Referat Impetigo Bulosa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat Impetigo Bullosa



Pembimbing: Dr. Endang Soekmawati, SpKK



Disusun Oleh: Evita Jodjana 11.2016.300



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 14 Mei 2018 – 16 Juni 2018 1



Pendahuluan Kulit manusia adalah salah satu organ yang penting sebagai barrier atau pelindung tubuh dari trauma, gesekan, serta mikroorganisme dari luar. Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Apabila kulit mengalami kelainan berupa barrier kulit yang tidak intak misalnya akibat mikrotrauma akan memudahkan untuk terjadinya penyakit kulit, salah satunya penyakit infeksi. Penyakit infeksi ini bisa disebabkan oleh virus, bakteri, parasite, jamur dan mikroorganisme lainnya. Salah satu jenis infeksi yang paling banyak dijumpai adalah infeksi bakteri, dimana organisme yang sering



mengakibatkan



infeksi



bakteri



adalah dari



golongan



Staphylococcus



dan



Streptococcus. Infeksi ini biasanya hanya terbatas pada bagian epidermis, biasanya penyakit ini dikenal sebagai pioderma.1 Pioderma memiliki banyak bentuk salah satunya adalah impetigo. Impetigo ini dibagi menjadi dua yaitu impetigo bulosa dan impetigo non bullosa. Impetigo bulosa merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dijumpai pada kasus pediatrik. Penyebaran bakteri ini melalui kontak langsung seperti kontak tangan.2 Oleh karena itu, pada makalah ini hanya akan membahas mengenai impetigo bulosa



Pembahasan Definisi Impetigo adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus



atau



Streptococcus pyogenes. Infeksi kulit yang terjadi hanya terbatas mengenai epidermis kulit. Impetigo diabagi menjadi dua jenis, yaitu impetigo kontagiosa (non bullosa) dan impetigo bulosa. Impetigo bulosa sendiri lebih sering dikenal sebagai cacar monyet. Impetigo paling sering menyerang anak-anak, namun tidak menutup kemungkinan usia dewasa juga bisa terkena.3 Etiologi Mikroorganisme penyebab impetigo adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Untuk impetigo bulosa sendiri umumnya disebabkan oleh satu mikroorganisme yaitu Staphylococcus aureus, paling sering tipe 71. Strain ini memiliki toksin yang dapat menyebabkan Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS).4 Impetigo dapat berasal dari proses primer karena memang terjadi kerusakan pad akulit yang intak atau utuh tersebut, atau dapat terjadi karena proses infeksi sekunder yang disebabkan oleh karena proses infeksi yang 2



sebelumnya atau karena terjadi suatu proses sistemik.5 Oleh karena itu identifikasi awal sangat penting untuk dapat melakukan pencegahan serta dapat memberikan penanganan yang tepat.



Epidemiologi Penyakit impetigo ini merupakan penyakit yang sangat menular dan sering dijumpai pada anak-anak pra sekolah. Insiden impetigo pada anak berusia kurang dari 6 tahun lebih tinggi daripada orang dewasa, namun sebenarnya impetigo dapat terjadi pada semua usia. Impetigo terjadi lebih sering di iklim tropis dan di dataran rendah. Kondisi hangat dan lembab dikombinasikan dengan sering terkena gangguan kulit melalui gigitan serangga mendukung perkembangannya sepanjang tahun di iklim tropis. Impetigo lebih sering menyerang orang yang tinggal di lingkungan padat, seperti di tempat penitipan anak (day care) dan lingkungan dengan suhu lembab. Higiene yang buruk dapat meningkatkan perkembangan dan juga penyebaran dari infeksi ini. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita.6 Impetigo dapat mengenai semua ras. Secara keseluruhan, insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun pada orang dewasa impetigo lebih sering terjai pada laki-laki. Impetigo terjadi pada individu-individu dari segala usia, tetapi paling sering terjadi pada anak-anak 2-5 tahun. Impetigo bulosa paling sering dijumpai pada neonatus dan bayi, 90% kasus anak di bawah 2 tahun. Penyebaran cepat dapat terjadi melalui keluarga, pusat penitipan anak, dan sekolah.4



Patogenesis Penyebab dari impetigo ini oleh bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini sebenarnya merupakan flora normal di kulit, akan tetapi bila pada kulit mengalami kerusakan atau adanya trauma, menyebabka bakerinya tersebut invasi ke dalam kulit.Bakteri ini mengeluarkan toksin yaitu toksin eksfoliatif. Toksin eksfoliatif pada bakteri ini ada dua jenis yaitu toksin eksfoliatif A (ETA) dan toksin eksfoliatif B (ETB). Pada jenis impetigo ini toksin eksfoliatifnya yaitu toksin eksfoliatif A (ETA). Sedangkan pada SSSS bisa keduanya (ETA dan ETB). 7 Toksin yang dihasilkan oleh bakteri ini bekerja sebagai molekul spesifik pengurai Desmoglein 1 (Dsg 1). Desmoglein merupakan suatu protein spesifik, yang terikat diantara sel-sel epidermis (tersusun rapi). Adanya toksin ini menyebabkan Dsg 1 tidak dapat bekerja dengan baik, akibatnya sel-sel diantara epidermis tersebut tidak terikat lagi. Akibat toksin 3



tersebut merusak Dsg 1, akan terjadi reaksi inflamasi, yang pada akhirnya akan membentuk bula sebagai respon dari reaksi inflamasi tersebut. Desmoglein 1 ini hanya terdapat di stratum granulosum dan spinosum) oleh karena itu bula hanya terbentuk di permukaan epidermis, tidak sampai ke lapisan kulit yang lebih dalam (stratum basale), dikarenakan jenis protein strukturnya berbeda yaitu desmoglein III (Dsg 3). 8 Apabila invasi toksin tersebut melebih epidermis sampai mengenai dermis dan subkutan, akan menyebabkan selulitis yang merupakan salah satu komplikasi dari impetigo. Selain selulitis, komplikasi lain yaitu bisa terjadi sepsis, ini terjadi apabila invasi toksin tersebut sudah masuk ke dalam pembuluh darah.



Manifestasi Klinis Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama miliaria. Pada bayi,, bisa ditemukan di daerah selangkangan, eksremitas, dan daerah yang tidak tertutup pakaian. Terdapat pada anak dan orang dewasa.5,7 Lesi yang timbul dapat terjadi pada tempat yang normal atau pada tempat yang sebelumnya pernah terkena trauma.Kelainan kulit diawali dengan macula eritematosa yang dengan cepat akan menjadi vesikel, bula dan bula hipopion. Terdapat vesikel yang biasanya tidak mudah untuk mengalami rupture kemudian yang khas dari vesikel ini, dapat membesar menjadi bula. Di dalam bula tersebut awalnya mengandung cairan yang jernih berwarna kuning yang kemudian berubah warna menjadi lebih gelap, serta lebih berwarna kuning, kehitaman. Setelah 1-3 hari lesi ini biasanya akan rupture dan meninggalkan krusta yang tipis, berwarna coklat terang, dan satu lagi yang khas pada penderita impetigo bulosa adalah bulanya yang hipopion.9 Pada awal munculnya lesi, pasien bisa terdapat rasa gatal yang merupakan tanda bahwa telah terjadi infeksi oleh bakteri yang menimbulkan reaksi radang. Bula yang terdapat di atas kulit yang eritema menunjukkan proses infeksi yang masih aktif. Bula bersifat superfisial di lapisan epidermis, mudah pecah karena letaknya subkorneal, meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah eritema (koleret), dan cepat mengering. Lesi dapat melebar membentuk gambaran polisiklik. 9,10 Sering kali bula sudah pecah saat berobat, sehingga yang tampak ialah lesi koleret, dengan dasar eritematosa. Pasien berusia dibawah 1 tahun atau bayi, akan tampak rewel karena rasa nyeri di kulit membuat pasien merasa tidak nyaman. Gejala sistemik biasanya jarang terjadi, namun bisa juga terjadi, gejala sistemik yang dimaksud seperti demam, diare,



4



dan lemes. Tidak ditemukan juga pembesaran kelenjar getah bening regional. Tapi secara keseluruhan keadaan umumnya biasanya baik. 9,10



Gambar 1. Bula pada impetigo bulosa



Gambar 2. Krusta pada impetigo bulosa



Diagnosis Diagnosis paling utama ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan klinis. Namun jika diagnosis masih diragukan, atau pada suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan penunjang seperti tes laboratorium. Tes ini dapat dilakukan dengan memeriksa eksudat dari bula di mana dapat dilihat koloni bakteri gram positif Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes grup 2 dapat dikultur dari specimen bula yang intak. Pemeriksaan lain bisa dilakukan pemeriksaan histopatologi. Pada pemeriksaan ini lesi dari impetigo bulosa menunjukkan bentuk vesikel di subkorneum atau di stratum granulosum, kadang Nampak akantolitik dengan bula, spongiosis, edema papilla dermis dan infiltrate campuran limfosit dan neutrophil di sekitar pembuluh darah plexus superfisialis.



3,6



Diagnosis Banding 1. Pemfigoid Bulosa Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang. Keadaan umum penderita baik. Terdapat pada semua umur terutama pada orang tua. Kelainan kulit terutama terdiri atas bula (dapat bercampur dengan vesikel), berdinding tegang, sering disertai 5



eritema. Predileksinya di ketiak, lengan bagian fleksor, perut dan lipat paha. Jika bula pecah, terdapat daerah erosive yang luas. Mulut dapat terkena kira-kira 20% kasus. Keluhannya biasanya tidak terasa gatal. Pada pemeriksaan histopatologi, dapat dilihat celah di perbatasan dermaepidermal. Bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama adalah eosinophil. Pada pemeriksaan immunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun seperti pita di basement membrane zone (BMZ).11



Gambar 3. Lesi pada pemfigoid bulosa



2. Varicella Varicella (sinonim: cacar air, chicken pox) adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Infeksi berulang dapat mengakibatkan terjadinya Herpes Zoster. Pada varicella biasanya didahului gejala prodromal yaitu demam subfebris, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia, yang terjadi 1-2 hari sebelum timbulnya lesi dikuit.Penyebaran terutama di daerah badan, kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta dapat menyerang selapit lendr mata, mulut, dan saluran napas bagian atas. Lesi juga dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat gatal dan mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapanya semua stadium lesi secara bersamaan pada satu saat (polimorfik).12 Pada awalnya timbul macula kecil yang eritematosa kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12-14 jam menjadi papul dan berkembang menjadi vesikel yang menagndung cairan yang jernih dengan dasar eritematosa. Vesikel ini memiliki dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air diatas kulit (tear drop) dengan diameter 2-3mm. Cairan vesikel akan menjadi keruh (pustule), lesi 6



kemudian mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (Delle) dan akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari. 12



Gambar 4. Lesi polimorfik pada varicella



3. Dermatitis kontak Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Ada dua jenis dermatitis kontak, yaitu:11 -



Dermatitis



kontak



iritan



(DKI),



merupakan



reaksi



peradangan



kulit



nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. DKI timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit sehingga kulit menjadi kering. Biasanya yang memiliki gambaran mirip dengan impetigo bulosa adalah pada DKI yang akut. Pada yang akut, terjadinya karena terpapar bahan iritan yang kuat, misalnya seperti larusan asam kuat atau basa kuat. Efloresensi yang ditemukan berupa eritema, edema, bula mungkin juga nekrosis. Lesinya berbatas tegas dan pada umumnya asimetris. Keluhan lain kulit terasa pedih, panas dan rasa terbakar. -



Dermatitis kontak alergi (DKA), terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Mekanisme terjadinya kelainan kulit adalah 7



mengikuti respon imun yang diperantarai oleh cell mediated immune respons atau reaksi imunologik/hipersensitivitas tipe IV. Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).



Gambar 5. Dermatitis kontak alergi



Gambar 6. Dermatitis kontak iritan



4. Impetigo krustosa (impetigo kontagiosa) Impetigo krustosa, disebabkan biasanya oleh Streptococcus A hemolyticus. Tempat predileksi di muka, yakni sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi pada daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga pada pemeriksaan ditemukan krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika krusta dilepaskan akan tampak erosi dibawahnya, krusta sering menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah. Awalnya terbentuk macula eritematosa yang kemudian akan menjadi papul dan vesikel yang mudah pecah. Vesikel yang mudah pecah itu membentuk krusta. Selain itu pada impetigo ini bisa ditemukan kelenjar getah being yang membesar dan terdapat nyeri. 10



8



Gambar 7. Krusta berwarna kuning madu pada impetigo krustosa



5. Dermatofitosis Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung zat tanduk seperti stratum korneum kulit, rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Terdapat tiga genus penyebab dermatofitosis, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Jika pada impetigo bulosa, vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema, maka gambaran lesinya mirip dengan dermatofitosis. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosisnya adalah impetigo.13



Gambar 8. Vesikel/Bula (kiri) dan bekas vesikel/bula yang telah pecah (kanan)



9



Tatalaksana Penyakit ini dapat sembuh sendiri dalam 2-3 minggu, namun karena dapat menyebar dengan mudah dan dapat menjadi infeksi yang lebih serius, sangat penting untuk mengobatinya secepat mungkin. Pada lesi yang terlokalisir maka pemberian antibiotic topical diutamakan. 9,10 Medikamentosa: 1. Topikal: -



Membersihkan lesi dengan antiseptik. Bila bula besar, sebaiknya dipecahkan, selanjutnya dibersihkan dengan antiseptic (betadine) dan diberi salep antibiotic (kloramfenikol 2% atau eritromisin 3%).



-



Mencuci lesinya pelan-pelan dan melepas krustanya. Bila krusta melekat kuat dikompres lebih dulu dengan NaCl 0,9%. Krusta perlu dilepas agar obat topikalnya dapat efektif bekerja.



2. Sistemik Pengobatan sistemik diberikan pada kasus-kasus berat (lesinya banyak), lama pengobatan paling sedikit 7-10 hari. Lini pertama: -



Kloksasilin 50-100 mg/kgBB/hari dibagai dalam 2-4 dosis,



-



Dikloksasilin 25-50 mg/kgBB/hari, atau



-



Floksasilin



Selain itu bisa juga menggunakan kombinasi antara amoksisilin + asam clavulanate; cephalexin 25 mg/kgBB; 250-500 mg Lini kedua (jika alergi penisilin): -



Azithromycin 500 mg x 1, kemudian 250 mg/hari selama 4 hari



-



Clindamycin 15 mg/kgBB



-



Erythromycin 250-500 mg selama 5-7 hari



Komplikasi Infeksi dari penyakit ini dapat tersebar keseluruh tubuh utamanya pada anak-anak. Jika tidak di obati secara teratur, maka penyakit ini dapat berlanjut menjadi glomerulonefritis (2-5%) akut yang biasanya terjadi 10 hari setelah lesi impetigo pertama muncul, namun biasanya juga terjadi setelah 1-5 minggu kemudian.Komplikasi lain dari impetigo ini bisa menyebabkan terjadinya selulitis, bahkan bisa sampai sepsis 10



Pencegahan Untuk mencegah impetigo dapat dilakukan : 



Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)







Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih







Jauhkan diri dari orang dengan impetigo







Orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.







Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.







Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu



Penderita impetigo harus diisolasi dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik. Pemakaian barang –barang atau alat pribadi seperti handuk, pakaian, sarung bantal dan seprai harus dipisahkan dengan orangorang sehat. Pada umumnya akhir periode penularan adalah setelah dua hari permulaan pengobatan, jika impetigo tidak menyembuh dalam satu minggu, maka harus dievaluasi.4,5,9,10



Prognosis Prognosis umumnya baik. Beberapa kasus akan sembuh sendiri tanpa terapi dalam 2 sampai 3 minggu. Di luar periode neonatal, pasien yang mendapatkan terapi lebih dini dan baik akan memiliki kesempatan untuk sembuh tanpa bekas luka atau komplikasi. Dengan terapi yang tepat, lesi dapat sembuh sempurna dalam 7-10 hari.5



Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa impetigo bulosa adalah suatu infeksi kulit yang hanya menyerang bagian epidermis kulit, infeksinya disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Penyakit ini lebih sering menyerang anak-anak namun tidak menutup kemungkinan bisa menyerang orang dewasa. Impetigo bulosa merupakan penyakit yang menular dan faktor predisposisinya adalah higiene perorangan yang buruk, oleh karena itu salah satu tatalaksana non medikamentosa penyakit ini adalah dengan menjaga higiene 11



perorangan, dan untuk pencegahannya harus hindari kontak langsung maupun tidak langsung (dari benda-benda) dari penderita impetigo. Untuk mendiagnosa penyakit ini biasanya cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis bisa ditemukan adanya keluhan rasa gatal atau perih pada lesi dan pada pemeriksaan fisik, biasanya keadaan umum pasien baik, dan efloresensi ditemukan bula (khasnya bula hipopion) atau vesikel, tapi lebih sering ditemukan bula/vesikel yang sudah pecah yaitu krusta. Krusta berwarna coklat terangd an koleret (khas). Tempat predileksinya lesi ini lebih sering pada ketiak, dada, dan punggung, pada anak-anak bisa terdapat di daerah selangkangan dan ekstrmeitas juga. Selain itu tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening. Penyakit ini merupakan self-limiting disease, namun tidak menutup kemungkinan penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi seperti selulitis, sepsis dan bahkan glomerulonefritis. Tatalaksan pada impetigo ini secara topical dan sistemik. Secara topikal, bila lesinya masih bula dan sedikit, bulanya dipecahkan dan daerah tersebut diberikan salep antibiotik, bila lesinya terlalu luas dan terdapat banyak bula maka diperlukan pemberian obat secara sistemik yaitu diberikan antibiotik oral. Penyakit ini prognosisnya umumnya baik, biasanya lesinya bisa sembuh tanpa bekas luka atau komplikasi, dengan terapi yang tepat, lesinya bisa sembuh sempurna dalam 7-10 hari.



Daftar Pustaka 1. Aryunisari CG. Impetigo bulosa pada anak usia 9 tahun. Lampung: Medula, Volume 1, Nomor 5, Oktober 2013 2. Wijaya E. Pioderma. 2015. Diunduh dari https://www.alomedika.com/penyakit/dermatovenereologi/pioderma, 26 Mei 2018 3. Rizani FA, Djajakusumah TS, Sakinah RK. Angka kejadian, karakteristik dan pengobatan impetigo di RS Al-Islam Bandung. Diunduh dari http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/dokter/article/download/1540/pdf, 26 Mei 2018 4. Imaligy EU. Impetigo vesikobulosa pada bayi. Diunduh dari http://www.kalbemed.com/Portals/6/12_227Laporan%20KasusImpetigo%20Vesikobulosa%20pada%20Bayi.pdf, 26 Mei 2018 5. Boediardja SA. Gambaran umum lesi bulosa pada bayi dan anak. Dalam: Agusni I, Zulkarnain I, Sawitri, editor. Lesi bulosa pada bayi dan anak. Surabaya; Airlangga University Press; 2007. h. 1–7. 6. Adiprayoga NR, Darmada IGK, Rusyati LM. Impetigo bulosa: sebuah laporan kasus. Diunduh dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/8519, 27 Mei 2018 7. Unknown. Bakteri Staphylococcus aureus. Diunduh dari http://digilib.unila.ac.id/9739/11/12.%20Bab%20II.pdf, 27 Mei 2018 12



8. Ayrton E. Impetigo bulosa. Diunduh dari https://socidoc.us/download/presusimpetigo-bulosa-ebook-pdf, 28 Mei 2018 9. Adams HH, Banvard C, Juckett G. Impetigo: diagnosis and treatment. 2014. Diunduh dari http://www.aafp.org/ afp/2014/0815/p229-s1. Html, 28 Mei 2018 10. Ghazvini P, Treadwell P. Impetigo in pediatric population. J Dermatolog Clin Res 5(1);2017 11. Djuanda A. Pioderma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p. 57-9. 12. Djuanda A. Pioderma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p. 57-9. 13. Kurniati, Rosita C. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit&Kelamin. Vol.20 No.3 Desember 2008



13