Referat Trauma Ginjal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT TRAUMA GINJAL



Disusun: Rani Dwi Ningtias 1102014220



Pembimbing: dr. Lutfi Bagus, Sp. U



KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RS BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 8 APRIL – 22 JUNI 2019



1



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya, penulis berhasil menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “TRAUMA GINJAL”. Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Bedah RS Bhayangkara TK. I R. Said Sukanto. Penulisan referat ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulisan menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Lutfi Bagus, SpU selaku pembimbing dan teman-teman. Dalam penulisan referat ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi isi materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk perbaikan pada penulisan dan penyusunan referat ini. Penulis berharap referat ini dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Aamiin ya rabbal’alamin. Wassalamualaikum wr.wb Jakarta, April 2019



Penulis



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2 DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3 BAB I ......................................................................................................................................... 4 BAB II ....................................................................................................................................... 5 2.1



Anatomi Ginjal .............................................................................................................. 5



2.2



Trauma Ginjal ............................................................................................................... 9



BAB III.................................................................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 26



3



BAB I PENDAHULUAN



Secara anatomis sebagian besar organ urogenitalia terletak di rongga ekstraperitoneal (kecuali genitalia eksterna), dan terlindung oleh otot-otot dan organ-organ lain. Oleh karena itu jika didapatkan cedera organ urogenitalia, harus diperhitungkan pula kemungkinan adanya kerusakan organ lain yang mengelilinginya. Cedera yang mengenai organ urogenitalia bisa merupakan cedera dari luar berupa trauma tumpul maupun trauma tajam, dan cedera iatrogenik akibat tindakan dokter pada saat operasi atau petugas medik yang lain.1,2 Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi, rasio laki-laki banding perempuan adalah 3:1. Ginjal mendapat proteksi dari otot lumbar, thoraks, badan vertebra dan viscera, tetapi ginjal mempunyai mobilitas yang besar yang bisa mengakibatkan kerusakan parenkim dan cedera vaskular. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya.1 Insiden cedera traktus urinarius yang disertai dengan trauma abdominal adalah 10%. Trauma ginjal sendiri terjadi 1-5% dari semua kasus trauma. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Trauma ginjal bisa diklasifikasikan kepada trauma tumpul dan tajam maupun dengan tahap kecederaan yaitu cedera major ataupun minor. Kerusakan ginjal spontan jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada ginjal yang abnormal, seperti hidronefrosis, tumor, atau ginjal polikistik. Trauma tajam, seperti tikaman atau tembakan, merupakan 10-20% penyebab trauma pada ginjal. Baik luka tikam atau tusuk pada perut bagian atas atau pinggang maupun luka tembak pada abdomen yang disertai hematuria merupakan tanda pasti cedera pada ginjal.2 Sebagian besar cedera organ genitourinaria bukan cedera yang mengancam jiwa kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan kerusakan parenkim ginjal yang cukup luas dan kerusakan pembuluh darah ginjal. Meskipun trauma ginjal secara akut dapat mengancam jiwa, namun penanganannya dapat secara konservatif. Selama 20 tahun terakhir, kemajuan dalam hal pencitraan dan strategi penatalaksanaannya dapat menurunkan tindakan intervensi operasi dan meningkatkan perbaikan pada ginjal.1



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Anatomi Ginjal Ginjal adalah sepasang organ saluran



kemih yang terletak di rongga



retroperitoneal bagian atas, didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.1,3 Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120 - 170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.3 2.1.1



Struktur di sekitar ginjal



Gambar 1. Rongga perirenal dan pararenal yang membatasi ginjal



5



Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/supra-renal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagi barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau meng-hambat metastasis tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal.3 Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejeunum, dan kolon.3



2.1.2



Struktur Ginjal



Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu kortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan kortex. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.3 Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmensegmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.3



6



Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsobsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.3 Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter.3



Gambar 2. Struktur Ginjal



7



2.1.3



Vaskularisasi Ginjal Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang



langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya.3



Gambar 3. Vaskuarisasi Ginjal



2.1.4



Persarafan Ginjal Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi



untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.3



2.1.5



Fungsi Ginjal 1.



Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.



2.



Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh



3.



Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh



4.



Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak



5.



Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang



6.



Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah



7.



Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah4 8



2.2 Trauma Ginjal 2.2.1 Definisi Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam trauma baik tumpul maupun tajam. Trauma ginjal merupakan trauma yang terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal.1



2.2.2 Epidemiologi Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi, rasio laki-laki banding perempuan adalah 3:1. Trauma ginjal menyumbang sekitar 3% dari seluruh penerimaan trauma dan sebanyak 10 % dari pasien yang mempertahankan trauma abdomen. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas.1,2 Sebagian besar trauma ginjal pada anak-anak ditemukan pada kelas rendah (79%) dan ditemukan trauma tumpul (>90%). Cedera usia rata-rata adalah 13.7 tahun, yaitu 94% dari pasien adalah berusia 5 sampai 18 tahun. Hanya 12% dari pasien dirawat di rumah sakit anak. Meskipun sebagian besar anak-anak dirawat secara konservatif di rumah sakit dewasa, tingkat nefrektomi tiga kali lebih tinggi dibandingkan pasien dirawat di rumah sakit anak.5



2.2.3 Etiologi Cedera ginjal dapat terjadi secara: a) Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang. b) Tidak langsung, yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba- tiba di dalam rongga retroperitoneum. Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk, atau luka tembak. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabangcabangnya. Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, seperti hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal.1 9



Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal, yaitu:2 1.



Trauma tajam Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.Baik luka tikam atau tusuk pada abdomen bagian atas atau pinggang maupun luka tembak pada abdomen yang disertai hematuria merupakan tanda pasti cedera pada ginjal.



2.



Trauma iatrogenik Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography, percutaneous nephrostomy dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin meningkatnya popularitas dari teknik-teknik di atas, insidens trauma iatrogenik semakin meningkat, tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal.



3.



Trauma tumpul Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan thrombosis. Trauma ginjal tumpul diklasifikasikan sesuai keparahan luka dan yang paling sering ditemukan adalah kontusio ginjal. Trauma tumpul pada region costa ke 12 menekan ginjal ke lumbar spine dan akan mengakibatkan cedera pada pinggang atau bagian bawah ginjal.



2.2.4 Klasifikasi Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi2: a) cedera minor. b) cedera mayor. c) cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal. 10



Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera ginjal dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan maupum hasil eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% merupakan cedera mayor (derajat III dan IV), dan 1% merupakan cedera pedikel ginjal.2



Tabel 2.1 klasifikasi trauma ginjal menurut American Association for the surgery of Trauma (AAST) DERAJAT



JENIS CEDERA Kontusio



GAMBARAN CEDERA Mikroskopis atau hematuria gross, pemeriksaan radiologi



Derajat 1



yang normal.



Hematoma



Subkapsular, nonexpanding tanpa parenkim laserasi



Hematoma



Nonexpanding hematoma perirenal.dikonfirmasi ke ginjal



Derajat 2



Retroperitoneum Laserasi



1,0 cm kedalaman parenkim korteks



Derajat 3



ginjal



tanpa



melibatkan



sistem



pengumpulan Laserasi



Memanjang



mencapai



korteks ginjal, medula dan Derajat 4



sistem pengumpulan Vaskular



Melibatkan



arteri



renalis



utama atau vena dengan adanya hemoragik



11



Infark



segmental



tanpa



disertai laserasi Hematoma pada subkapsuler yang menekan ginjal Laserasi



Ginjal terbelah sepenuhnya



Vaskular



Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi trombosis



Derajat 5



arteri renalis.



Devaskularisasi ginjal



Gambar 4. Klasifikasi Trauma Ginjal



2.2.5 Manifestasi Klinis Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat: 1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu. 2. Hematuria 3. Fraktur kosta sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra. 4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.



12



5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.1



Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan luas kerusakan yang terjadi. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik ataupun mikroskopik. Pada trauma major atau ruptur pedikel seringkali pasien datang dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama makin membesar. Pada trauma tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan pada trauma tajam tampak luka. Riwayat trauma daerah kostovetebra dan disertai nyeri serta jejas daerah kostovetebra merupakan gejala tersering yang membuat kita harus waspada. Pada palpasi didapatkan nyeri tekan dan ketegangan otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat meluas disertai tanda kehilangan darah banyak merupakan tanda cedera vaskuler. Nyeri abdomen umumnya ditemukan pada daerah pinggang atau perut bagian atas, dengan intensitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa dapat ditemukan tanda perdarahan di dalam perut. Bila terjadi cedera pada sistem saluran cerna mungkin ditemukan rangsang peritoneum. Terabanya massa retroperitoneal dapat merupakan petunjuk adanya hematom dan urinoma. Imbibisi darah ke intraperitoneal dapat menimbulkan gejala rangsang peritoneum. Fraktur tulang iga terbawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini ditemukan sebaiknya diperhatikan juga keadaan paru apakah hematotoraks atau pneumotoraks dan kemungkinan ruptur limpa.1,2



2.2.6 Diagnosis 1. Anamnesis Indikasi yang memungkinkan bahwa terjadinya trauma ginjal meliputi mekanisme deselerasi yang cepat seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan bermotor dengan kecepatan yang laju, atau trauma langsung pada region flank. Pada trauma tembus, perlu diketahui ukuran dari pisau atau kaliber atau jenis dari senjata. Riwayat penyakit sebelumnya harus digali, apakah adanya disfungsi organ sebelum terjadinya trauma dan adanya riwayat penyakit ginjal sebelumya



13



yang dapat memperberat trauma. Hidronefrosis, batu ginjal, kista, atau tumor telah dilaporkan dapat menimbulkan komplikasi yang berat.2



2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik adalah suatu pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien trauma. Stabilitas haemodinamik merupakan faktor utama dalam pengelolaan semua trauma ginjal. Vital sign harus dicatat untuk mengevaluasi pasien. Pada pemeriksaan fisik harus dinilai adanya trauma tumpul atau trauma tembus pada region flank, lower thorax, dan abdomen atas. Pada luka tembus, panjang luka tidak menggambarkan secara akurat kedalaman penetrasi. Penemuan seperti hematuria, jejas, dan nyeri pada daerah pinggang, patah tulang iga bawah, atau distensi abdomen dapat dicurigai adanya trauma pada ginjal.2 3. Pemeriksaan Penunjang i.



Laboratorium Pemeriksan urinalisis diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung informasi mengenai pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan pemeriksaan mikroskopik.2 Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau pada trauma ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.2



ii.



Radiologi Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: foto polos abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde, arteriografi translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed tomography (CT-Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR).2 Ada beberapa tujuan pemeriksaan radiologis pada pasien yang dicurigai menderita trauma ginjal, yaitu:



14



1. Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang tepat dan menentukan prognosisnya 2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma 3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral 4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya1 a. Intravenous Pyelography (IVP) Tujuan pemeriksaan IVP adalah untuk melihat fungsi dan anatomi kedua ginjal dan ureter. Sedangkan kerugian dari pemeriksaan ini adalah: 1. Pemeriksaan ini memerlukan gambar multiple untuk mendapatkan informasi maksimal, meskipun tekhnik satu kali foto dapat digunakan 2. Posis radiasi relative tinggi (0,007-0,0548 Gy) 3. Gambar yang dihasilkan tidak begitu memuaskan.2



Gambar 5. IVP normal Gambar 6. IVP pada trauma ginjal grade 3 b.Ultrasonografi (USG)2 Keuntungan pemeriksaan ini adalah: 1. Non-invasif, 2. Dapat dilakukan bersamaan dengan resusitasi, dan 3. Dapat membantu mengetahui keadaan anatomi setelah trauma.



15



Kerugian dari pemeriksaan ini adalah: 1. Memerlukan pengalaman sonografer yang terlatih, 2. Pada pemeriksaan yang cepat sulit untuk melihat mendeskripsikan anatomi ginjal, dimana kenyataannya yang terlihat hanyalah cairan bebas, 3. Trauma bladder kemungkinan akan tidak dapat digambarkan.



Gambar 7. USG ginjal normal



Gambar 8. USG ginjal pada trauma ginjal grade 5 tanpa dan dengan doppler c. Computed Tomography (CT)2,3 Computed Tomography (CT) merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dapat menampakan keadaan anatomi traktus urinarius secara detail. Pemeriksaan ini menggunakan scanning dinamik kontras. Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada kelainan urologi:



16



1. Kecurigaan adanya massa di ginjal. 2. Penderajatan (staging) keganasan urologi. 3. Abses, urinoma, dan infeksi urogenitalia. 4. Kolik ureter atau ginjal. 5. Cedera pada urogenitalia (ginjal, buli-buli, ureter, dan uretra). 6. Kecurigaan kelainan di retroperitoneum. Keuntungan dari pemeriksaan ini: 1. Memeriksa keadaan anatomi dan fungsional ginjal dan traktus urinarius, 2. Membantu menentukan ada atau tidaknya gangguan fungsi ginjal dan 3. Membantu diagnosis trauma yang menyertai Kerugian dari pemeriksaan ini: 1. Pemeriksaan ini memerlukan kontras untuk mendapatkan informasi yang maksimal mengenai fungsi, hematoma dan perdarahan; 2. Pasien harus dalam keadaan stabil untuk melakukan pemeriksaan scanner; dan 3. Memerlukan waktu yang tepat untuk melakukan scanning untuk melihat bladder dan ureter.



Gambar 9. CT Scan ginjal normal 17



Gambar 10. CT Scan trauma ginjal grade 1



Gambar 11. CT Scan trauma ginjal grade 2



Gambar 12. CT Scan trauma ginjal grade 3 18



Gambar 13. CT Scan trauma ginjal grade 4



Gambar 14. CT Scan trauma ginjal grade 5 d.Angiography1,2 Keuntungan pemeriksaan ini adalah 1. Memiliki kapasitas untuk menolong dalam diagnosis dan penanganan trauma ginjal 2. Lebih



jauh



dapat



memberikan



gambaran



trauma



dengan



abnormalitas IV atau dengan trauma vaskuler. Kerugian dari pemeriksaan ini adalah 1. Pemeriksaan ini invasif 19



2. Pemeriksaan ini memerlukan sumber-sumber mobilisasi untuk melakukan pemeriksaan, seperti waktu. 3. Pasien harus melakukan perjalanan menuju ke ruang pemeriksaan.



Gambar 15. CT Scan trauma ginjal grade 5



e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)1,2 MRI digunakan untuk membantu penanganan trauma ginjal ketika terdapat kontraindikasi untuk penggunaan kontras iodinated atau ketika pemeriksaan CT-Scan tidak tersedia. Seperti pada pemeriksaan CT, MRI menggunakan kontas Gadolinium intravena yang dapat membantu penanganan ekstravasasi sistem urinarius. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksan terbaik dengan sistem lapangan pandang yang luas.



2.2.7



Tatalaksana



i. Emergensi1,2 Penanganan segera dari syok, perdarahan, resusitasi lengkap dan evaluasi cedera lainnya. Jika kondisi pasien tidak stabil oleh karena trauma/cedera intra abdomen maka diperlukan tindakan bedah laparotomi eksplorasi untuk resusitasi bedah. Jika didapatkan hematoma retroperitoneal yang meluas dan pulsatil diindikasikan untuk melakukan eksplorasi renal. Urutan eksplorasi laparotomi: (1) Mencari cedera/kelainan pembuluh darah besar intra abdomen, (2) Eksplorasi organ Visceral dan intra abdomen lainnya harus dikerjakan dahulu sebelum (3) Eksplorasi renal, kecuali terjadi perdarahan ginjal yang masif dan persisten 20



maka harus dilakukan eksplorasi renal dahulu. Eksplorasi renal dimulai dengan kontrol pembuluh darah renalis, dengan cara insisi peritoneum posterior (white line) di atas aorta, sebelah medial ke arah inferior vena mesenterika. Vena renalis kiri mudah dikenali, terletak anterior aorta; merupakan landmark untuk identifikasi pembuluh darah renal yang lain. Setelah pembuluh renal teridentifikasi maka lakukan kontrol-kendali pembuluh darah, guna mengurangi blood loss (pada kasus perdarahan). Hal ini menurunkan angka nefrektomi, dari sekitar 56% menjadi 18%. Kadang oklusi pembuluh darah ini diperlukan (20%) pada staging bedah cedera ginjal atau pada repair ginjal.



ii. Operatif a. Trauma tumpul2,6 Cedera ginjal minor (85%) biasanya tidak memerlukan tindakan operasi. Perdarahan berhenti spontan dengan tirah baring dan hidrasi. Operasi dilakukan pada kasus perdarahan retroperitoneal persisten, ekstravasasi urin (drainase), kematian parenkim ginjal dan cedera pedikel ginjal (