14 0 509 KB
BAB I Pendahuluan
1.1
Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus otot-otot dan organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng pertahanan terhadap bakteri. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Organ-organ adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah diketahui mempunyai nilai-nilai kosmetik. Kulit juga merupakan sensasi raba, tekan, suhu, nyeri, dan nikmat berkat jalinan ujungujung saraf yang saling bertautan. Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan: epidermis, dermis, dan lemak subkutan. Epidermis, bagian terluar dari kulit dibagi menjadi dua lapisan utama yaitu stratum korneum dan stratum malfigi. Dermis terletak tepat di bawah epidermis, dan terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin, dan retikulin yang tertanam dalam substansi dasar. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh. Juga terdapat limfosit, histiosit, dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan invasi benda-benda asing. Di bawah dermis terdapat lapisan lemak subcutan yang merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk pertahankan suhu tubuh dan tempat penyimpanan energi. Salah satu penyakit kulit yang paling sering dijumpai yakni Dermatitis yang lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan. Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masingmasing memiliki indikasi dan gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen
1
(penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada berbeda, antara lain dermatitis. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada anak dengan Dermatitis Atopik (Eksim)”.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa yang dimaksud pengertian Dermatitis Atopik?
1.2.2
Apa sinonim Dermatitis Atopik?
1.2.3
Apa etiologi Dermatitis Atopik?
1.2.4
Apa patofisiologi Dermatitis Atopik?
1.2.5
Apa manifestasi Dermatitis Atopik?
1.2.6
Apa pemeriksaan penunjang Dermatitis Atopik?
1.2.7
Apa pemeriksaan Diagnostik Dermatitis Atopik?
1.2.8
Bagaimana penatalaksanaan Dermatitis Atopik?
1.2.9
Apa komplikasi Dermatitis Atopik?
1.2.10
Bagaimana Konsep Asuahan Keperawatan Dermatitis Atopik?
1.3
Tujuan Masalah Adapun tujuan dari penyusunan makalah pada materi ini yaitu,
1.3.1
Tujuan umum Makalah ini penulis susun untuk menambah ilmu tentang Asuhan Keperawatan pada anak dengan Dermatitis Atopik (Eksim).
1.3.2
Tujuan Khusus Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan Anak
2
Bab II Konsep Dasar Penyakit 2.1
Pengertian Dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T dan sel Mast. Histamin dari sel Mast menyebabkan rasa gatal dan eritema, (Corwin, 2009). Dermatitis atopik adalah suatu dermatitis yang bersifat kronik residif yang dapat terjadi pada bayi, anak dan dewasa dengan riwayat atopi pada penderita atau keluarga (Dharmadji, 2006). Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronis dan residitif yang sering disertai oleh kelainan atopik lain, seperti rhinitis alergika dan asma, manifestasi klinis dermatitis atopik bervariasi menurut usia (Bieber, 2008).
2.2
Sinonim Banyak istilah lain dipakai sebagai sinonim dermatitis atopik ialah ekzema atopik, ekzemakonstitusional, ekzemafleksural, neurodermitis diseminata, prurigo Besnier. Tetapi yang paling sering digunakan ialah dermatitis atopik.
2.3
Etiologi Terbagi 2, yaitu : a. Faktor Endogen 1) Sawar Kulit Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering baik didaerah lesi maupun nonlesi, dengan mekanisme yang kompleks danterkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Disebabkan karena hilangnya ceramide yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air di ruang ekstra seluler stratum korneun. Kelainan fungsi sawar kulit
mengakibatkan
peningkatan
transepidermal
water
lost
(TEWL), kulit akan makin kering dan merupakan port d’entry untuk terjadinya penetrasi alergen, iritasi, bakteri dan virus.
3
2) Genetik Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat DA dalam keluarga. Jumlah penderita dikeluarga meningkat 50% apabila salah satu orang tuanya DA, 75% bila kedua orang tuanya menderita DA. 3) Hipersensitivitas Berbagai hasilpenelitian terdahulu membuktikan adanya peningkatan kadar IgE dalam serum dan IgE dipermukaan sel Langerhans epidermis. Pasien DA bereaksi positif terhadap berbagai alergen, misalnya terhadap alergen makanan 40-96% DA bereaksi positif (pada food challenge test). 4) Faktor Psikis Didapatkan antara 22-80% penderita DA menyatakan lesi DA bertambah buruk akibat stres emosi.
b. Faktor Eksogen a) Iritan Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagi obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari dan pakaian wol (Boediardja, 2006). b) Alergen Penderita DA mudah mengalami terutama terhadap beberapa alergen,anatra lain: 2.1 Alergen hirup, yaitu debu rumah. 2.2 Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usis kurang dari 1 tahun (mungkin karna usus yang belum bekerja sempurna). 2.3 Infeksi: infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90% lesi DA.
4
c) Lingkungan Faktor
lingkungan
yang
kurang
bersih
berpengaruh
pada
kekambuhan DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida, sulfur dioksida), suhu yang panas, kelembaban dan keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan DA.
2.4
Patofisiologi Penyebabnya belum diketahui pasti. Gambaran klinis yang muncul diakibatkan oleh kerja sama berbagai faktor konstitusional dan faktor pencetus. Sekitar 70% penderita ditemukan riwayat stigmata atopi (herediter) berupa asma bronchial, rinitis alergik, konjungtivitis alergik dan dermatitis atopik dalam keluarganya. Keadaan atopi ini diturunkan, mungkin tidak di ekspresikan oleh gen tunggal, tetapi oleh banyak gen (polygenic). Pada penderita dermatitis atopik, ditemukan peningkatan jumlah IgE di dalam serum. Antigen akan ditangkap oleh fagosit kemudian akan dipresentasikan ke sel T2 Helper (Sel Th2) . Sel Th2 akan memproduksi Sitokin kemudian mengaktifkan seL-sel B untuk tumbuh dan berdiferensiasi sehingga menghasilkan Antibodi IgE. IgE menempel di sel mast, lalu melepaskan mediator kimia berupa Histamin. Histamin dianggap sebagai zat penting yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaksis dan menekan produksi sel T sehingga terjadi peningkatan IgE yang akan menyebabkan pruritus (rasa gatal) pada penderita. Sel mast akan meningkat pada lesi dermatitis atopik kronis. Sel ini mempunyai kemampuan
melepaskan
histamin.
Histamin
sendiri
tidak
dapat
menyebabkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat tersebut menyebabkan pruritus dan eritema, mungkin karena garukan akibat gatal menimbulkan lesi
ekzematosa.
Pada
pasien
dermatitis
atopik
kapasitas
untuk
menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetik.
5
Imunitas seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat juga akan menurun pada 80% penderita dermatitis atopik, akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) meningkat sehingga berakibat meningkatnya kerawanan (suseptibilitas) terhadap infeksi virus, bakteri
dan
jamur, lalu
menimbulkan sensitisasi
terhadap reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (tipe 1) Rasa gatal (pruritus) dan reaktivitas kulit yang kuat merupakan tanda penting pada dermatitis atopik. Pruritus dapat timbul karena faktor intrinsik kulit, yaitu ambang gatal yang rendah. Eksaserbasi pruritus timbul disebabkan oleh berbagai macam faktor pencetus yang akan memperburuk dermatitis atopik, antara lain :
Makanan, inhalan berbagai alergen lain (seperti debu, kapuk, bulu binatang, serbuk sari, karpet, boneka berbulu). Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi terhadap alergen tsb dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersensitivitas tipe 1
Kelembaban rendah sehingga menyebabkan kulit menjadi kering karena ada penurunan kapasitas pengikatan air, kehilangan air yang tinggi di transepidermal, dan penurunan isi air. Pada bagian kehilangan air mengalami kekeringan yang lebih lanjut dan peretakan dari kulit, menjadi lebih gatal.
Keringat berlebih, disebabkan lingkungan yang bersuhu panas/dingin dan kelembaban tinggi atau rendah, sinar matahari.
Penggunaan bahan iritan, seperti wol, sabun, deterjen, dll akan memicu terjadinya pruritus pada kulit.
Faktor psikologik juga berpengaruh pada dermatitis atopik. Factor psikologik
ini
juga
merupakan
factor
pencetus
yang
dapat
memperburuk dermatitis atopik. Misalnya saja seseorang yang stress emosional, dapat menimbulkan respons gatal sehingga menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Karena stress, tubuh penderita akan terpajan oleh alergen yang sama. Kemudian timbul sensitisasi terhadap reaksi hipersensitivitas tipe 1, sehingga terjadi peningkatan IgE dalam
6
jumlah yang lebih besar. Maka dari itulah akan timbul infeksi sekunder yang dapat memperburuk dermatitis atopik. WOC
2.5
Manifestasi klinis Ada 3 fase klinis DA yaitu : a. DA Infatil (2 bulan – 2 tahun) DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan kedua. Lesi mula-mula tampak di daerah muka (dahi-pipi) berupa eritema, papul-vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya menyebabkan krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi bisa ditemukan di daerah ekstendor ekstremitas. Sebagian besar penderita sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.
7
b. DA Anak (2 tahun – 10 tahun) Dapat merupakan lanjutan bentuk DA Infatil ataupun timbul sendiri (denovo). Lokasi lesi di lipatan siku/ lutut, bagian fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat menganggu pertumbuhan
c. DA pada Remaja dan Dewasa Lokasi lesi pada remaja adalah lipatan siku/lutut, samping leher, dahi dan sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karateristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi setempat misalnya bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di daerah lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar cenderung berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuma. Bisa didapati ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya menjadi
hiperpigmentasi.
Umumnya
DA
remaja
dan
dewasa
berlangsung lama kemudian cenderung membaik setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan sebagian kecil sampai tua.
2.6
Pemeriksaan penunjang a. Tes Tempel Terbuka. Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap. b. Tes Tempel Tertutup. Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.
8
c. Tes tempel dengan Sinar Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid. Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan
9
hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.
2.7
Pemeriksaan diagnotik Antara lain : 1) Darah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE 2) Dermatografisme
putih.
Penggoresan
pada
kulit
normal
akan
menimbulkan tiga respons , yakni berturut-turut akan terlihat garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna merah disekitarnya selama beberapa detik, dan edema timbul sesuah beberapa menit. Penggoresan pada pasien atopik akan bereaksi berlainan. Garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2-5 menit, edema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih. 3) Percobaan asetilkolin. Suntikan secara intrakutan 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang dengan dermatitis atopik akan timbul vasokonstriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam. 4) Percobaan histamin. Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi, eritema akan berkurang dibandingkan dengan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit yang normal.
Selain itu, HANIFIN dan LOBITZ (1977) menentukan kriteria diagnosis dermatitis atopik secara rinci sebagai berikut : Harus terdapat :
Pruritus
Morfologi dan distribusi yang khas: likenifikasi fleksural pada orang dewasa, gambaran dermatitis di pipi dan ekstensor pada bayi.
Kecenderungan menjadi kronis atau kambuh.
10
Ditambah 2 atau lebih tanda lain :
Adanya penyakit atopic (asma bronchial, rinitis alergik, dermatitis atopik) pada penderita atau anggota keluarganya.
Tes kulit tipe cepat yang reaktif
Dermografisme putih atau timbul kepucatan pada tes dengan zat kolinergic
Katarak subkapsular anterior.
Ditambah 4 atau lebih butir berikut ini :
2.8
Xerosis/ iktiosis/ hiperlinear Palmaris
Pitiriasis alba
Keratosis pilaris
Kepucatan fasial/ warna gelap infra orbital
Tanda dennie morgan
Peningkatan kadar IgE
Keratokunosus
Kecenderungan mendapatkan dermatitis nonspesifik di tangan
Kecenderungan infeksi kulit yang berulang
Penatalaksanaan 1. Non-Farmakologi 1) Hindari iritan atau allergen 2) Hindari garukan atau trauma lain pada kulit 3) Kompres dingin untuk menghindari peradangan 4) Hindari vaksinasi cacar 5) Penghindaran faktor alergen pada bayi berumur kurang dari l tahun akan mengurangi beratnya gejala. DA. Maka dianjurkan agar bayi dengan riwayat keluarga alergi memperoleh hanya ASI sedikitnya 3 bulan, bila mungkin 6 bulan pertama dan ibu yang menyusui dianjurkan untuk tidak makan telur, kacang tanah, terigu, dan susu sapi. Susu sapi diduga merupakan alergen kuat pada bayi dan anak, maka bagi mereka yang jelas alergi terhadap susu dapat dipergunakanbangkan untuk menggantinya dengan susu kedelai,
11
walaupun kemungkinan alergi terhadap susu kedelai masih ada. 60% penderita DA di bawah usia 2 tahun memberikan reaksi positif pada uji kulit terhadap telur, susu, ayam, dan gandum. Reaksi positif ini akan menghilang dengan bertambahnya usia. Walaupun pada uji kulit positif terhadap antigen makanan tersebut di atas, belum tentu mencerminkan gejala klinisnya. Demikian pula hasil uji provokasi, sehingga membatasi makanan anak tidak selalu berhasil untuk mengatasi penyakitnya. Pengobatan bayi dan anak dengan dermatitis atopik harus secara individual dan didasarkan pada keparahan penyakit.
Sebaiknya strategi terapeutik dibagi
menjadi strategi yang ditujukan untuk pengobatan ruam dan strategi untuk pencegahan penyakit yang akan datang. Orangtua cenderung lebih berfokus pada identifikasi
penyebab. Namun,
mengetahui salah satu atau beberapa faktor lingkungan yang bila dihilangkan akan memberikan harapan penyembuhan jarang terjadi. Sebaliknya, sebaiknya pikirkan keadaan tersebut sebagai salah satu sensivitas kulit yang diwariskan. Pada sensitivitas tersebut, berbagai faktor yang mempercepat, seperti kulit kering (xerosis), panas, infeksi, alergen spesifik, iritan lokal atau keadaan psikkologis, dapat menyebabkan berbagai tingkat kekambuhan penyakit. (Abraham M. Rudolph, dkk, 2006) 2. Farmakologi 1) Pemberian antihistamin untuk mengontrol rasa gatal 2) Steroid topikal dosis rendah untuk mengurangi peradangan dan memungkinkan penyembuhan 3) Krim emollient 4) Cuci dengan larutan garam faal atau koloid “oatmeal”.
2.9
Komplikasi 1. Pada anak penderita Dermatitis atopik, 75% akan disertai penyakit alergi lain di kemudian hari. Penderita Dermatitis atopik mempunyai kecenderungan untuk mudah mendapat infeksi virus maupun bakteri
12
(impetigo, folikulitis, abses, vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes). 2. Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Terjadi vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadi penyebaran ke daerah kulit normal 3. Penderita Dermatitis atopik, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloni Staphylococcus aureus.
13
Bab III Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1.
Pengkajian a.
Identitas: dapat terjadi pada semua usia. Wanita lebih tinggi dibandingkan pria.
b.
Keluhan utama: pruritus, eritema, nyeri, susah tidur
c.
Riwayat penyakit sekarang: pada usia 2 bulan- 2 tahun terdapat eritema berbatas tegas, disertai papul-papul dan vesikel-vesikel miliar, bersifat erosif, eksudatif, dan berkrusta. Usia 3-10 tahun lesi tidak eksudatif lagi, sering disertai hiperkeratosis, hiperpigmentasi, dan hipopigmentasi. Sedangkan pada usia > 13 tahun, lesi selalu kering dan dapat diserta likenifikasi dan hiperpigmentasi. Selain itu, pruritus hebat menyebabkan penggarukan terus-menerus mengakibatkan eksematosa.
d.
Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan adanya riwayat dengan asma, hayfever, dan rhinitis kronik terutama anak-anak. Adanya alergi terhadap berbagai alergen, misalnya iritasi kulit oleh wol, air, sabun yang keras.
e.
Riwayat penyakit keluarga: adanya penyakit atopik pada keluarga
f.
Pengkajian psikologi: keadaan stres dapat memicu keparahan dermatitis atopik. Anak-anak sering mengalami ketidaknyamanan sehingga rewel.
g.
Pengkajian lingkungan : adanya perubahan cuaca, kelembaban yang cukup. Lingkungan yang berdebu dapat sebagai alergen.
ADL : Nutrisi : kaji diet yang berhubungan dengan eksaserbasi penyakit.
14
Biasanya anak-anak mengalami gangguan tumbuh kembang akibat
dari
pemasukan
nutrisi
yang
tidak
adekuat.
Ketidaknyamanan dari adanya lesi membuat anak
rewel
sehingga menyebabkan gangguan pemasukan nutrisi (makanan maupun minuman). Eliminasi : biasanya tidak ditemukan masalah Hygiene : kebersihan diri pada awalnya harus dikaji, karena kebersihan diri yang kurang juga sebagai salah satu predisposisi untuk dermatitis atopik. Aktivitas : dapat tergantung pada distribusi lesi yang ada. h.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan persistem 1) B1 (Breathing): pneumonia. 2) B2 (Blood): septikemi, hipotermia, dekompensasi kordis, trombophlebitis. 3) B3 (Brain): nyeri (pruritus). 4) B4 (Bladder) 5) B5 (Bowel): diare. 6) B6 (Bone): pruritus, kulit kering, pitriasis, ruam, eritema, eksim/krusta, hiperpigmentasi.
2.
Diagnosa 1) Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi 2) Nyeri b.d lesi kulit 3) Resiko infeksi b.d lesi, bercak-bercak merah pada kulit
15
3.
Perencanaan
No. NANDA 1.
Kerusakan
NOC
NIC
Integritas Integritas
Kulit
Kulit
Data Penunjang :
Mukosa
Jaringan: Pengawasan Kulit Membran Amati warna, kehangatan (suhu),
&
bengkak, getaran, tekstur, edema,
Kulit luka, gatal, warna Integritas kulit yang
dan nanah pada ektremitas
bisa Periksa
kulit hitam abu2, kering
baik
bersisik
dipertahankan
suhu yang ekstrim, atau drainase
(sensasi,
dari kulit dan membran mukosa
Turgor kulit jelek
elastisitas,
kemerahan,
hidrasi, Pantau
temperatur, pigmentasi)
sumber
perubahan
tekanan
dan
pergeseran
Tidak ada luka/ lesi Pantau infeksi, khususnya pada pada kulit
daerah edematous
Perfusi jaringan baik Menunjukkan pemahaman
Pantau area yang tidak berwarna dan memar kulit dan membrane
dalam
mukosa
proses perbaikan kulit Pantau kelainan kekeringan dan dan
mencegah
sedera Periksa keketatan pakaian
terjadinya
Catat
berulang Mampu
kelembaban kulit
melindungi
perubahan
atau
membrane mukosa
dan Tegakkan
kulit
kulit
ukuran
untuk
mempertahankan
pencegahan lanjutan yang lebih
kelembaban kulit dan
buruk
perawatan alami
2.
Nyeri
Kontrol Resiko
Data penunjang :
Klien
Mengatupkan rahang / mengepalkan tangan Agitasi
Manajemen Nyeri :
melaporkan Kaji nyeri secara komprehensif (
nyeri berkurang dg
lokasi,
scala 2-3
frekuensi,
Ekspresi wajah tenang
karakteristik, kualitas
dan
presipitasi ).
16
durasi, faktor
Ansietas
klien dapat istirahat Observasi reaksi NV dr ketidak
Perubahan pola tidur Menarik
diri
dan tidur
nyamanan. Gunakan
bila
terapeutik
disentuh
teknik
komunikasi
untuk
mengetahui
Mual dan muntah
pengalaman nyeri klien sebelumnya
Gambaran kurus
Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis). Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi
dll)
untuk
mengetasi nyeri.. Kolaborasi
pemberian
analgetik
untuk mengurangi nyeri. Evaluasi
tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri. Monitor TTV
3.
Resiko infeksi
Kriteria Hasil: Klien
Data Penunjang :
tanda
Kulit luka, gatal, warna
infeksi
kulit hitam abu2, kering bersisik Turgor kulit jelek
Kontrol Infeksi dari Bersihkan
bebas dan
gejala
setelah
dipakai pasien lain Pertahankan teknik isolasi
Mendeskripsikan proses
lingkungan
Batasi pengunjung bila perlu
penularan Instruksikan
penyakit, faktor yang
serta
penatalaksaannya Menunjukkan kemampuan
untuk
cuci tangan saat berkunjung Pertahankan lingkungan aseptik
mempengaruhi penularan
pengunjung
selama pemasangan alat Tingkatkan intake nutrisi Kolaborasi pemberian antibiotik
untuk Monitor
kerentanan
17
terhadap
mencegah timbulnya
Berikan perawatan pada kulit area
infeksi Jumlah
infeksi
leukosit
dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehat
epidema Inspeksi
kulit
dan
membran
mukosa terhdap kemerahan, panas, drainase Ajarkan cara menghindari inspeksi
18
Bab IV Penutup 4.1
Kesimpulan
4.2
Saran Semoga makalah ini berguna bagi pembaca sehingga bisa menerapkan tindakan-tindakan sederhana jika anak terkena dermatitis atopik.
19
Daftar Pustaka Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Jogjakarta : Mediaction Jogjakarta
https://sehati11022012.blogspot.co.id/2013/11/askep-pada-pasien-dermatitisatopik_7362.html
http://dokumen.tips/download/link/pathway-dermatitis-kontak-iritan
http://eprints.undip.ac.id/44524/3/DanisaDiandra_22010110130163_BAB_II.pdf
https://www.academia.edu/11892806/Askep_Dermatitis_Atopik
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35350/4/Chapter%20ll.pdf
20