LK DM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KOMPREHENSIF ASUHAN KEBIDANAN PADA PRA KONSEPSI DENGAN PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS WARU



Disusun Oleh : SITI MUSLIMAH NIM. P07224422139



KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI 2022



LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEBIDANAN PADA PRA KONSEPSI DENGAN PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS WARU Asuhan kebidanan pada Ny. M telah diperiksa, dievaluasi dan disetujui oleh pembimbing lahan dan pembimbing institusi di Puskesmas Waru.



Waru, Agustus 2022 Mahasiswa



Siti Muslimah NIM. P07224422139



Mengetahui, Pembimbing Institusi,



Pembimbing Ruangan,



Ita Kusumayanti, S.ST NIP. 198104232002122001



Eti Nurainah, S.Tr.Keb NIP. 198001032002122007



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan limpahan Anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Komprehensif dengan judul menyelesaikan Asuhan Kebidanan pada prakonsepsi dengan penderita Diabetes Mellitus. Hal ini merupakan persyaratan pencapaian target praktik kebidanan stase prakonsepsi sebagai mahasiswa profesi kebidanan Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur. Tak lupa saya sebagai penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing saya, yaitu ibu Ita Kusumayanti, S.ST yang telah membimbing saya dalam menyusun laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Asuhan Kebidanan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan yang akan datang. Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan semoga memberikan manfaat.



PPU, September 2022



Penulis



iii



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................



ii



KATA PENGANTAR .....................................................................................



iii



DAFTAR ISI....................................................................................................



iv



BAB I PENDAHULUAN.................................................................................



5



A. Latar Belakang...................................................................................... B. Tujuan................................................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................



iv



A. Konsep Teori 1. Pengertian.......................................................................................



3



2. Fisiologi..........................................................................................



4



3. Patofisiologi....................................................................................



8



4. Komplikasi......................................................................................



11



5. Pemeriksaan Penunjang..................................................................



14



6. Pelayanan yang dibutuhkan............................................................



15



7. Penatalaksanaan..............................................................................



15



B. Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan 7 Langkah Varney 1. Langkah I (Pengkajian)...................................................................



20



2. Langkah II (Interpretasi data).........................................................



26



3. Langkah III (Identifikasi diagnose dan masalah potensial)............



27



4. Langkah IV (Identifikasi Tindakan segera dan atau kolaborasi)....



27



5. Langkah V (Rencana Menyeluruh asuhan kebidanan)...................



27



6. Langkah VI (Pelaksanaan)..............................................................



28



7. Langkah VII (Evaluasi)..................................................................



28



BAB III TINJAUAN KASUS..........................................................................



30



BAB IV PEMBAHASAN................................................................................



45



BAB V PENUTUP...........................................................................................



53



A. Kesimpulan...........................................................................................



53



B. Saran.....................................................................................................



54



DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................



56



iv



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemi akibat gangguan pada sekresi insulin, aktivitas insulin atau keduanya (Ambady, 2017). DM pada Wanita Usia Subur (WUS) perlu diwaspadai karena WUS yang sudah menikah memiliki peluang untuk mengalami kehamilan. Wanita yang mengalami DM sebelum kehamilan lebih berisiko untuk melahirkan prematur, mengalami persalinan dengan induksi, melahirkan dengan operasi caesar, menderita hipertensi dan memerlukan rawat inap lebih lama di rumah sakit dibandingkan ibu hamil tanpa DM. DM sebelum kehamilan juga mempengaruhi kondisi bayi, yaitu bayi lebih berisiko untuk lahir mati, bayi lahir prematur, berat badan lahir tinggi, skor apgar rendah, resusitasi tingkat tinggi, dirawat di ruang perawatan intensif dan memerlukan rawat inap di rumah sakit lebih lama dibandingkan bayi yang lahir dari ibu tanpa DM. Selain itu, jika wanita dengan DM hamil, anak yang belum dilahirkannya juga memiliki risiko tinggi untuk mengalami DM pada saat dewasa (Chivese, 2016). World Health Organization (WHO) memprediksikan kenaikan jumlah penyadang DM di Indonesia sekitar 21,3 juta pada tahun 2030, tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia menempati urutan ke empat (Damayanti, 2015). Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia tahun 2018 sebanyak 8,5%, wanita dengan DM adalah WUS berdasarkan perhitungan lebih dari 60 juta wanita di dunia (Riskesdas,2018). Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, didapatkan bahwa jumlah penderita Diabetes melitus di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2018 sebanyak 17.490 orang (2,61%), (Riskesdas, 2019).



1



Konsumsi karbohidrat sederhana seperti gula dapat meningkatkan kadar gula darah karena dapat dicerna dengan cepat. Konsumsi makanan yang menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa plasma postprandial dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi asam lemak bebas dalam plasma. Asam lemak bebas dalam plasma juga berperan meningkatkan konsentrasi asetil KoA mitokondria yang menghambat piruvat dehidrogenase sehingga menurunkan oksidasi glukosa (Ardiani, 2018). B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk menerapkan asuhan kebidanan pada pra konsepsi dengan Diabetes Mellitus di Puskesmas Waru. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengumpulan data dasar secara subjektif dan objektif pada kasus pra konsepsi dengan Diabetes Mellitus. b. Menginterpretasi data klien meliputi diagnosa, masalah, dan kebutuhan kasus pra konsepsi dengan Diabetes Mellitus. c. Merumuskan diagnosa potensial dan antisipasi yang harus dilakukan bidan dari kasus pra konsepsi dengan Diabetes Mellitus. d. Mengidentifikasi rencana tindakan segera untuk pra konsepsi dengan Diabetes Mellitus. e. Menyusun rencana tindakan untuk kasus pra konsepsi dengan Diabetes Mellitus. f. Melaksanakan tindakan terhadap kebidanan terkait dengan kasus pra konsepsi dengan Diabetes Mellitus. g. Melakukan



evaluasi



keefektifan



asuhan



yang



diberikan



dan



memperbaiki tindakan yang dipandang perlu. h. Mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek pada asuhan kebidanan pada pra konsepsi dengan Diabetes Mellitus.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. KONSEP TEORI 1. Pengertian Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, ditandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein



sehubungan



dengan



kurangnya



sekresi



insulin



secara



absolut/relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin (Maryunani, 2013). Diabetes melitus salah satu penyakit tidak menular dengan angka mortalitas yang tinggi di dunia, yang diakibatkan kegagalan organ pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang menyebabkan lonjakan dari kadar gula darah (Mildawati et al., 2019). Wanita



berisiko lebih



besar mengalami



diabetes



mellitus



dibandingkan laki-laki, karena secara fisik wanita berpeluang untuk mengalami peningkatan berat badan terutama di usia subur (15-49 tahun) (Pratiwi et al., 2019; Pesa, 2019; Nasution et al., 2018). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas diabetes melitus dengan mengatur men makan yang sehat untuk memperoleh status gizi yang optimal serta melakukan aktivitas fisik secara rutin.



3



2. Fisiologi Menurut (Sukarmin & Riyadi,2013), Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat; sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan glukagon



yang



memegang



peranan



penting



pada



metabolisme



karbohidrat. Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel–sel dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon. Fisiologi Insulin : Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin. Pankreas menghasilkan : 1) Garam NaHCO3 : membuat suasana basa. 2) Karbohidrase : amilase ubah amilum → maltosa. 3) Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa. 4) Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa. 5) Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1 galaktosa. 6) lipase mengubah lipid → asam lemak + gliserol. 7) enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah pepton → asam amino. Kepulauan



Langerhans



membentuk



organ



endokrin



yang



menyekresikan insulin, yaitu sebuah homron antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin ialah sebuah protein yang 4



dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dan karena itu tidak diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan subkutan. Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagia pengobatan dalam hal kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengasorpsi dan menggunakan glukosa dan lemak. Pada pankreas paling sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas



hormonal



yang



disekresikan



oleh



pulau-pulau



(islets)



Langerhans. Dua dari hormon-hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga, somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau, dan yang keempat polipeptida pankreas berperan pada fungsi saluran cerna. Hormon insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam amino yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang. Translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada reticulum endoplasma membentuk preprohormon insulin -- melekat erat pada reticulum endoplasma -- membentuk proinsulin -- melekat erat pada alat golgi -- membentuk insulin -- terbungkus granula sekretorik dan sekitar seperenam lainnya tetap menjadi proinsulin yang tidak mempunyai aktivitas insulin. Insulin dalam darah beredar dalam bentuk yang tidak terikat dan memilki waktu paruh 6 menit. Dalam waktu 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim insulinase dalam hati, ginjal, otot, dan dalam jaringan yang lain. Reseptor insulin merupakan kombinasi dari empat subunit yang saling berikatan bersama oleh ikatan disulfide, 2 subunit alfa (terletak seluruhnya di luar membrane sel) dan 2 subunit beta (menembus membrane, menonjol ke dalam sitoplasma). Insulin berikatan dengan 5



subunit alfa -- subunit beta mengalami autofosforilasi -- protein kinase -fosforilasi dari banyak enzim intraselular lainnya. Insulin bersifat anabolik, meningkatkan simpanan glukosa, asamasam lemak, dan asam-asam amino. Glukagon bersifat katabolik, memobilisasi glukosa, asam-asam lemak, dan asam-asam amino dari penyimpanan ke dalam aliran darah. Kedua hormon ini bersifat berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian besar keadaan disekresikan secara timbal balik. Insulin yang berlebihan menyebabkan hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma. Defisiensi insulin baik absolut maupun relatif, menyebabkan diabetes melitus, suatu penyakit kompleks yang bila tidak diobati dapat mematikan. Defisiensi glukagon dapat menimbulkan hipoglikemia, dan kelebihan glukagon menyebabkan diabetes memburuk. Produksi somatostatin yang berlebihan oleh pankreas menyebabkan hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya. 1)



Sintesis Insulin Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma (mirip sintesis protein) dan menghasilkan praprohormon insulin dengan berat molekul sekitar 11.500. Kemudian praprohormon diarahkan oleh rangkaian "pemandu" yang bersifat hidrofibik dan mengandung 23 asam amino ke dalam sisterna retikulumendoplasma. Struktur kovalen insulin manusia: Di retikulum endoplasma, praprohormon ini dirubah menjadi proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000 dan dikeluarkan dari retikulum endoplasma. Molekul proinsulin diangkut ke aparatus golgi, di sini proteolisis serta pengemasan ke dalam granul sekretorik dimulai.Di aparatus golgi, proinsulin yang semua tersusun oleh rantai B— peptida (C) penghubung—rantai A, akan dipisahkan oleh enzim mirip tripsin dan enzim mirip karboksipeptidase. Pemisahan itu akan menghasilkan insulin heterodimer (AB) dan C peptida. 6



Peptida-C dengan jumlah ekuimolar tetap terdapat dalam granul, tetapi tidak mempunyai aktivitas biologik yang diketahui. 2)



Sekresi Insulin Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi dengan melibatkan sistem mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B pada pulau Lengerhans. Sejumlah kondisi intermediet turut membantu pelepasan insulin : Glukosa apabila kadar glukosa darah melewati ambang batas normal yaitu 80-100 mg/dL maka insulin akan dikeluarkan dan akan mencapai kerja maksimal pada kadar glukosa 300-500 mg/dL. Dalam waktu 3 sampai 5 menit sesudah terjadi peningkatan segera kadar glukosa darah, insulin meningkat sampai hampir 10 kali lipat. Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin yang sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel beta pulau langerhans pancreas. Kecepatan sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan, sebaliknya, dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian kecepatan sekresi insulin akan berkurang sampai kirakira setengah dari kadar normal. Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya, sehingga dalam waktu 2 sampai 3 jam akan mencapai gambaran seperti dataran yang baru, biasanya pada saat ini kecepatan sekresinya bahkan lebih besar daripada kecepatan sekresi pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu terbentuk dan oleh adanya aktivasi system enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel. Naiknya



sekresi



insulin



akibat



stimulus



glukosa



menyebabkan meningkatnya kecepatan dan sekresi secara dramatis. Selanjutnya, penghentian sekresi insulin hampir sama cepatnya, terjadi dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah pengurangan konsentrasi glukosa kembali ke kadar puasa. Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan insulin selanjutnya 7



meningkatkan transport glukosa ke dalam hati, otot, dan sel lain, sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke nilai normal. Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan,



insulin



bekerja



melalui



perantara



kedua



untuk



menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati. Gambar 1 Pankreas



3. Patofisiologi Menurut (Corwin, EJ. 2009), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di 8



samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan



asam



basa



tubuh



apabila



jumlahnya



berlebihan.



Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.



9



Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama



10



sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi). 4. Komplikasi Menurut Sujono & Sukarmin (2008), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang : a. Komplikasi Metabolik Akut 1) Hyperglikemia. Hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut: a) Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang. b) Glukogenesis



(pembentukan



glikogen



dari



glukosa)



berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah. c) Glikolisis



(pemecahan



glukosa)



meningkat,



sehingga



cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan. d) Glukoneogenesis



pembentukan



glukosa



dari



unsur



karbohidrat meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati



11



yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak. Yang tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia, yaitu : a) Ketoasidosis Diabetik (DKA) Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan kematian. b) Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena



defisiensi



insulin



absolut,



namun



relatif,



hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat. c) Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) Terutama komplikasi terapi insulin. Penderita DM mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini 12



dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau



karena



aktivitas



fisik



yang



berat.



Tingkatan



hypoglikemia adalah sebagai berikut: i.



Hipoglikemia ringan Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.



ii.



Hipoglikemia sedang Penurunan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Berbagai tanda gangguan fungsi



pada



sistem



saraf



pusat



mencakup



ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, iii.



Hipoglikemia berat Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemi yang dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami



disorientasi,



serangan



kejang,



sulit



dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran. Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi.



Rekomendasi



biasanya



berupa



pemberian 10-15 gram gula yang bekerja cepat per oral misalnya 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli di 13



apotek, 4-6 ons sari buah atau teh manis, 2-3 sendok teh sirup atau madu. Bagi pasien yang tidak sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi, preparat glukagon 1 mg dapat disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah hormon yang diproduksi sel-sel alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa b. Komplikasi Kronik Jangka Panjang 1) Mikroangiopati



merupakan



lesi



spesifik



diabetes



yang



menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik). 2) Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis.



Gabungan



dari



gangguan



biokimia



yang



disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular. Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. 5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang untuk Diabetes Mellitus mencakup pemeriksaan pemeriksaan gula darah , menurut Sujono & Sukarmin (2008) antara lain: a. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl. b. Gula darah 2 jam post prondial < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik. c. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.



14



d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl. e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa. f. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna. Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif. g. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan. h. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa. i. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes. 6. Pelayanan yang dibutuhkan Menurut (Mansjoer, A dkk. 2008) penatalaksanaan medis yaitu tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.



7. Penatalaksanaan Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu : a. Diet Syarat diet DM hendaknya dapat : 1) Memperbaiki kesehatan umum penderita 2) Mengarahkan pada berat badan normal 3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic. 4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita



15



5) Menarik dan mudah diberikan Prinsip diet DM, adalah : 1) Jumlah sesuai kebutuhan 2) Jadwal diet ketat 3) Jenis : boleh dimakan / tidak Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu: 1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah 2) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya 3) Jenis makanan yang manis harus dihindari Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :



1) Kurus (underweight) BBR < 90 % 2) Normal (ideal) BBR 90% - 110% 3) Gemuk (overweight) BBR > 110% 4) Obesitas apabila BBR > 120%  Obesitas ringan BBR 120 % - 130%  Obesitas sedang BBR 130% - 140%  Obesitas berat BBR 140% - 200%  Morbid BBR >200 % Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah : 1) Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari 2) Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari



16



3) Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari 4) Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari. b. Latihan/ Olah raga. Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam. Adanya kontraksi otot akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel. Penderita diabetes dengan kadar glukosa darah >250mg/dl dan menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menunjukkan hasil negatif dan kadar glukosa darah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormon dan katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah. Pasien yang menggunakan insulin setelah latihan dianjurkan makan camilan untuk mencegah hipoglikemia dan mengurangi dosis insulinnya yang akan memuncak pada saat latihan. c. Penyuluhan Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. d. Obat-Obatan 1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO) a) Mekanisme kerja sulfanilurea Obat



ini



bekerja



dengan



cara



menstimulasi



pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan



17



masih bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih. b) Mekanisme kerja Biguanida Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu : i.



Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik



ii.







Menghambat absorpsi karbohidrat







Menghambat glukoneogenesis di hati







Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.



Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin,



iii.



Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler.



2) Insulin a) Indikasi penggunaan insulin i.



DM tipe I



ii.



DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD



iii.



DM kehamilan



iv.



DM dan gangguan faal hati yang berat



v.



DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren).



vi.



DM dan TBC paru akut g. DM dan koma lain pada DM.



vii.



DM operasi.



viii.



DM patah tulang.



ix.



DM dan underweight.



x.



DM dan penyakit Graves



b) Beberapa cara pemberian insulin i.



Suntikan insulin subkutan 18



ii.



Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain.



19



B. KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN 7 LANGKAH VARNEY I. PENGKAJIAN Pada langkah pengkajian, dilakukan dengan mengumpulkan semua informasi yang lengkap dan akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan keadaan klien. Tanggal Pengkajian



:



Waktu Pengkajian



:



Nama Pengkaji



:



Tempat



:



A. Data Subyektif 1) Identitas Nama



:



Umur



: 15 tahun – 49 tahun Wanita Usia Subur atau bisa disebut masa reproduksi adalah wanita



yang berumur antara 15-49 tahun yang ditandai dengan menstruasi untuk pertama kali (Menarche) dan diakhiri dengan menopause (Wiknjosastro, 2015). Agama



:



Suku/bangsa



:



Pendidikan



: Orang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan tentang diit yang seimbang pasien DM (Cholifah,2016).



Pekerjaan



:



Alamat



:



20



2) Alasan datang periksa/keluhan utama a. Alasan datang periksa Klien datang sendiri terkait persiapan kehamilan. b. Keluhan utama Keluhan utama ibu seorang penderita Diabetes Mellitus. 3) Riwayat kesehatan klien Riwayat penyakit klien yang dapat memperberat atau diperberat karena DM yang diderita.



a. Penyakit Kardiovaskuler: b. Penyakit



Kejiwaan



:



Stress.



Tingkat



stres



dapat



memicu



metabolisme abnormal pada glukosa pada wanita ( Hanifah,2018). 4) Riwayat Kesehatan Keluarga



a. Hipertensi: Sebagai gangguan yang berhubungan dengan kehamilan, pre-eklamsia (Lyoyd, 2013). Beberapa penyakit yang disebabkan oleh Diabetes Mellitus, antara lain : hipertensi, diabetes mellitus, kanker, dan penyakit jantung koroner. b. Diabetes: Menurut penelitian Salim (2014) mengungkapkan adanya gen Diabetes Mellitus, yang diekspresikan pada sel-sel lemak dan kode-kode untuk protein leptin. Diabetes pada kehamilan dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya, preeclampsia, seksio caesaria dan meningkatkan mortalitas janin (Prawirohardjo, 2014). 5) Riwayat Menstruasi a. Menarche Perdarahan (menstruasi) yang terjadi untuk pertama kali disebut menarche, pada umur 12-13 tahun (Manuaba, 2012). Haid pertama kali yang dialami seorang perempuan disebut menarche, yang pada umumnya terjadi pada usia sekitar 14 tahun (Prawirohardjo, 2014). 21



b. Siklus haid Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi berikutnya, tidak kurang dari 24 tapi tidak melebihi 35 hari. Pada usia 25 tahun > 40% perempuan mempunyai panjang siklus berkisar 25-28 hari, usia 25-35 tahun > 60% siklusnya 28 hari. Kurang dari 1% perempuan mempunyai siklus haid teratur dengan panjang siklus < 21 hari atau > 35 hari. Hanya sekitar 20% perempuan mempunyai siklus haid yang tidak teratur (Prawirohardjo, 2014). c. Volume darah haid Volume darah normal adalah tidak melebihi 80 ml dan ganti pembalut 2-6 kali per hari (Prawirohardjo, 2014). d. Lama haid Lama haid 3-7 hari (Prawirohardjo, 2014). e. Ciri/sifat darah haid Ciri darah haid normal adalah tanpa bekuan darah.Bila perdarahan disertai gumpalan darah menunjukkan terjadi perdarahan banyak merupakan keadaan abnormal pada menstruasi (Manuaba, 2012). 6) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas Kehamilan No.



Sua mi



Anak



UK



Persalinan Peny



Jenis



Pnlg



Tmpt



Anak Peny



JK



BB/ PB



H



Nifas M



Abnorm alitas



7) Riwayat KB Riwayat penggunaan kontrasepsi, meliputi jenis kontrasepsi yang pernah digunakan, lama pemakaian dan jarak antara pemakaian terakhir dengan kehamilan.



22



Lakta si



peny



8) Pola Fungsional Kesehatan Pola



Keterangan



Nutrisi



Pola ini meliputi pengaturan jadwal bagi penderita diabetes mellitus yang biasanya adalah 6 kali makan per hari yang dibagi menjadi 3 kali makan besar dan 3 kali makan selingan. Apabila pola makan yang tidak baik seperti yang dianjurkan prinsip 3J maka akan terjadi ketidakstabilan kadar gula darah (Bistara, 2018).



Eliminasi Istirahat Aktivitas



Aktivitas fisik yang cukup dan latihan olah raga secara teratur dapat membantu meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin dan menghindari kegemukan ( Hanifah, 2018).



Personal Hygiene Kebiasaan



Pola Seksual



Penurunan fungsi seksual seiring dengan meningkatnya nilai Indeks karena perubahan hormonal dalam tubuh seseorang dengan obesitas (Tatiana, 2015).



9) Riwayat Psikososiokultural Spiritual a. Psikologis 1. Kehamilan yang direncana/tidak direncana 2. Menerima kehamilan atau tidak



23



3. Perasaan cemas terhadap kahidupan bayi dan dirinya sendiri: seperti apakah bayinya nantinya normal/tidak, terkait persalinan dan pelahiran, keadaan organ vitalnya nantinya (Varney, 2008). 4. Persiapan ibu untuk menghadapi kehamilan dan persalinan. 5. Hubungan ibu dengan suaminya baik/tidak. b. Sosial Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku hidup, gaya hidup dan pola makan serta faktor peningkatan pendapatan mampu mempengaruhi perubahan dalam pemilihan jenis makanan dan jumlah yang dikonsumsi. Sebagai contoh, di daerah perkotaan banyak wanita pekerja. Hal ini mengakibatkan perubahan pola dan jenis makanan. Frekuensi makan diluar rumah cenderung meningkat, dan seringkali makanan cepat saji menjadi pilihan utama (Syarif, 2002).



1. Riwayat pernikahan: pernikahan ke berapa, lama menikah, status pernikahan sah/tidak akan memberi dampak bagi ibu terhadap. kesiapan dirinya dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. 2. Bagaimana penerimaan keluarga terhadap kehamilannya. c. Kultural



d. Spiritual B. Data Obyektif a. Pemeriksaan Umum 3. Kesadaran : Compos Mentis adalah keadaan sadar sepenuhnya dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan. 4. Tanda vital : Tekanan Darah



: 100/70-120/70 mmhg Diabetes Mellitus memiliki risiko peningkatan tekanan



darah (Aulia, 2018). Nadi



: 80-100 kali permenit



Suhu Tubuh



: 360C-37,50C



Pernapasan : 16-20 kali permenit



24



5. Antropometri : Tinggi Badan



:



BB saat ini: Obesitas merupakan faktor risiko yang berperan penting terhadap penyakit Diabetes Melitus, Melitus (Suyono, 2012) Lingkar pinggang



: Lingkar pinggang obesitas akan mempengaruhi atau memperburuk kadar gula darah didalam tubuhnya (Hasanah,2018).



status gizi mempengaruhi tingkatan Diabetes Mellitus IMT



: Semakin tinggi kategori IMT (Underweight, Normal, Overweight, Obesitas) maka semakin tinggi pula atau memperburuk kadar gula darah di dalam tubuh (Hasanah, 2018).



1. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Kepala



:



Kulit kepala dalam keadaan bersih, rambut tidak mengalami



kerontokan



dan



kulit



kepala



tidak



berketombe. Wajah



:



Tidak pucat karena jika mengalami pucat merupakan gejala anemia



Mata



:



Bentuk mata simetris, konjungtiva berwarna merah muda, sklera berwarna putih atau tidak berwarna kuning (ikterus). Ada tidaknya Papiledema, paralisis n. VI kranialis



Hidung



:



Bentuk hidung simetris, hidung dalam keadaan bersih, tidak terdapat sekret dan polip dalam rongga hidung.



Mulut



:



Bentuk mulut simetris, keadaan bibir tidak kering, tidak terdapat stomatitis, tidak terdapat karies pada gigi dan gigi palsu.Tenggorokkan tampak Hipertrofi tonsil.



Telinga



:



Ukuran telinga dalam keadaan simetris, posisi telinga dalam keadaan simetris dan bentuk telinga dalam keadaan simetris dan tidak terdapat cairan yang keluar dari telinga.



Leher



:



Bentuk leher simetris.



25



Dada



:



Dada simetris.



Payudara



:



Puting susu menonjol.



Abdomen



:



Tampak pembesaran atau tidak, dan ada tidaknya hepatomegali.



Genetalia



:



Vulva dalam keadaan bersih



:



Tidak ada benjolan, tidak terdapat lesi dan tidak terdapa



b. Palpasi Kepala



nyeri tekan pada kepala. Leher



:



Tidak terdapat pembesaran yang tidak nomal pada kelenjar tiroid, tidak ada bendungan vena jugularis.



Payudara



:



Pada palpasi, payudara seharusnya lobular, bahkan nodular bila jaringan payudara hipertrofi (Willms, 2010).



Abdomen



:



Tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan



:



bronchial, suara terndengar keras, nyaring, dengan



c. Auskultasi Dada



hembusan yang lembut, terdengar diatas trakea atau daerah



lekuk



suprasternal.



Bronkovesikular,



suara



terdengar nyaring dengan intensitas sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi, terdengar di daerah dada dimana bronkus tertutup oleh dinding dada.Vesicular, terdengar lembut dan halus inspirasi lebih panjang dari ekspirasi (Somantri, 2011). d. Perkusi Dada



:



Umumnya bersuara resonan dan dullness. Karena suara resonan



dihasilkan



oleh



jaringan



paru-paru



yang



normalnya bergaung dan bernada rendah dan suara dullness dihasilkan oleh di bagian atas jantung dan paruparu (Soemantri, 2011). 2. Pemeriksaan Penunjang



a. Pemeriksaan Laboratorium 26



-



Pemeriksaan darah 1. Gula darah sewaktu 2. Gula darah puasa 3. Gula darah 2 jam setelah puasa 4. HbA1c > 6,5 %



II. INTERPRETASI DATA DASAR Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. a. Diagnosis Diagonosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan oleh profesi (bidan) dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosisi kebidanan. Diagnosis : Wanita Pra konsepsi dengan Diabetes Mellitus. b. Masalah Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman/hal yang sedang dialami klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis. c. Kebutuhan Hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah. Rumusan kebutuhan klien akan masuk di dalam rencana intervensi. III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL



Identifikasi masalah atau diagnosis potensial ditegakkan berdasarkan diagnosis dan masalah yang telah ditentukan. IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA



Langkah ini mencakup rumusan tindakan emergensi/darurat yang harus dilakukan untuk menyelamatkan remaja.rumusan ini mencakup tindakan



27



segera yang bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan. V. MENGEMBANGKAN RENCANA INTERVENSI Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosis yang telah di identifikasi atau diantisipasi, termasuk di dalamnya tindakan mandiri, kolaborasi ataupun rujukan.



1)



Jelaskan hasil pemeriksaan Rasional : Penjelasan mengenai hasil pemeriksaan merupakan hak klien dan keluarga (Varney, 2008).



2)



Berikan KIE tentang Diabetes Mellitus untuk persiapan pra konsepsi. Rasional



: Secara umum, Zat gizi makro dan mikro menghasilkan



energi yang diperlukan oleh tubuh. Asupan zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein dan lemak bila di konsumsi berlebihan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. 3) Berikan support mental/dukungan psikologis pada klien untuk menghadapi persiapan kehamilan dengan penyakit penyerta yang diderita. Rasional : Pada keadaan psikologis, klien menbutuhkan support serta dukungan dari calon suami, keluarga serta bidan. sehingga klien dapat merasa tenang. 4) Jelaskan tentang kebutuhan nutrisi yang tepat Rasional : Menambah pengetahuan tentang pentingnya nutrisi memerlukan intruksi khusus yang berkaitan dengan aspek kebutuhan nutrisi, seperti jumlah kalori, protein, zat besi, asam folat dan vitamin C (Varney, 2008).



VI. IMPELEMENTASI



28



Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.



VII. EVALUASI Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk soap.



29



BAB III TINJAUAN KASUS Asuhan kebidanan pra konsepsi dengan Diabetes Mellitus Tanggal Pengkajian : 15 September 2022 Pukul



: 09. 00 WITA



Nama Pengkaji



: Siti Muslimah



Tempat



: Pusban Sesulu (Puskesmas Waru)



S: 1) Identitas Nama Klien



: Ny. M



Nama Suami : Tn. M. I



Umur



: 34 tahun



Umur



: 38 tahun



Suku



: Bugis



Suku



: Bugis



Agama



: Islam



Pendidikan



: SMP



Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: IRT



Pekerjaan



: Swasta



Alamat



: Sesulu RT.03



Agama



: Islam



2) Alasan Datang Periksa/Keluhan Utama Klien mengatakan ingin melakukan pemeriksaan persiapan kehamilan Keluhan Utama :



Klien mengatakan ingin program kehamilan namun klien memiliki penyakit penyerta.



3) Riwayat Kesehatan Klien a. Riwayat Kesehatan yang Lalu Klien tidak memiliki penyakit kelainan reproduksi, penyakit darah, penyakit saluran pencernaan, penyakit hati, penyakit ginjal dan



30



saluran kencing, penyakit saraf, penyakit jiwa, penyakit sistem imunologi, penyakit infeksi dan penyakit menular seksual. Penyakit DM diderita sejak tahun 2018. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien tidak memiliki penyakit kelainan reproduksi, penyakit kardiovaskuler, penyakit darah, penyakit paru-paru, penyakit saluran pencernaan, penyakit hati, penyakit ginjal dan saluran kencing, penyakit saraf, penyakit jiwa, penyakit sistem imunologi, penyakit infeksi dan penyakit menular seksual. Pasien merasa gampang lelah, dan gatal-gatal pada daerah selangkangan/lipatan paha dan lengan. Kadang nyeri kemih (ISK). Klien adalah penderita DM. Klien mengkonsumsi obat DM secara rutin yaitu Metformin setiap sebelum makan dan sebelum tidur. 4) Riwayat Kesehatan Keluarga Ibu klien penderita hipertensi dan di keluarga tidak ada yang menderita DM seperti klien. 5) Riwayat Menstruasi Klien mengatakan pertama kali menstruasi (menarche) pada usia 12 tahun, siklus menstruasi teratur 28 hari, lama menstruasi ± 7 hari, ganti pembalut sebanyak 3 kali sehari, warna darah merah encer kadang disertai gumpalan. 6) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas N o 1 2



Suami



Kehamilan An UK ak



Persalinan



Anak



Nifas



Peny



Jenis



Pnlg



Tmpt



Peny



JK



BB/PB



H



M



Abnormal itas



Laktasi



Peny



Tn.MI



1



aterm



-



SC



SPOG



RS



CPD



P



3900/50



(+)



-



-



ya



-



Tn.MI



2



aterm



-



SC



SPOG



RS



CPD



P



3400/47



(+)



-



-



ya



-



31



7) Riwayat KB Klien pernah memakai kontrasepsi suntik 3 bulan, dan sekarang sudah tidak memakai jenis alat kontrasepsi apapun. 8) Pola Fungsional Kesehatan Pola



Keterangan



Nutrisi



Makan 1-2 kali/hari dengan porsi makan nasi seporsi lebih, lauk pauk 2 potong, sayur dan buah pisang, air putih ± 4-5 gelas/hari. Sering mengkonsumsi cemilan, dan minuman kemasan/ teh es manis setiap hari



Eliminasi



BAK : 7-8 kali/hari, berwarna kuning jernih, konsistensi cair. BAB : 1 kali/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi lunak



Istirahat



Klien tidak pernah istirahat siang/ tidak bisa tidur siang Tidur malam ± 5-6 jam/hari



Aktivitas



Aktivitas klien sehari-hari melakukan pekerjaan rumah dan berdagang makanan ringan di rumahnya, dan tidak pernah olahraga.



Personal



Klien mandi 2 kali/hari dan ganti baju rutin setiap setelah mandi, ganti



Hygiene



celana dalam setelah BAK.



Pola



Klien melakukan hubungan seksual 1-2 kali seminggu.



Seksual Kebiasaan



Klien tidak ada memiliki hewan peliharaan atau kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan Klien.



9) Riwayat Psikososiokultural Spiritual a. Psikologi : Klien mengaku berharap segera hamil dan ingin sekali memiliki anak laki-laki, namun juga khawatir dengan penyakit yang diderita. Suami selalu memberi dukungan kepada klien dan tidak menuntut untuk segera mempunyai keturunan.



32



b. Sosial



: Klien merupakan keluarga besar, sehingga banyak dukungan dari keluarga dengan kondisinya saat ini. Ini pernikahan pertama, dengan usia pernikahan 12 tahun. Status perkawinan sah.



c. Kultural



: Tidak ada kebudayaan maupun kebiasaan khusus yang dapat mempengaruhi kesehatan klien.



d. Spiritual



: Tidak ada kegiatan keagamaan maupun kebiasaan khusus yang dapat mempengaruhi kesehatan klien.



O : 1. Pemeriksaan Umum Kesadaran



: compos mentis



Tanda – Tanda Vital



:



Tekanan Darah



: 102/72 mmHg



Nadi



: 82 kali / menit



Suhu



: 36,3 oC



Pernafasan



: 20 kali / menit



Antropometri



:



Berat Badan saat ini : 49 kg, BB sebelumnya : 62 kg Tinggi Badan



: 143,5 cm.



IMT



:



BB 49 = 2= T B 143❑2



2. Pemeriksaan Fisik Kepala



: simetris, tidak ada lesi, warna rambut hitam, distribusi rambut merata, kebersihan rambut baik, tidak terdapat nyeri tekan, dan benjolan abnormal.



Wajah



: simetris, bentuk wajah oval, tidak pucat, tidak teraba oedema, pipi tampak tembem.



Mata



: simetris, konjungtiva berwarna merah muda, sklera berwarna putih, tidak terdapat pengeluaran kotoran, palpebra tidak oedema 33



Hidung



: simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, kebersihan cukup, tidak ada polip



Mulut



: bibir lembab, tidak pucat, tidak ada stomatitis, tidak terdapat caries dentis, gigi geraham lengkap, lidah tremor, tidak terdapat pembengkakan pada tonsil, tidak ada tanda peradangan.



Telinga



: simetris, tidak ada pengeluaran cairan atau serumen berlebihan



Leher



: tidak terdapat pemebesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan pada vena jugularis, terdapat bekas luka pemasangan trakeostomi.



Dada



: simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada saat klien bernafas, suara nafas terdengar vesikuler, tidak terdengar suara nafas tambahan seperti bronchi, wheezing, ronchi, BJ I dan BJ II teratur yaitu lup dan dup.



Payudara



: tidak teraba benjolan abnormal pada payudara, tidak teraba pembesaran kelenjar limfe.



Abdomen



: tampak ruam merah pada perut, terdapat luka bekas operasi sesar, bising usus 9x/menit, kandung kemih kosong.



Genitalia



: vulva tidak oedema, tidak ada varices, tampak pengeluaran darah berwarna merah kecoklatan(flekflek).



Anus



: tidak terdapat hemoroid.



Ekstremitas : Atas



: turgor kulit baik, terdapat shin spot, capillary refill time kembali