MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA KLP 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA “PRA BENCANA PADA DISABILITAS”



DISUSUN OLEH : 1. AHMAD RIFAI (P07120421002A) 2. BAIQ DINDIN ADE PRANITA (P07120421006A) 3. DENDA VENA ARDA (P07120421012A) 4. DEWA AYU LINDA MAHAYANI (P07120421014A) 5. NIRMALAWATI (P07120421020A) 6. NUR MAULINA (P07120421021A) 7. NURUNNISWATI (P07120421023A) 8. RIZKY DWI KURNIAWAN (P07120421026A) 9. TAUFAN INDRA PANDI (P07120421033A) KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI AHLI JENJANG SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MATARAM 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pra Bencana Pada Remaja” dalam rangka menyelasaikan tugas mata kuliah Keperawatan Bencana Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahua yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan ba hkan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapa memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.



Mataram,



Oktober 2021



Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumsan Masalah C. Tujuan BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Pra Bencana B. Konsep Disabilitas BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA



BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan terjadinya bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir dan angin puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam, seperti tanah longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan.



The



United



National



Disaster



Management



Training



Program,mendefinisikan bencana adalah kejadian yang datang tiba-tiba dan mengacaukan fungsi normal masyarakat atau komunitas. Peristiwa atau rangkain kejadian yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan atau kerugian infrastruktur, pelayanan umum, dan kehidupan masyarakat. Peristiwa ini diluar kapasitas normal dari masyarakat untuk mengatasinya, sehingga memerlukan



bantuan



dari



luar



masyarakat



tersebut



(Kollek,



2013).Berdasarkan pengertian-pengertian bencana diatas, bencana dapat diartikan sebagai suatu kejadian atau peristiwa yang tidak dapat diatasi oleh masyarakat dan dapat menimbulkan korban jiwa, kerusakan maupun kerugian harta benda. Menurut Badan Penanggulan Bencana Inonesia (2016) telah terjadi 2.384 bencana alam di seluruh Indonesia.Angka ini meningkat signifikan dibanding tahun 2015 dimana catatan bencana alam berjumlah



1.732 kejadian. Selama 2016 terjadi 766 bencana banjir, 612 longsor, 669 puting beliung, 74 kombinasi banjir dan longsor, 178 kebakaran hutan dan lahan, 13 gempa, tujuh gunung meletus, dan 23 gelombang pasang dan abrasi. Dampak yang ditimbulkan bencana telah menyebabkan 522 orang meninggal dunia dan hilang, 3,05 juta jiwa mengungsi dan menderita, 69.287 unit rumah rusak dimana 9.171 rusak berat, 13.077 rusak sedang, 47.039 rusak ringan, dan 2.311 unit fasilitas umum rusak (BNPB, 2016). B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi pra bencana? 2. Bagaimana kesiapsiagaan terhadap bencana? 3. Bagaimana penanggulangan pra bencana? 4. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana? 5. Apa definisi Disabilitas? 6. Bagaimana tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada orang dengan kecacatan/disabilitas pra bencana? 7. Bagaimana pengurangan risiko bencana inklusif bagi penyandang disabilitas? 8. Bagaimana penanggulangan bencana berbasis penyandang disabilitas?



C. Tujuan



1. Mengetahui pengertian pra bencana 2. Mengetahui kesiapsiagaan terhadap bencana? 3. Mengetahui penanggulangan pra bencana? 4. Mengetahui kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana? 5. Mengetahui definisi Disabilitas? 6. Mengetahui tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada orang dengan kecacatan/disabilitas pra bencana? 7. Mengetahui pengurangan risiko bencana inklusif bagi penyandang disabilitas? 8. Mengetahui penanggulangan bencana berbasis penyandang disabilitas?



BAB II



TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pra Bencana 1. Pengertian Pra Bencana Pra



bencana



mencakup



kegiatan



pencegahan,



mitigasi,



kesiapsiagaan, serta peringatan diri. Pengetahuan kebencanaan adalah kemampuan dalam mengingat peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam atau faktor non-alam yang dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Pembriati, Santosa, & Sarwono, 2015). Kesiapsiagaan bencana merupakan tindakan kolaboratif integral dari berbagai lembaga seperti rumah sakit, otoritas kesehatan setempat, pertahanan sipil, dan lainnya (Naser & Saleem, 2018). Dalam siklus manajemen bencana kolaborasi antara sektor publik, swasta, dan organisasi terkait untuk membangun manajemen bencana yang efektif. Kolaborasi antara pengetahuan dan tindakan dari tiap organisasi yang berbeda sangatlah penting dalam mempersiapkan aspek pencegahan-kesiapsiagaanmitigasi bencana, yang terbukti efektif dalam mengurangi korban jiwa dan kerusakan sarana-prasarana (Ulum, 2014) 2. Kesiapsiagaan Terhadap Bencana



Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah tindakantindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil. Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara individu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.



Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah: a. kemampuan menilai resiko b. perencanaan siaga c. mobilisasi sumberdaya d. pendidikan dan pelatihan e.



koordinasi



f. mekanisme respon g. manajemen informasi h. gladi/ simulasi Kegiatan kesiap-siagaan lainnya yaitu: a.



Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.



b.



Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).



c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan d. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik. e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.



f.



Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)



g. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan) h. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan) 3. Penanggulangan Pra Bencana a. Prosedur & tahapan penanggulangan pra bencana 1) Merencanakan dan melaksanakan kegiatan Ronda (pemantauan, informasi dan komunikasi). 2) Mengamati



perkembangan



aktivitas



gunung



Merapi



saling



menginformasikan dan mengkomunikasikan perkembangan. 3) Merencanakan dan Mensosialisasikan Kesepakatan tanda bahaya: Kentongan, sirine, peluit atau apa yang disepakati. 4) Merencanakan dan Mensosialisasikan Kesepakatan jalur evakuasi : Disepakati jalur mana yang akan dilewati untuk penyelamatan. 5) Merencanakan dan Mensosialisaasikan Kesepakatan Tujuan/ Tempat Pengungsian : Disepakati tujuan pengungsian ke tempat yang lebih aman. 6) Mensosialisasikan Persiapan Masing Masing  Keluarga : Yang diselamatkan : surat-surat berharga, ternak, pakaian secukupnya. b. Prinsip-prinsip penanggulangan bencana



1) cepat dan tepat 2) Prioritas 3) Koordinasi dan keterpaduan 4) Berdayaguna dan berhasilguna 5) Transparasi dan akuntabilitas 6) Kemitraan 7) Pemberdayaan 8) Nondiskriminatif c. Fungsi manajemen bencana 1) Mencegah kehilangan jiwa 2) Mengurangi penderitaan manusia 3) Memberi informasi pada masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko 4) Mengurangi kerusakan harta benda dan kehilangan sumber ekonomis 5) Mempercepat proses pemulihan



d. Tujuan penanggulangan bencana 1) Memberikan perlindungan kepada masyarakay dari ancaman bencana



2) Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada 3) Menjamin



terselenggaranya



penanggulangan



bencana



secara



terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh 4) Menghargai budaya local 5) Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta 6) Mendorong



semangat



gotong



royong,



kesetiakawanan,



dan



kedermawanan 7) Menciptakan perdamain dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara e. Ada 3 aspek mendasar dalam management bencana, yaitu: 1) Respons terhadap bencana 2) Kesiapsiagaan menghadapi bencana 3) Mitigasi efek bencana f. Managemen siaga bencana membutuhkan kajian yang matang dalam setiap tindakan yang akan dilakukan sebelum dan setelah terjun kelapangan. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan pedoman, yaitu: 1) Mempersiapkan bentuk kegiatan yang akan dilakukan Setelah mengetahui sebuah kejadian bencana alam beserta situasi di tempat kejadian, hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah memilih bentuk kegiatan yang akan diangkatkan, seperti melakukan



pertolongan medis, pemberian bantuan kebutuhan korban, atau menjadi tenaga relawan. Setelah ditentukan, kemudian baru dilakukan persiapan mengenai alat alat, tenaga, dan juga keperluan yang akan dibawa disesuaikan dengan alur dan kondisi masyarakat serta medan yang akan ditempuh. 2) Melakukan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini merupakan pokok kegiatan siaga bencana yang dilakukan, segala hal yang dipersiapkan sebelumnya, dilakukan dalam tahap ini, sampai jangka waktu yang disepakati. 3) Evaluasi kegiatan Setiap selesai melakukan kegiatan, perlu adanya suatu evaluasi kegiatan yang dilakukan, evaluasi bisa dijadikan acuan, introspeksi, dan pedoman melakukan kegiatan selanjutnya. Alhasil setiap kegiatan yang dilakukan akan berjalan lebih baik lagi dari sebelumnya 4. kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana a. Perencanaan Penanggulangan Bencana Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian



anggarannya. Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Rencana penanggulangan bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima)



tahun.



Penyusunan



rencana



penanggulangan



bencana



dikoordinasikan oleh: 1) BNPB untuk tingkat nasional; 2) BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan 3) BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota. Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana. b. Mekanisme penanggulangan bencana Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini adalah mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan



Penanggulangan



Bencana.



Dari



peraturan



perundangundangan



tersebut



di



atas,



dinyatakan



bahwa



mekanismetersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu : 1) Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana, 2) Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana 3) Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana. c. Tanggung jawab pemerintah 1) Pengurangan risiko bencana dan pemaduan risiko bencana dengan program pembangunan 2) Perlindungan masyarakat dari dampak bencana 3) Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar minimum 4) Pemulihan kondisi dari dampak bencana 5) Pengalokasian anggran penanggulangan dalam anggaran dan pendapatan belanja negara yang memadai 6) Pengalokasian anggran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai d. Wewenang pemerintah 1) Penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional



2) Penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah 3) Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsurunsur kebijakan penanggulangan bencana 4) Penentuan kebijakan bersama dengan penanggulangan bencana dengan negara lain, badan-badan atau pihak internasional lain 5) Perumusan tentang kebijakan penggunanaan teknologi yang dijadikan sebagai ancaman atau bahaya bencana 5. peran perawat dalam penanggulangan bencana Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana perawat tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi penanganan antara keadaan siaga dan keadaan normal memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara skill dan teknik dalam  menghadapi kondisi seperti ini. Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat dilakukan oleh proesi  keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai bentuk. a. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:



1) Mengenali instruksi ancaman bahaya; 2) Mengidentifikasi



kebutuhan-kebutuhan



saat



fase



emergency



(makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda) 3) Melatih penanganan pertama korban bencana. 4) Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat Pendidikan kesehatan diarahkan kepada : 1) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut) 2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan pertama luka bakar 3) Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, RS dan ambulans. 4) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai) 5) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencana b. Peran perawat dalam fase pre-impect



1) Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam



penanggulangan ancaman bencana.



2) Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana. 3) Perawat



terlibat



dalam



program



promosi



kesehatan



untuk



meningkatkan kesiapan masyarakat dalam mengahdapi bencana c. Peran perawat dalam fase impact 1) Bertindak cepat 2) Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban yang selamat. 3) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan 4) Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan 5) Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama. d. Peran perawat dalam fase imfact phase (keadaan darurat)



Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan. Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Trias) e. Peran perawat dalam fase post impact 1) Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi korban 2) Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan 3 kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya. Ketiga, individu akan menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan gangguan memori. 3) Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsure lintas sektor menangani maslah



keehatan masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman. B. Konsep Disabilitas 1. Definisi Disabilitas Bencana alam bisa menimbulkan korban jiwa yang tinggi pada kelompok rentan, salah satunya penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas



fisik, penyandang disabilitas



mental serta



penyandang disabilitas fisik dan mental (Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pelayanan dan Pemenuhan HakHak Penyandang Disabilitas). Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas ketika bertemu dengan bencana. Permasalahan tersebut terjadi pada setiap tahapan manajemen bencana. Permasalahan tersebut antara lain: (1) belum maksimalnya program persiapan bencana yang sensitif penyandang disabilitas, (2) partisipasi penyandang disabilitas masih minim dalam pendidikan pegurangan risiko bencana (PRB), (3) aksesbilitas penyandang disabilitas terhadap materi ajar/belajar PRB, (4) penyandang



disabilitas tidak bisa sepenuhnya bertindak cepat dalam penyelamatan diri, (5) kurangnya pendataan spesifik tentang identitas dan kondisi penyandang disabilitas, dan (6) kurangnya fasilitas dan layanan yang aksesibel di pengungsian (Konsorsium Hak Difabel (2012, h.23-27). Penyandang disabilitas bertemu dengan tantangan yang unik dalam setiap tahapan manajemen bencana, hal yang terlihat adalah gangguan fisik saja namun yang sebenarnya terjadi adalah gangguan fisik, sosial, dan ekonomi, hal tersebut diungkapkan oleh Raja dan Narasiman (2013, h.15). Gangguan sosial terjadi ketika lingkungan sosial dari penyandang disabilitas tidak bisa mengakomodasi keberadaanya dan gangguan ekonomi adalah permasalahan kemiskinan yang seringkali sudah melekat pada dirinya. Beberapa Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Inklusif bagi Penyandang Disabilitas Menurut Andriani (2014, h.7-11), antara lain : 1)



Situasi Sebelum Bencana Kegiatan yang seharusnya dilaksanakan pada situasi sebelum bencana antara lain: a. Koordinasi dan diskusi dengan komuitas/organiasi penyandang disabilitas terkait risiko bencana dan membuat persiapan apabila teradi bencana;



b. Membuat pemetaan kebutuhan panyandang disabilitas ada saat bencana alam; dan c. Melatih penyandang disabilitas dan kerabat terdekat tentang kegiatan PRB. 2) Situasi Saat Bencana Kegiatan yang dilakukan pada situasi saat bencana antara lain: a. Melakukan evakuasi bagi penyandang disabilitas untuk menjauh dari lokasi bencana; b. Mengevakuasi



penyandang



disabilitas



yang



ditinggal



oleh



keluarganya saat terjadi bencana; c. Menampung di pengungsian; d. Membawa korban ke rumah sakit; e. Melakukan pendataan dan penilaian; f. Memberikan konseling; dan g. Memberikan terapi.



3) Early Recovery Early recovery dalam PRB inklusif bagi penyandang disabilitas antara lain:



a. Melibatkan diri secara aktif dalam posko pemberian layanan dalam bencana dan b. Pemberian pelatihan penyelamatan diri bagi penyandang disabilitas. 4) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kegiatan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi antara lain: a. Melaksanakan



penilaian



kebutuhan



untuk



rehabilitasi



dan



rekonsiliasi dalam bidang ekonomi dan sarana prasarana b. Konseling bagi penyandang disabilitas untuk meminimalisir trauma c. Asistensi activity daily living serta sosialisasi kepada masyarakat d. Asistensi pemberdayaan ekonomi 2. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada orang dengan kecacatan/disabilitas pra bencana a. Sediakan informasi bencana yang bisa diakses oleh orang-orang dengan keterbatasan fisik seperti: tunarungu, tuna netra, dll b. Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan kegawatdaruratan bencana bagi petugas kesehatan khusus untuk menanganni korban dengan kebutuhan khusus (cacat) persiapan evakuasi dan lain-lain perlu diberitahukan kepada penyandang cacat dan penolong evakuasi



3. Pengurangan Risiko Bencana Inklusif bagi Penyandang Disabilitas dirancang secara khusus untuk meningkatkan partisipasi dan melindungi hak kelompok rentan bencana. Kelompok rentan bencana tersebut adalah penyandang disabilitas, lansia, ibu hamil, perempuan, dan anak-anak, hal tersebut diungkapkan oleh, Andriani (2014, h.1). Latar belakang adanya PRB inklusif bagi penyandang disabilitas dikarenakan penyandang disabilitas yang menerima dampak bencana tidak sesuai dengan kapasitasnya. Kepentingannya sering diabaikan dan tidak terpenuhinya hak asasi manusia. Permasalahan penyandang disabilitas dalam mengakses manajemen bencana antara lain: (1) Kurang adanya program persipan bencana yang sensitif bagi penyandang disabilitas; (2) Kurangnya aksesabilitas informasi dan materi ajar/belajar terkait dengan PRB. Informasi yang tersedia kurang dapat diakses oleh penyandang disabilitas dengan kriteria tertentu seperti, tuna netra, gangguan intelektual, dan tuna rungu; (3) dalam tindakan penyelamatan ketika terjadi bencana, lingkungan terdekat penyandang disabilitas kurang cepat dan tepat dalam membantu evakuasi; dan (4) Kurangnya pendataan yang spesifik mengenai identitas dan kondisi penyandang disabilitas hal tersebut diungkapkan dalam Konsorsium Nasional untuk Hak Difabel (2012, h.23-27).



Menurut Andriani (2014, h.7-11) kegiatan dalam PRB Inklusif bagi penyandang disabilitas antara lain: a. Situasi Sebelum Bencana Kegiatan yang seharusnya dilaksanakan pada situasi sebelum bencana antara lain: (1) Koordinasi



dan



diskusi dengan



komuitas/organiasi penyandang disabilitas terkait risiko bencana dan membuat persiapan apabila teradi bencana; (2) Membuat pemetaan kebutuhan panyandang disabilitas ada saat bencana alam; dan (3) Melatih penyandang disabilitas dan kerabat terdekat tentang kegiatan PRB. b. Situasi Saat Bencana Kegiatan yang dilakukan pada situasi saat bencana antara lain: (1) Melakukan evakuasi bagi penyandang disabilitas untuk menjauh dari lokasi bencana; (2) Mengevakuasi penyandang disabilitas yang ditinggal oleh keluarganya saat terjadi bencana; (3) Menampung di pengungsian; 4) Membawa korban ke rumah sakit; (5) Melakukan pendataan dan penilaian; (6) Memberikan konseling; dan (7) Memberikan terapi.



c. Early Recovery Early recovery dalam PRB inklusif bagi penyandang disabilitas antara lain: (1) Melibatkan diri secara aktif dalam posko pemberian layanan dalam bencana dan (2) Pemberian pelatihan penyelamatan diri bagi penyandang disabilitas. d. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kegiatan dalam rehabilitasi



dan rekonstruksi antara lain: (1)



Melaksanakan penilaian kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonsiliasi dalam bidang ekonomi dan sarana prasarana; (2) Konseling bagi penyandang disabilitas untuk meminimalisir trauma; (3) Asistensi activity daily living serta sosialisasi kepada masyarakat; dan (4) Asistensi pemberdayaan ekonomi. 4. Pemikiran Ulang Tentang Disabilitas Entah dari mana istilah penyandang disabilitas pertama kali muncul, yang jelas kemunculan istilah ini kemudian seolah-olah membawa kesepakatan bahwa penyandang disabilitas dianggap sebagai kelompok yang rentan, lemah dan tidak berdaya. Pandangan inilah yang kemudian banyak disepakati oleh masyarakat. Istilah ini ternyata memiliki peranan yang sangat penting dalam mengonstruksi



pemahaman, pernyataan tersebut diungkapkan oleh, Syafi’ie (2014, h.3). Konstruksi ini kemudian membawa persepsi dan perilaku yang berbeda-beda. Istilah yang sering digunakan antara lain, penyandang cacat, penyandang disabilitas, dan difabel. Dalam realitanya penyandang disabilitas adalah sama dengan non disabilitas apabila diberikan fasilitas yang adil. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat membangi tipe disabilitas menjadi tiga kelompok (a) disabilitas fisik; (b) disabilitas mental; dan (c) disabilitas fisik dan mental. Disabilitas disebabkan karena terjadi gangguan tertentu pada bagian peralatan, saraf, struktur tulang sendi, otot serta metabolisme tubuh yang tidak memiliki fungsi sebagai mestinya.



Terdapat



beberapa penyebab terjadinya



disabilitas. Disabilitas bisa dikarenakan faktor keturunan penyakit ataupun kecelakaan, kelalaian manusia dan bencana alam. 5. Penanggulangan Bencana Berbasis Penyandang Disabilitas Penyandang disabilitas sangat rentan saat terjadi bencana. Kerentanan sosio-ekonomi dan fisik membuat mereka lebih rawan terhadap bencana. Namun disayangkan, penyandang disabilitas cenderung diabaikan dalam sistem kesiapsiagaan dan registrasi keadaan darurat. Penyandang disabilitas seringkali tidak diikutsertakan dalam usaha- usaha kesiapsiagaan dan



tanggap darurat. Hal ini menyebabkan mereka kekurangan kesadaran dan pemahaman terhadap bencana serta bagaimana mengatasinya. Dikarenakan keterbatasan kemampuan fisik; bantuan mobilitas atau pendampingan yang tepat, penyandang disabilitas seringkali sangat kekurangan pertolongan dan pelayanan evakuasi; akses kemudahan, lokasi pengungsian yang baik, air dan sanitasi serta pelayanan lainnya. Kondisi emosional dan trauma akibat bencana selama situasi krisis terkadang berakibat fatal dan jangka panjang bagi penyandang disabilitas. Kesalahan interpretasi atas situasi dan gangguan komunikasi membuat penyandang disabilitas lebih rentan pada saat situasi bencana. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pencantuman kebutuhan dan asipirasi penyandang disabilitas disemua tahap manajemen bencana, khususnya perencanaan dan kesiapsiagaan, secara signifikan dapat mengurangi kerentanan mereka dan meningkatkan efektivitas usaha tanggap darurat dan recovery yang dilakukan pemerintah (United Nations, 2012). Pelibatan penyandang disabilitas dalam perencanaan dalam rangka menanggulangi bencana menjadi penting karena mereka lebih tahu kebutuhan mereka sendiri. Penyandang disabilitas, walaupun merupakan kelompok rentan, berhak dan pantas untuk berada di lini depan usaha



pengurangan risiko bencana melalui pendekatan inklusif dan menyeluruh untuk mengurangi kerentanan bencana. Perlu diperhatikan, bahwa bencana alam memunculkan kelompok pnyandang disabilitas, yaitu korban luka dan/atau malfungsi organ tubuh yang akan mengalami disabilitas apabila tidak ditangani dengan baik; penyandang disabilitas sebelum bencana; dan orang dengan malfungsi organ tubuh sebelum bencana yang akan mengalami disabilitas bila akses dan sarana prasarana kesehatan mereka rusak akibat bencana. Kelompok tersebut mengalami persoalan yang hampir sama dalam situasi bencana, saat fasilitas dan penanganan yang diperoleh tidak tepat dengan kebutuhan mereka sehingga penderitaan dan kerentanan yang dialami menjadi berlipat jika dibanding korban bencana lain.



BAB III



KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pra bencana mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan diri. Pengetahuan kebencanaan adalah kemampuan dalam mengingat peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam atau faktor non-alam yang dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Pembriati, Santosa, & Sarwono, 2015). Kesiapsiagaan bencana merupakan tindakan kolaboratif integral dari berbagai lembaga seperti rumah sakit, otoritas kesehatan setempat, pertahanan sipil, dan lainnya (Naser & Saleem, 2018). Bencana alam bisa menimbulkan korban jiwa yang tinggi pada kelompok rentan, salah satunya penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas fisik dan mental (Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas) B. Saran



Dalam penulisan makalah ini, penulis menyarankan kepada para pembaca agar memahami secara mendalam materi yang telah dipaparkan dalam makalah ini, karena dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut sangat bermanfaat untuk meningkatkan taraf hidup kelumpok disabilitas.



DAFTAR PUSTAKA



Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2016. Data Bencana: Statistik. Diakses pada tanggal 19



September 2016 dari Data dan Informasi



Bencana Indonesia BNPB melalui http://dibi.bnpb.go.id/databencana/statistik. Efendi, Ferry Makhfudli, 2009. Keperawatan Kesehtan Komunitas: Teori dan Praktik Dalam Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta. Mepsa,Putra.2012.Peran



Mahasiswa



Keperawatan



Dalam



Tanggap



Bencana.20http://fkep.unand.ac.id/images/peran_mahasiswa_keperawatan_dala m_tanggap_bencana.docx. Diakses tanggal 15 November 2012 Kholid, Ahmad S.Kep, Ns. Prosedur Tetap Pelayanan Medik Penanggulangan Bencana. http://dc126.4shared.com/doc/ZPBNsmp_/preview.html. Diakses tanggal 15 November 2012 Mursalin.2011.Peran Perawat Dalam Kaitannya Mengatasi Bencana. Diakses tanggal 15 November 2012 Enarson, E. (2000). Infocus Programme on Crisis Response and Reconstruction Working paper I : Gender and Natural Disaster.



Geneva: Recovery and Reconstruction



Department. Farida, Ida. 2013. Manajemen Penanggulangan Bencana Kegiatan Belajar I: Keperawatan Bencana pada Ibu dan Bayi. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.