MAKALAH TRAUMA MELAHIRKAN Maternits [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TRAUMA MELAHIRKAN INKONTINENSIA URIN DAN FISTULA GENETALIA Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II.



Disusun Oleh: Nama : Sumaini Nim : 146STYC20



YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NTB SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM 2020/2021



1



KATA PENGANTAR Makalah ini berisikan tentang asuhan keperawatan Inkontinensia Urin dan Fistula Genetalia. Materi yang diangkat dimulai dari pengertian trauma melahirkan hingga materi pembahasan tentang inkontinensia urin dan fistula genetalia



serta asuhan keperwatannya.



Diharapkan makalah



ini,



dapat



memberikan informasi kepada kita semua. Adapun penyusun makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Unuk itu, kami mengaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan sarannya kepada kami agar dikemudian hari kami bisa menyusun makalah yang lebih sempurna lagi.



Mataram, 12 Mei 2021



Penyusun



i



DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR....................................................................................



i



DAFTAR ISI...................................................................................................



ii



BAB I



PENDAHULUAN .......................................................................



1



1.1 Latar Belakang.........................................................................



1



1.2 RumusanMasalah.....................................................................



2



1.3 TujuanPenulisan.......................................................................



2



1.3.1 TujuanUmum.................................................................



2



1.3.2 TujuaanKhusus..............................................................



2



1.4 ManfaatPenulisan.....................................................................



2



1.4.1 ManfaatTeoritis..............................................................



2



1.4.2 ManfaatPraktis...............................................................



2



1.5 SistematikaPenulisan...............................................................



3



TINJAUAN TEORI.....................................................................



4



2.1 InkontinensiaUrin....................................................................



4



2.1.1 DefinisiInkontinensiaUrin.............................................



4



2.1.2 JenisInkontinensiaUrin..................................................



4



2.1.3 Etiologi..........................................................................



5



2.1.4 Klasifikasi......................................................................



7



2.1.5 Patofisiologi..................................................................



8



2.1.6 ManifestasiKlinis..........................................................



10



2.1.7 PemeriksaanDiagnostik.................................................



11



2.1.8 Penatalaksanaan............................................................



12



2.1.9 Komplikasi....................................................................



13



BAB II



ii



BAB III



BAB IV



2.2 Fistula Genetalia......................................................................



13



2.2.1 Definisi Fistula Genetalia..............................................



13



2.2.2 Jenis Fistula Genetalia...................................................



14



2.2.3 Etiologi..........................................................................



14



2.2.4 Klasifikasi......................................................................



16



2.2.5 Patofisiologi..................................................................



16



2.2.6 ManifestasiKlinis..........................................................



18



2.2.7 PemeriksaanDiagnostik.................................................



19



2.2.8 Penatalaksanaan............................................................



20



2.2.9 Komplikasi....................................................................



21



ASUHAN KEPERAWATAN......................................................



22



3.1 AsuhanKeperawatanInkontinensiaUrin..................................



22



3.1.1 Pengkajian.....................................................................



22



3.1.2 DiagnosaKeperawatan...................................................



24



3.1.3 Intervensi.......................................................................



24



3.1.4 Implementasi.................................................................



26



3.1.5 Evaluasi.........................................................................



26



3.2 AsuhanKeperawatan Fistula Genetalia...................................



27



3.2.1 Pengkajian.....................................................................



27



3.2.2 DiagnosaKeperawatan...................................................



27



3.2.3 Intervensi.......................................................................



28



3.2.4 Evaluasi.........................................................................



29



PEMBAHASAN...........................................................................



30



iii



BAB V



PENUTUP.....................................................................................



32



5.1 Kesimpulan.............................................................................



32



5.2 Saran.......................................................................................



33



DAFTARPUSTAKA



iv



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Sacara umum trauma melahirkan didefinisikan sebagai benturan, tekanan, atau singgungan yang menimbulkan dampak berupa perlukaan baik luka terbuka, tertutup, maupun luka memar. Tekanan bisa berasal dari benda tumpul maupun benda tajam. Trauma tidak hanya bersifat fisik melainkan bisa berupa tekanan psikologis yang lebih banyak berefek pada kelainan psikologis seperti rasa cemas, gelisah, takut, sulit tidur sampai depresi. Secara khusus trauma dalam kehamilan adalah trauma yang berdampak tidak hanya pada ibu tetapi juga pada janinnya. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, trauma bisa diklasifikasi sebagai trauma mayor dan trauma minor. Trauma mayor adalah trauma yang dampaknya mengancam kehidupan, memerlukan perawatan di rumah sakit, menimbulkan cacat fisik yang permanen sampai disabilitas atau menyebabkan kehidupan janin terganggu sedangkan Trauma minor adalah trauma yang tidak memenuhi kriteria mayor atau trauma yang hanya berdampak ringan seperti luka memar, lecet, nyeri, atau luka tajam yang penanganannya selesai dengan penjahitan dan tidak memerlukan pemondokan. Ibu hamil memang rentan terhadap trauma karena perubahanperubahan anatomis dan fisiologis selama kehamilan. Pada kehamilan muda, dengan kenaikkan kadar BHCG, maka mual dan muntah adalah gejala yang hampir selalu dijumpai. Demikian juga kenaikan volume plasma yang lebih besar dibanding kenaikan korpuskuli darah menyebabkan terjadinya pengenceran darah yang berakibat terjadi penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah juga mengakibatkan keluhan pusing. Pada kehamilan yang lebih tua, dengan makin membesarnya uterus, maka perut lebih menonjol ke depan dan terjadilah hiperlordosis lumbalis.



1



1.2 RumusanMasalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penulisan ini penulis membuat rumusan masalah yang berkaitan dengan asuhan keperawatan Inkontinensia Urine dan Fistula Genetalia demi tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi ibu hamil di Indonesia. 1.3 TujuanPenulisan 1.3.1 TujuanUmum Tujuan umum dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan Inkontinesia Urine dan Fistula Genetalia. 1.3.2 TujuanKhusus 1. Memahami asuhan keperawatan Inkontinesia Urine dan Fistula Genetalia. 2. Menerapkan asuhan keperawatan Inkontinesia Urine dan Fistula Genetalia. 1.4 ManfaatPenulisan 1.4.1 ManfaatTeoritis 1. Bagi Institusi Pendidikan Penulisan ini dapat dijadikan masukan



kepada pendidik dan



mahasiswa, serta menambah wawasan baru tentang asuhan keperawatan Inkontinesia Urine dan Fistula Genetalia. 2. Bagi Ilmu keperawatan Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan mahasiswa khususnya pada ilmu keperawatan sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal. 1.4.2 ManfaatPraktis 1. Bagi Praktek Keperawatan Hasil penulisan ini dapat dijadikan sumber informasi dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan.



2



1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini disusun secara sistematis yang terdiridari 5 BAB yaitu : BAB IPENDAHULUAN: Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORI : Definisi



InkontinensiaUrin,



InkontinensiaUrin,



Jenis



Klasifikasi



Inkontinensia



Inkontinensia



Urin,



Urin,



Etiologi



Patofisiologi



InkontinensiaUrin, Manifestasi Klinis Inkontinensia Urin, Pemeriksaan Diagnostik Inkontinensia Urin, Penatalaksanaan, Komplikasi Inkontinensia Urin dan Definisi Fistula Genetalia, Jenis Fistula Genetalia, Etiologi Fistula Genetalia, Klasifikasi Fistula Genetalia, Patofisiologi Fistula Genetalia, ManifestasiKlinis Fistula Genetalia, PemeriksaanDiagnostik Fistula Genetalia, Penatalaksanaan, Komplikasi Fistula Genetalia. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin, Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi, Evaluasi danAsuhan Keperawatan Fistula Genetalia, Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Evaluasi. BAB IV PEMBAHASAN BAB V PENUTUP: Kesimpulan dan saran.



3



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 InkontinensiaUrin 2.1.1DefinisiInkontinensiaUrin Inkontinensia urin adalah sebuah gejala, bukan sebuah penyakit. Kondisi tersebut dapat memberi dampak bermakna dalam kehidupan klien, menciptakan masalah fisik seperti kerusakan kulit dan kemungkinan menyebabkan masalah fisiko sosial seperti rasa malu, isolasi dan menarik diri dari pergaulan sosial (Kozier,2010). Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin secara involunter (Diluar kesadaran) yang menjadi masalah sosial atau higiene serta dapat diperlihatkan secara objektif (Error Norwitz & John Schorge, 2007:41). Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses). Inkontinensia urine lebih sering terjadi pada wanita yang sudah pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Hal ini terjadi karena adanya perubahan otot dan fasia di dasar panggul. 2.1.2 JenisInkontinensiaUrin a. Inkontinensia Urgensi Pelepasan urine yang tidak terkontrol sebentar setelah ada peringatan ingin melakukan urinasi. Disebabkan oleh aktivitas otot destrusor yang berlebihan atau kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol. b. Inkontinensia Tekanan Pelepasan urine yang tidak terkontrol selama aktivitas yang meningkatkan tekanan dalam lubang intra abdominal. Batuk, bersin, tertawa dan mengangkat beban berat adalah aktivitas yang dapat menyebabkan inkontinensia urine.



4



c. Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan (Over Flow Inkontinensia) Terjadi jika retensi menyebabkan kandung kemih terlalu penuh dan sebagian terlepas secara tidak terkontrol, hal ini pada umumnya disebabkan oleh neurogenik bladder atau obstruksi bagian luar kandung kemih. (Charlene J.Reeves at all). 2.1.3 Etiologi Etiologi umum yang terjadi pada pasien inkontinensia adalah : a. Gejala Infeksi Saluran Kemih Serangan bakteri memicu infeksi lokal yang mengiritasi mukosa kandungkemih dan menyebabkan dorongan kuat untuk buang air kecil.Kemudian mendesak pengeluaran urin, yang mungkin satusatunya tanda peringatan dari infeksi saluran kemih, juga dapat disertai dengan frekuensi kencing, disuria, dan urin berbau busuk. b. Atrofi Vaginitis Atrofi atau peradangan pada vagina akibat penurunan yang signifikan



dari



kadar



estrogen;



kurangnya



estrogen



dapat



menyebabkan penurunan kekuatan otototot dasar panggul. atrofi mukosa vagina juga menyebabkan ketidak nyamanan vagina, rasa terbakar, gatal, dan terkait dispareunia. c. Efek Samping Obat Polifarmasi



dan



penggunaan



α-adrenergik,



neuroleptik,



benzodiazepines, bethanechol, cisapride, diuretik, antikolinergik, agen anti-Parkinsonian, blocker, disopyramides, angiotensinconverting enzyme inhibitor, narcoleptics, atau obat psikotropika dapat memperburuk inkontinensia, efek sedatif dan benzodiazepin dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengendalikan fungsi kandung kemih, sehingga urge incontinence iatrogenik diuretik dan meningkatkan Volume kemih konsumsi cairan cepat dan berpotensi memperburuk gejala inkontinensia urin.



5



d. Konsumsi Kopi dan Alkohol Kopi menyebabkan kedua efek diuretik dan efek iritasi independen, sehingga mengisi kandung kemih yang cepat dan keinginan yang mendesak dan tidak sukarela untuk buang air kecil.Alkoholketika dikonsumsi



dalam



jumlah



yang



lebih



besar,



juga



dapat



menumpulkan kemampuan kognitif pasien untuk mengenali dorongan untuk buang air kecil, sehingga inkontinensia. e. Inkontinensia urin biasanya berhubungan denganpenyakit fisik yang mendasari, termasuk disfungsi kandung kemih, melemah dasar panggul atau otot kandung kemih, penyakit neurologis, operasi panggul sebelumnya, atau obstruksi saluran kemih. Etiologi berdasar pada faktor tertentu diantaranya : a) Penyebab Inkontinensia Stress Inkontinensia stres terjadi ketika tekanan di dalam kandung kemih terisi air kencing lebih bsar dari kekuatan uretra untuk tetap tertutup. Uretra anda mungkin tidak dapat tetap menutup jika: 1. Otot panggul anda lemah ataurusak 2. Sfingter uretra anda rusak setiap tekanan ekstra mendadak padakandung



kemih,



seperti



ertawa



atau



bersin,



dapat



menyebabkan urin yang keluar dari uretra. Hilangnya kekuatan dalam uretra disebabkan oleh; kerusakan saraf saat melahirkan, meningkatkan tekanan pada perut anda, kurangnya hormon estrogen pada wanitadan konsumsi obat tertentu. b) Penyebab Urge Incontinence Kebutuhan buang air kecil dapat disebabkan oleh masalah dengan otot detrusor pada dinding kandung kemih. Otot-otot detrusor rileks untuk memungkinkan kandung kemih untuk mengisi dengan air kencing, dan kontraksi ketika ingin pergi ke toilet untuk membiarkan urin keluar.Kadang-kadang kontraksi otot detrusor yang terlalu sering, menciptakan kebutuhan mendesak untuk pergi ke toilet. Hal Ini disebut detrusor overactivity. 6



c) Penyebab Inkontinensia Overflow Inkontinensia overflow, juga disebut retensi urin kronis, sering disebabkan oleh penyumbatan atau obstruksi kandung kemih. Kandung kemih mungkin mengisi seperti biasa, tapi karena terhalang atau tersumbat tidak akan dapat mengosongkan sepenuhnya, bahkan akan terasa nyeri jika dipaksakan. Pada saat yang sama, tekanan dari urin yang masih dalam kandung kemih membangun obstruksi yang baru, sehingga dinding uretra sisi lain akan terjadi kebocoran. 2.1.4 Klasifikasi a. Inkontinensia Stress Adanya



tekanan



di



alam



abdomen,



seperti



bersin,



dapat



menyebabkan kebocoran urine dari kandung kemih serta tidak terdapat aktivitas kandung kemih. Tipe inkontinensia ini sering diderita wanita yang mempunyai banyak anak. Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan cara mengajarkan ibu melakukan latihan dasar pelviks. Latihan ini bertujuan untuk mengtkan otot rangka pada dasar pelviks sehingga membentuk fungsi sfingter eksternal padda kandung kemih. b. Inkontinensia Mendesak (Urge Incontinence) Berkemih dapat dilakukan, etapi orang biasanya berkemih sebelum sampai ke toilet. Mereka tidak merasakan adanya tanda berkemih. Kondisi ini terjadi karena kandung kemih seseorang berkontraksi tanpa didahului oleh keinginan untuk berkemih.Kehilangan sensasi untuk berkemih ini disebabkan oleh adanya perununan fungsi pesyarafan yang mengatur perkemihan. c. Inkontinensia Overflow Seseorang yang menderita inkontinensia overflow akan mengeluh bahwa urinenya mengalir terus menerus. Hal ini disebabkn karena obstruksi pada saluran kemih seperti pada pembesaran prostat atau



7



konstipasi.MUntuk



pembesaran



inkontinensiadibutuhkan



prostat



tindakan



yang



pembedahan



menyebabkan dan



untuk



konstipasinya relatif mudah diatasi. d. Inkontinensia Refleks Ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yag terganggu seperti pada demensia. Dalam hal ini, pengosongan kandung kemih dipengaruhi refleks yang dirangsang oleh pengisian. Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti berkemih tidak ada. e. Inkontinensia Fungsional Pada klien ini mempunyai kandung kemih dan saluran urine yang utuh dan tidakmengalami kerusakan persyarafan yang secara langsung memengaruhi sistem perkemihan tersebut. Kondisi ini muncul akibat beberapa ketidakmampuan lain yang mengurangi kemampuanya untuk mempertahankan kontinensia. Contohnya, seseoang yang mempunyi keterbatasan gerak atau berada di kursi roda, mungkin tidak mampu pergi ke toilet atau berpindah ke dan dari toilet duduk.Seseorang yang menderita ini masih mampu untuk mempertahankan



kontinensia



dengan



bantuan



dan



masih



mempunyai keinginan kontinensia. 2.1.5 Patofisiologi Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia



Inkontinensia Urine



8



Wanitahamildenganstrukturdasarpanggul yang lemah



Pembedahan



Komplikasi Post Operasi



Ototdestrusurmelemah



Inkontinensia after melemah



Urine yang bersifat asam



Tubuh berbau pesing



Mengiritasi kulit



Urin keluar malam/siang



Malu saat bersosialisasi Mengganggu aktivitas tidur Gangguan integritas kulit



Ansietas



2.1.6 ManifestasiKlinis a. Inkontinensia Urgensi



9



Gangguan Pola tidur



Ketidakmampuan menahan keluanya urin dengan gambaran seringnya terburu – buru untuk berkemih. Kontraksi otot detrusor yang tidak terkontrol menyebabkan kebocoran urine, kandungan kemih yang hiperaktif, atau ketidaksetabilan detrusor. 1. Disfungsi neurologis 2. Sistisis 3. Obstruksi pintu keluar kandung kemih b. Inkontenesia Stress Keluarnya urine selama batuk, mengedan, dan sebagainya. Urine keluar tanpa kontraksi detrusor. 1. Tonus otot panggul yang buruk 2. Defisiensi sfreingter uretra, congenital atau didapat 3. Kelebihan berat badan c. Inkontenensia Kombinasi Kombinasi antara Inkontinensia urgensi dan Inkontinensia stress d. Inkontinensia Overflow Urine menetes saat kandung kemih penuh 1. Disfungsi neutrologis 2. Penyakit endokrin 3. Penurunan kelenturan dinding kandung keih 4. Obstruksi pintu keluar kandung kemih e. Enuresis Noktural 10 % anak usia 5 tahun dan 5 % anak usia 10 tahun mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang tua merupakan sesuatu yang abnormal dan menunjukan adsanya kandung kemih yang tidak stabil. f. Gejala infeksi urin(frekuensi, disuria, nukturia), obstruksi (pancaran lemah, menetes), trauma(termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal), fistula (menetes terus – menerus ), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik (miasalnya diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang mendasari.



10



2.1.7 PemeriksaanDiagnostik a. Kultur Urine b. IVU : untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula c. Sistoskopi



jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma kandung



kemih d. Pemeriksan speculum vagina ±sistogram jika dicurigai terdapat fistula vesilovagina. e. Uji Uro Dinamik f. Q-Tip Test Tes ini dilakukan dengan menginsersikan sebuah cotton swab (Qtip) yang steril kedalam uretra wanita lalu kekandung kemih. Secara perlahan tarik kembali hingga leher dari leherkandungkemih.



Pasien



lalu



diminta



Q-tip untuk



berada



di



melakukan



Valsavamanuver atau mengkontraksikan otot abdominalnya. Bila sudut yang terjadi lebih dari



35 derajat dengan melakukan hal



tersebut maka hal tersebut mengindikasikan adanya hipermobilitas uretra (tipe II stress incontinence). Akan tetapi karena laksiti mempunyai nilai yang kecil dalam menentukan penyebab inkontinensia, maka kegunaan tes ini untuk diagnostic menjadi sangat terbatas. g. Marshall Test (Marshall -Bonney test) Jika pemeriksa mendeteksi keluarnya urin bersamaan dengan adanyakontraksi otot abdomen, maka uji ini dapat dilakukan untuk mengetahui



apakah kebocoran dapat dicegah dengan cara



menstabilisasi dasar kandung kemih sehingga mencegah herniasime lalu diafragma urogenital atau tidak. Dilakukan dengan meletakkan dua jari (jari ke dua dan ketiga) di fornices lateral vagina (leher kandung kemih) dan meminta pasien untuk batuk. Kandung kemih saatitu haruslah penuh. Dua jari pada leher kandung kemih itu bertindak



sebagai



penyokong



Valsavamanuver.



11



uretra



proksimal



selama



h. Pad Test Merupakan penilaian



semi



objektif untuk mengetahui apakah



cairan yang keluar adalah urin, seberapa banyak keluarnya urin dan dapat digunakan untuk memantau keberhasilan terapi inkontinensia. Bermanfaat sebagai tambah anamnesa pasien dan pemeriksaan fisik. 2.1.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Pemanfaatan Kartu Catatan Berkemih Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum 2. Terapi Non Farmakologi Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi. 3. Terapi Farmakologi Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat. 4. Terapi Pembedahan



12



Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita). 5. Modalitas Lain Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya  adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan. 2.1.9 Komplikasi 1. Ruam kulit atau iritasi 2. Infeksi saluran kemih Inkontinensia meningkatkan risiko infeksi saluran kemih berulang. 3. Prolapse Prolaps merupakan komplikasi dari inkontinensia urin yang dapat terjadi pada wanita. Hal ini terjadi ketika bagian dari vagina, kandung kemih, dan dalam beberapa kasus uretra, drop-down ke pintu masuk vagina. Lemahnya otot dasar panggul sering menyebabkan masalah. Prolaps biasanya perlu diperbaiki dengan menggunakan operasi. 2.2 Fistula Genetalia 2.2.1 Definisi Fistula Genetalia Fistula



adalah



terjadinya



hubungan



antara



rongga



alat



dalamdengan dunia luar.Fistula Genetalis adalah terjadinya hubungan antara traktus genitalia dengan traktus urinarius atau, gastrointestinal dan dapat ditemukan satu atau gabungan dua kelainan secara bersamaan.



13



2.2.2 Jenis Fistula Genetalia a. Fistula Vesikovaginal Fistula terbentukantara vagina dengankandungkemih.Disebutjuga fistula kandungkemih. b. Fistula Ureterovaginal Fistula terbentukantara vagina dan ureter (saluran yang membawa urine dariginjalkekandungkemih). c. Fistula Uretrovaginal Fistula



terbentukantara



vagina



denganuretra



(salurankemih).Namalainnyaadalah fistula uretra. d. Fistula Kolovaginal Fistula terbentukantara vagina denganususbesar. e. Fistula Enterovaginal Fistula terbentukantarausushalusdengan vagina. 2.2.3 Etiologi 1.



Fistula Vesiko Vagina Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Fistula Vesiko Vagina antara lain : a.



Komplikasi Obstetrik, yaitu terjadi karena persalinan. 1) Karena robekan oleh forceps, alat-alat yang meleset atau karena sectio sesare. 2) Karena nekrosis tekanan, dimana jaringan tertekan lama antara kepala anak dan sympisis seperti pada persalinan dengan panggul sempit, hydrocepalus atau kelainan letak. Kalau pembukaan belum lengkap dapat terjadi fistula cervicalis atau fistel ureter, sedangkan padapembukaan lengkap



biasanya



terjadi



fistula



vesico



vaginalis.



Pengawasan kehamilan yang baik disertai pimpinan dan penanganan persalinan yang baik pula akan mengurangi jumlah fistel akibat persalinan.Fistel karena perlukaanatau



14



robekan terjadi segera setelah partus, sedangkan fistel karena nekrosis (partus lama) terjadi 4-7 hari post partum. b.



Operasi Ginekologi, terjadi pada : 1) Karsinoma, terutama karsinoma servisis uteri. 2) Karena penyinaran : baru timbul 2-5 tahun setelah penyinaran. 3) Karena operasi ginekologis : pada histerektomi abdominal dan vaginal atau operasi untuk prolaps dapat terjadi perlukaan vesika urinaria. Pada histerektomi totalis dapat terjadi lesi dari ureter atau kandung kemih.



c.



Fistula Traumatik, terjadi pada: 1) Pada abortus kriminalis 2) Perlukaan oleh benda-benda runcing, misalnya karena terjatuhpada benda yang runcing. 3) Karena alat-alat : kateter, sonde, kuret



d.



Penyebab lain yang jarang ditemukan seperti kondisi peradangan saluran pencernaan, penyakit chronis, trauma yang berasal dari benda asing dan kelainan kongenital.



2.



Fistula Recto Vaginal a.



Cedera selama proses melahirkan



b.



Penyakit Crohn atau penyakit peradangan usus lainnya.



c.



Pengobatan kanker atau radiasi di daerah pinggul.



d.



Operasi yang melibatkan vagina, perineum, rektum dan anus berikut komplikasinya.



e.



Penyebab



lainnya



seperti



infeksi



anus



atau



rektum;



diverkulitis; ulcerative colitis; atau cedera vagina lain yang tidak disebabkan proses melahirkan.



15



2.2.4 Klasifikasi 1.



Fistula VesikoVaginal Terdapat 2 jenis fistula vesikovaginalis, yaitu : a. Simple vesicovaginal fistulae - Ukuran fistula < 2-3 cm dan terletak supratrigonal. - Tidak ada riwayat radiasi atau keganasan - Panjang vagina normal b. Complicated vesicovaginal fistulae - Mempunyai riwayat radiasi sebelumnya - Terdapat keganasan pelvis - Vagina pendek - Ukuran fistula > 3 cm - Mengenai trigonum vesika urinaria



2.



Fistula Recto Vaginal Sejumlah



faktor



yang



berhubungan



dengan



fistula



rektovaginaldapat digunakan untuk mengklasifikasikan fistula termasuk ukuran, lokasi, dan penyebab fistula. Faktor-faktor yang untuk mengklasifikasikan fistula ke fistula simple atau kompleks. a.



Simple rektovaginal fistula - Rendah atau pertengahan vagina septum 2,5 cm dengan diameter - Karena penyakit radang usus, radiasi, atau neoplasma sebelumnya gagal perbaikan.



2.2.5 Patofisiologi Salah satu etiologi dari terbentuknya fistel adalah dari pembedahan. biasanya karena terjadi kurangnya ke sterilan alat atau kerusakan intervensi bedah yang merusak abdomen. Maka kuman akan masuk kedalam peritoneum hingga terjadinya peradangan pada



16



peritoneum sehingga keluarnya eksudat & fibrinosa (abses) , terbentuknya abses biasanya disertai dengan rasa nyeri pada lokasi abses. Infeksi biasanya akan meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan dan adesi),



karena adanya



perlengketan maka akan terjadinya kebocoran pada permukaan tubuh yang mengalami perlengketan sehingga akan menjadi sambungan abnormal diantara permukaan tubuh. Maka dari dalam fistel akan mengeluarkan drain atau & feses.Karena terjadinya kebocoran pada permukaan tubuh yang mengalami perlengketan maka akan menyumbat usus dan gerakan peristaltik usus akan berkurang sehingga cairan akan tertahan didalam usus halus dan usus besar (yang bisa menyebabkan edema). Jika tidak di tangani secara cepat maka cairan akan merembes kedalam rongga peritoneum sehingga terjadinya dehidrasi. Fistula Genetalia



Terjadinya Pembedahan



Resiko tinggi infeksi



Peritoneum terjadi peradangan



Terjadinya kebocoran pada Permukaan tubuh yang mengalami penyumbatan usus



Keluarnya eksudat fibrinosa (abses) Dehidrasi Nyeri Cemas



17



2.2.6 ManifestasiKlinis 1.



Fistula Vesiko Vaginal Secara klinis gejala Fistula Vesiko Vagina mengalami inkontinen urine dan tidak ada rasa nyeri. Komplikasi yang sering terjadi yaitu adanya iritasi pada daerah perineum dan paha atas, dermatitis kronis, infeksi saluran kemih serta penumpukkan kristal (Calculi pada buli-buli), amenorrhoe sekunder sebagai akibat sentral oleh karena depresi berat dan endometritis. Juga dapat terjadi striktura / stenosis vagina yang merupakan gejala yang sering bersamaan dengan fistula. Fistula sebagai akibat trauma obstetrik dapat timbul segera setelah persalinan atau beberapa lama setelah persalinan, sedangkan fistula akibat tindakan operasi ginekologi 5 - 14 hari pasca bedah. Pada fistula yang kecil urine dapat merembes sedikit. Gejala paling sering dari Fistula Vesiko Vagina adalah inkontinensia total involunter yaitu adanya iritasi daerah vulva dan seringnya terjadi ISK. Trias gejala yang timbul setelah tindakan pembedahan : sekret air kencing, nyeri perut dan kenaikan suhu badan dapat dipastikan adanya Fistula Vesiko Vagina.



2.



Fistula Recto Vaginal Gejala dari fistula recto vaginal antara lain yaitu : a.



Keluarnya gas, tinja atau nanah dari vagina.



b.



Segala sesuatu yang keluar dari vagina berbau tajam.



c.



Infeksi saluran kemih atau vagina kambuhan.



d.



Iritasi atau nyeri pada vulva, vagina serta area diantara vagina dan anus (perineum).



e.



Terasa nyeri ketika berhubungan seksualstriktura / stenosis vagina yang merupakan gejala yang seringbersamaan dengan fistula.



18



Fistula sebagai akibat trauma obstetrik dapat timbul segera setelahpersalinan atau beberapa lama setelah persalinan, sedangkan fistula akibat tindakan operasi ginekologi 5 - 14 hari pasca bedah. Pada fistula yang kecil urine dapat merembes sedikit. Gejala paling sering dari Fistula Vesiko Vagina adalah inkontinensia total involunter yaitu adanya iritasi daerah vulva dan seringnya terjadi ISK. Trias gejala yang timbul setelah tindakan pembedahan : sekret air kencing, nyeri perut dan kenaikan suhu badan dapat dipastikan adanya Fistula Vesiko Vagina. 3.



Fistula Recto Vaginal Gejala dari fistula recto vaginal antara lain yaitu : a.



Keluarnya gas, tinja atau nanah dari vagina.



b.



Segala sesuatu yang keluar dari vagina berbau tajam.



c.



Infeksi saluran kemih atau vagina kambuhan.



d.



Iritasi atau nyeri pada vulva, vagina serta area diantara vagina dan anus (perineum).



e.



Terasa nyeri ketika berhubungan seksual



2.2.7 PemeriksaanDiagnostik 1.



Tes pewarnaan Urine (Test Metilen Biru) Dilakukan jika dengan pemeriksaan Spekulum lokasi Fistel sukar ditentukan. Beberapa kasa diletakkan dalam vagina, kemudian kandung kemih diisi dengan metilen biru melalui kateter sebanyak 30-50 cc. Setelah 3 – 5 menit kasa dalam vagina dikeluarkan satu per satu dengan mudah dapat terlihat adanya cairan metilen biru dan sekaligus dapat mengetahui lokasi Fistula Vesiko Vagina.



2.



Cara lain yang hampir sama yaitu ( Test Tampon Moir ) Disini digunakan untuk membedakan antara Fistula Utero Vagina yang kecil dan Fistula Vesiko Vagina. Caranya : 150 – 200 cc larutan metilen biru dimasukkan dalam kandung kemih, sebelumnya sudah dimasukkan 3 tampon dalam vagina. Pasien kemudian disuruh jalan-jalan selama 10-15 menit,



19



kemudian tampon dikeluarkan. Jika tampon bagian bawah basah dan berwarna biru maka kebocoran dari urethra. Jika bagian tengah basah dan berwarna kebiruan berarti dari Fistula Vesiko Vagina. Jika bagian atas yang basah tetapi tidak berwarna biru berarti dari ureter. 3.



Endoskopi ( Cystoscopy ) Dapat membedakan lokasi dan ukuran Fistel serta derajat reaksi radang sekitar Fistel. Banyak Fistel yang terjadi sesudah tindakan histerektomi dan lokasi biasanya dibelakang cela intra uterin dan berhubungan dengan dinding anterior vagina.



4.



Pemeriksaan Radiologis IVP dilakukan untuk membedakan Fistula Vesiko Vagina atau Obstruksi Ureter dengan retrograde Pyelogram paling bermakna untuk menentukan adanya Fistula Vesiko Vagina. Retrograde Pyelogram dilakukan jika pada IVP ditemukan keadaan yang abnormal atau lokasi Fistula sukar ditentukan



2.2.8 Penatalaksanaan 1.



Medis Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara operasi. Operasi untuk kasus ini tanpa komplikasi memiliki tingkat keberhasilan 90%. Operasi ini sukses dapat memungkinkan perempuan untuk hidup normal dan memiliki anak lagi. Perawatan pasca operasi sangat penting untuk mencegah infeksi. Beberapa wanita yang tidak bersedia untuk operasi ini, dapat mencari pengobatan alternatif yang disebut urostomy (pengumpulan urine dipakai setiap hari). Manfaat terbesar dari perawatan bedah adalah bahwa banyak wanita dapat kembali bergabung bersama keluarga mereka, masyarakat dan tanpa ada rasa malu dari kondisi mereka karena bocor dan bau.



20



2.



Keperawatan a.



Pra



Operasi:



Persiapan



fisik,



laboratorium,



antibioka



profilaksis, persiapan kolon bila perlu. b.



Waktu reparasi, tergantung sebab trauma operasi segera, saat operasi tersebut, atau ditunda jika diketahui pasca operasi.



c.



Pasca Operasi: drainase urine kateter terpasang.



2.2.9 Komplikasi 1. Ureter obstruksi, dapat berupa obstruksi karena terjahit atau terlipat akibat jahitan di sekitar ureter. Dapat diketahui dengan evaluasi cystoskopi. 2. Perdarahan vesika, dapat terjadi akibat perlukaan mukosa vesika. Bekuan dapat menyumbat katheter sehingga distensi vesika yang berlebihan mengakibatkan jaringan yang baru dijahit terbuka. Bekuan ini dapat dibersihkan dengan penghisap melalui uretra. 3. Infeksi , terjadi karena invasi kuman daerah genital, umumnya gram negatip. Antibiotika profilaksis diberikan sebelum operasi. 4. Fistula terbuka, kegagalan penutupan fistula biasanya diketahui hari 7 – 10, penderita mengeluh ngompol kembali. Ganti katheter dengan ukuran lebih besar memastikan urine dapat keluar dengan lancar, penutupan spontan diharapkan dapat terjadi. Jika tetap bocor, dilakukan operasi ulang setelah 3 bulan. 5. Inkontinensia , pada vesika yang kontraktur terjadi gangguan pada sfingter, meskipun fistula sudah tertutup baik, penderita tidak dapat menahan kencing, urine keluar spontan.



21



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 AsuhanKeperawatanInkontinensiaUrin 3.1.1 Pengkajian 1.



 



Identitas Klien inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau



cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia lakilaki juga beresiko mengalaminya. 2.



RiwayatKesehatan a) RiwayatKesehatanSekarang Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih



sebelum



terjadi



inkontenin,



apakah



terjadi



ketidakmampuan. b) RiwayatKesehatanKlien Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah



pernah



terjadi



trauma/cedera



genitourinarius,



pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit. c) RiwayatKesehatanKeluarga Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.



22



3.



PemeriksaanFisik a. KeadaanUmum Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia. b. PemeriksaanPersistem : 1.



B1 (Breathing) Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.



2.



B2 (Blood) Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah.



3.



B3 (Brain) Kesadaran biasanya sadar penuh.



4.



B4 (Bladder) Inspeksi:periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat



karena



adanya



aktivitas



mikroorganisme



(bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah



klien



terpasang



kateter



sebelumnya.



Palpasi: Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing. 5.



B5 (Bowel) Bising usus adakah peningkatan atau penurunan. Adanya nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.



6.



B6 (Bone) Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.



23



4.



PemeriksaanPenunjang a.



b.



Urinalisis -



Hematuria



-



Poliuria



-



Bakteriuria



PemeriksaanRadiografi 1.



IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjaldan ureter.



2.



VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual).



c.



Kultur Urine 1.



Steril



2.



Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml)



3.



Organisme



3.1.2 DiagnosaKeperawatan 1.



Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Iritasi Kulit.



2.



Ansietas berhubungan dengan Status Kesehatan.



3.



Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Kelelahan.



3.1.3 Intervensi Diagnosa 1 : Kerusakan Integritas Kulit berhubungan Iritasi Kulit Tujuan : Integritas kulit pasien menjadi baik. Kriteria hasil : a.



Tidak ada luka atau lesi pada kulit.



b.



Mampu melindungi kulit dan mempertahakan kelembaban kulit.



c.



Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka.



d.



Menunjukkan



pemahaman



dalam



proses



danmencegah terjadinya cedera berulang.



24



perbaikan



kulit



No Intervensi 1. Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar 2. Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan lembab 3. Monitor kulit akan adanya kemerahan 4. Memberikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka



Rasional Membantu mengurangi kemungkinan adanya lesi. Membantu agar kulit pasien tetap terjaga. Mengetahui adanya kemerahan atau tidak pada kulit pasien Mempercepat penyembuhan luka pada pasien



Diagnosa 2 : Ansietas berhubungan dengan status kesehatan. Tujuan : Pasien dapat mengatasi kecemasannya. Kriteria hasil : a.



Pasien mampu mengidentifikasi dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas.



b.



Pasien mampu mengungkapkan gejala cemas.



c.



TTV dalam batas normal.



d.



Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukkan berkurangnya kecemasan.



No



Intervensi



Rasional



1.



Menggunakan menenangkan



pendekatan



yang Agar terjalin pendekatan yang diinginkan



2.



Mendukung pasien untuk Membantu mengungkapkan perasaan ketakutan masan. dan persepsi



3.



Menemani pasien memberikan keamanan mengurangi rasa takut.



mengurangi



untuk Agar pasien dan kesepian.



tidak



Diagnosa 3 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelelahan. Tujuan : Pola tidur pasien menjadi lebih teratur. Kriteria hasil :



25



kece-



merasa



a.



Jumlah jam tidur dalam batas normal.



b.



Kualitas tidur dalam batas normal.



c.



Perasaan fresh sesudah tidur atau istirahat.



No



Intervensi



Rasional



1.



Menjelaskan pentingnya tidur yang Agar pasien mengetahui pentingnya adekuat pola tidur yang baik.



2.



Menciptakan nyaman



3.



Mengkolaborasi tidur



lingkungan



pemberian



yang Agar pasien merasa nyaman saat beristirahat. obat Agar pasien dapat beristirahat.



3.1.4 Implementasi Pada tahapan implementasi ini diharapkan tindakan yang dilakukan pada pasien adalah sesuatu yang tepat, tentunya sesuai dengan rencana tindakan yang sudah disusun agar menghasilkan jawaban atas tujuan yang diinginkan. 3.1.5 Evaluasi 1.



Iritasi kulit dan luka pada kulit sempat dialami pasien sudah membaik.



2.



Proses penyembuhan lukanya dapat teratasi.



3.



Pasien mampu mengidentifikasi dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemasnya.



4.



Pasien menjalani pola hidup sehat dan bahagia, serat mengajak keluarga dan orang terdekat untuk memulai pola hidup sehat sedini mungkin.



5.



Keluarga terus melakukan dukungan dan mendampingi perawatan pasien tanpa berat hati.



6.



Pasien dapat menjaga kondisi tubuhnya dengan teratur istirahat, mengonsumsi yang dianjurkan, dan dengan gembira menjalani aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya.



26



3.2 AsuhanKeperawatan Fistula Genetalia 3.2.1 Pengkajian Dilaksanakan pada klien dengan kelainan menstruasi selain dilakukan pengkajian secara umum, juga dilakukan pengkajian khusus yang ada hubungannya dengan kelainan menstruasi, adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah : 1)



Pertama



kali



mendapat



menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah, siklus teratur atau tidak dan beberapa hari siklus. 2)



Ada tidakannya rasa nyeri saat menstruasi.



3)



Riwayat keluarga, apakah ada yang mempunyai penyakit yang sama.



4)



Riwayat Obstetri



5)



Riwayat Perkawinan



6)



Kebiasaan hidup sehari-hari



7)



Penyakit yang pernah di derita



8)



Pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit dan perawatan.



9)



Gejala gastro intestinal : tidak nafsu makan, mual, muntah.



10)



Ada atau tidaknya pusing, sakit kepala, kurang konsentrasi.



11)



Adanya



kelelahan,



banyak



keringat. 3.2.2 DiagnosaKeperawatan 1.



Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi.



2.



Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses pembedahan.



27



3.



Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.



3.2.3 Intervensi Diagnosa 1 : Nyeri b.d iritasi mukosa, proses inflamasi Tujuan : Dapat mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Kriteria hasil : a.



Mampu



mengontrol



nyeri



(tahu



penyebab



nyeri,



mampu



menggunakan teknik nonfarmokologi untuk mengurangi nyeri). b. Menyatakan rasa nyaman saat nyeri berkurang. c.



Mampu mengenali skala nyeri.



d. Tidak mengalami gangguan tidur. No



Intervensi



Rasional



1.



Melakukan pengkajian nyeri.



2.



Mengobservasi reaksi komunikasi Mengetahui terapeutik untuk mengetahui pasien. pengalaman nyeri pasien.



3.



Memberikan nyeri.



informasi



Mengetahui skala nyeri. pengalaman



nyeri



tentang Agar pasien mengetahui tentang rasa nyerinya.



Diagnosa 2 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh. Tujuan : Pasien tidak mengalami infeksi. Kriteria hasil : a.



Pasien



bebas



dari



gejala



infeksi. b.



Menunjukkan untuk mencegah timbulnya infeksi.



28



kemampuan



c.



Menunjukkan perilaku hidup sehat.



No



Intervensi



Rasional



1.



Bersihkan lingkungan dipakai pasien.



setelah Agar lingkungan pasien bersih.



2.



Membatasi pengunjung bila perlu.



3.



Cuci tangan sesudah dan sebelum Mengurangi kemungkinan melakukan tindakan keperawatan. pasien terkontaminasi dari kuman yang berada ditangan.



Agar pasien tidak terkontaminasi virus dari luar.



Diagnosa 3 : Ansietas berhubungan dengan status kesehatan. Tujuan : Pasien dapat mengatasi kecemasannya. Kriteria hasil : a.



Pasien mampu mengidentifikasi dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas.



b.



Pasien mampu mengungkapkan gejala cemas.



c.



TTV dalam batas normal.



d.



Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukkan berkurangnya kecemasan.



No



Intervensi



Rasional



1.



Menggunakan menenangkan



pendekatan



2.



Mendukung pasien mengungkapkan ketakutan dan persepsi



3.



Menemani pasien memberikan keamanan mengurangi rasa takut.



yang Agar terjalin pendekatan yang diinginkan



untuk Membantu perasaan masan.



29



mengurangi



untuk Agar pasien dan kesepian.



tidak



kece-



merasa



3.2.4 Evaluasi 1.



Rasa nyeri berkurang.



2.



Klien merasa nyaman.



3.



Klien dapat menggunakan obat dengan benar.



4.



Rasa



cemas



berkurang



dengan pengertian yang telah diberikan.



BAB IV PEMBAHASAN Berdasarkan data – data diatas pada askep Inkontinensia Urin ada tiga diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien yang sudah melahirkan meliputi: kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi kulit. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelelahan. Sedangkan askep tentang fistulagenetalia ada tiga diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu meliputi: Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan



penurunan daya tahan tubuh, proses



pembedahan. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Dari ketiga diagnosa inkontinensia urin, menurut kami diagnosa kerusakan integritas kulit adalah yang paling banyak dialami dan butuh penanganan khusus, bukan berarti diagnosa-diagnosa yang lain tidak dialami oleh penderita inkontinensia urin. Namun dalam hal kerusakan integritas kulit kunci dari berbagai diagnosa tersebut dapat membuat pasien merasa cemas, kerusakan integritas kulit juga dapat membuat gangguan pola tidur pasien yang tidak efektif. Sedangkan dari ketiga diagnosa fistula genetalia menurut kami diagnosa nyeri adalah yang paling banyak dialami dan membutuhkan penanganan khusus, bukan berarti diagnosa-diagnosa yang lain tidak di alami oleh penderita fistula genetalia. Namun dalam hal ini nyeri adalah kunci dari



30



berbagai diagnosa, nyeri dapat membuat pasien menjadi resiko tinggi infeksi, nyeri juga dapat membuat pasien merasa cemas. Kerusakan integritas kulit pada pasien dengan inkontinensia urine disebabkan oleh urine yang bersifat masam mengiritasi kulit. Dari diagnosa ini berdasarkan tujuan aplikasi maka dibuat penyelesaian berdasarkan NIC dan NOC intervensi yang bertujuan agar integritas kulit pasien menjadi baik. Sedangkan nyeri pada pasien fistula genetalia disebabkan oleh perritoneum terjadi peradangan yang menyebabkan keluarnya eksudat fibrinosa (abses) sehingga terjadi nyeri. Adanya keputusan penyelesaian berdasarkan NIC dan NOC intervensi yang bertujuan agar pasien merasakan berkurangnya nyeri. Intervensi yang akan dilakukan dari diagnosa kerusakan integritas kulit adalah menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar, jaga kebersihan kulit pasien agar selalu bersih, memonitor kulit pasien apakah ada kemerahan pada kulitnya atau tidak, dan berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka. Sedangkan intervensi yang dilakukan dari diagnosa nyeri yaitu melakukan pengkajian skala nyeri, mengobservasi reaksi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, dan berikan informasi tentang nyeri tersebut.



31



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Inkontinenasia urin Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika Inkontinensia urin terjadi akibat kelainan inflamasi (sistitis), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologi yang serius (paraplegia), kemungkinan besar sifatnya akan permanent (Brunner & Suddarth, 2002. hal: 1471). Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses). Inkontinensia urine lebih sering terjadi pada wanita yang sudah pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Hal ini terjadi karena adanya perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Dari pengkajian yang dilakukan pada klien maka prioritas diagnosa keperawatan pada kasus diatas adalah: 1.



Inkontinensia urine stress berhubungan dengan tekanan intraabdomen tinggi ditandai dengan -melaporkan rembesan involunter sedikit urine pada saat tertawa, bersin, dan batuk - Q tip test diketahui penyimpangan >35.



32



2. Ketidakseimbangan nutrisi > kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan berlebihan dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolic ditandai dengan berat badan 20% di atas tinggi dan kerangka tubuh ideal (TB : 144 cm, BB : 70 kg, BMI : 33,75 kg). 3.



Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan perasaan tidak nyaman dan ketakutan.



Fistula Genetalia Fistula adalah terjadinya hubungan antar arongga alat dalam dengan dunia luar. Fistula Genetalia dalah terjadinya hubungan antara traktus genitalia dengan traktus urinarius atau, gastrointestinal dan dapat ditemukan satu atau gabungan dua kelainan secara bersamaan. Penatalaksanaan dengan cara : 1. Medis Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara operasi. Operasi untuk kasus ini tanpa komplikasi memiliki tingkat keberhasilan 90%. Operasi ini sukses dapa memungkinkan perempuan untuk hidup normal danmemiliki anak lagi. Perawatan pascaoperasi sangat penting untuk mencegah infeksi. Beberapa wanita yang tidak bersedia untuk operasi ini, dapat mencari pengobatan alternatif yangdisebut urostomy (pengumpulan urine dipakai setiap hari). Manfaat terbesar dar iperawatan bedah adalah bahwa banyak wanita dapat kembali bergabung bersama keluarga mereka ,masyarakat dan tanpa ada rasa malu dari kondisi mereka karena bocor dan bau. 2. Keperawatan Pra Operasi : Persiapan fisik, laboratorium, antibiok aprofilaksis, persiapan kolon bil aperlu. Waktu reparasi : tergantung sebab trauma operasi segera,saat operasi tersebut, atau ditunda jika diketahui pasca operasi. Pasca Operasi: drainase urine kateter terpasang.



33



5.2 Saran a. Bagi Mahasiswa Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuannya tentang macam-macam penyakit terutama pada system urinarius dan juga meningkatkan kemampuan dalam pembuatan asuhan keperawatan pada pasien khususnya dengan inkontinensia. b. Bagi Perawat Diharapkan bagi perawat agar dapat meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan serta pengetahuannya sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal terkhususnya pada pasien inkontinensia. c. Bagi Dunia Keperawatan Meningkatkan



profesionalitas



sebagai



seorang



perawat



sehingga



diharapkan asuhan keperawatan ini dapat terus diperbaiki kekurangannya dan dapat menambah pengetahuan yang lebih baik bagi dunia keperawatan, serta dapat diaplikasikan untuk mengembangkan kompetensi dalam keperawatan.



34



DAFTAR PUSTAKA Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta Iman, B susanto. Inkontinensia Urin pada Perempuan. Dalam: Maj Kedokt indon. Volume 58 No 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. H. 258-64 Errol Norwitz & John Schorge. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Jakarta.H. 40 Santoso BI. 2009. Fistula Genitalia, Urogenikologi l, Uriginikologi Rekonstruksi Obstet dan ginekol FK-UI: Jakarta.



35