Pencahayaan K3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang



Setiap manusia terlibat pada suatu kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya yang berbeda-beda. Perbedaan kondisi tersebut sangan mempengaruhi terhadap kemampuan manusia. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatan dengan baik dan dapat mencapai hasil yang maksimal atau optimal saat lingkungan kerjannya sudah mendukung. Salah satu hal yang berpengaruh dan sangat penting adalah adanya penerangan yang baik. Penerangan yang baik akan membant menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat menentukan peningkatan produktivitas dalam bekerja.



Penerangan yang baik yaitu penerangan yang menggunakan cahaya yang dapat kita gunakan untuk melihat objek yang dikerjakan dengan jelas, cepat, dan tanpa upaya yang tidak perlu. Hal-hal yang menentukan penerangan yang baik antara lain ialah pembagian luminensi yang baik dalam lapangan pengelihatan, pencegahan kesilauan, panas penerangan yang buruk yaitu penerangan dimana kita kurang dapat untuk melihat objek secara jelas. Pengaruh yang mengakibatkan penerangan yang buruk antara lain, kelelahan mata, kelelahan mental, kerusakan alat pengelihatan, keluhan disekitar mata, dan sebagainya. Pengaruh dari adanya lelah mata yang dibiarkan dapat mengakibatkan penurunan performa kerja, kehilangan produktivitas, kualitas kerja rendah, dan kecelakaan kerja menjadi meningkat. Kesehatan dan keselamtan kerja merupakan hal yang



perlu



diperhatikan



dalam



operasional ditempat kerja.



Seiring



berkembangnya indutrialisasi di Indonesia, maka sejak awal perlu tentang kemungkinan timbulnya dampak baik terhadap tenaga kerja maupun pada masyarakat di lingkungan daerah sekitarnya.



Pencahyaan merupakan salah satu faktor permasalahan yang sering dijumpai, yaitu mengenai pencahayaan yang kurang atau pencahyaan yang lebih. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.. 46 Tahun 2016, tingkat pencahyaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Nilai yang dipersyaratkan oleh Kep-Menkes RI No..48/Menkes/SK/XI/2016 yaitu adalah sebesar minimal 100 lux. Intensitas pncahayaan biasannya diukur menggunakan alat Lux meter.



Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan agar praktikan mengetahui sumber pencahayaan yang terdapat pada ruang control room dari hasil pengamatan yang diperoleh. Mengetahui tingkat intensitas cahaya pada lokasi pengukuran serta dibandingkan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018. mengetahui hasil wawncara pada salah satu pekerja mengenai dampak pencahayaan yang dirasakan.



1.2 Tujuan Praktikum



a. Mengetahui sumber pencahayaan yang terdapat pada ruang control room dari hasil pengematan yang diperoleh. b. Mengetahui tingkat



intensitas



pencahayaan



pada



lokasi



pengukuran serta



dibandingkan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2016. c. Mengetahui hasil wawncara pada salah satu pekerja mengenai dampak pencahayaan yang dirasakan.



1.3 Prinsip Praktikum Praktikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tentang pengukuran intensitas pencahayaan dilaksanakan pada ruang Control Room lantai 2 ruang mesin Sulzer PT. PLN (Persero) Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda. Prinsip praktikum ini adalah mengukur nilai intensitas pencahyaan pada titik pengukuran yang telah ditentukan sebelumnya menggunakan alat Lux Meter. Pada titik yang diukur, lux meter dikalirasi dengan



menutup sensor hingga muncul angka 0 pada layar kemudian diarahkan kesumber cahaya dan ditunggu hingga angka pada layar konstan dan kemudian dicatat hasilnya. Terdapat 5 titik pengukuran, pada setiap titik dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali dan kemudian dilakukan perhitungan rata. Dilakukan pula wawancara singkat pada salah satu pekerja yang berada dilokasi mengenai dampak pencahyaan yang dirasakan dan didokumentasi proses setiap langkah praktikum yang dilakukan.



Alat Tulis



Disiapkan alat dan bahan



APD Sound Level Meter



Kamera



Dilakukan kalibrasi pada alat ukur



Dilakukan pengukuran intensitaskebisingan pada titik yang telah ditentukan



Dicatat hasil pengukuran pada form pengukuran



Dilakukan wawancara kepada salah satu tenaga kerja



Didokumentasikan setiap kegiatan praktikum



BAB 2 LANDASAN TEORI



2.1 Cahaya Cahaya adalah suatu energi berbentuk gelombang elektromaknetik yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380 hingga 760 nm2. Pada bidang fisika, cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang yang kasat mata maupun yang tidak, selain itu cahaya adalah paket partikel yang disebut foton. Kedua definisi tersebut merupakan sifat yang selalu ditunjukkan cahaya secara bersamaan, sehingga disebut sebagai dualisme gelombang partikel. Paket cahaya yang berbentuk spektrum tersebut, kemudian akan dipersepsikan secara visual oleh indra penglihatan manusia sebagai warna (Sutanto, 2019).



Cahaya merupakan bagian satu bagian dari berbagai jenis gelombang elektromaknetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam retina mata, yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut dengan pandangan. Oleh karena itu, penglihatan memerlukan mata yang berfungsi dan cahaya yang nampak (Amin, 2011).



Menurut Amin (2011), cahaya dipancarkan dari suatu benda dengan adanya fenomena sebagai berikut : a. Pijar, benda padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan sampai suhu tertentu. Intensitas meningkat dan penampilan menjadi semakin putih jika suhu naik. b. Muatan listrik, jika arus listrik dilewatkan melalui gas, maka atom dari molekulnya akan memancarkan radiasi, dimana spektrumnya merupakan karakteristik dari elemen yang ada. c. Electro luminescene, cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui padatan tertentu seperti semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor. d. Photo luminescene, radiasi pada salah satu panjang gelombang diserap, biasanya oleh suatu padatan dan dipancarkan kembali pada berbagai panjang gelombang. Bila radiasi yang dipancarkan kembali tersebut merupakan fenomena yang dapat terlihat, maka radiasi tersebut disebut fluorescene atau phosphorescene.



2.2 Pencahayaan Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Ruang yang telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik apabila tidak disediakan akses pencahayaan. Pencahayaan didalam ruang memungkinkan orang yang menempatkannya dapat melihat benda-benda. Tanpa dapat melihat benda-benda dengan jelas mata aktivitas didalam ruang akan terganggu. Sebaliknya, cahaya yang terlalu terang juga dapat menganggu penglihatan. Penggunaan sistem pencahayaan yang tidak efektif dan efisien dapat menurunkan produktivitas, rasa kenyamanan, serta menyebabkan pemborosan energi (Atmam. 2015).



Pencahayaan merupakan sejumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Fungsi dari pencahayaan di area kerja antara lain memberikan pencahayaan kepada benda-benda yang menjadi objek kerja. Intensitas pencahayaan (Illumination level) merupakan jumlah atau kualitas cahaya yang jatuh ke suatu permukaan. Tingkat atau intensitas pencahyaan tergantung pada sumber pencahayaan (Rahmayanti, 2015).



2.3 Sumber Pencahayaan Menurut Amin (2011), pencahayaan dapat dibagi menjadi : a. Pencahayaan Alami Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh mmkuman.Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruangan, diperlukan jendelajendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor yang perlu dihasilkan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu : 1) Variasi intensitas cahaya matahari 2) Distribusi dari terangnya cahaya 3) Efek dari lokasi, pemantulan cahaya 4) Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung a. Pencahayaan Buatan



Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahyaan alami tidak mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut : 1) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat. 2) Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman. 3) Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja. 4) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang. 5) Menigkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan pretasi.



2.4 Sistem Pencahayaan Buatan Pencahyaan buatan berasal dari sistem cahaya berenergi terbatas di alam, misalnya energi listrik serta energi dari proses minyak bumi dan gas. Intensitas cahaya dan kuat penereangan cahaya buatan stabil tanpa dipengaruhi perubahan waktu dan cuaca. Besarnya pun dapat diatur sesuai kebutuhan. Cahaya buatan pun dapat menimbulkan efek silau jika terjadi kontras berlebih antara cahaya dengan objek yang dikenai cahaya dengan objek itu sendiri. Untuk itu harus direncanakan dengan baik agar dapat dikontrol (Latifah, 2015).



Menurut Amin (2011), sistem pencahayaan buatan dibedakan atas 3 macam yakni : a. Sistem Pencahayaan Merata Pada sistem ini iluminasi cahaya tersebar secara merata di seluruh ruangan. Sistem pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual khusus. Pada sistem ini sejumlah armatur ditempatkan secara teratur di seluruh langit-langit. b. Sistem Pencahayaan Terarah Pada sistem ini seluruh ruangan memperoleh pencahayaan dari salah satu arah tertentu. Sistem ini cocok untuk pameran atau pertunjukkan suatu objek karena akan tampak lebih jelas. Sistem ini dapat juga digabungkan dengan sistem pencahayaan merata karena bermanfaat mengurangi efek menjemukan yang mungkin ditimbulkan oleh pencahayaan merata. c. Sistem Pencahayaan Setempat



Pada sistem ini cahaya dikonsentrasikan pada suatu objek tertentu misalnya tempat kerja yang memerlukan tugas visual. Sistem pencahayaan ini sangat bermanfaat untuk : 1) Memperlancar tugas yang memerlukan visualisasi teliti. 2) Mengamati bentuk dan susunan benda yang memerlukan cahaya dari arah tertentu. 3) Melengkapi pencahayaan umum yang terhalang mencapai ruangan khusus yang ingin diterangi. 4) Membantu pekerja yang sudah tua atau telah berkurang daya pengelihatannya. 5) Menunjang tugas visual yang pada mulanya tidak direncanakan untuk ruangan tersebut. Penggunaan sistem pencahayaan yang tidak efektif dan efisien dapat menurunkan produktivitas kerja. Perencanaan sistem pencahayaan mampu mengidentifikasi kuat penerangan. Pencahayaan merupakan salah satu faktor dalam penerangan ruang (Atmam, 2015).



2.5 Fungsi Pencahayaan Menurut Istiawan (2006), pencehayaan dibagi menjadi tiga fungsi yaitu : a. General lighting General lighting atau kadang disebut ambience lighting merupakan fungsi dasar cahaya, yaitu cahaya dituntut harus ada diseluruh ruangan tertentu. Cahaya disini berfungsi sebagai penerangan utama. Sifat penyinarannya merata dan harus menerangi seluruh ruang. Dalam memenuhi fungsi ini, lampu yang digunakan biasanya lampu yang memiliki watt besar agar cahayanya cukup untuk menerangi seluruh bagian dalam ruang. b. Task lighting Task lighting adalah pencahayaan setempat dengan tujuan untuk mendukung aktivitas yang membutuhkan cahaya lebih terang seperti membaca, memasak, dan pekerjaan lainnya. Jenis lampu yang digunakan untuk aktivitas membaca sebaiknya lampu fluorescence karena jenis lampu ini memiliki cahaya putih terang dan focus yang baik. Untuk task lighting sebaiknya digunakan lampu atau unit pencahayaan yang memancar hanya kesatu arah, yaitu ketempat bidang atau meja kerja. c. Decorative (accent) lighting Pada fungsi ini, cahaya lebih berperan dalam segi estetika. Cahaya berfungsi menonjolkan nilai keindahan objek pada ruang atau desain dari ruang itu sendiri. Untuk memenuhi fungsi dekoratif tersebut, lampu dapat diletakkan misalnya di dinding, di lantai sehingga cahaya lampu mengarah ke atas, atau sebagai latar suatu objek.



2.6 Perhitungan Intensitas Cahaya



Perhitungan illuminati pencahayaan adalah untuk mendapatkan hasil yang akurat dan dapat dipakai sebagai perbandingan dengan hasil pengukuran secara langsung sehingga diperoleh instalasi pencahayaan yang paling optimal. Intensitas pencahayaan pada suatu bidang adalah flux yang jatuh pada luasan 1 m2 dari bidang tersebut. Intensitas pencahayaan ditentukan ditempat mana kegiatan dilakukan (Amin, 2011). Intensitas pencahayaan E dinyatakan dalam suatu lux



atau lumen /m2. Jadi flux cahaya yang



diperlukan untuk bidang kerja seluas A m2 ialah : βˆ… = 𝐸. 𝐴 (lumen) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.1) dimana : βˆ… = flux cahaya (lumen) E = Intensitas Pencahayaan (lux) A = luas bidang kerja (m2) (Amin, 2011).



Flux cahaya yang dipancarkan lampu tidak semuanya mencapai bidang kerja sebagian dipancarkan ke dinding, lantai dan langit-langit sehingga perlu diperlukan faktor efisiensi :



πœ‡=



βˆ…9 βˆ…o



- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.2)



dimana : βˆ…o = flux cahaya yang dipancarkan sumber cahaya (lumen) βˆ…9 = flux cahaya berguna (lumen) (Atmam, 2011). Selanjutnya didapatkan rumus flux cahaya : βˆ…o =



𝐸.𝐴 πœ‡



- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.3)



βˆ…o = flux cahaya A = luas bidang kerja dalam m2 E = Intensitas pencahayaan yang diperlukan bidang kerja (lux)



Disain intensitas cahaya ditulis dengan persamaan : 𝑁 =



(𝐸 π‘₯ 𝐴) (𝐹 π‘₯ π‘ˆπΉ π‘₯ 𝐿𝐿𝐹)



Keterangan : N = Jumlah fitting atau titik E = tingkat lux



- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2.4)



A = luas ruangan F = flux total lampu dalam suatu fitting atau titik (lumen) UF = Utility factor (0,66) LLF = Faktor kehilangan cahaya (Atmam, 2015).



2.7 Dampak Pencahayaan Salah satu dampak negatif dari intensitas cahaya yang kurang atau berlebih adalah kelelahan mata. Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh penggunaan indera pengelihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman. Kelelahan mata tersebut tentunya memiliki tanda-tanda serta karakteristik antara lain mata besar, kelopak mata berwarna merah, pengelihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konversiensi serta akomodasi menurun (Rahmayanti, 2015).



Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelelahan mata terbagi atas faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refluksi, dan istirahat mata), faktor karakteristik pekerjaan (durasi kerja), dan faktor perangkat kerja (jarak monitor). Selain itu faktor yang mempengaruhi kinerja visual antara lain kemampuan individual itu sendiri, jarak pengelihatan ke objek, pencahayaan, durasi ukuran objek, kesilauan, dan kontras. Pekerjaan yang menggunakan komputer selama berjamjam juga menunjang terjadinya kelelahan mata. Lingkungan keluarga yang nyaman sangat dibutuhkan oleh manusia untuk dapat beraktifitas secara optimal dan produktif. Selain itu, lingkungan kerja harus ditangani dan didesain secara baik. Hal tersebut dikarenakan pengaruh buruk dari lingkungan kerja akan memberikan dampak buruk bagi pekerja (Rahmayanti, 2015).



BAB 3 METODE PRAKTIKUM



3.1 Waktu dan Tempat Pelaksaan Praktikum



3.1.1 Waktu Pelaksaan Praktikum Prakstikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tentang Pengukuran Intensitas Pencahayaan dilaksanakan pada hari Jum’at, 18 Oktober 2019 pada pukul 15.45-16.15 WITA.



3.1.2 Tempat Pelaksanaan Praktikum Praktikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tentang Pengukuran Intensitas Pencahayaan dilakukan di ruang Control Room lantai 2 ruang mesin Sulzer PT. PLN (Persero) Unit Pelaksana Pengendalian Pelaksanaan Sektol Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam, Jalan Tengkawang, Kec. Sungai Kunjang, Samarinda, Kalimantan Timur.



3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat a. Helm safety b. Rompi safety c. Sepatu safety d. Earmuff e. Lux meter (model Lx-101A merk Lutron) f. Meteran 50 meter g. Stopwatch



h. Kamera i. Kalkulator



3.2.2 Bahan a. Baterai b. Alat tulis c. Form data laporan



3.3 Cara kerja a. Disiapkan alat dan bahan praktikum. b. Ditentukan 5 titik pengukuran. c. Diukur luas ruangan menggunakan meteran. d. Dinyalakan alat lux meter. e. Dikalibrasi alat lux meter dengan cara ditutup sensor dengan telapak tangan tepat udidepan dada hingga angka pada layar berubah menjadi 0. f. Dinyalakan stopwatch dan ditunggu sekitar 5 detik hingga angka pada layar konstan udilalu dicatat hasilnya. g. Diukur intensitas cahaya sebanyak 3 kali pada setiap titik. h. Dicatat hasil pengukuran psda form data laporan lalu dihitung rata- rata hasil udipengukuran. i. Diulangi langkah poin d-h untuk pengukuran pada titik selanjutnya. j. Dilakukan wawancara singkat kepada salah satu pekerja mengenai dampak udpencahayaan yang dirasakan. k. Didokumentasika praktikum yang dilakukan.



BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Data Pengukuran Pencahayaan di Control Room Sulzer Hasil Pengamatan (Lux) Rata-Rata Titik (Lux) Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 1 40 45 42 42,3 2 37 38 36 37 3 46 45 43 44,6 4 87 76 90 84,3 5 82 72 77 77 Rata-Rata Keseluruhan 57,04 (Data Primer, 2019)



4.2 Perhitungan



4.2.1 Rata-Rata Titik 1



Rata-Rata Titik 1 = =



Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3 3



40 + 45 + 42 3



= 42,3 Lux



4.2.2 Rata-Rata Titik 2



Rata-Rata Titik 2 =



Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3 3



=



37 + 38 + 36 3



= 37 Lux



4.2.3 Rata-Rata Titik 3



Rata-Rata Titik 3 = =



Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3 3



46 + 45 + 43 3



= 44,6 Lux



4.2.4 Rata-Rata Titik 4



Rata-Rata Titik 4 = =



Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3 3



87 + 76 + 90 3



= 84,3 Lux



4.2.5 Rata-Rata Titik 5



Rata-Rata Titik 5 = =



Pengukuran 1 + Pengukuran 2 + Pengukuran 3 3



82 + 72 + 77 3



= 77 Lux



4.2.6 Rata-Rata Total



Rata-Rata Total .= I=



Ξ£Rata-Rata Pengukuran n titik 42,3 + 37 + 44,6 + 84,3 + 77 5



I= 57,04 Lux 4.3 Pembahasan



Hasil pengukuran intensitas pencahayaan yang dilakukan diruang control room lantai 2 ruang mesin sulzer yang dilakukan pengukuran pada 5 titik dan pada setiap titiknya diukur sebanyak 3 kali. Diperolehhasil pada titik 1, pengukuran pertama sebesar 87 lux, pengukuran kedua sebesar 45 lux, dan pengukuran ketiga sebesar 42 lux dengan ratarata sebesar 42.3 lux. Pengukuran pada titik 2, pengukuran pertama sebesar 37 lux, pengukuran kedua sebesar 38 lux, dan pengukuran ketiga sebesar 36 lux dengan ratarata sebesar 37 lux. Pengukuran pada titik 3, pengukuran pertama sebesar 46 lux, pengukuran kedua sebesar 45 lux, dan pengukuran ketiga sebesar 43 lux dengan ratarata sebesar 44.6 lux. Pengukuran titik 4, pengukuran pertama sebesar 87 lux, pengukuran kedua sebesar 76 lux, dan pengukuran ketiga sebesar 90 lux dengan rata0rata sebesar 84.3 lux. Pengukuran titik 5, pengukuran pertama sebesar 82 lux, pengukuran kedua sebesar 72 lux, dan pengukuran ketiga sebesar 77 lux dengan ratarata sebesar 77 lux. Dari keseluruhan hasil yang didapatkan pada setiap titik diperoleh rata-rata total keseluruhan sebesar 57.04 lux. Faktor yang mempengaruhi pencahyaan ialah jumlah sumber pencahayaan dan kapasitas watt dari sumber pencahayaan pada ruang tersebut.



Pengukuran pencahayaan dilakukan diruang control room lantai 2 ruang mesin sulzer PT. PLN (Persero) Unit Layanan Pelaksanaan Pengendalian Sektor Mahakam Unit Layanan PLTD Karang Asam, Samarinda. Ruangan control room memiliki bentuk persegi panjang dengan ukuran 9,5 x 6,8 meter. Pada ruangan ini terdapat 3buah APAR (Alat Pemadam Api Ringan) yang diletakkan pada dinding ruangan. Dalam ruang control roo terdapat sebuah panel kontrol yang benbentuk persegi panang yang berada tepat ditengah-tengah ruangan. Ruangan control room dilengkapi dengan 7 buah lampu yang terletak dilangit-langit ruangan yang berfungsi sebagai sumber pencahyaan pada ruangan dan terdapat 2 buah lemari pada ruangan ini. Pada waktu siang hari, ruagan ini mendapat sinar pencahayaan secara alami yang berasal dari 3 buah jendela yang berukuran cukup besar dengan arah hadap menuju ruang mesin sulzer. Pencahayaan alami tersebut tidak dapat menenrangi ruangan sepenuhnya karena terhalang dengan



adanya panel kontrol. Lampu yang berada pada ruangan ini menyala seluruhnya walaupun dengan tingkat pencahayaan yang rendah (remang-remang). selain itu, didalam ruang ini juga dilengkapi dengan meja dan dispenser.



Denah lokasi pengukuran pencahayaan diruang control room lantai 2.



Hasil pengamatan pengukuran intensitas pencahyaan pada ruang control room ruang mesin sulzer didapatkan hasil pengukuran rata-rata pada titik 1 sebesar 42.3 lux, ratarata pada titik 2 sebesar 37 lux, rat0rata pada ttik 3 sebesar 44.6 lux, rata-rata pada titik 4 sebesar 84.3 lux, dan rata-rata pada titik 5 sebesar 77 lux sehingga rata-rata keseluruhan dari 5 titik diperole hasil sebesar 57.04 lux. Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No, 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Lingkungan Keja menyatakan bahwa ruang kerja seperti ruang control room harus memiliki tingkat intensitas pencahayaan sebesar 300 lux. Dari hasill pengukuran tingkat pencahyaan pada ruang control room dapat dikatakan masih sangat rendah dari nilai ambang batas yang seharusnya. Apabila ruangan ini tetap dijadikan ruang kerja, hal ini dapat menyebabkan para pekerja mengalami efek kelelhan mata. Pengendalian yang



dapat dilaukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan yaitu dengan cara manambah sumber cahaya dengan intensitas wtt yang cukup besar dari yang sudah ada.



Dampak dari adanya tingkat pencahayaan yang kurang memenuhi syarat nilai ambang batas dapat memperburuk pengelihatan para pekerja karena jika pencahayaan diruang kerja terlalu besar atau terlalu kecil, pupil mata akan bekerja keras berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Intensitas pencahayaan yang krang juga dapat menimbulkan efek kelelahan mata yang ditanyai dengan iritasi pada mata dan menurunnya tingkat ketajaman pada pengelhatan. Efek kelelahan mata tersebut dapat berakibat pada penurunan performa kerja seperti kehilangan produktivitas dan kecelakaan kerja dapat meningkat. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak dari buruknya tingkat pencahayaan antara lain perbaikan kontras yaitu dengan memilih latar pengelihatan yang tepat, menmbah jumlah dari sumber pencahayaan, meletakkan penerangan pada daerah kerja, pemindahaan tenaga kerja dengan diberlakukannya sistem shift dan dapat menempatkan sumber sumber cahaya atau penerangan sedemikian rupa sehingga tidak mengenai bidang mengkilap yang nantinya dapat menimbulkan kesilauan.



Hasil wawancara dari baoak H. Bintoro yang bekerja menjadi petugas operator pada ruang control room di PLTD Karang Asam Samarinda tidak ada keluhan disekitar mta dan pada pengelihatannya. Bapak Bintoro mengatakan bahwa selama ia bekerja rutin dilakukan MCU sebanyak 2 kali dalam setahun untuk pemeriksaan mata., beliau mengatakan bahwa hanya pada jangka waktu tertentu dilakukan pemeriksaan dari pihak dari pihak manajemen kantor. Pekerja diruang ini dibagi menjadi 3 shift kerja. Intensitas pencahayaan pada ruang control room menurut bapak Bintoro tidak berpengaruh secara signifikan untuk pengelihatannya.



Perbandingan hasil pengukuran kelompok 5 dengan kelompo 6 yaitu hasil pengukuran pada titik 1 kelompok 5 sebesar 42.3 lux, kelompok 6 sebesar 0,5 lux. Pada titik 2 dari kelompok 5 sebesar 37 lux sedangkan kelompok 6 sebesar 0,47 lux. Pada titik 3 kelompok 5 sebesar 44.6 lux dan kelompok 6 sebesar 1,46 lux. Pada titik 4 kelompokk 5 sebesar 84.3 lux dan kelompok 5 sebesar 0.48 lux. Pada titik 5 kelompok 5 sebesar 77



lux dan kelompok 6 sebesar 0,77 lux. Rata-rata keseluruhan titik dari kelompok 5 sebesar 57.04 lux dan kelompok 6 sebesar 0.536 lux. Kesimpulan yang diperoleh ialah bahwa pengukuran kelompok 5 di control room lebih tinggi intensitasnya dibandingkan kelompok 6 yang berada di dalam ruang kantor. Hal ini terjadi karena ruang kantor hanya meiliki 1 lampu utama sedangkan ruang control room memiliki 7 lampu utana.



Faktor keasalahan yang terjadi pada saat pengukuran intensitas pencahayaan adalah praktikan kurang detail dalam bertanya kepada petugas, sehingga informasi yang didapat hanya sedikit. Faktor lainnya yaitu praktikan kurang teliti dalam membaca hasil sehingg waktu terbuang sia-sia.



BAB 5 PENUTUP



5.1 Kesimpulan a. Sumber pencahayaan yang terdapat pada ruang control room lantai 2 ruang mesin udisulzer adalah pencahayaan buatan yang nerasal dari lampu dilangit-langit. Terdapat 7 udibuah lampu yang menyala. Sumber lainnya berasal dari cahaya atahari yang masuk udimelalui jendela walaupun tidak menerangi seluruh ruangan karena terhalang oleh udipanel kontrol. b. Intensitas pencahayaan yang diperoleh pada titik 1 sebesar 42.3 lux, titik 2 sebesar udi37 lux, titik 3 sebesar 44.6 lux, titik 4 sebesar 84.3 lux, dan titik 5 sebesar 77 luzx udisehingga rata-rata total yang diperoleh dari keseluruhan titik sebesar 57.04 lux. udiMenurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 persyaratan udiintensitas pencahayaan sebesar 300 lux. Dari hasil pengukuran dapat dikatakan udimasih sangat rendah dari nilai ambang batas yang seharusnya. c. Hasil wawancara dari baoak H. Bintoro yang bekerja menjadi petugas operator pada udiruang control room di PLTD Karang Asam Samarinda tidak ada keluhan disekitar udimata dan pada pengelihatannya. Bapak Bintoro mengatakan bahwa selama ia bekerja udirutin dilakukan MCU sebanyak 2 kali dalam setahun untuk pemeriksaan mata., udibeliau mengatakan bahwa hanya pada jangka waktu tertentu dilakukan pemeriksaan udidari pihak dari pihak manajemen kantor. Pekerja diruang ini dibagi menjadi 3 shift udikerja. Intensitas pencahayaan pada ruang control room menurut bapak Bintoro tidak udiberpengaruh secara signifikan untuk pengelihatannya.



5.2 Saran Sebaiknya pada praktikum selanjutnya pengukuran dapat dilakukan pengukuran pada ruang mesinnya agar dapat diabndingkan hasilnya dengan penerangan yang bersumber alami dengan buatan dan agar hasilnya lebih bervariasi serta dapat menambah wawasan praktikan.



DAFTAR PUSTAKA



1. Atmam, Zulfahri., 2016, Analisis Intensitas Penerangan dan Penggunaan Energi Listrik di Laboratorium Komputer SDN 150 Pekanbaru, Vol 13 No 1, Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru.



2. Chandra, Budiman., 2006, Pengantar Kesehatan Lingkungan, EGC, Jakarta. 3. Gabriel, J. F., 1996, Fisika Kedokteran, EGC, Jakarta.



4. Gabriel, J. F., 2001, Fisika Lingkungan, Hipokrates, Jakarta. 5. Muhaimin, M.T., 2001, Teknologi Pencahayaan, Refika, Malang. 6. Satwiko, Prasasto., 2004, Fisika Bangunan 2 Edisi 1, Penerbit Andi, Yogyakarta. 7. Suroto., 2010, Dampak Kebisingan Lalu Lintas terhadap Pemukiman Kota, Vol 1 No 1, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.