Responsi Pemfigoid Bulosa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pendahuluan Penyakit bulosa di definisikan sebagai kondisi dimana terdapat kavitas yang berisi cairan pada permukaan superfisial kulit dan dapat bermanifestasi sebagai vesikel atau bula.1 Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun yang menyerang subepidermal dari kulit dan mukosa. Penyakit ini lebih sering mengenai orang tua dengan manifestasi gatal dan terlokalisasi ataupun general.pemfigoid bulosa dapat menyebabkan morbiditas dan mempengaruhi kualitias hidup pasien secara signifikan.2 1.2 Definisi Pemfigoid bulosa termasuk dalam penyakit bulosa dimana merupakan penyakit autoimun kronik yang di tandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone.3 Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun tersering dari blistering disorder dengan karakteristik adanya autoantibodies yang terletak pada dermo-epidermal junction sehingga menyebabkan pemisahan dari dermis dengan epidermis.4 1.3 Epidemiologi Usia tersering kejadian pemphigus bulosa adalah di usia 60-80 tahun. Insidensi pemfigoid bulosa adalah 6-7 per 1.000.000 orang dan pertahun



1



meningkat sampai 150-330 per 1.000.000 orang. Insiden laki-laki di banding wanita adalah 1:1 dan faktor ras tidak diketahui secara pasti pengaruhnya.1.4 1.4 Etiologi Etiologi yang mendasari adalah proses autoimun. Terdapatnya IgG pada membrana basalis ditemukan pada 70% pasien dengan pemfigoid bulosa. Percobaan pada tikus yang diberikan antibodi anti-BP180 menyebabkan terjadinya kerusakan pada subepidermal. Bentukan lepuhan tersebut terdapat komplemen, sel mast dan neutrophil. Keruskaan membrana basalis disebabkan karena proteinase dan reactive oxygen species yang dilepaskan oleh neutrophil. Pemfigoid bulosa juga dapat dipengaruhi penyakit lainya eperti diabetes mellitus, rheumatoid arthritis, dermatomyositis, ulcerative colitis, myasthenia gravis dan thymoma. Obat-obatan seperti penicillamine, furosemide, captopril, penicillin, sulfasalazine, nalidixic acid dan enalapril diduga dapat mencetuskan pemfigoid bulosa.5 1.6 Patofisiologi Penyakit pemfigoid bulosa ini disebabkan karena IgG autoantibodi terhadap hemidesmosome protein. Autoantibodi besifat patogenik terhadap pembentukan lepuhan kulit. Dua antigen utama adalah BP230 dan BP180 yang terkait dengan hemidesmosome. Dua antigen tersebut merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosome sel basal, diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian dari membrane basal yang memiliki epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosome adalah melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis, strukturnya berbeda dengan desmosome. Antigen BP230 terdapat dan



2



berdiferensiasi pada epitel dan jaringan saraf. Bagian BP 230 antigen menjadi sasaran dari autoantibodies, dimana BP230 juga terdeposit pada keratin. BP180 terdapat pada molekul transmembrane dengan jaringan kolagen. Antigen PB230 lebih banyak ditemukan disbanding PB180.3,6 Terbentukna bula akibat komplemen yang teraktivasi melalui jalur klasik dan alternatif kemudian akan dikeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi pemisahan epidermis dan dermis. Hampir 70% penderita mempunyai autoantibodi terhadap membran basalis dalam serum dengan kadar yang tidak sesuai dengan keaktivan penyakit sehingga tidak ada korelasi bermakna antara tingginya titer antibodi dengan kondisi klinis pasien. 3,5 1.7 Manifestasi Klinis Pemfigoid bulosa memiliki manifestasi klinis berupa bula berukuran besar, berdinding tengang diatas kulit yang normal atau eritematus, berisi cairan jernih yang dapat menjadi hemoragik, bula tidak mudah pecah, disertai rasa gatal. Keluhan gatal dapat muncul dalam kurun waktu bulan. Waktu antara munculnya urtikaria sampai terbentuk lepuhan kulit dapat berlangsung 1-3 minggu sebelumnya. Lokasi dapat ditemukan di paha, aksila, badan, lengan bagian bawah dan mukosa pada 10-35% pasien terutama bagian mukosa bukal. Lesi muncul dengan bentukan makula yang eritematus atau urtikaria kemudian akan terbentuk bula diatas dasar tersebut. Setelah bula pecah maka ditemukan erosi, namun bula dan erosi tidak meluas seperti pemphigus vulgaris. Kulit yang mengalami erosi akan



menyembuh



secara



spontan



tanpa



hiperpigmentasi. 1,5,7



3



meninggalkan



sikatrik



atau



Gambar 1.1 lesi awal pada pasien perempuan 75 tahun, terdapat plak urtikaria berukuran kecil disertai bula berdinding tegang dengan cairan jernih1



Gambar 1.2 bula berdinding tegang5



Gambar 1.3 pemfigoid bulosa dengan effloresensi makula eritematus dengan bula tegang 6



4



1.8 Pemeriksaan Penunjang A. Histopatologi Pemeriksaan hisopatologi diambil dari bula baru dan utuh diatas kulit eritematus kemudian diletakan di larutan formalin. Perubahan histopatologi ditandai dengan bula subepidermal disertai adanya acantholysis dan eosinofil pada dermis superfisial. Jumlah infiltrasi mediator inflamasi bervasiasi antar pasien, bisa ditemukan bula yang mengandung banyak infiltrat atau sedikit infiltrat mediator inflamasi. Inflitrat tersering adalah eosinophil, namun tak menutup kemungkinan adanya dominasi dari neutrofil. 5 B. Direct immunofluorescence microscopy Pemeriksaan DIF menunjukan hasil yang lebih esensial pada pemfigoid bulosa . specimen biopsy diambil dari tepi lesi. Terdapat deposit IgG dan atau C3 di dermoepidermal junction, selain itu bisa ditemukan IgA dan IgE.2 C. Immune serogical test Pengambilan spesimen berupa serum, tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui IgG antibasement membrane antibodies dengan mikroskop. IgG antibasement membrane antibodies terikat pada epidermal dari kulit, hal ini menunjukan bahwa IgG ditemukan hampi 80% dari kasus.2 1.9 Diagnosis Kriteria diagnosis pemfigoid bulosa dapat ditegakan dengan melihat manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang seperti histopatologi, Direct



immunofluorescence



microscopy,



5



Immune



serogical



test.



Diagnosis pasti memerlukan kriteria wajib, 2 kriteria mayor atau kriteria wajib dengan 1 kriteria mayor dan 1kriteria minor.4



Gambar 1.4 kriteria diagnosis pemfigoid bulosa.4 1.10 Diagnosis Banding Didasarkan pada tampilan klinik dan histopatologi. Diagnosa banding pemfigus vulgaris, dermatitis herpetiformis, penyakit duhring, sindroma stevens Johnson.7,8 1.10



Penatalaksanaan Terapi yang diberikan berupa kortikosteroid yaitu prednisone per oral



dengan dosis 30-60 mg sehari, azathioprine dapat digunakan apabila pemberian kortikosteroid belum ada perbaikan dan dapat digunakan dengan kortikosteroid sewaktu dosis kortikosteroid diturunkan dengan dosis 1-2mg/kg/hari (2-3x1 tablet). Selain itu dapat diberikan diaminodiphenylsofone (DDS) dengan dosis 200-300 mg sehari (dosis 2-3x1 tablet/hari).7



6



1.12 Prognosis Pemfigoid bulosa biasanya self-limited antara periode 5-6 tahun. Angka kekambuhan terjadi 10%-15% pada pasien ketika terapi dihentikan. Adanya antibody anti-BP180 secara statistik diasosiasikan dengan meningkatnya angka kematian di tahun pertama setelah diagnosis. Faktor resiko lainnya yang dapat mempengaruhi kematian yaitu usia, penggunaan steroid, albumin serum rendah, dan hematocrit >30mm/jam. 5



7



DAFTAR PUSTAKA



1. Klaus Wollf, Richard A Johnson, Arturo P. Saavedra. Bullous Pemphigoid. In: Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Seventh Edition, New York:McGraw-Hill Companies, p:107 2. C. Feliciani,1 P. Joly,2 M.F. Jonkman, et. al, 2012. Management of bullous pemphigoid: the European Dermatology Forum consensus in collaboration with the European Academy of Dermatology and Venereology. British Journal of Dermatology 3. Benny E. W, 2011. Pemfigoid Bulosa. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6, Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, p:210 4. Ruben Kershenovich, Emmilia Hodak, Daniel Mimouni, 2014. Diagnosis and classification of pemphigus and bullous pemphigoid. Elsevier 5. William D. James. Timothy G.B, Dirk M.E,2011. Chronic Blistering Dermatoses. In: Andrews’ Disease of The Skin:Clinical Dermatology. Eleventh Edition, Philadelphia: Saunders Elsevier, p: 466-469 6. Tony B, Stephen B, Neil Cox, Christopher G, Bullous Pemphigoid. In : Rook’s



Textbook



of



Dermatology.



Eighth



Edition:



WILEY-



BLACKWELL, p:40.26 7. Dwi M, Evy E, Indropo A, et.al, Pemfigoid Bulosa. In:Atlas Penyakit Kulit & Kelamin. Second Edition: Airlangga University Press, p:148-149 8. Prof. Dr. P.S. Siregar, Sp.KK(K), Pemfigoid Bulosa. In: Atlas Berwarna Sari Pati Penyakit Kulit. Second Edition: EGC, p:194-196



8



BAB II TINJAUAN KASUS 2.1



Identitas Penderita Nama



: Tn. YMA



Umur



: 43 tahun



Jenis kelamin



: laki-laki



Agama



: Islam



Suku



: Jawa



Pekerjaan



: Wiraswasta (Laundry)



Golongan Darah



:B



Status pernikahan



: menikah



Alamat



: Kedung Tarukan Baru 4-C, Kelurahan Mojo, kecamatan Gubeng, Surabaya



Tanggal pemeriksaan : 30 Juli 2017 Rawat inap 2.2



: Marwah 3A



Anamnesa Keluhan Utama



: gatal-gatal, pasien baru 1 hari di rawat inap.



RPS



:



9



Pasien MRS tanggal 29 Juli 2017 dengan keluhan luka semakin banyak, pasien mengeluhkan nyeri dan tidak bisa tidur saat malam hari. Saat pertama masuk rawat inap diberikan terapi berupa Injeksi Dexametason 3x1 ampul, Injeksi garamycin 2x80 mg dan Cetirizine 0-0-1 serta di berikan kompres NaCl . Sebelum MRS pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSU haji Surabaya pada tanggal 25 Juli 2017 dan 27 Juli 2017. Pada tanggal 25 Juli 2017 pasien ke poli kulit RSU Haji Surabaya dan diusulkan pemeriksaan patologi anatomi. Kemudian tanggal 27 juli 2017 pasien datang dengan tujuan kontrol dengan keluhan bintil-bintil di kulit tambah meluas, bertambah banyak, gatal dan pecah selain itu pasien merasakan badan terasa lemas.



Dari hasil lab di dapatkan hasil



vesikobullous disease dengan eosinofil mengesankan pemfigoid bulosa. Kemudian pasien di diagnosis dermatitis herpertiformis dan mendapatkan terapi farmakologis prednisone (5 hari pertama 2-2-2 dan 5 hari kedua 2-20), eritomycin 3x500mg dan kompres NaCl. Keluhan pertama kali muncul sejak + 2 bulan yang lalu saat awal bulan puasa, pasien mengeluhkan muncul bintil-bintil berisi air pada tubuhnya dan terasa gatal pada bagian perut. Kemudian pasien pergi ke dokter klinik dengan keluhan bintil-bintil di perut dan jamur kuku, kemudian diberikan terapi untuk jamur kuku saja. Kemudian pasien pergi ke rumah sakit dan di diagnosis Herpes Zoster serta diberikan obat Armacort zalf (Chloramphenicol dan Hydrocortisone acetate) dan Valvir tablet (Valacyclovir) namun keluhan tetap. Pasien juga melakukan self medication untuk bintil-bintil di perut pasien mengkonsumsi acyclovir



10



5x800mg namun pasien meminum selama 1 minggu kemudian berhenti 1 minggu dan di lanjutkan lagi pengobatannya di minggu depannya. RPD



: Tinea unguium sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga melakukan self medication jamur kuku sejak 6 bulan



dengan



mengkonsumsi



ketoconazole



200mgx2 sehari dan diberi salep ketoconazole. Pasien memiliki riwayat alergi terhadap logam dan balsam. RPK



: tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini sebelumnya, kakak pasien menderita asma



RPSos



:Tinggal serumah dengan istri, Mandi menggunakan sabun antiseptik.



2.3



Pemeriksaan Fisik Status generalis 



Keadaan umum



: Baik







Kesadaran



: Composmentis







Kepala/leher



: lihat status dermatologis







Thorax



: lihat status dermatologis







Abdomen



: lihat status dermatologis







Ekstremitas



: lihat status dermatologis



11



Status Dermatologi 



Didapatkan makula eritematosa disertai plakat eritematosa, bula, erosi, krusta dan skuama pada seluruh tubuh.







Nikolsky sign positif



Hasil pemeriksaan patologi anatomi: 



Dilakukan puncture pada lesi vesicobullous kulit ektermitas atas dextra, multiple dengan berbagai ukuran dan usia, bula tampak berdinding tipis berisi cairan jernih kekuningan.







Mikroskopik ditemukan sebaran banyak eosinofil, sejumlah netrofil dan makrofag. Tampak pula sedikit sebaran sel squamous. Tidak ditemukan tanda keganasan dalam semua hapusan







Kesimpulan: vesicobullous disease dengan eosinofil mengesankan pemphigoid bullosa.



2.4



Resume Seorang laki-laki berusia 43 tahun di rawat di ruang rawat inap RSU Haji Surabaya sudah satu hari yang lalu. Datang ke rumah sakit dengan keluhan luka di tubuh semakin banyak, pasien mengeluhkan nyeri dan tidk bisa tidur. Keluhan pertama kali muncul sejak + 2 bulan yang lalu saat bulan puasa, pasien mengeluhkan muncul bintil-bintil berisi air pada tubuhnya dan terasa gatal. Kemudian pasien pergi ke dokter dan di diagnosis Herpes Zoster dan sudah diterapi namun tak kunjung membaik. Pada tanggal 25 Juli 2017 pasien ke poli kulit RSU Haji Surabaya dan diusulkan pemeriksaan patologi anatomi. Pada tanggal 27 Juli 2017 pasien 12



kontrol dengan membawa hasil laboratorium yang menyatakan pasien mengalami



vesicobullous



disease



dengan



eosinofil



mengesankan



pemphigoid bullosa. Status Dermatologi 



Didapatkan makula eritematosa disertai plakat eritematosa, bula, erosi, krusta dan skuama pada seluruh tubuh.







Nikolsky sign positif



2.5



Diagnosa Kerja



: Pemphigoid Bullous



2.6



Diagnosa Banding



: Pemfigus Vulgaris Pemfigus vulgaris adalah penyakit bulosa yang



bersifat kronis disertai proses akantolisis dan terbentuknya bula pada epidermis. Manifestasi klinis berupa terbentuknya bula lembek, berdinding tipis, mudah pecah yang timbul pada kulit atau mukosa yang normal atau eritematus. Isi bula berupa cairan jernih yang dapat berubah menjadi hemoragik atau seropurulen. Bula yang pecah akan meninggalkan erosi yang eksudatif, mudah berdarah dan susah untuk sembuh. Jika sembuh akan menimbulkan jaringan parut. Dalam beberapa minggu atau bulan lesi dapat meluas, dimana erosi lebih banyak dibandingkan bula.7 pemfigus vulgaris biasanya muncul pertama kali di mulut (60% kasus) atau di lokasi yang terkena luka bakar atau luka pada kulit. Tempat lainnya ada di paha, kulit kepala, wajah, leher, ketiak dan kelamin. Nikolsky sign dapat muncul, yaitu terlepasnya epidermis yang



13



intak dari dermis yang bisa dipicu oleh tekanan ataupun gesekan pada kulit. Fenomena penyebaran bula dapat munvul dengan menekan bula intak maka cairan akan menyebar kedalam kulit.5 2.7



Planning 



Diagnosis



: (-)







Terapi



:



o Non Farmakologi : o Tirah Baring o Mengkonsumsi makanan tinggi protein seperti putih telur dan ikan kutuk untuk mencegah hipoalbumin dan mempercepat proses regenerasi sel. o Menghindari menggunakan sabun antiseptik untuk mandi dan dianjurkan menggunakan sabun yang tinggi pelembab o Kompres basah menggunakan NaCl 0,9% o Hindari menggunakan pakaian yang ketat o Hindari menggaruk luka karena dapat menimbulkan secondary infection o Medikamentosa : o Injeksi Dexametason 3x1 ampul o Injeksi garamycin 2x80 mg o Injeksi ranitidine 2x 1 ampul o Cetirizine 0-0-1



14



2.8



Prognosis Pemfigoid bulosa biasanya self-limited antara periode 5-6 tahun. Angka kekambuhan terjadi 10%-15% pada pasien ketika terapi dihentikan.



15



BAB III KESIMPULAN Pemfigoid



bulosa



adalah



penyakit



autoimun



yang



menyerang



subepidermal dari kulit dan mukosa. Penyakit ini lebih sering mengenai orang tua dengan manifestasi gatal dan terlokalisasi ataupun general.pemfigoid bulosa dapat menyebabkan morbiditas dan mempengaruhi kualitias hidup pasien secara signifikan. Pemfigoid bulosa memiliki manifestasi klinis berupa bula berukuran besar, berdinding tengang diatas kulit yang normal atau eritematus, berisi cairan jernih yang dapat menjadi hemoragik, bula tidak mudah pecah, disertai rasa gatal. Keluhan gatal dapat muncul dalam kurun waktu bulan. Lesi muncul dengan bentukan makula yang eritematus atau urtikaria kemudian akan terbentuk bula diatas dasar tersebut. Kulit yang mengalami erosi akan menyembuh secara spontan tanpa meninggalkan sikatrik atau hiperpigmentasi. Pemeriksaan



penunjang berupa



pemeriksaan



histopatologi,



Direct



immunofluorescence microscopy dan Immune serogical test. Terapi yang diberikan berupa kortikosteroid yaitu prednisone per oral dengan dosis 30-60 mg sehari, azathioprine dapat digunakan apabila pemberian kortikosteroid belum ada perbaikan Selain itu dapat diberikan diaminodiphenylsofone (DDS) dengan dosis 200-300 mg sehari (dosis 2-3x1 tablet/hari). Pemfigoid bulosa biasanya selflimited antara periode 5-6 tahun. Angka kekambuhan terjadi 10%-15% pada pasien ketika terapi dihentikan



16



BAB IV FOTO KASUS



17



18



19



20