Makalah Sejarah Gedung Sate [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SEJARAH GEDUNG SATE KOTA BANDUNG, JAWA BARAT Dosen : Ir. Henny Gambiro.,M.Si



Disusun oleh : Nama : Indah Rihhadhatul Aisy NIM : 41717010020 Design Interior 2018



Gambar 1 Gedung Sate, Bandung SEJARAH : Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung). Selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil diselesaikan pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf) dan Perpustakaan. Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr.Hendrik Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara. Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur IndoEropa, (Indo Europeeschen architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate. Beberapa pendapat tentang megahnya Gedung Sate diantaranya Cor Pashier dan Jan Wittenberg dua arsitek Belanda, yang mengatakan "langgam arsitektur Gedung Sate adalah gaya hasil eksperimen sang arsitek yang mengarah pada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa".



D. Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, "Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia". Ir. H.P.Berlage, sewaktu kunjungan ke Gedung Sate April 1923, menyatakan, "Gedung Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil memadukan langgam timur dan barat secara harmonis". Seperti halnya gaya arsitektur Italia pada masa renaiscance terutama pada bangunan sayap barat. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan mirip atap meru atau pagoda. Masih banyak lagi pendapat arsitek Indonesia yang menyatakan kemegahan Gedung Sate misalnya Slamet Wirasonjaya, dan Ir. Harnyoto Kunto. Gedung Sate berdiri diatas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734 m² terdiri dari Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II 3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan teras menara 205,169 m². Kuat dan utuhnya Gedung Sate hingga kini, tidak terlepas dari bahan dan teknis konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 × 1 × 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur sekitar Arcamanik dan Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan Gedung Sate menggunakan cara konvensional yang profesional dengan memperhatikan standar teknik.



Gambar 2, Sketsa Gedung Sate, Bandung



FUNGSI GEDUNG SATE a. Fungsi Gedung Sate dari Awal Berdiri. Gedung Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor Gubernur karena sebagai pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang sebelumnya Pemerintahaan Provinsi Jawa Barat menempati Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga Bandung. Ruang kerja Gubernur terdapat di lantai II bersama dengan ruang kerja Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, Para Assisten dan Biro. Saat ini Gubernur di bantu oleh tiga Wakil Gubernur yang menangani Bidang Pemerintahan, Bidang Ekonomi dan Pembangunan, serta Bidang Kesejahteraan Rakyat, seorang Sekretaris Daerah dan Empat Asisten yaitu Asisten Ketataprajaan, Asisten Administrasi Pembangunan, Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten Administrasi. Namun tidak seluruh Asisten menempati Gedung Sate. Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten Administrasi bersama staf menempati Gedung Baru. Di bagian timur dan barat terdapat dua ruang besar yang akan mengingatkan pada ruang dansa (ball room) yang sering terdapat pada bangunan masyarakat Eropa. Ruangan ini lebih sering dikenal dengan sebutan aula barat dan aula timur, sering digunakan kegiatan resmi. Di sekeliling kedua aula ini terdapat ruangan-ruangan yang ditempati beberapa Biro dengan Stafnya. Paling atas terdapat lantai yang disebut Menara Gedung Sate, lantai ini tidak dapat dilihat dari bawah, untuk menuju ke lantai teratas menggunakan Lift atau dengan menaiki tangga kayu. Kesempurnaan megahnya Gedung Sate dilengkapi dengan Gedung Baru yang mengambil sedikit gaya arsitektur Gedung Sate namun dengan gaya konstektual hasil karya arsitek Ir.Sudibyo yang dibangun tahun 1977 diperuntukkan bagi para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga Legislatif Daerah. 



Dijadikan Pusat Pemerintahan Pada awalnya Gedung Sate dibangun sebagai kantor Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum. Namun pada tahun-tahun berikutnya, Gedung Sate sempat menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda karena pemerintah Kolonial Belanda berpendapat Batavia sudah tidak layak lagi menjadi pusat pemerintahan karena perkembangannya yang demikian pesat pada saat itu.



b. Fungsi Gedung Sate Saat sekarang. Gedung Sate yang berlokasi di jalan Diponegoro 22 Bandung saat ini memiliki fungsi utama sebagai kantor pusat pemerintah gubernur Jawa Barat. Akan tetapi, seiring dengan perkembangannya gedung ini juga menjadi salah satu lokasi wisata paling populer. Gedung Sate bahkan sangat ramai dikunjungi terutama pada akhir pekan. Pada akhir pekan lapangan yang berada tepat di depan gedung pun beralih fungsi menjadi lokasi Gasebu SunMor Activity atau pasar kaget. Banyak warga yang datang berkunjung baik untuk berolahraga, bersantai, atau lainnya.







Tempat Rekreasi dan Olah Raga Di hari minggu, halaman Gedung Sate kini menjadi pilihan masyarakat Bandung untuk melakukan rekreasi atau pun duduk-duduk sembari menikmati udara segar khas Kota Bandung. Ada juga masyarakat yang menjadikannya halaman Gedung Sate sebagai tempat untuk berolahraga. Apabila ingin mengunjungi Gedung Sate, anda bisa langsung datang ke Kota Bandung, tepatnya di Jalan Diponegoro no. 22, tepat di pusat kota Bandung dan kondisi jalanan untuk menuju ke sana sangatlah baik. Pada umumnya wisatawan dari luar kota akan mengunjungi Gedung Sate sekaligus dengan Museum Geologi Bandung karena lokasinya yang berdekatan.



PRINSIP DESIGN Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr.Hendrik Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara. Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur IndoEropa, (Indo Europeeschen architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate. Beberapa pendapat tentang megahnya Gedung Sate di antaranya Cor Pashier dan Jan Wittenberg dua arsitek Belanda, yang mengatakan "langgam arsitektur Gedung Sate adalah gaya hasil eksperimen sang arsitek yang mengarah pada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa". D. Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, "Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia". Ir. H.P.Berlage, sewaktu kunjungan ke Gedung Sate April 1923, menyatakan, "Gedung Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil memadukan langgam timur dan barat secara harmonis". Seperti halnya gaya arsitektur Italia pada masa renaiscance terutama pada bangunan sayap barat. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan mirip atap meru atau pagoda. Masih banyak lagi pendapat arsitek Indonesia yang menyatakan kemegahan Gedung Sate misalnya Slamet Wirasonjaya, dan Ir. Harnyoto Kunto. Gerber sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya dalah Rennaisance Italia. Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat “tusuk sate” dengan 6 buah ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang melambangkan 6 juta gulden – jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate. Fasade (tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat diperhitungkan. Dengan mengikuti sumbu poros utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, yang menghadap Gunung Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun menghadap Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara. Gedung Sate juga memiliki taman dan halaman yang tertata dengan baik. Di bagian depan kompleks bangunan terhampar alun-alun luas yang mampu menanmpung banyak orang. Gedung berwarna putih



ini sampai sekarang masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat. Dari tiga prinsip perancangan arsitektur kontekstual, Ir. Sudibyo tampaknya menerapkan prinsip replikasi dan harmoni pada desain bangunan baru di Gedung Sate untuk menciptakan kesan kontekstual bangunan baru terhadap bangunan lama. Bentuk massa bangunan baru mereplikasi bentuk massa bangunan lama di sayap timur kawasan Gedung Sate. Keberadaan dua masa bangunan (bangunan lama dan baru) di sayap timur dan barat kawasan menciptakan sumbu simetri pada Gedung Sate, sehingga kemegahan Gedung Sate makin terasa monumental. Bangunan Gedung Sate menggunakan prinsip perancangan arsitektur indis. Menurut C. P. Wolff Schoemaker, arsitektur indis memiliki ciri bangunan dengan sosok yang umumnya simetris, memiliki ritme vertikal dan horizontal yang relatif sama kuat, serta konstruksi bangunannya disesuaikan dengan iklim tropism terutama pada pengaturan ruang, ventilasi masuknya sinar mataharim dan perlindungan hujan. Sudibyo juga mengharmonikan prinsip-prinsip tersebut dalam upaya mendesain bangunan yang kontekstual. Harmoni tersebut tampak pada elemen-elemen bangunan baru yang menggunakan prinsip pada bangunan lama. Empat elemen bangunan tersebut antara lain dinding, atap, pintu, dan jendela. Dinding bangunan lama Gedung Sate memiliki ketebalan hingga mencapi satu meter. Pada bangunan baru dinding dibangun memang tidak setebal dinding bangunan lama, namun proporsi dinding yang terlihat dari luar (fasade) menciptakan kesan ketebalan dinding yang sama dengan bangunan lama. Pada desain atap, Sudibyo juga mengambil nilai dan prinsip perancangan bangunan lama yaitu penyesuaian terhadap iklim tropis. Kemiringan atap material baru disesuaikan sehingga memiliki bentuk yang sama dengan bangunan baru. Begitupula dengan material yang digunakannya. Untuk perancangan pintu dan jendela, Sudibyo hanya menggunakan proporsi ukuran yang sama, namun tidak memakai jenis pintu dan jendela yang sama.



SUMBER https://architecturejournals.wordpress.com/2011/02/18/kontekstual-bangunan-baru-di-kawasangedung-sate/ http://sejarahlengkap.com/bangunan/sejarah-gedung-sate http://www.berbagaireviews.com/2015/03/gedung-sate-dan-sejarah-beserta-fungsi.html https://id.wikipedia.org/wiki/Gedung_Sate



TERIMA KASIH