LAPORAN TUTORIAL Benjolan Pada Paha [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN TUTORIAL SISTEM ONKOLOGI “BENJOLAN PADA PAHA”



DISUSUN OLEH : KELOMPOK II TUTOR : dr. Rhenislawaty



REFI FARADILA



(K1A113049)



SITTI SUHADDAH



(K1A115117)



ANDI BATARI ALIYAH



(K1A115118)



WD. NURFADILLAH SILO



(K1A115022)



DELYANA BRILIAN HAMRA



(K1A116098)



ISHMAH FARAH ADIBA NURDIN



(K1A116100)



FIRSTA WAHYUNI CHIVANSA



(K1A116101)



DEWI FORTUNA PUSPITASARI



(K1A116029)



ZULKARNAIN SYA’BAN



(K1A116031)



MAHLA AYU PRATIWI



(K1A116032)



ANDI KHAIRUL ANAAM



(K1A116002)



ERIK SAM



(K1A116003)



FARADIBA SARANANI



(K1A115141)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018



I.



SKENARIO Seorang anak perempuan, umur 20 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama benjolan pada paha kanan bagian bawah. Benjolan ini muncul sejak 4 tahun yang lalu, awalnya hanya sebesar kelereng, tapi makin lama makin membesar, benjolan teraba keras dan tidak nyeri.



II.



KATA KUNCI 1. Anak perempuan 20 tahun 2. Benjolan pada paha kanan bagian bawah 3. Benjolan muncul 4 tahun yang lalu 4. Benjolan makin lama makin membesar 5. Benjolan teraba keras dan tidak nyeri



III.



PERMASALAHAN/PROBLEM



KUNCI



DALAM



BENTUK



PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING 1. Klasifikasi tulang 2. Anatomi dan histologi femur 3. Patogenesis terjadinya benjolan pada paha 4. Kelainan-kelainan yang dapat menyebabkan benjolan pada paha 5. Langkah-langkah diagnosis 6. DD dan DS 7. Penanganan neoplasma jinak dan neoplasma ganas



IV.



JAWABAN



1. Klasifikasi tulang A. Tulang Panjang (long bones) Biasanya



berfungsi



sebagai



pengungkit/pengangkat



beban.



Terdapat pada tulang anggota gerak atas atau bawah (the upper and lower extremitas). Contoh: humerus, tibia, femur, ulna, metacarpals. B. Tulang Pendek (short bones)



Berbentuk kuboidal (kubus). Contoh tulang pada pergelangan tangan (carpals) dan kaki (tarsals) c. Tulang pipih (flat bones) Permukaannya luas, biasanya berfungsi untuk melindungi organ dan tempat melekatnya otot. Contoh: tulang cranial: frontal, parietal, occipital, temporal, tulang iga (costa) dan tulang bahu (scapula). d. Tulang tidak beraturan (irregular bones) Bentuk, ukuran, dan permukaannya bervariasi. Contoh: tulang belakang/vertebrae, sacrum, coccyx, temporal, sphenoid, nasal, zygomatic, maxilla, mandibullae.



2. Anatomi dan histologi femur A. Anatomi Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan amat penting ntuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal. Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea. Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit. Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan



padanya terdapat tuberculum quadratum. Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea. Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis. Adapun organ-organ lain yang berkaitan dengan regio femoris antara lain : Ventralis Anterior 1. M. Illiopsoas (M. Illiacus dan M. Psoas Major) Origo : superior fossa Illiaca, ala os Sacri, dan lig.Sacroiliacum anterior; discus intervertebrales dan sisi lateral vertebrae thoracales XII – lumbalis V Insersi : t.i.m. psoas major, corpus femoris, inferior trochanter minor trochanter minor Fungsi : flexi dan rotatio lateral os Coxae Inervasi : N. femoralis Arterialisasi : A. Femoralis



2. M. Sartorius



Origo : SIAS Insersi : superior fascies medialis corpus tibiae Fungsi : flexi dan rotatio lateral os Coxae Inervasi : N. femoralis Arterialisasi : A. femoralis 3. M. Quadriceps Femoris (M. Rectus Femoris, M. Vastus Lateralis, M. Vastus Intermedius, dan M. Vastus Medialis) Origo : SIAI dan cekungan di superior dari acetabulum; trochanter major dan labium lateral linea aspera; permukaan anterior dan lateral corpus femoris; linea intertrochanterica Insersi : bassis patellae dan melalui lig. Patellae pada tuberositas tibiae Fungsi : flexi os Coxae dan extentio art. Genu Inervasi : N. femoralis Arterialisasi : A. Femoralis Anteromedial 4. M. Pectineus Origo : pecten os Pubis Insersi : linea pectinea Fungsi : flexi, adduksi, dan rotatio lateral os Coxae Inervasi : N. femoralis Arterialisasi : A. femoralis 5. M. Obturator Externus Origo : membrana obturatoria, tepi anterior dan inferior foramen obrturatorium Insersi : fossa intertrochanterica Fungsi : rotatio lateral os Coxae Inervasi : N. obturatorius Arterialisasi : A. Femoralis



6. M. Gracillis



Origo : corpus dan ramus inferior os Pubis Insersi : bagian superior fascies medialis corpus tibiae Fungsi : adduksi os Coxae dan flexi, rotatio medial art.Genu Inervas : N. obturatorius Arterialisasi : A. femoralis 7. M. Adductor Longus Origo : bag. anterior corpus os pubis Insersi : labrium mediale linea aspera Fungsi : adduksi os Coxae Inervasi : N. obturatorius Arterialisasi : A. femoralis 8. M. Adductor Brevis Origo : corpus dan ramus inferior ossis pubis Insersi : linea pectinea dan bagian superior linea aspera Fungsi : flexi dan adduksi os Coxae Inervasi : N. obturatorius Arterialisasi : A. femoralis 9. M. Adductor Magnus *pars adductoris Origo : ramus inferior os Pubis dan os Ischii Insersi : linea aspera Fungsi : flexi, adduksi, dan rotatio lateral os Coxae Inervasi : N. obturatorius Arterialisasi : A. Femoralis *pars extensoris Origo : tuber ischiadica Insersi : tuberculum adductorium Fungsi : flexi, extentio, dan rotatio medial os Coxae Inervasi : pars tibialis N. ischiadicus Arterialisasi : A. Femoralis Dorsalis



1. M. Biceps Femoris (caput longum dan caput brevis) 2. M. Semitendinosus 3. M. Semimembranosus B. Histologi



Tulang merupakan bentuk khusus jaringan ikat. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel, serat dan matriks. Karena deposisi mineral di dalam matriks, tulang dapat menahan beban, berfungsi sebagai kaku bagi tubuh, dan menyediakan tempat penambat bagi otot dan organ. Tulang juga melindungi otak di dalam tengkorak, jantung dan paru dalam toraks, dan organ urinaria dan reproduksi di antara tulang pelvis. Selain itu, tulang berfungsi untuk hemopoiesis (pembentukan sel darah) dan sebagai reservoir kalsium, fosfat dan mineral lain. Hampir seluruh (99%) kalsium tubuh tertimbun dalam tulang dan kebutuhan tubuh akan kalsium diambil dari tulang. Struktur tulang terdiri atas matriks tulang dan sel-sel tulang. Matriks tulang terdiri atas bahan organic dan bahan anorganik. Bahan organic ± 90% terdiri atas serat kolagen tipe I dan sedikit tipe V. Bahan anorganik banyak hidroksiapatit, bikarbonat, sitrat, Mg, K, Na dan Zn. Sel- sel tulang terdiri atas osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas terdapat pada permukaan jaringan tulang. Fungsinya adalah untuk membuat, menyekresikan, dan mengendapkan unsure organic matriks tulang baru yang disebut osteoid. Osteoid adalah matriks tulang belum mengapur yang baru dibentuk yang tidak menandung mineral namun tidak lama setelah deposisi, osteoid segera mengalami mineralisasi dan menjadi tulang. Osteosit adalah sel utama tulang. Seperti kondrosit pada tulang rawan, osteosit ini pun terperangkap di dalam matriks tulang di sekitarnya dan



berada



di



dalam



lacuna.



Fungsi



utama



osteosit



adalah



mempertahankan matriks tulang. Osteoklas adalah sel multinuclear besar yang terdapat di sepanjang permukaan tulang tempat terjadinya resorpsi, remodeling, dan perbaikan tulang. Fungsi utamanya adalah meresorpsi



tulang selama remodeling. Osteoklas ini sering terdapat di dalam sebuah lekuk dangkal pada tulang yang teresorpsi atau terkikis secara enzimatik yang disebut lacuna Howship. Osteoklas ini mula-mula berada di dalam tulang berasal dari precursor mirip monosit Berikut adalah lapisan-lapisan dari luar ke dalan : 1. Periosretum : Merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang rusuk. 2. Tulang Kompak : Merupakan lapisan kedua tulang yang teksturnya halus dan sangat kuat. Tualng kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur (CalsiumbPhosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan tulang dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung seratserat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan. 3. Tulang Spongiosa : Merupakan lapisan ketiga tulang yang memiliki banyk rongga yang diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi selsel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula. 4. Sumsum Tulang : Merupakan lapisan terakhir tulang yang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang dilindungi oleh tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan penting dalam tubuh karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh. Pertumbuhan Tulang Panjang 1. Jaringan tulang yang pertama kali dibentuk dengan cara osifikasi ( pembentukan tulang secara primer ) intramembranosa di dalam perikondrium yang mengelilingi diafise. Proses osifikasi yang terjadi dalam diafise adalah pusat osifikasi primer.



2. Terjadi pusat osifikasi sekunder pada tiap-tiap epifise. Pertumbuhannya secara radial, dan kebanyakan terjadi setelah lahir



3. Patomekanisme benjolan pada paha Benjolan pada paha dapat terjadi karena adanya mutasi gen TP 53 dan MDM 2. hal ini menyebabkan pertumbuhan abnormal sel. pertumbuhan yang abnormal tersebut kemudian menginvasi jaringan lunak dan menimbulkan reaksi osteolitik dan atau osteoblastik sehingga menyebabkan destruksi tulang lokal dan menimbulkan penimbunan periosteum yang baru dan menyebabkan pertumbuhan tulang yang abortif (kanker) dimana tulang tumbuh 2x lebih cepat dari normalnya dan menekan jaringan sekitarnya dan mengakibatkan perubahan bentuk tulang dan timbul benjolan. disamping itu pertumbuhan tulang yang abortif mengakibatkan distrofi dan atrofi otot sehingga membatasi gerakan



4. Kelainan-kelainan yang dapat menyebabkan benjolan pada paha * Non Neoplasma - Infeksi : Osteomyelitis - Non Infeksi : Hematoma subperiosteal * Neoplasma - Tulang Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, Osteoblastoma Ganas : Osteosarkoma, Parosteal osteosarkoma - Tulang Rawan Jinak : Kondroma, Osteokondroma, Kondroblastoma Ganas : Kondrosarkoma - Jaringan Fibrous Jinak : Fibroma Ganas : Fibrosarkoma - Marrow Jinak : Haemangiom dan Angiosarkoma



Sumber : Desen, Wan. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinik Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia



5. Langkah-langkah diagnosis



Anamnesis -



Identitasnya



-



Keluhan utama



-



Lokasi



-



Sejak kapan



-



Rasa nyeri



-



Riwayat trauma



-



Lokasi benjolan



-



Riwayat pengobatan



-



Riwayat penyakit terdahulu



-



Riwayat keluarga



PEMERIKSAAN FISIK -



Inspeksi : letak tumor, bentuk tumor, warna, fraktur



-



Palpasi



: Ukuran tumor, batas, konsistensi, teraba kasar atau lunak,



nyeri tekan atau tidak, mobile atau tidak. PEMERIKSAAN PENUNJANG -



Radiologi : MRI, CT Scan



-



Histopatologi



:Biopsi



6. DD dan DS



Osteosarkoma Definisi Osteosarkoma merupakan neoplasma sel spindle yang memproduksi osteoid.



Faktor Resiko Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor resiko untuk terjadinya osteosarkoma yaitu: 



Pertumbuhan tulang yang cepat : pertumbuhan tulang yang cepat



terlihat sebagai predisposisi osteosarkoma, seperti yang terlihat bahwa insidennya



meningkat



pada



saat



pertumbuhan



remaja.



Lokasi



osteosarkoma paling sering pada metafisis, dimana area ini merupakan area pertumbuhan dari tulang panjang. 



Faktor lingkungan: satu satunya faktor lingkungan yang diketahui



adalah paparan terhadap radiasi. 



Predisposisi genetik: displasia tulang, termasuk penyakit paget,



fibrous dysplasia, enchondromatosis, dan hereditary multiple exostoses and retinoblastoma (germ-line form). Kombinasi dari mutasi RB gene (germline retinoblastoma) dan terapi radiasi berhubungan dengan resiko tinggi untuk osteosarkoma, Li-Fraumeni syndrome (germline p53 mutation), dan Rothmund-Thomson syndrome (autosomal resesif yang berhubungan dengan defek tulang kongenital, displasia rambut dan tulang, hypogonadism, dan katarak). Gejala Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum pasien didiagnosa. Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama nyeri pada saat aktifitas adan massa atau pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat trauma, meskipun peran trauma pada osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering terjadi fraktur patologis. Nyeri



pada



ekstrimitas



dapat



menyebabkan



kekakuan.



Riwayat



pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi. Gejala sistemik, seperti demam atau keringat malam sangat jarang. Penyebaran tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik dan biasanya menandakan keterlibatan paru yang luas.



Penemuan pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tempat utama tumor: 



Massa: massa yang dapat dipalpasi dapat ada atau tidak, dapat



nyeri tekan dan hangat pada palpasi, meskipun gejala ini sukar dibedakan dengan osteomielitis. Pada inspeksi dapat terlihat peningkatan vaskularitas pada kulit. 



Penurunan range of motion: keterlibatan sendi dapat diperhatikan



pada pemeriksaan fisik. 



Lymphadenopathy: keterlibatan kelenjar limfa merupakan hal yang



sangat jarang terjadi. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan dengan penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai metastase pada paru. Pada pasien tanpa metastase, yang mempunyai peningkatan nilai LDH kurang dapat menyembuh bila dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai LDH normal Radiografi Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan



untuk mendeteksi metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan. X-ray Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi tulang karena hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih jauh yang tepat. Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan campuran antara area litik dan sklerotik. Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi terlihat agresif, dapat berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau kadangkala terdapat lubang kortikal multipel yang kecil. Setelah kemoterapi, tulang disekelilingnya dapat membentuk tepi dengan batas jelas disekitar tumor. Penyebaran pada jaringan lunak sering terlihat sebagai massa jaringan lunak. Dekat dengan persendian, penyebaran ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi. Area seperti awan karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid yang maligna dan kalsifikasi dapat terlihat pada massa. Reaksi periosteal seringkali terdapat ketika tumor telah menembus kortek. Berbagai spektrum perubahan dapat muncul, termasuk Codman triangles dan multilaminated, spiculated, dan reaksi sunburst, yang semuanya mengindikasikan proses yang agresif.1,3,4 Osteosarkoma telangiectatic secara umum menunjukkan gambaran litik, dengan reaksi periosteal dan massa jaringan lunak. Ketika batas tumor berbatas tegas, dapat menyerupai gambaran aneurysmal bone cyst. Osteosarkoma Small-cell terlihat sama dengan gambaran osteosarkoma konvensional, yang mempunyai gambaran campuran antara litik dan sklerotik. Osteosarkoma intraosseous low-grade dapat berupa litik, sklerotik atau campuran; seringkali mempunyai gambaran jinak dengan batas tegas dan tidak adanya perubahan periosteal dan massa jaringan lunak. Gnathic tumor dapat berupa litik, sklerotik atau campuran dan sering terjadi destruksi tulang, reaksi periosteal dan ekstensi pada jaringan lunak. osteosarkoma intracortical dideskripsikan sebagai gambaran radiolusen dan geographic, dan mengandung mineralisasi internal dalam jumlah yang kecil. Osteosarkoma derajat tinggi mempunyai



gambaran massa jaringan lunak yang luas dengan berbagai derajat mineralisasi yang muncul dari permukaan tulang. Osteosarkoma parosteal secara tipikal merupakan tumor berdensitas tinggi yang muncul dari area tulang yang luas. Tidak seperti osteochondroma, osteosarkoma parosteal tidak melibatkan kavitas medulla tulang. CT Scan CT



dapat



berguna



secara



lokal



ketika



gambaran



foto



polos



membingungkan, terutama pada area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat berguna untuk menentukan metastasis pada paru. CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik. MRI MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan



lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen. Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang penting dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan adanya skip metastase. Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi daripada yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos. Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal yang sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang berhubungan dengan destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan. Skip metastase merupakan fokus synchronous dari tumor yang secara anatomis terpisah dari tumor primer namun masih berada pada tulang yang sama. Deposit sekunder pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular skip metastase. Pasien dengan skip metasase lebih sering mempunyai kecenderungan adanya metastase jauh dan interval survival bebas tumor yang rendah. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan penentuan otot manakah yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor terlihat menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago. Ultrasound Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari lesi. Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan percutaneous



biopsi.



Pada



pasien



dengan



implant



prostetik,



Ultrasonography mungkin merupakan modalitas pencitraan satu satunya yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI dapat menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography dapat memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen intermedula dari lesi. Nuclear Medicine



Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop pada bone scan



yang menggunakan technetium-99m



methylene diphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak spesifik. Penatalaksanaan Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat dilakukan pada 80% pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan dalam manajemen rutin. 



Medikamentosa



Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma ditangani secara primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal dengan baik, lebih dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada paruparu. Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis pasien mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant kemoterapi sangat penting pada penanganan pasien dengan osteosarkoma. Pada penelitian terlihat bahwa adjuvant kemoterapi efektif dalam mencegah rekurensi pada pasien dengan tumor primer lokal yang dapat direseksi. Penggunaan neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya mempermudah pengangkatan tumor karena ukuran tumor telah mengecil, namun juga dapat memberikan parameter faktor prognosa. Obat yang efektif adalah doxorubicin, ifosfamide, cisplatin, dan methotrexate dosis tinggi dengan leucovorin. Terapi kemoterapi tetap dilanjutkan satu tahun setelah dilakukan pembedahan tumor. 



Pembedahan



Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor prmer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang harus dievaluasi dari pasien secara individual. Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal amputasi. Fraktur patologis,



dengan



kontaminasi



semua



kompartemen



dapat



mengeksklusikan penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas tumor maka pembedahan limb salvage dapat dilakukan. Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan, maka dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih berdasarkan konsiderasi individual, sebagai berikut 



Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa



vaskularisasi. Penolakan tidak muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada pasien yang mempunyai lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan yang terbatas untuk fiksasi tulang yang stabil (osteosynthesis). 



Allograft:



penyembuhan



graft



dan



infeksi



dapat



menjadi



permasalahan, terutama selama kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft. 



Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis dapat



soliter atau expandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar. Durabilitas merupakan permasalahan tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien remaja.







Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan



tumor yang berada pada distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor yang besar sehingga alternatif pembedahan hanya amputasi. 



Selama reseksi tumor, pembuluh darah diperbaiki dengan cara end-



to-end anastomosis untuk mempertahankan patensi dari pembuluh darah. Kemudian bagian distal dari kaki dirotasi 180º dan disatukan dengan bagian proksimal dari reseksi. Rotasi ini dapat membuat sendi ankle menjadi sendi knee yang fungsional. 



Sebelum keputusan diambil lebih baik untuk keluarga dan pasien



melihat video dari pasien yang telah menjalani prosedur tersebut. 



Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-paru



dapat disembuhkan secara total dengan reseksi pembedahan. Reseksi lobar atau pneumonectomy biasanya diperlukan untuk mendapatkan batas bebas tumor. Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan pembedahan tumor primer. Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi melalui median sternotomy, namun lapangan pembedahan lebih baik jika menggunakan lateral thoracotomy. Oleh karena itu direkomendasikan untuk melakukan bilateral thoracotomies untuk metastase yang bilateral (masing-masing dilakukan terpisah selama beberapa minggu). Prognosis Faktor yang mempengaruhi prognosis termasuk lokasi dan besar dari tumor, adanya metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat nekrosis yang dinilai setelah kemoterapi. 



Lokasi tumor



Lokasi tumor mempunyai faktor prognostik yang signifikan pada tumor yang terlokalisasi. Diantara tumor yang berada pada ekstrimitas, lokasi yang lebih distal mempunyai nilai prognosa yang lebih baik daripada tumor yang berlokasi lebih proksimal. Tumor yang berada pada tulang belakang mempunyai resiko yang paling besar untuk progresifitas dan



kematian. Osteosarkoma yang berada pada pelvis sekitar 7-9% dari semua osteosarkoma, dengan tingkat survival sebesar 20% – 47%. 



Ukuran tumor



Tumor yang berukuran besar menunjukkan prognosa yang lebih buruk dibandingkan tumor yang lebih kecil. Ukuran tumor dihitung berdasarkan ukuran paling panjang yang dapat terukur berdasarkan dari dimensi area cross-sectional. 



Metastase



Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosa yang lebih baik daripada yang mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan mempunyai metastase pada saat didiagnosa, dengan paru-paru merupakan tempat tersering lokasi metastase. Prognosa pasien dengan metastase bergantung pada lokasi metastase, jumlah metastase, dan resectability dari metasstase. Pasien yang menjalani pengangkatan lengkap dari tumor primer dan metastase setelah kemoterapi mungkin dapat bertahan dalam jangka panjang, meskipun secara keseluruhan prediksi bebas tumor hanya sebesar 20% sampai 30% untuk pasien dengan metastase saat diagnosis. Prognosis juga terlihat lebih baik pada pasien dengan nodul pulmoner yang sedikit dan unilateral, bila dibandingkan dengan nodul yang bilateral, namun bagaimanapun juga adanya nodul yang terdeteksi bukan berarti metastase. Derajat nekrosis dari tumor setelah kemoterapi tetap merupakan faktor prognostik. Pasien dengan skip metastase dan osteosarkoma multifokal terlihat mempunyai prognosa yang lebih buruk. 



Reseksi tumor



Kemampuan untuk direseksi dari tumor mempunyai faktor prognosa karena osteosarkoma relatif resisten terhadap radioterapi. Reseksi yang lengkap dari tumor sampai batas bebas tumor penting untuk kesembuhan. 



Nekrosis tumor setelah induksi kemoterapi



Kebanyakan protokol untuk osteosarkoma merupakan penggunaan dari kemoterapi sebelum dilakukan reseksi tumor primer, atau reseksi metastase pada pasien dengan metastase. Derajat nekrosis yang lebih besar



atau sama dengan 90% dari tumor primer setelah induksi dari kemoterapi mempunyai prognosa yang lebih baik daripada derajat nekrosis yang kurang dari 90%, dimana pasien ini mempunyai derajat rekurensi 2 tahun yang lebih tinggi. Tingkat kesembuhan pasien dengan nekrosis yang sedikit atau sama sekali tidak ada, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat kesembuhan pasien tanpa kemoterapi.



Osteoma a). Definisi Osteoma adalah lesi jinak ditulang yang pada banyak kasus lebih menncerminkan penyimpangan perkembangan atau pertumbuhan reaktif bukan neoplasma sejati . b). Insidens Tumor jinak yang paling sering ditemukan (39,3%). Terutama pada usia 20 – 40 tahun c). Lokasi –



Terutama pada tulang – tulang tengkorak seperti maksila, mandibula,



palatum dan sinus paranasalis. Dapat pula pada tulang panjang seperti tibia, femur, falang d). Etiologi Pada umumnya penyebab terjadinya penyakit ini tidak diketahui tetapi dicurigai disebabkan oleh faktor trauma dan iritasi kronis. e).Gambaran klinis - Bermanifestasi sebagai pertumbuhan eksofitik lokal yang biasanya tunggal, keras, dan melekat pada permukaan tulang, benjolan tumbuh dengan lambat dan tidak nyeri - Osteoma berbentuk bulat dengan batas yang tegas, tanpa adanya destruksi tulang. Kelainan ini terbanyak ditemukan di tulang tengkorak seperti maxilla, mandibulla, pallatum, sinus paranasalis, dan dapat pula pada tulangtulang panjang , seperti tibia, femur, phalanges yang biasanya bersifat multiple. - Terutama ditemukan pada usia 20-40 tahun, lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria dengan rasio perbandingan 3:1 - Tidak ada nyeri pada tumor



f).Penegakkan diagnosis - Anamnesis - Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan penunjang Diagnosis definitive ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang dicurigai. Gambaran histopatologis. 



Compact osteoma : jaringan tulang yang padat dan relatif sedikit osteosit.







Cancellous : dimana trabecula tulang lebih lebar dengan cortex lamella



tulang. g). Pemeriksaan radiologis 



Massa berbentuk bulat dengan batas tegas tanpa destruksi tulang







Pada proyeksi tangensial tampak berbentuk kubah



h).Terapi 



Bila berukuran kecil dan tidak menimbulkan keluhan tidak diperlukan



tindakan khusus 



Eksisi bila berukuran besar, menimbulkan penekanan pada jaringan



sekitarnya



Sarkoma Ewing Definisi Sarkoma Ewing merupakan tumor maligna yang tersusun atas sel bulat, kecil yang paling banyak terjadi pada tiga dekade pertama kehidupan.Sarkoma Ewing merupakan tumor ganas primer yang paling sering mengenai tulang panjang, kebanyakan pada diafisis. tulang yang paling sering terkena adalah pelvis dan tulang iga. Sarcoma Ewing adalah neoplasma ganas yang tumbuh cepat dan berasal dari sel-sel primitive sumsum tulang pada dewasa muda. Insidensi Tumor ini paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan paling sering adalah tulang-tulang panjang. Pada anak-anak, sarcoma Ewing merupakan tumor tulang primer yang paling umum setelah osteosarkoma. Setiap tahun tidak kurang dari 0,2 kasus per 100.000 anak-anak di diagnosis sebagai sarcoma ewing, dan diperkirakan terdapat 160 kasus baru yang terjadi pada tahun 1993. Di



seluruh dunia, insidensinya bervariasi dari daerah dengan insidensi tinggi, misalnya Amerika Serikat dan Eropa ke daerah dengan insidensi rendah, misalnya Afrika dan Cina. Sarkoma Ewing sering juga terjadi pada dekade kedua kehidupan. Jarang terjadi pada umur 5 tahun dan sesudah 30 tahun. Insidensinya sama antara pria dan wanita. Biasanya sarcoma Ewing tidak berhubungan dengan sindroma congenital, tetapi banyak berhubungan dengan anomaly skeletal, misalnya : enchondroma, aneurisma kista tulang dan anomali urogenital, misal : hipospadia. Patofisiologi Menurut Ackerman’s



: tipe dari system gradasi yang biasa dipergunakan



tampaknya kurang begitu penting dari pada protocol peta regional dan evaluasi histologis. Dengan mikroskop cahaya, sarcoma Ewing tampak sebagai massa difuse dari sel tumor yang homogen. Seringkali terdapat populasi bifasik dengan sel yang besar, terang dan kecil, gelap. Tanda vaskularisasi dan nekrosis koagulasi yang luas merupakan gambaran yang khas. Tumor akan menginfiltrasi tulang dan membuat destruksi kecil. Tepi tumor biasanya infiltratif dengan pola fili dan prosesus seperti jari yang kompak disertai adanya sel basofil yang biasanya berhubungan erat dengan survival penderita yang buruk.(12) Sumber : Ackerman’s, : 1989, Surgical Pathology, Eighth Edition.(13) Menurut WHO : sarcoma Ewing merupakan tumor maligna dengan gambaran histologis agak uniform terdiri atas sel kecil padat, kaya akan glikogen dengan nukleus bulat tanpa nukleoli yang prominen atau outline sitoplasma yang jelas. Jaringan tumor secara tipikal terbagi atas pita – pita ireguler atau lobulus oleh septum fibrosa, tapi tanpa hubungan interseluler serabut retikulin yang merupakan gambaran limfoma maligna. Mitosis jarang didapatkan, namun perdarahan dan area nekrosi sering terjadi. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis sarkoma Ewing dapat berupama manifestasi local maupun sistemik. Manifestasi lokal meliputi : nyeri dan bengkak pada daerah femur atau pelvis, meskipun tulang lain dapat juga terlibat. Masa tulang dan jaringan lunak didaerah sekitar tumor sering dan bisa teraba fluktuasi dan terlihat eritema yang



berasal dari perdarahan dalam tumor. Manifestasi sistemik biasanya meliputi : lesu, lemah serta berat badan menurun dan demam kadang terjadi serta dapat ditemukan adanya masa paru yang merupakan metastase. Durasi dari munculnya gejala bisa diukur dalam minggu atau bulan dan seringkali memanjang pada pasien



yang



mempunyai



lesi



primer



pada



aksis



tulang.



Tanda dan gejala yang khas adalah : nyeri,benjolan nyeri tekan,demam (38-40 oC), dan leukositosis (20.000 sampai 40.000 leukosit/mm3).



Diagnosis Riwayat panyakit dan pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan pada semua pasien yang dicurigai sebagai sarcoma Ewing. Perhatian khusus harus ditempatkan pada hal-hal berikut ini :(7) Keadaan umum dan status gizi penderita. Pemeriksaan Nodus limfatikus, meliputi : jumlah, konsistensi, nyeri tekan dan distribusinya baik pada daerah servikal, supraklavikula, axilla serta inguinal harus dicatat.Pada pemeriksaan dada, mungkin didapatkan bukti adanya efusi pleura dan metastase paru, misal penurunan atau hilangnya suara napas, adanya bising gesek pleura pada pemeriksaan paru-paru. Pemeriksaan perut, adanya hepato-splenomegali, asites dan semua massa abdomen harus digambarkan dengan jelas. Pemeriksaan daerah pelvis, bisa dilakukan palpasi untuk mengetahui adanya massa, atau daerah yang nyeri bila ditekan. Pemeriksaan ekstremitas, meliputi pemeriksaan skeletal termasuk test ruang gerak sangat diperlukan. Pemeriksaan system saraf menyeluruh harus dicatat dengan baik. Diagnosis yang dipermasalahkan : klinisnya hal tersebut sangat penting secepatnya untuk mengeluarkan tulang yang terinfeksi. Pada biopsy tingkat esensialnya untuk mengenal keganasan sekitar sel tumor, kejelasan dari osteosarcoma. Sekitar sel tumor yang lain bias menyerupai Ewings yaitu sel reticulum sarcoma dan neuroblastoma metastatik. Pemeriksaan Penunjang Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien yang dicurigai sarcoma Ewing :



1). Pemeriksaan darah : a). Pemeriksaan darah rutin. b). Transaminase hati. c). Laktat dehidrogenase. Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya atau berkembangnya metastase. 2). Pemeriksaan radiologis : a). Foto rontgen. b). CT scan : Pada daerah yang dicurigai neoplasma (misal : pelvis, ekstremitas, kepala) dan penting untuk mencatat besar dan lokasi massa dan hubunganya dengan struktur sekitarnya dan adanya metastase pulmoner. Bila ada gejala neorologis, CT scan kepala juga sebaiknya dilakukan. 3). Pemeriksaan invasif : a). Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi sample sumsum tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk menyingkirkan adanya metastase. b). Biopsi. Biopsi insisi atau dengan jarum pada massa tumor sangat penting untuk mendiagnosis Ewing’s Sarkoma. Jika terdapat komponen jaringan lunak, biopsi pada daerah ini biasanya lebih dimungkinkan.



Radiologi Diagnostik Gambaran radiologist sarcoma Ewing : tampak lesi destruktif yang bersifat infiltratif yang berawal di medulla ; pada foto terlihat sebagai daerah - daerah radiolusen. Tumor cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang – kadang reaksi periostealnya tampak sebagai garis – garis yang berlapis – lapis menyerupai kulit bawang dan dikenal sebagai onion peel appearance. Gambaran ini pernah dianggap patognomonis untuk tuimor ini, tetapi biasa dijumpai pada lesi tulang lain. Stadium Tumor Hingga sekarang ini belum didapatkan keseragaman dalam penerapan system staging untuk sarcoma Ewing. Sistem yang berdasar pada konsep TNM dianggap lebih sesuai untuk penyakit dari pada system yang berdasar pada perluasan penyakit sesudah prosedur pembedahan, oleh karena itu maka pendekatan kkontrol local pada tumor ini jarang dengan pembedahan. Pengalaman menunjukan bahwa besar lesi sarcoma Ewing mempunyai prognosis yang cukup penting. Delapan puluh tujuh persen pasien dengan tumor (T) pada tulang tetap



hidup dalam lima tahun dibandingkan dengan 20 % pada pasien dengan komponen ekstraossea. Nodus limfatikus (N) jarang terlibat. Adanya penyakit metastase (M) akan menurunkan survival secara nyata. Keterlibatan tulang atau sumsum tulang lebih sering didapat dari pada hanya metastase tumor ke paru – paru. Sarkoma Ewing adalah suatu sel tumor bulat tak terdiferensiasi yang tidak memiliki pertanda morfologis. Sarkoma Ewing ini didiagnosis setelah mengeksklusi tumor sel bulat, kecil dan biru yang lain yang meliputi sarcoma tulang



primer,



sarcoma



tulang



primitive,



rabdomiosarkoma,



limfoma,



neuroblastoma dan neuroepitelioma perifer. Lokasi tempat paling umum dari sarcoma Ewing adalah pelvis (21%), femur (21%), fibula (12%), tibia (11%), humerus (11%), costa (7%), vertebra (5%), scapula



(4%),



tulang



kepala



(3%)



dan



tempat



lain



( 8 cm) dan terletek pada ekstrimitas. Ini mengurangi survival bebas penyakit 5 tahun dari 72 % menjadi 22 % dan menaikkan rekurensi lokal dari 10 % menjadi 30 %. Lesi pelvis yang lebih besar dari pada 5 cm akan menurunkan tingkat kontrol lokal dari 92 % menjadi 83 %. 3). Ekstensi ekstraosea menurunkan survival dari 87 % menjadi 20 %. 4). Serum laktat dehidrogenase yang miningkat. 5). Tumor yang responnya buruk terhadap kemoterapi inisial. Prognosis pasien yang hanya mendapatkan radioterapi lebih buruk dari pada menjalani pembedahan dengan/tanpa radioterapi. Sedangkan adanya fraktur patologis tidak mempengaruhi prognosis sarkoma Ewing. Panduan umum Pasien dengan sarkoma Ewing seharusnya diikuti setiap 3 bulan selama 3 tahun, kemudian setiap 6 bulan selama 2 tahun berikutnya, kemudian setiap tahun diperiksa



adanya



kemungkinan



rekurensi.



Panduan khusus yang bisa dipakai adalah evaluasi rutin : Setiap kunjungan klinik dilakukan pemeriksaan sebagai berikut : 1). Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Riwayat penyakit harus diperoleh. Pemeriksaan fisik menyeluruh haruslah dilakukan selama kunjungan pasien. 2). Pemeriksaan darah : a). Pemeriksaan darah rutin. b). Transminase serum hepar. c). Alkali fosfatase. d). Laktat dehidrogenase. 3). Foto rontgen.



7. Penanganan neoplasma ganas dan neoplasma jinak Pengobatan tumor ada berbagai macam, secara umum merupakan kombinasi antara operasi, radiasi dan kimia (kemoterapi). Tumor jinak jika mengganggu dan memungkinkan biasanya dioperasi dan diangkat. Dan



selanjutnya kekambuhan jarang terjadi. Tumor jinak tidak memerlukan terapi radiasi maupun kemoterapi. Berbeda dengan tumor jinak, hanya kanker stadium sangat awal saja yang dapat diterapi dengan operasi semata, selebihnya biasanya diterapi kombinasi antar ketiga macam jenis terapi di atas. DNA microarray dapat digunakan untuk menentukan apakah oncogene atau gen penahan tumor telah termutasi. Di masa depan kemungkinan tumor dapat dirawat lebih baik dengan menggunakan DNA microarray untuk menentukan karakteristik terperinci dari tumor. Sumber : Edwin. S. 2016. Neoplasma. Bedah Mulut PSPDG FKIK. UMY



Daftar Pustaka 1. Aru W. Sudoyo,dkk.2016.Ilmu Penyakit Dalam ,Edisi 6 Jilid 2. Jakarta. : EGC 2. Basri, M Iqbal. 2016. Buku Ajar Anatomi Biomedik 1. Makassar : Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 3. Desen, Wan. 2013. BukuAjarOnkologiKlinisEdisi 2. Jakarta : FKUI. 4. Mescher Anthony L.1979. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas, Edisi 12. Jakarta. Penerbit : EGC 5. Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson.2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6.EGC.Jakarta.