Rinosinusitis Kronik Referat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kasus Rhinosinusitis Kronik Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RS Bhakti Wira Tamtama Semarang



Disusun oleh : Muhsin Anis 30101507507 Pembimbing : dr. Atik Masdarinah, Sp.THT-KL



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG



2020



LEMBAR PENGESAHAN



Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RS Bhakti Wira Tamtama Semarang. Nama



: Muhsin Anis



NIM



: 30101507507



Fakultas



: Kedokteran



Universitas



: Universitas Islam Sultan Agung Semarang



Bidang Pendidikan : Ilmu Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher Judul



: Rhinosinusitis Kronik



Diajukan



: Juni 2020



Pembimbing



: dr. Atik Masdarinah, Sp.THT-KL



Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal : .................................



Mengetahui Pembimbing Klinik



dr. Atik Masdarinah, Sp.THT-KL KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya, yang memungkinkan laporan kasus berjudul “ Rhinosinusitis Kronik “ ini dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RS Bhakti Wira Tamtama Semarang, dengan berbekalkan pengetahuan, bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama kepaniteraan maupun pada saat kuliah pra-klinik. Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus ini, dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: -



dr. Atik Masdarinah, Sp.THT-KL selaku pembimbing laporan kasus



-



Pimpinan dan staff RS Bhakti Wira Tamtama Seamarang.



-



Rekan Co-asisten selama kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RS Bhakti Wira Tamtama Semarang



Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk perbaikan di masa mendatang, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.



Semarang, Juni 2020



Muhsin Anis BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny. D



Jenis kelamin



: Perempuan



Usia



: 53 tahun



Status



: Sudah Menikah



Pekerjaan



: Serabutan



Alamat



: Semarang



II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 22 Juni 2020, pukul 08.30 WIB di poli THT RS Bhakti Wira Tamtama Semarang. Keluhan Utama: Keluar darah saat membersihkan hidung Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan utama Keluar darah saat membersihkan hidung Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli klinik THT RST Semarang dengan keluhan keluar darah saat membersihkan hidung sejak ± 1 bulan. Keluhan tersebut diawali dengan keluarnya cairan bening dari kedua hidung lalu berhenti. Setelah itu setiap kali mengorek hidung untuk membersihkan kotoran akan disertai darah dari hidung kanan, disertai bau yang busuk. Pasien mengatakan terdapat sedikit sumbatan jalan nafas di lubang hidung kanan namun tidak begitu mengganggu. Keluhan adanya cairan yang turun dari belakang hidung ke



tenggorokan disangkal. Keluhan penurunan penciuman disangkal. Pasien juga merasakan nyeri di daerah pipi dan kening kanan, selain itu pasien juga mengeluhkan terkadang muncul nyeri kepala. Keluhan keluar cairan atau sakit telinga disangkal, keluhan sakit tenggorokan disangkal, keluhan nyeri atau keluar nanah dari gigi geligi dan gusi disangkal. Pasien telah mengkonsumsi obat yang di berikan dari puskesmas untuk mengobati keluhannya, namun apabila obat tersebut habis keluhan tersebut kambuh kembali. Pasien menyangkal keluhan batuk, demam maupun riwayat alergi. Pasien menyatakan mulai sering pilek dan hidung tersumbat sejak bekerja di laundry mulai 5 bulan yang lalu. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit serupa sebelumnya



: disangkal



Riwayat operasi



: disangkal



Riwayat alergi



: disangkal



Riwayat hipertensi



: disangkal



Riwayat diabetes Mellitus



: disangkal



Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit serupa



: disangkal



Riwayat hipertensi



: disangkal



Riwayat diabetes Mellitus : disangkal Riwayat alergi



: disangkal



Riwayat Sosial Ekonomi Pasien berobat dengan BPJS PBI. III. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 22 Juni 2020 pukul 09.00 WIB di Poli THT RS Bhakti Wira Tamtama Semarang Status Generalisata







Status Generalis



Keadaan umum



: Baik



Kesadaran



: Compos mentis



Berat Badan



: 62 kg







Kepala dan Leher



Kepala



: Normocephal



Wajah



: Simetris



Leher



: tidak terdapat pembesaran KGB







Gigi dan Mulut :



Gigi geligi



: Normal



Lidah



: Normal,kotor (-), tremor (-)



Status Lokalisata 



Telinga 



Telinga Luar



Telinga



AD



AS



Preaurikula



Fistel (-)



Fistel (-)



Retroaurikula



Fistel (-)



Fistel (-)



Aurikula



Simetris, Nyeri Tarik (-),



Simetris, Nyeri Tarik (-),



Kelainan Kongenital (-)



Kelainan Kongenital (-)



Tragus pain



Nyeri Tekan (-)



Nyeri Tekan (-)



Mastoid



Nyeri ketok (-)



Nyeri ketok (-)







CAE Canalis



Akustikus



Eksternus Mukosa Discharge Serumen Granulasi Furunkel Jamur Corpus alienum Membran Timpani







Membran Timpani Warna Reflek cahaya Perforasi Bulging Discharge 



AD



AS



DBN (-) (+) (-) (-) (-) (-)



DBN (-) (+) (-) (-) (-) (-)



AD N (+) (-) (-) (-)



AS N (+) (-) (-) (-)



Hidung dan Sinus Paranasal 



Hidung Luar Bentuk Massa Warna Deformitas Tanda radang  Rinoskopi Anterior



Normal (-) Sama dengan kulit sekitar (-) (-)



Cavum Nasi



Dextra



Sinistra



Konka



Hipertrofi (+)



Hipertrofi (+)



nasi



inferior Septum Nasi Mukosa







Normal



Deviasi (+) ke kanan Normal



Sekret (-) Massa (-) Corpus alienum (-) Rinoskopi Posterior – tidak dilakukan



(-) (-) (-)







Sinus Paranasal



Daerah sinus



Nyeri tekan



Nyeri ketok



Tanda radang



Sinus frontal



(+/-)



(+/-)



(-/-)



Sinus ethmoid anterior



(-/-)



(-/-)



(-/-)



Sinus maxilla



(+/-)



(+/-)



(-/-)







Tenggorokan



Mukosa Bukal



: Hiperemis (-)



Lidah



: Dalam Batas Normal



Gigi dan ginggiva



: Caries (+), missing teeth(+), gusi berdarah (-)



Uvula



: Edem (-), hiperemis (-) , simetris



Palatum



: Hiperemis (-), simetris



Arcus faring



: Hiperemis (-), granulasi (-), simetris



Faring



:Hiperemis (-), petechie (-), granulasi (-)



Adenoid



: Tidak ada



Orofaring



: Post Nasal Drip (-)







Tonsil Tonsil Ukuran Warna Kripte Permukaan Detritus 



IV.



Dextra T1 Hiperemis (-) Melebar (-) Rata (-)



Sinistra T1 Hiperemis (-) Melebar (-) Rata (-)



Leher : tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Dilakukan Endoskopi Cavum Nasi (Nasoskopi dan Nasofaringoskopi)



(Konka inferior sinistra)



(Konka media sinistra)



(Nasofaring sinistra)



(Konka inferior dextra)



(Konka media dextra)



(Nasofaring dextra) NASOSKOPI  Mukosa  Sekret  Konka Inferior  Konka Media  Septum  Massa NASOFARINGOSKOPI  Mukosa  Sekret  Ostium Tuba Eustachii  Torus Tubarius  Fossa Rosenmulleri  Massa V.



KANAN Hiperemis Hipertrofi Edem Deviasi -



KANAN Hiperemis Buka-tutup Menonjol Cekung -



KIRI Hiperemis Hipertrofi Edem Deviasi -



KIRI Hiperemis Buka-tutup Menonjol Cekung -



RESUME



Pasien datang ke poli klinik THT RST Semarang mengeluh keluar darah saat membersihkan hidung di sisi kanan sejak 1 bulan. Pasien juga mengeluh nyeri pada



daerah pipi kanan kadang nyeri dirasakan hingga kepala. Pasien mengeluhkan juga ingus yang keluar berbau busuk, hal ini disertai dengan sedikit sumbatan jalan nafas namun tidak sampai mengganggu. Pasien mengatakan sering pilek terkadang disertai nyeri kepala sejak pindah kerja di laundry sejak 5 bulan yang lalu. Pada pemerisaan fisik telinga didapatkan dalam batas normal, pemeriksaan fisik hidung luar didapatkan nyeri tekan pada sinus paranasal dan pemeriksaan hidung dalam didapatkan hipertrofi konka pada kedua hidung, pemeriksaan fisik tenggorokan didapatkan dalam batas normal.



A. DIAGNOSIS BANDING a. Rhinosinusitis Kronik b. Rhinologic Headache c. Rhinosinusitis odontogenic B. DIAGNOSIS KERJA Rhinosinusitis Kronik C. TERAPI 



Non Medikamentosa Irigasi hidung NaCl 0,9%







Medikamentosa



-



Klindamycin 300mg no XV/3dd1



-



Lapifed no X/ 2dd1



-



Metilprednisolon 4 mg no X/ 2dd1



D. PROGNOSIS Quo Ad Vitam : Ad vitam Quo Ad Cosmeticam : AD : ad bonam



AS : ad bonam ND : ad bonam NS : ad bonam Quo Ad Functionam :



AD : ad bonam AS : ad bonam ND : ad bonam NS : ad bonam



Quo Ad Sanationam :



AD : ad bonam AS : ad bonam ND : ad bonam NS : ad bonam



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



ANATOMI HIDUNG Anatomi Hidung Luar Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala nasi, 5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal ; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior



kartilago septum.(2)



Anatomi Hidung Luar Anatomi Hidung Dalam Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.(2)



Anatomi Hidung Dalam 1. Septum Nasi Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral), premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila, krista palatine serta krista sfenoid.(2)



2. Kavum Nasi Kavum nasi terdiri dari : (2) 



Dasar hidung



Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os palatum. 



Atap hidung



Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan



menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior. 



Dinding Lateral



Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial. 



Konka



Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum. 3. Meatus superior Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.(2) 4. Meatus media Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media



yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan selsel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadangkadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum.(2) 5. Meatus Inferior Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior nostril.(2) 6. Nares Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus. Di bahgian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla. Sinus paranasal adalah rongga-rongga



di dalam tulang kepala yang berisi udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.(2) 7. Kompleks ostiomeatal (KOM) Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal. Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus dan konka media.(2)



Kompleks Ostiomeatal



Vaskularisasi Rongga Hidung Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri ethmoidalis anterior dan posterior sebagai cabang dari arteri oftalmika. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri maxilaris interna. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis. Vena hidung memiliki nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Plexus Kiesselbach merupakan anyaman pembuluh darah pada septum nasi bagian anterior.(3) Pembuluh darah yang membentuknya adalah arteri nasalis septum anterior & posterior, arteri palatina mayor, dan arteri labialis superior. Pecahnya plexus Kiesselbach biasanya akan menyebabkan epistaksis anterior.(3)



Persarafan Rongga Hidung Rongga hidung bagian depan dan atas mendapat persarafan sensoris dari nervus nasalis anterior cabang dari nervus ethmoidalis anterior. Rongga hidung bagian lainnya mendapat persarafan sensoris dari nervus maxilla. Persarafan parasimpatis rongga hidung berasal dari nervus nasalis posterior inferior & superior cabang dari ganglion sphenopalatina. Persarafan simpatis berasal dari ganglion cervical superior. Efek persarafan parasimpatis pada cavum nasi yaitu sekresi mukus dan vasodilatasi. Dalam rongga hidung, terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi sel-sel pembau. Setiap sel pembau memiliki rambut-rambut halus (silia olfaktoria) di ujungnya dan selaput lendir meliputinya untuk melembabkan rongga hidung.(3)



FISIOLOGI HIDUNG Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis



hidung dan sinus paranasal adalah: 1) sebagai jalan nafas; 2) pengatur kondisi udara (air conditioning); 3) sebagai penyaring dan pelindung; 4) indra penghidu; 5) resonansi suara; 6) proses bicara; 7) refleks nasal.(4) 1. Sebagai jalan nafas Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.(4) 2. Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara : (4) a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C. 3. Sebagai penyaring dan pelindung Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh : (4)







Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi







Silia







Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.







Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.



4. Indra penghidu Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat. (4) 5. Resonansi suara Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau. (4)



6. Proses bicara Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.(4) 7. Refleks nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.(4) RHINOSINUSITIS Definisi Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai



atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1,2 Dari 5 guidelines yakni European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007 (EP3OS), British Society for Allergy and Clinical Immunology (BSACI) Rhinosinusitis Initiative (RI), Joint Task Force on Practice Parameters (JTFPP), dan Clinical Practice Guidelines : Adult Sinusitis (CPG:AS), 4 diantaranya sepakat untuk mengadopsi istilah rinosinusitis sebagai pengganti sinusitis, sementara 1 pedoman yakni JTFFP, memilih untuk tidak menggunakan istilah tersebut. Istilah rinosinusitis dipertimbangkan lebih tepat untuk digunakan mengingat konka nasalis media terletak meluas secara langsung hingga ke dalam sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula pada sinus ethmmoid anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis) jarang terjadi tanpa diiringi inflamasi dari mukosa nasal di dekatnya. Namun, para ahli yang mengadopsi istilah rinosinusitis tetap mengakui bahwa istilah rinosinusitis maupun sinusitis sebaiknya digunakan secara bergantian, mengingat istilah rinosinusitis baru saja digunakan secara umum dalam beberapa dekade terakhir.10



Klasifikasi Terdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling sederhana adalah pembagian rinosinusitis berdasarkan durasi dari gejala. Rinosinusitis didefinisikan akut menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI, JTFPP, dan oleh CPG:AS yakni apabila



durasi gejala berlangsung selama 4 minggu atau kurang. Oleh CPG:AS rinosinusitis diklasifikasikan sebagai subakut apabila gejala berlangsung antara 4 minggu hingga 12 minggu, sedangkan definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut mulai dari 4 minggu hingga 8 minggu. Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan rinosinusitis akut berulang (recurrent) sebagai 4 episode atau lebih rinosinusitis akut yang terjadi dalam setahun, tanpa gejala menetap di antara episode, sementara JTFPP mendefinisikan rinosinusitis akut berulang sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun. Untuk rinosinusitis kronik, hampir semua pedoman sepakat bahwa rinosinusitis kronik merupakan gejala rinosinusitis yang menetap selama 12 minggu atau lebih, kecuali JTFFP yang menetapkan gejala rinosinusitis yang menetap selama 8 minggu atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis kronik.10 Etiologi dan Faktor Predisposisi Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.1,2 Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. 1 Penyebab sinusitis dibagi menjadi:



1. Rhinogenik Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain. Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang. 2. Dentogenik/odontogenik Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar). Bakteri penyebab adalah Streptococcus



pneumoniae,



Hemophilus



influenza,



Streptococcus



viridans,



Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain. Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh adanya kerusakan pada gigi.1,2 



Sinusitis Dentogen Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan periondontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria anaerob. Seringkali juga diperlukan irigasi sinus maksila.1







Sinusitis Jamur Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang jarang ditemukan.



Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya



pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus, neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesis Aspergillus dan Candida.1 Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti berikut : Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih keabu-abu pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi bentuk yang invasif dan non-invasif. Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen. Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakain steroid yang lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sering kali berakhir dengan kematian. 1 Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat



gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejalagejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Sering mengenai sinus maksila.



Gejala klinik merupai sinusitis kronik berupa rinore



purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di dalam sinus.1



Epidemiologi Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun. Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat.1,6,11 Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel



epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan. 1 Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1 Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1



Manifestasi Klinis Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti demam dan lesu. 1



Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain) . nyeri pipi menandakan sinusitis



maksila,



nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata



menandakan sinusitis etmoida, nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini: a. Sakit kepala kronik b. Post-nasal drip c. Batuk kronik d. Ganguan tenggorok e. Ganguan telinga akibat sumbatan di muara tuba Eustachius f. Ganguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), brokietakasis, serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebakan gastroenteritis. 1



Working Diagonsis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada



kantus medius.Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut Task Force on Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis yang dibagi atas kategori gejala mayor dan minor untuk diagnosis rhinosinusitis.3



RINOSINUSITIS Major Symptoms Facial pain/pressure Facial congestion/fullness Nasal obstruction/blockage Nasal discharge/purulence/discolored



Minor Symptoms Headache Fever (non acute) Halitosis Fatique



posterior drainage Hyposmia/anosmia Dental pain Purulence on nasal exam Cough Fever (acute rhinosinusitis only) Ear pain/pressure/fullness a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for diagnosis in the absence of another symptom or sign. b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history for diangosis in the absence of another symptom or sign. Tabel 1: Bagan Task force on Rhinosinusitis 19963



Riwayat yang konsisten dengan rinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 mayor dan 2 faktor minor pada pasien dengan gejala lbih dari 7 hari. Ketika adanya 1 faktor mayor atau 2 atau lebih faktor minor yang ada, ini menunjukkan kemungkinan di mana rinosinusitis perlu di masukkan ke dalam diagnosa banding. 3 Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan. Foto polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,air-fluid level , atau penebalan mukosa. Rontgen sinus dapat menunjukkan kepadatan parsial pada sinus yang terlibat akibat pembengkakan mukosa atau dapat juga menunjukkan cairan apabila sinus mengandung pus.



Pilihan lain dari rontgen adalah ultrasonografi terutama pada ibu hamil untuk menghindari paparan radiasi. 3



Gambar 2: Foto rontgen sinus yang menunjukkan air-fluid level pada sinus etmoid 4



CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. CT scan mampu memberikan gambaranyang bagus terhadap penebalan mukosa, air-fluid level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.3,4 MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran terhadap tulang dengan baik. Namun, MRI dapat membedakan sisa



mukus dengan massa jaringan lunak dimana nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu, MRI akan sangat membantu untuk membedakan sinus yang terisi tumor dengan yang diisi oleh sekret. 3,4 Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya. Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat digunakan untuk pemeriksaan sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus ethmoid yang sebenarnya, mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus media dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur meatus media sesuai dengan aspirasi sinus yang mana merupakan baku emas. Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab, maka kultur dianjurkan. 3,4



Differential Diagnosis Dokter perlu memahami keluhan pasien yang menggambarkan sinus mereka bermasalah karena keluhan tersebut mungkin tidak melibatkan sinus. Banyak kondisi yang mempunyai keluhan nyeri wajah atau sakit kepala yang harus dipertimbangkan. Sindrom sakit kepala bisa termasuk tension headache, migrain, cluster headache atau arteritis temporal. Pada keluhan sakit mata harus dipertimbangkan glaukoma, kesalahan refraksi dan strabismus. Neuralgia tengkorak, nyeri leher kronis, penyakit gigi dan gangguan temporomandibular juga harus dipertimbangkan. Sakit kepala mungkin disebabkan dari kontak septum hidung dengan salah satu konka, disebut sakit kepala rhinologic(rhinologic headache). Kontak tersebut bisa dikurangkan dengan pengobatan vasomotor atau rinitis alergi, dapat memperbaiki sakit kepala pada beberapa pasien. Pasien yang mempunyai sinus



sejati mungkin memiliki rhinitis alergi atau oklusi sinus karena neoplasma. Neoplasma yang sering adalah karsinoma epitel nasofaring yang biasanya berasal dari sel skuamosa. Kejadian ini lebih banyak di negara Mediterania dan Timur Jauh. Faktor genetik dan lingkungan juga mungkin memainkan peranan. DNA virus Epstein-Barr telah dideteksi pada tumor dan kondisi premaligna, dan beberapa kelompok antigen limfosit manusia(HLA) juga telah diidentifikasi.5 Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan dengan rinosinusitis yaitu :6 



Granulomatosis Wegener melibatkan angiitis yang dikaitkan dengan nekrosis fokal dan reaksi granulomatosa. Penyakit ini pada awalnya mempengaruhi saluran pernapasan, tetapi dapat juga berkembang melibatkan organ lain.







Ataksia - telangiektasia merupakan gangguan autosomal resesif yang berhubungan dengan sinusitis berulang, infeksi paru, bronkiektasis, fibrosis paru, tracheomegalli, berkurangnya jaringan limfoid dan atrofi cerebellar.







Cystic fibrosis adalah gangguan autosomal resesif yang berhubungan dengan pernapasan, GI, kelainan jantung dan sinus.







Sindrom silia imotil (immotile cilia syndrome) adalah gangguan autosomal resesif yang terkait dengan infeksi paru berulang dan/atau konsolidasi paru, sinusitis, bronkiektasis dan sindrom Kartagener.







Sindrom Kartagener adalah penyakit autosomal resesif yang berhubungan dengan sinusitis, situs inversus, infeksi pernafasan berulang dan bronkiektasis.







Pasien yang hiperalergik mungkin memiliki polip yang tidak terhitung mengisi rongga hidung dan menghalangi sinus paranasal, hal ini dapat memberikan penampilan berkarakteristik pada pemeriksaan imaging. Penyakit ini sangat berkait erat dengan asma.







Sindrom Wiskott - Aldrich merupakan penyakit genetik yang bersifat X-linked, resesif dan penyakit defisiensi imun tubuh yang dikaitkan dengan infeksi berulang saluran pernapasan dan atau pneumonia, sinusitis dan mastoiditis.







Sindrom Kuku Kuning (Yellow-nail syndrome) dikaitkan dengan efusi pleura berulang,efusi perikardial, chylothorax, bronkiektasis dan sinusitis.







Sindrom Muda (Young Syndrome) dikaitkan dengan azoospermia sekunder pada obstruksi epididimis dan infeksi saluran pernapasan berulang dan sinusitis.



Penatalaksanaan Pengobatan tergantung pada etiologi dari gejala rhinosinus. Tujuan terapi sinusitis adalah: a) Mempercepat penyembuhan, b) Mencegah komplikasi c) Mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga drenase dan ventilasi sinussinus pulih alami.6,1



Medika Mentosa 1. Kebanyakan infeksi sinus akut disebabkan oleh virus, di mana mayoritas pasien dapat membaik dalam 2 minggu tanpa pengobatan antibiotik.7 2. Gejala awal dari infeksi saluran pernapasan atas dapat diobati dengan obat-obatan lokal atau obat-obatan over-the-counter (OTC). 3. Irigasi dengan larutan salin normal direkomendasikan. 4. Dekongestan topikal, seperti oxymetazoline, dikombinasikan dengan dekongestan oral, seperti pseudoephedrine, dapat membantu hidung tersumbat dan untuk drainase.



Pasien dinasihatkan tidak menggunakan vasokonstriktor nasal topikal untuk jangka masa yang panjang karena adanya risiko rinitis medikamentosa. Drainase medis dicapai dengan vasokonstriktor topikal dan sistemik. Vasokonstriktor alphaadrenergik per oral termasuk pseudoefedrin dan fenilefrin bisa digunakan selama 1014 hari untuk mengembalikan fungsi mukosiliar dan drainase menjadi normal. Vasokonstriktor alpha-adrenergik per oral bisa menyebabkan hipertensi dan takikardi, maka mereka dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Obat ini juga dikontraindikasikan pada atlit yang mau berkompetisi karena peraturan pertandingannya. Vasokonstriktor topikal (Oxymetazoline hydrochloride) membantu drainase menjadi baik, tetapi harus digunakan maksimal 3-5 hari, dengan peningkatan risiko rebound congestion, vasodilatasi dan rinitis medikamentosa bila digunakan untuk periode yang lama.5,6,7 5. Untuk rinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri didapatkan dari komunitas (community-acquired bakteri), antibiotik mengurangi durasi penyakit dan membantu membasmi



infeksi.



Berdasarkan



trimethoprim-sulfametoksazol



uji



klinis,



merupakan



amoksisilin,



antibiotik



doxycycline,



yang



disukai



atau dan



direkomendasikan selama 10 sampai 14 hari. Pilihan lain termasuk macrolide seperti azitromisin atau klaritromisin, atau sefalosporin generasi kedua/ketiga.5 Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. 1 Antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan gejala yang disebabkan oleh bakteri. Namun, gejala rinosinusitis bakteri biasanya tidak berbeda dari yang disebabkan oleh virus. Simptom yang menunjukkan rinosinusitis bakteri termasuk



demam, malaise seluruh badan dan sakit kepala pada bagian frontal unilateral. Selain itu rinosinusitis bakteri juga merupakan tanda komplikasi dini dan terjadi pada pasien berisiko (immunodeficiency, usia lanjut, dll). Infeksi bakteri harus dipertimbangkan jika gejala memburuk atau gagal untuk membaik dalam 7-10 hari. Karena adanya peningkatan resistensi penisilin pada bakteri patogen utama pada rinosinusitis, jadi pemilihan antibiotik harus dipertimbangkan. Pada pasien yang tidak beresiko resisten, amoksisilin merupkan terapi lini pertama. Alternatif lini pertama yang lain termasuk trimethoprimsulfamethoxazole atau doxycycline.7 6. Flurokuinolon mungkin juga berguna, tetapi belum disetujui untuk populasi anak. Penggunaan selama 10 hari dapat memberikan pemberantasan 90 %.5 7. Jika tidak ada perbaikan gejala klinis seperti penurunan batuk, penurunan nanah hidung, resolusi demam atau berkurangnya hidung tersumbat, standar pendekatan adalah dengan antibiotik lini kedua dengan spektrum yang lebih luas dan diberikan lebih lama. Jika responnya kurang pada antibiotik lini pertama, maka antibiotik harus beralih ke cakupan yang lebih luas. Antibiotik lini kedua termasuk amoksisilin-asam klavulanat, sefalosporin dan makrolida.5,7 8. Respons klinis dan pengobatan biasanya tergantung individual.5 9. Parameter praktis oleh Joint Task Force on Practice Parameters for Allergy and Immunology menetapkan penilaian respons gejala setelah 3-5 hari terapi dan diteruskan untuk tambahan 7 hari jika ada perbaikan. Namun, jika tiada respon, antibiotik seharusnya ditukar.7 10. Tambahan steroid hidung dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan lebih tinggi. Kortikosteroid yang digunakan intranasal bisa efektif dengan melemahkan respon inflamasi, meskipun pada saat ini manfaat mereka masih tidak menyakinkan. Penggunaan



kortikosteroid sistemik mungkin memiliki kelebihan dibandingkan



dengan penggunaan intranasal, seperti tingkat terapeutik yang tinggi dan tidak ada risiko pelepasan buruk disebabkan oleh penyumbatan hidung. Review Cochrane barubaru ini yang mengenai terapi kortikosteroid sistemik untuk rinosinusitis akut, melaporkan obat ini mempunyai efek mengguntungkan jangka pendek.5,8 11. Pengobatan tambahan lainnya termasuk mucoevacuants untuk menipis sekresi lendir. Ini termasuk guaifenesin dan kalium iodida. Golongan mukolitik (guaifenesin) secara teori mempunyai manfaat seperti menipiskan sekresi mukus dan memperbaiki drainase. Ia jarang digunakan untuk praktek klinis pengobatan sinusitis akut.6,7 12. Belum data tersedia yang menunjukkan bahwa antihistamin bermanfaat pada sinusitis akut. Antihistamin mungkin berbahaya karena ia mengeringkan membran mukus dan menurunkan klirens sekresi. Antihistamin bermanfaat untuk mengurangkan obstruksi ostiomeatal pada pasien dengan alergi dan sinusitis akut; tetapi ia tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien sinusitis akut. Antihistamin mungkin



memburukkan



drainase



dengan



terjadinya



penebalan



dan



tertumpuknya(pooling) sekresi sinonasal.6 Antihistamin tidak diberikan rutin karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi berat, sebaiknya diberikan antihistamin generasi kedua.1 13. Peran antibiotik pada rinosinusitis kronis(CRS) masih dipertanyakan. Pada penyakit ini sangat penting untuk mengidentifikasikan faktor penyebab seperti rinitis alergi, kelainan struktur, immunodeficiency, asap tembakau dan faktor lingkungan atau kerja. Menurut Kelompok Kerja 2008 tentang CRS pada Dewasa, antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan sinus drainase yang purulen. Lama pengobatan antibiotik masih kontroversial, tapi pengobatan antibiotik untuk



jangka panjang



selama 3-6 minggu mungkin lebih efektif daripada jangka waktu yang lebih pendek. Seperti pada rinosinusitis akut, perawatan lain termasuk steroid topikal dan irigasi



sinus. Steroid oral jangka pendek mungkin bermanfaat dalam mengobati



CRS



terutama CRSwNP(chronic rhinosinusitis with nasal polyps). Evaluasi lebih lanjut diperlukan pada pasien yang gagal terapi medis dan mungkin memerlukan intervensi bedah. 14. Pada AFRs(allergic fungal rhinosinusitis), operasi biasanya diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menghapuskan mukus yang menebal. Setelah intervensi bedah, diberikan kortikosteroid oral yang biasanya ditampering off secara bertahap ke dosis terendah yang diperlukan untuk mengendalikan simptom. Selain itu, semprotan hidung kortikosteroid topikal digunakan untuk mengendalikan peradangan. 15. Pengobatan antibiotik kronis mungkin memerlukan cakupan anaerobik, seperti klindamisin, amoksisilin/klavulanat, metronidazole yang dikombinasikan dengan macrolide, atau moksifloksasin. Lamanya pengobatan adalah 4 sampai 6 minggu. 7 16. Pasien sinusitis dengan penyebabnya dental atau mereka dengan discharge yang berbau busuk, pengobatan anaerobik diperlukan dengan menggunakan klindamisin atau amoksisilin dengan metronidazole. 17. Pasien dengan sinusitis nosokomial akut memerlukan pengobatan intravena yang adekuat untuk organisme gram negatif. Antibiotik aminoglikosida biasanya merupakan drug of choice karena mempunyai cakupan yang baik pada gram negatif dan penetrasi sinus. Seleksi antibiotik biasanya berdasarkan hasil kultur yang diambil dari sekresi maksila. 18. Selain dari pembedahan, komplikasi sinusitis akut ditangani dengan antibiotik intravena. Sefalosporin generasi ketiga (cefotaxime, ceftriaxone) dengan kombinasi vancomycin yang memberikan penetrasi intrakranial yang adekuat, merupakan pilihan pertama.6 19. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.1



Non Medika Mentosa 1. Pembedahan umumnya dicadangkan untuk pasien dengan kelainan anatomi dan hanya setelah terapi medis maksimal gagal. Kriteria mutlak untuk operasi meliputi setiap perluasan infeksi atau adanya tumor di rongga hidung atau sinus. Indikasi relatif termasuk sinusitis bakteri akut berulang, obstruksi oleh poliposis hidung, rinosinusitis kronis yang tidak responsif terhadap pengobatan dan penyakit penyerta seperti asma yang recalcitrant. Kerjasama sangat



penting



dalam



yang erat dengan otolaryngologist berpengalaman



kasus-kasus



yang



sulit.



Bedah



sinus



endoskopi



fungsional(BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.1,5 2. Jika perlu, dapat diberikan terapi seperti analgetik, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).1 Selain itu, simptomnya juga dapat dikurangkan dengan humidifikasi/vaporizer, kompresi hangat, hidrasi yang adekuat dan nutrisi seimbang.6



Pencegahan 1. Menghindari penularan infeksi saluran pernapasan atas dengan menjaga kebiasaan cuci tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang menderita pilek atau flu . 2. Disarankan mendapatkan vaksinasi influenza tahunan untuk membantu mencegah flu dan infeksi berikutnya dari saluran pernapasan bagian atas .



3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza), oseltamivir (Tamiflu), rimantadine (Flumadine) dan amantadine (Symmetrel), jika diambil pada awal gejala, dapat membantu mencegah infeksi . 4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti mengurangi durasi gejala pilek. 5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan segar dan sayuran berwarna gelap, dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh . 6. Rencana serangan alergi musiman . a. Jika infeksi sinus disebabkan oleh alergi musiman atau lingkungan, menghindari alergen sangat penting. Jika tidak dapat menghindari alergen, obat bebas atau obat resep dapat membantu. OTC antihistamin atau semprot dekongestan hidung dapat digunakan untuk serangan akut. b. Orang-orang yang memiliki alergi musiman dapat mengambil obat antihistamin yang tidak sedasi(non sedative) selama bulan musim-alergi. c. Hindari menghabiskan waktu yang lama di luar ruangan selama musim alergi. Menutup jendela rumah dan bila mungkin, pendingin udara dapat digunakan untuk menyaring alergen serta penggunaan humidifier juga dapat membantu. d. Suntikan alergi, juga disebut "imunoterapi", mungkin efektif dalam mengurangi atau menghilangkan sinusitis karena alergi. Suntikan dikelola oleh ahli alergi secara teratur selama 3 sampai 5 tahun, tetapi sering terjadi pengurangan remisi penuh gejala alergi selama bertahun-tahun. 7. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan: a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan supaya sekresi hidung tipis.



b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu menjaga saluran hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen infeksius. Menghirup uap dari semangkuk air mendidih atau mandian panas beruap juga dapat membantu. c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan, gunakan semprotan dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga bagian sinus agar terbuka dan sering menggunakan saline nasal spray selama penerbangan. 8. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis harus menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi seperti asap rokok dan menyelam di kolam diklorinasi.9



Komplikasi Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Komplikasi infeksi rinosinusitis sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak dan imunocompromised. Perluasan yang tidak terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada invasi struktur sekitarnya terutama orbital dan otak.5,6 Komplikasi mungkin timbul dengan cepat. Komplikasi yang sering adalah selulitis atau abses pada daerah preseptal atau orbita. Infeksi preseptal diobati dengan antibiotik dan tidak diperlukan pembedahan.



Komplikasi yang lain mungkin memerlukan pengobatan



pembedahan segera. Perluasan pada postseptal mungkin terjadi dari penyebaran infeksi melalui lamina papyracea(lapisan kertas), tulang tipis lateral pada sinus ethmoid. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid, kemudian sinus frontal dan maksila. Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat melibatkan pembuluh darah ethmoid yang mengakibatkan terjadinya trombosis . Gejalanya meliputi edema kelopak mata yang progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika tidak diobati,



dapat berkembang menjadi oftalmoplegia dan kebutaan. Perluasan pada intrakranial termasuk terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau sagital, atau trombosis sinus cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan sakit kepala atau terjadi perubahan status mental harus dicurigai memiliki komplikasi intrakranial.1,5 Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott bengkak(Pott’s puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal menyebabkan dahi edema. Hal ini merupakan komplikasi akut yang membutuhkan bedah drainase. Osteomelitis dan abses subperiostal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1,5 Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau mucopyoceles. Mereka merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada sinus. Sinus frontal adalah yang paling sering terlibat. Mereka lambat tumbuh dan mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum gejala terjadi. Keterlibatan sinus frontal dapat menyebabkan perubahan pada mata, mengakibatkan diplopia. Dekompresi sering menyebabkan hilangnya gejala. Erosi posterior oleh mucopyocele dapat menyebabkan infeksi . Mucoceles terlihat pada anak-anak dengan cystic fibrosis.5 Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis. Selain itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.1



Prognosis Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya. Namun,



sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan tanpa antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %. Pasien dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat. Tingkat kekambuhan setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali. Rinosinusitis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau abses, dan abses otak.6 Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis terinfeksi, pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus.6



DAFTAR PUSTAKA



1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h.150-4. 2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h.173-240 3. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to the diagnosis and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005. Diunduh dari informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 . 24 April 2014. 4. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming otolaryngology head and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby; 2006.p.201. 5. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in allergy and immunology. California : Human Press Inc. 2003; 5(3):177-90. 6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari



http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview. 23 April 2014. 7. Georgy MS, Peters AT. Chapter 8: rhinosinusitis. Allergy Asthma Proc. 2012 ;33 Suppl 1:24-7



8. Venekamp RP, Bonten MJM, Rovers MM, Verheij TJM, Sachs APE. Systemic corticosteroid monotherapy for  clinically diagnosed acute rhinosinusitis: a randomized controlled trial. CMAJ. 2012; 184: 751-7 9. Cunha J P, Stoppler M C, Doerr S. Sinus infection. Diunduh dari http://www.emedicinehealth.com/sinus_infection/page12_em.htm#sinus_infection_pr evention, 23 April 2014. 10. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician: a synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-43 11. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute and chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011;7(1):2 12. Rhinosinusitis, diunduh dari : https://www.aaaai.org/conditions-andtreatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-sinusitis,-rhinosinusitis.aspx , 23 April 2014.