Rinosinusitis Kronik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



RINOSINUSITIS KRONIK



Pembimbing: dr. Yoan Levia Magdi, Sp.THT-KL, FICS



Oleh: Fadhila Khairunnisa,S.Ked



04084821820040



Bianca Dwinta Daryanto,S.Ked



04084821820041



DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA / RSUP Dr.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2018



HALAMAN PENGESAHAN Referat



“ Rinosinusitis Kronik ” Fadhila Khairunnisa,S.Ked



04084821820040



Bianca Dwinta Daryanto,S.Ked



04084821820041



Sebagai syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik periode 17 September 2018 - 22 Oktober 2018 di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.



Palembang, September 2018



dr. Yoan Levia Magdi, Sp.THT-KL, FICS



ii



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Rinosinusitis Kronik”. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai tauladan umat manusia. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Yoan



levia magdi, Sp.THT-KL, FICS selaku pembimbing. Penulis menyadari banyak kekurangan dari laporan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Demikian, semoga laporan ini tetap dapat berkonstribusi untuk kemajuan ilmu kedokteran.



Palembang, September 2018



Penulis



iii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ ii KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 6 BAB III KESIMPULAN................................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 25



iv



BAB I PENDAHULUAN Rinosinusitis kronis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor (Stankiewicz, 2001; Busquets, 2006; Soetjipto, 2006; Setiadi M, 2009). Gejala Mayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, post nasal drip, gangguan penghidu, Sedangkan Gejala Minor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri telinga, batuk, demam, halitosis. (Judith, 1996; Becker 2003; Soetjipto, 2006; Setiadi M, 2009). Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis (Mangunkusumo dan Rifki, 2000). Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang (Mangunkusumo dan Rifki, 2000).



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.



Definisi Rinosinusitis kronis merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering dijumpai, mempengaruhi 4-28 % populasi di Eropa dan Amerika Serikat. Penyakit ini secara signifikan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan merupakan masalah sosioekonomi dalam masyarakat. Pasien dengan rinosinusitis berulang atau kronis dilaporkan mengalami penurunan kesehatan secara umum dan vitalitas jika dibandingkan dengan populasi umum (Dlugaszewska, et al., 2015). Rinosinusitis kronis merupakan gangguan klinis yang meliputi infeksi heterogen dan kondisi inflamasi yang mempengaruhi sinus paranasal. Menurut sejarah, sinusitis merupakan terminologi yang umum digunakan untuk inflamasi pada sinus paranasal. Terminologi ini perlahan-lahan ditinggalkan dan lebih disukai istilah rinosinusitis karena inflamasi hidung hampir selalu bersamaan dengan inflamasi sinus paranasal. Namun tetap masih ada kontroversi mengenai definisi dan diagnosis dari semua bentuk rinosinusitis. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya bahwa rinosinusitis kronis mencakup spektrum penyakit yang memiliki penyebab yang banyak dan berbagai pengobatan yang tepat (Schlosser dan Woodworth, 2009). Rinosinusitis menurut American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) pada tahun 1996 berdasarkan durasi tanda dan gejala klinis dibagi menjadi akut (lebih dari 4 minggu), subakut (4 sampai 12 minggu), kronis (lebih dari 12 minggu), akut rekuren (≥4 episode per tahun dan setiap episodenya berlangsung hingga ≥7 sampai 10 hari dan tanpa intervensi terhadap tanda rinosinusitis kronis), dan kronis eksaserbasi akut (rinosinusitis kronis memburuk tibatiba, kembali pada keadaan awal setelah terapi). Untuk praktisnya, sebagian besar praktisi lebih suka membagi menjadi 2 kategori, rinosinusitis akut dan kronis. Penting



6



untuk diperhatikan bahwa rinosinusitis akut dapat berkembang menjadi rinosinusitis kronis pada beberapa kasus. Bagaimanapun juga, rinosinusitis akut biasanya merupakan infeksi dari alam, sedangkan yang kronis mungkin disebabkan oleh berbagai proses inflamasi. Rinosinusitis kronis paling sering dibagi menjadi kategori pasien dengan perubahan mukosa hiperplastik dengan polip dan tanpa polip (Schlosser dan Woodworth, 2009).



B. Etiologi dan Faktor Predisposisi Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing pada saluran nafas adalah : 1. Usia yaitu pada anak-anak, dimana mereka sering memasukkan segala sesuatu ke dalam mulut, gigi geligi yang belum lengkap dan refleks menelan yang belum sempurna. 2. Jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki. 3. Faktor kejiwaan (emosi,dan gangguan psikis) 4. Kegagalan mekanisme proteksi, misalnya penurunan kesadaran, keadaan umum buruk, penyakit serebrovaskuler, dan kelainan neurologik. 5. Faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh benda di mulut, makan dan minum tergesa-gesa. 6. Faktor medikal dan surgikal Faktor fisiologik dan sosiologik lain yang juga merupakan faktor predisposisi antara lain: pertumbuhan gigi belum lengkap, belum terbentuk gigi molar, belum dapat menelan makanan padat secara baik, kemampuan anak membedakan makanan yang dapat dimakan dan tidak dapat dimakan belum sempurna. Benda tersangkut pada saat makan sambil tertawa, bicara menangis, dan berlari. Pada orang tua, terutama yang mempunyai gangguan neurologis dan berkurangnya refleks menelan dapat disebabkan oleh pengaruh alkohol,



7



stroke, parkinson, trauma, dementia juga mempunyai risiko yang besar untuk terjadinya aspirasi. C. Anatomi



Trakea bercabang dua setinggi torakal empat menjadi bronkus utama kanan dan kiri. Sekat dari percabangan itu disebut karina. Karina letaknya lebih ke kiri dari garis median, sehingga lumen bronkus utama kanan lebih luas dari bronkus utama kiri. Lumen bronkus utama kanan pada potongan melintang seperempat lebih kuas dari bronkus utama kiri. Bronkus utama kanan lebih pendek dari bronkus utama kiri, panjangnya pada orang dewasa 2,5 cm dan mempunyai 6-8 cincin tulang rawan. Panjang bronkus utama kiri kira-kira 5



8



cm dan mempunyai cincin tulang rawan sebanyak 9-12 buah. Bronkus utama kanan membentuk sudut 25 derajat ke kanan dari garis tengah, sedangkan bronkus utama kiri membuat sudut 45 derajat ke kiri dari garis tengah. Dengan demikian bronkus utama kanan hampir membentuk garis lurus dengan trakea, sehingga benda asing eksogen yang masuk ke dalam bronkus akan lebih mudah masuk ke dalam lumen bronkus utama kanan dibandingkan bronkus utama kiri (pada orang yang sedang berdiri). Faktor lain yang mempermudah masuknya benda asing ke dalam bronkus utama kanan ialah kerja otot trakea yang mendorong benda asing itu ke kanan. Selain itu udara inspirasi ke dalam bronkus utama kanan lebih besar dibandingkan dengan udara inspirasi ke bronkus utama kiri. Dinding bronkus terdiri dari cincin tulang rawan. Sebetulnya tidak semua cincin itu merupakan cincin penuh. Di bagian posterior pada umumnya terdiri dari membran. Oleh karena itu pada waktu inspirasi lumen bronkus berbentuk bulat sedangkan pada waktu ekspirasi lumen berbentuk ginjal. Makin ke distal cincing tulang rawan bronkus makin hilang, sehingga di bronkus terminal dan alveolus sudah tidak ada cincin tulang rawan lagi dan otot dinding bronkus relatif makin lebih penting. Ukuran traktus trakeobronkial pada orang dewasa, pria dan wanita, serta pada anak-anak dan bayi berlainan. Ukuran ini berlainan pada cadaver dan orang yang masih hidup. Pada tindakan bronkoskopi untuk mengetahui jarak dari suatu lokasi diukur dari baris gigi depan atas.



D. Patofisiologi Tujuan refleks menelan adalah mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam trakea. Impuls motoris dari pusat menelan yang menuju ke faring dan bagian atas esophagus diantar oleh saraf kranial V, IX, X dan XII dan beberapa melalui saraf cervical. Menelan memiliki beberapa stadium, yaitu stadium



9



volunter, faringeal dan oesofageal. Pada stadium volunter, benda ditekan atau didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah ke atas dan belakang terhadap palatum, sehingga lidah memaksa benda ke pharing. Pada stadium faringeal, palatum mole didorong ke atas untuk menutup nares posterior, sehingga mencegah makanan balik ke rongga hidung. Lipatan palatofaringeal saling mendorong ke arah tengah, kemudian pita suara laring berdekatan dan epiglottis mengayun ke belakang, sehingga mencegah makanan masuk ke trakea. Pada orang dewasa tertelan benda asing sering dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi palsu yang telah kehilangan sensasi rasa (tactile sensation) dari palatum dan pada penderita gangguan jiwa. Bronkus dan trakea sangat peka dengan benda asing ataupun iritasi lain, sehingga bisa menimbulkan refleks batuk. Lapisan mukus pada saluran nafas mengandung



factor-faktor



yang



efektif



sebagai



pertahanan,



yaitu



immunoglobulin terutama IgA, PMNs, interferon dan antibodi spesifik. Gerakan silia menyapu/saluran nafas. Silia dan mucus menjebak debu dan kuman, kemudian memindahkannya ke pharing, karena silia bergetar ke arah pharing. Partikel asing dan mukus digerakkan dengan kecepatan 1cm/menit sepanjang permukaan trakea ke pharing. Begitu juga benda asing di saluran hidung, dimobilisasi dengan cara yang sama ke pharing. Aktivitas silia bisa dihambat oleh berbagai zat yang berbahaya. Setelah benda asing teraspirasi, maka benda asing tersebut dapat tersangkut pada tiga tempat anatomis yaitu, laring, trakea atau bronkus. Dari semua aspirasi benda asing, 80–90% diantaranya terperangkap di bronkus dan cabang-cabangnya. Pada orang dewasa, benda asing bronkus cenderung tersangkut di bronkus utama kanan, karena sudut konvergensinya yang lebih kecil dibandingkan bronkus utama kiri. Benda asing yang lebih besar lebih banyak tersangkut di laring atau trakea. Tujuh puluh lima persen dari benda asing dibronkus ditemukan pada anak umur kurang dari 2 tahun, dengan riwayat yang khas, yaitu saat benda atau makanan berada di dalam mulut, anak menjerit atau tertawa sehingga saat inspirasi, laring terbuka dan benda asing masuk ke dalam laring. Pada saat



10



benda asing itu terjepit di sfingter laring pasien batuk berulang-ulang (paroksikmal), sumbatan di trakea, mengi, dan sianosis Bila benda asing telah masuk ke dalam trakea atau bronkus kadang terjadi fase asistomatik selama 24 jam atau lebih, diikuti gejala pulmonum yang bergantung pada derajat sumbatan bronkus. Benda asing organik seperti kacang mempunyai sifat higroskopik, mudah jadi lunak,mengembang oleh air serta dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, mukosa bronkus edema, meradang dapat terjadi jaringan granulasi disekitar benda asing, sehingga gejala sumbatan bronkus menghebat timbul laringotrakeo - bronkitis, toksemia,batuk, dan demam yang iregular. Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan lebih ringan, dan lebih mudah didignosis dengan pemeriksaan radiologi. Benda asing berasal dari metal dan tipis seperti jarum, peniti, dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal dengan memberikan gejala batuk spasmodik.



E. Gejala Klinis Aspirasi benda asing adalah suatu hal yang sering ditemukan dan ditangani dalam situasi gawat darurat. Aspirasi benda asing dapat menyebabkan berbagai perubahan mulai dari gejala yang minimal dan bahkan tidak disadari, sampai gangguan jalan napas dan dapat menimbulkan kematian. Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Benda asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut di hidung, nasofaring, laring, trakea dan bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat tersangkut di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis, esofagus atau dapat juga tersedak masuk ke dalam laring, trakea dan bronkus. Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa gejala hingga kematian sebe- lum diberikan pertolongan akibat sumbatan total. Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan mengalami 3 stadium. Stadium pertama merupakan gejala permulaan yaitu



11



batuk-batuk hebat secara tiba-tiba (violent paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan napas yang terjadi dengan segera. Pada stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval asimptomatis. Hal ini karena benda asing tersebut tersangkut, refleks-refleks akan melemah dan gejala rangsangan akut menghilang. Stadium ini berbahaya, sering menyebabkan keterlambatan diagnosis atau cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan tanda yang tidak jelas. Pada stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing, sehingga timbul batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses paru. Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut di antara pita suara atau berada di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan letak (posisi) benda asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala antara lain disfonia sampai afonia, apnea dan sianosis. Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan disfonia sampai afonia, batuk yang disertai serak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subjektif dari benda asing (penderita akan menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing tersebut tersangkut) dan dispnea dengan derajat bervariasi. Gejala ini jelas bila benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih menyisakan reaksi laring oleh karena adanya edema. Benda asing yang tersangkut di trakea akan menyebabkan stridor, dapat ditemukan dengan auskultasi (audible stridor) dan palpasi di daerah leher (palpatory thud). Jika benda asing menyumbat total trakea akan timbul sumbatan jalan napas akut yang memerlukan tindakan segera untuk membebaskan jalan napas. Gejala pada dewasa umumnya sama dengan gejala



12



pada anak. Bila anak batuk atau dengan wheezing yang dicurigai terjadi aspirasi benda asing di saluran napas. Benda asing di bronkus kebanyakan memasuki bronkus kanan karena lebih lebar dan lebih segaris dengan lumen trakea. Benda asing dapat menyumbat secara total bronkus lobaris atau segmental dan mengakibatkan atelektasis atau obstruksi parsial yang berfungsi seperti katup satu arah dimana udara dapat masuk ke paru- paru tetapi tidak dapat keluar, sehingga menyebabkan emfisema obstruktif . Pasien pada benda asing di bronkus umumnya datang pada fase asimptomatik kemudian benda asing bergerak ke perifer, sehingga udara yang masuk terganggu dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang dengan mengi. Gejala fisik dapat bervariasi karena perubahan benda asing, keluhan batuk kronik dan sesak napas menyerupai gejala pasien asma atau bronkopnemonia. Benda asing organik menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran nafas dengan gejala laringotrakeobronkitis, toksmia, batuk, dan demam irregular. Tanda fisik benda asing di bronkus bervariasi, karena perubahan posisi dari satu sisi ke sisi lain dalam paru. Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat tersangkut di tosil, dasar lidah, valekula, sinus piriformis menimbulkan rasa nyeri pada saat menelan. Anak bisa kemasukan suatu benda ke dalam hidung karena ulahnya sendiri, bisa juga oleh kakak atau temannya yang memasukkan benda tersebut. Bisa jadi hal tersebut lolos dari pengamatan orang tua dan baru ketahuan setelah 2-3 hari. Ujung-ujungnya orang tua baru menyadari setelah timbul gejala, seperti keluar cairan yang berdarah, atau lendir seperti pilek dan berbau busuk dari lubang hidung, hidung tampak merah dan bengkak, dan napas anak berbau dan busuk. Bau ini mungkin karena infeksi atau benda yang masuk itu, misalnya kacang tanah, jadi membusuk. F. Diagnosis Diagnosa benda asing di saluran nafas ditegakkan berdasarkan atas anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.



13



i.



Anamnesis Anamnesa yang teliti mengenai riwayat aspirasi dan gejala inisial sangat penting dalam diagnosis aspirasi benda asing. Kecurigaan adanya benda asing dan gejala inisial (choking) adalah dua hal yang signifikan berhubungan dengan kasus aspirasi benda asing. Pada anak-anak kadang-kadang episode inisial belum dapat diungkapkan dengan baik oleh anak itu sendiri dan tidak disaksikan oleh orang tua atau pengasuhnya sehingga gejalanya mirip dengan penyakit paru yang lain. Gejala yang sering ditemukan pada kasus aspirasi benda asing yang telah berlangsung lama antara lain batuk, sesak nafas, wheezing, demam dan stridor. Perlu ditanyakan juga telah berapa lama, bentuk, ukuran dan jenis benda asing untuk mengetahui simtomatologi dan perencanaan tindakan bronkoskopi.



ii. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada kasus aspirasi benda asing sangat diperlukan. Kegawatan nafas atau sianosis memerlukan penanganan yang segera. Pada jam-jam pertama setelah terjadinya aspirasi benda asing, tanda yang bisa ditemukan di dada penderita adalah akibat perubahan aliran udara di traktus trakeobronkial yang dapat dideteksi dengan stetoskop. Benda asing disaluran nafas akan menyebabkan suara nafas melemah atau timbul suara abnormal seperti wheezing pada satu sisi paru-paru.



iii. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis penderita aspirasi benda asing harus dilakukan. Dianjurkan untuk membuat foto berikut: 1. Foto jaringan lunak leher PA dan lateral posisi ekstensi



14



Dapat memperlihatkan benda asing radioopak dan kadang-kadang bahkan benda asing radiolusen pada laring dan trakea. 2. Foto torak PA dan lateral 3. Foto torak akhir inspirasi dan ekspirasi Dapat memperlihatkan atelektasis dan emfisema obstruktif. Juga dapat terlihat bukti tidak langsung adanya benda asing radiolusen. 4. Fluoroskopi/videofluoroskopi Dilakukan pemeriksaan selama inspirasi dan ekspirasi pada kasus yang meragukan untuk melihat adanya obstruksi parsial paru. 5. Bronkogram Untuk memastikan adanya benda asing radiolusen atau untuk mengevaluasi bronkiektasis. Diagnosa benda asing di saluran nafas dapat ditegakkan pada hampir 70% kasus. Harus diingat bahwa tidak terdapatnya kelainan radiologis tidak berarti adanya benda asing dapat disingkirkan. Foto torak cenderung memberikan gambaran normal pada 1/3 pasien yang didiagnosa sebagai aspirasi benda asing dalam 24 jam pertama kejadian.CT Scan berguna pada kasus yang tidak terdeteksi dengan foto sinar X, seperti benda asing kacang yang bersifat radiolusen. Anamnesis dan pemeriksaan radiologis sering menunjukkan dugaan aspirasi benda asing, tetapi bukan diagnosa pasti. Pada keadaan ini harus dibuktikan adanya benda asing dengan bronkoskopi untuk diagnosis dan terapi. G. Penatalaksanaan Benda asing di hidung sering terjadi pada anak-anak. Bila bendanya masuk terlalu dalam dan sulit dikeluarkan, jangan sembarang menggunakan alat karena bisa timbul luka. Bila benda yang masuk tidak terlalu dalam dan masih



15



bisa terlihat, bisa diambil dengan sebatang kawat berujung tumpul yang dibengkokkan seperti kail. Secara perlahan kail tersebut dimasukkan ke dalam hidung kemudian tarik biji tersebut pelan-pelan keluar. Bisa juga dengan menggunakan pinset. Jika tidak berhasil, segera bawa ke dokter.Jika benda dapat dikeluarkan dengan mudah tentunya tidak akan menimbulkan akibat lebih jauh. Tapi bisa menjadi gawat jika benda terisap masuk ke paru-paru, jalan napas akan tersumbat dan terjadi sesak napas, tersedak atau suara sengau. Benda asing dapat menyebabkan obstruksi jalan napas sebagian (parsial) atau komplit (total). Pada obstruksi jalan napas partial korban mungkin masih mampu melakukan pernapasan, namun kualitas pernapasan dapat baik atau buruk. Pada korban dengan pernapasan yang masih baik, korban biasanya masih dapat melakukan tindakan batuk dengan kuat, usahakan agar korban tetap bisa melakukan batuk dengan kuat sampai benda asing tersebut dapat keluar. Bila sumbatan jalan napas partial menetap, maka aktifkan sistem pelayanan medik darurat. Obstruksi jalan napas partial dengan pernapasan yang buruk harus diperlakukan sebagai obstruksi jalan napas komplit. Obstruksi jalan napas komplit (total), korban biasanya tidak dapat berbicara, bernapas, atau batuk. Biasanya korban memegang lehernya diantara ibu jari dan jari lainya. Saturasi oksigen akan dengan cepat menurun dan otak akan mengalami kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran, dan kematian akan cepat terjadi jika tidak diambil tindakan segera. Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan tepat, perlu diketahui dengan baik lokasi tersangkutnya benda asing tersebut. Secara prinsip benda asing di saluran napas dapat ditangani dengan pengangkatan segera secara endoskopik dengan trauma minimum. Umumnya penderita dengan aspirasi benda asing datang ke rumah sakit setelah melalui fase akut, sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan seoptimal mungkin, baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih. Penderita dengan benda asing di laring harus mendapat pertolongan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa menit. Cara



16



lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat dilakukan pada anak maupun dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing yang masuk ke dalam laring ialah pada saat inspirasi. Dengan demikian paru penuh dengan udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu, maka sumbatnya akan terlempar keluar. Manuver Heimlich



(hentakan



subdiafragmaabdomen).



Suatu



hentakan



yang



menyebabkan peningkatan tekanan pada diafragma sehingga memaksa udara yang ada di dalam paru- paru untuk keluar dengan cepat sehingga diharapkan dapat mendorong atau mengeluarkan benda asing yang menyumbat jalan napas. Setiap hentakan harus diberikan dengan tujuan menghilangkan obstruksi, mungkin dibutuhkan hentakan 6 - 10 kali untuk membersihkan jalan napas. Komplikasi perasat Heimlich adalah kemungkinan terjadinya ruptur lambung atau hati dan fraktur kosta. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak dengan menggunakan kepa- lan tangan tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan kanan. Pada sumbatan benda asing tidak total di laring perasat Heimlich tidak dapat digunakan. Dalam hal ini penderita dapat dibawa ke rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas endoskopik berupa laringoskop dan bronkoskop. Pasien dengan benda asing ditrakea harus di rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas bronskopi, Benda di keluarkan dengan bronskopi secara segera pada pasien tidur terlentang dengan posisi Trendelenburg supaya tidak lebih turun ke bronkus, benda asing dipegang dengan cunam yang sesuai dan dikeluarkan melalui laring, bila bronkospi tidak tersedia, dilakukan trakeostomi dan benda asing dikeluakan memakai cunam atau alat penghisap melalui stoma tersebut, jika tidak berhasil dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas endoskopi.



17



Benda asing di bronkus di keluarkan dengan bronskop kaku atau serat optik dan cunam yang sesuai, Tindakan ini harus segera di lakukan, apalagi benda asing bersifat organik, bila tidak dapat di keluarkan, misalnya tajam, tidak rata, dan tersangkut pada jaringan, dapat dilakukan servikotomi atau tarakotomi, antibiotik dan kortikosteroid tidak rutin diberikan setelah endoskopi, Dilakukan fisioterapi dada pada kasus pnemonia, bronkitis purulenta, dan atelektasis,Pasien dipulangkan 24 jam setelah tindakan jika paru bersih dan tidak demam, Pasca bronkoskopi dibuat foto torak hanya bila gejala pulmonum tidak menghilang pada keadaan tersebut perlu di selidiki lebih lanjut dan diobati secara tepat dan adekuat. Benda asing di dasar lidah di lihat dengan kaca tenggorokan yang besar, pasien diminta menarik lidahnya sendiri dan pemeriksa memegang kaca tenggorokan dengan tangan kiri, cunam dengan tangan kanan untuk mengambil benda tersebut, Bila perlu dapat disemprotkan dengan silokain dan pantokain, Untuk mengeluarkan benda asing di velekula dan sinus piriformis dilakukan laringoskopi langsung. Di Instalasi Gawat Darurat, terapi suportif awal termasuk pemberian oksigen, monitor jantung dan pulse oxymetri dan pemasangan IV dapat dilakukan. Bronkoskopi merupakan terapi pilihan untuk kasus aspirasi. Pemberian steroid dan antibiotik preoperatif dapat mengurangi komplikasi seperti edema saluran napas dan infeksi. Metilprednisolon 2 mg/kg IV dan antibiotik spektrum luas yang cukup mencakup Streptokokus hemolitik dan Staphylococcus aureus dapat dipertimbangkan sebelum tindakan bronkoskopi. Sebenarnya tidak ada kontraindikasi absolut untuk tindakan bronkoskopi, selama hal itu merupakan tindakan untuk menyelamatkan nyawa (life saving). Pada keadaan tertentu dimana telah terjadi komplikasi radang saluran napas akut, tindakan dapat ditunda sementara dilakukan pengobatan medikamentosa untuk mengatasi infeksi. Pada aspirasi benda asing organik yang dalam waktu singkat dapat menyebabkan sumbatan total, maka harus segera dilakukan bronkoskopi, bahkan jika perlu tanpa anestesi umum.



18



Penanganan benda asing saluran nafas dengan Bronkoskopi



Benda asing di bronkus dapat dikeluarkan dengan bronkoskopi kaku maupun bronkoskopi serat optik. Pada bayi dan anak-anak sebaiknya digunakan bronkoskopi kaku untuk mempertahankan jalan napas dan pemberian oksigen yang adekuat, karena diameter jalan napas pada bayi dan anak-anak sempit. Pada orang dewasa dapat dipergunakan bronkoskop kaku atau serat optik, tergantung kasus yang dihadapi. Ukuran alat yang dipakai juga menentukan keberhasilan tindakan. Keterampilan operator dalam bidang endoskopi juga berperan dalam penentuan pelaksanaan tindakan bronkoskopi. Bronkoskop kaku mempunyai keuntungan antara lain ukurannya lebih besar variasi cunam lebih banyak, mempunyai kemampuan untuk mengekstraksi benda asing tajam dan kemampuan untuk dilakukan ventilasi yang adekuat. Selain keuntungan di atas, penggunaan bronkoskop kaku juga mempunyai kendala yaitu tidak bisa untuk mengambil benda asing di distal, dapat menyebabkan patahnya gigi geligi, edema subglotik, trauma mukosa, perforasi bronkus dan perdarahan. Pada pemakaian teleskop maupun cunam



19



penting diperhatikan bahwa ruang untuk pernapasan menjadi sangat berkurang, sehingga lama penggunaan alat-alat ini harus dibatasi sesingkat mungkin. Bronkoskop serat optik dapat digunakan untuk orang dewasa dengan benda asing kecil yang terletak di distal, penderita dengan ventilasi mekanik, trauma kepala, trauma servikal dan rahang. Persiapan yang adekuat untuk ekstraksi benda asing antara lain : 1.



Pendekatan pada orang tua/keluarga, diantaranya untuk memberikan informasi mengenai resiko tindakan, kemungkinan trauma dan kegagalan ekstraksi.



2.



Persiapan pasien: − Foto torak: PA saat inspirasi dan ekspirasi, lateral − Puasa 6 jam sebelum tindakan − Pemberian cairan yang adekuat − Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, skrining perdarahan/ pembekuan, elektrolit, gula darah,analisa urin)



3.



Persiapan alat: harus tersedia bronkoskop dengan ukuran yang sesuai dengan umur penderita



4.



Penilaian duplikat benda asing untuk menentukan pilihan cunam yang akan dipakai, apakah cunam dapat memegang dengan baik saat benda asing ditarik ke luar.



5.



Analisis masalah: perlu dilakukan diskusi antara ahli THT, paru dan anestesi sebelum dilakukan tindakan ekstraksi mengenai kemungkinan resiko tindakan. Ekstraksi benda asing di traktus trakeobronkial merupakan problem mekanis yang memerlukan perencanaan yang baik.



6.



Persiapan tim: kerjasama tim yang lengkap terdiri dari operator, ahli anestesi dan perawat yang berpengalaman sangat penting.



20



Beberapa faktor penyulit mungkin dijumpai dan dapat menimbulkan kegagalan bronkoskopi antara lain adalah faktor penderita, saat dan waktu melakukan bronkoskopi, alat, cara mengeluarkan benda asing, kemampuan tenaga medis dan para medis, dan jenis anestesia. Sering bronkoskopi pada bayi dan anak kecil terdapat beberapa kesulitan yang jarang dijumpai pada orang dewasa, karena lapisan submukosa yang longgar di daerah subglotik menyebabkan lebih mudah terjadi edema akibat trauma. Keadaan umum anak cepat menurun, dan cepat terjadi dehidrasi dan renjatan. Demam menyebabkan perubahan metabolisme, termasuk pemakaian oksigen dan metabolisme jaringan, vasokontriksi umum dan perfusi jaringan terganggu. Adanya benda asing di saluran napas akan mengganggu proses respirasi, sehingga benda asing tersebut harus segera dikeluarkan. Pemberian kortikosteroid dan bronkodilator dapat mengurangi edema laring dan bronkospasme pascatindakan bronkoskopi. Pada penderita dengan keadaaan sakit berat, maka sambil menunggu tindakan keadaan umum dapat diperbaiki terlebih dahulu, misalnya: rehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan asam basa, dan pemberian antibiotika. Keterlambatan diagnosis dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan dan kewaspadaan penderita maupun orang tua mengenai riwayat tersedak sehingga menimbulkan keterlambatan penanganan. Kesulitan mengeluarkan benda asing saluran napas meningkat sebanding dengan lama kejadian sejak aspirasi benda asing. Pada benda asing yang telah lama berada di dalam saluran napas atau benda asing organik, maka mukosa yang menjadi edema dapat menutupi benda asing dan lumen bronkus, selain itu bila telah terjadi pembentukkan jaringan granulasi dan striktur maka benda asing menjadi susah terlihat. Pada kasus yang tidak terdapat gejala sumbatan jalan napas total, maka tindakan bronkoskopi dilakukan dengan persiapan operator, alat dan keadaan umum penderita sebaik mungkin. Holinger menyatakan bahwa lebih baik dengan persiapan 2 jam, maka benda asing dapat dikeluarkan dalam waktu 2



21



menit daripada persiapan hanya 2 menit tetapi akan ditemui kesulitan selama 2 jam. Bila benda asing menyebabkan sumbatan jalan napas total, misalnya benda asing di laring atau trakea, maka tindakan harus segera dilakukan untuk menyelamatkan penderita, bila perlu dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi lebih dahulu. Jika timbul kesulitan dalam mengeluarkan benda asing, maka dapat didorong ke salah satu sisi bronkus. Snow menyatakan bahwa tindakan bronkoskopi tidak boleh lebih dari 30 menit. H. Komplikasi Komplikasi dapat disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau trauma tindakan bronkoskopi. Komplikasi akut akibat tersangkutnya benda asing antara lain sesak nafas, hipoksia, asfiksia sampai henti jantung. Gangguan ventilasi ditandai dengan adanya sianosis. Komplikasi kronis antara lain pneumonia, dapat berlanjut dengan pembentukan kavitas dan abses paru, bronkiektasis, fistel bronkopleura, pembentukan jaringan granulasi atau polip akibat inflamasi pada mukosa tempat tersangkutnya benda asing. Dapat juga terjadi pneumomediastinum, pneumotorak. Keterlambatan diagnosis aspirasi benda asing yang berlangsung lebih dari 3 hari akan menambah komplikasi seperti emfisema obstruktif, pergeseran mediastinum, pneumonia dan atelektasis.Komplikasi tindakan bronkoskopi antara lain aritmia jantung akibat hipoksia, retensi CO2 atau tekanan langsung selama manipulasi bronkus utama kiri. Komplikasi teknis yang paling mungkin terjadi pada operator yang kurang berpengalaman adalah benda asing masuk lebih jauh sampai ke perifer sehingga sulit dicapai oleh skop, laserasi mukosa, perforasi, atau benda asing masuk ke segmen yang tidak tersumbat pada saat dikeluarkan. Bisa juga terjadi edema laring dan reflek vagal. Komplikasi pasca bronkoskopi antara lain demam, infiltrat paru dan pneumotorak, yang memerlukan bantuan ventilasi.



H. Prognosis



22



Sebagian besar pasien akan sembuh tanpa adanya komplikasi yang menetap. Penundaan dalam diagnosis akan menyebabkan morbiditas lebih berat. Pasien yang memiliki kesulitan dalam saat ekstraksi harus diobservasi postoperative sampai mereka tidak membutuhkan lagi airway support.



BAB III KESIMPULAN Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari luar tubuh) dan benda asing endogen (dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal benda tersebut tidak ada Benda asing di bronkus adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada yang tersangkut dan terjepit di bronkus karena teraspirasi, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.



23



Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing pada saluran nafas adalah usia, jenis kelamin, faktor kejiwaan (emosi,dan gangguan psikis) kegagalan mekanisme proteksi, faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh benda di mulut, makan dan minum tergesa-gesa. Benda asing organik seperti kacang mempunyai sifat higroskopik, mudah jadi lunak,mengembang oleh air serta dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, mukosa bronkus edema, meradang dapat terjadi jaringan granulasi disekitar benda asing, sehingga gejala sumbatan bronkus menghebat timbul laringotrakeo-brokitis, toksemia,batuk, dan demam yang iregular. Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan lebih ringan, dan lebih mudah didignosis dengan pemeriksaan radiologi. Benda asing berasal dari logam dan tipis seperti jarum, peniti, dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal dengan memberikan gejala batuk spasmodik. Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan mengalami 3 stadium. Stadium pertama yaitu violent paroxysms of coughing, (choking), (gagging) dan obstruksi jalan napas dengan segera. Stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval asimptomatis. Stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing. Diagnosa benda asing di saluran nafas ditegakkan berdasarkan atas anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, radiologis dan tindakan bronkoskopi. Komplikasi dapat disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau trauma tindakan bronkoskopi. Komplikasi akut akibat tersangkutnya benda asing antara lain sesak nafas, hipoksia, asfiksia sampai henti jantung. Sebagian besar pasien akan sembuh tanpa adanya komplikasi yang menetap. Penundaan dalam diagnosis akan menyebabkan morbiditas lebih berat. Pasien yang memiliki kesulitan dalam saat ekstraksi harus diobservasi postoperative sampai mereka tidak membutuhkan lagi airway support.



24



DAFTAR PUSTAKA 1. Adams GL. Boies LR, Jr. Highler PA. Boies Buku Ajar THT. Edisi 7. Effendi H. Santoso RAK. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.pp.467-468. 2. Yunizaf, M. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorokan. Edisi 6. Soepardi, EA., Iskandar, N. Editor. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. pp. 259-265.



25



3. Snow, James B. Ballenger’ Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Volume 2. Hamilton. 2002. pp. 546-549. 4. Bailey BJ, JT Johnson. Head and Neck Surgery-Otolaryngology.Volume 2. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia.2006:2113-14 5. Lalwani, Anil K. Current Diagnosis and Treatment : Otolaryngology Head and Neck Surgery. Volume 2. Kristina W. Rosbe, MD. New York. 2008. pp. 523-526. 6. Asroel, Harry A. Ekstraksi Benda Asing di Bronkus dan Esofagus. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 4; 2. 2007. 7. Murray



AD.



Foreign



bodies



of



airway.



2006.



Available



at



http://emedicine.medscape.com/article/872498-overview. 8. Callender T. Laryngo-tracheo-bronchial foreign bodies, 1992. Available at http://www.bcm.edu/oto/grand/2192.html 9. Giannoni



CM.



Foreign



bodies



aspiration.



1994.



Available



at



http://www.bcm.edu/oto/grand/31094.html). 10. Cahyono A., Yunizaf M. Aspirasi benda asing jarum di bronkus. Kumpulan naskah ilmiah pertemuan ilmiah tahunan perhati. Malang: Immanuel Press.1996. 11. Soepardi EA. Disfagia. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta: FKUI. 2007. h. 276-302.



26