Syarh Atas Kitab Buyu' Dari MANHAJUS SALIKIN [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AHMAD HENDRIX Penjelasan Atas



Kitab Jual Beli Dari



Manhajus Salikin



ِ َ‫ح ﻛِﺘ‬ ‫ﺎب اﻟْﺒُـﻴُـ ْﻮِع‬ ُ ‫َﺷ ْﺮ‬ ‫ِﻣ ْﻦ‬



ِْ ِ‫ﺴﺎﻟ‬ ‫ﲔ‬ ‫ﻜ‬ ِ ‫َﻣ ْﻨ‬ َ ‫ﻬﺞ اﻟ ﱠ‬ Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di 



2



Muqaddimah ،ُ‫ ﻧـَ ْﺤ َﻤ ُﺪﻩُ َوﻧَـ ْﺴـﺘَـﻌِـْﻴـﻨُـﻪُ َوﻧَـ ْﺴـﺘَـ ْﻐـ ِﻔـ ُﺮﻩ‬،ِ ‫إِ ﱠن اﻟْـ َﺤ ْﻤ َﺪ‬ ِ ‫وﻧـَﻌـﻮذُ ﺑِـﺎ ِ ِﻣـﻦ ُﺷـﺮوِر أَﻧْـ ُﻔـ ِﺴـﻨَﺎ وﺳـﻴِـﺌـ‬ ‫ َﻣـ ْﻦ‬،‫ﺎت أ َْﻋـ َﻤﺎﻟِـﻨَﺎ‬ َّ َ َ ُْ ْ ُْ َ ِ ‫ﻀـﻠِـﻞ ﻓَـ َﻼ ﻫـ‬ ِ ‫ﻳـﻬـ ِﺪ ِﻩ ﷲ ﻓَـ َﻼ ﻣـ‬ ،ُ‫ي ﻟَـﻪ‬ ‫ﺎد‬ ‫ـ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻦ‬ ‫ـ‬ ‫ﻣ‬ ‫و‬ ، ‫ﻪ‬ ‫ـ‬ ‫ﻟ‬ ‫ﻞ‬ ‫ـ‬ ‫ﻀ‬ َ ‫ﱠ‬ ْ َ َْ ُ ُ ُ َ ْ ُ ْ ََ ،‫ﻚ‬ َ ‫َوأَ ْﺷـ َﻬـ ُﺪ أَ ْن َﻻ إ ٰﻟﻪَ إِﱠﻻ ﷲُ ﻟَـﻪُ َو ْﺣـ َﺪﻩُ َﻻ َﺷـ ِﺮﻳْـ‬ ُ‫َوأَ ْﺷـ َﻬـ ُﺪ أَ ﱠن ُﻣـ َﺤـ ﱠﻤـ ًﺪا َﻋـْﺒـ ُﺪﻩُ َوَر ُﺳـ ْﻮﻟُـﻪ‬ Segala puji hanya bagi Allah, kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk; maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa Dia sesatkan; maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah saja; tidak sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.



3



Amma Ba’du, berikut ini adalah catatan ringkas1 atas Kitabul Buyuu’ (Kitab Jual Beli) dari Kitab Manhajus Saalikiin karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di , dengan mengambil faedah dari beberapa Kitab Syarh yang ada; seperti: Ibhaajul Mu’miniin karya Syaikh ‘Abdullah Al-Jibrin, Ghaayatul Muqtashidiin karya Syaikh Ahmad Az-Zuman, dan juga Syarh yang ditulis oleh Syaikh Sulaiman Al-Qashir jazaahumullaah khairaa (semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan). Pemalang, 10 Ramadhan 1440 H 15 Mei 2019 M Ahmad Hendrix



1



Ditulis dengan bentuk catatan kaki (footnote). 4



ِ ‫ـﺎب اﻟْـﺒُـﻴُ ْـﻮِع‬ ُ ‫ﻛــﺘَـ‬



Kitab Jual Beli2 [‫ط اﻟْـﺒَـ ْﻴ ِﻊ‬ ُ ‫] ُﺷ ـ ُﺮْو‬ [Syarat-Syarat Jual Beli]



:‫ ﻗَـ َﺎل ﺗَـ َﻌ َﺎﱃ‬،‫ﺻ ُﻞ ﻓِـْﻴـ ِﻪ اﻟْـ ِﺤـ ِّﻞ‬ ْ َ‫ ْاﻷ‬-[٣١١] :‫ ]اﻟﺒَـ َﻘَﺮة‬Z ...; : 9 8 7...[ [٢٧٥ [311]- Hukum asal jual beli adalah halal, Allah Ta’aalaa berfirman: “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275)



Al-Buyuu’ merupakan bentuk jamak dari Al-Bai’ (‫)اﻟْـﺒَ ْـﻴـﻊ‬, yang maknanya bisa menjual dan bisa juga membeli. 2



5



ِ ِ ‫َﻋﻴ‬ ،‫ َو َﺣﻴَـ َﻮ ٍان‬،‫ِﻣ ْﻦ َﻋ َﻘﺎ ٍر‬- ‫ﺎن‬ َ ْ ‫ ﻓَ َﺠﻤْﻴ ُﻊ ْاﻷ‬-[٣١٢] ٍ َ‫وأَﺛ‬ ‫ ﻳَـ ُﺠ ْﻮُز إِﻳْـ َﻘﺎعُ اﻟْﻌُ ُﻘ ْﻮِد َﻋﻠَْﻴـ َﻬﺎ؛ إِ َذا‬-‫ َو َﻏ ِْﲑَﻫﺎ‬،‫ﺎث‬ َ .‫ﺖ ُﺷُﺮْو ُط اﻟْﺒَـْﻴ ِﻊ‬ ْ ‫ﺗَـ ﱠﻤ‬ [312]- Maka segala barang -berupa: ‘aqaar (barang tidak bergerak)3, hewan, perkakas, dan lainnya-; boleh untuk dilakukan akad (jual beli) padanya jika telah terpenuhi syarat-syarat jual beli4.



:‫ ﻓَ ِﻤ ْﻦ أ َْﻋﻈَ ِﻢ اﻟﺸُﱡﺮْو ِط‬-[٣١٣] [313]- Dan termasuk syarat terbesar adalah:



‫]اﻟ ﱠ‬ :[‫ط ْاﻷَ ﱠو ُل‬ ُ ‫ﺸ ْﺮ‬ [Syarat Pertama]:



3



Aqaar (barang tidak bergerak); seperti: rumah, tanah, dan kebun. 4 Syuruuth merupakan bentuk jamak dari Syarth. Sedangkan Syuruuthul Bai’ (syarat-syarat jual beli) adalah: sesuatu yang jika tidak ada; maka jual beli tidak sah, akan tetapi jika ada satu syarat saja; maka belum tentu jual beli itu sah, karena mungkin dibutuhkan kepada syarat-syarat yang lainnya. Sehingga: semua syarat jual beli harus terpenuhi. 6



C B A...[ :‫ ﻟِـ َﻘـ ْﻮﻟِـ ِﻪ ﺗَـ َﻌـﺎﻟَـﻰ‬:‫ﺿـﺎ‬ َ ‫اﻟـِّﺮ‬



[٢٩ :‫ ]اﻟـﻨِّ َﺴﺎء‬Z ...HG F E D



Ke-ridha-an (antara penjual dan pembeli), berdasarkan firman Allah Ta’aalaa: “…kecuali dalam perdagangan (jual beli) yang berlaku atas dasar suka sama suka (ridha) di antara kamu…” (QS. An-Nisaa’: 29)



‫]اﻟ ﱠ‬ :[‫ط اﻟﺜﱠﺎﻧِـ ْﻲ‬ ُ ‫ﺸ ْﺮ‬ [Syarat Kedua]:



‫ َوأَ ْن َﻻ ﻳَ ُﻜ ْﻮ َن ﻓِـْﻴـ َﻬﺎ َﻏَﺮٌر َو َﺟ َﻬﺎﻟَﺔٌ؛ ِﻷَ ﱠن‬-[٣١٤] .‫ َرَواﻩُ ُﻣ ْﺴﻠِ ٌﻢ‬.‫ ﻧَـ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ ﺑَـْﻴ ِﻊ اﻟْﻐََﺮَر‬ ‫ﱠﱯ‬ ‫اﻟﻨِ ﱠ‬ [314]- Tidak ada gharar (tidak pasti didapatkan) dan jahaalah (belum jelas sifatnya) di dalam (jual beli) tersebut5, karena Nabi  melarang dari jual beli gharar. HR. Muslim.



:‫ ﻓَـﻴَ ْﺪ ُﺧ ُﻞ ﻓِـْﻴ ِﻪ‬-[٣١٥]



5



Gharar adalah: sudah jelas sifat barangnya akan tetapi belum jelas: apakah bisa didapatkan ataukan tidak. Sedangkan Jahaalaah adalah: sudah jelas bisa didapatkan akan tetapi belum jelas sifat barangnya. 7



[315]- Maka termasuk di dalam (larangan) tersebut:



.‫ ﺑَـْﻴ ُﻊ ْاﻵﺑِ ِﻖ َواﻟﺸﱠﺎ ِرِد‬-١



1- Jual beli budak yang kabur dan binatang yang hilang6.



ِ ِ َ ُ‫ وأَ ْن ﻳـ ُﻘﻮَل ﺑِـ ْﻌـﺘ‬-٢ .‫اﻟﺴـْﻠـ َﻌ ـﺘَـْﻴـ ِﻦ‬ َْ َ ّ ‫ﻚ إ ْﺣ َﺪى‬



2- (Penjual) mengatakan: saya jual kepadamu salah satu dari dua barang7.



ِ ِ ‫ﺼﺎةُ ِﻣ َﻦ ْاﻷ َْر‬ ‫ض‬ َ ‫ أ َْو ﺑِـﻤ ْﻘ َﺪا ِر َﻣﺎ ﺗَـْﺒـﻠُ ُﻎ اﻟْـ َﺤ‬-٣ .‫َوﻧـَ ْﺤ ِﻮِﻩ‬ 3- Atau: (saya jual) tanah yang dicapai oleh lemparan batu, dan yang semisalnya8.



.ُ‫ أ َْو َﻣﺎ ﺗَـ ْﺤ ِﻤ ُﻞ أ ََﻣﺘُﻪُ أ َْو َﺷ َﺠَﺮﺗُﻪ‬-٤



4- Atau menjual apa yang akan dikandung oleh budak perempuannya atau oleh pohonnya9.



6



Kalau budak atau binatangnya sudah pernah diketahui oleh pembeli; maka hanya Gharar, dan jika belum diketahui; maka Gharar dan Jahaalah. 7 Ini adalah Jahaalah. 8 Ini juga Jahaalah. 8



.‫ أ َْو َﻣﺎ ﻓِـﻲ ﺑَﻄْ ِﻦ اﻟْـ َﺤ ِﺎﻣ ِﻞ‬-٥ 5- Atau menjual (janin) yang ada pada perut (budak atau binatang) yang hamil10.



.‫َو َﺳ َﻮاءٌ َﻛﺎ َن اﻟْﻐََﺮُر ﻓِـﻲ اﻟـﺜﱠـ َﻤ ِﻦ أ َْو اﻟْ ُﻤﺜْ َﻤ ِﻦ‬



Baik gharar tersebut terletak pada harga maupun barangnya (keduanya terlarang -pent)11.



‫ َوأَ ْن ﻳَ ُﻜ ْﻮ َن اﻟْ َﻌﺎﻗِ ُﺪ‬:[‫ﺚ‬ ُ ‫ ]اﻟ ﱠﺸ ْﺮ‬-[٣١٦] ُ ِ‫ط اﻟـﺜﱠﺎﻟ‬ ِ‫ﻣﺎﻟِ ًﻜﺎ ﻟ‬ ،‫ أ َْو َﻣﺄْذُ ْوﻧًﺎ ﻟَﻪُ ﻓِـْﻴ ِﻪ‬،‫ﱠﻲ ِء‬ ‫ﺸ‬ ‫ﻠ‬ َ ْ ‫]اﻟ ﱠ‬ .‫ َوُﻫ َﻮ ﺑَﺎﻟِ ٌﻎ َرِﺷْﻴ ٌﺪ‬:[‫ط اﻟـ ﱠﺮاﺑِـ ُﻊ‬ ُ ‫ﺸ ْﺮ‬



9



Ini adalah Jahaalah dan Gharar. Karena budak perempuan belum tentu mengandung dan pohon belum tentu berbuah. Kalaupun mengandung dan berbuah; maka belum tentu sesuai dengan kriteria yang disangka oleh penjual ataupun pembeli. 10 Ini adalah Jahaalah atau mungkin juga Gharar. 11 Gharar -dan juga Jahaalah- dalam barang adalah seperti yang disebutkan di atas. Sedangkan gharar dalam harga; seperti perktaan pembeli kepada penjual: “Saya beli kambing kamu ini dengan uang 2 (dua) juta milik saya yang dicuri.” Maka ini Gharar dalam harga. Adapun perktaan pembeli kepada penjual: “Saya beli kambing kamu ini dengan semua uang yang ada dalam kantongku.” Maka ini Jahaalah dalam harga. 9



[316]- [Syarat Ketiga]: Orang yang melakukan akad hendaknya memiliki barangnya atau ia diizinkan untuknya12, [Syarat Keempat]: dan ia sudah baligh serta cerdas (pandai memelihara harta -pent)13.



ِ ‫ط اﻟْـ َﺨ‬ ‫ ]اﻟ ﱠ‬-٣١٧ ‫ َوِﻣ ْﻦ ُﺷ ُﺮْو ِط اﻟْﺒَـْﻴ ِﻊ‬:[‫ـﺲ‬ ‫ـﺎﻣ‬ ُ ‫ﺸ ْﺮ‬ ُ .‫ أَ ْن َﻻ ﻳَ ُﻜ ْﻮ َن ﻓِـْﻴ ِﻪ ِرﺑًﺎ‬:‫ﻀﺎ‬ ً ْ‫أَﻳ‬



[317]- [Syarat Kelima]: Dan di antara syarat jual beli juga: tidak ada riba padanya14. 12



Orang yang diizinkan adalah orang yang tidak memiliki barang atau uang; akan tetapi ia diberikan amanah untuk melakukan jual beli oleh pemilik barang atau uang; seperti: wakil. 13 Akan tetapi dibolehkan bagi anak kecil untuk melakukan jual beli dalam uang yang sedikit atau barang yang tidak bernilai besar. Karena Allah memrintahkan untuk menguji anak-anak yatim, sedangkan anak yatim adalah anak belum baligh yang ditinggal mati bapaknya. Maka Allah bolehkan untuk menyerahkan harta kepada mereka untuk menguji mereka. Allah Ta’aalaa berfirman:



¿ ¾ ½ ¼ » º ¹ ¸ ¶[ Z...Ã Â Á À “Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya….” (QS. An-Nisa’ : 6) 10



ِ ‫ ﻗَ َﺎل رﺳﻮ ُل‬:‫ ﻗَ َﺎل‬، ‫ﻋﻦ ﻋﺒﺎد َة‬ : ‫ﷲ‬ َ َُ ْ َ ُْ َ ِ ‫ﻀﺔُ ﺑِﺎﻟ ِْﻔﻀ‬ ِ ‫ﺐ ﺑِﺎﻟ ﱠﺬ َﻫ‬ ‫ َواﻟ ِْﻔ ﱠ‬،‫ﺐ‬ ،‫ َواﻟْﺒُـ ﱡﺮ ﺑِﺎﻟْﺒُـ ِّﺮ‬،‫ﱠﺔ‬ ُ ‫))اﻟ ﱠﺬ َﻫ‬ 14



Riba ada dua: Riba Fadhl dan Riba Nasii-ah. Dan perbedaan antara keduanya adalah seperti yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaah: Pertanyaan: Dan kita tutup pertemuan ini dengan pertanyaan dari pendengar wanita, dia berkata: Saya mengharapkan penjelasan makna Riba Fadhl dan Riba Nasi-ah? Jawaban Syaikh (Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin): - Riba Fadhl yaitu riba tambahan, seperti seorang menjual satu dirham dengan (mendapat) dua dirham, atau satu dinar dengan dua dinar, atau satu sha’ Tamr dengan dua sha’ Tamr. Inilah Riba Fadhl. - Riba Nasi-ah: mengakhirkan qabdh pada (jual beli) yang wajib qabdh padanya, seperti: yang wajib ketika seorang menjual Tamr dengan Tamr; maka kedua Tamr harus sama dan harus Qabdh (memisahkan barangnya) sebelum berpisah, atau kalau menjual Tamr dengan Sya’ir; maka yang wajib adalah saling qabdh sebelum berpisah. Jika qabdh-nya diakhirkan; maka menjadi seperti tadi (Riba Nasi-ah), yaitu: menjual Tamr dengan Tamr yang semisal; maka bisa terjadi Riba Nasi-ah. Demikian juga jika menjual Tamr dengan Sya’ir dengan Qabdh yang diakhirkan; maka di dalamnya terdapat Riba Nasi-ah. - Dan terkumpul antara Riba Nasi-ah dan Fadhl; jika menjual Tamr dengan Tamr yang lebih banyak dengan mengakhirkan Qabdh; maka padanya terdapat Riba Fadhl karena adanya tambahan, dan padanya juga ada Riba Nasi-ah karena pengakhiran Qabdh. Jadi (intinya) Riba Nasi-ah adalah mengakhirkan Qabdh pada jual beli yang wajib padanya Qabdh sebelum berpisah pada jual beli barang-barang riba. Dan Riba Fadhl adalah: tambahan pada jual beli yang disyaratkan padanya semisal http://binothaimeen.net/content/10917 11



ِ ‫واﻟ ﱠﺸ ِﻌﻴـﺮ ﺑِﺎﻟ ﱠ‬ ِ ِ ،‫ْﺢ‬ ِ ‫ْﺢ ﺑِﺎﻟ ِْﻤﻠ‬ ُ ‫ َواﻟْﻤﻠ‬،‫ َواﻟﺘ ْﱠﻤ ُﺮ ﺑﺎﻟﺘ ْﱠﻤ ِﺮ‬،‫ﺸﻌـ ْﻴـ ِﺮ‬ ُْ َ ِ ‫ِﻣﺜْ ًﻼ ﺑِـ ِﻤﺜْ ٍﻞ َﺳﻮ‬ ‫ﺖ ٰﻫ ِﺬ ِﻩ‬ ْ ‫ ﻓَِﺈ َذا ا ْﺧﺘَـﻠَـ َﻔ‬،‫ﺴ َﻮ ٍاء‬ ًَ َ ‫اء ﺑ‬ ،‫ إِذَا َﻛﺎ َن ﻳَ ًﺪا ﺑِـﻴَ ٍﺪ‬،‫ﻒ ِﺷـ ْﺌـﺘُـ ْﻢ‬ ُ َ‫ﺻﻨ‬ َ ‫ﺎف؛ ﻓَـﺒِـ ْﻴـﻌُ ْﻮا َﻛـ ْﻴ‬ ْ َ‫ْاﻷ‬ .‫اد؛ ﻓَـ َﻘ ْﺪ أ َْرﺑَـﻰ(( َرَواﻩُ ُﻣ ْﺴﻠِ ٌﻢ‬ َ ‫اﺳﺘَـ َﺰ‬ َ ‫ﻓَ َﻤ ْﻦ َز‬ ْ ‫اد أَ ِو‬



Dari ‘Ubadah , ia berkata: Rasulullah  bersabda: “Emas dengan emas, perak dengan perak, Burr (gandum bagus) dengan Burr, Sya’iir (gandum jelek) dengan Sya’iir, Tamr (kurma kering) dengan Tamr, dan garam dengan garam: (jual belinya) harus semisal dan sama. Dan jika ada perbedaan dari jenisjenis ini (dalam jual beli); maka jual/beli-lah semau kalian jika dilakukan secara kontan. Dan barangsiapa yang menambah atau meminta tambah (dalam yang sejenis -pent); maka ia telah melakukan riba.” HR. Muslim.15



15



Ini adalah enam al-Ashnaaf ar-Ribawiyyah (barang-barang yang bisa menjatuhkan ke dalam riba). Dan barang-barang ini terbagi menjadi dua: (1)mauzuun (yang diukur dengan cara ditimbang; seperti: gram, kilogram, ton, dll.); yaitu: emas dan perak, (2)makiil (yang diukur dengan cara ditakar; seperti: liter, dll.); yaitu: empat sisanya. 12



‫ ﻓَ َﻼ ﻳـُﺒَﺎعُ َﻣ ِﻜْﻴ ٌﻞ ﺑِـ َﻤ ِﻜْﻴ ٍﻞ ِﻣ ْﻦ ِﺟْﻨ ِﺴ ِﻪ إِﱠﻻ‬-[٣١٨] ِ ِ .‫ﻚ‬ َ ‫ َوَﻻ َﻣ ْﻮُزْو ٌن ﺑِـﺠْﻨ ِﺴ ِﻪ إِﱠﻻ َﻛ ٰﺬﻟ‬،‫ﺑِـ ٰﻬ َﺬﻳْ ِﻦ اﻟﺸ ْﱠﺮﻃَـْﻴـ ِﻦ‬ [318]- Maka tidak boleh jual beli makiil (barang yang ditakar) dengan makiil lainnya yang sejenis; kecuali dengan 2 (dua) syarat ini (kontan dan semisal), dan tidak boleh juga mauzuun (barang yang ditimbang) yang sejenis; kecuali demikian.



‫َﻏ ِْﲑ‬ ‫َﺟ َﺎز‬



‫ﺑـِ َﻤ ِﻜْﻴ ٍﻞ ِﻣ ْﻦ‬ :‫َﻏ ِْﲑ ِﺟْﻨ ِﺴ ِﻪ‬



‫ َوإِ ْن ﺑِـْﻴ َﻊ َﻣ ِﻜْﻴ ٌﻞ‬-[٣١٩] ‫ أ َْو َﻣ ْﻮُزْو ٌن ﺑِـ َﻤ ْﻮُزْو ٍن ِﻣ ْﻦ‬،‫ِﺟْﻨ ِﺴ ِﻪ‬ ِ ُ‫ﺑِ َﺸ ْﺮ ِط اﻟﺘﱠـ َﻘﺎﺑ‬ .‫ﺾ ﻗَـْﺒ َﻞ اﻟﺘﱠـ َﻔﱡﺮِق‬



[319]- Jika makiil dijual dengan makiil lainnya yang tidak sejenis atau mauzuun dijual dengan mauzuun yang tidak sejenis: maka hal ini dibolehkan (untuk tidak semisal); dengan syarat sudah saling Qabdh (memisahkan barangnya) sebelum berpisah.



‫ َوإِ ْن ﺑِـْﻴ َﻊ َﻣ ِﻜْﻴ ٌﻞ ﺑِـ َﻤ ْﻮُزْو ٍن أَْو َﻋ ْﻜ ُﺴﻪُ؛‬-[٣٢٠] .‫ﺾ ﺑَـ ْﻌ َﺪ اﻟﺘﱠـ َﻔﱡﺮِق‬ ُ ‫ َوﻟَ ْﻮ َﻛﺎ َن اﻟْ َﻘْﺒ‬،‫َﺟ َﺎز‬ 13



[320]- Dan jika makiil dijual dengan mauzuun atau sebaliknya: maka dibolehkan (tidak semisal), (dan) walaupun Qabdh dilakukan setelah berpisah (maka tetap dibolehkan).



ِ .‫ﺎﺿ ِﻞ‬ ُ ‫ َواﻟْـ َﺠ ْﻬ ُﻞ ﺑِﺎﻟﺘﱠ َﻤﺎﺛُ ِﻞ َﻛﺎﻟْﻌ ْﻠ ِﻢ ﺑِﺎﻟﺘﱠـ َﻔ‬-[٣٢١]



[321]- Kalau tidak tahu (antara dua barang): apakah (keduanya) semisal (atau tidak); maka dianggap layaknya mengetahui bahwa (dua barang) itu berbeda16.



:‫ َﻋ ْﻦ ﺑـَْﻴ ِﻊ اﻟْ ُﻤَﺰاﺑَـﻨَ ِﺔ‬ ‫ َﻛ َﻤﺎ ﻧـَ َﻬﻰ اﻟﻨﱠﺒِـ ﱡﻲ‬-[٣٢٢] ‫ ُﻣﺘﱠـ َﻔ ٌﻖ‬.‫َوُﻫ َﻮ ِﺷَﺮاءُ اﻟﺘﱠ ْﻤ ِﺮ ﺑِﺎﻟﺘﱠ ْﻤ ِﺮ ﻓِـ ْﻲ ُرُؤْو ِس اﻟﻨﱠ ْﺨ ِﻞ‬ .‫َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ [322]- Sebagaimana Nabi  melarang dari jual beli Muzaabanah; yaitu: membeli Tamr dengan Tamr yang masih ada di pohon kurma. Muttafaqun ‘Alaihi.17 16



Sehingga jual/beli tidak boleh dilaksanakan jika jual/belinya membutuhkan semisal. Seperti: jual beli 10 kg Burr dengan sekantung Burr yang belum jelas takarannya. 17 Yakni: untuk Tamr yang masih di atas pohon hanya bisa menggunakan kharsh (kira-kira); sehingga tidak bisa diketahui dengan pasti. Atau contoh lainnya: jual/beli Tamr dengan Ruthab, karena Ruthab (kurma basah) jika ia kering dan menjadi 14



،‫ ﺑِـ َﺨْﺮ ِﺻ َﻬﺎ‬،‫ﺺ ﻓِـ ْﻲ ﺑـَْﻴـ ِﻊ اﻟْ َﻌـَﺮاﻳَﺎ‬ َ ‫ َوَر ﱠﺧ‬-[٣٢٣] ِ َ‫ﺎج إِﻟَـﻰ اﻟﱡﺮﻃ‬ ‫ َوَﻻ‬،‫ﺐ‬ ِ َ‫ ﻟِْﻠ ُﻤ ْﺤﺘ‬،‫ﻓِـْﻴ َﻤﺎ ُد ْو َن َﺧـ ْﻤ َﺴ ِﺔ أ َْو ُﺳ ٍﻖ‬ ‫ َرَواﻩُ ُﻣ ْﺴﻠِ ٌﻢ‬.‫ ﺑِـ َﺨْﺮ ِﺻ َﻬﺎ‬،‫ﺛـَ َﻤ َﻦ ِﻋْﻨ َﺪﻩُ ﻳَ ْﺸ َِﱰ ْي ﺑِِﻪ‬ [323]- Dan beliau memberikan rukhshah (keringanan) untuk jual beli ‘Araayaa dengan kharsh (perkiraan); (syaratnya): (1)di bawah 5 (lima) wasq (1 wasq = 60 shaa’), (2)bagi yang butuh kepada ruthab, sedangkan ia tidak memiliki uang untuk membayarnya, dan (3)dengan kharsh. HR. Muslim.



ِ‫ﺴ‬ ‫]اﻟ ﱠ‬ :[‫س‬ ‫ـﺎد‬ ُ ‫ﺸ ْﺮ‬ ُ ‫ط اﻟْـ ﱠ‬ [SYARAT KEENAM]:



‫ أَ ْن َﻻ ﻳَـ َﻘ َﻊ اﻟْ َﻌ ْﻘ ُﺪ َﻋﻠَﻰ‬:‫ َوِﻣ َﻦ اﻟﺸ ُﱡﺮْو ِط‬-[٣٢٤] :‫ُﻣـ َﺤﱠﺮٍم َﺷ ْﺮ ًﻋﺎ‬ [324]- Dan termasuk syarat (jual beli): akad tidak boleh dilakukan atas barang yang diharamkan secara syar’i: Tamr (kurma kering); maka Ruthab tersebut akan berkurang takarannya. Akan tetapi beliau memberikan rukhshah (keringanan) pada jual beli ‘Araayaa -sebagaimana pada point selanjutnya-. 15



ِِ ِ ‫ َﻋ ْﻦ ﺑَـْﻴ ِﻊ‬ ‫ﱠﱯ‬ ‫ َﻛ َﻤﺎ ﻧَـ َﻬﻰ اﻟﻨِ ﱡ‬،‫ إِ ﱠﻣﺎ ﻟـ َﻌـْﻴـﻨـﻪ‬-١ ِ .‫ ُﻣﺘﱠـ َﻔ ٌﻖ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬.‫َﺻﻨَ ِﺎم‬ ْ ‫اﻟْـ َﺨ ْﻤ ِﺮ َواﻟْ َﻤْﻴـﺘَﺔ َو ْاﻷ‬ 1- Baik haram secara dzatnya; seperti larangan Nabi  dari jual beli khamr, bangkai, dan patung. Muttafaqun ‘Alaihi.



،‫اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِ ِﻢ‬ ،‫اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِ ِﻢ‬



ِ‫ وإِ ﱠﻣﺎ ﻟ‬-٢ ‫ﱠ‬ ‫ﺐ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ ِﻣ ْﻦ ﻗَ ِﻄْﻴـ َﻌ ِﺔ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﺮ‬ ‫ـ‬ ‫ﺘ‬ ‫ـ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻤ‬ َ ُ ََ َ َ ‫ َﻋ ِﻦ اﻟْـﺒَـْﻴـ ِﻊ َﻋﻠَﻰ ﺑَـْﻴـ ِﻊ‬ ‫ﱯ‬ ‫َﻛ َﻤﺎ ﻧـَ َﻬﻰ اﻟﻨﱠِ ﱡ‬ ِ ‫ َواﻟـﻨﱠـ ْﺠ‬،‫اﻟﺸ ـَﺮ ِاء َﻋﻠَﻰ ِﺷ َﺮاﺋِِﻪ‬ ‫ ُﻣﺘﱠـ َﻔ ٌﻖ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬.‫ﺶ‬ ِّ ‫َو‬



2Maupun (haram karena) bisa menyebabkan terputusnya hubungan sesama muslim; sebagaimana Nabi  melarang menjual atas penjualan muslim, atau membeli atas pembeliannya, dan (larangan beliau terhadap) Najsy (pura-pura menawar)18. Muttafaqun ‘Alaihi.



18



Contoh menjual atas penjualan muslim lainnya: A menjual barang kepada B, kemudian datang C yang mengatakan kepada B bahwa ia menjual barang yang sama dengan harga yang lebih murah. Contoh menjual atas penjualan muslim lainnya: A membeli barang dari B, kemudian datang C yang mengatakan kepada B: saya beli barang tersebut dengan harga yang lebih mahal. 16



ِ ‫ َﻋ ْﻦ اﻟﺘﱠـ ْﻔ ِﺮﻳْـ ِﻖ ﺑَـْﻴـ َﻦ ِذي اﻟﱠﺮِﺣ ِﻢ‬ ُ‫ ﻧَـ ْﻬﻴُﻪ‬:‫ﻚ‬ َ ‫َوِﻣ ْﻦ ٰذﻟ‬ .‫ﻓِـﻲ اﻟﱠﺮﻗِـْﻴ ِﻖ‬ Di antaranya: larangan beliau  dari memisahkan antara budak yang memiliki hubungan kekerabatan19.



ِ ‫ إِ َذا َﻛﺎ َن اﻟْ ُﻤ ْﺸﺘَـ ِﺮ ْي ﺗَـ ْﻌـﻠَـ ُﻢ ِﻣْﻨﻪُ أَﻧـﱠ ُﻪ‬:‫ﻚ‬ َ ‫ َوِﻣ ْﻦ ٰذﻟ‬-٣ ِ ‫ﻳـ ْﻔﻌﻞ اﻟْﻤﻌ‬ ِ ‫ َﻛﺎ ْﺷـﺘِـَﺮ ِاء اﻟْـ َﺠـ ْﻮِز َواﻟْﺒَـْﻴ‬،ُ‫ﺼﻴَﺔَ ﺑِـ َﻤﺎ ا ْﺷﺘَـَﺮاﻩ‬ ‫ﺾ‬ َْ ُ َ َ ِ ‫ أَ ِو‬،‫ﻟِْﻠ ِﻘﻤﺎ ِر‬ .‫ َو َﻋﻠَﻰ ﻗُﻄﱠ ِﺎع اﻟﻄﱠ ِﺮﻳْـ ِﻖ‬،‫اﻟﺴ َﻼ ِح ﻟِْﻠ ِﻔْﺘـﻨَ ِﺔ‬ َ ّ 3- Di antaranya: jika engkau mengetahui bahwa pembeli akan menggunakan barang yang dibelinya untuk bermaksiat; seperti: kacang kenari dan kelapa untuk berjudi20, atau senjata untuk fitnah (kekacauan) dan untuk perampok.



Contoh Najsy (pura-pura menawar): A menjual barang kepada B, kemudian C menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi padahal dia tidak ada niatan untuk membelinya, akan tetapi hanya bertujuan untuk membantu penjual atau merugikan pembeli. 19 Seperti seorang yang memiliki budak berupa ibu dan anak; maka tidak boleh menjualnya secara terpisah. 20 Keduanya dahulu digunakan sebagai alat untuk berjudi. 17



ِ َ‫ َﻋ ْﻦ ﺗَـﻠَـ ِّﻘﻲ اﻟْـ َﺠﻠ‬ ُ‫ وﻧَـ ْﻬﻴُﻪ‬-٤ ‫ )) َﻻ‬:‫ ﻓَـ َﻘ َﺎل‬،‫ﺐ‬ َ ‫ ﻓَِﺈ َذا أَﺗَﻰ‬،ُ‫ ﻓَ َﻤ ْﻦ ﺗَـﻠَـ ﱠﻘﻰ ﻓَﺎ ْﺷﺘَـ َﺮى ِﻣ ْﻨﻪ‬،‫ﺐ‬ َ َ‫ﺗَـﻠَ ـ ﱠﻘـ ْﻮا اﻟْـ َﺠﻠ‬ .‫ﺴ ْﻮ َق؛ ﻓَـ ُﻬ َﻮ ﺑِﺎﻟْ ِـﺨﻴَﺎ ِر(( َرَواﻩُ ُﻣ ْﺴﻠِ ٌﻢ‬ ‫َﺳﻴِّ ُﺪﻩُ اﻟ ﱡ‬



4- Dan larangan beliau  dengan Talaqqi alJalab (menjemput dagangan), beliau bersabda: “Janganlah kalian menjemput dagangan! Barangsiapa menjemput kemudian membelinya, lalu pemiliknya sampai ke pasar; maka ia boleh memilih (melanjutkan atau membatalkan -pent).” HR. Muslim21.



ِ ‫ ))ﻣﻦ ﻏَـ ﱠﺸ ـﻨﺎ ﻓَـﻠَـﻴ‬:‫ﺎل‬ َ َ‫ َوﻗ‬-٥ َْ ُ‫ﺲ ﻣﻨﱠﺎ(( َرَواﻩ‬ َ ْ َ .‫ُﻣ ْﺴﻠِ ٌﻢ‬



5Beliau bersabda: “Barangsiapa mencurangi kami; maka ia bukan dari (golongan) kami.” HR. Muslim22. 21



Talaqqil jalab (menjemput dagangan) adalah: membeli dari penjual yang baru membawa dagangannya dari tempatnya (belum sampai ke pasar) dan ia belum tahu harga pasar. 22 Di antara bentuk kecurangan adalah: seperti disebutkan dalam Sababul Wuruud (sebab datangnya) hadits ini; yakni: berkaitan dengan penjual yang meletakkan barang dagangan yang bagus di atas dengan tujuan untuk menutupi barang dagangan yang jelek yang ada di bawahnya. 18



ِّ ‫ َوِﻣﺜْﻞ‬-[٣٢٥] :‫ﺼ ِﺮﻳْ ِﺢ‬ ‫اﻟﺮﺑَﺎ اﻟ ﱠ‬ ُ



[325]- Contoh riba yang jelas:



‫ ﺑِﺄَ ْن ﻳَﺒِْﻴ َﻊ ِﺳﻠْ َﻌﺔً ﺑِـ ِﻤﺎﺋٍَﺔ‬،‫ﱠﺤﻴﱡ ُﻞ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ﺑِﺎﻟْﻌِْﻴـﻨَ ِﺔ‬ َ ‫ اﻟﺘ‬-‫أ‬ ِ ،‫ ﺛـُ ﱠﻢ ﻳَ ْﺸـﺘَـ ِﺮﻳْـ َﻬﺎ ِﻣ ْﻦ ُﻣ ْﺸ َِﱰﻳْـ َﻬﺎ ﺑِﺄَﻗَ ﱠﻞ ِﻣْﻨـ َﻬﺎ ﻧَـ ْﻘ ًﺪا‬،‫َﺟ ٍﻞ‬ َ ‫إﻟَـﻰ أ‬ ِ ‫أ َْو ﺑِﺎﻟْ َﻌ ْﻜ‬ .‫ﺲ‬ a. Membuat hiilah (tipu daya) atas riba dengan al-‘Iinah; yaitu: menjual barang dengan harga 100 (seratus) dibayar nanti, kemudian membelinya dari pembeli dengan harga lebih rendah tapi kontan23. Atau sebaliknya24.



ِ ‫ﱠﺤﻴﱡﻞ َﻋﻠَﻰ ﻗَـ ْﻠ‬ ِ .‫ﺐ اﻟﺪﱠﻳْـ ِﻦ‬ ُ َ ‫ أَو اﻟﺘ‬-‫ب‬



b. Membuat hiilah (tipu daya) dengan Qalbud Dain (membalik hutang)25. 23



Sehingga nanti pembeli memiliki uang kontan kurang dari seratus; tapi ia punya hutang seratus yang harus ia bayar jika jatuh tempo. 24 Seperti: membeli barang dari seorang penjual dengan harga seratus kontan, kemudian menjualnya lagi kepada penjual dengan harga lebih dari seratus tapi hutang. Sehingga nanti penjual memiliki uang kontan seratus; tapi ia punya hutang lebih dari seratus yang harus ia bayar jika jatuh tempo. 25 Seperti: A punya hutang kepada B sebesar seratus yang sudah jatuh tempo, kemudian B datang untuk menagih 19



ِّ ‫ﱠﺤﻴﱡﻞ َﻋﻠَﻰ‬ ٍ ‫اﻟﺮﺑَﺎ ﺑِ َﻘ ْﺮ‬ َ ‫ ﺑِﺄَ ْن ﻳـُ ْﻘ ِﺮ‬:‫ض‬ ُ‫ﺿﻪ‬ َ ‫ أَ ِو اﻟﺘ‬-‫ﺟـ‬ ِ ِْ ‫وﻳ ْﺸ ِﱰ َط‬ ‫ أ َْو إِ ْﻋﻄَﺎءَﻩُ َﻋ ْﻦ‬،‫ﺎع ﺑِ َﺸ ْﻲ ٍء ِﻣ ْﻦ َﻣﺎﻟِـ ِﻪ‬ َ ََ َ ‫اﻻﻧْـﺘـ َﻔ‬ ِ َ ِ‫ٰذﻟ‬ ٍ ‫ ﻓَ ُﻜ ﱡﻞ ﻗَـ ْﺮ‬،‫ﺿﺎ‬ .‫ض َﺟـﱠﺮ ﻧَـ ْﻔ ًﻌﺎ؛ ﻓَـ ُﻬ َﻮ ِرﺑًﺎ‬ ً ‫ﻚ ﻋ َﻮ‬ c. Membuat hiilah (tipu daya) atas riba dengan cara hutang: seseorang menghutangi orang lain dengan syarat mengambil manfaat dari harta orang tersebut, atau (dengan syarat) orang tersebut memberikan ganti (jasa karena telah menghutangi) atasnya. Maka setiap hutang yang mendatangkan manfaat; itu adalah riba.



ٍ ِ ِ ِ‫ و‬-‫د‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺘ‬ ‫اﻟ‬ ‫ﻦ‬ ُ‫ ﺑَـْﻴ ُﻊ ُﺣﻠ ِّﻲ ﻓﻀﱠﺔ َﻣ َﻌﻪُ َﻏْﻴـ ُﺮﻩ‬:‫ﱠﺤﻴﱡ ِﻞ‬ َ َ َ .[‫ أ َْو ُﻣ ِّﺪ َﻋ ْﺠ َﻮٍة َوِد ْرَﻫ ٍﻢ ﺑِ ِﺪ ْرَﻫـ َﻤ ـ]ﻳْـ ِﻦ‬،‫ﺑِ ِﻔﻀ ٍﱠﺔ‬ d. Dan termasuk hiilah (tipu daya): jual beli perhiasan perak yang bercampur dengan (hiasan)



hutangnya sedangkan A tidak memiliki uang untuk membayarnya. Maka B menghutangi barang yang aslinya harganya seratus dia hutangkan kepada A seharga dua ratus agar A nanti bisa menjualnya seharga seratus dan melunasi hutangnya yang seratus, akan tetapi A menjadi punya hutang baru; yakni dua ratus. Sehingga hutang A yang tadinya seratus berubah menjadi dua ratus. 20



lain: dengan perak26, atau satu mudd (kurma) ‘ajwah dan dirham: dengan [dua] dirham27.



ِ ‫ َﻋ ْﻦ ﺑَـْﻴ ِﻊ اﻟﺘ ْﱠﻤ ِﺮ‬ ‫ﱠﱯ‬ ‫ َو ُﺳﺌ َﻞ اﻟﻨِ ﱡ‬-[٣٢٦] ِ َ‫ﺑِﺎﻟﱡﺮﻃ‬ ‫ﺺ إِذَا َﺟ ـ ﱠ‬ ،‫ ﻧَـ َﻌ ْﻢ‬:‫ﻒ؟(( ﻗَﺎﻟُـ ْﻮا‬ ُ ‫ ))أَﻳَـ ْﻨـ ُﻘ‬:‫ﺐ؟ ﻓَـ َﻘ َﺎل‬ ِ .ُ‫ َرَواﻩُ اﻟْـ َﺨ ْﻤ َﺴﺔ‬.‫ﻚ‬ َ ‫ﻓَـﻨَـ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ ٰذﻟ‬



[326]- Nabi  ditanya tentang jual beli Tamr dengan Ruthab? Beliau bertanya: “Apakah (Ruthab) berkurang jika kering?” Mereka menjawab: Ya. Maka beliau melarang dari hal tersebut. Diriwayatkan oleh lima (Ahli Hadits).



‫ﺼ ـْﺒـَﺮِة ِﻣ َﻦ اﻟﺘﱠ ْﻤ ِﺮ َﻻ ﻳـُ ْﻌﻠَ ُﻢ‬ ‫ َوﻧَـ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ ﺑَـْﻴ ِﻊ اﻟ ﱠ‬-[٣٢٧] .‫ َرَواﻩُ ُﻣ ْﺴﻠِ ٌﻢ‬.‫ ﺑِﺎﻟْ َﻜـْﻴـ ِﻞ اﻟْ ُﻤ َﺴ ﱠﻤﻰ ِﻣ َﻦ اﻟـﺘﱠ ـ ْﻤـ ِﺮ‬:‫َﻣ ِﻜـْﻴـﻠُ َﻬﺎ‬ 26



Seperti: kalung perak -yang peraknya seharga 10 dirhambercampur mutiara: dibeli dengan harga 12 dirham -sedangkan dirham ini terbuat dari perak-. Maka cara jual beli yang benar adalah: kalung perak dan mutiara dijual terpisah: kalung dihargai 10 dirham dan dibayar kontan, dan mutiaranya dijual tersendiri. 27 A menjual satu mudd kurma ‘ajwah dan satu dirham, dan B membayarnya dengan dua dirham, padahal harga kurma adalah satu dirham; maka untuk apa dirham yang lainnya? Hal ini bisa digunakan sebagai tipu daya untuk riba (yakni; jual beli mauzuun yang sejenis, tapi tidak semisal, dan yang tidak semisal ini tertutup oleh kurma). Maka yang benar bahwa kurma dijual tersendiri satu dirham dan tidak boleh memasukkan dirham yang lain. 21



[327]- Dan beliau melarang dari jual beli setumpuk Tamr yang tidak diketahui takarannya: dengan Tamr yang takarannya sudah diketahui. HR. Muslim.



:‫ َوأَﱠﻣﺎ ﺑَـْﻴ ُﻊ َﻣﺎ ﻓِـﻲ اﻟ ِّﺬ ﱠﻣـ ِﺔ‬-[٣٢٨]



[328]- Adapun jual beli (barang atau uang) yang dalam tanggungan (seperti jual beli: Salaf/Salam, hutang, atau tidak kontan -pent):



ِ ‫ﻚ‬ َ ‫ َو ٰذﻟ‬،‫ َﺟ َﺎز‬:‫ ﻓَِﺈ ْن َﻛﺎ َن َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻦ ُﻫ َﻮ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬-‫أ‬ ِ ‫ﺑِ َﺸ ـْﺮ ِط ﻗَـْﺒ‬ ‫ )) َﻻ‬: ‫ﺾ ِﻋ َﻮ ِﺿ ِﻪ ﻗَـْﺒ َﻞ اﻟﺘﱠـ َﻔـﱡﺮِق؛ ﻟِـ َﻘ ْﻮﻟِِﻪ‬ ‫ َﻣﺎ ﻟَـ ْﻢ ﺗَـﺘَـ َﻔ ﱠﺮﻗَﺎ‬،‫ْس أَ ْن ﺗَﺄْ ُﺧ َﺬ َﻫﺎ ﺑِ ِﺴ ْﻌ ِﺮ ﻳَـ ْﻮِﻣ َﻬﺎ‬ َ ‫ﺑَﺄ‬ .ُ‫َوﺑَـ ْﻴـﻨَ ُﻜ َﻤﺎ َﺷ ْﻲءٌ (( َرَواﻩُ اﻟْـ َﺨ ْﻤ َﺴﺔ‬



a. Jika (seseorang menjualnya) kepada orang yang punya tanggungan kepadanya; maka boleh, hal itu dengan syarat: Qabdh terhadap ganti/uang (dari pembeli) terjadi sebelum berpisah; berdasarkan sabda Nabi : “Tidak mengapa engkau mengambilnya dengan seharga hari itu, selama kalian berdua belum berpisah sedangkan di antara kalian berdua



22



masih ada sesuatu (belum Qabdh -pent).” Diriwayatkan oleh lima (Ahli Hadits)28.



ِ ‫ وإِ ْن َﻛﺎ َن ﻋﻠَﻰ َﻏ ِﲑِﻩ؛ َﻻ ﻳ‬-‫ب‬ .‫ ِﻷَﻧـﱠﻪُ َﻏَﺮٌر‬،‫ﺼ ﱡﺢ‬ ْ َ َ َ



b. Jika (seseorang menjualnya) kepada orang lain; maka tidak sah, karena hal itu Gharar29.



28



Seperti: B membeli kambing dari A yang sifatnya begini dan begini yang diserahkan pada waktu tertentu, dan B sudah membayar; makaA berhutang seekor kambing kepada B. Kemudian A tidak bisa menyerahkannya pada waktunya, maka B berkata kepada A: Saya jual apa yang ada dalam tanggunganku (yakni: piutangmu kepadaku berupa seekor kambing) dengan satu juta. Maka ini boleh jika dibayar kontan (karena kalau tidak kontan; maka ini menjual hutang dengan hutang) dan jika memang harga kambing pada saat itu adalah satu juta. Atau bisa juga seperti A menjual unta kepada B dengan sepuluh dinar, akan tetapi B tidak mempunyai uang dinar, dia hanya punya uang dirham; sehingga B berhutang sepuluh dinar kepada A. Maka B mengatakan kepada A: Saya beli sepuluh dinar (piutang) kamu yang masih ada dalam tanggunganku (yang merupakan hutangku) dengan uang dirham, kalau satu dinar senilai dengan dua belas dirham; maka berarti B harus membayar seratus dua puluh dirham kepada A. Maka ini boleh dengan syarat dirhamnya dibayar kontan (Qabdh). 29 Seperti A yang berhutang seekor kambing dari B, kemudian A tidak bisa menyerahkannya pada waktunya,. kemudian B berkata kepada C: Saya jual piutang saya ke A (berupa seekor kambing) kepadamu dengan satu juta. Maka ini tidak boleh, karena gharar (yakni: belum tentu A bisa membayar hutang kambingnya). 23



‫ﺻ ْﻮِل َواﻟـﺜِّ َﻤﺎ ِر‬ ُ ُ‫ ﺑَـ ْﻴ ِﻊ ْاﻷ‬:‫ﺎب‬ ُ َ‫ﺑ‬ Bab: Jual Beli Ushuul (Pohon dan semisalnya)30 dan Buah



‫ﺎع ﻧَـ ْﺨ ًﻼ ﺑَـ ْﻌ َﺪ أَ ْن‬ َ َ‫ )) َﻣ ْﻦ ﺑ‬: ‫ ﻗَ َﺎل‬-[٣٢٩] ((‫ﺎع‬ ُ َ‫ إِﱠﻻ أَ ْن ﻳَ ْﺸ َِﱰﻃَ َﻬـﺎ اﻟْ ُـﻤ ْﺒﺘ‬،‫ﺗُـ َﺆﺑﱠـ َﺮ؛ ﻓَـﺜَ َﻤ َﺮﺗُـ َﻬﺎ ﻟِﻠْﺒَﺎﺋِ ِﻊ‬ .‫ُﻣﺘﱠـ َﻔ ٌﻖ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ [329]- Rasulullah  bersabda: “Barangsiapa yang menjual pohon kurma setelah dibuahi; maka buah (kurma)nya milik penjual, kecuali pembeli mensyaratkan (membeli pohon sekalian buahnya juga -pent).” Muttafaqun ‘Alaihi.



ِ َ ِ‫ وَﻛ ٰﺬﻟ‬-[٣٣٠] ُ‫ﻚ َﺳﺎﺋُﺮ ْاﻷَ ْﺷ َﺠﺎ ِر إِذَا َﻛﺎ َن ﺛَـ َﻤ ُﺮﻩ‬ َ .‫ﺑَ ِﺎدﻳًﺎ‬ 30



Yang dimaksud dengan Ushuul di sini adalah: pohon, tanaman, tanah, rumash, dan semisalnya. 24



[330]- Demikian juga seluruh pohon (yang dijual) jika buahnya sudah tampak (maka milik penjual -pent).



ِ ‫ وِﻣﺜْـﻠُﻪ إِذَا ﻇَﻬﺮ اﻟﱠﺰرع اﻟﱠ‬-[٣٣١] ‫ﺼ ُﺪ‬ ‫ﺤ‬ ‫ـ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻻ‬ ‫ي‬ ‫ﺬ‬ َ ْ ُ َ َ ُ ْ ُ ْ ََ ِ ‫إِﱠﻻ ﻣﱠﺮًة و‬ .‫اﺣ َﺪ ًة‬ َ َ



[331]- Demikian juga tanaman yang sudah tampak jika ia termasuk tanaman yang hanya sekali dipanen (maka milik penjual -pent)31.



ِ ‫ُﺻ ْﻮُل‬ ُ ‫ﺼ ُﺪ ﻣـَﺮ ًارا؛ ﻓَ ْﺎﻷ‬ َ ‫ ﻓَِﺈ ْن َﻛﺎ َن ﻳـُ ْﺤ‬-[٣٣٢] ِ ‫ واﻟْـﺠ ـﱠﺰةُ اﻟﻈﱠ‬،‫ﻟِْﻠﻤ ْﺸ ِﱰي‬ .‫ﺎﻫَﺮةُ ِﻋْﻨ َﺪ اﻟْـﺒَـْﻴ ِﻊ ﻟِﻠْﺒَﺎﺋِ ِﻊ‬ َ َ ْ َ ُ [332]- Kalau tanaman tersebut bisa dipanen beberapa kali32; maka pokok tanamannya milik pembeli, dan hasil yang tampak (siap dipetik) ketika transaksi; maka milik penjual. 31



Tanaman yang hanya sekali panen seperti: Burr, Sya’iir, padi. Yakni: ketika jual beli sawah akan tetapi sawah tersebut sudah ditanami padi; maka padi milik penjual tersebut dibiarkan di sawah yang sudah dijual sampai waktu panen, dan hasil panennya adalah milik penjual, dan pembeli tidak berhak untuk meminta uang sewa sawah yang sudah menjadi miliknya walaupun penjual menggunakannya untuk menunggu padinya panen -padahal dia sudah menjualnya-. Kecuali jika pembeli memang mnsyaratkan sebelumnya (pada akad jual beli). 32 Disebut tanaman Hortikultura, seperti: cabe, ketimun, tomat, dan semisalnya. 25



ِ ‫ وﻧَـﻬﻰ رﺳـﻮ ُل‬-[٣٣٣] ‫ َﻋ ْﻦ ﺑـَْﻴـ ِﻊ اﻟـﺜِّ َﻤﺎ ِر‬ ‫ﷲ‬ َُْ َ َ ِ .‫ﺎع‬ َ َ‫ ﻧَـ َﻬﻰ اﻟْﺒَﺎﺋ َﻊ َواﻟْ ُﻤـْﺒـﺘ‬:‫ﺻ َﻼ ُﺣ َﻬﺎ‬ َ ‫َﺣ ﱠﱴ ﻳَـْﺒ ُﺪ َو‬



[333]- Rasulullah  melarang dari jual beli buah-buahan sebelum tampak shalaah, beliau melarang penjual dan pembeli (dari melakukannya -pent).



ِ ‫ )) َﺣ ﱠﱴ‬:‫ﺻ َﻼ ِﺣ َﻬﺎ؟ ﻓَـ َﻘ َﺎل‬ َ ‫ َو ُﺳﺌ َﻞ َﻋ ْﻦ‬-[٣٣٤] ‫ )) َﺣ ﱠﱴ ﺗَـ ْﺤ َﻤﺎ ﱠر أ َْو‬:‫ﺎﻫـﺘُـﻪُ(( َوﻓِـ ْﻲ ﻟَـ ْﻔ ِﻆ‬ َ ‫ﺐ َﻋ‬ َ ‫ﺗَ ْﺬ َﻫ‬ ((‫ﺼـ َﻔﺎ ﱠر‬ ْ َ‫ﺗ‬ [334]- Dan beliau ditanya tentang makna shalaah, maka beliau jawab: “Sampai hilang penyakitnya.” Dan dalam satu lafazh: “Sampai memerah atau menguning.”



ِ .‫ﺐ َﺣ ﱠﱴ ﻳَـ ْﺸ ـﺘَـ ﱠﺪ‬ ّ ‫ َوﻧَـ َﻬﻰ َﻋـ ْﻦ ﺑـَْﻴـ ِﻊ اﻟْـ َﺤـ‬-[٣٣٥] .‫َرَواﻩُ أ َْﻫ ُﻞ اﻟ ﱡﺴ ـﻨَ ِﻦ‬



[335]- Dan beliau melarang dari jual beli bijibijian sebelum menguat (mengering). Diriwayatkan oleh lima (penulis kitab hadits).



26



ِ ‫ﺖ ِﻣـﻦ أ‬ ،‫ﻚ ﺛَـ َﻤـ ًﺮا‬ َ ‫َﺧـ ْﻴـ‬ ْ َ ‫ ))ﻟَ ْﻮ ﺑِـ ْﻌـ‬:‫ َوﻗَ َﺎل‬-[٣٣٦] ِ َ ‫َﺻـﺎﺑَـ ْﺘـﻪُ َﺟـﺎﺋِـ َﺤـﺔٌ؛ ﻓَـ َﻼ ﻳَـ ِﺤـ ﱡﻞ ﻟَـ‬ ُ‫ﻚ أَ ْن ﺗَـﺄْ ُﺧـ َﺬ ﻣـ ْﻨـﻪ‬ َ ‫ﻓَﺄ‬ ِ ‫ﺎل أ‬ ‫ﻚ ﺑِـﻐَـ ْﻴـ ِﺮ َﺣـ ٍّﻖ؟(( َرَو ُاﻩ‬ َ ‫ ﺑِـ َﻢ ﺗَـﺄْ ُﺧـ ُﺬ َﻣـ‬،‫َﺷـ ْﻴـﺌًﺎ‬ َ ‫َﺧـ ْﻴـ‬ .‫ُﻣ ْﺴـﻠِ ٌﻢ‬ [335]- Dan beliau bersabda: “Kalau engkau menjual buah kepada saudaramu kemudian buah itu terkena musibah; maka tidak halal bagimu untuk mengambil darinya sepeser pun. Dengan alasan apa engkau mengambil harta saudaramu tanpa cara yang 33 dibenarkan?” HR. Muslim .



33



Ini berlaku pada jual beli buah tanpa pohonnya. Karena pembeli adalah membeli buah, sedangkan sebelum dia mendapatkan buahnya ternyata buah tersebut terkena penyakit atau musibah lainnya; maka penjual tidak berhak mengambil uang pembeli. 27



ِ‫ اﻟْـ ِﺨ ـﻴـﺎ ِر وﻏَـﻴـ ِﺮﻩ‬:‫ﺑـﺎب‬ ْ َ َ ُ َ



Bab: Khiyaar34 dan lainnya



[‫ﺾ أَﻧْـ َﻮ ِاع اﻟْـ ِﺨﻴَﺎ ِر‬ ُ ‫]ﺑَـ ْﻌ‬ [Macam-macam Khiyaar]



‫ إِﱠﻻ‬،‫ﺻ َﺎر َﻻ ِزًﻣﺎ‬ َ ‫ َوإِ َذا َوﻗَـ َﻊ اﻟْـ َﻌـ ْﻘـ ُﺪ؛‬-[٣٣٧] ِ‫ﺐ‬ ِ ‫َﺳ ـﺒ‬ ِ ‫ﻣ‬ :‫ﺎب اﻟ ﱠﺸ ـ ْﺮ ِﻋـﻴﱠـ ِﺔ‬ ‫اﻷ‬ ‫ﻦ‬ ‫ـ‬ ْ َ ْ َ ٍ َ‫ﺑ َﺴ ـﺒ‬



[337]- Jika akad (jual beli) telah terjadi; maka telah laazim (tidak bisa dibatalkan kecuali dengan kesepakatan kedua belah pihak -pent). Kecuali dengan salah satu sebab dari sebabsebab syar’i:



ِ :‫]اﻷ ﱠَو ُل‬ ِ ِ‫ﺎر اﻟ َْﻤ ْﺠﻠ‬ [‫ﺲ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺧ‬ َُ



[Pertama: Khiyaar Majlis]



34



Khiyaar artinya memilih. Dan yang dimaksud di sini adalah: memilih antara membatalkan jual beli ataukah melanjutkan. 28



ِ ‫ ِﺧـﻴَـ ُﺎر اﻟْ َﻤ ْﺠـﻠِـ‬:‫ ﻓَ ِﻤْﻨـ َﻬﺎ‬-[٣٣٨] ‫ﺎل اﻟـﻨﱠـﺒِـ ﱡﻲ‬ َ ‫ ﻗَـ‬،‫ﺲ‬ ِ ‫ ))إِذَا ﺗَـﺒـﺎﻳـﻊ اﻟـ ﱠﺮﺟـ َﻼ ِن؛ ﻓَـ ُﻜـ ﱡﻞ و‬: ‫اﺣـ ٍﺪ ِﻣـ ْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ‬ ُ ََ َ َ ‫ أ َْو‬،-‫ َوَﻛـﺎﻧَـﺎ َﺟـ ِﻤـ ْﻴـ ًﻌـﺎ‬- ‫ َﻣـﺎ ﻟَـ ْﻢ ﻳَـﺘَـ َﻔـ ﱠﺮﻗَـﺎ‬،‫ﺑِـﺎﻟْـ ِﺨـﻴَﺎ ِر‬ ،‫َﺣـ ُﺪ ُﻫـ َﻤﺎ ْاﻵ َﺧـ َﺮ‬ َ ‫ ﻓَِﺈ ْن َﺧـﻴﱠـ َﺮ أ‬:‫َﺣـ ُﺪ ُﻫـ َﻤﺎ ْاﻵ َﺧ َﺮ‬ َ ‫ﻳُـ َﺨـﻴِّـ ُﺮ أ‬ ِ ‫ وﻟَـﻢ ﻳـ ْﺘـﺮ ْك و‬،‫ﻓَـﺘـﺒـﺎﻳـﻌـﺎ‬ ‫اﺣـ ٌﺪ ِﻣﻨْـ ُﻬ َﻤﺎ اﻟْﺒَـ ْﻴ َﻊ؛ ﻓَـ َﻘـ ْﺪ‬ َ ُ َ ْ َ َ َ ََ .‫ﺐ اﻟْـﺒَـ ْﻴـ ُﻊ(( ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬ َ ‫َو َﺟـ‬ [338]- Di antaranya adalah Khiyaar Majlis, Nabi  bersabda: “Jika dua orang berjual beli; maka masing-masing dari keduanya memiliki Khiyaar selama keduanya belum berpisah, atau salah satu dari keduanya mensyaratkan tidak ada Khiyaar bagi yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya mensyaratkan tidak ada Khiyaar bagi yang lainnya kemudian keduanya berjual beli dan (walaupun) keduanya belum meninggalkan (tempat) jual beli; maka telah wajib (laazim) jual beli tersebut.” Muttafaqun ‘Alaihi.35 35



Majlis adalah tempat jual beli, maka penjual dan pembeli memiliki Khiyaar selama masih di Majlis. Kalau keduanya berpisah; maka jual beli menjadi Laazim. 29



ِ ِ [‫ﺎر اﻟ ﱠﺸ ْﺮ ِط‬ ُ َ‫ ﺧﻴ‬:‫]اﻟﺜﱠﺎﻧـ ْﻲ‬ [Kedua: Khiyaar Syarth]



‫ ِﺧـﻴَـ ُﺎر اﻟـ ﱠﺸ ـ ْﺮ ِط؛ إِ َذا َﺷ ـَﺮ َط‬:‫ َوِﻣـْﻨـ َﻬﺎ‬-[٣٣٩] ِ ِ .ً‫َﺣـ ِﺪ ِﻫـ َﻤﺎ ُﻣـ ﱠﺪةً َﻣـ ْﻌـﻠُـ ْﻮَﻣـﺔ‬ َ ‫اﻟْـﺨـﻴَـ َﺎر ﻟَـ ُﻬ َﻤﺎ أ َْو ﻷ‬ [339]- Di antaranya adalah Khiyaar Syarth; yakni: jika mensyaratkan Khiyaar untuk keduanya (penjual dan pembeli) atau salah satunya sampai waktu tertentu36. Contoh: A membeli mobil dari B seharga 40 juta, kemudian A menyesal telah membeli mobil tersebut, sedangkan A & B masih di majlis. Maka A boleh mengembalikan mobil yang sudah dibeli, dan jika ia sudah menyerahkan uangnya; maka ia meminta kembali uangnya. Demikian juga jika yang menyesal adalah B (penjual); maka ia boleh mengembalikan uang 40 juta kepada A dan meminta mobilnya kembali. Jadi, kedua-duanya masih memiliki Khiyaar selama masih berada di Majlis (tempat jual beli). Dan boleh bagi penjual dan pembeli untuk meniadakan Khiyaar Majlis. Seperti: penjual mengatakan: “Saya jual barang ini tanpa Khiyaar mulai dari sekarang.” Dan pembeli mengatakan: “Saya beli barang ini tanpa Khiyaar mulai dari sekarang.” Maka dengan ini: jual beli telah wajib (laazim) 36 Khiyaar Syarth; maknanya: penjual dan pembeli mensyaratkan Khiyaar selama waktu tertentu, atau hanya salah satu dari keduanya yang mensyaratkan. Maka ketika itu syarat harus dipenuhi. Contoh: 30



‫ إِﱠﻻ‬،‫ ))اﻟ ُْﻤ ْﺴﻠِ ُﻤ ْﻮ َن ِﻋ ْﻨ َﺪ ُﺷـ ُﺮْو ِﻃ ِﻬ ْﻢ‬: ‫ﻗَـ َﺎل اﻟـﻨﱠـﺒِـ ﱡﻲ‬



‫َﺣـ ﱠﻞ َﺣـ َﺮ ًاﻣﺎ أ َْو َﺣـ ﱠﺮَم َﺣ َﻼًﻻ(( َرَواﻩُ أ َْﻫ ُﻞ‬ َ ‫َﺷـ ْﺮﻃًﺎ أ‬ .‫اﻟ ﱡﺴ ـﻨَـ ِﻦ‬ Nabi  bersabda: “Kaum muslimin harus menepati syarat mereka, kecuali jika syaratnya menghalalkan yang haram atau



1. Penjual mengatakan: “Saya jual mobil ini dengan harga 40 juta, akan tetapi saya punya Khiyaar selama 5 hari.” Dan pembeli mengatakan: “Saya beli mobil tersebut dengan syarat ini.” Kemudian dalam tempo waktu 5 hari ini penjual menyesal dan berkata kepada pembeli: “Ambil kembali uangmu yang 40 juta, dan kembalikan mobilku, karena saya masih membutuhkannya.” Maka mobil tersebut wajib dikembalikan kepadanya. 2. Pembeli berkata kepada penjual: “Saya beli mobilmu, akan tetapi saya memiliki Khiyaar selama 5 hari untuk bisa meneliti dan mengeceknya.” Kemudian setelah dua hari; pembeli merasa tidak cocok dengan mobil tersebut dan ia kembalikan kepada penjual. Maka wajib atas penjual untuk menerimanya dan mengembalikan uang kepada pembeli. 3. Penjual mobil mengatakan: “Saya punya Khiyaar 7 hari, kalau saya menyesal; maka saya ambil lagi mobilku.” Dan pembeli mengatakan: “Saya punya Khiyaar 5 hari, jika saya menyesal; maka saya kembalikan mobilmu dan saya ambil lagi uangku.” Maka keduanya memiliki Khiyaar sesuai dengan kesepakatan. Intinya: harus jelas waktunya, baik sebulan, setengah bulan, atau satu pekan. Yakni: waktunya harus ditentukan. 31



mengharamkan yang halal.” Diriwayatkan oleh para penulis Kitab Sunan37.



ِ ُ ِ‫]اﻟﺜﱠﺎﻟ‬ [‫ﺎر اﻟْـﻐَـ ْﺒـ ِﻦ‬ ُ ‫ ﺧـﻴَـ‬:‫ﺚ‬



[Ketiga: Khiyaar Ghabn]



‫ إِذَا ﻏُـﺒِـ َﻦ َﻏـْﺒـﻨًﺎ ﻳَـ ْﺨـ ُﺮ ُج َﻋ ِﻦ‬:‫ َوِﻣـْﻨـ َﻬﺎ‬-[٣٤٠] ِ ‫ أ َْو ﺗَـﻠَـ ِّﻘﻲ اﻟْـ َﺠـﻠَـ‬،‫ﺶ‬ ٍ ‫ إِ ﱠﻣـﺎ ﺑِـﻨَـ ْﺠـ‬،‫اﻟْ َﻌ َﺎد ِة‬ .‫ أ َْو َﻏـْﻴـ ِﺮِﻫـ َﻤﺎ‬،‫ﺐ‬ [340]- Di antaranya: Jika dirugikan (karena tipuan) dengan kerugian yang di luar batas



37



Hadits ini berlaku umum pada syarat dalam jual beli, syarat dalam nikah, dan syarat akad-akad lainnya; maka harus dipenuhi, selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Contoh: 1. Tatkala ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa membeli Bariroh membebaskannya; maka pemilik lamanya mensyaratkan agar Walaa’-nya dinisbatkan kepada mereka bukan ‘Aisyah. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Walaa’ itu untuk yang membebaskan.” Sehingga syarat yang mereka berikan adalah bathil, karena mereka tidak membebaskannya akan tetapi hanya menjualnya kepada ‘Aisyah dan ‘Aisyah lah yang membebaskannya. Maka syarat yang mereka berikan ini adalah syarat yang menghalalkan sesuatu yang haram. 2. Seorang penjual mobil mensyaratkan agar pembeli tidak mengendarai mobilnya; maka ini adalah syarat yang mengharamkan sesuatu yang halal. 32



kewajaran; baik (dirugikan) dengan Najsy, Talaqqil Jalab, atau yang lainnya38. 38



Khiyaar Ghabn adalah: Khiyaar dikarenakan penjual atau pembeli tertipu sehingga dirugikan dalam dalam jual beli; dengan berkurang atau bertambahnya harga barang dari yang semestinya. Tidak semua Ghabn ada Khiyaar, yang ada Khiyaarnya adalah: yang kerugiannya di luar batas batas kewajaran. An-Najsyu adalah: seorang yang tidak ingin membeli barang dagangan tapi pura-pura menawar dan dengan menaikkan harga; dengan tujuan: untuk memberikan manfaat kepada penjual atau memberikan mudharat kepada pembeli. Contoh al-Ghabnu/kerugian (akibat penipuan) dengan anNajsyu: Ada sebuah mobil yang dilelang dan ada calon pembeli yang sangat membutuhkannya dimana kalau harganya dinaikkan pun; dia tetap akan membelinya. Harga mobil aslinya 20 juta, akan tetapi ada orang yang menawar padahal ia tidak menginginkan mobil tersebut, dia hanya ingin merugikan pembeli atau menguntungkan penjual, dia menawar sampai harganya 30 juta. Jika calon pembeli tadi akhirnya membeli dengan harga 30 juta, kemudian dia baru tahu kalau dia tertipu 10 juta; maka dia memiliki Khiyaar. Talaqqil Jalab adalah: seorang menjemput penjual sebelum sampai ke pasar dan belum tahu harga pasar, maka orang itu menipu penjual dan membeli darinya dengan harga yang murah. Contoh al-Ghabnu dalam Talaqqil Jalab: Seorang yang menjemput penjual kambing dan membeli kambing tersebut dengan harga satu juta. Setelah penjual sampai ke pasar; dia dapati harga kambingya adalah satu juta dua ratus, dan dia merasa telah ditipu karena menjualnya dengan harga yang lebih murah. Maka ia memiliki Khiyaar. Intinya: kalau al-Ghabnu mengakibatkan kerugian yang di luar kewajaran; maka penjual memiliki Khiyaar, baik yang dirugikan itu pembeli (seperti dalam an-Najsyu) maupun penjual (seperti dalam Talaqqil Jalab). 33



ِ ِ ِ ‫ﺎر اﻟْﺘﱠ ْﺪﻟِـ ْﻴ‬ [‫ﺲ‬ ُ َ‫ ﺧﻴ‬:‫]اﻟ ﱠﺮاﺑ ُﻊ‬ [Keempat: Khiyaar Tadliis]



ِّ‫ﺲ ﺑِـﺄَ ْن ﻳـ َﺪﻟ‬ ِ‫ ِﺧـﻴـﺎر اﻟـﺘﱠـ ْﺪﻟ‬:‫ وِﻣـْﻨـﻬﺎ‬-[٣٤١] ِ ‫ﺲ‬ ‫ـ‬ ‫ﻴ‬ ‫ـ‬ ْ َ َ َُ َ ُ ِ ِ ‫ﺼـ ِﺮﻳـَ ِﺔ‬ ْ ‫ َﻛـﺘَـ‬،‫اﻟْـﺒَـﺎﺋـ ُﻊ َﻋﻠَﻰ اﻟْ ُﻤـ ْﺸـﺘَـ ِﺮ ْي َﻣـﺎ ﻳـَ ِﺰﻳْـ ُﺪ ﺑِـﻪ اﻟﺜ َﱠﻤ َﻦ‬ ِ .‫ﺿ ـ ْﺮِع ﺑـَ ِﻬـْﻴـ َﻤـ ِﺔ ْاﻷَﻧْـ َﻌـ ِﺎم‬ َ ‫اﻟـﻠﱠـﺒَـ ِﻦ ﻓـ ْﻲ‬



[341]- Di antaranya: Khiyaar Tadliis; dimana penjual membuat Tadliis (penyamaran) atas pembeli untuk meningkatkan harga, seperti Tashsriyah air susu (membiarkannya untuk tidak diperah) di ambing (kelenjar susu) binatang ternak39.



39



Tadliis adalah: menampakkan barang dagangan dengan penampakan yang baik untuk menyembunyikan aib atau cacatnya. Seperti: Seorang yang menjual baju yang sudah usang, tapi seblumnya dia cuci berkali-kali terlebih dahulu agar tampak seperti baru. Maka ini Tadliis. Demikian juga binatang yang di-tashriyah, yaitu: kambing yang sengaja tidak diperah air susunya selama dua atau tiga hari. Sehingga ketika pemiliknya membawanya ke pasar; maka akan terlihat memiliki air susu yang banyak, dan calon pembeli akan menyangka bahwa kambing tersebut memang demikian kesehariannya; yakni: memiliki banyak air susu. Sehingga naiklah harga kambing ini. Maka ini adalah Tadliis, karena keseharian dari kambing tersebut: air susunya tidak sebanyak ini. 34



ِْ ‫ﺼ ـ ﱡﺮوا‬ ‫ ﻓَـ َﻤـ ِﻦ‬،‫اﻹﺑِـ َﻞ َواﻟْـﻐَ ـﻨَـ َﻢ‬ َ ‫ )) َﻻ ﺗُـ‬: ‫ﻗَـ َﺎل‬ ‫ﺎﻋ َﻬﺎ ﺑَـ ْﻌـ ُﺪ؛ ﻓَـ ُﻬ َﻮ ﺑِـ َﺨـ ْﻴـ ِﺮ اﻟـﻨﱠـﻈَـ َﺮﻳْـ ِﻦ ﺑَـ ْﻌ َﺪ أَ ْن‬ َ ‫اﺑْـﺘَـ‬ ‫ﺎﻋﺎ‬ ً‫ﺻ‬ َ ‫ﺎء َرد‬ َ ‫ َو‬،‫ﱠﻫﺎ‬ َ ‫ َوإِ ْن َﺷ‬،‫ﺎء أ َْﻣ َﺴـ َﻜ َﻬﺎ‬ َ ‫ إِ ْن َﺷ‬،‫ﻳَـ ْﺤﻠُﺒَـ َﻬﺎ‬ ‫ ))ﻓَـ ُﻬ َﻮ‬:‫ َوﻓِـ ْﻲ ﻟَـ ْﻔـ ٍﻆ‬.‫ِﻣـ ْﻦ ﺗَـ ْﻤـ ٍﺮ(( ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬ ((‫ﺑِـﺎﻟْـ ِﺨـﻴَـﺎ ِر ﺛَـ َﻼﺛَـﺔَ أَﻳﱠـ ٍﺎم‬ Nabi  bersabda: “Janganlah kalian melakukan Tashriyah pada unta dan domba. Barangsiapa yang membelinya setelahnya (setelah Tashriyah); maka ia disuruh memilih setelah ia perah susunya: (1)tetap melanjutkan (jual beli), atau (2)mengembalikannya dengan ditambah satu shaa’ Tamr.” Muttafaqun ‘Alaihi. Dan dalam satu lafazh: “Maka ia memiliki Khiyaar selama tiga hari.”



ِ ‫]اﻟْـ َﺨ ِﺎﻣ‬ ِ ‫ﺎر اﻟ َْﻌ ْﻴ‬ [‫ﺐ‬ ُ َ‫ ﺧﻴ‬:‫ﺲ‬ ُ



[Kelima: Khiyaar ‘Aib]



35



ِ ُ‫ َوإِ َذا ا ْﺷـﺘَـَﺮى َﻣـﻌ ـْﻴـﺒًﺎ ﻟَـ ْﻢ ﻳـَ ْﻌـﻠَـ ْﻢ َﻋـْﻴـﺒَـﻪُ؛ ﻓَـﻠَـﻪ‬-[٣٤٢] ‫ ﻓَـِﺈ ْن ﺗَـ َﻌـ ﱠﺬ َر َرﱡدﻩُ؛ ﺗَـ َﻌـﻴﱠـ َﻦ‬،‫اﻟْـ ِﺨـﻴَـ ُﺎر ﺑَـْﻴـ َﻦ َرِّد ِﻩ َوإِ ْﻣـ َﺴـﺎﻛِـ ِﻪ‬ .ُ‫أَْر ُﺷﻪ‬ [342]- Jika membeli barang yang ada aib (cacat)nya sedangkan ia tidak mengetahuinya; maka ia memiliki Khiyaar antara: (1)mengembalikan barangnya, atau (2)melanjutkan (jual beli)nya, atau (3)jika tidak memungkinkan untuk mengembalikan barangnya40; maka harus ada arsy (ganti rugi)41.



ِ ‫ ِﺧـﻴـﺎر ا ْﺧـﺘِـ َﻼ‬:‫ﺎدس‬ ِ‫ﺴ‬ [‫ف اﻟ ُْﻤﺘَـﺒَـﺎﻳِـ َﻌـ ْﻴـ ِﻦ‬ َ ُ ُ ‫]اﻟ ﱠ‬



40



Seperti: jika binatang maka sudah mati, atau jika makanan maka sudah habis dimakan, dan lain-lain. 41 Arsy yaitu: perbedaan harga antara barang yang cacat dengan yang tidak cacat. Kalau seharusnya barang tersebut harganya 200 jika tidak cacat dan jika cacat harganya hanya 150; maka penjual harus menyerahkan perbedaan antara keduanya (yaitu: 50) kepada pembeli. Contoh: A membeli kambing dari B dengan harga satu juta dua ratus ribu, setelah dibeli ternyata kambing tersebut picak, padahal kambing picak harganya cuma satu juta. Maka A boleh meminta kembali uangnya (satu juta dua ratus ribu) dan mengembalikan kambing kepada B. Atau jika ternyata kambingnya sudah mati setelah dibeli; maka A boleh meminta Arsy kepada B; yaitu: 200 ribu. 36



[Keenam: Ikhtilaaf (perselisihan) antara penjual dan pembeli]



،‫اﺧـﺘَـﻠَـ َﻔـﺎ ﻓِـﻲ اﻟـﺜﱠـ َﻤـ ِﻦ؛ ﺗَـ َﺤـﺎﻟَـ َﻔﺎ‬ ْ ‫ َوإِ َذا‬-[٣٤٣] .‫َوﻟِـ ُﻜ ٍّﻞ ِﻣْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ اﻟْـ َﻔـ ْﺴ ـ ُﺦ‬



[343]- Jika (setelah terjadi jual beli kemudian) keduanya (penjual dan pembeli) berselisih tentang harga (yang telah terjadi akad padanya -pent); maka keduanya saling bersumpah, dan masing-masing dari keduanya boleh melakukan Faskh (membatalkan jual beli)42. [Fasal: Al-Iqaalah]



ِْ :‫ﺼ ٌﻞ‬ [ُ‫اﻹﻗَـﺎﻟَـﺔ‬ ْ َ‫]ﻓ‬ 42



Di antara contohnya: A membeli makanan kepada B untuk dihidangkan kepada tamu. Setelah makanan habis padahal belum dibayar; kemudian B datang dan mengatakan kepada A: “Serahkan harga makanan yang kamu beli; yakni: 100.” Sedangkan A mengatakan: “Tadi kamu bilang harganya 80.” Dari sini maka keduanya saling bersumpah; B bersumpah bahwa dia jual dengan harga 100 dan A bersumpah bahwa ia membelinya hanya dengan harga 80. Maka masing-masing dari keduanya berhak untuk melakukan faskhu (pembatalan jual beli), sehingga A menyerahkan nilai dari makanan yang dia beli; yakni: dengan melihat umumnya harga makanan yang tadi dia beli. 37



‫ﺎل ُﻣـ ْﺴـﻠِ ًﻤﺎ‬ َ ‫أَﻗَـ‬ ‫أَﺑـُ ْﻮ َد ُاوَد َواﺑْـ ُﻦ‬



‫ )) َﻣـ ْﻦ‬: ‫ َوﻗَـ َﺎل‬-[٣٤٤] ُ‫ﺑَـ ْﻴـ َﻌ ـﺘَـﻪُ؛ أَﻗَـﺎﻟَـﻪُ ﷲُ َﻋـﺜْـ َﺮﺗَـﻪُ(( َرَواﻩ‬ .‫ﺎﺟـ ْﻪ‬ َ ‫َﻣـ‬



[344]- Nabi  bersabda: “Barangsiapa yang melakukan iqaalah (mengangkat akad) bagi seorang muslim dalam jual belinya; maka Allah akan melakukan iqaalah (mengangkat) kesalahannya (menghapuskannya -pent).” HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah43.



43



Iqaalah adalah membatalkan akad jual beli.Seperti: A menjual kitab kepada B dengan harga 100 dan akadnya telah laazim. Akan tetapi setelah B pulang ke rumah; ternyata ia baru ingat bahwa ia telah memiliki kitab yang baru ia beli; maka kemudian ia datang lagi ke A dan meminta Iqaalah; yakni: agar akad jual belinya dibatalkan, sehingga B mengembalikan kitab ke A dan A mengembalikan uang B (100). Maka A sebenarnya punya hak untuk tetap melanjutkan jual beli karena telah sah dan laazim, akan tetapi yang lebih utama baginya adalah memberikan iqaalah kepada B. Demikian juga jika penyesalan muncul dari A (penjual). 38



‫ﺴـﻠَ ِﻢ‬ ‫ اﻟ ﱠ‬:‫ﺎب‬ ُ ‫ﺑَـ‬



Bab: Jual Beli Salam (atau Salaf)44 44



Bai’ul Amwaal (harta) itu ada dua jenis: 1- Bai’ Amwaal Mu’ayyanah (harta yang jelas/tertentu), seperti A mengatakan kepada B: Saya jual kepadamu kacamata yang sedang saya pakai ini, atau pena yang sedang saya pegang ini. Maka akad jual beli ini adalah terhadap sesuatu yang mu’ayyan (sudah tertentu/jelas). 2- Bai’u Syai-in Fidz Dzimmah (menjual sesuatu yang ada dalam tanggungan), yaitu al- Maushuuf (dengan disifati), seperti: Saya jual kepadamu pena yang sifatnya begini, begini, dan begini. Atau saya jual kepadamu sebuah mobil yang sifatnya begini, begini, dan begini. Dan jual beli Salam adalah: jual beli Syai Fidz Dzimmah (sesuatu yang dalam tanggungan penjual) yang belum ada tapi jelas sifatnya dan dengan tempo (barangnya diberikan nanti), dibayar dengan tunai. Jual beli Salam ini disebut juga: jual beli Salaf. Jual beli Salam menguntungkan penjual karena bisa mendapatkan uang dengan waktu cepat, dan menguntungkan pembeli karena bisa mendapatkan barang dengan harga lebih murah dari biasanya. Contohnya: Seorang penjual memiliki tanah yang ingin ia tanami dengan gandum, akan tetapi ia tidak memiliki biaya untuk menanami, maka ia datang kepada calon pembeli yang punya uang dan mengatakan: “Saya jual kepadamu gandum dalam tanggunganku 500 sha’ Burr yang sifatnya demikian dan demikian, setiap sha’ harganya 2 riyal dibayar sekarang. Dan Burr tersebut akan saya berikan setelah panen, yaitu: setelah 4 bulan dari sekarang (harga 1 sha’ burr sekarang adalah 4 riyal, sehingga pembeli mendapatkan barang setengh dari harga biasa, dan penjual mendapatkan modal dengan cepat). 39



ِ ِ ‫ ﻳ‬-[٣٤٥] ‫ﻂ‬ ُ ِ‫ﻀﺒ‬ َ ‫ﺼ ﱡﺢ اﻟ ﱠﺴﻠَ ُﻢ ﻓـ ْﻲ ُﻛ ِّﻞ َﻣﺎ ﻳَـْﻨ‬ َ ِ :‫ﺎﻟﺼ ـ َﻔ ِﺔ‬ ّ ِ‫ﺑ‬ [345]- Sah jual beli Salam pada semua barang yang pasti sifatnya45: 45



Seperti: barangnya bersifat bisa ditimbang, ditakar atau dihitung, kualitasnya bagus atau jelek, dan lain-lain. Yang paling baik dari kejelasan sifat adalah: barang yang makiil atau mauzuun, dan padanyalah kebanyakan Salam yang dilakukan manusia pada zaman dahulu, oleh karena itulah disebutkan pada hadits Ibnu ‘Abbas. Akan tetapi barang yang bukan makiil dan mauzuun juga boleh dilakukan jual beli Salam padanya, asalkan jelas sifatnya. Maka Salam dibolehkan pada: biji-bijian, buah-buahan, tepung, baju, perabotan, mobil, bahan material, obat-obatan, minyak, telor, daging, hewan, senjata, dan lain-lain yang bisa ditentukan dengan sifat-sifat yang tidak diperselisihkan. Syarat jual beli Salam: Karena Salam adalah jual beli; maka disyaratkan padanya syarat-syarat pada jual beli: (1)ridha, (2)tidak ghara jahaalaah, (3)seorang yang melakukan akad memiliki barangnya atau diizinkan atasnya, (4)ia sudah baligh serta cerdas, (5)tidak ada riba padanya, dan (6)akad tidak dilakukan atas barang yang diharamkan secara syar’i. Ditambah dengan syarat-syarat khusus untuk jual beli Salam: (1)jelas sifatnya, (2)jelas waktunya, dan (3)harganya kontan. Adapun tentang hadits:



ِ ‫ﺲ ِﻋ ْﻨ َﺪ َك‬ َ ‫َﻻ ﺗَﺒ ْﻊ َﻣﺎ ﻟَْﻴ‬



“Janganlah engkau menjual barang yang tidak ada padamu.” Maka larangan dalam hadits ini hanya berlaku pada jual beli Amwaal Mu’ayyanah, dimana harta itu bukan milikmu ketika 40



ِ ِ ِِ ِ ‫ﻒ ﺑِـ َﻬﺎ‬ ُ ‫ﺻ َﻔﺎﺗﻪ اﻟﱠﺘـ ْﻲ ﻳـَ ْﺨﺘَﻠ‬



‫ﺿﺒَﻄَﻪُ ﺑِـ َﺠ ِﻤْﻴ ِﻊ‬ َ ‫ إِذَا‬-١ .‫اﻟﺜﱠـ َﻤ ُﻦ‬



1- Jika memastikan dengan seluruh sifatnya yang dengan (berbeda)nya (sifat tersebut); maka harga bisa berbeda.



.ُ‫َﺟﻠَﻪ‬ ْ ‫ َوذَ َﻛَﺮ أ‬-٢ 2Menyebutkan barang)nya.



tempo



(penyerahan



.‫ َوأ َْﻋﻄَﺎﻩُ اﻟﺜﱠـ َﻤ َﻦ ﻗَـْﺒ َﻞ اﻟـﺘﱠـ َﻔـﱡﺮِق‬-٣



3- Pembeli membayar ke penjual sebelum (keduanya) berpisah.



ِ ،‫ اﻟْ َﻤ ِﺪﻳْـﻨَ َﺔ‬ ‫ﱠﱯ‬ ‫ ﻗَﺪ َم اﻟﻨِ ﱡ‬:‫ ﻗَ َﺎل‬،‫َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒﱠﺎس‬ :‫ ﻓَـ َﻘ َﺎل‬،‫َوُﻫ ْﻢ ﻳُ ْﺴﻠِ ُﻔ ْﻮ َن ﻓِـﻲ اﻟﺜِّ َﻤﺎ ِر اﻟ ﱠﺴـﻨَـﺔَ َواﻟ ﱠﺴ ـﻨَـﺘَـْﻴـ ِﻦ‬ ‫ َوَوْز ٍن‬،‫ﻒ ﻓِـ ْﻲ َﻛـ ْﻴ ٍﻞ َﻣـ ْﻌـﻠُـ ْﻮٍم‬ ْ ِ‫ﻒ؛ ﻓَـﻠْﻴُ ْﺴﻠ‬ َ َ‫َﺳﻠ‬ ْ ‫)) َﻣ ْﻦ أ‬ ٍ‫ﻣـﻌـﻠُـﻮ‬ ِ ((‫َﺟـ ٍﻞ َﻣـ ْﻌـﻠُـ ْﻮٍم‬ ‫أ‬ ‫ﻰ‬ ‫ـ‬ ‫ﻟ‬ ‫إ‬ ، ‫م‬ َ َ ْ َْ



akad (seperti: menjual harta orang lain tanpa izinnya). Adapun jual beli Salaf/Salam; maka masuk kategori Bai’u Syai’ Maa Fidz Dzimmah. 41



Dari Ibnu ‘Abbas  ia berkata: Nabi  datang ke Madinah sedangkan penduduknya melakukan jual beli Salaf pada buah-buahan untuk setahun dan dua tahun. Maka beliau bersabda: “Barangsiapa yang melakukan Salaf; maka hendaklah ia melakukannya pada takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan tempo yang jelas.”



ِ ‫ال اﻟﻨ‬ ‫ﱠﺎس‬ َ ‫أ َْﻣـ َﻮ‬ ‫أَ َﺧ َﺬ َﻫﺎ ﻳُـ ِﺮﻳْـ ُﺪ‬



‫أَ َﺧ َﺬ‬ ‫َوَﻣ ْﻦ‬



‫ )) َﻣ ْﻦ‬: ‫ َوﻗَ َﺎل‬-[٣٤٦] ،ُ‫ﱠاﻫﺎ ﷲُ َﻋ ْﻨﻪ‬ َ ‫ﻳُـ ِﺮﻳْـ ُﺪ أ‬ َ ‫اء َﻫﺎ؛ أَد‬ َ ‫َد‬ .‫ي‬ ‫إِﺗْـ َﻼﻓَـ َﻬﺎ؛ أَﺗْـﻠَ َﻔﻪُ ﷲُ(( َرَواﻩُ اﻟْﺒُ َﺨﺎ ِر ﱡ‬



[346]- Nabi  bersabda: “Barangsiapa mengambil (berhutang) harta manusia yang dia ingin menyampaikannya (melunasinya); niscaya Allah akan menyampaikan bagi (orang) tersebut. Dan barangsiapa yang mengambil dengan niat untuk melenyapkannya (tidak melunasinya); niscaya Allah akan melenyapkan (orang) tersebut.” HR. AlBukhari46. 46



Hadits ini di dalamnya terdapat peringatan dari meremehkan dalam masalah hutang, baik hutang Salam ataupun selainnya. Maka penjual dalam jual beli Salam: jika telah mengambil uang 100 juta dari pembeli dan ia akan memberi 5 mobil dengan 42



sifat yang jelas setelah 1 tahun, akan tetapi niatnya jelek; dimana dia hanya ingin mengambil uang pembeli dan memanfaatkannya; maka ketika sudah jatuh tempo -yaitu: 1 tahun-; dia tidak memberikan 5 mobil tersebut dan terus mengulur-ulur waktunya. Maka orang ini telah mengambil harta manusia dengan niat untuk melenyapkannya, maka sungguh, Allah Ta’aalaa akan memberinya kekurangan dan kefakiran sampai membinasakannya, karena dia telah berdusta dan niatnya tidak lain hanyalah untuk memakan harta manusia dengan bathil. Adapun orang yang mengambil harta manusia karena dia memang butuh, sedangkan niat dan tujuannya adalah untuk mengembalikan harta tersebut kepada mereka sesuai dengan syarat yang disepakati dan pada waktu yang disepakati; maka sungguh, Allah Ta’aalaa -dengan kedermawanan & rahmat-Nyaakan menolongnya dalam hal tersebut agar dia bisa menyampaikan/melunasi harta tersebut, dan Allah akan mudahkan baginya orang yang melunasi hutangnya kalau dia meninggal sebelum sempat melunasi hutangnya. 43



ِ ‫ﻀـﻤ‬ ‫ﺎن َواﻟْـ َﻜـ َﻔـﺎﻟَـ ِﺔ‬ ُ ‫ﺑَـ‬ َ ‫ اﻟـ ﱠﺮْﻫـ ِﻦ َواﻟ ﱠ‬:‫ﺎب‬ Bab: Rahn (Gadai), Dhamaan (Menjamin), dan Kafaalah (Menanggung)47



.‫ َو ٰﻫ ِﺬ ِﻩ َوﺛـَﺎﺋـِ ُﻖ ﺑِﺎﻟْـ ُﺤـ ُﻘـ ْﻮ ِق اﻟـﺜﱠـﺎﺑِـﺘَـ ِﺔ‬-[٣٤٧] [347]- Hal-hal ini adalah penguat untuk hakhak yang tetap48.



ِ ‫ﺼـ ﱡﺢ ﺑِ ُﻜ ِﻞ ﻋـﻴـ ٍﻦ ﻳ‬ ِ ‫ ﻓَﺎﻟـﱠﺮﻫﻦ ﻳ‬-[٣٤٨] .‫ﺼـ ﱡﺢ ﺑَـْﻴـﻌُ َﻬﺎ‬ َ َْ ّ َُْ



[348]- Maka Rahn sah dengan semua barang yang sah untuk dijual49. 47



Dhamaan adalah: tanggungan dari orang ketiga yang akan menanggung hutang; jika orang yang berhutang tidak mampu bayar ketika jatuh tempo. Kafaalah adalah: jaminan dari pihak ketiga bahwa ia yang akan menghadirkan orang yang berhutang ketika jatuh tempo, jadi ia tidak menanggung hutangngya; akan tetapi hanya menjamin bahwa ia bisa mendatangkan orang yang berhutang jika sudah jatuh tempo. Dan Rahn akan dijelaskan. 48 Ketiga hal ini adalah penguat dalam hutang yang digunakan sampai orang yang menghutangi mendapatkan haknya kembali. 49 Rahn adalah : jaminan hutang berupa barang, yang barang itu atau harga dari barang itu: bisa digunakan untuk membayar hutang. Orang yang berhutang dan menyerahkan Rahn 44



،‫ﻀ َﻤﻨُـ َﻬﺎ‬ ْ َ‫ ﻓَـﺘَـْﺒـ َﻘﻰ أ ََﻣﺎﻧَﺔً ِﻋْﻨ َﺪ اﻟْ ُﻤْﺮﺗَـ ِﻬ ِﻦ َﻻ ﻳ‬-[٣٤٩] ِ َ‫ َﻛﺴﺎﺋِﺮ ْاﻷَﻣﺎﻧ‬،‫إِﱠﻻ إِ ْن ﺗَـﻌﺪﱠى أَو ﻓَـﱠﺮ َط‬ .‫ﺎت‬ َ ْ َ َ [349]- Sehingga tetap menjadi amanah pada Murtahin (orang yang barang itu digadaikan padanya), ia tidak menanggungnya (jika terjadi kerusakan atau kehilangan -pent), kecuali jika ia ta’addii (melampaui batas) atau tafriith (kurang dalam penjagaan -pent), seperti umumnya barang-barang yang diamanahkan50. dinamakan: Raahin, dan orang yang menghutangi dan memegang Rahn dinamakan: Murtahin. Allah Ta’aalaa berfirman:



) ( ' & % $ # " ![ Z... +* “Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang…” (QS. Al-Baqarah: 283) Rahn tidak sah dengan barang yang tidak sah untuk dijual; seperti: barang-barang yang haram, contohnya: khamr. 50 Firman Allah:



Z... +* )... [ “…barang jaminan yang dipegang…” yakni di-qabdh (dipegang) oleh Murtahin, sebagai amanah baginya. Maka seperti umumnya amanah; orang yang diamanahi dalam hal ini: Murtahin- tidak menanggung kalau terjadi 45



.‫ﻚ اﻟـﱠﺮْﻫـ ُﻦ‬ ‫ﺼ َﻞ اﻟْ َﻮﻓَﺎءُ اﻟـﺘﱠـﺎ ﱡم؛ اِﻧْـ َﻔـ ﱠ‬ َ ‫ ﻓَـِﺈ ْن َﺣ‬-[٣٥٠]



[350]- Kalau pembayaran penuh sudah terjadi (hutang dibayar lunas -pent); maka gadai telah terlepas (barang yang digadaikan dikembalikan kepada pemiliknya -pent)51.



ِ ‫ وإِ ْن ﻟَـﻢ ﻳـﺤﺼﻞ وﻃَـﻠَﺐ ﺻ‬-[٣٥١] ‫ﺐ‬ ‫ـﺎﺣ‬ َ ُ َ َ َ ُْ َْ ْ ِ َ ْ‫اﻟ‬ ‫ َوَﻣﺎ‬،‫ﺐ ﺑَـْﻴـﻌُﻪُ َواﻟْ َﻮﻓَﺎءُ ِﻣ ْﻦ ﺛَ َـﻤـﻨِ ِـﻪ‬ َ ‫ـﺤ ّﻖ ﺑَـْﻴ َﻊ اﻟـﱠﺮْﻫ ِﻦ؛ َو َﺟ‬ ِ َ‫ﺑ ِﻘﻲ ِﻣﻦ اﻟـﺜﱠـﻤ ِﻦ ﺑـﻌﺪ وﻓ‬ ‫ َوإِ ْن ﺑَِﻘ َﻲ ِﻣ َﻦ‬،‫ـﺤ ِّﻖ؛ ﻓَـﻠِ َـﺮﺑِـّ ِـﻪ‬ ‫ﻟ‬ ‫ا‬ ‫ﺎء‬ ْ َ َ ََْ َ َ َ َ .‫اﻟﺪﱠﻳْ ِﻦ َﺷ ْﻲءٌ؛ ﻳَـْﺒـ َﻘﻰ َدﻳْــﻨًﺎ ُﻣ ْﺮ َﺳ ًﻼ ﺑِ َـﻼ َرْﻫ ٍﻦ‬



kerusakan atau kehilangan, seperti: HP yang dipegang oleh Murtahin dicuri orang -padahal sudah disimpan rapi-, atau terjadi gempa sehingga HP terjatuh dan rusak. Maka Murtahin tidak menanggung kerusakan atau kehilangan; kecuali kalau: - Ta’addii (melampaui batas), seperti: dia menggunakan HP tersebut sampai rusak. - Tafriith (kurang dalam penjagaaan), seperti: tidak disimpan pada tempat yang semestinya. Contoh: HP diletakkan di luar rumah, sehingga diambil orang. Kaidah ini berlaku dalam amanah secara umum, termasuk di dalamnya: Rahn. 51 Yakni: jika A berhutang kepada B dan telah menyerahkan Rahn kepada B, kemudian setelah jatuh tempo; A mampu untuk membayar hutangnya; maka B harus menyerahkan Rahn tersebut kepada A. 46



[351]- Jika tidak terjadi (pembayaran hutang) dan pemilik hak (orang yang menghutangi) meminta agar barang gadai dijual; maka wajib dijual dan hasil penjualannya digunakan untuk melunasi hutang, dan uang penjualan yang tersisa setelah hutang dilunasi; maka diserahkan ke pemilik barang gadai. Adapun jika ternyata uang hasil penjualan masih kurang untuk melunasi hutang; maka berarti (sisa hutangnya) menjadi hutang biasa tanpa ada penggadaian (jaminan)52.



ِ ،ُ‫ﺿ َﻤﺎﻧـُﻪ‬ َ ‫َﺣ ٌﺪ؛ ﻓَـ َﻌﻠَـْﻴـﻪ‬ َ َ‫ َوإِ ْن أَﺗْـﻠ‬-[٣٥٢] َ ‫ﻒ اﻟﱠﺮْﻫ َﻦ أ‬ .‫ﻳَ ُﻜﻮ ُن َرْﻫـﻨًﺎ‬ [352]- Kalau ada yang menghancurkan barang gadai; maka ia harus menggantinya (dengan barang yang sama atau uang senilai



52



Contohnya: A mau meminjam uang dari B 500 ribu dilunasi nanti setelah satu bulan, maka B berkata: “Berikan aku Rahn!” Dan A menyerahkan HP nya sebagai Rahn. Setelah jatuh tempo (satu bulan); B mendatangi A dan memintanya untuk melunasi hutangnya, dan ternyata A belum memiliki uang untuk membayarnya. Maka B berhak untuk menjual HP tersebut: - Kalau harga HP tersebut adalah 400 ribu; maka berarti A masih hutang 100 ribu. - Kalau harga HP tersebut adalah 600 ribu; maka sisa 100 ribu diserahkan ke A. 47



dengannya -pent) dan (ganti tersebut) menjadi (ganti dari) barang gadai (yang hancur)53.



.‫ َوُﻣ ْﺆﻧَـﺘُﻪُ َﻋﻠَﻰ َرﺑِّـ ِﻪ‬،ُ‫ َوﻧَـ َﻤ ُﺎؤﻩُ ﺗَـﺒَ ٌﻊ ﻟَﻪ‬-[٣٥٣] [353]- Berkembangnya (barang gadai) mengikutinya (ikut menjadi gadai juga -pent), dan ongkos pemeliharaannya ditanggung pemilik barang54.



ِْ ‫ وﻟَـﻴﺲ ﻟِـﻠـﱠﺮ ِاﻫ ِﻦ‬-[٣٥٤] ‫اﻻﻧْـﺘِـ َﻔـﺎعُ ﺑِـ ِﻪ إِﱠﻻ ﺑِِﺈ ْذ ِن‬ َ َْ ‫ ))اﻟﻈﱠ ْﻬ ُﺮ‬: ‫ أ َْو ﺑِـِﺈ ْذ ِن اﻟﺸﱠﺎ ِرِع ﻓِـ ْﻲ ﻗَـ ْﻮﻟِِﻪ‬،‫ْاﻵ َﺧـ ِﺮ‬ ِِ ‫ب‬ ُ ‫ َوﻟَـﺒَـ ُﻦ اﻟ ﱠﺪ ِّر ﻳُ ْﺸ َﺮ‬،‫ﺐ ﺑِـﻨَـ َﻔـ َﻘـﺘـﻪ إِ َذا َﻛﺎ َن َﻣ ْﺮُﻫ ْﻮﻧًﺎ‬ ُ ‫ﻳُـ ْﺮَﻛ‬ ِ ‫ و َﻋﻠَﻰ اﻟﱠ‬،‫ﺑِـﻨَـ َﻔـ َﻘـﺘِـ ِﻪ إِذَا َﻛﺎ َن ﻣﺮﻫﻮﻧًﺎ‬ ‫ﺐ‬ ‫ﻛ‬ ‫ﺮ‬ ‫ـ‬ ‫ﻳ‬ ‫ي‬ ‫ﺬ‬ َ َ َ ُْ َْ ُ ْ .‫ي‬ ‫ب اﻟﻨﱠـ َﻔـ َﻘـﺔُ(( َرَواﻩُ اﻟْﺒُ َﺨﺎ ِر ﱡ‬ ُ ‫َوﻳَ ْﺸ َﺮ‬ 53



Seperti :Ada orang yang merusak HP yang menjadi Rahn; maka orang ini harus mengganti dengan HP yang semisal, dan ganti HP tersebut dipegang oleh Murtahin sebagai Rahn dari hutangnya kepada Raahin. 54 Contoh: kalau Rahn-nya berupa kambing dan ternyata kambingya melahirkan; maka anak kambingnya ikut menjadi Rahn. Adapun kalau kambing tersebut butuh kepada penggembala yang harus dibayar; maka yang membayar adalah Murtahin. 48



[354]- Raahin (orang yang berhutang dan telah menggadaikan barangnya) tidak boleh menggunakan (barang)nya kecuali dengan izin orang yang lain (yang menghutanginya dan menyimpan barang gadainya [Murtahin] -pent), atau yang diizinkan syar’iat dalam sabda Nabi : “Binatang tunggangan yang digadaikan boleh dinaiki (oleh Murtahin) jika dia membiayai pemeliharaannya, dan air susu dari binatang gadaian boleh diminum (oleh Murtahin) jika dia membiayai pemeliharaannya. Kewajiban pihak yang menaiki dan minum air susunya adalah membiayai pemeliharaannya.” HR. Al-Bukhari55.



55



Secara umum Raahin tidak boleh menggunakan Rahn-nya, kecuali mendapat izin dari Murtahin, seperti orang yang menggadaikan HP-nya dia ingin menggunkan HP tersebut dan minta izin Murtahin, kemudian Murtahin membolehkan. Demikian juga Murtahin boleh mengambil manfaat dari Rahn jika berbentuk binatang; seperti: kambing, sapi, unta, dan lainnya. Maka sebagaimana disebutkan dalam hadits: syari’at memberikan izin. Contohnya: Jika Rahn berupa sapi; maka Murtahin boleh memerah susunya, dengan syarat: dia yang memberi makan kepada sapi tersebut. Atau kalau Rahn-nya berupa unta; maka Murtahin boleh menggunakannya sebagai kendaraan (menungganginya); dengan syarat: dia yang memberi makan kepada unta tersebut. 49



‫ﻀـ َﻤ َﻦ اﻟْـ َﺤ ﱠﻖ َﻋ ِﻦ اﻟﱠ ِﺬ ْي‬ ‫ َواﻟ ﱠ‬-[٣٥٥] ْ َ‫ أَ ْن ﻳ‬:‫ﻀـ َﻤﺎ ُن‬ .‫َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬ [355]- Dhamaan adalah: seseorang (pihak ketiga) yang akan menanggung hutang jika orang yang berhutang tidak mampu bayar (ketika jatuh tempo)56.



‫ﻀـﺎ ِر ﺑـَ َﺪ ِن‬ َ ‫ أَ ﱠن ﻳَـْﻠـﺘَـ ِﺰَم ﺑِـِﺈ ْﺣ‬:ُ‫ َواﻟْ َﻜـ َﻔـﺎﻟَـﺔ‬-[٣٥٦] .‫ﺼـ ِﻢ‬ ْ ‫اﻟْـ َﺨـ‬ [356]- Dan Kafaalah adalah: Seorang (pihak ketiga) menjamin bahwa ia yang akan menghadirkan orang yang berhutang (ketika jatuh tempo)57. 56



Dhamaan adalah: tanggungan dari orang ketiga yang akan menanggung hutang jika orang yang berhutang tidak mampu bayar ketika jatuh tempo. Contoh: A berhutang satu juta kepada B dengan tempo satu bulan, kemudian C mengatakan kepada B: “Saya akan menanggung hutang A jika dia tidak mampu bayar pada waktunya.” Maka ketika berlalu satu bulan dan tiba waktunya A membayar hutang kepada B; ternyata A tidak memiliki uang untuk membayar atau A sedang tidak ada (pergi atau hilang); maka B datang kepada C untuk meminta agar C membayar hutang A. 57 Kafaalah adalah: jaminan dari pihak ketiga bahwa ia yang akan menghadirkan orang yang berhutang ketika jatuh tempo, jadi ia tidak menanggung hutangnya; akan tetapi hanya 50



((‫ ))اﻟـ ﱠﺰ ِﻋـ ْﻴـ ُﻢ ﻏَـﺎ ِرٌم‬: ‫ ﻗَ َﺎل‬-[٣٥٧] [357]- Nabi  bersabda: “Penjamin (dengan Dhamaan & Kafaalah) adalah orang yang hutang.”58



ِ :‫ﺿ ِﺎﻣ ٌﻦ إِﱠﻻ‬ َ ‫ ﻓَ ُﻜﻞﱞ ﻣْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ‬-[٣٥٨]



[358]- Maka masing-masing dari keduanya adalah penjamin; kecuali:



،‫ إِ ْن ﻗَ َﺎم ﺑِـ َﻤﺎ اﻟْـﺘَـَﺰَم ﺑِِﻪ‬-١ 1. Dia menepati jaminannya.



ِ ‫ أَو أَﺑـﺮأَﻩ‬-٢ ،‫ﺐ اﻟْـ َﺤ ِّﻖ‬ َ ُ َْ ْ ُ ‫ﺻﺎﺣ‬ menjamin bahwa ia bisa mendatangkan orang yang berhutnag jika sudah jatuh tempo. Contoh: A berhutang kepada B tapi B tidak mau menghutangi karena khawatir A akan pergi jika jatuh tempo. Maka datanglah C mengatakan kepada B: “Saya akan menjamin untuk bisa mendatangkan A ketika jatuh tempo. ”Maka ketika jatuh tempo, kemudian C mendatangkan A kehadapan B tapi A tidak mampu melunasi hutang B: maka hal itu bukan urusan C lagi; karena tugas dia hanyalah untuk mendatangkan A. 58 Seorang dhamiin (yang melakukan dhamaan): jika orang yang berhutang telah membayar hutangnya; maka ia bebas. Dan jika tidak; maka dia dihitung berhutang. Demikian juga kafiil (orang yang memberikan kafaalah): dia juga dianggap berhutang jika dia belum bisa menghadirkan orang yang berhutang pada waktunya. 51



2. Pemilik hak (orang yang menghutangi) membebaskannya (penjamin).



ِ ‫ئ ْاﻷ‬ .‫ َوﷲُ أ َْﻋﻠَ ُﻢ‬.‫َﺻـْﻴ ُﻞ‬ َ ‫ أ َْو ﺑَ ِﺮ‬-٣



3. Orang yang berhutang telah terbebas (dari hutangnya). Wallaahu A’lam.



52



ِ‫ﺲ أَو ﻏَـﻴـ ِﺮﻩ‬ ِ ْ ْ ٍ ‫ اﻟْـ َﺤـ ْﺠـ ِﺮ ﻟـ َﻔـﻠَـ‬:‫ﺎب‬ ُ ‫ﺑَـ‬ Hajr (menahan pengelolaan harta) Karena Falas (hutang lebih banyak dari harta) dan lainnya59



‫ َوَﻣ ْﻦ ﻟَـﻪُ اﻟْـ َﺤـ ﱡﻖ؛ ﻓَـ َﻌـﻠَـْﻴـ ِﻪ أَ ْن ﻳـُْﻨـ ِﻈـَﺮ‬-[٣٥٩] .‫اﻟْ ُﻤ ْﻌ ِﺴـَﺮ‬ [359]- Seseorang yang memiliki hak (piutang); maka ia harus memberikan tangguh kepada orang yang kesulitan membayar hutangnya60.



59



Al-Hajru adalah: menahan seseorang dari mengelola hartanya. Jika Hajr tersebut dimaksudkan untuk kemaslahatan pemilik harta; maka dinamakan: hajru safah. Sedangkan kalau untuk kemaslahatan orang lain; maka dinamakan: hajru falas. Dan Falas adalah miskin, dan yang dimaksud di sini adalah: hutangnya lebih banyak dari hartanya. 60 Jika ada orang berhutang kepadamu kemudian dia tidak bisa membayar hutang ketika jatuh tempo; maka engkau harus memberi tangguh atau penundaan, sebagaimana firman Allah:



Z...¿ ¾ ½ ¼ » º ¹ [ 53



.‫ َوﻳَـْﻨـﺒَـﻐِـ ْﻲ أَ ْن ﻳُـﻴَـ ِّﺴـَﺮ َﻋﻠَﻰ اﻟْ ُﻤ ْﻮ ِﺳـ ِﺮ‬-[٣٦٠]



[360]- Dan hendaknya memberi kemudahan atas orang yang bisa membayar hutangnya61.



‫اﻟْـ َﻮﻓَﺎءُ َﻛ ِﺎﻣ ًﻼ‬



‫اﻟْـ َﺤـ ﱡﻖ؛ ﻓَـ َﻌﻠَـْﻴـ ِﻪ‬



‫ َوَﻣ ْﻦ َﻋﻠَـْﻴـ ِﻪ‬-[٣٦١] ِ ‫ﺼ ـ َﻔ‬ ِ .‫ﺎت‬ ّ ‫ﺑِﺎﻟْـ َﻘـ ْﺪ ِر َواﻟـ‬



[361]- Bagi orang yang berhutang; maka wajib melunasi secara sempurna baik dari segi kadar maupun sifat.



ِ ‫ ﻓَِﺈ َذا‬،‫ْﻢ‬ ٌ ‫ْﻞ اﻟْﻐَـﻨـ ِّﻲ ﻇُﻠ‬ ُ ‫ )) َﻣﻄ‬: ‫ ﻗَ َﺎل‬-[٣٦٢] ٍ ‫أ ُِﺣـﻴـﻞ ﺑِـ َﺪﻳـﻨِ ِـﻪ ﻋﻠَﻰ ﻣﻠِﻲ‬ ،‫ـﻞ(( ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬ ‫ـﺘ‬ ‫ـﺤ‬ ‫ْﻴ‬ ‫ﻠ‬ ‫ـ‬ ‫ﻓ‬ ‫؛‬ ‫ء‬ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ ْ َْ ِ .‫ﺎﺳ ـَﺮِة‬ َ ‫َو ٰﻫ َﺬا ﻣ َﻦ اﻟْـ ُﻤـﻴَـ‬ “Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesulitan; maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan…” (QS. Al-Baqarah: 280) Maka engkau jangan berlaku keras kepadanya jika engkau tahu bahwasanya dia mu’sir (kesulitan membayar hutang). Adapun kalau orang yang berhutang kepadamu adalah mumaathil (orang yang menunda-nunda membayar hutang) padahal dia mampu; maka engkau bisa meminta hajr. 61 Yakni tidak boleh bersikap keras kepada orang yang berhutang walaupun dia muusir (orang yang mampu membayar hutang). 54



[362]- Rasulullah  bersabda: “Penundaan bayar hutang oleh orang kaya adalah kezhaliman. Dan jika hutangnya dipindahkan kepada malii’; maka pindahlah.” Muttafaqun ‘Alaihi. Ini termasuk dalam kategori memudahkan62.



62



Makna hadits ini adalah: bahwa seorang yang kaya tidak boleh menunda membayar hutang; seperti: dia berhutang dengan tempo satu bulan, kemudian dia undur sampai dua atau tiga bulan. Dikhususkan orang kaya karena: orang miskin yang menunda pembayaran hutang; maka dia punya udzur, karena dia tidak memiliki apa pun untuk membayar hutangnya. Sabda Nabi: “Dan jika hutangnya dipindahkan kepada malii’; maka pindahlah.”: Ini adalah bab Hiwaalah; yaitu: pemindahan hutang dari satu tanggungan ke tanggungan yang lain. Contohnya: A menghutangi B 100, dan B juga pernah menghutangi 100 ke C. Ketika A datang ke B meminta agar hutangnya dibayar; maka B berkata: “Saya pindahkan ke C.” Maka A harus menerima; jika C adalah orang yang malii’. Malii’ adalah yang memiliki 3 (tiga) sifat: Pertama: memiliki harta untuk membayar hutang Kedua: bukan mumaathil (orang yang menunda-nunda membayar hutang), karena kadang ada orang kaya yang tidak peduli untuk membayar hutangnya; sehingga dia menunda-nunda pembayaran walaupun kaya. Ketiga: bisa dihadirkan oleh orang yang memindahkan hutangnya. Adapun jika tidak bisa dihadirkan oleh orang yang memindahkan hutang; maka hiwaalah-nya boleh ditolak, seperti: pejabat atau orang penting yang tidak bisa dihadirkan karena tingginya kedudukan mereka bagi orang yang memindahkan hutang tadi. 55



،‫ ُﻫ َﻮ اﻟْـ َﻘ ِﺎد ُر َﻋﻠَﻰ اﻟْ َﻮﻓَ ِﺎء‬:ُ‫ ﻓَﺎﻟْ َﻤﻠِ ْﻲء‬-[٣٦٣] ِ ِ ‫اﻟﺬي ﻟَـﻴﺲ ﻣـﻤ‬ ِ ‫ وﻳـﻤ ِﻜﻦ ﺗَـﺤ‬،‫ﺎﻃ ًﻼ‬ ِ ِ‫ﻀـْﻴـ ُﺮﻩُ ﻟِ َﻤ ْﺠﻠ‬ ‫ﺲ‬ ْ ُ ْ َُ ْ َُ َ ْ .‫اﻟْـ ُﺤ ْﻜ ِﻢ‬ [363]- Malii’ adalah: orang yang mampu untuk melunasi dan tidak menunda pembayaran, serta ia bisa dihadirkan ke pengadilan.



ِ َ‫ وإِ َذا َﻛﺎﻧ‬-[٣٦٤] ‫ﺖ اﻟﺪﱡﻳـُ ْﻮ ُن أَ ْﻛﺜَـَﺮ ِﻣ ْﻦ َﻣ ِﺎل‬ َ ِ ‫اﻹﻧْﺴ‬ ِ َ‫ وﻃَﻠ‬،‫ﺎن‬ ‫ﻀ ُﻬ ْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟْـ َﺤﺎﻛِ ِﻢ أَ ْن‬ ُ ‫ﺐ اﻟْﻐَُﺮَﻣﺎءُ أ َْو ﺑَـ ْﻌ‬ َ َ ِْ ِ ‫ وﻣﻨَـﻌﻪ ِﻣﻦ اﻟـﺘﱠـﺼ ـﱡﺮ‬،‫ ﺣﺠﺮ ﻋﻠَﻴ ِﻪ‬:‫ﻳـﺤﺠﺮ ﻋﻠَﻴ ِﻪ‬ ‫ف ﻓِـ ْﻲ‬ َ َ ُ َ َ َ ْ َ ََ َ ْ َ َُ ْ َ ِِ ِ ‫ َوﻳـُ َﻘ ِّﺴ ُﻤﻪُ َﻋﻠَﻰ اﻟْﻐَُﺮَﻣ ِﺎء‬،ُ‫ﺼ ِّﻔ ْﻲ َﻣﺎﻟَـﻪ‬ َ ُ‫ ﺛـُ ﱠﻢ ﻳ‬،‫َﺟـﻤْﻴ ِﻊ َﻣﺎﻟـﻪ‬ .‫ﺑَِﻘ ْﺪ ِر ُدﻳـُ ْﻮﻧـِ ِﻬ ْﻢ‬ [364]- Kalau hutang seseorang lebih banyak dari hartanya dan orang-orang yang menghutangi atau sebagian mereka minta kepada Hakim untuk melakukan Hajr atasnya: maka Hakim melakukan Hajr atasnya, dan ia dicegah dari mengelola seluruh hartanya, kemudian (Hakim) membersihkan hartanya (mengambil yang di luar kebutuhannya -pent)



56



dan membagikannya kepada orang-orang yang menghutanginya sesuai dengan piutang 63 mereka . 63



Orang yang berhutang ada dua jenis: Pertama: orang yang kelebihan hartanya (harta yang di luar kebutuhan pokoknya) adalah sebanding dengan hutangnya atau lebih banyak dari hutangnya. Maka dia diharuskan oleh hakim untuk membayar hutangnya, kalau tidak mau; maka dia bisa dipenjara. Kedua:orang yang tidak memiliki kelebihan harta untuk membayar hutang. Dan ini ada dua: 1. Seorang yang tidak memiliki kelebihan harta sama sekali, dimana dia hanya memiliki rumah sebagai tempat tinggalnya dan makanan untuk kebutuhan pokoknya. Maka orang semacam ini tidak boleh dilakukan hajr atasnya dan tidak boleh dipaksa untuk membayar hutangnya; bahkan orang yang menghutanginya tidak boleh melaporkannya (ke hakim). 2. Orang yang memiliki kelebihan harta akan tetapi kurang untuk membayar hutangnya. Maka orang inilah yang dilakukan hajr atasnya. Contoh: orang yang memiliki hutang 500 (lima ratus) ribu dan kelebihan hartanya hanya sekitar 100 (seratus) ribu. Dan makna hajr adalah: diumumkan kepada manusia agar tidak membeli barang darinya, tidak berhutang darinya dan tidak menghutanginya.Kemudian hakim melakukan pembersihan terhadap hartanya,yakni: hakim mengumpulkan harta miliknya yang di luar kebutuhannya; seperti: barang dagangan yang ada di tokonya atau barang-barang yang ada dirumahnya akan tetapi di luar kebutuhan pokoknya, kemudian hakim menjual semuanya. Jika harganya 100 (seratus) ribu; maka dibagi-bagi kepada orang orang yang telah menghutangi orang tadi: masing masing mendapat seperlima (karena hutangnya 500 (lima ratus) ribu sedangkan hartanya hanya 100 (seratus) ribu). Kalau ada yang menghutangi 50 (lima puluh) ribu; maka dia diberi 10 (sepuluh), dan kalau ada yang menghutangi 100 (seratus) ribu; maka dia 57



:‫ َوَﻻ ﻳـُ َﻘ ِّﺪ ُم ِﻣْﻨـ ُﻬ ْﻢ إِﱠﻻ‬-[٣٦٥] [365]- Dan tidak ada yang lebih didahulukan (oleh hakim) dari orang-orang (yang berpiutang) tersebut (untuk dibayarkan hutangnya) kecuali:



ِ ‫ ﺻ‬-١ .‫ﺐ اﻟﱠﺮْﻫ ِﻦ ﺑِـَﺮْﻫـﻨِـ ِﻪ‬ ‫ﺎﺣ‬ َ َ 1- Pemegang barang gadai (dari orang yang berhutang tadi; maka) ia lebih berhak terhadap barang gadainya64.



diberi 20 (dua puluh) ribu, karena masing masing diberi seperlima. 64 Jika salah satu dari yang menghutangi ternyata memegang rahn; maka dia lebih didahulukan atas orang orang yang menghutangi lainnya. Contoh: A berhutang kepada 5 (lima) orang yang total hutangnya 500 (lima ratus) ribu, sedangkan A mengalami falas (hutangnya lebih banyak dari hartanya). Ternyata ketika berhutang kepada salah satu dari lima orang itu; dia memberikan rahn berupa barang. Maka kalau orang yang memegang rahn telah menghutangi 100 (seratus) ribu kemudian rahn dijual dan ternyata harganya 100 ( seratus) ribu; maka uang 100 (seratus) ribu itu diberikan kepadanya, dan orang orang lain yang menghutangi tidak mendapat uang dari hasil menjual rahn. Adapun kalau harga jual rahn 200 (dua ratus) ribu; maka pemegang rahn mendapat 100 (seratus) ribu dan 100 (seratus) ribu sisanya dibagi-bagikan kepada 4 (empat) orang orang yang menghutangi lainnya. 58



‫ )) َﻣ ْﻦ أَ ْد َر َك َﻣﺎﻟَﻪُ ِﻋ ْﻨ َﺪ َر ُﺟ ٍﻞ ﻗَ ْﺪ‬: ‫ َوﻗَ َﺎل‬-٢ .‫َﺣ ﱡﻖ ﺑِـ ِﻪ ِﻣ ْﻦ ﻏَـ ْﻴـ ِﺮِﻩ(( ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬ َ ‫ﺲ؛ ﻓَـ ُﻬ َﻮ أ‬ َ َ‫أَﻓْـﻠ‬



2- Nabi  bersabda: “Barangsiapa mendapati barangnya (yang ia hutangkan) ada pada orang (yang hutang darinya) yang telah Falas; maka ia yang paling berhak untuk mendapatkan barang itu dari orang lain (yang juga menghutangi orang tersebut pent).” Muttafaqun ‘Alaihi.



ِ ‫ وﻳـ‬-[٣٦٦] ‫ﺼـﻐِـْﻴـ ِﺮ َواﻟ ﱠﺴـ ِﻔـْﻴـ ِﻪ‬ ‫ﺠ‬ ‫ﺐ َﻋﻠَﻰ َوﻟِـ ِّﻲ اﻟ ﱠ‬ ُ ََ ِ ‫ أَ ْن ﻳـﻤـﻨَـﻌﻬﻢ ِﻣﻦ اﻟـﺘﱠـﺼﱡﺮ‬:‫واﻟْﻤﺠـﻨُـﻮ ِن‬ ‫ف ﻓِـ ْﻲ َﻣﺎﻟِـ ِﻬ ُﻢ‬ َ َ ْ َُ ْ َ ْ َْ َ ِ .‫ﻀـﱡﺮُﻫ ْﻢ‬ ُ ‫اﻟﱠﺬ ْي ﻳَـ‬



[366]- Wajib atas wali dari anak kecil, orang bodoh, dan orang gila: untuk menahan mereka dari mengelola harta mereka dengan (pengelolaan) yang membahayakan mereka.



© ¨ § ¦ ¥ ¤ [ :‫ﺎل ﺗَـ َﻌﺎﻟَـﻰ‬ َ َ‫ﻗ‬



[٥ :‫ ]اﻟـﻨِّـ َﺴـﺎء‬Z...¬ « ª 59



Allah Ta’aalaa berfirman: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan…” (QS. An-Nisaa’: 5)65



65



Anak kecil, orang bodoh dan orang gila: tidak diberi kekuasaan atas harta mereka karena mereka akan menghancurkan harta tersebut dan tidak tahu cara mengelolanya. Maka mereka tidak boleh mengelola harta mereka dan tidak diberi kekuasaan atasnya karena harta harus dihargai. Sehingga wajib atas wali mereka: untuk mencegah mereka dari mengelola harta dengan pengelolaan yang membahayakan, maka ini merupakan hajr untuk maslahat mereka. Wali diperintahkan untuk menjaga harta mereka sampai mereka baligh jika mereka telah baligh dan memiliki ar-Rusydu; baru diserahkan harta mereka kepada mereka, sebagaimana firman Allah:



¿ ¾ ½ ¼ » º ¹ ¸ ¶[ Z...Ã Â Á À “Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya….” (QS. An-Nisa’ : 6) Ar-Rusydu adalah: bagusnya pengelolaan terhadap harta. Jika seorang anak telah mencapai ar-Rusydu, bagus pengelolaannya, tidak bodoh, tidak menghamburkan uang dalam yang haram, tidak membeli hal-hal yang tidak perlu, dan tidak berlebihan dalam menggunakan harta: maka ketika dia lebih berhak terhadap hartanya. 60



ِ ‫ب َﻣﺎﻟَـ ُﻬ ْﻢ إِﱠﻻ ﺑِﺎﻟﱠِ ْﱵ ِﻫ َﻲ‬ َ ‫ أَﱠﻻ ﻳَـ ْﻘـَﺮ‬:‫ َو َﻋﻠَـْﻴـﻪ‬-[٣٦٧] ِ ‫ وﺻﺮ‬،‫ف اﻟﻨﱠﺎﻓِ ِﻊ ﻟَـﻬﻢ‬ ِ ‫ واﻟﺘﱠﺼـﱡﺮ‬،‫ ِﺣ ْﻔ ِﻈﻪ‬:‫أَﺣﺴﻦ؛ ِﻣﻦ‬ ‫ف‬ َ َ ْ َُ ْ َْ َ ْ ُ .ُ‫ﺎﺟـ ْﻮ َن إِﻟَـْﻴـ ِﻪ ِﻣـْﻨـﻪ‬ ُ َ‫َﻣﺎ ﻳـَ ْﺤـﺘ‬ [367]- Dan (wali tersebut) tidak boleh mendekati harta mereka kecuali dengan cara yang paling baik; berupa: menjaganya, mengelola dengan (pengelolaan) yang bermanfaat bagi mereka, memberikan apa yang mereka butuhkan dari (harta) tersebut66.



66



Maka wali harus menjaga harta mereka dengan cara yang paling baik, sebagaimana firman Allah:



* ) ( ' & % $ # " ![ Z... ,+ “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa…” (Al-An’aam: 152) Sehingga wali menjaga harta mereka dan mengelolanya dengan pengelolaan yang bermanfaat, mengembangkannya dan memberikan nafkah kepada mereka dari harta tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka . 61



‫ ﻓَـِﺈ ْن ﻟَـ ْﻢ‬،‫ أَﺑـُ ْﻮُﻫ ُﻢ اﻟـﱠﺮِﺷـْﻴـ ُﺪ‬:‫ َوَوﻟِـﻴﱡـ ُﻬ ْﻢ‬-[٣٦٨] ‫ َﺟـ َﻌـ َﻞ اﻟْـ َﺤﺎﻛِ ُﻢ اﻟْـ َﻮَﻛـﺎﻟَـﺔَ ِﻷَ ْﺷـ َﻔـ ِﻖ َﻣـ ْﻦ ﻳـَ ِﺠ ُﺪﻩُ ِﻣ ْﻦ‬:‫ﻳَ ُﻜ ْﻦ‬ .‫ َو َآﻣـﻨِـ ِﻬ ْﻢ‬،‫ َوأ َْﻋـَﺮﻓِـ ِﻬ ْﻢ‬،‫أَﻗَـﺎ ِرﺑِـ ِﻪ‬ [368]- Dan wali mereka adalah: bapak mereka yang cerdas (pandai memelihara harta). Kalau tidak ada; maka Hakim menjadikan Wakaalah (perwakilan) bagi orang yang paling sayang kepada (anak) tersebut dari kerabatnya, paling mengenalnya dan paling amanah di antara mereka67.



‫ َوَﻣ ْﻦ َﻛـﺎ َن‬،‫ﻒ‬ ْ ‫ َوَﻣ ْﻦ َﻛﺎ َن َﻏـﻨِ ـﻴﺎ؛ ﻓَـ ْﻠـﻴَـﺘَـ َﻌـ ﱠﻔـ‬-[٣٦٩] ِ ‫ﻓَـ ِﻘـﻴـﺮا؛ ﻓَـ ْﻠـﻴـﺄْ ُﻛـﻞ ﺑِـﺎﻟْـﻤـﻌـﺮو‬ ِ ‫وﻫـﻮ ْاﻷَﻗَـ ﱡﻞ‬- ‫ف‬ ِ‫ُﺟ ـﺮة‬ ‫أ‬ : ‫ﻦ‬ ‫ـ‬ ‫ﻣ‬ ُْ ْ َ ْ َ ً ْ َ َُ َْ ْ .‫ َوﷲُ أ َْﻋﻠَ ُﻢ‬.-ُ‫ِﻣـﺜْـﻠِـ ِﻪ أ َْو ﻛِـ َﻔﺎﻳـَﺘُـﻪ‬



[369]- Barangsiapa (di antara wali itu) kaya (mampu); maka hendaklah dia menahan diri 67



Wali orang yang gila dan bodoh adalah: bapak mereka kalau memiliki ar-Rusydu, kalau tidak ada -seperti: bapak mereka sudah meninggal-; maka wali mereka adalah: kerabat terdekat mereka, asalkan dia orang shalih. Dan hakimlah yang menjadikan perwalian untuk diberikan kepada orang yang paling sayang kepada mereka dari kerabatnya; yakni: kerabat yang paling mengasihani dan yang paling bersemangat untuk kemaslahatan mereka. 62



(dari memakan hartanya), dan barangsiapa miskin; maka boleh dia makan (dari harta itu) menurut cara yang ma’ruf -yaitu: yang lebih sedikit antara: upah semisalnya atau sekedar yang mencukupinya-. Wallaahu A’lam.68 68



Yakni: Jika umumnya orang yang mengurus harta; upahnya adalah: 10 ribu, sedangkan wali tadi adalah orang miskin tapi hanya butuh kepada 5 ribu; maka ia mengambil 5 ribu. Jika wali tersebut miskin dan butuh kepada 15 ribu; maka ia hanya boleh mengambil 10 ribu seperti upah yang semestinya. Allah Ta’aalaa berfirman:



Ô Ó Ò Ñ ÐÏ Î Í Ì... [ Z...Õ “…Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut…” (QS. An-Nisaa’: 6) Yakni; jika wali mengelola harta mereka dan mengembangkannya dalam usaha dan usaha tersebut mendapatkan keuntungan, jika wali tersebut faqir; maka dia mengambil dari keuntungan harta tersebut: sesuatu yang bisa mencukupinya dan menutup kebutuhannya. Dan jika kebutuhannya tidak tercukupi kecuali dengan mengambil bagian yang banyak melebihi upah yang semestinya; maka dia hanya boleh mengambil sesuai dengan upah yang semestinya Contoh: jika ada harta seorang anak yatim: seratus ribu, kemudian datang seorang yang mengatakan: “Saya akan menjaga harta tersebut dan mengembangkannya, dan untuk penjagaan dan pengembangan harta tersebut setiap tahunnya saya meminta upah sepuluh ribu.” Kemudian wali dari anak yatim tersebut mengatakan: “Saya lebih berhak, karena itu harta kerabatku, 63



akan tetapi aku faqir.” Maka kita katakan kepada wali ini: Berapa kebutuhanmu? Kalau dia menjawab: “Lima ribu pertahun.” Maka kita katakan: Cukupkanlah dirimu dengan lima ribu tersebut, walaupun orang lain bisa mendapatkan upah sepuluh ribu. Kalau wali itu ternyata kebutuhannya lima belas ribu; maka kita katakan: Cukupkanlah dirimu atas upah sepuluh ribu seperti orang lain dan jangan menambah. Intinya: kalau wali tersebut tercukupi dengan lima ribu; maka dia mencukupkan diri dengan lima ribu tersebut, dan kalau dia tidak tercukupi kecuali dengan lima belas ribu; maka dia mencukupkan atas sepuluh ribu. Inilah makna firman Allah:



Z...ÖÕ Ô... [ “…maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut…” (QS. An-Nisaa’: 6) Dan ma’ruf (cara yang patut) adalah: yang lebih sedikit antara upah yang semisalnya atau yang mencukupinya. 64



‫ْﺢ‬ ِ ‫ﺼ ـﻠ‬ ‫ اﻟ ﱡ‬:‫ـﺎب‬ ُ َ‫ﺑ‬



Bab: Shulh (Perdamaian)69



‫ْﺢ َﺟـﺎﺋِ ٌـﺰ ﺑَ ْـﻴ َـﻦ‬ ‫ ))اﻟ ﱡ‬: ‫ﱠﱯ‬ َ َ‫ ﻗ‬-[٣٧٠] ‫ـﺎل اﻟﻨِ ﱡ‬ ُ ‫ﺼ ـﻠ‬ ِ ((‫َﺣ ﱠﻞ َﺣ َﺮ ًاﻣﺎ‬ ُ ‫اﻟ ُْﻤ ْﺴـﻠ ِﻤ ْﻴ َـﻦ إِﱠﻻ‬ َ ‫ْﺤﺎ َﺣ ﱠﺮَم َﺣ َﻼًﻻ أ َْو أ‬ ً ‫ﺻﻠ‬ ِ ‫رواﻩ أَﺑـﻮ داود واﻟـﺘِـﺮِﻣ‬ ،‫ﺻ ِﺤْﻴ ٌﺢ‬ : ‫ﺎل‬ ‫ﻗ‬ ‫و‬ ، ‫ي‬ ‫ـﺬ‬ ‫ـﻦ‬ ‫ﺴ‬ ‫ﺣ‬ َ ‫ﱡ‬ َ َ ٌََ ْ ّ َ َ ُ َ ُْ ُ ََ َ .‫ـﺤﺎﻛِ ُﻢ‬ َ ‫َو‬ َ ْ‫ﺻ ﱠﺤ َﺤﻪُ اﻟ‬



[370]- Nabi  bersabda: “Perdamaian antara kaum muslimin dibolehkan, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal



69



Ash-Shulh adalah: akad untuk mendamaikan antara dua pihak yang berselisih. Contohnya: 1. Engkau menghutangi orang lain dan engkau lupa berapa hutangnya dan dia juga lupa berapa hutangnya, maka engkau mengatakan kepadanya: kita mengadakan shulh, maka berikan aku lima puluh ribu saja, dan orang itu mengatakan: aku berikan lima puluh ribu dan aku maafkan kalau ada kelebihan. 2. Demikian juga jika orang yang hutang kepadamu mumaathil dan engkau tidak bisa melaporkanya pada hakim; maka engkau melakukan shulh bersamanya agar dia cukup membayar setengah dari hutangnya. 65



atau menghalalkan yang haram.”70 HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dan dia berkata: “Hasan Shahih.” Dan dishahihkan oleh AlHakim.



ٍ ْ ‫ﲔ ﺑِ َﻌ‬ ٍ ْ ‫ﺻﺎﻟَـ َﺤﻪُ َﻋ ْﻦ َﻋ‬ ‫ُﺧَﺮى أ َْو‬ ْ‫ﲔأ‬ َ ‫ ﻓَِﺈذَا‬-[٣٧١] .‫ َﺟ َﺎز‬:‫ﺑِ َﺪﻳْ ٍﻦ‬ [371]- Jika berdamai tentang suatu barang dibayar dengan barang yang lain atau dengan hutang: maka boleh71. 70



Yaitu: jika salah satu dari keduanya dusta; maka dia telah menghalalkan yang haram. Seperti: ada orang yang datang kepadamu dan mengatakan: “Engkau hutang padaku seratus ribu.” Maka karena engkau lupa; engkau katakan kepadanya: “Kita mengadakan shulh, maka aku berikan lima puluh ribu saja.” Maka disini dia telah memakan yang haram. Contoh lain dari shulh yang haram: seperti shulh dengan riba; maka ini shulh yang menghalalkan yang haram. Contoh lain: seperti shulh yang disebutkan dalam riwayat hadits: ada seorang laki-laki belum menikah yang berzina, kemudian bapaknya ingin menebus hukumanya dengan seratus kambing dan seorang budak; maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menolaknya dan mengatakan bahwa hukuman bagi laki-laki tersebut adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun. 71 Contoh berdamai tentang suatu barang dibayar dengan barang yang lain: Seperti A menuduh B bahwa B memiliki tanggungan sebuah mobil yang harus ia berikan kepada A (mungkin A meminjamkan mobil kepada B, kemudian mobilnya hilang karena kelalaian B), dan B pun mengaku, akan tetapi ia 66



ِ ُ‫ﺼﺎﻟَـ َﺤﻪُ َﻋْﻨﻪ‬ َ َ‫ َوإِ ْن َﻛﺎ َن ﻟَﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َدﻳْ ٌﻦ ﻓ‬-[٣٧٢] ٍ ْ ‫ﺑِ َﻌ‬ .‫ َﺟ َﺎز‬:‫ﻀﻪُ ﻗَـْﺒ َﻞ اﻟـﺘﱠـ َﻔـﱡﺮِق‬ َ َ‫ﲔ أ َْو ﺑِ َﺪﻳْ ٍﻦ ﻗَـﺒ‬ [372]- Jika seseorang memiliki hutang kepada orang lain, kemudian ia minta berdamai membayar dengan barang atau dengan hutang yang qabdh sebelum berpisah: hal ini dibolehkan.72



berkata: “Saya akan bayar mobil dengan sebidang tanah yang luasnya sekian.” Adapun contoh berdamai tentang suatu barang dibayar dengan hutang: Seperti A menuduh B bahwa B memiliki tanggungan sebuah mobil yang harus ia berikan kepada A (mungkin A meminjamkan mobil kepada B, kemudian mobilnya hilang karena kelalaian B), dan B pun mengaku, akan tetapi ia (B) berkata: “Saya akan bayar dengan 100 juta, tapi hutang sampai 1 tahun.” Maka ini boleh, karena sama dengan membeli mobil dengan cara hutang, dan hal itu adalah dibolehkan. 72 Contoh berdamai membayar hutang dengan barang: Seperti A menghutangi B sebuah mobil, kemudian ketika jatuh tempo: B tidak punya mobil untuk menggantinya, maka ia berkata: “Saya akan bayar mobil dengan sebidang tanah yang lausnya sekian.” Maka ini dibolehkan dan tidak disyaratkan harus Qabdh. Akan tetapi jika barangnya harus qabdh seperti hutang Burr dibayar Tamr; maka harus qabdh sebelum berpisah. Adapun contoh berdamai membayar hutang dengan hutang: Seperti A menghutangi B sebuah mobil, kemudian ketika jatuh tempo: B tidak punya mobil untuk menggantinya, maka ia berkata: “Saya akan bayar mobil dengan 100 juta, tapi hutang sampai 1 tahun.” Maka ini tidak boleh, karena termasuk jual beli hutang dengan hutang, kecuali jika B bisa menghadirkan uang 67



‫ﺻﺎﻟَـ َﺤﻪُ َﻋﻠَﻰ َﻣْﻨـ َﻔ َﻌ ٍﺔ ﻓِـ ْﻲ َﻋ َﻘﺎ ِرِﻩ أ َْو‬ َ ‫ أ َْو‬-[٣٧٣] ِ ‫ أَو ﺻﺎﻟَـﺢ ﻋ ِﻦ اﻟﺪﱠﻳ ِﻦ اﻟْﻤﺆ ﱠﺟ ِﻞ ﺑِـﺒـﻌ‬،‫َﻏ ِﲑِﻩ ﻣﻌﻠُﻮﻣ ٍﺔ‬ ‫ﻀ ِﻪ‬ َُ ْ َ َ َ ْ َْ ْ َ ْ َْ ِ ِ ُ‫ﺼﺎﻟَـ َﺤﻪ‬ َ َ‫ أَْو َﻛﺎ َن ﻟَﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َدﻳْ ٌﻦ َﻻ ﻳَـ ْﻌﻠَ َﻤﺎن ﻗَ ْﺪ َرﻩُ ﻓ‬،‫َﺣﺎﻻ‬ ٍ ِ .‫ﻚ‬ َ ‫ﺻـ ﱠﺢ ٰذﻟ‬ َ :‫َﻋﻠَﻰ َﺷ ْﻲء‬ [373]- Atau seseorang berdamai (membayar hutang) dengan manfaat dalam (menggunakan) ‘aqaar (barang tidak bergerak)73 miliknya74 atau (barang) yang lainnya75, asalkan jelas. Atau berdamai dalam hutang dengan dibayar kontan sebagian (dan merelakan sisanya)76, atau



100 juta saat itu juga sebelum keduanya berpisah; maka ini boleh. 73 Aqaar adalah: barang tidak bergerak, seperti: rumah, tanah, dan kebun. 74 Seperti A menghutangi B 10 juta, kemudian B mengatakan: “Saya tidak mampu membayar hutangku, akan tetapi saya berdamai (melakukan shulh) dengan: aku bayar hutangku dengan sewa gratis rumahku yang bisa engkau gunakan selama satu tahun.” 75 Seperti A menghutangi B 10 juta, kemudian B mengatakan: “Saya tidak mampu membayar hutangku, akan tetapi saya berdamai dengan: aku bayar hutangku dengan sewa gratis mobilku yang bisa engkau gunakan selama satu tahun.” 76 Seperti A menghutangi B 10 juta dengan tempo 1 tahun, kemudian sebelum jatuh tempo; A mendatangi B dan berkata: “Saya butuh uang sekarang; maka bayarlah hutang 8 juta saja, yang 2 juta saya anggap lunas.” Maka ini adalah kebalikan dari Riba. 68



berdamai dalam masalah hutang yang: baik orang yang berhutang maupun yang berpiutang tidak mengetahui (lupa) jumlah hutangnya; maka keduanya berdamai dengan jumlah tertentu: semua itu adalah boleh.



‫ﺎرﻩُ أَ ْن‬ ٌ ‫ ))َﻻ ﻳـَ ْﻤﻨَـ َﻌ ﱠﻦ َﺟـ‬: ‫ َوﻗَـ َﺎل‬-[٣٧٤] َ ‫ﺎر َﺟ‬ .‫ي‬ ‫ﻳَـﻐْـ ِﺮَز َﺧ َﺸـﺒَﻪُ َﻋﻠَﻰ ِﺟـ َﺪا ِرِﻩ(( َرَواﻩُ اﻟْـﺒُ َﺨﺎ ِر ﱡ‬



[374]- Nabi  bersabda: “Janganlah seseorang melarang tetangganya untuk meletakkan kayu di dindingnya.” HR. AlBukhari.77



77



Hadits ini menunjukkan bolehnya seseorang untuk meletakkan kayunya di dinding tetangganya jika ia membutuhkan hal tersebut. Dan tetangganya tidak boleh melarangnya, kecuali jika hal tersebut membahayakan; berdasarkan hadits:



‫ﺿَﺮَر َوَﻻ ِﺿَﺮ َار‬ َ ‫َﻻ‬



“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”



69



ِ ‫ﺸـ ِﺮَﻛ‬ ِ ‫ اﻟْـﻮَﻛـﺎﻟَـ‬:‫ﺑـﺎب‬ ‫ﱠ‬ ْ ‫ﺴـﺎﻗَـ ِﺎة َواﻟ ُْﻤ َﺰ َار َﻋ ِﺔ‬ ‫ﻤ‬ ‫ـ‬ ‫ﻟ‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ﺔ‬ ‫اﻟ‬ ‫و‬ ‫ﺔ‬ َ َ ُ َ َُ َ Bab: Wakaalah, Syarikah, Musaaqaah, dan Muzaara’ah



[Wakaalah (perwakilan)78]



:[ُ‫]اﻟْـ َﻮَﻛﺎﻟَـﺔ‬



‫ ﻳـُ َﻮّﻛِـ ُﻞ ﻓِـ ْﻲ َﺣـ َﻮاﺋِـ ِﺠـ ِﻪ‬ ‫ﱠﱯ‬ ‫ َﻛﺎ َن اﻟﻨِ ﱡ‬-[٣٧٥] .‫ َو َﺣـ َﻮاﺋِ ِﺞ اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِـ ِﻤـْﻴـ َﻦ اﻟْ ُﻤـﺘَـ َﻌـﻠِّـ َﻘـ ِﺔ ﺑِِﻪ‬،‫ﺻـ ِﺔ‬ ‫اﻟْـ َﺨﺎ ﱠ‬



[374]- Nabi  biasa mewakilkan dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan diri beliau secara khusus79, dan dalam kebutuhan78



Wakaalah adalah: perwakilan, yakni: mewakilkan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu yang dibolehkan perwakilan padanya. Dan orang yang mewakilkan kepada orang lain dinamakan muwakkil, dan oang lain tersebut dinamakan wakiil. 79 Seperti beliau mewakilkan orang lain dalam membeli barang untuk beliau, atau menjual barang milik beliau. Dari Urwah Al-Bariqi radhiyallaahu ‘anhu: bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan kepadanya satu dinar agar dia membelikan satu ekor kambing untuk beliau. Maka urwah dengan uang satu dinar tersebut membelikan dua ekor kambing untuk beliau, kemudian urwah menjual salah satu dari dua kambing tersebut dengan harga satu 70



kebutuhan kaum muslimin yang berkaitan dengan beliau80.



.‫ ﻓَ ِﻬ َﻲ َﻋ ْﻘ ٌﺪ َﺟﺎﺋـٌِﺰ ِﻣ َﻦ اﻟﻄﱠـَﺮﻓَـْﻴـ ِﻦ‬-[٣٧٦]



[376]- Ini adalah akad yang jaa-iz (dibolehkan pembatalannya) dari (masingmasing) dua pihak81. dinar, sehingga akhirnya dia pulang menemui Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa satu ekor kambing dan satu dinar, maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan baginya keberkahan dalam jual belinya sehingga kalau ‘Urwah membeli debu pun; maka dia akan mendapat keuntungan. HR Bukhari. Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mewakilkan urusan-urusan yang berkaitan dengan diri beliau secara khusus. 80 Seperti beliau mewakilkan orang lain dalam menarik zakat, atau dalam menegakkan had (hukuman). Dan di antara dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga mewakilkan dalam kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin yang berkaitan dengan beliau adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Pergillah wahai Unais kepada istri orang ini, kalau dia mengaku berzina; maka rajamlah dia. Maka Unais pergi menemui perempuan itu dan dia mengaku, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan perempuan itu untuk dirajam, maka dia pun dirajam. HR. Al-Bukhari 81 Yakni: akadnya bukanlah laazim (yang tidak boleh dibatalkan kecuali dengan keridha-an kedua belah pihak), akan tetapi akad dalam wakaalah adalah Jaa-iz, yang masing-masing dari kedua belah pihak boleh membatalkannya; sehingga orang yang mewakilkan bisa membatalkan perwakilannya, dan wakiil pun boleh mengundurkan diri dari perwakilan. 71



‫]‪ -[٣٧٧‬ﺗَ ْﺪﺧﻞ ﻓِـﻲ ﺟـ ِﻤـﻴـ ِﻊ ْاﻷَ ْﺷـﻴ ِﺎء اﻟﱠﺘِ ـﻲ ﺗَـ ِ‬ ‫ﺼ ـ ﱡﺢ‬ ‫ُُ ْ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫اﻟـﻨِّ ـﻴَﺎﺑَﺔُ ﻓِـْﻴـ َﻬﺎ‪:‬‬ ‫‪[377]- (Wakaalah) berlaku dalam segala‬‬ ‫‪perkara yang seseorang boleh digantikan (oleh‬‬ ‫‪orang lain) padanya:‬‬



‫أ‪ِ -‬ﻣ ـ ـﻦ ﺣ ُﻘ ـ ـﻮ ِق ِ‬ ‫ﷲ‪َ :‬ﻛـﺘَـ ْﻔ ِﺮﻳْـ ـ ـ ِﻖ اﻟﱠﺰَﻛ ـ ـ ِﺎة‪َ ،‬واﻟْ َﻜ ﱠﻔ ـ ـ َﺎرِة‪،‬‬ ‫ْ ُ ْ‬ ‫َوﻧـَ ْﺤ ِﻮَﻫﺎ‪.‬‬ ‫‪a. Berupa hak-hak Allah: seperti membagikan‬‬ ‫‪zakat, kaffaarah (denda), dan semisalnya.‬‬



‫ب‪َ -‬وِﻣ ْﻦ ُﺣ ُﻘ ْﻮ ِق ْاﻵ َد ِﻣـﻴِّـْﻴـ َﻦ‪َ :‬ﻛـﺎﻟْﻌُ ُﻘ ْﻮِد‪َ ،‬واﻟْ ُﻔ ُﺴ ْﻮ ِخ‪،‬‬ ‫َو َﻏ ِْﲑَﻫﺎ‪.‬‬



‫‪b. Dan berupa hak-hak manusia: seperti akad,‬‬ ‫‪pembatalan, dan lainnya.‬‬



‫]‪َ -[٣٧٨‬وَﻣﺎ َﻻ ﺗَ ْﺪ ُﺧﻠُﻪُ اﻟـﻨِّـﻴَﺎﺑـَﺔُ ِﻣ َﻦ ْاﻷُُﻣ ْﻮِر اﻟﱠِ ْﱵ‬ ‫اﻹﻧْﺴ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ﺻ ًﺔ؛‬ ‫ﺎن َوﺗَـﺘَـ َﻌﻠﱠ ُﻖ ﺑِـﺒَ َﺪﻧـِ ِﻪ َﺧـﺎ ﱠ‬ ‫ﺗَـﺘَـ َﻌـﻴﱠـ ُﻦ َﻋﻠَﻰ ْ َ‬



‫‪72‬‬



ِ ِ‫ واﻟْـﺤﻠ‬،‫ واﻟﻄﱠﻬﺎرِة‬،‫ﺼ َﻼ ِة‬ ‫ َواﻟْـ َﻘ َﺴـ ِﻢ ﺑَـْﻴـ َﻦ‬،‫ﻒ‬ ‫َﻛﺎﻟ ﱠ‬ َ َ ََ َ ِ ‫اﻟﱠﺰوﺟ‬ .‫ َﻻ ﺗَـ ُﺠ ْﻮُز اﻟْـ َﻮَﻛـﺎﻟَـﺔُ ﻓِـْﻴـ َﻬﺎ‬:‫ َوﻧـَ ْﺤ ِﻮَﻫﺎ‬،‫ﺎت‬ َْ



[376]- Dan yang tidak dapat digantikan (oleh orang lain) dari perkara-perkara yang harus dilakukan (sendiri) oleh seseorang dan berkaitan dengan badannya secara khusus; seperti: shalat, thaharah, sumpah, menggilir antar para istri, dan semisalnya: maka tidak boleh wakaalah padanya.



‫ف اﻟْـ َﻮﻛِـْﻴـ ُﻞ ﻓِـ ْﻲ َﻏـْﻴـ ِﺮ َﻣـﺎ أ ُِذ َن‬ ُ ‫ﺼـﱠﺮ‬ َ َ‫ َوَﻻ ﻳَـﺘ‬-[٣٧٩] .‫ﻟَـﻪُ ﻓِـْﻴـ ِﻪ ﻧـُﻄْـ ًﻘﺎ أ َْو ﻋُـ ْﺮﻓًـﺎ‬



[379]- Wakiil (orang yang mewakili) tidak boleh mengelola dari selain apa yang diizinkan baginya (oleh orang yang mewakilkan) baik secara lafazh maupun kebiasaan82.



.‫ َوﻳَـ ُﺠـ ْﻮُز اﻟـﺘﱠـ ْﻮﻛِـْﻴـ ُﻞ ﺑِـ ُﺠـ ْﻌـ ٍﻞ أ َْو َﻏـْﻴـ ِﺮِﻩ‬-[٣٨٠]



82



Contoh: seorang mewakilkan kepada kita untuk menagih hutang; maka uang tersebut tidak boleh untuk digunakan jual beli atau dikembangkan, karena engkau tidak menjadi wakil untuk hal tersebut, engkau hanya diberi wewenang untuk menagih hutang. 73



[380]- Dan dibolehkan mewakilkan dengan memberikan upah (kepada wakil) atau tanpa memberikan upah.



ِ ِ ‫ﺿـ َﻤﺎ َن َﻋـﻠَـْﻴ ِﻬ ْﻢ‬ َ ‫ َﻻ‬،‫ َوُﻫـ َﻮ َﻛ َﺴـﺎﺋ ِﺮ ْاﻷ َُﻣـﻨَـﺎء‬-[٣٨١] .‫إِﱠﻻ ﺑِﺎﻟـﺘﱠـ َﻌـ ِّﺪ ْي أَ ِو اﻟـﺘﱠـ ْﻔـ ِﺮﻳْـ ِﻂ‬



[381]- Dan dia (Wakiil) adalah seperti umumnya orang-orang yang diberi amanah; dimana mereka tidak wajib Dhamaan (menanggung kerusakan atau kehilangan) kecuali jika melampaui batas atau kurang (dalam penjagaan).



ِ ِ .‫ﻚ ﺑِﺎﻟْـﻴَـ ِﻤـْﻴـ ِﻦ‬ َ ‫ َوﻳـُ ْﻘـﺒَـ ُﻞ ﻗَـ ْﻮﻟُـ ُﻬ ْﻢ ﻓـ ْﻲ َﻋـ َﺪِم ٰذﻟ‬-[٣٨٢]



[382]- Dan perkataan mereka diterima dalam ketiadaan (melampaui batas atau kurang penjagaan) tersebut dengan disertai sumpah.



:‫ َوَﻣ ِﻦ ا ﱠد َﻋﻰ اﻟـﱠﺮﱠد ِﻣ َﻦ ْاﻷ َُﻣـﻨَ ِﺎء‬-[٣٨٣]



[383]- Orang-orang yang diberi amanah; jika mereka mengaku telah mengembalikan (amanahnya):



،‫ ﻟَـ ْﻢ ﻳـُ ْﻘـﺒَ ْﻞ إِﱠﻻ ﺑِـﺒَـﻴِّـﻨَـ ٍﺔ‬:‫ﻓَـِﺈ ْن َﻛﺎ َن ﺑِـ ُﺠ ْﻌ ٍﻞ‬ 74



Jika ia dibayar: maka (pengakuannya) tidak diterima kecuali dengan bayyinah (bukti).



.‫ ﻗُـﺒِـ َﻞ ﻗَـ ْﻮﻟُـﻪُ ﺑِـﻴَـ ِﻤـْﻴـﻨِ ِﻪ‬:‫َوإِ ْن َﻛﺎ َن ُﻣـﺘَـﺒَـِّﺮ ًﻋﺎ‬



Dan jika dia tabarru’ (tidak dibayar); maka perkataannya diterima disertai dengan sumpahnya.



‫]اﻟ ﱠ‬ :[ُ‫ﺸـ ِﺮَﻛـﺔ‬ [Syarikah atau an/persekutuan)83]



Syirkah



83



(perserikat-



Syarikah ada dua: (1)- Syarikah Amlaak; yakni: berkumpul dalam kepemilikan terhadap harta, baik ‘Aqaar (barang tidak bergerak), Manquul (barang bergerak), atau Manfa’ah (suatu manfaat). Hal itu berlaku pada dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka miliki dengan cara: membeli, pemberian, warisan, atau yang lainnya. Untuk jenis Syarikah ini: masing-masing dari pihak yang memiliki tidak bisa mengelola bagian dari teman Syarikahnya kecuali dengan izinnya. (2)- Syarikah ‘Uquud; yakni: berkumpul dalam mengelola penjualan atau semisalnya. Dan yang kedua inilah yang dimaksud dalam pembahasan ini. Untuk jenis Syarikah ini: masing-masing dari pihak yang berserikat bisa mengelola dengan hukum kepemilikan untuk bagiannya dan dengan hukum Wakaalah untuk bagian dari teman Syarikah-nya. 75



‫ أَﻧَـﺎ‬:‫ ))ﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل ﷲُ ﺗَـ َﻌ َﺎﱃ‬: ‫ َوﻗَـ َﺎل‬-[٣٨٤] ِ ‫ﺸـ ِﺮﻳـ َﻜـﻴـ ِﻦ ﻣـﺎ ﻟَـﻢ ﻳـ ُﺨـﻦ أَﺣ ُﺪﻫـﻤﺎ ﺻ‬ ،ُ‫ﺎﺣـﺒَـﻪ‬ ُ ‫ﺛَـﺎﻟِـ‬ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ْ ‫ﺚ اﻟ ﱠ‬ .‫ﺖ ِﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻴـﻨِـ ِﻬ َﻤﺎ(( َرَواﻩُ أَﺑـُ ْﻮ َد ُاوَد‬ ُ ‫ﻓَـِﺈذَا َﺧـﺎﻧَـﻪُ؛ َﺧـ َﺮ ْﺟ‬



[384]- Rasulullah  bersabda: “Allah Ta’aalaa berfirman: Aku yang ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lainnya. Jika Ada yang berkhianat; maka Aku keluar dari keduanya.” HR. Abu Dawud.



ِ ‫ ﻓَـﺎﻟـﺸﱠـ ِﺮَﻛـﺔُ ﺑِـﺠ ِـﻤـﻴـ ِﻊ أَﻧْـﻮ‬-[٣٨٥] ‫ ُﻛـﻠﱡـﻬـﺎ‬:‫اﻋ َـﻬـﺎ‬ ْ َ َ .ٌ‫َﺟـﺎﺋَِـﺰة‬ [385]- Maka Syarikah dengan jenisnya: semuanya dibolehkan.



segala



ِ ‫ﻚ ﻓِـْﻴـ َﻬﺎ واﻟـ ِﺮﺑْـﺢ ﺑِـ َﺤﺴـ‬ ‫ﺐ‬ ُ ‫ َوﻳَ ُﻜـ ْﻮ ُن اﻟْ ُﻤْﻠ‬-[٣٨٦] َ ُ ّ َ ِ ِ ِ .‫ﺎﻋﺎ َﻣ ْﻌﻠُ ْﻮًﻣﺎ‬ ً ‫ إِ َذا َﻛﺎ َن ُﺟـْﺰءًا ُﻣ َﺸ‬،‫َﻣﺎ ﻳـَﺘﱠـﻔـ َﻘﺎن َﻋﻠَـْﻴﻪ‬



[386]- Kepemilikan dan keuntungan padanya adalah sesuai dengan kesepakatan antara kedua



76



belah pihak, kalau berupa bagian yang menyeluruh (tidak dibagi-bagi)84 dan jelas.



:‫ ﻓَـ َﺪ َﺧـ َﻞ ﻓِـ ْﻲ ٰﻫ َﺬا‬-[٣٨٧]



[387]- Maka masuk dalam hal ini85:



ِ َ‫ َﺷـ ِﺮَﻛـﺔُ اﻟْـﻌِـﻨ‬-١ ‫ أَ ْن ﻳَ ُﻜ ْﻮ َن ِﻣ ْﻦ ُﻛ ٍّﻞ‬:‫ﺎن؛ َوِﻫ َﻲ‬ .‫ﺎل َو َﻋ َﻤ ٌﻞ‬ ٌ ‫ِﻣْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ َﻣ‬ 1- Syarikah al-‘Inaan; yaitu: masing-masing dari dua orang (yang berserikat) memiliki harta dan sama-sama kerja.86



ِ ِ ِ َ ‫وﺷـ ِﺮَﻛﺔُ اﻟْﻤ‬ ‫َﺣ ِﺪ ِﻫـ َﻤﺎ‬ َ -٢ َ ‫ ﺑـﺄَ ْن ﻳَ ُﻜ ْﻮ َن ﻣ ْﻦ أ‬:‫ﻀ َﺎرﺑَﺔ‬ ُ .‫ﺎل َوِﻣ َﻦ ْاﻵ َﺧ ِﺮ اﻟْـ َﻌ َﻤـ ُﻞ‬ ُ ‫اﻟْ َﻤ‬ 84



Jadi tidak boleh dibagi dengan cara: kalau barang ini yang laku maka keuntungan untuk A, dan B tidak dapat. Dan akan disebutkan contoh-contoh selengkapnya. 85 Yakni: Syarikah ‘Uquud. 86 Seperti: A menyerahkan uang 100 juta dan B menyerahkan uang 100 juta, kemudian kedua jumlah uang tersebut digabungkan (menjadi 200 juta). Dengan uang 200 juta tersebut keduanya kemudian menyewa sebuah toko dan membeli barang-barang dagangan untuk dijual. Dan setiap harinya A menjaga toko tersebut selama 4 jam dan B pun menjaga toko tersebut selama 4 jam. Dan keduanya sepakat untuk membagi keuntungan sama rata (masing-masing mendapatkan 50 % dari keuntungan). 77



2- Syarikah al-Mudhaarabah: salah satunya yang memiliki harta dan lainnya yang bekerja.87



‫ ﺑِـ َﻤﺎ ﻳَـﺄْ ُﺧـ َﺬ ِان ﺑِـ ُﻮ ُﺟـ ْﻮِﻫ ِﻬ َﻤﺎ ِﻣ َﻦ‬:‫وﺷـ ِﺮَﻛﺔُ اﻟْـ ُﻮ ُﺟـ ْﻮِﻩ‬ َ -٣ ِ ‫اﻟﻨ‬ .‫ﱠﺎس‬



3- Syarikah al-Wujuuh: keduanya mengambil (barang) dari manusia dengan (mengandalkan) kedudukan keduanya (tidak punya modal harta)88.



ِ ‫ ﺑِـﺄَ ْن ﻳـ ْﺸ ـﺘَـ ِﺮَﻛـﺎ ﺑِـﻤﺎ ﻳ ْﻜـﺘَـ ِﺴ ـﺒ‬:‫وﺷـ ِﺮَﻛﺔُ ْاﻷَﺑ َﺪ ِان‬ ‫ﺎن‬ َ -٤ ْ َ َ َ َ ِ ‫ﺑِـﺄَﺑـ َﺪاﻧـِ ِﻬﻤﺎ ِﻣﻦ اﻟْـﻤـﺒﺎﺣ‬ ٍ ‫ِﻣ ْﻦ َﺣـ ِﺸـْﻴـ‬- ‫ﺎت‬ ،-‫ﺶ َوﻧـَ ْﺤ ِﻮِﻩ‬ َ َُ َ َ ْ .‫َوَﻣـﺎ ﻳـَﺘَـ َﻘـﺒﱠـ َﻼﻧـِ ِﻪ ِﻣ َﻦ ْاﻷ َْﻋ َﻤ ِﺎل‬ 4- Syarikah al-Abdaan: keduanya berserikat dalam hasil kerja dengan badan (tenaga) mereka 87



Seperti: A memiliki uang 100 juta, kemudian dia membuat kesepakatan dengan B untuk mengolah uangnya untuk perdagangan. Jadi A yang memiliki uang dan B tidak memiliki uang akan tetapi dia yang bekerja. Kemudian nanti keuntungan yang didapat dibagi dua sesuai perjanjian (baik masing-masing mendapat 50 % atau salah satunya 40 % dan lainnya 60 %). 88 Seperti: A dan B sama-sama tidak memiliki uang. Akan tetapi A dan B kemudian bersepakat untuk: A berhutang barang kepada C berupa motor dan B berhutang barang kepada D berupa mobil, kemudian keduanya berjualan mobil dan motor tersebut, dan membagi keuntungan sesuai perjanjian. 78



berdua, berupa hal-hal yang dibolehkan; seperti (hasil mencari) rumput dan lainnya, dan (berserikat dalam) upah dari pekerjaan yang keduanya lakukan89.



‫ َوِﻫ َﻲ اﻟْـ َﺠ ِﺎﻣ َﻌﺔُ ﻟِـ َﺠ ِﻤْﻴ ِﻊ‬:‫ﺿ ِﺔ‬ َ -٥ َ ‫وﺷـ ِﺮَﻛﺔُ اﻟْ ُﻤ َﻔ َﺎو‬ ِ .‫ﻚ‬ َ ‫ٰذﻟ‬



5- Syarikah Mufaawadhah: yaitu penggabungan dari semua (jenis Syarikah) yang telah disebutkan90.



.ٌ‫ َوُﻛﻠﱡ َﻬﺎ َﺟﺎﺋِـَﺰة‬-[٣٨٨]



[388]- Semua jenis (Syarikah) tersebut adalah dibolehkan. 89



Seperti: A, B, C, dan D diberikan tugas oleh seseorang untuk membangun rumah, dan tugas mereka berbeda-beda; misalnya: A bertugas untuk membangun temboknya, B untuk lantainya, C untuk pintu dan jendelanya, D untuk bagian listriknya. Kemudian keempatnya membagi upah yang mereka dapat sesuai perjanjian. Atau keempatnya melakukan pekerjaan yang sama kemudian keuntungan atau upahnya dibagi. 90 Dimana masing-masing dari keduanya memberikan kekuasaan kepada lainnya untuk mengelola modal pada semua jenis Syarikah, sehingga masing-masing bisa menjual, membeli, menyewakan, bekerja, dan lain-lain, sedangkan modal utama milik mereka berdua, dan pembagian keuntungannya sesuai perjanjian. 79



‫ َوﻳـُ ْﻔ ِﺴ ُﺪ َﻫﺎ إِ َذا َد َﺧـﻠَ َﻬﺎ اﻟﻈﱡـ ْﻠ ُﻢ َواﻟْـﻐَـَﺮُر‬-[٣٨٩] ٍ ْ‫ َﻛﺄَ ْن ﻳ ُﻜﻮ َن ِﻷَﺣ ِﺪ ِﻫـﻤﺎ ِرﺑـﺢ وﻗ‬.‫ِﻷَﺣ ِﺪ ِﻫـﻤﺎ‬ ،‫ﺖ ُﻣ َﻌـﻴﱠـ ٍﻦ‬ ْ َ َ ُْ َ َ َ َ ِ ‫ أَو ِرﺑﺢ إِﺣ َﺪى‬،‫ﺖ آﺧﺮ‬ ٍ ْ‫وﻟِ ْﻶﺧـ ِﺮ ِرﺑﺢ وﻗ‬ ،‫اﻟﺴـ ْﻠـ َﻌـﺘَـْﻴـ ِﻦ‬ ْ ُ ْ ْ ََ َ ُْ َ َ ّ ِ .‫ﻚ‬ َ ‫ َوَﻣﺎ ﻳـُ ْﺸ ـﺒِـﻪُ ٰذﻟ‬،‫أ َْو إِ ْﺣ َﺪى اﻟ ﱠﺴـ ْﻔـَﺮﺗَـْﻴـ ِﻦ‬ [389]- Dan akan merusaknya (Syarikah) jika masuk padanya kezhaliman dan gharar pada salah satu dari dua pihak (yang berserikat). Seperti: keuntungan untuk waktu tertentu diberikan kepada salah satu dari keduanya, dan keuntungan untuk waktu yang lain diberikan kepada pihak kedua, atau keuntungan untuk salah satu barang dagangan, atau keuntungan pada suatu perjalanan (dagang), dan yang semisalnya.91 91



Syarikah rusak dengan adanya kezhaliman dan gharar. Untuk kezhaliman; maka yang dimaksud dengan kezhaliman di sini adalah melampaui batas dan pengkhianatan, seperti: A mengkhianati B, kemudian B pun mengetahuinya. Maka Syarikah di antara keduanya menjadi rusak, karena masingmasing dari keduanya adalah amiin (yang diamanahi) oleh yang lainnya. Adapun contoh-contoh untuk Gharar: - Bagi A keuntungan untuk bulan ganjil (bulang pertama, ketiga, kelima, dst.) dan bagi B keuntungan untuk bulan yang genap (bulan kedua, keempat, keenam, dst.). 80



ِ .َ‫ﻚ اﻟْ ُﻤ َﺴﺎﻗَـﺎ َة َواﻟْ ُﻤَﺰ َار َﻋـﺔ‬ َ ‫ َﻛـ َﻤﺎ ﻳـُ ْﻔ ِﺴـ ُﺪ ٰذﻟ‬-[٣٩٠] [390]- Sebagaimana hal Musaaqaah dan Muzaara’ah.92



itu



merusak



- Bagi A keuntungan penjualan mobil dan bagi B keuntungan untuk penjualan motor. - Bagi A keuntungan dari penjualan ketika melakukan perjalanan dan berjualan di Bandung, dan bagi B keuntungan ketika melakukan perjalanan dan berjualan di Jakarta. 92 Yakni Keduanya (musaaqah dan muzaara’ah) rusak dengan adanya kezhaliman dan gharar sebagaimana syarikah. Di antara bentuk keursakannya adalah yang terdapat dalam hadits Rafi’ bin Khudaij dimana pemilik sawah atau kebun membuat akad dengan kesepakatan bahwa: hasil dari sawah bagian ini untuknya dan sisanya untuk pekerja. Biasanya bagian yang ditentukan oleh pemilik sawah adalah lebih bagus dan hasilnya lebih banyak. Maka di sinilah terjadi gharar. Demikian juga kalau akad muzaara’ah dibuat dengan pembagian: hasil dari sawah bagian barat untuk pemilik sawah dan bagian timur untuk pekerja maka ini juga tidak boleh. Karena bisa jadi hasil tanah bagian barat selamat dari hama atau kerusakan dan bagian timur terkena hama atau kerusakan. Atau bisa juga sebaliknya. Maka muzaara’ah dan musaaqah yang dibolehkan adalah: dengan pembagian secara menyeluruh dari hasil; seperti: pemilik sawah mendapat setengah dan pekerja mendapat setengah, atau pemilik sawah sepertiga dan pekerja dua pertiga; seperti yang disebutkan dalam hadits yang selanjutnya: bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan muzaara’ah dengan orang-orang Yahudi Khaibar dengan pembagian: Nabi shallallaahu ‘alaihi sebagai pemilik sawah mendapat setengah dari hasil panen dan orang-orang Yahudi sebagai pekerja mandapat setengahnya. 81



ِ ‫* وﻗَ َﺎل راﻓِﻊ ﺑﻦ ﺧ‬ ‫ﱠﺎس ﻳـُ َﺆ ِاﺟـ ُﺮْو َن‬ : ‫ﺞ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻨ‬ ‫اﻟ‬ ‫ن‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻛ‬ ‫و‬ ٍ َ َ َ ُْ ُ َ َ ْ ُ َ ِ ‫ﻋﻠَﻰ ﻋﻬ ِﺪ رﺳﻮِل‬ ِ َ‫ ﻣﺎ ﻋﻠَﻰ اﻟْﻤ ِﺎذﻳـﺎﻧـ‬ ‫ﷲ‬ ‫ َوأَﻗْـﺒَـ ِﺎل‬،‫ﺎت‬ َ َ َ َ ُْ َ َْ َ ِ ‫ﻚ ٰﻫ َﺬا َوﻳَ ْﺴﻠَ ُﻢ‬ ُ ‫ ﻓَـﻴَـ ْﻬﻠ‬،‫ َوأَ ْﺷﻴَﺎءَ ِﻣ ْﻦ اﻟـﱠﺰْرِع‬،‫اﻟْـ َﺠ َﺪا ِوِل‬ ِ ِ ‫ َوﻟَـ ْﻢ ﻳَ ُﻜ ْﻦ ﻟِﻠﻨ‬،‫ﻚ ٰﻫ َﺬا‬ ‫ﱠﺎس ﻛَِﺮ ٌاء‬ ُ ‫ َوﻳَ ْﺴﻠَ ُﻢ ٰﻫ َﺬا َوﻳَـ ْﻬﻠ‬،‫ٰﻫ َﺬا‬ ِِ ‫ ﻓَﺄَ ﱠﻣﺎ َﺷ ْﻲءٌ َﻣ ْﻌﻠُ ْﻮٌم‬.ُ‫ﻚ َز َﺟـَﺮ َﻋـْﻨـﻪ‬ َ ‫ ﻓَـﻠ ٰﺬﻟ‬،‫إِﱠﻻ ٰﻫ َﺬا‬ .‫ َرَواﻩُ ُﻣ ْﺴﻠِ ٌﻢ‬.‫س ﺑِـ ِﻪ‬ ْ ‫َﻣ‬ َ ْ‫ ﻓَـ َﻼ ﺑَﺄ‬:‫ﻀ ُﻤ ْﻮ ٌن‬ * Rafi’ bin Khadij berkata: Dahulu manusia melakukan transaksi (Musaaqaah dan Muzaara’ah) pada zaman Rasulullah  atas aliran air, tanah yang baik, dan hal-hal lain dari pertanian. Sehingga bagian itu binasa (rusak) dan yang ini selamat, atau sebaliknya: yang itu selamat dan yang ini binasa. Dan pada waktu itu tidak ada Kiraa’ (penyewaan tanah/sawah dengan bagi hasil -pent) di kalangan manusia kecuali jenis semacam ini, oleh karena itulah beliau melarang darinya. Adapun kalau sesuatu yang tertentu dan terjamin; maka tidak mengapa. HR. Muslim.



82



‫ أ َْﻫ َﻞ َﺧـْﻴـﺒَـَﺮ ﺑِـ َﺸـﻄْـ ِﺮ َﻣﺎ ﻳَـ ْﺨـ ُﺮ ُج‬ ‫ﱠﱯ‬ ‫* َو َﻋ َﺎﻣ َﻞ اﻟﻨِ ﱡ‬ .‫ ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬.‫ِﻣْﻨـ َﻬﺎ ِﻣ ْﻦ ﺛَـ َﻤـ ٍﺮ أ َْو َزْرٍع‬



* Dan Nabi  bertransaksi dengan penduduk Khaibar dengan mengambil setengah dari buahbuahan dan pertanian yang tumbuh darinya (tanah Khaibar). Muttafaqun ‘Alaihi.



:[ُ‫]اﻟ ُْﻤ َﺴﺎﻗَﺎةُ َواﻟ ُْﻤ َﺰ َار َﻋﺔ‬ [Musaaqaah dan Muzaara’ah]



‫ ﺑِﺄَ ْن ﻳَ ْﺪﻓَـ َﻌ َﻬﺎ‬:‫ﱠﺠ ِﺮ‬ َ ‫ ﻓَﺎﻟْ ُﻤ َﺴﺎﻗَﺎةُ َﻋﻠَﻰ اﻟﺸ‬-[٣٩١] ‫ ﺑِـ ُﺠـْﺰٍء ُﻣ َﺸـ ٍﺎع َﻣـ ْﻌـﻠُـ ْﻮٍم ِﻣ َﻦ‬،‫ َوﻳَـ ُﻘ ْﻮَم َﻋﻠَْﻴـ َﻬﺎ‬،‫ﻟِْﻠ َﻌ ِﺎﻣ ِﻞ‬ .‫اﻟـﺜﱠـ َﻤـَﺮِة‬ [391]- Musaaqaah atas pepohonan adalah: (pemilik pohon) menyerahkannya kepada pekerja untuk mengurusnya dengan upah dari hasil (pohon) secara menyeluruh (tidak dibagibagi) dan jelas; berupa buah (yang tumbuh).93 93



Seperti: A memiliki banyak pohon kurma, tanaman anggur, atau yang lainnya, lalu dia mengatakan kepada B: “Siramilah pohon-pohon ini sampai panen, nanti engkau mendapat setengah dari hasilnya.” Maka B mengurusi pohon atau tanaman tersebut dan mengairinya. 83



‫ض ﻟِ َﻤ ْﻦ‬ َ ‫ ﺑِﺄَ ْن ﻳَ ْﺪﻓَ َﻊ ْاﻷَْر‬:ُ‫ َواﻟْ ُﻤَﺰ َار َﻋﺔ‬-[٣٩٢] .‫ﻳـَ ْﺰَرﻋُ َﻬﺎ ﺑِـ ُﺠـ ْﺰٍء ُﻣ َﺸ ٍﺎع َﻣ ْﻌﻠُ ْﻮٍم ِﻣ َﻦ اﻟﱠﺰْرِع‬ [392]- Dan Muzaara’ah adalah: (pemilik tanah/sawah) menyerahkan tanah/sawah kepada orang untuk menanaminya dengan upah dari hasil (tanah/sawah) secara menyeluruh (tidak dibagi-bagi) dan jelas; berupa hasil pertanian.94



ِ ‫ ﻣﺎ ﺟـﺮ‬:‫ وﻋﻠَﻰ ُﻛ ٍﻞ ِﻣْﻨـﻬﻤﺎ‬-[٣٩٣] ‫ت اﻟْ َﻌ َﺎدةُ ﺑِِﻪ‬ ََ ََ َ َُ ّ .‫َواﻟ ﱠﺸـ ْﺮ ُط اﻟﱠ ِﺬ ْي َﻻ َﺟ َﻬﺎﻟَﺔَ ﻓِـْﻴـ ِﻪ‬



[393]- Dan masing-masing dari kedua belah pihak harus melaksanakan hal-hal yang sudah



Dan tidak boleh dibagi dengan cara: “Kamu nanti mendapatkan buah dari pohon/tanaman bagian sini.” Maka ini tidak boleh sebagaimana disebutkan dalam hadits Rafi’ bin Khudaij radhiyallaahu ‘anhu, karena ini Gharar. 94 Seperti: A memiliki sawah, lalu ia berkata kepada B: “Tanamilah sawah ini dengan padi, nanti engkau mendapat setengah dari hasilnya.” Maka B mengolah sawah tersebut, menanaminya, dan mengurusinya sampai panen. Dan pembagiannya tidak boleh dibagi-bagii dengan cara: “Kamu nanti mendapatkan hasil panen tanah sawah bagian sini, dan bagian sana untuk saya.” Maka ini tidak boleh sebagaimana disebutkan dalam hadits Rafi’ bin Khudaij radhiyallaahu ‘anhu, karena ini Gharar. 84



biasa dilakukan dan (melaksanakan) syarat yang tidak ada Jahaalah padanya.95



،‫آﺧَﺮ ﻳَـ ْﻌ َﻤ ُﻞ َﻋﻠَـْﻴـ َﻬﺎ‬ َ ‫ َوﻟَ ْﻮ َدﻓَ َﻊ َداﺑﱠـﺘَﻪُ إِ َﱃ‬-[٣٩٤] .‫ َﺟـ َﺎز‬:‫ﺼ َﻞ ﺑَـْﻴـﻨَـ ُﻬ َﻤﺎ‬ َ ‫َوَﻣﺎ َﺣ‬



[394]- Kalau seseorang menyerahkan binatang tunggangannya (kendaraannya) kepada orang lain agar ia bekerja menggunakannya, kemudian hasilnya dibagi dua: maka ini dibolehkan.96 95



“Yang sudah biasa dilakukan” seperti: tugas pekerja adalah membajak tanah, mengairi, menanam benih, dan menjaga tanaman dari hama, dan tugas pemilik sawah adalah memberikan benih. Adapun “syarat” maka seperti: pekerja mensyaratkan: alat bajak dan pompa airnya disediakan oleh pemilik sawah. 96 Seperti: A memiliki motor, kemudian ia berkata kepada B: “Gunakanlah motor ini untuk ojek, nanti saya mendapat setengah dari hasilmu dan engkau mendapat setengah.” Faedah: Akad Laazim dan akad Jaa-iz Di antara bentuk akad ada yang Laazim dan ada yang Jaa-iz: - Maka akad jual-beli adalah Laazim kecuali jika ada Khiyaar. Jadi, setelah sempurna syarat-syaratnya dan tidak ada lagi sebab-sebab Khiyaar; maka akadnya menjadi Laazim, baik itu jual-beli barang bergerak ataupun ‘Aqaar (barang tidak bergerak). Adapun akad Rahn; maka Laazim bagi Raahin dan Jaa-iz bagi Murtahin. Maka Raahin tidak bisa untuk meminta kembali barang Rahn. Adapun Murtahin; maka boleh baginya untuk menggugurkan Rahn (dengan menyerahkan barang kepada pemiliknya walaupun belum lunas hutang orang tersebut), atau 85



dia tidak mau untuk diberi barang Rahn sama sekali (dan cukup dengan kepercayaan dia kepada orang yang berhutang). Akad Hajr adalah Laazim, seperti penguasa mengahajr seseorang atau memang orang itu harus dihajr menurut syari’at. Adapun akad Wakaalah; maka akad Jaa-iz. Demikian juga akad Syarikah dengan berbagai macamnya adalah akad Ja-iz. Dan juga akad Muzaara’ah dan Musaaqah adalah akad Jaiz. Maka dalam akad Jaa-iz: masing-masing dari dua pihak yang melakukan akad dibolehkan untuk melakukan Faskh (membatalkan akadnya), dan hal ini mirip dengan Shulh. Hanya saja untuk akad Muzara’ah dan Musaqah masih ada khilaf (perselisihan) para ulama, dimana pada keduanya masih ada keharusan untuk mememnuhi akadnya, karena Faskh bisa menjadikan salah satu pihak menjadi rugi. Seperti: A memiliki sawah dan menyuruh B untuk menanaminya padi dan mengolahnya dengan pembagian hasil panen setengah setengah. Kemudian setelah padinya mulai menguning; A membatalkan akad dan mengatakan bahwa B tidak mendapat bagiannya (karena belum panen). Maka B jelas rugi tenaga. Akan tetapi para ulama mengatakan: “B mendapat upah pekerja yang umumnya diberikan kepada orang yang mengolah sawah sampai padinya menguning, sehingga padinya secara penuh menjadi milik A sebagai pemilik sawah.” Demikian juga jika terjadi pada kasus buah-buahan dimana pengolahnya diberhentikan dari akad Musaaqah; maka dia mendapat upah pekerja yang umumnya diberikan kepada orang yang mengairi pohon atau tanaman buah-buahan, dan hasil panen buahnya menjadi milik orang yang memiliki pohon atau tanaman, karena itu memang hartanya. Adapun Shulh, jika sudah sempurna; maka menjadi akad Laazim, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa melakukan Faskh padanya. Kseimpulannya: - Akad Laazim adalah: akad yang jika telah sempurna; maka tidak bisa dilakukan Faskh (pembatalan akad) padanya; 86



sebagaimana telah disebutkan contoh-contohnya, dan juga seperti akad nikah. - Akad Jaa-iz adalah: akad yang bisa untuk dilakukan Faskh (pembatalan akad) oleh masing-masiang dari pihak yang melakukan akad; seperti dalam Wakaalah. 87



ِ ‫ إِﺣـﻴـ ِﺎء اﻟْـﻤـﻮ‬:‫ﺑـﺎب‬ ‫ات‬ ََ َْ ُ َ Bab: Menghidupkan al-Mawaat



ِ‫ و‬-[٣٩٥] ‫ض اﻟْـﺒَـﺎﺋِـَﺮةُ اﻟﱠﺘِـ ْﻲ َﻻ ﻳـُ ْﻌﻠَ ُﻢ ﻟَـ َﻬﺎ‬ ‫َر‬ ‫اﻷ‬ ‫ﻲ‬ ‫ﻫ‬ ْ ُ ْ َ َ .‫ﻚ‬ ٌ ِ‫َﻣﺎﻟ‬ [395]- Yaitu: tanah yang tidak ada bekas diolah, yang tidak diketahui siapa pemiliknya.97



97



Mawaat (tanah mati) adalah: tanah yang engkau temukan dengan tidak ada tanda kepemilikan, tidak ada bekas bahwa tanah tersebut pernah dimiliki seseorang, dan tidak ada sebelummu yang memilikinya: maka engkau berhak untuk memilikinya dengan Ihyaa’ (menghidupkan). Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:



ً ‫َﺣ ـﻴَﺎ أ َْر‬ ْ ‫َﻣـ ْﻦ أ‬ ُ‫ﺿﺎ َﻣـْﻴـﺘَـﺔً؛ ﻓَـ ِﻬـ َﻲ ﻟَـﻪ‬



“Barangsiapa yang melakukan Ihyaa’ pada tanah mati; maka tanah itu menjadi miliknya.” [HR. Abu Dawud dan lainnya]. Tanah itu disifati dengan tanah mati: karena tidak ada padanya tanda kepemilikan tanah tersebut, sehingga masuk kepada tanah Mawaat yang barangssiapa melakukan Ihyaa’ padanya; maka ia menjadi pemiliknya. 88



،‫ أ َْو َﺣـ ْﻔـ ِﺮ ﺑِـْﺌـ ٍﺮ‬،‫ﺎﻫﺎ ﺑِـ َﺤﺎﺋِ ٍﻂ‬ َ ‫َﺣـﻴَـ‬ ْ ‫ ﻓَ َﻤ ْﻦ أ‬-[٣٩٦] ‫ َﻣﻠَ َﻜ َﻬﺎ‬:ُ‫ أ َْو َﻣـْﻨـ ِﻊ َﻣﺎ َﻻ ﺗـُ ْﺰَرعُ َﻣ َﻌﻪ‬،‫أ َْو إِ ْﺟـَﺮ ِاء َﻣ ٍﺎء إِﻟَـْﻴـ َﻬﺎ‬ ِ ‫ إِﱠﻻ اﻟْﻤﻌ ِﺎد َن اﻟﻈﱠ‬،‫ﺑـِﺠ ِﻤﻴ ِﻊ ﻣﺎ ﻓِـﻴـﻬﺎ‬ ‫ﺎﻫَﺮَة؛‬ ََ َْ َ ْ َ [396]- Barangsiapa yang melakukan ihyaa’ (menghidupkannya) dengan: tembok (keliling), menggali sumur, melewatkan air ke arahnya, atau mencegah (menghilangkan) hal-hal yang bisa mengganggu pertanian: maka dia memiliki tanah tersebut dengan semua yang ada di dalamnya; kecuali barang tambang yang jelas (ada).98



98



Jika ada yang bertanya: Dengan cara apa Ihyaa’ (menghidupkan tanah) bisa dilakukan? Maka jawabannya: Pertama: menghidupkan dengan tembok keliling. Yakni: mengitari tanah mati dengan tembok keliling sehingga bisa mencegah masuknya binatang ke dalamnya atau bisa menutupi orang yang berdiri di dalamnya. Maka orang yang melakukan ini dianggap telah memilikinya. Kedua: menghidupkan dengan menggali sumur. Yakni: jika seseorang menggali sumur pada sebuah tanah mati; maka ia berhak memiliki tanah yang di sekitar sumur tersebut dengan ukuran sekitar 50 (lima puluh) dziraa’ di sekeliling sumur tersebut. Dan para ulama memperkirakan bahwa 1 dziraa’ adalah 54 cm. Ketiga: menghidupkannya dengan mengairi. Yakni: seorang membuat aliran air agar bisa mengalirkannya ke tanah mati. 89



ِ ِ ِ ‫ﺖ‬ ْ ‫ﺿﺎ ﻟَـ ْﻴـ َﺴـ‬ ً ‫َﺣ ـﻴَﺎ أ َْر‬ ْ ‫ )) َﻣـ ْﻦ أ‬:‫ﻟـ َﺤﺪﻳْﺚ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ‬ ٍ ِ .‫ي‬ ‫َﺣ ﱡﻖ ﺑِـ َﻬﺎ(( َرَواﻩُ اﻟْﺒُ َﺨﺎ ِر ﱡ‬ َ ‫ﻷَ َﺣﺪ؛ ﻓَـ ُﻬ َﻮ أ‬ Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar: “Barangsiapa menghidupkan suatu tanah yang tidak dimiliki oleh seorang pun; maka dia lebih berhak dengannya.” HR. Al-Bukhari.



ُ‫ ﺑِﺄَ ْن أ ََد َار َﺣ ْﻮﻟَﻪ‬:‫ َوإِ َذا ﺗَـ َﺤ ﱠﺠـَﺮ َﻣـ َﻮاﺗًﺎ‬-[٣٩٧] ِ ‫ أَو ﺣ َﻔـﺮ ﺑِـْﺌـﺮا ﻟَـﻢ ﻳ‬،‫أَﺣﺠﺎرا‬ ‫ أ َْو أُﻗْ ِﻄ َﻊ‬،‫ﺼـ ْﻞ إِﻟَـﻰ َﻣﺎﺋـِ َﻬﺎ‬ َْ ً َ َ ْ ًَْ Dan seorang tidak dianggap menghidupkannya jika pengairan tanah mati tersebut hanya dengan air hujan; seperti: seorang yang mengolah tanah kemudian memberinya benih dan hujan turun kepada tanah tersebut, dan dengannya tumbuhlah tanaman yang telah dia tabur benihnya; maka dia tidak memilikinya karena hujan itu dari Allah bukan dari usahanya. Dan kalau pada tahun berikutnya datang orang lain yang menaburkan benih; maka dia lebih berhak dengan benihnya (karena tanahnya belum dimiliki oleh orang sebelumnya). Keempat: menghidupkan tanah dengan mencegah hal-hal yang bisa mengganggu tanaman; seperti: seorang yang menemukan rawa yang airnya dari laut atau sungai yang air tersebut masih berjalan menuju ke arah rawa tersebut; sehingga tidak ada yang bisa mengambil manfaat dengan rawa tersebut. Kemudian ia menghalangi jalan antara rawa tersebut dengan laut atau sungai, sehingga airnya tertahan; maka dia telah memiliki rawa tersebut karena dia telah berusaha untuk menahan air agar tidak mengenainya. 90



‫ َوَﻻ ﻳَـ ْﻤﻠِ ُﻜ َﻬﺎ َﺣ ﱠﱴ ﻳـُ ْﺤـﻴِ ـﻴَـ َﻬﺎ ﺑِـ َﻤﺎ‬،‫َﺣ ﱡﻖ ﺑِـ َﻬﺎ‬ ً ‫أ َْر‬ َ ‫ ﻓَـ ُﻬ َﻮ أ‬:‫ﺿﺎ‬ .‫ﱠم‬ َ ‫ﺗَـ َﻘﺪ‬ [397]- Jika seorang melakukan tahajjur (membatasi) terhadap suatu Mawaat dengan cara: mengitarinya dengan batu, menggali sumur akan tetapi belum sampai ke airnya, atau dia mendapatkan iqthaa’ (diberi bagian oleh penguasa): maka dia yang paling berhak dengannya, akan tetapi belum menjadi hak miliknya sebelum dia menghidupkan dengan cara-cara yang disebutkan (pada point) sebelumnya.99 99



Ini adalah pembahasan Tahajjur dan Iqthaa’. Tahajjur adalah: - Seorang membangun tembok keliling pada tanah mati tapi tingginya hanya satu dziraa’ (dari ujung jari tangan sampai ke siku); maka ini dinamakan tahajjur dan dia tidak memiliki tanah tersebut. - Demikian juga kalau seseorang menggali sumur pada tanah mati tapi dia hanya menggali beberepa meter dan berhenti sebelum sampai ke air; ini juga dinamakan tahajjur. Yakni: dialah yang paling berhak untuk mendapatkan tanah ini akan tetapi tidak memilikinya sehingga tidak bisa menjualnya kepada orang lain. Dia bisa memlikinya kalau melakukan Ihyaa’ padanya. Adapun kalau dia belum melakukan Ihyaa’ kemudian dia meninggalkannya; maka boleh bagi orang lain untuk melakukan Ihyaa’ pada tanah tersebut. Iqthaa’ adalah: seorang penguasa (raja, khalifah, atau lainnya) memberikan tanah kepada seseorang dengan ukuran 91



tertentu (biasanya disesuaikan dengan kemampuannya dalam mengolah tanah tersebut, semakin kuat; maka semakin luas tanah yang diberikan). Maka orang yang diberi Iqthaa’ ini lebih berhak dengan tanah tersebut akan tetapi dia tidak memilikinya sebelum melakukan Ihyaa’ pada tanah tersebut. 92



ِْ ‫ اﻟْـ َﺠـ َﻌـﺎﻟَـ ِﺔ َو‬:‫ﺎب‬ ‫اﻹ َﺟ ـ َﺎرِة‬ ُ ‫ﺑَـ‬



Bab: Ja’aalah dan Ijaarah100



‫ َﺟ ْﻌ ُﻞ َﻣ ٍﺎل َﻣ ْﻌﻠُـ ْﻮٍم ﻟِ َﻤ ْﻦ ﻳَـ ْﻌ َﻤ ُﻞ ﻟَ ُﻪ‬:‫ َوُﻫـ َﻤﺎ‬-[٣٩٨] ‫أ َْو َﻣـ ْﺠ ُﻬ ْﻮًﻻ ﻓِـﻲ اﻟْـ َﺠـ َﻌﺎﻟَـ ِﺔ َوَﻣ ْﻌﻠُ ْﻮًﻣﺎ ﻓِـﻲ‬- ‫َﻋ َﻤ ًﻼ َﻣ ْﻌﻠُ ْﻮًﻣﺎ‬ ِْ .‫ أ َْو َﻋﻠَﻰ َﻣْﻨـ َﻔ َﻌ ٍﺔ ﻓِـﻲ اﻟ ِّﺬ ﱠﻣـ ِﺔ‬،-‫اﻹ َﺟ َﺎرِة‬ [398]- Keduanya adalah: menjadikan harta tertentu bagi orang yang melakukan pekerjaan yang ma’luum (jelas) -atau majhuul (tidak jelas) untuk Ja’aalah dan jelas dalam Ijaarah-, atau atas suatu manfaat yang ada dalam tanggungan (orang yang dibayar -pent).101 100



Penulis menggabungkan antara keduanya dikarenakan kemiripan keduanya, hanya saja Ja’aalah lebih luas dari Ijaarah -sebagaimana akan dijelaskan-. 101 Maka Ja’aalah bisa berlaku dalam sesuatu yang majhuul (tidak jelas); seperti: Barangsiapa yang bisa mengembalikan mobilku yang hilang; maka saya beri 100 juta. Adapaun Ijaarah adalah: menjual manfaat yang ma’luum (jelas). Dan manfaat ada dua: (1)Manfaat dalam tanggungan; yakni: pekerjaan yang diterima dalam tanggungan, seperti: menjahit, atau pekerjaan pertukangan, dan lainnya. Jadi, seperti menyewa penjahit untuk menjahitkan sebuah baju untuknya. (2)Manfaat berupa barang, seperti: menyewa rumah untuk 93



:‫ ﻓَ َﻤ ْﻦ ﻓَـ َﻌـ َﻞ َﻣﺎ ُﺟـﻌِـ َﻞ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ ﻓِ ـْﻴ ِﻬ َﻤﺎ‬-[٣٩٩] ِ .‫ َوإِﱠﻻ ﻓَ َﻼ‬،‫ض‬ َ ‫اﺳـﺘَ َﺤـ ﱠﻖ اﻟْـﻌـ َﻮ‬ ْ [399]- Barangsiapa yang melakukan apa yang dibebankan padanya pada keduanya (Ja’aalah dan Ijaarah): maka dia berhak mendapatkan upah. Dan jika dia tidak (melakukannya); maka dia tidak (mendapatkannya).102



ِْ ‫ إِﱠﻻ إِذَ ﺗَـ َﻌ ﱠﺬ َر اﻟْ َﻌ َﻤﻞ ﻓِـﻲ‬-[٤٠٠] ُ‫اﻹ َﺟ َﺎرِة؛ ﻓَِﺈﻧﱠﻪ‬ ُ ِ ُ ‫ﻳـﺘَـ َﻘ ﱠﺴ‬ ‫ض‬ ُ ‫ﻂ اﻟْﻌ َﻮ‬ َ [400]- Kecuali jika ada udzur sehingga tidak bisa melanjutkan pekerjaan dalam Ijaarah; maka



ditempati, atau kendaraan untuk dinaiki atau untuk memuat barang, dan semisalnya. 102 Barangsiapa yang telah menunaikan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya; maka dia berhak mendapat ‘ujrah (upah dalam ijaarah) atau ju’l (upah dalam ja’aalah). Adapun orang yang belum menyelesaikan pekerjaannya; maka dia tidak berhak mendapatkan apa pun. Contohnya: Kalau ada orang yang menjanjikan Ju’l bagi siapa saja yang bisa menggali sebuah sumur sampai keluar airnya; maka jika ada seorang yang menggali sumur tapi berhenti sebelum keluar airnya; maka dia tidak berhak mendapatkan ju’l karena dia belum memenuhi syaratnya. 94



dia mendapat kerjanya).103



bagian



dari



upah



(sesuai



َ َ‫ ))ﻗ‬:‫ َو َﻋ ْﻦ أَﺑِـ ْﻲ ُﻫَﺮﻳْـَﺮِة َﻣ ْﺮﻓُـ ْﻮ ًﻋﺎ‬-[٤٠١] ُ‫ﺎل ﷲ‬ ‫ َر ُﺟ ٌﻞ أَ ْﻋﻄَﻰ‬:‫ﺼ ُﻤ ُﻬ ْﻢ ﻳَـ ْﻮَم اﻟْـ ِﻘـﻴَ َﺎﻣ ِﺔ‬ ْ ‫ ﺛََﻼﺛَـﺔٌ أَﻧَـﺎ َﺧ‬:‫ﺗَـ َﻌ َﺎﱃ‬ ‫ َوَر ُﺟ ٌﻞ‬،ُ‫ﺎع ُﺣﺮا ﻓَﺄَ َﻛ َﻞ ﺛَـ َﻤﻨَﻪ‬ َ َ‫ َوَر ُﺟ ٌﻞ ﺑ‬،‫ﺑِـ ْﻲ ﺛُـ ﱠﻢ ﻏَ َﺪ َر‬ ِ ِِ ِ ‫اﺳـﺘَﺄْﺟﺮ أ‬ ((ُ‫َﺟ َﺮﻩ‬ ْ ‫ﺎﺳـﺘَـ ْﻮﻓَـﻰ ﻣ ْﻨﻪُ َوﻟَـ ْﻢ ﻳُـ ْﻌﻄﻪ أ‬ ْ َ‫َﺟـ ْﻴـ ًﺮا ﻓ‬ ََ ْ ِ‫رواﻩ ﻣﺴﻠ‬ [‫ي‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺼ‬ ‫اﻟ‬ ] ‫ﻢ‬ ‫ﱠ‬ ‫ اﻟْﺒُ َﺨﺎ ِر ﱡ‬:‫اب‬ ُ َ ٌ ْ ُ ُ ََ [401]- Dari Abu Hurairah secara marfuu’: “Allah Ta’aalaa berfirman: tiga golongan yang Aku akan menjadi musuh mereka pada Hari Kiamat: (1)seorang laki-laki yang memberi (perjanjian) dengan (nama)-Ku kemudian dia tidak menepati, (2) orang yang menjual seorang merdeka kemudian 103



Yakni: dia berhak mendapatkan bagiannya dari ujrah atas pekerjaan yang telah dia laksanakan. Contohnya: Kalau seorang menyewa sebuah mobil, kemudian mobil itu mogok di tengah jalan, sedangkan dia telah menyewanya dengan harga 100 ribu, kemudian dia melanjutkan perjalanan dengan menyewa mobil lain dengan harga 50 ribu; maka pemilik mobil pertama (yang mogok) berhak mendapatkan setengah dari ujrah (50 ribu), karena orang yang menyewa mobilnya telah mengambil manfaat dari mobil tersebut sampai dengan setengah dari perjalanan yang disepakati sebelumnya. 95



memakan hasil penjualannya, dan (3)seorang yang menyewa orang lain, kemudian orang itu telah memenuhi pekerjaannya sedangkan dia belum memberikan upahnya.” HR. Muslim [yang benar: Al-Bukhari].



ِْ ‫ َواﻟْـ َﺠ َﻌﺎﻟَﺔُ أ َْو َﺳ ُﻊ ِﻣ َﻦ‬-[٤٠٢] ‫اﻹ َﺟ َﺎرِة؛ ِﻷَﻧـﱠ َﻬﺎ‬ ِ ‫ﺗَـﺠﻮُز َﻋﻠَﻰ أ َْﻋﻤ ِﺎل اﻟْ ُﻘـﺮ‬ ‫ َوِﻷَ ﱠن اﻟْ َﻌ َﻤ َﻞ ﻓِـْﻴـ َﻬﺎ ﻳَ ُﻜ ْﻮ ُن‬،‫ب‬ ُْ َ َ ِ ‫ ﺑِـ ِﺨ َﻼ‬،‫ وِﻷَﻧـﱠﻬﺎ ﻋ ْﻘ ٌﺪ ﺟﺎﺋـِﺰ‬،‫ﻣﻌﻠُﻮﻣﺎ وﻣـﺠﻬﻮًﻻ‬ ‫ف‬ َ َ َ ُْ ْ ََ ًْ ْ َ ٌ َ ِْ .‫اﻹ َﺟـ َﺎرِة‬ [402]- Dan Ja’aalah lebih luas dari Ijaarah; karena Ja’aalah boleh dalam amalan-amalan qurbah (ketaatan), dan karena amalan padanya bisa amalan yang jelas dan juga yang tidak jelas, karena akadnya adalah Jaa-iz (dibolehkan pembatalannya dari masing-masing dua pihak pent), berbeda dengan Ijaarah.104 104



Ja’aalah lebih luas dari Ijaarah; karena Ja’aalah dibolehkan dalam hal-hal yang tidak diperbolehkan Ijaarah padanya. Sebagaimana keduanya juga memiliki perbedaan dalam beberapa perkara: 1. Ja’aalah tidak disyaratkan untuk sahnya: mengetahui pekerjaan yang dijadikan ju’l padanya, berbeda dengan Ijaarah; maka disyaratkan pekerjaannya harus ma’luum (diketahui). 2. Ja’aalah tidak disyaratkan padanya: mengetahui waktu pekerjaannya, sedangkan Ijaarah untuk manfaat waktu (bagi 96



‫ َوﺗَـ ُﺠ ْﻮُز إِ َﺟـ َﺎرةُ اﻟْـ َﻌـْﻴـ ِﻦ اﻟْ ُﻤ َﺆ ﱠﺟـَﺮِة ﻟِ َﻤ ْﻦ‬-[٤٠٣] ِ .‫ﺿَﺮًرا‬ َ ُ‫ َﻻ ﺑِﺄَ ْﻛﺜَـَﺮ ﻣْﻨﻪ‬،ُ‫ﻳَـ ُﻘ ْﻮُم َﻣ َﻘ َﺎﻣﻪ‬ [403]- Boleh menyewakan barang yang disewa: kepada penyewa yang yang sebanding; tidak kepada (penyewa) yang lebih 105 membahayakan (terhadap barang sewaan). Ajiir Khaashsh, seperti: pembantu yang disewa; maka ketika dia dalam waktu kerjanya: tidak boleh disewa oleh orang lain); maka disyaratkan mengetahui waktu pekerjaannya. 3. Ja’aalah tidak disyaratkan penentuan pekerjaan yang harus dilakukan, sedangkan Ijaarah untuk manfaat pekerjaan (bagi Ajiir Musytarak; seperti: seorang menyewa penjahit untuk menjahit baju tertentu, dimana orang lain juga bisa menyewanya untuk menjahit bajunya); maka disyaratkan padanya penentuan pekerjaan. 4. Ja’aalah akadnya adalah Jaa-iz (yang boleh dibatalkan oleh masing-masing pihak walaupun tanpa persetujuaan pihak lain), beda dengan Ijaarah yang akadnya adalah Laazim (yang tidak boleh dibatalkan kecuali dengan keridha-an kedua belah pihak). Jadi Ijaarah sebenarnya suatu bentuk Bai’ (jual beli) yang diberi nama khusus, seperti jual beli Salaf yang merupakan suatu bentuk jual beli akan tetapi diberi nama khusus, dan lainnya. 5. Ja’aalah dibolehkan pada amalan-amalan yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah; seperti: Haji, menyembelih kurban dan membaginya, dan semisalnya, adapun Ijaarah; maka tidak diperbolehkan dalam hal-hal tersebut. 105 Seperti A yang menyewa rumah dari B untuk satu tahun, ketika baru setengah tahun; A menyewakannya kepada C. Maka ini dibolehkan, dengan syarat C menggunakan rumah tersebut untuk sesuatu yang tidak lebih membahayakan dari A. Seperti: A 97



‫َوَﻻ‬



‫ ﺑِ ُﺪ ْو ِن ﺗَـ َﻌ ٍّﺪ‬،‫ﺿ َﻤﺎ َن ﻓِْﻴ ِﻬ َﻤﺎ‬ َ ‫ َوَﻻ‬-[٤٠٤] .‫ﺗَـ ْﻔ ِﺮﻳْ ٍﻂ‬



[404]- Tidak wajib Dhamaan (menanggung) atas (kerusakan atau kehilangan) keduanya (Ja’aalah dan Ijaarah) jika tidak ta’addi (melampaui batas) atau tafriith (kurang dalam penjagaan).106



ِ ِ ِ ُ‫َﺟ َﺮﻩ‬ ْ ‫ ))أَ ْﻋﻄُﻮا ْاﻷَ ِﺟ ْﻴـ َﺮ أ‬:‫ َوﻓـﻲ اﻟْـ َﺤﺪﻳْﺚ‬-[٤٠٥] ‫ﻗَـ ْﺒ َﻞ أَ ْن ﻳَـ ِﺠ ﱠ‬ .‫ﺎﺟ ْﻪ‬ َ ‫ﻒ َﻋ َﺮﻗُـﻪُ(( َرَواﻩُ اﺑْ ُﻦ َﻣ‬



tadinya menggunakan rumah tersebut untuk ditinggali, kemudian C menyewanya untuk ditinggali juga. Jika C menyewanya untuk digunakan sebagai pabrik; maka ini tidak boleh. 106 Tidak ada Dhamaan dalam Ijaarah dan Ja’aalah jika tidak Ta’addi dan tidak Tafriith. Seperti seorang yang menyewa mobil kemudian mobilnya mogok; maka ia tidak menanggung biaya perbaikannya. Kecuali jika ia memberikan muatan di luar batas (ini termasuk Ta’addii) kemudian mobil rusak atau meletakannya di tempat rawan pencurian tanpa dikunci (ini termasuk Tafriith) kemudian mobil hilang: maka ada Dhamaan. Dan telah dijelaskan makna Ta’addii dan Tafriith dalam pembahasan Rahn. 98



[405]- Dalam hadits disebutkan: “Berikanlah upah kepada orang yang disewa sebelum kering keringatnya.” HR. Ibnu Majah.107



107



Dalam hadits ini terdapat perintah bagi Musta’jir (orang yang menyewa) untuk menyerahkan Ujrah kepada Ajiir (orang yang disewa) segera setelah pekerjaannya selesai, karena itulah waktu berhaknya Ajiir untuk mendapat Ujrah. 99



‫ اﻟﻠﱡـ َﻘـﻄَـ ِﺔ َواﻟـﻠﱠـ ِﻘـ ْﻴ ِﻂ‬:‫ﺎب‬ ُ ‫ﺑَـ‬ Bab: Luqathah dan Laqhiith (barang temuan)



ِ ‫ وِﻫﻲ ﻋﻠَﻰ ﺛََﻼﺛَـ‬-[٤٠٦] ٍ ‫َﺿـﺮ‬ :‫ب‬ ‫أ‬ ‫ﺔ‬ ْ َ َ َ ُ



[406]- Luqathah ini ada 3 (tiga) macam:



ِ ‫ َﻛﺎﻟ ﱠﺴـﻮ ِط واﻟـﱠﺮ ِﻏ ـْﻴـ‬،ُ‫ ﻣﺎ ﺗُـ ِﻘـ ﱡﻞ ﻗِـْﻴﻤـﺘُـﻪ‬:‫أَﺣـ ُﺪ َﻫﺎ‬ ‫ﻒ‬ َ َ َ ْ َ ِ ٍ ‫ﻚ ﺑِ َﻼ ﺗَـ ْﻌ ِﺮﻳـ‬ .‫ﻒ‬ ُ َ‫َوﻧـَ ْﺤـ ِﻮﻫـ َﻤﺎ؛ ﻓَـﻴُ ْﻤﻠ‬ ْ Pertama: Yang nilainya sedikit; seperti: cambuk, roti, dan semisalnya, maka ia (penemu) boleh memilikinya tanpa harus mengumumkan.



ِ ‫ﻀ ـﻮ ﱡال اﻟﱠﺘِـﻲ ﺗَـﻤـﺘَـﻨِـﻊ ِﻣﻦ ِﺻﻐَﺎ ِر‬ ِ‫واﻟﺜﱠﺎﻧـ‬ ،‫اﻟﺴﺒَ ِﺎع‬ ‫اﻟ‬ : ‫ﻲ‬ ‫ﱠ‬ ْ ُ ْ ْ ّ َ ْ َ ِ ‫ﺎﻻﻟْ ـﺘِ ـ َﻘـ‬ ِْ ‫ﻚ ﺑِـ‬ ِْ ‫َﻛ‬ .‫ﺎط ُﻣـﻄْ ـﻠَ ـ ًﻘﺎ‬ ُ َ‫ﺎﻹﺑِ ِﻞ؛ ﻓَ َﻼ ﺗـُ ْﻤﻠ‬ Kedua: Binatang hilang yang bisa menjaga diri dari binatang buas yang kecil. Contohnya: unta; maka tidak boleh dimiliki sama sekali oleh orang yang menemukan.



100



‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َواﻟﺜﱠﺎﻟ ُ‬ ‫ﺚ‪َ :‬ﻣﺎ ِﺳ َﻮى ٰذﻟ َ‬ ‫ﻚ‪ ،‬ﻓَـﻴَ ُﺠ ْﻮُز اﻟْ ـﺘـ َﻘـﺎﻃـُﻪُ‬ ‫َوﻳـَ ْﻤﻠِ ُﻜﻪُ؛ إِ َذا َﻋـﱠﺮﻓَـﻪُ َﺳـﻨَـﺔً َﻛـ ِﺎﻣـﻠَـﺔً‪.‬‬ ‫‪Ketiga: Yang selain itu; maka boleh diambil‬‬ ‫‪dan dimiliki, jika ia telah mengumumkannya‬‬ ‫‪selama setahun penuh.‬‬



‫* َﻋ ْﻦ َزﻳْـ ِﺪ ﺑْ ِﻦ َﺧﺎﻟِ ٍﺪ اﻟْـ ُﺠ َﻬﻨِـ ِّﻲ‪ ،‬أَﻧﱠﻪُ ﻗَ َﺎل‪َ :‬ﺟﺎءَ َر ُﺟ ٌﻞ‬ ‫ف‬ ‫إِ َﱃ اﻟـﻨﱠـﺒِـ ِّﻲ ‪ ،‬ﻓَ َﺴﺄَﻟَـﻪُ َﻋ ِﻦ اﻟﻠﱡ ـ َﻘﻄَِﺔ‪ ،‬ﻓَـ َﻘ َﺎل‪)) :‬ا ْﻋـ ِﺮ ْ‬ ‫ِ‬ ‫ﺎء َﻫﺎ‪ ،‬ﺛُـ ﱠﻢ َﻋ ِّﺮﻓْـ َﻬﺎ َﺳﻨَﺔً‪ ،‬ﻓَِﺈ ْن َﺟﺎ َء‬ ‫ﻋ َﻔ َ‬ ‫ﺎﺻ َﻬﺎ َو ِوَﻛ َ‬ ‫ﺻِ‬ ‫ﻀﺎﻟﱠﺔُ اﻟْﻐَﻨَ ِﻢ؟‬ ‫ﺎﺣﺒُـ َﻬﺎ‪َ ،‬وإِﱠﻻ ﻓَ َ‬ ‫ﺸﺄْﻧُ َ‬ ‫ﻚ ﺑِـ َﻬﺎ(( ﻗَ َﺎل‪ :‬ﻓَ َ‬ ‫َ‬ ‫ﻚ‪ ،‬أ َْو ﻟِﻠـ ِّﺬﺋْـ ِ‬ ‫ﺐ(( ﻗَ َﺎل‪:‬‬ ‫ﻗَ َﺎل‪ِ )) :‬ﻫ َﻲ ﻟَ َ‬ ‫ﻚ‪ ،‬أ َْو ِﻷَ ِﺧـ ْﻴـ َ‬ ‫ﻀﺎﻟﱠﺔُ ِْ‬ ‫ﻚ َوﻟَـ َﻬﺎ؟! َﻣ َﻌ َﻬﺎ ِﺳـ َﻘﺎ ُؤ َﻫﺎ‬ ‫اﻹﺑِ ِﻞ؟ ﻗَ َﺎل‪َ )) :‬ﻣﺎ ﻟَ َ‬ ‫ﻓَ َ‬ ‫وِ‬ ‫ِ‬ ‫ﺎء َوﺗَـﺄْ ُﻛ ُﻞ اﻟ ﱠ‬ ‫ﺎﻫﺎ‬ ‫ْﻤ‬ ‫ﻟ‬ ‫ا‬ ‫د‬ ‫ﺮ‬ ‫ـ‬ ‫ﺗ‬ ‫‪،‬‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻫ‬ ‫ؤ‬ ‫ا‬ ‫ﺬ‬ ‫ﺣ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ﺸ َﺠ َﺮ‪َ ،‬ﺣ ﱠﱴ ﻳَـ ْﻠ َﻘ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ََ‬ ‫َرﺑﱡـ َﻬﺎ(( ُﻣـﺘﱠـ َﻔ ٌـﻖ َﻋـﻠَ ْـﻴ ِـﻪ‬



‫‪* Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, bahwa ia‬‬ ‫‪berkata: Datang seorang laki-laki kepada Nabi‬‬ ‫‪, kemudian bertanya kepada beliau tentang‬‬ ‫‪Luqathah, maka beliau bersabda: “Kenalilah‬‬ ‫‪101‬‬



kantung (yang ada padanya) dan 108 pengikatnya , kemudian umumkanlah selama satu tahun. Kalau pemiliknya nanti datang (maka kembalikanlah), dan jika tidak; maka itu urusanmu dengannya (menjadi milik-mu).” Orang itu bertanya lagi: Kalau kambing yang ditemukan? Beliau menjawab: “Itu untukmu, atau untuk saudaramu, atau untuk serigala.”109 Orang itu bertanya lagi: Kalau unta yang ditemukan? Beliau menjawab: “Apa urusanmu dengannya? Dia punya tempat penampungan air (perutnya) dan sepatu110, bisa mendatangi air (untuk minum) dan bisa makan dari pepohonan; sampai nantinya ia bisa bertemu dengan pemiliknya.” Muttafaqun ‘Alaihi.



ِ ‫ واﻟْـﺘِـ َﻘـﺎ ُط اﻟـﻠﱠـ ِﻘـﻴ ِﻂ واﻟْـ ِﻘـﻴﺎم ﺑِـ‬-[٤٠٧] ‫ض‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻪ‬ ‫ـ‬ ‫ﻓ‬ : َ ُ ْ َُ َ ْ َ .‫ﻛِـ َﻔـﺎﻳَـ ٍﺔ‬ 108



Maksudnya: kenalilah ciri-cirinya agar nantinya ketika ada orang yang mengaku sebagai pemilikinya; ia bisa dites/diuji kebenarannya dengan ditanyakan kepadanya tentang ciri-cirinya. 109 Menunjukkan akan lemahnya kambing, sehingga hendaknya diambil, untuk nantinya diumumkan selama satu tahun. 110 Menunjukkan akan kuatnya unta, sehingga tidak perlu diambil. 102



[407]- Mengambil barang temuan mengurusnya adalah Fardhu Kifaayah.



dan



‫ﺖ اﻟْ َﻤ ِﺎل؛ ﻓَـ َﻌﻠَﻰ َﻣ ْﻦ َﻋـﻠِـ َﻢ‬ ُ ‫ ﻓَـِﺈ ْن ﺗَـ َﻌ ﱠﺬ َر ﺑـَْﻴ‬-[٤٠٨] .‫ﺑـِ َﺤ ـﺎﻟِـ ِﻪ‬



[408]- Jika Baitul Mal tidak bisa (membiayai kepengurusan); maka wajib atas orang yang mengetahui keadaannya (untuk membiayainya).111



111



Orang yang menemukan pada asalnya tidak memiliki kewajiban untuk mengeluarkan biaya pengurusan barang yang ia temukan, dan Baitul Mal yang mengeluarkan biayanya. Kecuali jika Baitul Mal tidak mengeluarkan biaya tersebut; maka kewajiban orang yang menemukannya untuk membiayai kepengurusannya selama masih diumumkan (selama satu tahun). Setelah satu tahun kemudian tidak ada yang datang; maka ia boleh memilikinya. 103



‫ اﻟ ُْﻤ َﺴﺎﺑَـ َﻘ ِﺔ َواﻟ ُْﻤﻐَﺎﻟَـﺒَ ِﺔ‬:‫ﺎب‬ ُ ‫ﺑَـ‬ Bab: Musaabaqah dan Mughaalabah (perlombaan)112



:‫ َوِﻫ َﻲ ﺛََﻼﺛَﺔُ أَﻧْـ َﻮ ٍاع‬-[٤٠٩]



[409]- Ada tiga jenis:



ٍ ‫ ﻳَـ ُﺠـ ْﻮُز ﺑِـﻌِـ َﻮ‬:‫ع‬ ُ‫ ُﻣ َﺴﺎﺑـَ َﻘﺔ‬:‫ض َو َﻏـْﻴـ ِﺮِﻩ؛ َوِﻫ َﻲ‬ ٌ ‫ﻧَـ ْﻮ‬ ِ ِِ .‫اﻟﺴـ َﻬ ِﺎم‬ ّ ‫ َو‬،‫ َو ْاﻹﺑـ ِﻞ‬،‫اﻟْـ َﺨـْﻴـ ِﻞ‬ Jenis (pertama): yang dibolehkan baik dengan taruhan ataupun tidak, yaitu: musaabaqah kuda, unta, dan panah.



ٍ ‫ َوَﻻ ﻳَـ ُﺠـ ْﻮُز ﺑِﻌِ َﻮ‬،‫ض‬ ٍ ‫ ﻳَـ ُﺠـ ْﻮُز ﺑِ َﻼ ِﻋ َﻮ‬:ٌ‫َوﻧَـ ْﻮع‬ ‫ض؛‬ ِ ‫ ﺟـ ِﻤﻴﻊ اﻟْﻤﻐَﺎﻟَـﺒ‬:‫وِﻫﻲ‬ ،‫ﺎت ﺑِـﻐَـْﻴـ ِﺮ اﻟـﺜﱠـ َﻼﺛَِﺔ اﻟْ َﻤ ْﺬ ُﻛـ ْﻮَرِة‬ َ ُ ُْ َ َ َ ،‫َوﺑِـﻐَـْﻴـ ِﺮ اﻟـﻨﱠ ـ ْﺮِد َواﻟ ﱠﺸـﻄْـَﺮﻧْـ ِﺞ َوﻧـَ ْﺤ ِﻮِﻫـ َﻤﺎ؛ ﻓَـﺘُـ َﺤ ـﱠﺮُم ُﻣﻄْـﻠَـ ًﻘﺎ‬ 112



Musaabaqah: perlombaan, seperti: perlombaan naik kuda, memanah, berlari, beladiri, dan lainnya. Dinamakan juga: Mughaalabah. 104



ِ ِ ‫ ﻟِـﺤـ ِﺪﻳـ‬.‫ﺚ‬ :‫ ))َﻻ َﺳـﺒَـ َﻖ إِﱠﻻ ﻓِـ ْﻲ‬:‫ﺚ‬ ْ َ ُ ‫َوُﻫ َﻮ اﻟـﻨـ ْﱠﻮعُ اﻟـﺜﱠـﺎﻟـ‬ ِ .ُ‫َﺣـ َﻤ ُﺪ َواﻟـﺜﱠـ َﻼﺛـَﺔ‬ ٍّ ‫ُﺧ ـ‬ ْ ‫ أ َْو ﻧَـ‬،‫ﻒ‬ ْ ‫ أ َْو َﺣﺎﻓ ٍﺮ(( َرَواﻩُ أ‬،‫ﺼـ ٍﻞ‬ Jenis (kedua): boleh dengan tanpa taruhan dan tidak boleh dengan taruhan, yaitu: seluruh perlombaan selain tiga yang telah disebutkan. Kecuali dadu, catur dan semisalnya; maka diharamkan secara mutlak, dan inilah jenis ketiga. (Untuk pembolehan dengan taruhan adalah) berdasarkan hadits: “Tidak ada perlombaan kecuali pada sepatu (kuda), panah, dan kaki unta.” HR. Ahmad dan tiga (penulis Kitab Sunan).



ِ ‫ ﻓَـِﺈﻧـﱠﻬﺎ د‬:‫ وأَﱠﻣﺎ ﻣﺎ ِﺳـﻮاﻫﺎ‬-[٤١٠] ‫اﺧـﻠَـﺔٌ ﻓِـﻲ‬ َ َ ََ َ َ .‫اﻟْـ ِﻘ َﻤﺎ ِر َواﻟْ َﻤـْﻴـ ِﺴ ـ ِﺮ‬



[410]- Adapun selain dengan (tiga perlombaan) tersebut: maka (taruhan akan) masuk ke dalam judi dan perjudian.



105



ِ ‫ﺼـ‬ ‫ﺐ‬ ْ ‫ اﻟْـﻐَـ‬:‫ﺎب‬ ُ ‫ﺑَـ‬ Bab: Ghashb



ِْ ‫ وﻫﻮ‬-[٤١١] ‫اﻻ ْﺳ ـﺘِـْﻴ َﻼءُ َﻋﻠَﻰ َﻣ ِﺎل اﻟْـﻐَـْﻴـ ِﺮ ﺑِـﻐَـﻴـِْﺮ‬ ََُ .‫َﺣـ ٍّﻖ‬ [411]- Yaitu: menguasai harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan.



ِ ‫ ﻟِـﺤـ ِﺪﻳـ‬،‫ وﻫﻮ ﻣـﺤـﱠﺮم‬-[٤١٢] ‫ )) َﻣ ِﻦ اﻗْـﺘَـﻄَـ َﻊ‬:‫ﺚ‬ ْ َ ٌ َ ُ ََُ ِ ‫ِﺷـ ْﺒـ ًﺮا ِﻣ َﻦ ْاﻷَ ْر‬ ‫ض ﻇُـﻠ ًْﻤﺎ؛ ﻃَـ ﱠﻮﻗَـﻪُ ﷲُ ﺑِـ ِﻪ ﻳَـ ْﻮَم اﻟْـ ِﻘـﻴَـ َﺎﻣـ ِﺔ‬ ِ ‫ِﻣـﻦ ﺳـ ْﺒـ ِﻊ أَر‬ .‫ﺿـ ْﻴـ َﻦ(( ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬ ْ َ ْ Dan ini diharamkan, berdasarkan hadits: “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara zhalim; maka Allah akan mengalungkan kepadanya pada Hari Kiamat dengan sebab itu: dari tujuh bumi.” Muttafaqun ‘Alaihi.



ِ ‫ وﻋـﻠَـﻴـ ِﻪ رﱡدﻩ ﻟِـﺼـ‬-[٤١٣] .ُ‫َﺿـ َﻌﺎﻓَـﻪ‬ ْ ‫ َوﻟَـ ْﻮ َﻏ ِﺮَم أ‬،‫ﺎﺣـﺒِـ ِﻪ‬ َ ُ َ ْ ََ 106



[413]- Dan pelakunya wajib mengembalikan kepada pemiliknya, walaupun (karenanya) dia rugi berlipat ganda.



ِ ‫ وﻋـﻠَـﻴـ‬-[٤١٤] ،‫ُﺟـَﺮﺗـُﻪُ ُﻣ ﱠﺪ َة ُﻣ َﻘ ِﺎﻣ ِﻪ ﺑِـﻴَـ ِﺪ ِﻩ‬ ‫ﻘ‬ ‫ـ‬ ‫ﻧ‬ ‫ﻪ‬ ْ َ ْ ‫ﺼﻪُ َوأ‬ ُ ْ ََ ِ‫وﺿـﻤﺎﻧـُﻪ إِ َذا ﺗَـﻠ‬ .‫ﻒ ُﻣﻄْـﻠَـ ًﻘﺎ‬ ‫ـ‬ َ ُ ََ َ



[414]- Dan ia menanggung kekurangan dan upah (sewa)113 selama barang itu ada padanya, dan ia menanggung jika barang itu rusak secara mutlak.



.‫ َوِزﻳَـ َﺎدﺗُـﻪُ ﻟِـَﺮﺑِّـ ِﻪ‬-[٤١٥]



[415]- Dan jika barangnya bertambah114; maka tambahannya menjadi pemiliknya.



:‫س أ َْو ﺑَ ـﻨَـﻰ ﻓِـْﻴـ َﻬﺎ‬ ً ‫ﺖ أ َْر‬ ْ َ‫ َوإِ ْن َﻛﺎﻧ‬-[٤١٦] َ ‫ﺿﺎ ﻓَـﻐََﺮ‬ ِ ‫ﻓَـﻠِـﺮﺑِـ ِﻪ ﻗَـ ْﻠـﻌـﻪ؛ ﻟِـﺤـ ِﺪﻳـ‬ ((‫ﺲ ﻟِـﻌِـ ْﺮٍق ﻇَﺎﻟِـ ٍﻢ َﺣ ﱞﻖ‬ ‫ﻴ‬ ‫ـ‬ ‫ﻟ‬ )) : ‫ﺚ‬ َ ْ َ ُ ُ َّ َ ْ .‫َرَواﻩُ أَﺑـُ ْﻮ َد ُاوَد‬ 113



Seperti: jika seorang menguasai rumah orang lain selam satu tahun dengan cara yang tidak dibenarkan; maka dia harus membayar uang sewa rumah tersebut selama satu tahun; walaupun rumah itu tidak ditinggalinya. 114 Seperti binatang yang melahirkan. 107



[416]- Jika bentuknya tanah, kemudian ia telah menanaminya atau membangun di atasnya: maka pemiliknya berhak untuk membongkarnya; berdasarkan hadits: “Keringat orang yang zhalim tidak memiliki hak.” HR. Abu Dawud.



108



‫ اﻟْ َـﻌـﺎ ِرﻳﱠـ ِﺔ َواﻟْ َـﻮ ِدﻳْ َـﻌ ِـﺔ‬:‫ـﺎب‬ ُ َ‫ﺑ‬ Bab: ‘Aariyyah (Meminjamkan) dan Wadii’ah (Titipan)



:[ُ‫]اﻟْ َـﻌـﺎ ِرﻳﱠـﺔ‬ [‘Aariyah]



ِ .‫ـﺎﺣـﺔُ اﻟْ َـﻤـﻨَـﺎﻓِـ ِﻊ‬ َ َ‫ إﺑ‬:ُ‫ اﻟْ َـﻌـﺎ ِرﻳـﱠﺔ‬-[٤١٨]



[418]- ‘Aariyyah adalah: membolehkan (orang lain) untuk menggunakan sesuatu yang bisa dimanfaatkan.



ٍ ((ٌ‫ﺻ َﺪﻗَـﺔ‬ َ ‫ )) ُﻛ ﱡﻞ َﻣ ْﻌـ ُﺮْوف‬: ‫* ﻗَ َﺎل‬



Nabi  bersabda: “Setiap yang ma’ruf adalah sedekah.”



.‫ﺿـ ِﻤـﻨَـ َﻬﺎ‬ َ :‫ﺿـ َﻤـﺎﻧـُ َﻬﺎ‬ َ ‫ َوإِ ْن ُﺷـ ِﺮ َط‬-[٤٢٠] [420]- Kalau disyaratkan untuk dhamaan (menanggung kerusakan atau kehilangan); maka (pemakai) harus menanggungnya.



109



ِ ‫ َوإِﱠﻻ‬،‫ﺿ ِﻤﻨَـ َﻬﺎ‬ َ :‫ أ َْو ﺗَـ َﻌﺪﱠى أ َْو ﻓَـﱠﺮ َط ﻓـْﻴـ َﻬﺎ‬-[٤٢١] .‫ﻓَ َﻼ‬ [421]- Atau (jika pemakai) ta’addi (melampaui batas) atau tafriith (kurang dalam penjagaan) terhadap (barang ‘Aariyyah) tersebut; maka (pemakai) menanggungnya. Jika tidak115; maka tidak (menanggung).



:[ُ‫]اﻟْـ َﻮِدﻳْـ َﻌـﺔ‬ [Wadii’ah (titipan)]



‫ِﺣ ْﻔـﻈـُ َﻬﺎ ﻓِـ ْﻲ‬



ِ ‫ع َوِدﻳْـ َﻌﺔً؛ ﻓَـ َﻌـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬ َ ‫ َوَﻣ ْﻦ أ ُْود‬-[٤٢٢] .‫ِﺣ ـ ْﺮِز ِﻣـﺜْـﻠِـ َﻬﺎ‬



[422]- Barangsiapa dititipkan padanya Wadii’ah; maka ia harus menjaganya pada hirz (tempat penjagaan) yang sepantasnya.



.‫ َوَﻻ ﻳـَْﻨـﺘَـ ِﻔ ُﻊ ﺑِـ َﻬﺎ ﺑِـﻐَـْﻴـ ِﺮ إِ ْذ ِن َرﺑِـّ َﻬﺎ‬-[٤٢٣]



[423]- Dan dia tidak boleh memanfaatkannya tanpa izin dari pemiliknya. 115



Yakni: Jika tidak ada syarat, dan tidak ta’addi serta tidak tafriith. 110



111



‫ اﻟـ ﱡ‬:‫ﺎب‬ ‫ﺸ ـ ْﻔـ َﻌـ ِﺔ‬ ُ ‫ﺑَـ‬ Bab: Syuf’ah



ِ‫اﺳ ـﺘ‬ ِ ‫اﻹﻧْـﺴ ـ‬ ِْ ‫ﺎق‬ ‫ﺎن اﻧْـﺘِ ـَﺰ َاع‬ ‫ـ‬ ‫ﻘ‬ ‫ـ‬ ‫ﺤ‬ ‫ـ‬ ُ َ ْ ْ َ ِ ‫ﺖ إِﻟَـْﻴـ ِﻪ ﺑِـﺒَـْﻴـ ٍﻊ‬ ْ َ‫ﻳـَﺪ َﻣ ِﻦ اﻧْـﺘَـ َﻘـﻠ‬



:‫ َوِﻫ َﻲ‬-[٤٢٤] ‫ﺼ ـ ِﺔ َﺷـ ِﺮﻳْـ ِﻜـ ِﻪ ِﻣـ ْﻦ‬ ‫ِﺣـ ﱠ‬ .‫َوﻧـَ ْﺤـ ِﻮِﻩ‬



[424]- Yaitu: hak seseorang untuk mengambil paksa bagian syariik (sekutu)nya dari orang yang (bagian itu) berpindah ke tangannya dengan penjualan atau lainnya.116



‫ﻟَـ ْﻢ‬ 



‫اﻟﱠ ِﺬ ْي‬ ‫اﻟـﻨﱠـﺒِـ ﱡﻲ‬



‫ﺻـﺔٌ ﻓِـﻲ اﻟْـ َﻌـ َﻘـﺎ ِر‬ ‫ َوِﻫ َﻲ َﺧﺎ ﱠ‬-[٤٢٥] ِ ‫ﻳـ ْﻘـﺴـﻢ؛ ﻟِـﺤـ ِﺪﻳـ‬ ‫ﻀـﻰ‬ َ ‫ ﻗَـ‬: ‫ﺚ َﺟـﺎﺑِـ ٍﺮ‬ ْ َ َْ ُ



116



Seperti: A & B berserikat dalam suatu tanah, kemudian B menjual bagiannya (umpama: setengah dari tanah tersebut) kepada C tanpa sepengetahuan A. Maka A mengambil paksa setengah tanah ini dari C dan memberikan kepadanya uang senilai yang ia telah bayarkan kepada B. Karena dalam Syarikah terdapat dharar (bahaya), dimana sekutu bisa menyulitkan sekutunya (di sini C dikhawatirkan nanti menyulitkan A), maka di sini perlunya Syuf’ah untuk menghilangkan dharar ini. 112



ِ ‫ ﻓَـِﺈذَا وﻗَـﻌ‬،‫ﺑِﺎﻟـ ﱡﺸ ـ ْﻔـﻌـ ِﺔ ﻓِـﻲ ُﻛـ ِﻞ ﻣـﺎ ﻟَـﻢ ﻳـ ْﻘـﺴـﻢ‬ ‫ﺖ‬ َ َ َْ ُ ْ َ ّ ْ َ ِ َ‫اﻟْـﺤـ ُﺪود وﺻ ـ ِﺮﻓ‬ .‫ ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬.َ‫ﺖ اﻟﻄﱡـُﺮ ُق؛ ﻓَـ َﻼ ُﺷـ ْﻔـ َﻌـﺔ‬ ُّ َ ُْ ُ [425]- Dan (Syuf’ah) itu khusus pada ‘Aqaar (barang tidak bergerak)117 yang belum dibagi; berdasarkan hadits Jabir : Nabi  memutuskan dengan Syuf’ah pada setiap apa yang belum dibagi. Kalau sudah ada pembatas, dan jalan (untuk masing-masing bagian) telah jelas; maka tidak ada Syuf’ah. Muttafaqun ‘Alaihi.



ِ ‫ وَﻻ ﻳـ ِﺤـ ﱡﻞ اﻟ ـﺘﱠـﺤـﻴﱡـﻞ ِِﻹﺳـ َﻘ‬-[٤٢٦] .‫ﺎﻃـ َﻬﺎ‬ ْ ُ َ َ َ



[426]- Dan tidak halal membuat hiilah (tipuan) untuk membatalkan (Syuf’ah) tersebut.



ِ ‫ ﻟِـﺤـ ِﺪﻳـ‬،‫ ﻓَـِﺈ ْن ﺗَـﺤـﻴﱠـﻞ؛ ﻟَـﻢ ﺗَـﺴ ـ ُﻘ ْﻂ‬-[٤٢٧] :‫ﺚ‬ ْ َ ْ ْ َ َ ِ ‫ﺎل ﺑِـﺎﻟـﻨِّـ ـﻴﱠـ‬ ((‫ﺎت‬ ُ ‫))إِﻧﱠـ َﻤﺎ ْاﻷَ ْﻋـ َﻤـ‬



[427]- Jika seseorang membuat hiilah; maka (Syuf’ah) tidak batal, berdasarkan hadits: “Sesungguhnya amal-amal itu (tergantung) pada niatnya.”118 117



Aqaar adalah: barang tidak bergerak, seperti: rumah, tanah, dan kebun. 118 Di antara bentuk hiilah (tipuan) untuk membatalkan Syuf’ah: A & B berserikat dalam suatu tanah, kemudian B 113



menjual bagiannya (umpama: setengah dari tanah tersebut) kepada C, akan tetapi A & C menampakkan dalam akad jual belinya: sesuatu yang tidak akan terkena Syuf’ah; seperti: Hibah, sedangkan keduanya bersepakat bahwa sebenanrnya itu bukan Hibah, tapi jual beli. Jadi, A mengatakan kepada C: “Saya hibahkan bagian tanahku ini kepadamu.” Dan Hibah tidak terkena Syuf’ah. Dan jika telah tetap bahwa ini adalah hiilaah (tipuan) untuk membatalkan Syuf’ah; maka Syuf’ah tidaklah batal. 114



‫ﺎب‪ :‬اﻟْ ـﻮﻗْـ ِ‬ ‫ﻒ‬ ‫ﺑَـ ُ َ‬ ‫)‪Bab: Waqf (Wakaf‬‬



‫]‪ -[٤٢٨‬وُﻫـﻮ ﺗـَ ْﺤﺒِ‬ ‫َﺻـ ِﻞ َوﺗَ ْﺴـﺒِـْﻴـ ُﻞ‬ ‫ﻴ‬ ‫ـ‬ ‫ﺲ ْاﻷ ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ َ‬ ‫ُ‬ ‫اﻟْـ َﻤـﻨَـﺎﻓِـ ِﻊ‪.‬‬ ‫‪[428]- Yaitu menahan asal dan mendermakan‬‬ ‫‪manfaat(nya).‬‬



‫ﻀـﻞ اﻟْـ ُﻘ ـﺮ ِ‬ ‫ب َوأَﻧْـ َﻔـﻌُـ َﻬﺎ إِ َذا َﻛﺎ َن‬ ‫]‪َ -[٤٢٩‬وُﻫ َﻮ أَﻓْ َ ُ َ‬ ‫َﻋﻠَﻰ ِﺟ َﻬ ِﺔ ﺑِـٍّﺮ‪َ ،‬و َﺳﻠِ َﻢ ِﻣ ْﻦ اﻟﻈﱡـ ْﻠ ِﻢ؛‬ ‫)‪[429]- Dan ini merupakan qurbah (amalan‬‬ ‫‪yang paling utama dan paling bermanfaat; jika‬‬ ‫‪(disalurkan) untuk kebaikan dan selamat dari‬‬ ‫‪kezhaliman.‬‬



‫ﻟِـﺤ ِﺪﻳ ِ‬ ‫ﺎت اﻟْ َـﻌ ْـﺒـ ُﺪ؛ اﻧْـ َﻘـﻄَـ َﻊ َﻋ َﻤﻠُـﻪُ إِﱠﻻ‬ ‫ـﺚ‪)) :‬إِ َذا َﻣـ َ‬ ‫َ ْ‬ ‫ِﻣـﻦ ﺛََﻼ ٍ‬ ‫ﺻ َﺪﻗَـ ٍﺔ َﺟﺎ ِرﻳَ ٍﺔ‪ ،‬أ َْو ِﻋﻠ ٍْﻢ ﻳُـ ْﻨـﺘَـ َﻔـ ُﻊ ﺑِـ ِﻪ‪ ،‬أ َْو‬ ‫‪:‬‬ ‫ث‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ٍ‬ ‫ﺻﺎﻟِ ٍﺢ ﻳَـ ْﺪﻋُـ ْﻮ ﻟَﻪُ(( َرَواﻩُ ُﻣ ْﺴﻠِ ُﻢ‪.‬‬ ‫َوﻟَـﺪ َ‬ ‫‪115‬‬



‫‪Berdasarkan‬‬ ‫‪hadits:‬‬ ‫‪“Jika‬‬ ‫‪hamba‬‬ ‫‪meninggal dunia; maka terputus seluruh‬‬ ‫‪amalnya kecuali tiga: (1)sedekah jariyah,‬‬ ‫‪(2)ilmu yang dimanfaatkan (orang lain), dan‬‬ ‫‪(3)anak shalih yang mendo’akannya.” HR.‬‬ ‫‪Muslim.‬‬



‫ﺿﺎ‬ ‫ﺎب ُﻋـ َﻤـُﺮ أ َْر ً‬ ‫* َو َﻋ ِﻦ اﺑْـ ِﻦ ﻋُـ َﻤـَﺮ‪ ،‬ﻗَـ َﺎل‪ :‬أ َ‬ ‫َﺻـ َ‬ ‫ﺑِـ َﺨـْﻴ ـﺒَـَﺮ‪ ،‬ﻓَـﺄَﺗَﻰ اﻟـﻨﱠـﺒِـ ﱠﻲ ‪ ‬ﻳَـ ْﺴـﺘَ ـﺄِْﻣـ ُﺮﻩُ ﻓِـْﻴـ َﻬﺎ‪ ،‬ﻓَـ َﻘ َﺎل‪ :‬ﻳَﺎ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ﺖ أَر ً ِ‬ ‫ﺐ َﻣـ ًﺎﻻ‬ ‫َر ُﺳ ْﻮَل ﷲ‪ ،‬إِﻧـّ ْﻲ أ َ‬ ‫َﺻـْﺒـ ُ ْ‬ ‫ﺿﺎ ﺑـ َﺨـْﻴ ـﺒَـَﺮ ﻟَـ ْﻢ أُﺻـ ْ‬ ‫ﻗَ ﱡ‬ ‫َ‬ ‫ﺖ‬ ‫ـ‬ ‫ﻔ‬ ‫ـ‬ ‫ﻧ‬ ‫أ‬ ‫ﻮ‬ ‫ـ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻂ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ﺲ ِﻋـْﻨـ ِﺪ ْي ِﻣـْﻨـﻪُ‪ ،‬ﻗَـ َﺎل‪)) :‬إِ ْن ِﺷ ـ ْﺌـ َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ﺼـ ﱠﺪﻗْـ َ ِ‬ ‫ﱠق‬ ‫ﺼﺪ َ‬ ‫َﺣ ـﺒﱠـ ْﺴـ َ‬ ‫ﺖأْ‬ ‫َﺻـﻠَـ َﻬﺎ َوﺗَـ َ‬ ‫ﺖ ﺑـ َﻬﺎ(( ﻗَ َﺎل‪ :‬ﻓَـﺘَـ َ‬ ‫ث َوَﻻ‬ ‫َﺻﻠُ َﻬﺎ َوَﻻ ﻳـُ ْﻮَر ُ‬ ‫ﺑِـ َﻬﺎ ﻋُـ َﻤـ ُﺮ‪َ ،‬ﻏـْﻴـَﺮ أَﻧـﱠﻪُ َﻻ ﻳُـﺒَﺎعُ أ ْ‬ ‫ﱠق ﺑِـ َﻬﺎ ﻓِـﻲ اﻟْـ ُﻔـ َﻘـَﺮ ِاء‪َ ،‬وﻓِـﻲ اﻟْـ ُﻘـ ْﺮﺑَـﻰ‪،‬‬ ‫ﺼﺪ َ‬ ‫ﺐ‪ ،‬ﻓَـﺘَـ َ‬ ‫ﻳـُ ْﻮَﻫ ُ‬ ‫وﻓِ‬ ‫ﺎب‪ ،‬وﻓِـﻲ ﺳـﺒِ ـﻴـ ِﻞ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ﷲ‪َ ،‬واﺑْـ ِﻦ اﻟ ﱠﺴ ـﺒِـْﻴـ ِﻞ‪،‬‬ ‫ـ‬ ‫ﺮ‬ ‫ـ‬ ‫اﻟ‬ ‫ﻲ‬ ‫ـ‬ ‫ﻗ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫ّ‬ ‫ﻀ ـْﻴ ِ‬ ‫ﺎح َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻦ َوﻟِـﻴَـ َﻬﺎ أَ ْن ﻳَـﺄْ ُﻛـ َﻞ ِﻣـْﻨـ َﻬﺎ‬ ‫ﻨ‬ ‫ـ‬ ‫ﺟ‬ ‫ﻻ‬ ‫‪،‬‬ ‫ﻒ‬ ‫َواﻟ ﱠ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ﺑِـﺎﻟْـﻤـﻌـﺮو ِ‬ ‫ف‪ ،‬وﻳﻄْﻌِ‬ ‫ﺻ ِﺪﻳْـ ًﻘﺎ‪َ ،‬ﻏـْﻴـَﺮ ُﻣـﺘَـ َﻤـ ِّﻮٍل َﻣ ًﺎﻻ‪.‬‬ ‫ﻢ‬ ‫َُ َ َ‬ ‫َ ْ ُْ‬ ‫ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‪.‬‬ ‫‪116‬‬



* Dan dari Ibnu ‘Umar, ia berkata: ‘Umar mendapatkan bagian tanah di Khaibar. Maka ia mendatangi Nabi  untuk meminta perintah beliau pada (tanah) tersebut. Ia berkata: Wahai Rasulullah, saya mendapatkan bagian tanah di Khaibar yang belum pernah saya dapatkan harta yang lebih berharga bagiku darinya. Maka beliau bersabda: “Kalau engkau mau; maka engkau tahan asalnya dan engkau bersedekah dengan (apa yang tumbuh dari)nya.” Ia (Ibnu ‘Umar) berkata: Maka ‘Umar menyedekahkannya, hanya saja asalnya (tanahnya) tidak dijual, tidak diwariskan, dan tidak dihibahkan. Maka ‘Umar bersedekah atas orang-orang fakir, karib kerabat, (yang berjihad) di jalan Allah, yang dalam perjalanan, dan tamu. Tidak mengapa bagi orang yang mengurusnya untuk makan darinya dengan cara yang ma’ruf, atau memberi makan darinya kepada teman, asalkan tidak menjadikan sebagai harta miliknya. Muttafaqun ‘Alaihi.



.‫ أَﻧْـ َﻔﻌُﻪُ ﻟِْﻠ ُﻤ ْﺴـﻠِ ِﻤْﻴـ َﻦ‬:ُ‫ﻀﻠُﻪ‬ َ ْ‫ َوأَﻓ‬-[٤٣٠]



[430]- Dan (wakaf) yang paling utama adalah: yang paling bermanfaat bagi kaum muslimin.



ِ ‫ وﻳـْﻨـﻌ ِﻘ ُﺪ ﺑِﺎﻟْ َﻘﻮِل اﻟﺪ‬-[٤٣١] ِ ْ‫ﱠال َﻋﻠَﻰ اﻟْﻮﻗ‬ .‫ﻒ‬ ّ َ ََ ْ َ 117



[431]- Dan (wakaf) terjadi dengan perkataan yang menunjukkan atas wakaf.



ِ ‫ وﻳـﺮِﺟﻊ ﻓِـﻲ ﻣﺼﺎ ِر‬-[٤٣٢] ِ ‫ف اﻟْﻮﻗْـ‬ ‫ﻒ َو ُﺷ ُﺮْو ِﻃـ ِﻪ‬ َ َ ْ ُ ُْ َ َ ِ ‫إِﻟَـﻰ َﺷـﺮ ِط اﻟْﻮاﻗِـ‬ .‫ع‬ ُ ‫ﻒ َﺣـْﻴـ‬ َ ‫ﺚ َواﻓَـ َﻖ اﻟﺸ ْﱠﺮ‬ َ ْ



[432]- Penyaluran wakaf dan syaratsyaratnya dikembalikan kepada syarat Waaqif (orang yang berwakaf) selama sesuai dengan syari’at.



ِ ،‫ﺎع‬ ُ َ‫ ﻓَـﻴُﺒ‬،ُ‫ َوَﻻ ﻳـُﺒَﺎعُ إِﱠﻻ أَ ْن ﺗَـﺘَـ َﻌﻄﱠ َﻞ َﻣﻨَﺎﻓﻌُﻪ‬-[٤٣٣] ِ ‫َوُْﳚ َﻌﻞ ﻓِـﻲ ِﻣﺜْﻠِ ِﻪ أ َْو ﺑـَ ْﻌ‬ .‫ﺾ ِﻣﺜْﻠِ ِﻪ‬ ْ ُ



[433]- (Wakaf) tidak boleh dijual kecuali jika tidak lagi bermanfaat, sehingga bisa dijual (kemudian hasil penjualannya) untuk (dibelikan) yang semisalnya atau sebagian dari 119 semisalnya.



119



Kalau masjid wakaf runtuh dan ada kayu dan barangbarang lainnya yang tidak bisa digunakan pada pembangunan masjid yang baru (pengganti masjid wakaf); maka dijual dan hasilnya masuk ke dalam kas pembangunan masjid yang baru. 118



ِ ‫ اﻟْـ ِﻬـﺒـ ِﺔ واﻟْـﻌ ِـﻄـﻴﱠـ ِﺔ واﻟْـﻮ‬:‫ﺑـﺎب‬ ‫ﺻـﻴﱠـ ِﺔ‬ ُ َ َ َ َ َ َ Bab: Hibah, ‘Athiyyah, dan Washiyyah



ِ ‫ وِﻫﻲ ِﻣـﻦ ﻋـ ُﻘـﻮِد اﻟـﺘﱠ ـﺒـﱡﺮﻋـ‬-[٤٣٤] .‫ﺎت‬ ََ ْ ُ ْ َ َ



[434]- Semuanya adalah akad tabarru’ (memberi tanpa imbalan -pent).120



‫ اﻟـﺘﱠـﺒَـﱡﺮعُ ﺑِـﺎﻟْـ َﻤـ ِﺎل ﻓِـ ْﻲ َﺣـ ِﺎل‬:ُ‫ ﻓَـﺎﻟْـ ِﻬـﺒَـﺔ‬-[٤٣٥] ِ ِ .‫ﺼـ ﱠﺤـ ِﺔ‬ ّ ‫اﻟْـ َﺤـﻴَـﺎة َواﻟـ‬



[435]- Hibah adalah: Tabarru’ dengan harta pada keadaan (orang yang ber-tabarru’ masih) hidup dan sehat. 120



Akad terbagi tiga: (1)- Akad Mu’aawadhah: yang padanya ada ‘iwadh (ganti, yakni: sesuatu yang diberikan) dari kedua belah pihak, seperti: bai’, ijaarah, dan syarikah. (2)- Akad Tautsiqah: orang yang memiliki hak meminta jaminan atas haknya dari orang yang wajib menunaikan hak, atau dari selainnya, seperti: rahn, dhamaan, dan kaaalah. (3)- Akad Tabarru’: hanya salah satu dari pihak yang berakad menyerahkan ‘iwadh kepada pihak lainnya, sekarang atau nanti, seperti: Hibah, ‘Athiyyah, dan Washiyyah. Akad Mu’aawadhah dan Tabarru’ adalah akad kepemilikan. 119



ِ ‫ اﻟـﺘﱠ ـﺒَـﱡﺮعُ ﺑِـ ِﻪ ﻓِـﻲ َﻣـَﺮ‬:ُ‫ َواﻟْـ َﻌـ ِﻄـﻴﱠـﺔ‬-[٤٣٦] ‫ض َﻣـ ْﻮﺗـِ ِﻪ‬ ْ ِ ‫اﻟْـﻤﺨ ـﻮ‬ .‫ف‬ ُْ َ [436]- ‘Athiyyah adalah: Tabarru’ dengannya (harta) pada keadaan sakit (yang bisa mengantarkan kepada) kematiannya, yang makhuuf (biasanya menyebabkan kematian pent).121



.‫ اﻟـﺘﱠ ـﺒَـﱡﺮعُ ﺑِـ ِﻪ ﺑَـ ْﻌ َﺪ اﻟْـ َﻮﻓَـ ِﺎة‬:ُ‫ َواﻟْـ َﻮ ِﺻ ـﻴﱠـﺔ‬-[٤٣٧]



[437]- Washiyyah (wasiat) adalah: Tabarru’ dengannya (yang diberikan) setelah kematian (orang yang ber-tabarru’).



ِ‫اﺧـﻞ ﻓ‬ ِ ‫ ﻓَـﺎﻟْـﺠـ ِﻤـﻴـﻊ د‬-[٤٣٨] ِ ‫اﻹﺣـﺴـ‬ ِ .‫ﺎن َواﻟْـﺒِـِّﺮ‬ ‫ﻲ‬ ‫ـ‬ ْ ٌ َ ُْ َ َْ



[438]- Maka semuanya masuk dalam kategori ihsaan dan birr (perbuatan baik).



،‫ ﻓَـﺎﻟْـ ِﻬـﺒَـﺔُ ِﻣـ ْﻦ َرأْ ِس اﻟْـ َﻤـ ِﺎل‬-[٤٣٩]



[439]- Hibah keseluruhan harta.



(boleh



121



diberikan)



dari



Maradh Makhuuf adalah: sakit yang dikhawatirkan atasnya kematian, dimana banyak orang yang meninggal dikarenakan penyakit tersebut. 120



ِ ‫ واﻟْـﻌـ ِﻄـﻴﱠـﺔُ واﻟْـﻮ ِﺻـﻴﱠـﺔُ ِﻣـﻦ اﻟـﺜﱡـﻠُـ‬-[٤٤٠] ‫ﺚ ﻓَـﺄَﻗَـ ﱡﻞ‬ َ َ َ َ َ ٍ ‫ﻟِـﻐَـﻴـ ِﺮ وا ِر‬ ،‫ث‬ َ ْ [440]- Sedangkan ‘Athiyyah dan Washiyyah dari sepertiga ke bawah yang diberikan kepada selain ahli waris.



ٍ ‫ أَو َﻛـﺎ َن ﻟِـﻮا ِر‬،‫ﺚ‬ ِ ‫ ﻓَـﻤـﺎ َزاد ﻋـ ِﻦ اﻟـﺜﱡـﻠُـ‬-[٤٤١] :‫ث‬ َ َ َ ْ َ .‫ﻒ َﻋﻠَﻰ إِ َﺟـ َﺎزِة اﻟْـ َﻮَرﺛـَ ِﺔ اﻟْ ُﻤـْﺮ ِﺷـ ِﺪﻳْـ َﻦ‬ َ ‫ﺗَـ َﻮﻗﱠـ‬



[441]- Jika lebih dari sepertiga atau diberikan kepada ahli waris: maka tergantung pembolehan dari ahli waris yang mursyid (baligh & berakal).



ِ ‫ وُﻛـﻠﱡـﻬﺎ ﻳـ‬-[٤٤٢] ‫ﺐ ﻓِ ـْﻴـ َﻬﺎ اﻟْ َﻌ ْﺪ ُل ﺑـَْﻴـ َﻦ أ َْوَﻻ ِد ِﻩ؛‬ ‫ـ‬ ‫ﺠ‬ ُ َ َ َ ِ ‫ﻟِـﺤـ ِﺪﻳـ‬ ((‫ ))اﺗﱠـ ُﻘـ ْﻮا ﷲَ َوا ْﻋـ ِﺪﻟُـ ْﻮا ﺑَـ ْﻴـ َﻦ أ َْوَﻻ ِد ُﻛ ْﻢ‬:‫ﺚ‬ ْ َ .‫ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬



[442]- Dan semuanya harus dilakukan (oleh orang tua) dengan adil di antara anak-anaknya; berdasarkan hadits: “Bertakwalah kepada



121



Allah dan berlaku adillah di antara anakanak kalian.” Muttafaqun ‘Alaih.122



ِ ‫ َوﺑَـ ْﻌ َﺪ ﺗَـ ْﻘـﺒِـْﻴ‬-[٤٤٣] ‫ َﻻ ﻳـَ ِﺤـ ﱡﻞ‬:‫ﺾ اﻟْـ ِﻬـﺒَـ ِﺔ َوﻗَـﺒُـ ْﻮﻟِـ َﻬﺎ‬ ِ ‫اﻟـﱡﺮﺟـﻮِع ﻓِـﻴـﻬﺎ؛ ﻟِـﺤـ ِﺪﻳـ‬ :‫ ))اﻟْـ َﻌـﺎﺋِـ ُﺪ ﻓِـ ْﻲ ِﻫـﺒَـﺘِـ ِﻪ‬:‫ﺚ‬ ْ َ َْ ُْ ِ ‫َﻛـﺎﻟْـ َﻜـ ْﻠـ‬ ،‫ﺐ ﻳَـ ِﻘـ ْﻲءُ ﺛـُ ﱠﻢ ﻳَـﻌُـ ْﻮ ُد ﻓِـ ْﻲ ﻗَـ ْﻴـﺌِـ ِﻪ(( ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬ ِ ‫وﻓِـﻲ اﻟْـﺤـ ِﺪﻳـ‬ ‫ ))َﻻ ﻳَـ ِﺤـ ﱡﻞ ﻟِـ َﺮ ُﺟـ ٍﻞ ُﻣـ ْﺴـﻠِـ ٍﻢ أَ ْن‬:‫ﺚ ْاﻵ َﺧـ ِﺮ‬ ْ َ َ ‫ﻳُـ ْﻌـ ِﻄـ َﻲ اﻟْـ َﻌـ ِﻄـﻴﱠـﺔَ ﺛـُ ﱠﻢ ﻳَـ ْﺮِﺟـ َﻊ ﻓِـ ْﻴـ َﻬﺎ؛ إِﱠﻻ اﻟْـ َﻮاﻟِـ َﺪ ﻓِـ ْﻴ َﻤﺎ‬ .‫ﻳُـ ْﻌ ِﻄ ْﻲ ﻟِـ َﻮﻟَـ ِﺪ ِﻩ(( َرَواﻩُ أ َْﻫـ ُﻞ اﻟ ﱡﺴـ ـﻨَـ ِﻦ‬



[443]- Setelah Hibah Qabdh (ada di tangan orang yang mau menghibahkan) dan diterima (oleh orang yang menerima Hibah tersebut); maka tidak halal untuk memintanya kembali; berdasarkan hadits: “Orang yang mengambil kembali Hibah-nya; seperti anjing yang muntah kemudian mengambil lagi mun122



Jika tidak ada kebutuhan pada sebagian anak; maka tidak boleh memberi kepada sebagian anak, dan semua anak harus diberi. Adapun jika ada kebutuhan; maka boleh memberi kepada sebagian anak, seperti: ada anak yang sakit sehingga harus diberikan uang untuk biaya pengobatan, atau ada anak yang mau menikah sehingga harus diberi uang untuk biaya pernikahan, dan semisalnya. 122



tahannya.” Muttafaqun ‘Alaihi. Dan dalam hadits yang lain: “Tidak halal bagi seorang laki-laki muslim yang memberikan ‘Athiyyah; kemudian memintanya kembali, kecuali orang tua yang memberikan kepada anaknya.” Diriwayatkan oleh para penulis Kitab Sunan.



ِ‫ ﻳـ ْﻘـﺒـﻞ اﻟْـﻬـ ِﺪﻳـﱠﺔَ وﻳ ـﺜ‬ ‫ وَﻛـﺎ َن اﻟـﻨﱠـﺒِـﻲ‬-[٤٤٤] ‫ﺐ‬ ‫ﻴ‬ ‫ـ‬ ُ ْ َُ َ ُ َ َ ‫ﱡ‬ َ .‫َﻋـﻠَـْﻴـ َﻬﺎ‬



[444]- Dan Nabi  biasa menerima hadiah dan membalas atas (pemberian) tersebut (dengan hadiah lain).



ِ ‫ وﻟِـ ْﻸ‬-[٤٤٥] ‫ﻚ ِﻣ ْﻦ َﻣ ِﺎل َوﻟَ ِﺪ ِﻩ َﻣﺎ‬ َ ‫َب أَ ْن ﻳـَﺘَـ َﻤـﻠﱠـ‬ َ ٍ َ‫ أَو ﻳـﻌ ِﻄـﻴـ ِﻪ ﻟِـﻮﻟ‬،‫ﺷﺎء؛ ﻣﺎ ﻟَـﻢ ﻳـﻀ ـﱠﺮﻩ‬ ‫ أ َْو ﻳـَ ُﻜـ ْﻮ َن‬،‫آﺧﺮ‬ ‫ﺪ‬ َ َ َ ُْ ْ ُ ُ َ ْ َ َ َ ِ ِ ‫ﺑـِﻤـﺮ‬ ِ ‫ت أَﺣـ ِﺪ ِﻫـﻤﺎ؛ ﻟِـﺤـ ِﺪﻳـ‬ ‫ﻚ‬ َ ‫ﺖ َوَﻣـﺎﻟُـ‬ َ ‫ ))أَﻧْـ‬:‫ﺚ‬ ْ َ َ َ ‫ض َﻣـ ْﻮ‬ ََ ((‫ﻚ‬ َ ‫ِﻷَﺑِ ـ ْﻴ‬



[445]- Seorang bapak boleh memiliki harta anaknya sesuai dengan keinginan (bapak) tersebut; selama hal itu: (1)tidak membahayakan anaknya, (2)tidak diberikan kepada anak yang lain, dan (3)tidak terjadi pada sakit (yang bisa 123



mengantarkan kepada) kematian salah satu dari keduanya (bapak atau anak). (Kepemilikan bapak terhadap harta anak tersebut adalah) berdasarkan hadits: “Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu.”



‫ )) َﻣﺎ َﺣ ﱡﻖ‬:‫ َو َﻋ ِﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ َﻣ ْـﺮﻓُ ْـﻮ ًﻋـﺎ‬-[٤٤٦] ِ ‫ْاﻣ ِﺮ ٍئ ﻣﺴﻠِ ٍﻢ ﻟَﻪُ َﺷﻲء ﻳ‬ ‫ﺖ ﻟَـ ْﻴـﻠَـﺘَـ ْﻴـ ِﻦ؛‬ ُ ‫ ﻳَـﺒِـ ْﻴـ‬،‫ﻮﺻ ْﻲ ﻓِـ ْﻴـ ِﻪ‬ ُ ٌْ ُْ ِ ‫إِﱠﻻ وو‬ .‫ﺻـﻴﱠـﺘُـﻪُ َﻣ ْﻜـﺘُـ ْﻮﺑَـﺔٌ ِﻋـ ْﻨـ َﺪﻩُ(( ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـ ِﻪ‬ ََ [446]- Dari Ibnu ‘Umar secara marfuu’: “Tidak berhak seorang muslim yang memiliki sesuatu yang harus ia wasiatkan, untuk bermalam dua malam: kecuali wasiatnya sudah tertulis di sisinya.” Muttafaqun ‘Alaihi.



ِ ‫ وﻓِـﻲ اﻟْـﺤـ ِﺪﻳـ‬-[٤٤٧] ‫ ))إِ ﱠن ﷲَ ﻗَـ ْﺪ أَ ْﻋﻄَﻰ‬:‫ﺚ‬ ْ َ َ ٍ ‫ﺻـﻴﱠـﺔَ ﻟِـﻮا ِر‬ ِ ‫ ﻓَـ َﻼ و‬،ُ‫ُﻛ ﱠﻞ ِذي ﺣـ ٍّﻖ ﺣـ ﱠﻘـﻪ‬ ‫ث(( َرَواﻩُ أ َْﻫ ُﻞ‬ َ َ ْ َ َ ٍ ِ ((ُ‫ﺎء اﻟْـ َﻮَرﺛَـﺔ‬ َ ‫ ))إِﱠﻻ أَ ْن ﻳَـ َﺸـ‬:‫ َوﻓـ ْﻲ ﻟَـ ْﻔﻆ‬،‫اﻟ ﱡﺴ ـﻨَـ ِﻦ‬



[447]- Dalam hadits disebutkan: “Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada orang yang berhak mendapatkannya; maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.” 124



Diriwayatkan oleh para penulis Kitab Sunan. Dan dalam suatu lafazh: “Kecuali jika para ahli waris menghendaki.”



ِ‫ وﻳـْﻨـﺒـﻐِـﻲ ﻟ‬-[٤٤٨] ‫ﺲ ِﻋـْﻨـ َﺪﻩُ َﺷ ْﻲ ٌء‬ ‫ﻴ‬ ‫ـ‬ ‫ﻟ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻤ‬ ‫ـ‬ َ ْ ْ َ ْ َ ََ َ ِ ‫ أَ ْن َﻻ ﻳـﻮ‬:‫ﻳـﺤﺼـﻞ ﻓِ ـﻴـ ِﻪ إِ ْﻏـﻨَـﺎء ورﺛـَﺘِـ ِﻪ‬ ‫ـ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻞ‬ ‫ـ‬ ‫ﺑ‬ ، ‫ﻲ‬ ‫ـ‬ ‫ﺻ‬ ‫ع‬ ‫ﺪ‬ َ َ َ ْ َ َ ُْ ْ ُُ َْ ََ ُ ‫ﻚ أَ ْن‬ َ ‫ ))إِﻧﱠـ‬: ‫اﻟ ـﺘﱠـ ِﺮَﻛـﺔَ ُﻛـﻠﱠـ َﻬﺎ ﻟِـ َﻮَرﺛـَﺘِـ ِﻪ؛ َﻛـ َﻤﺎ ﻗَـ َﺎل اﻟـﻨﱠـﺒِـ ﱡﻲ‬ ِ َ ‫ﺗَـ َﺬر ورﺛَـﺘَـ‬ ً‫ﺎء َﺧـ ْﻴـ ٌﺮ ِﻣـ ْﻦ أَ ْن ﺗَـ َﺬ َرُﻫ ْﻢ َﻋـﺎﻟَـﺔ‬ ََ َ َ ‫ﻚ أَ ْﻏـﻨـﻴَـ‬ ِ ‫ب‬ ٌ ‫ َواﻟْـ َﺨـْﻴـ ُﺮ َﻣﻄْـﻠُـ ْﻮ‬.‫ﺎس(( ُﻣـﺘﱠـ َﻔـ ٌﻖ َﻋـﻠَـْﻴـﻪ‬ َ ‫ﻳَـﺘَـ َﻜـ ﱠﻔـ ُﻔـ ْﻮ َن اﻟـﻨﱠـ‬ ِ ِ .‫َﺣـ َﻮ ِال‬ ْ ‫ﻓـ ْﻲ َﺟـﻤـْﻴـ ِﻊ ْاﻷ‬ [448]- Hendaknya seorang yang tidak memiliki (harta) yang bisa mencukupi ahli warisnya: janganlah ia berwasiat, harusnya ia meninggalkan seluruh harta untuk para ahli warisnya; sebagaimana sabda Nabi : “Engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan cukup adalah lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka meminta-minta kepada manusia.” Muttafaqun ‘Alaihi. Dan kebaikan harus diperhatikan dalam semua keadaan.



125



126