Presentasi Kasus Limfadenitis [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Lia
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRESENTASI KASUS LIMFADENITIS HALAMAN JUDUL



Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta



Diajukan Kepada : dr. H. Suprapto, Sp. PD. Disusun Oleh : Arrizqi Ramadhani Muchtar 20110310057



BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016



HALAMAN PENGESAHAN



PRESENTASI KASUS LIMFADENITIS Disusun oleh: ARRIZQI RAMADHANI MUCHTAR 20110310057 Telah dipresentasikan pada tanggal 8 April 2016



Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo



dr. H. Suprapto, Sp. PD.



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum. Wr. Wb Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam PRESENTASI KASUS untuk memenuhi sebagian syarat kepaniteraan klinik program pendidikan profesi di bagian Ilmu Penyakit Dalam dengan judul. LIMFADENITIS Penulis dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. dr. H. Suprapto, Sp. PD. selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis Penyakit Dalam RSUD Wonosobo. 2. dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp. PD. selaku dokter spesialis Penyakit Dalam RSUD Wonosobo. 3. dr. Widhi P. S., Sp. PD. selaku dokter spesialis Penyakit Dalam RSUD Wonosobo. 4. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD Wonosobo yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas ini. Dalam menyusun tugas ini penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan tugas ini dimasa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb Wonosobo, 8 April 2016 Penyusun



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL



i



HALAMAN PENGESAHAN



ii



KATA PENGANTAR



iii



DAFTAR ISI



iv



BAB I



1



STATUS PASIEN



1



A.



Identitas Pasien



1



B.



Anamnesis



1



C.



Anamnesis Sistem



2



D.



Pemeriksaan Fisik



2



E.



Pemeriksaan Penunjang



4



F.



Diagnosis Kerja



5



G.



Follow Up



5



H.



Tatalaksana



7



BAB II



8



TINJAUAN PUSTAKA



8



A.



Pendahuluan



8



B.



Kelenjar Getah Bening



8



C.



Limfadenitis



9



1. Definisi



9



2. Etiologi



9



3. Epidemiologi



10



4. Patofisiologi



10



5. Manifestasi Klinis



11



6. Diagnosis



12



7. Diagnosis Banding



12



8. Penatalaksanaan



13



9. Prognosis



14



BAB III



15



KESIMPULAN



15



DAFTAR PUSTAKA



17



BAB I STATUS PASIEN



A. Identitas Pasien Nama



: Holin Muhammad



Usia



: 22 Tahun



Alamat



: Selomerto, Wonosobo



Agama



: Islam



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Pekerjaan



: Marketing di perusahaan swasta di Bekasi



Status Pernikahan: Belum menikah Masuk RSUD



: 1 Maret 2016



Keluar RSUD



: 3 Maret 2016



B. Anamnesis 1. Keluhan Utama : Badan terasa panas dingin 2. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Setjonegoro dengan keluhan panas dingin dirasakan sejak 10 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan pusing, mual, batuk, dan sesak nafas. Pasien merasa lehernya membengkak. BAB dan BAK dalam batas normal. 3. Riwayat penyakit dahulu - Riwayat penyakit yang sama disangkal - Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal - Riwayat penyakit batu ginjal di sangkal - Riwayat sulit BAK/BAB disangkal - Riwayat hipertensi disangkal - Riwayat asma disangkal - Alergi disangkal 4. Riwayat penyakit keluarga Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang sama seperti pasien. Tidak ada riwayat penyakit sistemik pada keluarga pasien. 1



5. Riwayat Sosial Ekonomi Penderita bekerja di bagian pemasaran sebuah perusahaan swasta di Bekasi. Penderita tinggal di rumah kontrakan di Bekasi bersama saudaranya. C. Anamnesis Sistem 1 2



Sistem Serebrospinal Sistem Respirasi



: Pasien dalam kesadaran penuh. : Tidak ada batuk, tidak sesak, dan tidak



3



nyeri dada. Sistem Kardiovaskular



: Tidak ada nyeri dada dan jantung tidak



4



merasa berdebar-debar. Sistem Gastrointestinal



: Tidak terdapat nyeri perut, tidak ada mual,



5 6 7



muntah. Sistem Urogenital Sistem Integumentum Sistem Muskuloskeletal



: BAK lancar, tidak ada nyeri saat BAK. : Tidak ada sianosis, turgor kulit baik. : Tidak ada nyeri dan tidak ada keter batasan



gerak. D. Pemeriksaan Fisik 1 2 3



Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital



4



: Baik : Compos Mentis



a



Suhu



: 38,4 oC



b



Nadi



: 99 x/menit



c



Pernapasan



: 20 x/menit



d



Tekanan Darah : 120/70 mmHg



Status Generalis a. Kulit :Warna coklat sawo matang, tidak ikterik, tidak pucat, tidak ditemukan hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi, tidak tampak ada tanda peradangan. b. Kepala : Simetris, bentuk normocephal, tidak tampak adanya peradangan



2



c. Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata tidak mudah dicabut. d. Wajah : Simetris, tidak terdapat adanya tanda peradangan dan massa. e. Mata : Tidak ditemukan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya positif, pupil isokor. f. Hidung : Simetris, tidak ada deviasi septum dan deformitas, tidak ada discharge dari hidung, napas cuping hidung tidak ada. g. Telinga : Simetris, tidak ada deformitas, serumen minimal tidak keluar discharge, tidak ada krepitasi, dan tidak ada nyeri tekan. h. Mulut : Bibir tampak kering, tidak sianosis, tidak ada stomatitis, terdapat lidah kotor, tidak ada atrofi papila lidah, lidah tidak tremor, uvula dan tonsil tidak membesar dan tidak hiperemis, faring tak tampak hiperemis. i. Pemeriksaan Leher Simetris, trakea berada di tengah dan tidak ada jejas. Tekanan jugular vena tidak meningkat. Terdapat pembesaran limfonodi di leher kanan dan kiri, serta di bahu kanan, ukuran sebesar telur puyuh, terasa nyeri jika dipegang. Tiroid tidak membesar. j. Pemeriksaan Paru 1 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada deformitas, tidak ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada 2



jejas. Palpasi



: Vokal fremitus seimbang antara paru-paru kanan



dan kiri, tidak ada krepitasi, dan tidak ada nyeri tekan pada 3 4



dada. Perkusi : Seluruh lapang paru sonor. Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak terdapat suara



tambahan paru. k. Pemeriksaan Jantung 1 Inspeksi 2 Palpasi 3 Perkusi 4 Auskultasi



: Ictus Cordis tidak terlihat : Ictus Cordis teraba tidak kuat angkat. : Batas Jantung tidak membesar. : S1>S2, irama reguler normal, terdapat



bising sistolik jantung. l. Pemeriksaan Abdomen 1) Inspeksi : Datar, dinding perut sejajar dengan dinding dada 2) Auskultasi : Bising usus normal 3) Perkusi : Timpani 3



4) Palpasi



: Supel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar dan lien



tidak teraba, tidak ada defence muscular, ginjal kanan kiri tidak teraba, tidak terdapat nyeri ketok ginjal kanan dan kiri. m. Pemeriksaan Ekstremitas Superior : Bentuk normal anatomis tidak deformitas. Akral hangat dan tidak edema. Tak tampak adanya jejas dan tak tampak adanya tanda peradangan. Inferior : Bentuk normal anatomis tidak deformitas. Akral hangat dan tidak edema. Tak tampak adanya jejas dan tak tampak adanya tanda peradangan. E. Pemeriksaan Penunjang Hemoglobin



: 11.6 g/dL



Leukosit



: 13.1 10^3/ul



Eosinofil



: 0.10 %



Basofil



: 0.30 %



Neutrofil



: 77.30 %



Limfosit



: 14.20 %



Monosit



: 6.70 %



Hematokrit



: 37 %



Eritrosit



: 6.6 10^6/ul



Trombosit



: 423 10^3/ul



MCV



: 57 fL



MCH



: 18 pg



MCHC



: 31 g/dL



Ureum



: 17.9 mg/dL



Kreatinin



: 0.79 mg/dL



SGOT



: 17.3 IU/L



SGPT



: 19.5 IU/L



S. TYPHI O



: 1/80



S. TYPHI H



: 1/160



Salmonella Rapid IgM: Positif



4



Foto Thorax, PA



: Cor



: Kesan tak membesar



Pulmo : Corakan bronkhovaskuler kasar Diafragma & sinus dalam batas normal Kesan RO Thorax PA : Cor



: Tak membesar



Pulmo : Aspek tenang F. Diagnosis Kerja Limfadenitis, demam tifoid G. Follow Up Pemeriksaan S/



O/ Kesadaran Pernapasan Kepala Leher Thoraks



Abdomen



Ekstremitas



Vital Sign : TD N RR T



1/3/2016 Panas dingin ± 10 hari, mual (+), muntah (-), pusing (+), nyeri dada (-), 3 hari terakhir tidak BAB, BAK (+)



2/3/2016 Semalam demam menggigil (+), Pusing (+) berdenyut, mual (+), muntah (-), batuk (+), nyeri dada (-), sesak (-), BAB (+) N, BAK (+) N



CM Reguler CA -/-, SI -/PKGB (+) Pulmo : SDV +/+, ST -/Chor: SI-II murni, bising (-) Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi tympani Nyeri tekan epigastrik (-) Akral hangat: Pergelangan tangan +/+ Pergelangan kaki +/+ Edema: Pergelangan tangan -/Pergelangan kaki -/-



CM Reguler CA -/-, SI +/+ PKGB (+) Pulmo : SDV +/+, ST -/Chor: SI-II murni, bising (-) Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi tympani Nyeri tekan epigastrik (-) Akral hangat: Pergelangan tangan +/+ Pergelangan kaki +/+ Edema: Pergelangan tangan -/Pergelangan kaki -/-



120/70 97x/menit 20x/menit 38o C



110/80 60x/menit 24x/menit 37,7o C



5



Pemeriksaan S/



O/ Kesadaran Pernapasan Kepala Leher Thoraks



Abdomen



Ekstremitas



Vital Sign : TD N RR T



3/3/2016 Panas (-), merasa keluar keringat dingin banyak saat bangun pagi (+), lemas (+),BAB (+) N, BAK (+) N CM Reguler CA -/-, SI -/PKGB (-) Pulmo : SDV +/+, ST -/Chor: SI-II murni, bising (-) Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi tympani Nyeri tekan epigastrik (-) Akral hangat: Pergelangan tangan +/+ Pergelangan kaki +/+ Edema: Pergelangan tangan -/Pergelangan kaki -/90/60 72x/menit 24x/menit 36,9o C



H. Tatalaksana     



Infus Futrolit 20 tpm Injeksi Amoxicillin 1 gr 4x1 Paracetamol 500 mg 3x1 Capsul GL 3x1 Levofloxacin 500 mg 1x1



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendahuluan Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotelial, yang tersebar di seluruh tubuh. Kelenjar ini memiliki fungsi penting berupa barier atau filter terhadap patogen atau bakteri-bakteri yang termasuk ke dalam tubuh serta barier untuk sel-sel tumor ganas (kanker). Di samping itu kelenjar ini mempunyai tugas untuk membentuk sel-sel limfosit darah tepi. Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfa) regional dari lesi primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh lain (Ioachim & Ratech, 2002). Bakteri streptokokus dan stafilokokus adalah penyebab paling umum dari limfadenitis, meskipun virus, protozoa, jamur, dan basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar getah bening (PDPI, 2006). Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di seluruh tubuh termasuk infeksi sitomegalovirus, mononukleosis, toksoplasmosis, dan brucellosis. Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi. Pembesaran kelenjar terjadi karena adanya hiperplasia limfoid dan terbentuknya tuberkel, kemudian terjadi granulasi kronis, di kelenjar terjadi nekrosis dan perkejuan. Kelenjar dapat membesar dan melekat satu dengan yang lainnya serta melekat dengan jaringan sekitarnya, kemudian terjadi perkejuan selanjutnya terbentuk abses (Tierney, et al., 2003). B. Kelenjar Getah Bening Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, tetapi hanya di daerah submandibula (bagian bawah rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat (Ioachim & Ratech, 2002).



7



Kelenjar ini terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfa akan mengalir ke kelenjar getah bening sehingga dari lokasi kelenjar getah bening akan diketahui aliran pembuluh limfa yang melewatinya (Ioachim & Ratech, 2002). Oleh sebab dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (zat asing, mikroba) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar (Ioachim & Ratech, 2002). C. Limfadenitis 1. Definisi Limfadenitis merupakan peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening. Peradangan tersebut akan menimbulkan hiperplasia kelenjar getah bening sehingga akan tampak membesar secara klinik. Kemunculan penyakit ini ditandai dengan gejala munculnya benjolan pada saluran getah bening misalnya ketiak, leher dan sebagainya. Kelenjar getah bening yang terinfeksi akan membesar dan biasanya teraba lunak dan nyeri. Kadang-kadang kulit di atasnya tampak merah dan teraba hangat (Baratawidjaja & Iris, 2012). 2. Etiologi Limfadenitis dapat disebabkan oleh infeksi dari berbagai organisme seperti bakteri, virus, protozoa, atau jamur. Secara khusus penyebaran ke kelenjar getah bening ini terjadi melalui infeksi kulit, telinga, hidung atau mata. Limfadenitis hampir selalu dihasilkan dari sebuah infeksi, yang kemungkinan disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, atau jamur. Ciri khasnya, infeksi tersebut menyebar menuju kelenjar getah bening dari infeksi kulit, telinga, hidung, atau mata atau dari beberapa infeksi seperti mononukleosis, infeksi sitomegalovirus, infeksi streptokokus, tuberkulosis, atau sifilis. Infeksi tersebut



8



dapat mempengaruhi kelenjar getah bening atau hanya pada salah satu daerah pada tubuh (Baratawidjaja & Iris, 2012). Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar getah bening yang disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi, kehilangan nafsu makan, nadi cepat, dan kelemahan (Ioachim & Ratech, 2002). Limfadenitis dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (Ioachim & Ratech, 2002): a. Infeksi bakteri streptokokus atau stafilokokus b. Sakit tenggorokan karena bakteri c. Infeksi gigi d. Tuberkulosis e. Infeksi HIV f. Tonsilitis g. Infeksi mikobakterial non tuberkulosis 3. Epidemiologi Dari sebuah studi di Belanda terdapat 2.556 kasus limfadenitis, 10% dirujuk kepada subspesialis, 3.2% membutuhkan biopsi dan 1.1% mengalami keganasan. Studi kedokteran keluarga di Amerika Serikat hanya 3 dari 238 pasien limfadenitis yang mengalami komplikasi berat. 4. Patofisiologi Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari akumulasi sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit, dan histiosit, atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis) (Ioachim & Ratech, 2002). Dengan mengetahui lokasi pembesaran kelenjar getah bening maka kita dapat mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran kelenjar getah bening (Ioachim & Ratech, 2002). Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di daerah leher, ketiak, dalam rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan kanan sampai mata kaki. Kelenjar getah bening



9



berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan bakteri atau virus. Jadi, fungsinya justru sebagai benteng pertahanan tubuh (Ioachim & Ratech, 2002). Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila pembesaran kelenjar didaerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsi di kelenjar tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar infeksi atau keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi. Dalam sebulan, misalnya sudah membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda dengan yang disebabkan infeksi, umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah di sekitar benjolan ditekan akan terasa sakit (Ioachim & Ratech, 2002). 5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan membesar dan jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat merah dan teraba hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging tumbuh atau biasa disebut dengan tumor. Dan untuk memastikan apakah gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis maka perlu adanya pengangkatan jaringan atau biopsi untuk pemeriksaan di bawah mikroskop (Tierney, et al., 2003). Limfadenitis ini dapat menjadi kronis. Limfadenitis kronis terjadi ketika penderita mengalami infeksi kronis, misal pada kondisi ketika seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini dapat ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah akibat penyakit tuberkulosis. Limfadenitis tuberkulosis ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat/keras, multipel dan dapat berhubungan satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkejuan di seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses 10



tetapi tidak terasa nyeri. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena akan keluar secara terus menerus seperti fistula (Tierney, et al., 2003). 6. Diagnosis Diagnosis dilakukan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk membantu menentukan penyebabnya, bisa dilakukan biopsi (pengangkatan jaringan untuk diperiksa di bawah mikroskop) (Gleadle & Jonathan, 2007). Biasanya, limfadenitis dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala dasar, dan hal itu menyebabkan infeksi sekitarnya yang nyata. Ketika penyebab tersebut tidak dapat diidentifikasi dengan mudah, biopsi (pengangkatan dan penelitian pada contoh jaringan di bawah mikroskop) dan kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang membiarkan mikroorganisme



untuk



berkembang)



kemungkinan



diperlukan



untuk



memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi (Gleadle & Jonathan, 2007). 7. Diagnosis Banding Benjolan di leher yang seringkali disalahartikan sebagai pembesaran kelenjar getah bening leher (Sjamsuhidajat, 2010): 1. Gondongan : Pembesaran kelenjar parotits akibat infeksi virus, sudut rahang bawah dapat menghilang karena bengkak. 2. Kista Duktus Tiroglosus : berada di garis tengah dan bergerak dengan menelan. 3. Kista Dermoid : Benjolan di garis tengah dapat padat atau berisi cairan. 4. Hemangioma : Kelainan pembuluh darah sehingga timbul benjolan berisi jalinan pembuluh darah, berwarna merah atau kebiruan



11



8. Penatalaksanaan Pengobatan limfadenitis tergantung dari organisme penyebabnya. Untuk infeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) atau intravena (melalui pembuluh darah). Untuk membantu mengurangi rasa sakit, kelenjar getah bening yang terkena dapat diberi kompres hangat. Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil secara perlahan dan rasa sakit akan hilang. Terkadang kelenjar yang membesar tetap keras dan tidak lagi terasa lunak pada perabaan (Tierney, et al., 2003). Pembesaran kelenjar getah bening yang disebabkan oleh virus biasanya akan sembuh sendiri, walaupun pembesaran kelenjar getah bening dapat berlangsung mingguan (Tierney, et al., 2003). Pengobatan pada infeksi kelenjar getah bening oleh bakteri (limfadenitis) adalah pemberian antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan (Tierney, et al., 2003). Dalam 2 hari pertama dapat diberikan flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penisilin dapat diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari (Tierney, et al., 2003). Bila penyebab limfadenopati adalah mikobakterium tuberkulosis maka diberikan obat anti tuberkulosis selama 9-12 bulan. Bila disebabkan mikobakterium non-tuberkulosis maka memerlukan pengangkatan kelenjar getah bening yang terinfeksi atau bila pembedahan tidak memungkinkan atau tidak maksimal dapat diberikan antibiotik golongan makrolida dan antimikobakterium (Tierney, et al., 2003). 9. Prognosis Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan antibiotik. Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga hingga empat hari. Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk menghilangkan pembengkakan, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi. Penderita dengan limfadenitis



12



yang tidak diobati dapat mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah (septikemia), yang kadang-kadang fatal (Ioachim & Ratech, 2002).



13



BAB III KESIMPULAN Seorang laki-laki 22 tahun mengeluh adanya pembengkakan kelenjar di leher sebelah kanan & kiri, serta di bahu kanan di regio supra clavicula dekstra. Bengkaknya sebesar telur puyuh, lunak serta nyeri bila ditekan, badanya sering terasa panas dingin dan merasa lemah, selera makan berkurang. Dari pemeriksaan fisik juga didapati lidah kotor. Dari data yang diperoleh, diduga laki-laki tersebut menderita limfadenitis yaitu suatu peradangan pada kelenjar getah bening yang disebabkan oleh adanya infeksi mikroorganisme. Untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab limfadenitis tersebut maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti biopsi dan kultur. Pemeriksaan darah rutin juga dilakukan untuk memeriksa adanya kelainan, dan pemeriksaan Salmonella Rapid IgM dilakukan untuk memastikan bahwa terdapat infeksi S. typhi karena pada pemeriksaan fisik pasien didapati demam serta lidah kotor seperti khas pada penyakit demam tifoid. Setelah dilakukan pemeriksaan darah rutin dan Salmonella Rapid IgM didapati kadar Hb pasien menurun dan peningkatan jumlah leukosit. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pada pasien ini didapati anemia ringan serta adanya infeksi patogen karena leukosit yang meningkat. Pasien dicurigai sedang menderita infeksi Salmonella typhi setelah didapat hasil Salmonella Rapid IgM test yang positif. Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti pemberian: 14



-



Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri



-



Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam



-



Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat



-



Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan



15



DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim.



2011.



Swollen



Lymph



Nodes.



(http://www.mayoclinic.com/print/swollen-lymphnodes/DS00880/METHOD=print&DSECTION=all Accessed on April 4th, 2016.) 2. Baratawidjaja. G. K, Rengganis Iris. 2012. Imunologi Dasar, Jakarta, Balai Penerbit FKUI 3. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik (2007). Penerbit Erlangga, Jakarta, Hal: 86 4. Limfadenitis. Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16862/4/Chapter%20II.pdf. Accessed on April 4th, 2016. 5. Ioachim HL, Ratech H.(2002). Ioachim's Lymph Node Pathology. 3rd edition, Lippincott Williams & Wilkins, from, http://moon.ouhsc.edu/kfung/JTY1/HemeLearn/CapsuleSumary/Lymphadenopath y-M.htm, Accessed on April 4th, 2016. 6. Limfadenitis. Available at: PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia 2006. Indah Offset Citra Grafika, 2006. In site http://www.scribd.com/doc/81071297/Limfadenitis-Tuberkulosis. Accessed



on



April 4th, 2016. 7. Partridge E.(2012).Lymphadenitis. from http://emedicine.medscape.com/article/960858-overview, Accessed on April 4th, 2016. 8. R.Sjamsuhidajat, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah-Edisi 3. Jakarta: EGC. Hal.465 9. Sambandan et al. Cervical Lymphadenopathy- A Review. Department of Medicine, India. 10. Tierney, Lawrence M., et al. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 2. Jakarta: Salemba Medika. 2003.



16