Referat Tinea Kapitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



TINEA KAPITIS



Disusun Oleh Ananda Rama Praselia, S.Ked NIM : 71 2018 022



Pembimbing dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK



DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2020



HALAMAN PENGESAHAN



Referat berjudul



TINEA KAPITIS



Dipersiapkan dan disusun oleh Ananda Rama Praselia, S.Ked. 712018022



Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu Kulit Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.



Palembang, Oktober 2020 Dosen Pembimbing



dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp. KK



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat mengenai “Herpes Zoster” sebagai salah satu tugas individu di Departemen Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan pertimbangan perbaikan dimasa mendatang. Dalam penyelesaian referat ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan maupun tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih terutama kepada: 1.



dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK selaku dosen pembimbing yang telah



memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan referat ini. 2.



Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa



yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual. 3.



Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam



menyelesaikan referat ini. Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.



Palembang, Oktober 2020



Penulis



iii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v



BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1 1.1.Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................................. 2 1.3. Manfaat ................................................................................................... 2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4 2.1



Definisi ............................................................................................... 4



2.2



Epidemiologi ...................................................................................... 4



2.3



Etiopatogenesis .....................................................................................5



2.4



Manifestasi Klinis..................................................................................7



2.5



Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 6



2.6



Diagnosis Banding................................................................................ 8



2.7



Tatalaksana............ ............................................................................. 12



2.8



Komplikasi ......................................................................................... 16



2.9



Prognosis ............................................................................................ 16



BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 18 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20



iv



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Patogenesis dermatofita menginfeksi folikel ................................... 6 Gambar 2. Tinea Kapitis “gray patch” ............................................................... 7 Gambar 3. Kerion ................................................................................................. 9 Gambar 4. Kerion ................................................................................................. 9 Gambar 5. “black dots” ....................................................................................... 10 Gambar 6. Alopesia sikatrikal akibat tinea korporis........................................ 11



v



1



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tinea kapitis adalah penyebab yang sangat umum dari kerusakan atau kerontokan rambut, terutama terjadi pada anak-anak. Biasanya dengan atau tanpa eritema pada kulit kepala, atau noninflamasi yang disebut “black dot ring-warm”, dengan rambut rapuh dan patah, tetapi tidak sampai orifisium folikel. Pada kasus jarang, tinea kapitis bisa terlihat dengan kerion-seperti pioderma.1 Penyebaran didapatkan dari transmisi terjadi dari manusia ke manusia, hewan ke hewan, dari benda. Spora dapat didapatkan dari pembawa yang tidak mempunyai simptom, di hewan, ataupun benda mati. Kulit kepala menjebak jamur dari lingkungan atau benda mati.2 Berdasarkan dari manifestasi klinis pada pasien Tinea Korporis dapat ditemukan dalam beberapa bentuk yaitu gray patch, kerion, black dot, dan favus.3,2 Tinea Kapitis tersebar luas di beberapa daerah perkotaan, terutama pada anakanak di Afro-Karibia, Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Ini biasa terjadi di beberapa bagian di Afrika dan India. Di ethiopia, kejadian tinea kapitis adalah 8,7% di antara anak-anak dengan usia 4-14 tahun. Di Asia Tenggara, tingkat infeksi telah dilaporkan menurun secara dramatis dari 14% dan menjadi 1,2% dalam 50 tahun terakhir karena perbaikan sanitasi umum dan personal higiene. Di Eropa Utara, penyakit ini sporadis. Di Inggris Raya dan Amerika Serikat, Tinea Kapitis menyumbang lebih dari 90% kasus infeksi. Dalam komunitas non-perkotaan infeksi sporadis didapatkan dari anak kucing dan anak anjing yaitu M cannis di Inggris, dan di pedesaan paling banyak infeksi disebabkan T verrucosum dari sapi.4 Di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir, prevalensi tinea capitis, infeksi kulit kepala dermatofita telah meningkat pada anak-anak di seluruh dunia. Pada penelitian yang dilakukan di Nigeria pada anak sekolah, sebanyak 100 anak di skiring dan didapatkan hasil 45% didiagnosis menderita tinea kapitis setelah kultur jamur dan mikroskop. Prevalensi tinea kapitis pada anak lebih tinggi (51,4%) daripada anak laki-laki (41,5%) tetapi berbeda dengan usia untuk kelompok 5-10



2



tahun (42,6%) lebih rendah dibandingkan dengan anak usia 11-15 tahun (50%). Pada penelitian ini didapatkan dermatofita jenis Trichophyton verrucosum (4,5%).5 Di indonesia tinea kapitis termasuk dalam 3 kategori terbanyak, pada penelitian yang dilakukan di RSUD dr.Soetomo Surabaya, dari tahun 2014 sampai dengan 2016 jumlah kejadian tinea kapitis 6,4% dari 100% jumlah pasien dermatofitosis, yang pertama tinea korporis (56,1%) dan kedua (34,3%).6 Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia, penyakit tinea kapitis tanpa komplikasi dikategorikan dalam kelompok kemampuan 4A yaitu kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter umum. Lulusan dokter umum mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tinea kapitis dengan mandiri dan tuntas. Pada referat ini akan dibahas mengenai hal yang perlu diketahui dokter umum mengenai tinea kapitis. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari referat ini adalah sebagai berikut: 1) Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami Tinea Kapitis 2) Diharapkan munculnya pola berpikir kritis bagi semua dokter muda setelah dilakukan diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang kasus Tinea Kapitis 3) Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat mengaplikasikan pemahaman yang didapatkan dalam kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) terutama untuk kasus Tinea Kapitis.



1.3 Manfaat 1.3.1 Manfaat Teoritis a.



Bagi institusi, diharapkan referat ini dapat menambah bahan referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu penyakit dalam terutama tentang Tinea Kapitis



b.



Bagi penulis selanjutnya, diharapkan referat ini dapat dijadikan landasan untuk penulisan referat selanjutnya.



3



1.3.2 Manfaat Praktis Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari referat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tinea kapitis (ringworm of scalp) adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita, tidak begitu kronis, dan dapat disembuhkan apabila penyebabnya diobati. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik (skuama kasar), kemerah-merahan berbatas tegas, dan terasa sangat gatal terutama pada saat berkeringat. Mula-mula berbentuk bercak merah kecil yang melebar perlahan-lahan ke daerah sekitarnya, sehingga tampak tepi lesi lebih aktif dibandingkan bagian tengah. Rambut pada daerah lesi rontok karena patah pada batas akar rambut dan batang rambut dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion.3,7



2.2 Epidemiologi Kejadian tinea kapitis paling sering ditemukan pada anak-anak usia 3 sampai 14 tahun, jarang terjadi pada orang dewasa, biasanya pada orang dewasa yang mengalami HIV/AIDS yang terkena tinea kapitis.8 Penularan meningkat dikarenakan buruknya kebersihan diri (personal hygiene), tinggal di lingkungan padat penduduk, dan pada T.tonsurans, status sosial ekonomi yang rendah. Biasanya tinea kapitis berpindah dari benda seperti sisir, topi, sarung bantal, kursi bioskop, dan lainnya.1 Setelah rambut rontok organisme infeksi dapat menetap pada rambut sampai 1 tahun. Biasanya pembawa asimtomatik sering terjadi sehingga membuat tinea capitis sulit untuk di basmi. Pada tinea favosa biasanya terdapat pada orang remaja atau dewasa.1 Lebih banyak terjadi pada ras kulit hitam dibandingkan dengan ras kulit putih di Amerika Serikat. Infeksi dapat terjadi epidemi di sekolah dan institusi, apalagi di tempat yang penuh sesak. Di Amerika Serikat dilakukan kultur jamur acak dalam studi di perkotaan mendeteksi tingkat infeksi rata-rata 4% dan tingkat kolonisasi rata-rata 12,7% pada anak ras kulit hitam.2 Berdasarkan data epidemiologi di Indonesia angka kejadian tinea kapitis terus meningkat meningkat, seperti pada penelitian yang dilakukan di RSUD dr.Soetomo Surabaya oleh Ervianti dan Devy, yaitu pada tahun 2014 sebanyak



5



(4,9%) pada tahun 2015 sebanyak (7,9%), pada tahun 2016 menurun (7,2%). Dimana tinea kapitis 6,4% dari 100% jumlah pasien dermatofitosis, yang pertama tinea korporis (56,1%) dan kedua (34,3%). Pada tahun 2014 paling banyak terjadi pada anak umur 5-14 tahun sebanyak 8 anak, pada tahun 2015, 5 anak dan tahun 2016 sebanyak 9 anak dan di dominasi oleh anak laki-laki.6



2.3 Etiopatogenesis Transmisi terjadi dari manusia ke manusia, hewan ke hewan, dari benda. Pembawa spora yang tidak menunjukkan tanda, di hewan, ataupun benda mati. Kulit kepala menjebak jamur dari lingkungan atau benda mati seperti sisir, baju, karpet, dan kasur.2,9 Kolonisasi biasanya asimtomatis. Trauma membantu inokulasi. Dermatofita awalnya menyerang lapisan korneum kulit kepala dimana mungkin diikuti infeksi batang rambut kemudian menyebar ke folikel rambut lain kemudian terjadi.2 Faktor risiko terjadi pada anak Afrika-Amerika, atopi, atau autoimun disorderder.9 Etiologi tinea kapitis bervariasi di berbagai belahan dunia. Saat ini di Amerika Serikat dimana kondisinya jauh lebih relevan pada orang Afrika Amerika dan orang Hispanik dari pada orang Kaukasia, jamur yang telah diisolasi biasanya adalah Trichophyton tonsurans. Ini adalah infeksi endothrix dan dari pemeriksaan KOH, karena hasil positif dari KOH saja tergantung pada jumlah inflamasi.1 Tinea kapitis adalah dermatofitosis pada kulit kepala dan rambut. Ini disebabkan dermatofita patogen seperti E.floccosum dan T. Concentricum. Yang paling sering di dunia adalah M.caris, dan jika di Amerika Serikat adalah T.tonsurans.1 Dari eksperimen pada M.audouini, ini jelas bahwa sebenarnya infeksi rambut akan terjadi saat invasi ke stratum korneum kulit kepaka harus berkembang lebih dulu. Trauma membantu inokulasi, setelah kira-kira 3 minggu, adanya bukti klinis dari infeksi batang rambut. Infeksi menyebar ke folikel lain. Kemudian dengan jangka waktu yang bervariasi, infeksi tetap ada tetapi tidak menyebar lebih jauh. Terakhir ada fase regresi dengan atau tanpa inflamasi.8 Dermatofita ektotrix secara khusus menyebabkan infeksi di stratum korneum perifolikular, menyebar dan masuk ke tengah sampai ujung batang rambut sebelum



6



masuk ke dalam folikel untuk menembus ke korteks rambut. Hifa masuk ke batas zona keratogenous, dimana mereka tumbuh di tengah proses keratinisasi, tidak pernah memasuki zona nuclea. Ujung hifa di zona perbatasan ini disebut tepi adamson, dan dari sini hifa berkembang biak dan membelah menjadi arthtocodia yang mencapai korteks rambut dan naik ke atas permukaan. Rambut yang dicabut akan patah tepat di tepi atas, dimana rambut mencapai titik terlemah. Secara mikroskopis, hanya ectothrix arthroconidia yang dapat dilihat pada rambut yang dicabut, hifa intrapilary terlihat ada. Patogenesis infeksi endothrix adalah sama kecuali artrokinidia tetap berada di dalam batang rambut, menggantikan keratin intrapiler dan meninggalkan korteks yang utuh. Akibatnya, rambut sangat rapuh dan patah pada permukaan kulit kepala dimana dinding folikular hilang dan meninggalkan titik hitam kecil. Jadi tinea capitis “black dots”. Kebanyakan infeksi dari endothrix adalah kronis karena kemampuannya untuk tetap bertahan pada fase anagen ke fase telogen.1



Gambar 1. Dermatofita menginfeksi folikel rambut. Batang rambut (bintik hijau) terlibat dalam perusakan dan pemecahan rambut. Jika infeksi dermatofita memanjang lebih jauh ke dalam folikel rambut. Ini akan menimbulkan respon inflamasi lebih dalam (bintik hitam) dan manifestasinya nodul inflamasi, pustulosa folikular, dan abses. 2



7



2.4 Manifestasi Klinis Di klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk jelas yaitu: 1. Gray patch ringworm (noninflammatory, human, atau epidemic type) merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah kecil di sekitar rambut dengan inflamasi minimal. 10 Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal, rambut banyak putus.2 Warna rambut yang terkena berubah warna menjadi abu-abu kusam atau tidak berkilat lagi dari lapisan artospora mereka.10,2 Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Lesi nya berbatas tegas karena rambut yang patah.10 Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopecia setempat (parsial) dan seringkali berbentuk melingkar.2 Tempat-tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang dilihat di dalam klinik tidak menunjukkan batas-batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan Microsporum spesies dengan lampu Wood dapat dilihat fluoresensi hijau kekuningkuningan pada rambut yang sakit melampaui batas-batas grey patch tersebut. Pada kasus-kasus tanpa keluhan, pemeriksaan dengan lampu Wood ini banyak membantu diagnosis. Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouini biasanya disertai peradangan ringan, hanya sekalisekali dapat terbentuk kerion.3



Gambar 2. Tinea kapitis: tipe “gray patch”, besar, bulat, plak hiperkeratosis dari alopesia karena patahan rambut dekat dengan permukaan folikel rambut, jadi menunjukkan seperti ladang gantum yang baru di pangkas pada kulit kepala anak. Batang rambut yang tersisa dan skuama menunjukkan fluoresensi hijau ketika di berikan lampu Wood. M.cannis terdapat disana.2



8



2. Kerion (inflammatory type) merupakan infeksi endothrix yaitu kerusakan yang terjadi di dalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula dimana artroconidia ditemukan di dalam batang rambut.2 Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah yaitu mengeluarkan nanah dari beberapa tempat dengan serbukan sel radang yang padat di sekitarnya. Dapat disertai infeksi bakteri sekunder.uiabu Tipe kerion ini biasanya disebabkan oleh patogen zoofilik atau geofilik.10,7 Zoofilik terutama menyerang hewan sehingga menyebabkan respon inflamasi pada masusia, misalnya M.cannis pada kucing dan anjing, dan geofilik ditemukan di tanah sehingga menybabkan respon inflamasi yang hebat serta jaringan parut pada manusia, yaitu pada M.gypseum (tanah) merupakan satu-satunya spesies disini.11 Spektrum klinis mulai dari folikulitis pustular hingga furunkel atau kerion.10 Selain itu ditandai dengan basah, purulen, nodul inflamasi, dan plak, biasanya sakit. Terjadi kerontokan pada pasien, rambutnya tidak putus, tetapi bisa sepenuhnya lepas dan ditarik tanpa rasa sakit.3,12 Pada pasein biasanya terdapat satu plak tetapi beberapa lesi dapat terjadi dengan keterlibatan seluruh kulit kepala.2 Bila penyebabnya Microsporum canis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyton violaceum. Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan limfadenopati servikalis posterior, sakit kepala, dan panas.10,7 Pada pemeriksaan fluoresensi lampu Wood dapat positif pada spesies tertentu yaitu pada microsporum berwarna hijau terang dibawah lampu wood.3,12 Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap (alopecia sikatrikal). Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.3



9



Gambar 3. Kerion. Seorang anak ras kulit hitam umur 5 tahun dengan inflamasi yang sangat menyakitkan pada kulit kepala. Bengkak seperti rawa denga pustul multipel dan limfadenopati postaurikula. Didapatkan kultur T.tonsurans. berhasil di tatalaksana dengan terbinafin oral selama 4 minggu.2



Gambar 4. Kerion pada tinea kapitis. ada inflamasi, seperti rawa, alopesia yang perih dengan pustul disertai juga limfadenopati.13



3. Black dot ringworm (black dot), terutama disebabkan oleh organisme endotriks yaitu kerusakan yang terjadi di dalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula ,antropofilik ditemukan batang rambut tanpa kerusakan kutikula, antropofiliknya yaitu Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum.9 Pada permulaan penyakit gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi mudah patah pada permukaan skalp, tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas berupa kumpulan titik hitam pada daerah alopecia, yaitu black dots.10 Ujung rambut yang



10



patah, kalau tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah permukaan kulit. Terkadang masih terdapat sisa rambut normal di antara alopesia, d an juga skuama difus umum ditemui.10 Tipe black dot sampai sekarang belum pernah dilaporkan di RSUD Dr.Soetomo.7



Gambar 5. Tinea kapitis : Jenis ”black dots” alopecia tipis dari kerapuhan rambut pada kulit kepala depan pada anak ras kulit hitam 4 tahun lesi dideteksi karena saudara perempuannya didiagnosa tinea corporis. Ttonsurans di dapatkan dari kultur.2 4. Favus (tinea favosa atau tinea kapitis favosa) dari bahasa latin yang berarti honeycomb merupakan infeksi endotriks dengan bentuk tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut dimana merupakan dermatofitosis yang terutama disebabkan Trichophyton scholeini, dimana ini merupakan bentuk berat dan kronis berupa plak eritematosa perifolikular dengan skuama. Biasanya ditularkan setelah kontak jangka lama.7 Penyakit ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran.3 Awalnya berbentuk papul kuning kemerahan yang kemudian membentuk krusta tebal berwarna kekuningan (skutula). Krusta tersebut biasanya ditembus oleh sat atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan membasah. Rambut kemudian tidak berkilat lagi dan akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, penyakit ini meluas ke seluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. berlainan dengan tinea korporis, yang disebabkan jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil



11



balik. Biasanya tercium bau tikut (mousy odor) pada para penderita favus. Kadang-kadang penyakit ini menyerupai dermatitis seboroika. Skutula dapat berkonfluens membentuk plak kasar dengan mousy odor. Plak dapat meluas dan meninggalkan area sentral yang atropi dan alopesia.3,10



Gambar 6. Tinea kapitis: favus, rambut rontok yang luas, jaringan parut, dan disebut skutula yaitu krusta kekuningan di kulit kepala menembus rambut yang tersisa. Pada kultur, T schoeleinii 2



11



2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dengan lampu Wood pada kasus-kasus tertentu dan pemeriksaan langsung bahan klinis dapat menentukan diagnosis.3 Dapat juga dilakukan pemeriksaan histopatologik, percobaan binatang, dan imunologik tidak diperlukan. Pada tinea kapitis lampu Wood hanya akan berfluoresensi yang disebabkan oleh Microsporum spp. (kecuali M.gypsium).3,10 Pada pemeriksaan dengan lampu Wood juga T. Tonsurance tidak menghasilkan fluorens tetapi pada M.cannis menghasilkan cahaya biru-hijau. Hanya jamur ekthorix yang meghasilkan fluoresen pada lampu wood.1 Pada pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan rambut. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spritus kemudian pada hal ini, pada kulit berambut, rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan. Kulit didaerah tersebut di kerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan dengan lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu. Pemeriksaan langsung sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi KOH untuk sediaan rambut adalah 10%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 1520 menit hal in diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Pada saat mulai ke luar uap dari sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta parker superchroom blue black. Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau spora besar (makrospora).3 Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks).2.3 Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.3 spora pada favus terlihat rantai artospora dan ruang udara yang longgar di batang rambut. Kultur fungi dapat dilakukan dimana dermatofitosis akan tumbuh terlihat setelah



11



12



10-14 hari.kultur bakteri untuk menyingkirkan infeksi bakteri seperti S.aureus atau GAS.2



2.6 Diagnosis Banding Pada alopecia areata rambut di bagian pinggir kelainan mula-mula mudah dicabut dari folikel, akan tetapi pangkal yang patah tidak nampak. Pada kelainan mula-mula mudah dicabut dari folikel, akan tetapi pangkal yang tidak patah akan nampak. Pada kelainan mula-mula mudah dicabut dari folikel, akan tetapi pangkal yang patah tidak nampak. Pada kelainan ini juga tidak terdapat skuama. Bercakbercak



seboroika



pada



kulit



kepala



yang



berambut



kadang-kadang



membingungkan. Biasanya lesi dermatitis seboroika biasanya mempunyai lesi-lesi kulit yang simetris distribusinya. Psoriasis pada kulit kepala berambut biasanya disertai kelainan pada tempat lain yang memberi pengarahan diagnosis yang baik.3 Impetigo yang menyertai pedikulosis kapitis menimbulkan kelainan yang kotor dan berkrusta, tanpa rambut yang putus. Kerion kadang-kadang sukar dibedakan dengan karbunkel, walaupun tidak begitu nyeri. Trikotilomania merupakan kelainan berupa rambut putus tidak tepat pada kulit kepala, daerah lain tidak pernah botak seluruhnya dan batas kelainan tidak tegas. Pada orang dewasa, lupus eritomatosus dan bentuk-bentuk lain alopesia yang menimbulkan sikatriks memerlukan pemeriksaan lebih lengkap untuk membedakannya dengan favus. Pemeriksaan dengan lampu Wood menunjukkan fluoresensi pada rambut yang terserang favus.3 Diagnosis banding pada “gray patch” yaitu dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis atopi, lichen simplex kronis, alopecia areata. Untuk “black dots” yaitu dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis atopi, lichen simplex kronik, lupus kutaneus kronik, dan alopecia areata, untuk favus yaitu impetigo, ektiema, dan scabies.2 2.7 Tatalaksana Tersedia bermacam pengobatan topikal maupun sistemik untuk berbagai tipe dermatofitosis. Sejalan dengan penetrasi tipe dermatofitosis ke dalam folikel rambut, maka infeksi yang mengenai daerah berambut memerlukan pengobatan oral. Selama ini pengobatan standar untuk tinea kapitis di Amerika Serikat adalah griseofulvin, sedangkan golongan triazol dan alilamin menunjukkan keamanan, 12



13



efikasi dan manfaat lebih karena penggunaanya yang memerlukan waktu singkat, namun semenjak tahun 2007, terbinafin juga direkomendasikan untuk pengobatan tinea kapitis pada anak berusia diatas 4 tahun, khususnya yang disebabkan oleh T.tonsurans.1 Pengobatan tinea kapitis dengan antijamur oral yang dikombinasikan dengan shampo ketokonazol.10 Tatalaksana terdiri dari non medikamtosa, medikamtosa, dan edukasi. Non medikamtosa 1. Menghindari dan mengeleminasi agen penyebab 2. Mencegah penularan



Medikamtosa Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih pada kasus ini, yaitu: 1. Topikal: tidak disarankan bila hanya terapi topikal saja 



Rambut dicuci dengan sampo antimikotik:selenium sulfida 1% (selsun blue) dan 2,5% (nizoral) 2-4 kali/minggu atau shampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu.10,13 Menggunakan sampo ketokonazol ataupun selenium sulfida membantu mengurangi penyebaran infeksi spora.ftg terutama penyebaran spora pada fase awal terapi bila digunakan dalam kombinasi obat oral.8 Karena shampo diyakini dapat melindungi pelepasan spora berkontak dengan keluarga.13 Pada kerion kulit kepala skuama kompress basah sebaiknya tidak dilakukan, ini memungkinkan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.



Pada



umumnya



kerion



tidak



terlalu



menyakitkan



dibandingkan dengan tampilan yang inflamasi, analgetik tetap diperlukan pada anak dengan kerion yang luas.8 Shampo dipakai di rambut lalu didiamkan selama 5-10 menit kemudian



dibilas.



Anggota



keluarga



lain



juga



diharapkan



menggunakan shampo 2-3 kali seminggu. 13



13



14



2. Sistemik Spesies Microsporum. Mikrosporum merespon griseofulvin atau itrakonazol.12 a. Obat pilihan 



Griseofulvin fine particle/microsize 20-25 mg/kgBB/hari dan ultramicrosize 10-15 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.pdski sedangkan pada anak-anak 10-25 mg/kgBB diberikan 1-2 kali sehari jika sembuh secara klinis lanjutkan selama 2 minggu Griseofulvin



juga



berguna



terutama



untuk



infeksi



mikrosporum, tetapi tidak dilakukan di semua negara. Meskipun terapi dosis tunggal masif rejimen dosis intermitten 25 mg/kgbb terhasil, terapi harian kontinue konvensional (10 mg disarankan secara umum. Pada infeksi ektotriks spora kecil, griseofulvin setidaknya selama 6 minggu biasanya cukup. Pada beberapa infeksi T.tonsurans dan T.shcholeni diharuskan lebih lama dan dengan dosis harian yang lebih tinggi 20 mg/kg/hr mungkin diperlukan.1 Efek



samping



griseofulvin



jarang



dijumpai,



yang



merupakan keluhan utama adalah sefalgia, dizziness dam insomnia. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus digestivus ialah nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.3 Griseofulvin efisien diserap dengan makanan berlemak. Anakanak bisa diberikan obat dengan es krim atau susu murni.13 b. Alternatif:  Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB selama 6 minggu. Obat ini mengalami proses metabolisme oleh enzim sitokrom P450 sehingga dapat terjadi interaksi dengan berbagai obat lain yang mengalami metabolisme oleh kelompok enzim yang sama misalnya rifampisin, simetidin.3  Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 4 minggu



14



15



Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10% penderita, yang tersering gangguan gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus, nyerin lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan pengecapan, presentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat pula terjadi. Gangguan hepar dilaporkan pada 3,3-7% kasus. Interaksi obat dapat terjadi antara lain dengan enmetideine dan ritompisin.3 Untuk spesies Trichophyton.10 a. Obat pilihan  Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB>40 kg selama 2-4 minggu. Terbinafin oral direspon lebih baik untuk T.tonsurans daripada griseofulvin atau itrakonazol.12 b. Alternatif:  Griseofulvin 8 minggu  Itrakonazol 2 minggu  Flukonazol 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu



Gambar 7. Tinea kapitis menyerupai alopesia sikatrikal. Ada pertumbuhan kembali sepenuhnya setelah ditatalaksana dengan anti fungal oral.9



15



16



Edukasi 1.



Menjaga kebersihan diri.10



2.



Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat. 10



3.



Hindari menggunakan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain.cuci handuk yang kemungkinan terkontaminasi. 10



4.



Skrinning keluarga.10 dimana semua anggota keluarga harus di evaluasi dan dan di tatalaksana dengan sesuai.13



5.



Tinggal yang berdekatan meningkatkan risiko kontak penularan antar rumah tangga.13



6.



Tatalaksana linen infeksius:pakaian, sprei, handuk, dan linen lainnya direndam dengan sodium hipoklorit 2% untuk membunuh jamur atau menggunakan desinfektan lain. Selain itu juga pada benda-benda tersebut harus di bersihkan secara teratur dan tidak digunakan bersamadan untuk meminimalkan risiko infeksi berulang.10,13



2.8 Komplikasi Dapat terjadi ptyriasis amiantacea yang merupakan keadaan non spesifik pada kulit kepala dengan gejala skuama banyak yang dapat menyebabkan alopesia permanen akibat pelepasan skuama tersebut. Hal ini terjadi akibat iritasi kronis, misalnya tinea kapitis, dermatitis seboroik, dermatitis kontak, atau psoriasis, higiene yang kurang baik akibat jarang dibersihkan. Gejala klinisnya berupa skuama putih melekat seperti mika dan meluas ke batas rambut, dibandingkan dengan asbestos sering disertai rhagaden retroaurekuler, umunya tidak gatal. Tetapi: mengobati penyakit yang mendasarinya, misalnya tinea kapitis.7 Tinea kapitis pada kerion dan favus yang kronis dan tidak ditatalaksana terutama yang menyebabkan infeksi sekunder dari S.aureus, menghasilkan kebotakan dan jaringan parut. Pada pengobatan dengan anti fungi sistemik maka dapat dapat menumbuhkan kembali rambut. 2 2.9



Prognosis10 Bila diobati dengan benar, penyakit akan sembuh dan tidak kambuh kecuali



bila terpajan ulang dengan jamur penyebab.



16



17



 Quo ad vitam



: bonam



 Quo ad functionam: bonam  Quo ad sanationam: bonam



17



18



BAB III KESIMPULAN Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini ditandai dengan lesi ber skuama kasar, kemerahan berbatas tegas, dan terasa sangat gatal terutama pada saat berkeringat. Epidemiologi tinea kapitis sering ditemukan pada anak-anak usia 3-14 tahun, jarang terjadi pada orang dewasa. Penularan tinea kapitis meningkat disebabkan oleh personal higiene yang buruk, tinggal di lingkungan yang padat penduduk, dan sosial ekonomi yang rendah. Tinea kapitis dapat ditularkan dari manusia, hewan, maupun benda yang biasanya dapat berpindah dari topi, sarung bantal, sprei, sisir, kursi bioskop, dan lainnya. Infeksi rambut terjadi pada stratum korneum kulit kepala, lalu patogen masuk dan menyebar lalu kemudian infeksi sampai ke folikel rambut yang menyebabkan rambut menjadi rapuh dan rusak. Maka ini akan menimbulkan respon inflamasi pada kulit kepala. Ada terdapat 4 gejala klinis dari tinea kapitis yang sering ditemukan, yaitu “grey patch” yang dimulai dengan papul merah, lalu menyebar dan menjadi pucat dan bersisik dan menyebabkan warna rambut yang terkena berwarna abu-abu kusam. Lalu kerion, dimana terjadi peradangan yang berat, disini terjadi pembengkakan yang menyerupai sarang lebah, mengeluarkan nanah yang terdapat serbukan sel radang padat disekitarnya, dan dapat disertai infeksi sekunder. Inflamasi yang hebat inilah dapat menyebabkan jaringan parut. Lalu “black dot”, dimana rambut yang terkena infeksi menjadi mudah patah yaitu di permukaan kulit kepala, sehingga pada ujung folikel rambut memberi gambaran yang khas yaitu kumpulan titik hitam pada alopecia. Lalu yang terakhir yaitu favus, dimana bentuk ini merupakan bentuk yang berat dan kronis, berupa plak eritematosa perifolikular dengan skuama. Ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit berwarna merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawa (skutula). Ketika krusta diangkat maka akan terlihat erosi. Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan dengan lampu Wood. Hanya jamur ekthorix saja yang menghasilkan fluorosen berwarma biruhijau. Pemeriksaan mikologi membantu menegakkan diagnosa.



18



19



Diagnosa banding tinea kapitis, tergantung bentuk klinis, pada gray patch dapat didiagnosa banding dengan dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis atopi, lichen simplek kronis, dan alopecia areata. Untuk black dot yaitu dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis atopi, lichen simplek kronik, lupus kutaneus kronik, dan alopecia aerata, untuk kerion dapat di diagnosa banding dengan impetigo, trikotiloma, dan alopecia. Untuk favus, yaitu impetigo, ektiema, dan skabies. Penatalaksanaan pada tinea kapitis dikombinasikan antara topikal dan juga sistemik, pada topikal diberikan dalam bentuk shampoo, dan pada sistemik di anjurkan dengan griseofulvin dan alternatifnya itrakonazol. Pasien juga perlu diberikan edukasi yaitu menjaga kebersihan diri, mematuhi pengobatan, tidak bergantian pakaian maupun benda lain dengan orang lain, merendam linen infeksius dengan sodium hipokrit 2%. Komplikasi pada pasien tinea kapitis dapat terjadi ptyriasis amiantacea. Selain itu juga pada tinea kapitis dapat menjadi kebotakan dan jaringan parut. Untuk prognosis tinea kapitis bila diobati dengan benar maka tidak kambuh kembali kecuali terpajan ulang dengan jamur penyebab.



19



20



DAFTAR PUSTAKA 1.



Olsen E. Hair. Dalam: Ftitzpatrick, Freedberg, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Dermatology in General Medicine. Edisi ke-6. New York.The McGraw-Hill Companies Inc.2003.h.700-1



2.



Fitzpatrick, Wollf K, Johnson RA, Saavedra AP, Roh EK. 2017. Fitzpatric’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi ke- 8. New York: McGraw-Hill Education;2017.h.631-4



3.



Widaty S, Budimulja U. Tinea Kapitis. Dalam: Menaldi SW. Bramono K. Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: FK UI. 2016.h.112-6.



4.



Handler MZ, Stephany MP, Schwarts RA, Board SE, Krunski P, Elston DM, Kao GF. What is the global insidence of tinea capitis (Scalp ringworm)?.2020. [Diakses



tanggal



27



Oktober



2020].



Tersedia



di



http://www.medscape.com/answers/1091351/what-is-the-global-insidence-oftinea-capitis-scalp-ringworm. 5.



Dogo J, Afegbua SL, Dung EC. Prevalence of Tinea Capitis among School Childres in Nok Community of Kaduna State, Nigeria. 2016. [Diakses tanggal 27



Oktober



2020].



Tersedia



di



http://www.ncbi.mlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4947659/#_ffn_sectitle. 6.



Ervianti E, Devy D. Studi Retrospektif: Karakteristik Dermatofitosis. 2018;30(1):66-72



7.



Ernawati D. Alopecia Non Sikatrikal dan Sikatrikal. Dalam: Wasitaatmadja SM, Prakoeswa CRS, Sukanto H, Martodiharjo S. Everything About Hair. Jakarta: FK UI. 2014.h.37-50.



8.



Roderick J, Hay, Ashbee R. Fungal Infections. Dalam: Griffiths CEM, Barker J, Bleiker T, Chalmers R, Creamer D. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-9. Oxford:Blackwell Publishing.2016.h.934-37



9.



Ahdout J, Mirmirani P. Hair Finding. Dalam: Asasi SZ, Agim, NG, Ahdout J, Bangert CA, Bogle MA, Bouquet JE, Busaidy K, Browning JC, Burnett CT,



20



21



Chan sf. Dermatology a Pictoral Review. New York: McGraw-Hill Education. 2015.h.1-14 10. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:



Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia



(PERDOSKI), 2017.h.50-57 11. Singh M, Alikhan A. Hair, Nail, and Mucosal Disorder. Dalam: Chavan R, Dandekar MN, Elbuluk N, Eisen DB, Ghandi RK, Griffin JR, Housholder AL, Mir A, Shah KN, Sivamani RK, Toleefson MM. Review of Dermatology. New York: Elsevier Inc. 2017.h.191-202 12. Burge S, Matin R, Wallis D. Oxford Handbook of Medical Dermatology. Edisi ke-2. United Kingdom: Oxford University Press;2016.h.149-170 13. Campbell JL, Chapman MS, Dinolus JGH, Zug KA. Skin Disease Diagnosis and Treatment Edisi ke-3. United Kingkom: Elsevier Inc; 2011.h.284-7



21