihan
sertaa kelayakannya bagi pasien serta para pegawai yang mengkonsumsinya.
216
DOKUMENTASI
217
MODIFIKASI RESEP MENU DIIT LAUK NABATI TAHU BUMBU KUNING
ROLADE TAHU
218
PRAKTEK KERJA LAPANGAN LAPORAN PKL SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI (SPMI) MODIFIKASI RESEP (ROLADE TAHU) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM
OLEH : DISUSUN OLEH : NABILA PARISTA
PO7131118029
NI KADEK VIANDARI WIDYA HARTA
P071311180 73
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA JURUSAN GIZI 2021
216
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modifikasi resep adalah mengubah resep dasar menjadi baru untuk meningkatkan nilai gizi sebuah makanan. Modifikasi resep dapat dilakukan dengan cara menambah atau mengurangi bumbu pada sebuah masakan, merubah bentuk dan cara pengolahan masakan. Penambahan ukuran atau takaran bumbu juga merupakan salah satu kunci yang akan menentukan variasi dan jenis masakan. Pengembangan atau modifikasi resep ini sering dilakukan oleh beberapa instansi penyelenggaraan makanan, baik komersial maupun non komersial seperti rumah sakit. Menu yang disajikan dalam satu kali penyajian terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. RSUD Kota Mataram merupakan salah satu rumah sakit yang menjalankan sistem penyelenggaraan makanan dengan sistem swakelola, dengan adanya siklus menu 10 hari. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan secara random pada menu makan siang pada hari sabtu tanggal 27 November 2021 untuk kelas III A,B, dan C diketahui bahwa hidangan yang tidak dikonsumsi adalah tahu bumbu kuning.. Kami bermaksud memodifikasi menu tahu bumbu kuning sebagai salah satu menu diet dengan memperhatikan citarasa, aroma, tekstur, warna,nilai gizi dan biaya., Hidangan yang disajikan di rumah sakit diharapkan dapat lebih variatif, inovatif, agar tidak menimbulkan kebosanan pada pasien, rasa mual pada pasien dan tidak terjadi malnutrisi. Modifikasi menu dari menu yang sudah ada seperti hidangan nabati dengan bahan sebelumnya adalah tahu, dikembangkan menjadi lebih menarik dari segi warna, rasa, dan aroma namun tetap memperhatikan nilai gizi. Modifikasi menu yang akan dibuat adalah rolade tahu untuk pasien diet.
217
B. Tujuan 1. Mengetahui hasil modifikasi resep untuk meningkatkan mutu resep dan masakan 2. Memberikan rekomendasi menu baru untuk lauk nabati untuk diet 3. Mengetahu hasil uji organoleptic ( warna, rasa, aroma dan tekstrur ) dari menu yang telah dimodifikasi C. Manfaat 1. Bagi Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram Sebagai rekomendasi dan bahan pertimbangan menu baru untuk lauk nabati 2. Bagi Mahasiswa Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam melakukan modifikasi resep
218
BAB II METODE MODIFIKASI ROLADE TAHU
A. Bahan dan Alat a. Bahan
Tahu 300 gram
Telur 50 gram
Seledri 10 gram
Wortel 50 gram
Bumbu
Bawang putih
Merica
b. Alat
Talenan
Pisau
Blender
Aluminium foil
Dandang
B. Cara pengolahan 1. Haluskan semua bumbu. 2. Parut wortel dan potong kecil-kecil selendri 3. Hancurkan tahu, kemudian campur dengan bumbu, wortel dan selendri 4. Lalu gulung menggunakan aluminium foil 5. Kemudian kukus 6. Potong dan sajikan
219
C. Analisi zat gizi a. Analisis zat gizi tahu bumbu kuning Bahan Makana
Energ
Protei
Lema
KH
y
n
k
(gram
Berat
n
(kkal)
Tahu
100
76
Minyak
2,5
22,1
(gram) (gram) 8,1
4,8
) 1,9
2,5
98,1
8,1
7,3
1,9
49,05
4,05
3,65
0,95
Nilai gizi 1 porsi
b. Analisis zat gizi rolade tahu Bahan Makana n Tahu Telur Selendr i Wortel Tepung beras Nilai gizi 1 porsi
Berat
Energy (kkal)
Protein (gram)
Lemak (gram)
300 50
228 77,5
24,3 6,3
14,4 5,3
KH (gram ) 5,7 0,6
10
1
0,1
0,1
4,6
50
18
0,5
0,3
3,95
20
72,2
1,3
0,1
15,9
396,7
32,5
20,2
30,75
66,1166 5,41666 3,36666 7 7 7
220
5,125
D. Analisis Biaya a. Resep Standar Menu Lauk Nabati Tahu Bumbu Kuning untuk 1 porsi Bahan
Standar
%BDD
Berat
makanan porsi Tahu
50
Harga satuan Harga
kotor 100
50
total Rp.1980
Rp. 990
putih BUMBU C Bawang
3
90
3,3
Rp. 49.000
Rp. 162
3
88
3,4
Rp. 49.000
Rp. 147
Jahe
0,5
97
0,51
Rp.55.000
Rp. 27,5
Kunyit
1
78
1,2
Rp.20.000
Rp. 24
laos
2
80
2,5
Rp.25.000
Rp. 62,5
Ketumbar 0,5
100
0,5
Rp.35.000
Rp. 17,5
Kemiri
1
100
1
Rp. 57.500
Rp. 57,5
Jinten
0,5
100
0,5
Rp.50.000
Rp. 25
Pala
0,25
100
0,25
Rp.165.000
Rp. 41,2
Minyak
2,5
100
2,5
Rp. 16.000
Rp. 40
TOTAL
Rp.
merah Bawang putih
goreng 1.600,2
221
Bahan makanan
Standar
%BDD
porsi Tahu putih
300
100
Berat
Harga
Harga
kotor
satuan
(Rp)
300
Rp.1980/bj
5.940
total
besar Tepung beras
20
100
20
Rp.
300
15.000/kg Telur ayam
50
89
56
Rp.2000/butir 2000
Wortel
50
80
62,5
Rp.
1.250
20.000/kg Seledri
10
63
15,87
Rp.
486
30.625/kg BUMBU A Merica
2,5
100
2,5
Rp.
457,5
183.000/kg Bawang putih
7 (3,5)
80
Aluminium Foil
8,75
Rp. 49.000
428,75
Rp. 20.000
500
TOTAL
Rp. 11.362
Biaya 1 porsi
1.893
Modifikasi Menu Lauk Nabati Rolade Tahu untuk 6 porsi
J 222
A
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Panelis Warna Tekstur Bumbu Aroma
Tingkat Kematangan
Panelis 1
3
3
2
3
3
Panelis 2
4
4
3
4
4
223
Panelis 3
4
4
4
4
4
Panelis 4
3
3
3
2
3
Panelis 5
3
3
2
3
3
Panelis 6
2
3
3
2
2
Panelis 7
4
3
3
3
4
Panelis 8
2
3
2
2
3
Panelis 9
4
4
4
4
4
Panelis 10
4
4
3
4
4
33 3,3
34 3,4
29 2,9
31 3,1
34 3,4
B. Pembahasan 1. Warna Tidak Suka ( 1)
Biasa (2)
Suka (3)
Sangat Suka (4)
20%
30%
50%
Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semua panelis menyukai warna dari modifikasi rolade tahu dengan skala rata-rata yaitu 3,3 yang termasuk dalam kategori suka. Warna dari 224
modifikasi resep rolade tahu adalh putih kekuningan yang berasal dari telur dan parutan wortel. Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh hasil sebesar 20% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “biasa “, terhadap warna dari modifikasi rolade tahu, sebesar 30% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “suka”, terhadap warna dari modifikasi rolade tahu dan 50% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “sangat suka” terhadap warna dari modifikasi rolade tahu. 2. Tekstur Tidak Suka ( 1)
Biasa (2)
Suka (3)
Sangat Suka (4)
60%
40%
Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semua panelis menyukai tekstur dari modifikasi rolade tahu dengan skala rata-rata yaitu 3,4 yang termasuk dalam kategori suka. Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh hasil sebesar 60% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “suka “ dan sebesar 40% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “sangat suka”, terhadap tekstur dari modifikasi rolade
3. Bumbu Tidak Suka ( 1)
Biasa (2)
Suka (3)
Sangat Suka (4)
30%
50%
20%
Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semua panelis biasa atau mendekati suka bumbu dari modifikasi 225
rolade tahu dengan skala rata-rata yaitu 2,9 yang termasuk dalam kategori biasa. Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh hasil sebesar 30% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “biasa “, sebesar 50% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “suka”, dan sebesar 20% dari 10 orang dalam kategori “sangat suka”. 4. Aroma
Tidak Suka ( 1)
Biasa (2)
Suka (3)
Sangat Suka (4)
30%
30%
40%
Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semua panelis biasa atau mendekati suka aroma dari modifikasi rolade tahu dengan skala rata-rata yaitu 3,1 yang termasuk dalam kategori biasa. Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh hasil sebesar 37,5% dari 8 orang panelis tergolong dalam kategori “biasa “, sebesar 37,5% dari 8 orang panelis tergolong dalam kategori “suka”, dan sebesar 25% dari 8 orang dalam kategori “sangat suka”.
5. Tingkat kematangan Tidak Suka ( 1)
Biasa (2)
Suka (3)
Sangat Suka (4)
10%
40%
50%
Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semua panelis menyukai tingkat kematangan dari modifikasi rolade tahu dengan skala rata-rata yaitu 3,4 yang termasuk dalam kategori suka. Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh hasil sebesar 10% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “biasa “, sebesar 40% dari 10 orang panelis 226
tergolong dalam kategori “suka”, dan sebesar 50% dari 8 orang dalam kategori “sangat suka”. 6. Analisis Zat Gizi Nama masakan
Nilai Gizi 1 Porsi Energi (kkal)
Tahu bumbu
Protein
Lemak
(gram)
(gram)
KH (gram)
49,05
4,05
3,65
0,95
66
5,4
3,36
5,125
16,95
1,35
0,29
4,175
kuning Rolade tahu Selisih
Hasil analisis zat gizi antara tahu bumbu kuningan dengan rolade tahu mengalami peningkatan zat gizi energy, protein dan KH, hal ini disebabkan karena adanya penambahan telur, wortel dan seledri. Sedangkan zat gizi lemak mengalami penurunan karena kami tidak menggunakan minyak.
7. Analisis Biaya Nama Masakan
Biaya 1 Resep
Biaya 1 Porsi
Tahu bumbu kuning
-
1.600,2
Rolade Tahu
11.362
1.893
Selisih
292,8
227
Hasil analisis biaya antara tahu bumbu kuningan dengan rolade tahu mengalami peningkatan biaya sebesar Rp. 292,8. Biaya awal pada tahu bumbu kuning untuk satu porsi Rp. 1.600,2 sedangkan untuk rolade tahu satu porsi Rp. 1.893. Peningkatan harga tersebut disebabkan adanya penambahan telur, tepung beras dan menggunkan aluminium foil.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
228
1. Hasil penilaian dari 10 orang panelis yang terdiri dari ahli gizi RSUD Kota Mataram didapatkan bahwar warna, tekstur, aroma dan tingkat kematangan mendapatkan skor 3 dimana masuk dalam lategori suka dan bumbu rolade tahu mendapatkan skor rata-rata 2,9 dalam kategori biasa. 2. Hasil analisis biaya antara tahu bumbu kuning dengan rolade tahu terjadi peningkatan biaya sebesar Rp. 292,8 3. Hasil analisis zat gizi mengalami peningkatan pada energy, protein dan karbohidrat, sedangkan zat gizi lemak mengalami penurunan. B. Saran Bagi mahasiswa agar menambahkan bumbu pada rolade tahu agar lebih berasa.
DAFTAR PUSTAKA
229
Depkes RI,2013. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta
Pedoman Pelayanan Gizi RSUD Kota Mataram Tabel Komposisi Pangan
Indonesia (2017). Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Zuhra, C. F. 2006. Cita Rasa (Flavor).
Medan: Depertemen Kimia FMPA
Universitas Sumatera Utara –
LAMPIRAN 1. Form Uji Cita Rasa 230
Form Uji Cita Rasa Pengamatan Warna
Tekstur
Bumbu
Aroma
Tingkat Kematangan
Skor Penilaian Sangat Suka
:4
Suka
:3
Biasa
:2
Tidak Suka
:1
2. Dokumentasi
231
232
MODIFIKASI RESEP FORMULA 100 PURE UBI UNGU (FASE REHABILITASI UNTUK PASIEN GIZI BURUK)
PRAKTEK KERJA LAPANGAN LAPORAN PKL SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI (SPMI) MODIFIKASI RESEP (PUREE UBI UNGU) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM
233
OLEH : DISUSUN OLEH :
MAULIDA HARIANI
(P07131118067)
MUTAWARI ARALIKA SAHARA
(P07131118071)
YAYU RAHAYU
(P07131118093)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA JURUSAN GIZI 2021 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 234
Makanan cair merupakan makanan yang konsistensinya diberikan kepada pasien kritis (infeksi akut, demam sangat tinggi, nafsu makan sangat rendah, stroke, tidak dapat mengunyah/sulit menelan). Tujuan pemberian makanan dalam bentuk cair yang memenuhi kebutuhan gizi. Syarat pemberian makanan cair yaitu jumlah makanan cair yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan cairan dan energi, tidak merangsang saluran cerna, diberikan dalam porsi kecil dan sering (6 – 8 kali sehari). Macam makanan cair yaitu makanan cair bening/jernih, makanan cair penuh, dan makanan cair kental, dan salah satunya yaitu formula-100. Komposisi dari F-100 ini terdiri dari susu, gula, minyak dan mineral mix, yang mengandung energi 100 kkal setiap 100 mililiternya. Pemberian F-100 bertujuan untuk mengejar berat badan balita gizi buruk yang pernah dialami, mencapai berat badan normal sesuai dengan usianya, dimana dalam pemberian F-100 diberikan secara bertahap. Pembuatan F-100 dapat dilakukan oleh orang tua di rumah dengan mudah dan murah (Depkes 2011; Dinkes Surabaya, 2014) Sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO), perbaikan status gizi balita gizi buruk dilakukan dengan memperbaiki asupan zat gizi makro dan mikro dengan pemberian suplemen dan makanan formula sebagai makanan terapi secara bertahap, pengobatan penyakit penyerta, dan penatalaksanaan gizi buruk yang dilakukan secara rawat inap maupun rawat jalan bagi balita tanpa komplikasi. Standar terapi untuk gizi buruk yaitu pemberian F-100, dimana F-100 merupakan makanan yang berbahan dasar susu yang diberikan pada fase transisi dan fase rehabilitasi, makanan terapi F-100 digunakan sebagai makanan transisi sebelum makanan padat diperkenalkan kepada balita gizi buruk (Hasanah, 2015). Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi atau menderita sakit dalam waktu lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus. Keadaan gizi dengan kesehatan masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi, sejauh ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yakni masalah gizi kurang dan 235
masalah gizi lebih. Di satu pihak masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Indikator masalah gizi dari sudut pandang social budaya antara lain stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah – cerai – rujuk, anak – anak yang dilahirkan dilingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang. Cita rasa terdiri dari penampilan makanan dan rasa makanan. Penampakan makanan yang disajikan merupakan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk makanan, besar porsi,dan cara penyajian. Rasa yang ditimbulkan makanan merupakan hasil kerja pengecap rasa yang terletak di lidah, pipi, kerongkongan, atap mulut dan meliputi aroma makanan, bumbu, tingkat kematangan, suhu, dan tekstur makanan (Drummond, 2010). Pengembangan resep adalah usaha meningkatkan rasa, warna, aroma, tekstur, dan nilai gizi makanan agar lebih berkualitas dan menarik (meningkatkan daya terima) serta menambah keanekaragaman menu pada institusi (Irawati, 2012). Makanan yang akan di modifikasi adalah formula-100 yang akan dimodifikasi dengan ubi ungu untuk menambahkan zat gizi dan warna pada makanan. Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas) memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat). Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi dari pada ubi jalar jenis lain. Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya zat warna alami yang disebut antosianin. Antosianin adalah kelompok pigmen yang menyebabkan warna kemerahmerahan, letaknya di dalam cairan sel yang bersifat larut dalam air. Komponen antosianin ubi jalar ungu adalah turunan mono atau diasetil 3-(2- glukosil) glukosil-5-glukosil peonidin dan sianidin. Senyawa antosianin berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas, sehingga berperan untuk mencegah terjadi penuaan, kanker, dan penyakit degeneratif. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik, mencegah gangguan fungsi hati, antihipertensi, dan menurunkan kadar gula darah. Pangan 236
fungsional ini sangat sesuai untuk dikonsumsi oleh para penderita malnutrisi (Nur, 2017). Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan pengembangan resep terhadap makanan cair yaitu formula-100 dikarenakan kurangnya variasi menu pada pasien gizi buruk usia 1-2 tahun fase rehabilitasi, karena pada fase ini pasien gizi buruk akan pulang dan sudah diperbolehkan mengkonsumsi makanan dalam bentuk jajanan, oleh karena itu kami modifikasi formula-100 menjadi bentuk pure ubi ungu sehingga diharapkan akan lebih menggugah selera makan pasien dengan pengembangan resep yang kami buat. Modifikasi menjadi pure ubi ungu memiliki warna yang menarik yaitu ungu muda, rasa yang enak, dan aroma yang baik berdasarkan uji cita rasa yang dilakukan oleh ahli gizi ruangan dan penyelenggaraan makanan di RSUD Kota Mataram. B. Tujuan 1. Tujuan Umum : Melakukan modifikasi F-100 untuk pasien gizi buruk di instalasi gizi RSUD Kota Mataram 2. Tujuan Khusus : a) Meningkatkan penampilan, cita rasa serta nilai gizi dari menu makanan cair yang dimodifikasi. b) Mengidentifikasi tingkat kesukaan panelis yang meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur terhadap menu yang telah dimodifikasi c) Menganalisis hasil uji organoleptik berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur. C. Manfaat Manfaat dari dilakukannya modifikasi ini dapat meningkatkan penampilan, cita rasa dan nilai gizi dari menu yang dilakukan modifikasi.
237
BAB II METODE PENELITIAN METODE PENGEMBANGAN MENU/FORMULA A. Bahan dan Alat 1) Bahan : Bahan untuk pembuatan puree ubi ungu adalah sebagai berikut. a. Ubi ungu 200 gram b. Gula pasir 15 gram c. Susu skim 15 gram 2) Alat : -
Mangkuk
-
Blender
-
Kompor
-
Saringan
-
Sendok
-
Timbangan
-
Talenan
-
Panci
-
Cup
B. Cara Pengolahan 1) Siapkan bahan-bahan yang digunakan a) Ubi ungu 200 gram b) Gula pasir 15 gram c) Susu skim 15 gram 2) Bersihkan dan kupas ubi ungu dari kulitnya 3) Kemudian rebus ubi kurang lebih 25 menit atau sampai tekstur mengempuk 4) Setelah ubi empuk, siapkan blender kemudian haluskan ubi ungu. Lalu tuangkan ke wadah 238
5) Puree ubi ungu siap dihidangkan
C. Analisis nilai gizi Standar resep F-100 bahan makanan susu skim gula pasir minyak sayur Mineral mix
berat energi 21,5 77,2 12,5 49,3 15 132,6 5 0 259,1
protei Karbohidra n lemak t 7,7 0,2 11,2 0 0 11,8 0 15 0 0 0 0 7,7 15,2 23
Modifikasi resep F100 bahan makanan susu skim gula pasir ubi ungu
berat Energi protein lemak karbohidrat 15 53,85 5,35 0,15 7,8 15 59,1 0 0 14,1 200 224 4,8 0,2 52,6 336,95 10,15 0,35 74,5
Nilai gizi per porsi puree ubi ungu Kandungan zat gizi
Nilai gizi
Energi
67,39 kkal
Protein
2,03 gram
Lemak
0,07 gram
Karbohidrat
14,9 gram
239
D. Analisis Biaya Formula RS F-100 Bahan
Standar
makanan
porsi
Susu
21,5
%BDD Berat
Harga
Harga
Nilai
Nilai
kotor
satuan (Rp)
total
gizi/100g
gizi
100
21,5
34.000/kotak 2.436,67 359
77,185
12,5
100
12,5
20.825/kg
249,9
394
49,25
15
100
15
16.500/liter
247,5
862
129,3
5
-
-
-
-
-
-
skim Gula pasir Minyak sayur Mineral mix Total
2.934,07
255,74
Modifikasi Puree Ubi Ungu Bahan
Standar
makanan
porsi
%BDD Berat kotor
Harga
Harga
Nilai
Nilai
satuan (Rp)
total (Rp)
energi
gizi
per
persaji
100 gr Ubi ungu
200
86
233
8.575/kg
1.997,975 112
Susu
15
100
15
34.000/
1.700
skim
kotak
240
53,85
359 59,1
Gula
15
100
15
20.825/kg
312
pasir
394 224
Total
4.009,98
241
336,95
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Panelis
Warna
Konsistens i
Tekstur
Aroma
Tingkat Kematangan
4
3
3
3
3
Panelis 2
4
3
3
3
3
Panelis 3
4
3
3
3
3
Panelis 4
4
3
3
3
4
Panelis 5
4
4
3
3
3
Panelis 6
3
4
3
4
3
Panelis 7
4
4
4
4
4
Panelis 8
4
4
3
4
3
Panelis 9
3
3
3
4
3
Panelis 10
3
3
3
3
3
Jumlah
37
34
31
34
32
Ratarata
3,7
3,4
3,1
3,4
3,2
Panelis 1
242
PEMBAHASAN
1. Warna Case Processing Summary Cases Valid N panelis * warna
Missing
Percent 10
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 10
100.0%
panelis * warna Crosstabulation Warna 3 panelis
1
Count % within panelis
2
Count % within panelis
3
Count % within panelis
4
Count % within panelis
5
Count % within panelis
6
Count % within panelis
7
Count % within panelis
8
Count
243
4
Total
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
% within panelis 9
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
3
7
10
30.0%
70.0%
100.0%
Count % within panelis
Total
100.0%
Count % within panelis
10
.0%
Count % within panelis
Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semua panelis menyukai warna dari modifikasi puree ubi ungu dengan skala rata-rata yaitu 3,7 yang termasuk dalam kategori suka. Warna dari modifikasi resep puree ubi ungu adalah ungu muda yang berasal dari campuran ubi ungu, susu, dan gula. Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh hasil sebesar 30% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “suka“ dan 70% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “sangat suka” terhadap warna dari modifikasi puree ubi ungu. 2. Konsistensi Case Processing Summary Cases Valid N panelis * konsistensi
Missing
Percent 10
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 10
100.0%
panelis * konsistensi Crosstabulation konsistensi 3 Panelis
1
Count % within panelis
2
Count % within panelis
3
Count % within panelis
244
4
Total
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
4
Count % within panelis
5
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
6
4
10
60.0%
40.0%
100.0%
Count % within panelis
6
Count % within panelis
7
Count % within panelis
8
Count % within panelis
9
Count % within panelis
10
Count % within panelis
Total
Count % within panelis
Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semua panelis menyukai konsistensi dari modifikasi puree ubi ungu dengan skala ratarata yaitu 3,4 yang termasuk dalam kategori suka. Konsistensi dari modifikasi resep puree ubi ungu adalah tidak terlalu padat. Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh hasil sebesar 60% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “suka” terhadap konsistensi dari modifikasi puree ubi ungu dan sebesar 40% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “sangat suka” terhadap konsistensi puree ubi ungu.
3. Tekstur Case Processing Summary Cases Valid N panelis * tekstur
Missing
Percent 10
N
100.0%
Percent 0
245
Total
.0%
N
Percent 10
100.0%
panelis * tekstur Crosstabulation tekstur 3 panelis
1
Count % within panelis
2
Count % within panelis
3
Count % within panelis
4
Count % within panelis
5
Count % within panelis
6
Count % within panelis
7
Count % within panelis
8
Count % within panelis
9
Count % within panelis
10
Count % within panelis
Total
Count % within panelis
4
Total
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
9
1
10
90.0%
10.0%
100.0%
Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semua panelis menyukai tekstur dari modifikasi puree ubi ungu dengan skala rata-rata yaitu 3,1 yang termasuk dalam kategori suka. Tekstur dari modifikasi resep puree ubi ungu adalah lunak. Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh hasil sebesar 90% dari 10
246
orang panelis tergolong dalam kategori “suka“ dan 10% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “sangat suka” terhadap tekstur dari modifikasi puree ubi ungu. 4. Aroma Case Processing Summary Cases Valid N panelis * aroma
Missing
Percent 10
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
10
4
Total
100.0%
panelis * aroma Crosstabulation Aroma 3 panelis
1
Count % within panelis
2
Count % within panelis
3
Count % within panelis
4
Count % within panelis
5
Count % within panelis
6
Count % within panelis
7
Count % within panelis
8
Count % within panelis
9
Count % within panelis
247
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
10
Count % within panelis
Total
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
6
4
10
60.0%
40.0%
100.0%
Count % within panelis
Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semua panelis suka aroma dari modifikasi puree ubi ungu dengan skala rata-rata yaitu 3,4 yang termasuk dalam kategori suka. Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh hasil sebesar 60% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “suka” dan 40% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “sangat suka” dengan aroma dari puree ubi ungu. 5. Tingkat Kematangan Case Processing Summary Cases Valid N panelis *
Percent 10
tingkat_kematangan
Missing N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 10
panelis * tingkat_kematangan Crosstabulation tingkat_kematangan 3 panelis
1
Count % within panelis
2
Count % within panelis
3
Count % within panelis
4
Count % within panelis
248
4
Total
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
100.0%
5
Count % within panelis
6
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
1
0
1
100.0%
.0%
100.0%
8
2
10
80.0%
20.0%
100.0%
Count % within panelis
7
1
Count % within panelis
8
Count % within panelis
9
Count % within panelis
10
Count % within panelis
Total
Count % within panelis
Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semua panelis menyukai tingkat kematangan dari modifikasi puree ubi ungu dengan skala rata-rata yaitu 3,2 yang termasuk dalam kategori suka. Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh hasil sebesar 80,0% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “suka” terhadap tingkat kematangan dari modifikasi puree ubi ungu dan sebesar 20,0% dari 10 orang panelis tergolong dalam kategori “sangat suka” terhadap tingkat kematangan dari puree ubi ungu. 6. Analisis Biaya Biaya 1 resep
Biaya 1 Porsi
Formula-100
Rp. 2.934,07,-
586,814
Puree Ubi ungu
Rp. 4.009,98,-
801,996
Selisih
Rp. 1.075,91,-
215,182
Berdasarkan hasil analisis biaya antara Formula-100 fase rehabilitasi dengan Puree Ubi Ungu mengalami peningkatan biaya yaitu sebesar Rp. 249
1.075,91. Biaya awal pada formula-100 untuk pembuatan 1 resep yaitu sebesar Rp. 2.934,07, sedangkan untuk biaya awal pembuatan 1 resep Puree Ubi Ungu yaitu sebesar Rp. 4.009,98. Peningkatan harga tersebut disebabkan adanya penambahan bahan seperti ubi ungu, gula, dan susu skim.
B. Pembahasan 1. Ubi jalar ungu Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar yang banyak ditemui di Indonesia selain yang berwarna putih, kuning, dan merah (Lingga, 1995). Ubi jalar ungu jenis Ipomoea batatas L.Poir memiliki warna ungu yang cukup pekat pada daging ubinya, sehingga banyak menarik perhatian. Menurut Pakorny et al., (2001), Timberlake dan Bridle (1982) warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya pigmen ungu antosianin yang menyebar dari bagian 250
kulit sampai dengan ubinya. Konsentrasi antosianin inilah yang menyebabkan beberapa jenis ubi ungu mempunyai gradasi warna ungu yang berbeda (Yang dan Gadi, 2008). Menurut Pakorny et al., (2001) dan Timberlake dan Bridle (1982), antosianin pada ubi jalar ungu mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Perbedaan aktivitas antioksidan pada ubi jalar merah dan ungu adalah pada jenis zat warnanya. Pada ubi jalar merah yang ditemukan dominan adalah jenis pelargonidin-3-rutinoside-5-glucoside, sedangkan pada ubi jalar ungu adalah mempunyai aktivitas antioksidan lebih kuat. Dengan demikian ubi jalar ungu mempunyai potensi besar sebagai sumber antioksidan alami dan sekaligus sebagai pewarna ungu alami. Kadar antosianin pada ubi jalar ungu pekat adalah 61,85 mg/100g (138,15 mg/100 g basis basah) dan 3,51 mg/100g (9,89 mg/100g basis kering) pada ubi jalar ungu muda. Dalam 100 g ubi jalar ungu segar, kandungan antosianin ubi jalar ungu pekat 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kadar antosianin ubi jalar ungu muda. Kandungan antosianin ubi jalar tergantung pada intensitas warna pada umbi tersebut. Semakin ungu warna umbinya, maka kandungan antosianinnya semakin tinggi (Winarno, 2004). Ubi jalar ungu pekat segar memiliki aktivitas antioksidan sebesar 59,25%, lebih besar dari aktivitas antioksidan ubi jalar ungu muda yaitu 56,64%. Berdasarkan penelitian Dwidjanarko (2008), aktivitas antioksidan tertinggi pada ubi jalar ungu adalah 61,24% – 89,06%. Meskipun kadar antosianin ubi jalar ungu pekat 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kadar antosianin ubi jalar ungu muda, tetapi aktivitas antioksidan kedua jenis ubi jalar tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu besar. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya senyawa lain yang berfungsi sebagai antioksidan pada ubi jalar ungu muda. Senyawa antioksidan selain antosianin yang terdapat pada ubi jalar adalah asam fenolat, tokoferol (vitamin E), lutein, zeaxanthin, dan beta karoten yang merupakan pasangan antioksidan karotenoid (Teow dkk., 2007). Menurut Andayani dkk. (2008), senyawa fenol yang memiliki aktivitas antioksidan biasanya memiliki gugus –OH dan –OR 251
seperti flavonoid dan asam fenolat. Hal yang sama dinyatakan oleh Oktaviana (2010) bahwa senyawa fenol bisa berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya meniadakan radikal-radikal bebas dan radikal peroksida sehingga efektif menghambat oksida lipida. Kadar air ubi jalar ungu muda segar dan ubi jalar ungu pekat segar telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (1998) untuk spesifikasi syarat khusus ubi jalar dengan ketetapan kadar air 64% - 65%, dan kadar air pada ubi jalar ungu yaitu 68,50%. Padatan terlarut ubi jalar ungu pekat segar lebih tinggi dari jenis ungu muda segar. 2. Susu skim Susu adalah sekresi ambing hewan yang diproduksi dengan tujuan penyediaan makanan bagi anaknya yang baru dilahirkan. Karena berfungsi sebagai makanan tunggal bagi mahluk yang baru dilahirkan dan mulai tumbuh, susu mempunyai nilai gizi yang sempurna. Dalam susu terdapat semua zat gizi yang diperlukan bagi kebutuhan pertumbuhan anak (Setya, 2012: 3). Fermentasi susu menjadai yoghurt dilakukan dengan bantuan bakteri asam laktat yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus, tujuan utama fermentasi adalah untuk memperpanjang daya simpan susu karena mikroorganisme sulit tumbuh pada suasana asam dan kondisi kental. Susu fermentasi adalah susu yang berbentuk semi padat dari hasil fermentasi oleh kultur Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus atau penggunaan salah satu kultur saja (Prasetyo, 2010: 16). Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan susu, sedikit lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim seringkali disebut sebagai susu bubuk tak berlemak yang banyak mengandung protein dan kadar air sebesar 5% (Setya, 2012: 38). Susu segar yang baru keluar dari ambing mengandung bakteriostatik yang dapat mencegah perkembangan bakteri, lama aktivitas dari bakteriostatik tersebut tergantung pada tingkat kontaminasi atau populasi awal bakteri dan 252
suhu lingkungan. Pada keadaan tingkat kontaminassi bakteri yang rendah atau populasi awal bakteri yang sedikit dan suhu yang rendah maka bakteriostatik akan efektif selama 24 jam (Mukhtar, 2006). Kerapatan susu (berat jenis) bervariasi antara 1,026-1,032 pada suhu 20°C. Adanya perbedaan kerapatan pada masing-masingsusudisebabkan karena perbedaan kandungan lemak dan zat-zat padat bukan lemak yang ada di dalam susu. Derajat keasaman (pH) susu segar berada di antara pH 6,66,8. Akan tetapi bila susu mengalami cukup banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri, maka nilai pH susu akan menurun. Apabila pH susu di atas pH 6,8 biasanya disebabkan adanya penyakit yang menyebabkan terjadinya perubahan kandungan gizi di dalam susu (Buckle et al, 1985). Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena di samping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna. Komposisi susu sangat beragam, bergantung pada beberapa faktor antara lain bangsa sapi, tingkat laktasi, pakan, interval pemerahan, suhu dan umur sapi. Umumnya susu mengandung air 87,1%, lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72% dan beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K (Almatsier, 2002). Menurut Winarno (1993), Kandungan air di dalam susu tinggi sekali yaitu sekitar 87,5%. Meskipun kandungan gulanya juga cukup tinggi yaitu 5%, tetapi rasanya tidak manis. Daya kemanisan hanya seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan laktosa bersama dengan garam bertanggung jawab terhadap rasa susu yang spesifik. Gula yang terdapat pada susu ialah laktosa, laktosa adalah disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Enzim laktase bertugas memecah laktosa menjadi gula-gula sederhana yaitu glukosa galaktosa. Pada usia bayi tubuh kita menghasilkan enzim laktase dalam jumlah cukup sehingga susu dapat dicerna dengan baik. Namun seiring dengan bertambahnya usia, 253
keberadaan enzim laktase semakin menurun sehingga sebagian dari kita akan menderita diare bila mengonsumsi susu (Khomsan, 2004). Laktosa adalah karbohidrat yang terdapat dalam air susu. Laktosa tidak terdapat dalam bahan-bahan makanan yang lain. Laktosa lebih mudah diubah oleh bakteri menjadi asam laktat yang menyebabkan susu menjadi asam. Kurang lebih 40% dari bahan kering susu adalah laktosa, sedangkan lebih dari 50% laktosa terdapat dalam bahan kering susu bawah (Skim Milk Powder). Laktosa mudah larut dalam air dan akan terhidrolisis oleh asam dan enzim lactase menghasilkan glukosa dan galaktosa yang lebih mudah larut dalam air dari pada laktosanya sendiri (Hadiwiyoto, 1994). Laktosa yang terdapat dalam susu skim akan digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi dan sumber karbon selama pertumbuhan pada saat fermentasi. Sumber energi yang digunakan oleh bakteri dalam merubah menjadi asam laktat selain dari susu skim, sumber energi juga diperoleh dari bahan baku kacang hijau atau bahan tambahan lain. Semakin banyak memproduksi asam laktat, semakin tinggi asam laktat yang terbentuk. Keasamaan yoghurt hasil percobaan dapat mencapai 1,16% jumlah asam laktat (Tri Djoko dan Albarri, 2007). 3. Gula pasir Gula
atau
sukrosa
adalah
senyawa
organik
terutama
golongan
karbohidrat. Sukrosa juga termasuk disakarida yang didalamnya terdiri dari komponenkomponen D-glukosa dan D-fruktosa. Rumus molekul sukrosa adalah C22H22O11 Gula dengan berat molekul 342 g/mol dapat berupa kristal-kristal bebas air dengan berat jenis I ,6 g/ml dan titik leleh 160°C. Sukrosa ini kristalnya berbentuk prisma monoklin dan berwama putih jemih. Wama tersebut sangat tergantung pada kemumiannya. Bentuk kristal mumi dapat tahan lama bila disimpan dalam gudang yang baik. Gula dalam bentuk larutan yang baik ketika masih berada dalam batang tebu maupun ketika masih berada dalam larutan. Bentuk gula selama proses dalam pabrik tak tahan lama dan akan cepat rusak karena terjadi hidrolisis/inversi/penguraian.
254
Inversi adalah peristiwa pecahnya sukrosa menjadi gula-gula reduksi (glukosa, fruktosa,dan sebagainya). Gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi. Secara umum gula di bedakan menjadi dua, yaitu : a) Monosakarida Sesuai dengan namanya yaitu mono yang berarti satu, ia terbentuk dari satu molekul gula. Yang termasuk monosakarida adalah glukosa, fruktosa, galaktosa. b) Disakarida Berbeda dengan monosakarida, disakarida berarti terbentuk dari dua molekul gula.Yang termasuk disakarida adalah sukrosa (gabungan glukosa dan fruktosa), laktosa (gabungan dari glukosa dan galaktosa) dan maltosa (gabungan dari dua glukosa).
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uji organoleptik yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
255
1. Berdasarkan hasil uji organoleptic yang telah dilakukan diketahui bahwa semua panelis menyukai warna (70%), konsistensi (60%), tekstur (90%), aroma (60%), dan tingkat kematangan (80%) dari Puree Ubi Ungu (Modifikasi). 2. Berdasarkan dari segi nilai gizi, Puree Ubi Ungu (Modifikasi) lebih besar dibandingkan Formula-100 Rumah Sakit. Dimana, Formula RS memiliki nilai gizi 259,1 kkal sedangkan Puree Ubi Ungu (Modifikasi) memiliki nilai gizi sebesar 336,95 kkal. 3. Berdasarkan dari segi anggaran biaya, Puree Ubi Ungu (Modifikasi) sedikit lebih mahal dibandingkan Formula Rumah Sakit. Dimana, Formula RS memiliki anggaran sebesar Rp. 2.934,07,-/250ml sedangkan Puree Ubi Ungu (Modifikasi) memiliki anggaran sebesar Rp. 4.009,98,-/250ml B. Saran Diharapkan Puree Ubi Ungu (Modifikasi) dapat digunakan sebagai salah satu formula-100 bagi pasien usia 1-2 tahun gizi buruk fase rehabilitasi yang di rawat di RSUD Kota Mataram karena memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi sehingga berfungsi untuk proses pertumbuhan bagi anak.
DAFTAR PUSTAKA Handayani, G. N., Ida, N., & R, A. R. (2014). Pemanfaatan Susu Skim Sebagai Bahan Dasar Dalam Dangke Dengan Bantuan Bakteri Asam Laktat. Jf Fik Uinam, 2(2), 56–61. 256
Hasanah, N. (2015). HUBUNGAN PEMBERIAN F-100 TERHADAP STATUS GIZI BALITA GIZI BURUK RAWAT JALAN (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Utan Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat). 2504, 1–9. Istika, D. (2012). PENGARUH VARIASI KONSENTRASI SUSU SKIM DAN TEPUNG GANYONG ( Canna edulis Ker .) PADA KUALITAS MINUMAN POBIOTIK. Skripsi. Nur, M. (2017). Pengaruh Pemberian Biskuit Ubi Jalar Ungu (Ipomea Batatas L.Poiret) Terhadap Status Gizi Kurang Pada Anak Balita Usia 12-36 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Somba Opu. ABA Journal, 102(4), 24–25.
DOKUMENTASI
257
258
PENELITIAN SEDERHANA
LAPORAN PENELITIAN SEDERHANA KETEPATAN WAKTU PENGOLAHAN MAKANAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM 259
DISUSUN OLEH :
NABILA PARISTA
(P07131118029)
MAULIDA HARIANI
(P07131118067)
MUTAWARI ARALIKA SAHARA
(P07131118071)
NI KADEK VIANDARI WIDYA HARTA (P07131118073) YAYU RAHAYU
(P07131118093)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA JURUSAN GIZI 2021 BAB I 260
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, meningkatkan kesejahtraan keluarga dan masyarakat, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya hidup sehat. Rumah Sakit merupakan sarana kesehatan yang memegang peranan penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu pelayanan yang memegang peranan penting adalah pelayanan gizi Institusi di Rumah Sakit. Pelayanan ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang dideritanya, sehingga dengan gizi yang baik dan seimbang akan mempercepat penyembuhan pasien. Penyelenggaran makanan di rumah sakit adalah suatu rangkaian mulai dari perencanaan menu sampai dengan pengolahan dan pendistrbusian makanan
kepada
pasien.
Penyelenggaraan
makanan
di
rumah
sakit
dilaksanakan dengan tujuan menyediakan makanan yang kualitasnya baik, jumlah sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang baik, dan layak sehingga memadai
bagi
klien
atau
konsumen
yang
membutuhkan.
Sistem
penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit dilaksanakan dengan menggunakan sistem dengan komponen input, proses dan output. Dimana komponen input (masukan) meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, dan peralatan. Komponen proses meliputi penyusunan anggaran belanja, bahan makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan hingga pendistribusian bahan makanan. Sedangkan komponen output (keluaran) yaitu kualitas makanan dan tingkat kebutuhan konsumen. Salah satu tahap kegiatan dalam penyelenggaraan makanan di Institusi yang perlu diperhatikan yaitu waktu tahap pengolahan makanan. Tahap pengolahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan makanan yaitu mengurangi resiko 261
kehilangan zat-zat gizi bahan makanan, meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan serta bebas dari bakteri (Escherichia coli,Campylobacter, dan Salmonella) dan zat berbahaya untuk tubuh (Aritohang et al., 2014). Untuk mengetahui sejauh mana kualitas atau mutu pelayanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan, maka perlu diperhatikan adanya ketepatan waktu dari segala tahap kegiatan. Ketepatan waktu pengolahan makanan adalah waktu yang digunakan oleh tenaga bagian pengolah untuk memasak makanan sesuai dengan Standar yang ditentukkan oleh Instalasi Gizi di Rumah Sakit. Bila jadwal pengolahan makanan tidak sesuai waktu, maka berpengaruh pada kualitas makanan yang sudah diolah terkait dengan waktu holding time, maka dari itu pada saat makanan akan disajikan ke pasien makanan mengalami perubahan suhu karena tingkat kehangatan makanan tidak terjaga sebelumnya sehingga berpengaruh terhadap selera makan pasien atau konsumen lainnya. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui ketepatan waktu pengolahan makanan yang dilakukan oleh tenaga pengolah makanan di RSUD Kota Mataram 2. Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui ketepatan waktu mulai dari tahap persiapan sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) b) Untuk mengetahui ketepatan waktu mulai dari tahap pengolahan sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) c) Untuk mengetahui pengaruh holding time terhadap kualitas makanan
262
C. Manfaat Berdasarkan dari tujuan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini hasilnya diharapkan agar dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Bagi Peneliti Penelitian
ini
diharapkan
dapat menambah
pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman melakukan kegiatan penelitian khususnya meneliti ketepatan waktu di bidang pengolahan makanan dalam kegiatan penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit sehingga akan berguna apabila nanti sudah memasuki dunia kerja. 2. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan masukan untuk tenaga pengolah makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram agar menyesuaikan dengan SOP yang telah dibuat dan sebagai bahan pertimbangan terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan ketepatan waktu dalam pengolahan makanan.
263
BAB II METODE PENELITIAN A. Sasaran Penelitian Sasaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenaga pengolah yang terlibat dalam proses kegiatan pengolahan makanan untuk pasien, petugas gizi dan tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram yang terdiri dari 15 orang tenaga pengolah. B. Prosedur Kerja 1) Mengamati ketepatan waktu dalam pelaksanaan pengolahan makanan selama 9 kali pengamatan yang pemilihan waktunya dilakukan secara random/acak. 2) Mengisi formulir ketepatan waktu pelaksanaan pengolahan makanan bagi pasien di RSUD Kota Mataram yang diisi oleh peneliti 3) Mengumpulkan data ketepatan waktu pengolahan makanan untuk pasien dan karyawan. 4) Membandingkan
dengan
ketepatan
waktu
berdasarkan
Standar
Operasional Prosedur (SOP) kegiatan pengolahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram 5) Mengolah data hasil ketepatan waktu pengolahan makanan yang sudah terlaksana selama pengamatan 9 kali 6) Menganalisis data hasil ketepatan waktu pengolahan makan yang datanya sudah diolah sebelumnya C. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan setiap hari selama 6 kali pengamatan sejak tanggal 26 s/d 29 November 2021 dan dikumpulkan secara langsung oleh dua orang peneliti. Metode pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif dengan metode observasi. Metode observasi yaitu metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek penelitian. Pengisian form dilakukan 264
di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram, yang dimana sebelumnya telah diobservasi terlebih dahulu dengan mendatangi ruang pengolahan satu jam sebelum kegiatan dimulai terkait pemantauan ketepatan waktu saat pengolahan makanan utama D. Cara Pengolahan dan Analisis Data Data hasil penelitian diolah dengan cara ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif, yaitu membandingkan hasil yang didapat dengan standar waktu pengolahan di Rumah Sakit dan disajikan dalam bentuk tabel. Untuk mengetahui ketepatan waktu saat pengolahan dimulai hingga selesai, dihitung dengan menggunakan rumus yaitu dengan memperhatikkan ketepatan waktu saat pengolahan di lapangan yang dimana total waktu yang tepat sesuai SOP begitupun juga dengan total pengamatan yang tidak sesuai dengan standar Rumah Sakit dan
dibagi dengan jumlah pengamatan sebanyak 9 kali,
selanjutnya dikalikan dengan 100% sehingga diperoleh persentase tingkat ketepatan waktu pengolahan makanan di RSUD Kota Mataram. Jika skor mencapai 100%, maka waktu pengolahan sesuai dengan standar SOP atau tepat waktu sedangkan jika hasil persentase ≤ 100% maka dikatakan belum memenuhi ketepatan waktu pengolahan makanan berdasarkan Standar Pelayanan Prosedur di RSUD Kota Mataram.
265
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel 1. Hasil Form Ketepatan Waktu Pengolahan Makanan No
1.
2.
3.
4.
Tanggal pengamatan
Waktu
Jumat,26 November 2021
Sabtu, 27 November 2021
Minggu , 28 November 2021
Senin, 29 November 2021
Waktu pengolahan makanan
Ketepatan waktu
SOP
Kenyataannya
Tepat
Pagi
05.00-06.00 WITA
Tidak dilakukan pengamatan
Siang
09.00-10.30 WITA
08.00-09.40 WITA
Malam
14.30-15.30 WITA
Tidak dilakukan pengamatan
Pagi
05.00-06.00 WITA
04.30- 06.00 WITA
×
√
Siang
09.00-10.30 WITA
09.00- 10.40 WITA
√
×
Malam
14.30-15.30 WITA
12.30- 14.30
×
√
Pagi
05.00-06.00 WITA
04.45 - 06.00 WITA
×
√
Siang
09.00-10.30 WITA
08.30- 09.45 WITA
×
√
Malam
14.30-15.30 WITA
13.00- 15.00 WITA
×
√
Pagi
05.00-06.00 WITA
Tidak dilakukan pengamatan
Siang
09.00-10.30
08.00-09.10
266
Tidak tepat -
×
√
-
-
×
√
malam
WITA
WITA
14.30-15.30 WITA
13.00- 14.50 WITA
Total penilaian
×
1
√
8
Tabel 2. Persentase Ketepatan Waktu Pengolahan Makanan ( selama 4 hari) Kategori ketepatan
n
Persentase
Tidak tepat
8
88,9%
Tepat
1
11,1%
Total
9
100%
2. Pembahasan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan mulai dari tanggal 26 November sampai dengan 29 November 2021,dilakukan pengamatan yang berlokasi di ruang pengolahan Instalasi Gizi bahwa waktu ketepatan pengolahan makanan yang telah diamati selama 4 hari menggunakan pemilihan waktu secara acak atau random saat pengamatan didapatkan hasil bahwa kegiatan pengolahan belum sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dimiliki oleh RSUD Kota Mataram. Jumlah tenaga pengolah yang ada di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram saat ini sebanyak 15 orang, yang dimana berdasarkan dari analisis beban kerja yang ada di Rumah Sakit yaitu sebanyak 22 tenaga pengolah. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab kegiatan pengolahan dilakukan lebih cepat, mengingat jumlah tenaga pengolah yang belum mencapai jumlah yang seharusnya dibutuhkan oleh pihak Rumah Sakit. Selain dipengaruhi oleh tenaga pengolah yang secara langsung turun dan berperan besar dalam waktu mengolah makanan di ruang pengolahan hingga selanjutnya disalurkan ke bagian ruang penyajian, tentunya juga berpengaruh terhadap kualitas makanan yaitu waktu tunggu (holding time) dan suhu makanan. Pada proses penyajian makanan terdapat waktu tunggu (holding 267
time), yaitu waktu antara makanan matang sampai dengan disajikan ke konsumen.
Pengawasan
diperhatikan
karena
waktu
tunggu
berkaitan
dan dengan
suhu
makanan
sangat
pengendalian
laju
perkembangbiakanbakteri. Holding time pada suhu yang tidak terstandar, dapat memicu perkembangbiakan bakteri yang mana akan menyebabkan keracunan pada makanan.
Penanganan
makanan
untuk mencegah
pertumbuhan
bakteri
yang maupun
tepat
dapat
kontaminan
membantu yang
dapat
mebahayakan makanan (Yunita A, 2014). Holding time menjadi parameter yang berpengaruh terhadap keamanan makanan terutama erat kaitannya dengan laju pertumbuhan bakteri, maka dari itu perlunya untuk mempertahankan suhu kehangatan makanan agar tetap terjaga hingga sampai ke pasien (Yunita et al.,2014). Selain itu, akan berpengaruh juga terhadap daya tarik pasien untuk mengkonsumsi makanan yang diebrikan oleh Rumah Sakit. Selama waktu tunggu makanan dari pengolahan hingga sampai ke bagian distribusi yang selanjutnya dibawa ke pasien yaitu butuh waktu selama ± 2-3 jam yang mempengaruhi suhu makanan menjadi rendah sehingga hal tersebut dapat mengurangi selera makan pasien dan menghambat proses pemulihan pasien karena asupan makan yang dikonsumsi kurang. Disamping itu, mengingat tenaga pengolah hanya 4-5 orang/shift jadi mengharuskan untuk kerja cepat agar menghindari terjadinya keterlambatan jadwal makan pasien yang sudah ditentukan.
268
Perhitungan
yang digunakan untuk menganalisis data ketepatan waktu
pengolahan yaitu sebagai berikut: Ketepatan waktu (tepat)
Ketepatan waktu (tidak tepat)
=
wa ktu pengamatan yang tepat x 100% total waktu pengamatan
=
1 x 100% = 11,1% 9
=
waktu pengamatan yang tidak tepat x 100% total waktu pengamatan
=
8 x 100% = 88,9 % 9
Sesuai dengan persentase ketepatan waktu pengolahan yang dibandingkan dengan standar waktu pengolahan yang ada di Rumah Sakit, bahwa persentase dengan jadwal pengolahan yang tidak tepat yaitu sebesar (88,9%) dan yang tepat hanya
(11,1%).
Dari
hasil
analisis
data
tersebut,
menunjukkan
persentase
ketidaktepatan waktu sesuai SOP lebih besar dibandingkan dengan yang diharapkan karena persentase menunjukkan angka ≤ 100%.
269
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil pengamatan yang dilakukan di ruang pengolahan Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram tanggal 26 sampai dengan 29 November 2021 diperoleh tabel hasil analisis ketepatan waktu pengolahan makanan di atas dapat yang dapat disimpulkan bahwa waktu proses pengolahan di lapangan belum tepat untuk memenuhi standar ketepatan waktu yang ada di SOP RSUD Kota Mataram, karena skor persentase ketidaktepatan waktu menunjukkan angka 88,9% atau kurang dari 100%. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat kehadiran para tenaga pengolah yang datang lebih awal untuk mengefisiensi waktu dalam mengolah makanan untuk pasien sekaligus tenaga lainnya sehingga mempengaruhi suhu makanan yang siap diantarakan ke pasien yang diantarkan oleh bagian distribusi.
B. Saran 1. Meningkatkan ketepatan waktu dalam pengolahan makanan untuk pasien agar sesuai standar waktu yang digunakan di Rumah Sakit sehingga mampu mempertahankan suhu makanan yang diberikan agar meningkatkan nafsu makan pasien dari pelayanan gizi yang diberikan oleh Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram. 2. Diharapkan kepada peneliti berikutnya, untuk melakukan penelitian dengan variabel lain yang dapat mendukung sistem penyelenggaraan makanan di Institusi terus memiliki kualitas yang baik dalam memberikan pelayanan.
270
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. (2004). Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yunita A. 2014. Gambaran Waktu Tunggu, Suhu, dan Total Bakteri Makanan Cairdi RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Medica Hospitalia vol 2 no 2: 110-114. Dr., S. N. (2010). METODE PENELITIAN KESEHATAN . Jakarta : Rineka Cipta Ilyas.2001.Teori,Penilaian dan Penelitian Kinerja. Cetakan Kedua. Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI. http://lib.ui.ac.id/file?=digital/125309- S-5594-Gambaran %20kinerja-Literatur.pdf Kemenkes RI. (2013). Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta
Aritohang, Irianton. 2014. Manajemen Sistem Pelayanan Gizi Swakelola dan Jasa Boga di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Yogyakarta : PT Leutika Nouvalitera. Safitri Ulfa. (2017). Analisis dilakukan analisis terhadap pengelolaan makanan pasien di Instalasi Gizi Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Pekanbaru. Ilmu Kesehatan Masyarakat. STIKes Hangtuah Pekanbaru. Trisnantoro, L., (2005), Manajemen Rumah Sakit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Zulfianasari dan Zaenal. (2015). Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Persediaan Bahan Makanan pada Instalasi Gizi RS Permata Medika kota Semarang tahun 2015. Semarang. Arhami, Syafar. (2012). Studi Manajemen Pelayanan Gizi Pasien di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep Tahun 2012. Tesis Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
271
LAMPIRAN A. Form Ketepatan Waktu Pengolahan Makanan Kepada Pasien No
Tanggal pengamatan
Waktu
Waktu pengolahan makanan
Ketepatan waktu
SOP
Tepat
Kenyataannya
Total penilaian
B. Dokumentasi
272
Tidak tepat
273
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GIZI ( PENGARUH KETEPATAN WAKTU PENGOLAHAN DENGAN HOLDING TIME)
274
LAPORAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GIZI KETEPATAN WAKTU PENGOLAHAN MAKANAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 GELOMBANG 2 SPMI
NABILA PARISTA
(P07131118029)
NI KADEK VIANDARI WIDYA HARTA (P07131118073)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA JURUSAN GIZI 2021 275
276
BAB I PENDAHULUAN D. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, meningkatkan kesejahtraan keluarga dan masyarakat, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya hidup sehat. Rumah Sakit merupakan sarana kesehatan yang memegang peranan penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu pelayanan yang memegang peranan penting adalah pelayanan gizi Institusi di Rumah Sakit. Pelayanan ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang dideritanya, sehingga dengan gizi yang baik dan seimbang akan mempercepat penyembuhan pasien. Penyelenggaran makanan di rumah sakit adalah suatu rangkaian mulai dari perencanaan menu sampai dengan pengolahan dan pendistrbusian makanan
kepada
pasien.
Penyelenggaraan
makanan
di
rumah
sakit
dilaksanakan dengan tujuan menyediakan makanan yang kualitasnya baik, jumlah sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang baik, dan layak sehingga memadai
bagi
klien
atau
konsumen
yang
membutuhkan.
Sistem
penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit dilaksanakan dengan menggunakan sistem dengan komponen input, proses dan output. Dimana komponen input (masukan) meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, dan peralatan. Komponen proses meliputi penyusunan anggaran belanja, bahan makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan hingga pendistribusian bahan makanan. Sedangkan komponen output (keluaran) yaitu kualitas makanan dan tingkat kebutuhan konsumen. Salah satu tahap kegiatan dalam penyelenggaraan makanan di Institusi yang perlu diperhatikan yaitu waktu tahap pengolahan makanan. Tahap pengolahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan 277
makanan mentah menjadi makanan siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan makanan yaitu mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan, meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan serta bebas dari bakteri (Escherichia coli,Campylobacter, dan Salmonella) dan zat berbahaya untuk tubuh (Aritohang et al., 2014). Untuk mengetahui sejauh mana kualitas atau mutu pelayanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan, maka perlu diperhatikan adanya ketepatan waktu dari segala tahap kegiatan. Ketepatan waktu pengolahan makanan adalah waktu yang digunakan oleh tenaga bagian pengolah untuk memasak makanan sesuai dengan Standar yang ditentukkan oleh Instalasi Gizi di Rumah Sakit. Bila jadwal pengolahan makanan tidak sesuai waktu, maka berpengaruh pada kualitas makanan yang sudah diolah terkait dengan waktu holding time, maka dari itu pada saat makanan akan disajikan ke pasien makanan mengalami perubahan suhu karena tingkat kehangatan makanan tidak terjaga sebelumnya sehingga berpengaruh terhadap selera makan pasien atau konsumen lainnya. E. Tujuan Penelitian 3. Tujuan umum Untuk mengetahui ketepatan waktu pengolahan makanan yang dilakukan oleh tenaga pengolah makanan di RSUD Kota Mataram 4. Tujuan Khusus d) Peserta mengetahui ketepatan waktu mulai dari tahap persiapan sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) e) Peserta mengetahui ketepatan waktu mulai dari tahap pengolahan sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) f)
Peserta mengetahui pengaruh holding time terhadap kualitas makanan
278
F. Manfaat Berdasarkan dari tujuan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini hasilnya diharapkan agar dapat memberikan manfaat, yaitu: 3. Bagi Peneliti Penelitian
ini
diharapkan
dapat menambah
pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman melakukan kegiatan penelitian khususnya meneliti ketepatan waktu di bidang pengolahan makanan dalam kegiatan penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit sehingga akan berguna apabila nanti sudah memasuki dunia kerja. 4. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan masukan untuk tenaga pengolah makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram agar menyesuaikan dengan SOP yang telah dibuat dan sebagai bahan pertimbangan terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan ketepatan waktu dalam pengolahan makanan.
279
BAB II MATERI DIKLAT A. Pengertian Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat. Penyelenggaraan makanan institusi adalah program terpadu yang terdiri atas perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pengolahan bahan makanan, dan penghidangan makanan dalam skala besar serta pengadaan peralatan dan harus mengutamakan kepuasaan pelayanan, kualitas yang maksimal dan pengontrolan biaya yang baik pada sebuah institusi. Institusi merujuk pada tempat/lembaga penyelenggaraan makanan masal seperti penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Kegiatan penyelenggaraan makanan meliputi penetapan peraturan pemberian makanan rumah sakit, penyusunan standar makanan, perencanaan anggaran bahan makanan, hingga distibusi makanan. B. Tujuan Penyelenggaraan Makanan Tujuan penyelenggaraan makanan institusi adalah menyediakan makanan yang berkualitas baik, bervariasi, memenuhi kecukupan gizi, dapat diterima dan menyenangkan konsumen dengan memerhatikan standar higiene dan sanitasi yang
tinggi
termasuk
macam
peralatan
dan
sarana
yang
digunakan
Penyelengaraan makanan bertujuan menyediakan makanan sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen / pasien yang membutuhkan. Tujuan khusus penyelenggaraan makanan yaitu 1) menghasilkan makanan berkualitas baik, dipersiapkan dan dimasak dengan layak 2) pelayanan 280
yang cepat dan menyenangkan 3) menu seimbang dan bervariasi 4) harga layak, serasi dengan pelayanan yang diberikan 5) standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi. C. Pengertian Pengolahan Makanan Pengolahan makanan yaitu kumpulan metode dan teknik yang digunakan untuk mengubah bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan dari pemasakan bahan makanan yaitu sebagai berikut: 1) Mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan 2) Meningkatkan nilai cerna 3) Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan 4) Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh. D. Pengertian Holding Time Holding time adalah titik kontrol / titik kritis dimana waktu yang diperlukan agar makanan tetap aman dari segi tekstur, suhu, dan nilai gizinya hingga sampai ke konsumen atau disebut waktu tunggu sebelum makanan distribusikan ke
konsumen (Sudarmaji, 2009). Kontaminasi silang adalah
Perpindahan
kuman dari makanan mentah, pekerja, wadah ke makanan lain seperti makanan matang/siap saji selamaproses persiapan, pengolahan dan penyajian. Salah satu penyebab kontaminasi silang adalah holding time. Kontaminasi silang dan holding time secara umum adalah perpindahan kuman dari wadah makanan, akibat holding time yangtidak sesuai dengan prisip dari holding time itu sendiri (Depkes, 2012). E. Prinsip Holding Time Prinsip
holding time yang tepat akan membuat suhu makanan
tetapterjaga, nilai gizi tetap optimal sehingga mikroorganisme berbahaya
tidak
dapat berkembang biak, aman dikonsumsi. Berikut Prinsip (Holding Time/waktu tunggu), yaitu :
281
1) Makanan masak yang baru saja selesai diolah suhunya masih cukup panas yaitu di atas 80°C. Makanan dengan suhu demikian masih berada pada daerah aman. 2) Makanan dalam
waktu tunggu kurang dari 4 jam biasanya dapat
diabaikan suhunya. 3) Suhu makanan dalam waktu tunggu sudah berada dibawah 60°C,segera dihidangkan dan waktu tunggunya semakin singkat. 4) Makanan yang disajikan panas harus tetap dipanaskan
dalam suhu
diatas 60°C. 5) Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin padasuhu dibawah 10°C. 6) Makanan yang disimpan pada susu dibawah 10°C harus dipanaskan kembali (reheating) sebelum disajikan. F. Masalah yang Timbul Akibat Holding Time Terlalu Lama Pada proses penyajian makanan terdapat waktu tunggu (holding time), yaitu waktu antara makanan matang sampai dengan disajikan ke konsumen. Pengawasan
waktu
tunggu
dan
suhu
makanan
sangat diperhatikan
karena berkaitan dengan pengendalian laju perkembangbiakanbakteri. Holding time pada suhu yang tidak sesuai standar, dapat memicu perkembangbiakan bakteri yang mana akan menyebabkan penurunan kualitas pada makanan. (Yunita A, 2014). Hal yang mempengaruhi kualitas makanan yang baik salah satunya yaitu waktu pengolahan yang tepat dan sesuai dengan SOP. Jeda waktu yang terlalu lama setelah selesai proses pengolahan mempengaruhi kualitas makanan itu sendiri sampai ke konsumen, yang dimana suhu makanan menjadi dingin sehingga selera makanan konsumen menjadi berkurang. G. Waktu Pengolahan Makan yang Tepat Sesuai SOP RSUD Kota Mataram Waktu pengolahan makanan yang tepat sesuai dengan Standar Prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram yaitu sebagai berikut : 282
No
Jadwal makan
Standar Operasional
1.
Makan pagi
05.00-06.00 WITA
2.
Makan siang
09.00-10.30 WITA
3.
Makan malam
14.30-15.30 WITA
283
BAB II METODE PELAKSANAAN A. Peserta/ Sasaran Diklat Sasaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenaga pengolah yang terlibat dalam proses kegiatan pengolahan makanan untuk pasien, petugas gizi dan tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram yang terdiri dari 15 orang tenaga pengolah. B. Pelaksana Pemateri
: - Nabila Parista -
Ni Kadek Viandari Widya Harta
C. Waktu dan Tempat Kegiatan Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan pada hari Sabtu, 4 Desember 2021 di Ruang Penyajian Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram. D. Metode Diklat Metode yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan ini adalah ceramah, diskusi dan tanya jawab dengan games. E. Media Poster F. Evaluasi Diklat 1) Peserta mampu mengulangi penjelasan yang telah disampaikan oleh penyaji 2) Peserta mampu menjawab pertanyaan yang diajukan pemateri 3) Peserta mengerti terkait materi yang disampaikan pemateri 4) Dilakukan penilaian
284
G. Rincian Kegiatan Diklat Dalam Satuan Penyuluhan 1. Topik
: Ketepatan Waktu Kegiatan Penyelenggaraan Makanan
2. Sub Topik
: Ketepatan Waktu Kegiatan Pengolahan Makanan di RSUD
Kota Mataram 3. Sasaran
: Tenaga Pengolah di RSUD KOTA MATARAM
4. Waktu
: ± 25 menit
5. Hari/tanggal : Sabtu, 4 November 2021 6. Tempat
: Intalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram
7. Materi
: Terlampir
8. Penyaji
: Mahasiswa PKL
9. Tujuan
:
Umum :Memahami
tentang pentingnya ketepatan waktu dalam
pengolahan makanan
Khusus :
Mengetahui pengertian pengolahan makanan
Mengetahui pengertian holding time
Mengetahui prinsip holding time
Memahami pengaruh holding time dari ketidaktepatan waktu dalam
pengolahan makanan sesuai dengan SOP
Mengetahui waktu yang tepat dalam pengolahan makanan
10. Metode
: Ceramah, diskusi dan tanya jawab
11. Media
: Poster
285
Tabel 1. Rincian Pelaksanaan Kegiatan Di bawah ini merupakan rincian pelaksanaan kegiatan Pendidikan dan pelatihan gizi yaitu sebagai berikut: No.
Tahap
Waktu
Kegiatan Penyuluh
1.
Pembukaan
5’
Sasaran
Memberikan
salam, Mendengarkan
memperkenalkan
diri
menyampaikan
dan Menjawab salam tujuan
penyuluhan. 2.
Penyampaia
15
n materi
Mengetahui
pengertian Mendengarkan
pengolahan makanan Mengetahui
Menanggapi
pengertian
holding time Mengetahui
prinsip
holding
time Memahami pengaruh holding time dari ketidaktepatan waktu dalam pengolahan makanan sesuai dengan SOP Mengetahui waktu yang tepat dalam pengolahan makanan
3.
Penutup
5’
Merangkum yang
semua
telah
sebelumnya, evaluasi menanyakan 286
materi Mendengarkan,
disampaikan menjawab melakukan
dengan secara
cara lisan
mengenai hal-hal yang belum jelas Salam penutup.
287
BAB III KESIMPULAN Berdasarkan hasil kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Gizi yang dilakukan pada hari Sabtu, 4 November 2021 pukul 11.00 WITA yang dimana petugas persiapan dan pengolah makanan di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram, dengan materi yaitu ketepatan waktu pengolahan makanan yang dilakukan oleh tenaga pengolah bahwa peserta atau audience dari kegiatan diklat ini memahami materi yang disampaikan oleh pemateri yang ditandai dengan pasien yang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh pemateri melalui games tanya jawab yang diajukan sebanyak dua pertanyaan kepada peserta diklat. Adapun pertanyaan yang diberikan antara lain yaitu: 1. Apakah yang terjadi jika proses kegiatan pengolahan makanan dilakukan terlalu cepat dari jadwal yang sudah ditentukan? 2. Berapa suhu yang dapat mempercepat perkembangbiakan bakteri? Peserta dapat menjawab pertanyaan dengan tepat sesuai dengan materi yang telah disampaikan sebelumnya saat kegiatan penyuluhan berlangsung.
288
DAFTAR PUSTAKA Aritohang, Irianton. 2014. Manajemen Sistem Pelayanan Gizi Swakelola dan Jasa Boga di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Yogyakarta : PT Leutika Nouvalitera. Safitri Ulfa. (2017). Analisis dilakukan analisis terhadap pengelolaan makanan pasien di Instalasi Gizi Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Pekanbaru. Ilmu Kesehatan Masyarakat. STIKes Hangtuah Pekanbaru. Almatsier, S. (2004). Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yunita A. 2014. Gambaran Waktu Tunggu, Suhu, dan Total Bakteri Makanan Cairdi RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Medica Hospitalia vol 2 no 2: 110-114. Dr., S. N. (2010). METODE PENELITIAN KESEHATAN . Jakarta : Rineka Cipta Ilyas.2001.Teori,Penilaian dan Penelitian Kinerja. Cetakan Kedua. Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI. http://lib.ui.ac.id/file?=digital/125309- S-5594Gambaran%20kinerja-Literatur.pdf Kemenkes RI. (2013). Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Trisnantoro, L., (2005), Manajemen Rumah Sakit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Zulfianasari dan Zaenal. (2015). Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Persediaan Bahan Makanan pada Instalasi Gizi RS Permata Medika kota Semarang tahun 2015. Semarang. Arhami, Syafar. (2012). Studi Manajemen Pelayanan Gizi Pasien di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep Tahun 2012. Tesis Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
289
LAMPIRAN
290
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GIZI (HIGIENE SANITASI PADA TAHAP PERSIAPAN PENGOLAHAN MAKANAN)
LAPORAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
291
HYGIENE DAN SANITASI PADA TAHAP PERSIAPAN PENGOLAHAN MAKANAN DI INSTALASI GIZI RSUD KOTA MATARAM
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 GELOMBANG 2 SPMI
MAULIDA HARIANI
(P07131118067)
MUTAWARI ARALIKA SAHARA
(P07131118071)
YAYU RAHAYU
(P07131118093)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA JURUSAN GIZI 2021
292
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan
penyakit,
sebaliknya
proses
perjalanan
penyakit
dapat
berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Keadaan pasien yang semakin buruk, sering terjadi karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi organ yang terganggu akan lebih memburuk dengan adanya kekurangan gizi (PGRS, 2013). Fungsi pelayanan gizi rumah sakit adalah terciptanya sistem pelayanan gizi rumah sakit dengan memperhatikan aspek gizi dan penyakit, serta merupakan bagian dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan gizi rumah sakit (PGRS, 2013). Penanganan makanan yang tidak tepat dapat menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme pathogen (Yuliarti, 2007). Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu,perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Tujuan dari penyelenggaraan makanan di rumah sakit yaitu menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal. Sasaran penyelenggaraan makanan rumah sakit yaitu pasien yang rawat inap, sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan makanan bagi karyawan. Ruang lingkup penyelenggaraan makanan dimulai dari tahap penerimaan, tahap persiapan, tahap pengelolaan, tahap penyajian, dan tahap distribusi . 293
Persiapan
bahan
makanan
adalah
serangkaian
kegiatan
dalam
mempersiapkan bahan makanan yang siap diolah (mencuci, memotong, menyiangi, meracik, dan sebagainya) sesuai dengan menu, standar resep, standar porsi, standar bumbu, dan jumlah pasien yang dilayani. Higiene
adalah
usaha
kegiatan
preventif
yang
menitikberatkan
kegiatannya kepada usaha kesehatan individu. Sedangkan sanitasi adalah usaha kesehatan lingkungan lebih banyak memperhatikan masalah kebersihan untuk mencapai kesehatan. Jadi, Hygiene dan Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses persiapan, pengolahan, penyajian sampai distribusi makanan kepada pasien. Hygiene dan sanitasi makanan menjadi hal yang sangat penting diterapkan
terutama
pada
tempat-tempat
yang
memberikan
pelayanan
kesehatan masyarakat seperti rumah sakit. Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kategori jasaboga golongan B. Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No
1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang persyaratan higiene dan sanitasi jasaboga, pengelolaan makanan oleh jasaboga harus memenuhi hygiene sanitasi dan dilakukan sesuai cara pengolahan makanan yang baik. Persyaratan hygiene dan sanitasi makanan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, mengacu kepada keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/KEP/X/2004 tentang Persyaratan Lingkungan Rumah Sakit. Adanya persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit ini dimaksudkan untuk menghindari penularan penyakit, risiko dan gangguan kesehatan serta terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor yang berpengaruh selain dari sanitasi dan tempat pengolahan yaitu penjamah makanan dan pekerja. Pekerja memiliki pengaruh yang besar dalam sumber kontaminasi terhadap makanan. Salah satu penyebabnya karena kurangnya pengetahuan penjamah makanan yaitu kurang memperhatikan dan menjaga bahan-bahan makanan yang akan digunakan. Salah satunya ketika 294
akan menggunakan bahan-bahan tidak dicuci di air yang mengalir, dalam memperhatikan kesehatan diri dan lingkungan dalam proses pengolahan yang baik dan sehat. Pekerja biasanya lebih sering bersentuhan dengan makanan. Perilaku pengolahan makanan yang tidak hygienis dapat menjadi perkembangan bakteri pada makanan yang diolahnya seperti tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menangani makanan, kuku panjang dan kotor, serta pada saat mengolah makanan tidak menggunakan sarung tangan/perlengkapan lain. Perilaku yang tidak baik tersebut dapat mencemari makanan yang diolahnya. Berdasarkan hasil penelitian awal, terhadap penjamah makanan di RSUD Kota
Mataram
terdapat
beberapa
pengolah
makanan
yang
kurang
memperhatikan kebersihan dari bahan-bahan yang akan digunakan, maka berdasarkan latar belakang diatas, mahasiswa ingin memberikan Pendidikan dan Pelatihan tentang hygiene dan sanitasi pada tahap persiapan pengolahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram.
295
BAB II SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) HYGIENE DAN SANITASI PADA PERSIAPAN PENGOLAHAN MAKANAN
1. Topik Makanan 1. Pokok Bahasan
: Hygiene dan Sanitasi
pada Persiapan Pengolahan
: Pentingnya Memperhatikan Hygiene dan Sanitasi pada
Tahap Persiapan Pengolahan Makanan di RSUD Kota Mataram 2. 3. 4. 5. 6.
Sasaran : Tenaga persiapan dan pengolah makanan di instalasi gizi Tempat : Instalasi Gizi RSUD Kota Mataram Hari / Tgl : Sabtu, 4 Desember 2021 Pelaksana : Mahasiswa Gizi Poltekkes Kemenkes Mataram Tujuan : a. Tujuan Umum Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit peserta diharapkan dapat mengerti tentang hygiene dan sanitasi pada tahap persiapan. b. Tujuan Khusus Setelah mendapatkan penyuluhan peserta : Mengetahui kontaminasi silang yang akan terjadi jika menggunakan alat untuk memotong bahan secara bersamaan pada jenis bahan yang berbeda Mengetahui resiko penyebaran bakteri saat proses persiapan bumbu dilakukan (pada saat pencampuran bumbu wadah yang digunakan tidak ditutup) Mengetahui pentingnya pencucian bahan makanan yang akan diolah 7. Metode : Ceramah dan diskusi 8. Media
: Poster
9. Proses Penyuluhan No.
Tahap
Waktu
1.
Pembukaan
5’
Kegiatan Penyuluh Sasaran Memberikan salam, Mendengarkan memperkenalkan diri dan Menjawab menyampaikan tujuan 296
2.
Pengembangan 15’ materi
3.
Penutup
5’
penyuluhan. salam Menjelaskan mengenai Mendengarkan materi penyuluhan yaitu Menanggapi Mengetahui kontaminasi silang yang akan terjadi jika menggunakan alat untuk memotong bahan secara bersamaan pada jenis bahan yang berbeda, mengetahui resiko penyebaran bakteri saat proses persiapan bumbu dilakukan (pada saat pencampuran bumbu wadah yang digunakan tidak ditutup), mengetahui pentingnya pencucian bahan makanan yang akan diolah Merangkum semua materi Mendengarkan, yang telah disampaikan menjawab sebelumnya, melakukan evaluasi dengan cara menanyakan secara lisan mengenai pokok-pokok materi (apakah masih ada yang belum jelas). Salam penutup.
10. Evaluasi a. Peserta mampu mengulangi penjelasan yang telah disampaikan oleh penyaji b. Peserta mampu menjawab pertanyaan yang diajukan penyaji c. Penilaian
297
MATERI DIKLAT
I.
Kontaminasi Silang A. Kontaminasi makanan adalah kondisi makanan yang tercemar bahan atau organisme berbahaya baik secara sengaja ataupun tidak, sehingga makanan tersebut tidak layak dikonsumsi dan berpeluang menimbulkan penyakit di kalangan masyarakat. Menurut Badan Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2012, terjadinya kontaminasi pada makanan lebih banyak disebabkan oleh cemaran biologi dengan persentase sebesar 74,9%. Jalur masuknya kontaminan kedalam makanan dapat melalui 2 cara yaitu kontaminasi tidak langsung (kontaminasi silang) dan kontaminasi langsung. Kontaminasi langsung adalah kontaminasi pada makanan yang terjadi secara langsung akibat ketidaktahuan atau kelalaian yang disengaja ataupun tidak. Sedangkan kontaminasi silang adalah kontaminasi pada makanan yang terjadi secara tidak langsung akibat ketidaktahuan dalam pengelolaan makanan (Amaliyah, 2017). Terdapat banyak hal yang dapat menjadi sumber kontaminasi makanan sehingga
menimbulkan
ancaman
terhadap
munculnya
penyakit
dari
makanan. Menurut (Amaliyah, 2017) Kontaminasi makanan dapat bersumber dari 3 macam hal, antara lain : 1. Pengaruh lingkungan fisik Bahan pencemar makanan fisik adalah kontaminan yang terlihat jelas oleh kasat mata dimana salah satu penyebab keberadaannya dapat melalui hewan maupun dari faktor penjamah makanan ketika melakukan pengelolaan makanan secara tidak higienis. Lingkungan fisik yang mampu mempengaruhi kualitas makanan yaitu air, tanah dan udara. 2. Pengaruh lingkungan kimia
298
Kontaminasi kimiawi adalah bahan atau unsur kimia yang keberadaannya dalam makanan dapat menimbulkan keracunan atau penyakit jika masuk ke dalam tubuh manusia. Bahan pengawet, pewarna dan bahan tambahan lainnya yang melebihi takaran merupakan bentuk atau produk senyawa kimia dapat berbahaya jika terkontaminasi dengan makanan 3. Pengaruh lingkungan biologi Kontaminasi biologis adalah terkontaminasinya makanan yang disebabkan oleh keberadaan organisme hidup di dalam makanan. Beberapa macam mikroorganisme yang sering menimbulkan dampak pencemaran makanan adalah fungi (Aspergillius, Fusarium, Penicillium), bakteri
(Clostridium
Pefringens,
Escherichia
Coli,
Salmonella,
Streptokoki), virus (Virus Hepatitis A/HAV) dan parasit (Entamoeba Histolitica, Trichinella Spirallis, Tanea Saginata). Makanan yang terkontaminasi dapat disebabkan oleh higiene sanitasi makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan pengawasan terhadap higiene dan sanitasi makanan, mengingat 2 hal tersebut sangat potensial dalam menyumbang kejadian penyebaran penyakit akibat makanan (Sofiana, 2012). B. Jenis – Jenis Kontaminasi Silang Ada berbagai jenis kontaminasi silang pada makanan yang bisa memicu penyakit adalah sebagai berikut : 1. Antar makanan Mencampur makanan yang terkontaminasi dengan makanan yang lain bisa mengakibatkan kontaminasi silang atar makanan. Hal ini membuat bakteri berbahaya menyebar dan masuk ke dalam tubuh saat kita mkengonsumsinya. Makanan
yang tidak dimasak sempurna,
makanan mentah, atau tidak dicuci dengan benar rentan mengandung bakteri penyebab penyakit seperti Salmonella, Clostridium perfringens, 299
Campylobacter,
Staphylococcus
aureus,
E.
coli,
dan
Listeria
monocytogenes. Selain itu, sisa makanan yang disimpan di lemari es terlalu lama dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan. 2. Dari peralatan ke makanan Kontaminasi silang dari peralatan ke bahan makanan rentan terjadi. Organisme asing yang berbahaya bagi kesehatan keluarga dapat menyebar melalui alat dapur yang dipakai untuk mengolah makanan sehari-hari. Bakteri bisa bertahan hidup untuk waktu yang lama di permukaan seperti meja, peralatan seperti pisau, talenan, wadah penyimpanan. Ketika peralatan tidak dibersihkan dengan benar atau tanpa disadari terkontaminasi oleh bakteri, hal itu dapat mentransfer bakteri berbahaya ke makanan. Misalnya, menggunakan pisau yang sama untuk memotong. Peralatan dapur yang dapat memicu hal ini biasanya adalah pisau dan tatakan potong atau talenan. Penyebabnya karena kedua benda ini adalah alat yang paling sering digunakan untuk mengolah berbagai jenis makanan. Pisau dapur digunakan untuk memotong berbagai jenis bahan makanan. Hal berbahaya dapat timbul ketika menggunakan pisau yang sama untuk memotong ayam, daging, dan sayur. Bakteri yang terkandung di dalam daging akan menempel di pisau yang digunakan, lalu akan menempel dan menyebar pada bahan makanan lain yang dipotong dengan pisau yang sama. Bukan hanya pisau, talenan yang digunakan dengan cara yang sama juga bisa menyebabkan kontaminasi silang dan akhirnya menimbulkan berbagai penyakit bagi tubuh. 3. Dari manusia ke makanan Saat
mengolah
makanan,
manusia
dapat
dengan
mudah
memindahkan bakteri dari tubuh atau pakaian. Misalnya, orang yang batuk saat memasak bisa membuat tetesan droplet mengandung bakteri yang dikelurkannya mencapai makanan yang diolah. Contoh yang paling sering terjadi antara lain adalah menggunakan ponsel yang penuh dengan bakteri saat memasak atau menyeka tangan dengan celemek atau 300
handuk yang kotor. Hal ini dapat mencemari tangan dan menyebarkan bakteri ke makanan atau peralatan yang kita sentuh. Untuk mengurangi risiko tersebut, kita disarankan untuk mencuci tangan sesering mungkin. C. Sanitasi Peralatan Peralatan adalah alat yang digunakan untuk melakukan penanganan makanan. Sanitasi Peralatan adalah kebersihan semua peralatan yang digunakan untuk proses persiapan, pengolahan dan penyajian makanan yang dilihat dari proses pencucian alat (dengan air bersih dan sabun) (Puspitasari, 2013). Perlengkapan dan peralatan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan tidak memenuhi persyaratan dapat menjadi sumber kontaminasi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1096 Tahun 2011 peralatan yang kontak dengan makanan harus memiliki beberapa persyaratan seperti : 1. Peralatan masak dan peralatan makan harus aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan 2. Pencucian peralatan harus menggunakan sabun dan bilas menggunakan air mengalir (jangan menggunakan kembali air yang telah dipakai) sehingga menghilangkan sisa makanan dan tanah yang memungkinkan pertumbuhan bakteri (FAO, 2017). Selain itu spons yang digunakan untuk mencuci peralatan juga harus dijaga kebersihannya karena mampu mencetuskan keberadaan bakteri pada peralatan (Puspi, 2018) 3. Pengeringan
alat
dengan
mengusapkan
kain
lap
bersih
atau
mengeringkan dengan menggunakan handuk. Sebenarnya penggunaan lap pada alat yang sudah dicuci tidak boleh dilakukan karena ditakutkan akan menimbulkan pencemaran sekunder. Namun pengeringan dengan menggunakan
lap
ini
diperbolehkan
dengan
syarat,
lap
yang
dipergunakan harus steril dan bersih, serta sering diganti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Puspi (2018) yang mengatakan jika kondisi lap/serbet yang kotor, bau dan tidak terawat memudahkan pertumbuhan bakteri yang nantinya mampu mengkontaminasi peralatan makan.
301
4. Peralatan yang digunakan harus bersih, yang artinya tidak diperbolehkan mengandung E.coli dan jenis kuman lainnya. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higine sanitasi jasaboga, angka kuman pada peralatan diharuskan memiliki nilai