Teologi Trinitas Leonardo Boff [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TRINITAS KONTEKSTUAL LEONARDO BOFF Ringkasan dan Tanggapan



Yulius Fery Kurniawan ofm



Tulisan ini bermaksud meringkas dan menanggapi refleksi teologis Leonardo Boff tentang Trinitas berdasarkan ringkasan yang dibuat oleh Stanley J. Grenz, Rediscovering The Triune God: The Trinity in the Contemporary Theology, (Fortress, 2004). Sesudah ringkasan, kami akan memberikan tanggapan atas pandangan Boff tersebut. KONTEKS UMUM TEOLOGI KONTEMPORER



Karakter teologi trinitas kontemporer cenderung meninggalkan pendekatan metafisika tentang substansi dan lebih menekankan pendekatan Allah yang relasional. Di akhir abad ke-20, konsep relasionalitas menduduki peran sentral. Doktrin tentang Allah tidak dapat dibangun dari keterberian satu substansi ilahi tetapi harus bergerak dari ketiga pribadi menuju kesatuan ilahi. Trinitas yang mengungkapkan perbedaan sekaligus kesatuan dalam hakikat diri-Nya menawarkan sebuah komunitas dunia yang terdiri atas komunitas yang beragam, yang masing-masing komunitas itu terbentuk secara kaya dalam dan melalui keberagaman anggota-anggotanya. TRINITAS IMANEN SEBAGAI ALLAH RELASIONAL



Dengan konsep kunci perichoresis, Boff melihat keterhubungan di antara komunitas tiga pribadi ilahi dan komunitas manusiawi yang ideal untuk memasuki pemahaman tentang misteri yang tak terlukiskan perihal Allah Trinitas. Inti doktrin Trinitas Boff sebagai berikut: Allah Yesus Kristus, yang diakui oleh iman para rasul dan diterima oleh komunitas Kristiani, adalah Trinitas: Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Prinsip tertinggi dari dunia dan sejarah bukanlah suatu Ada yang soliter, tetapi Allah Keluarga-Allah persekutuan. Dari sejak keabadian, Yahwe adalah ikatan relasi kasih, dan misteri yang tak terkira —Sumber tanpa asal-usul dari semua, disebut ‘Bapa’. Bapa dan Ibu ini memunculkan dari kedalaman misteri Ilahi dalam suatu tindakan mengkomunikasikan diri dan mewahyukan diri dalam diri Allah itu sendiri, dan kemunculan itu adalah pribadi kedua ‘Allah Putera’. Sekarang Orang Tua dan Anak ‘Bapa dan Putera’ sama-sama bersekutu dalam suatu rangkulan kasih dan dengan melakukannya maka mengungkapkan dan menunjukkan asalnya pada ‘Roh Kudus’, yang adalah Kesatuan dari pribadi pertama dan kedua. TEOLOGI SEBAGAI MOMEN KEDUA



Boff melihat teologi sebagai sebuah momen kedua dalam kehidupan Kristiani. Artinya, teologi melibatkan refleksi manusia terhadap misteri ilahi yang ditemui dalam situasi konkret eksistensial manusia, suatu pertemuan yang mencakup doksologi dan pernyataan (iman) di dalamnya. Dengan menerapkannya pada teologi Trinitas, Boff membedakan antara penegasan bahwa Allah adalah Bapa, 1



Putera, dan Roh Kudus (pernyataan iman) dan pendapat bahwa Allah adalah tiga pribadi satu hakikat (penjelasan iman). Ajaran tentang Trinitas bukan pertama-tama penafsiran yang dibentuk untuk menjawab masalah manusia, tetapi berdasarkan pewahyuan dari Allah mengenai hakikat diri-Nya. Meskipun demikian pendekatannya yang mendasar mengenai teologi Trinitas muncul dari kepentingannya untuk membahasnya dalam konteks sosial, secara khusus dalam Amerika Latin, atau sebagai sebuah teologi pembebasan. VISI TEOLOGI PEMBEBASAN DALAM TRINITAS BOFF



Visi teologi pembebasan tampak dalam pernyataan Boff sebagai berikut: “Bagi mereka yang beriman, persekutuan Trinitaris di antara Tiga Pribadi Ilahi, kesatuan mereka dalam kasih dan ke-saling-meresapi, dapat menjadi suatu sumber inspirasi, sebagai suatu tujuan utopis yang memberikan model (komunitas) yang secara bertahap mengurangi perbedaan-perbedaan …dan menjadi prototipe komunitas manusiawi.” Dari sini dapat dikatakan bahwa Boff meyakini adanya relasi resiprok antara Trinitas dan komunitas manusiawi yang ideal. Masyarakat menjadi penunjuk jalan untuk menuju pada misteri Trinitas, sedangkan Trinitas adalah penunjuk sekaligus arketipe bagi kehidupan sosial. Baginya, Trinitas memberikan suatu model bagi sebuah organisasi sosial yang egaliter dan adil, yang di dalamnya perbedaanperbedaan dihormati dan tempat diberikan bagi ungkapan personal dan kelompok. Boff juga melihat bahaya iman monoteistik yang atrinitarian yang lazim di zaman modern ini, sebagaimana tampak dalam dalam kapitalisme dan sosialisme. Situasi ini justru semakin menuntut untuk kembali pada Allah Trinitas, yang bukan hanya menjadi paradigma bagi persekutuan, tetapi inspirasi bagi mereka yang sedang berjuang melawan tirani dan penindasan. KETIGA KOMPONEN PENTING BERTEOLOGI TENTANG TRINITAS



Penting ditegaskan bahwa ajaran Trinitas bukanlah suatu spekulasi yang muncul dari rasa ingin tahu tetapi muncul dari pengalaman umat Kristiani akan Yesus Kristus yang menyingkapkan jati diri Allah. Proyek pembebasan Yesus muncul dari pengalamannya akan Allah yang ia alami sebagai Bapa dari kebaikan dan kasih tanpa batas beagi seluruh umat manusia. Tidak kalah penting, warisan tradisi Gereja yang dihormati oleh magisterium juga menjadi parameter dalam merumuskan teologi Trinitas yang kreatif. Selain tradisi Gereja dan pemikiran baru mengenai Trinitas, Boff juga mengajukan komponen ketiga, yakni konteks budaya kontemporer yang memberi ruang pada sejarah, proses, dan kebebasan. Selain itu, teologi juga harus membawa pada pemahaman yang mendalam mengenai konsep pribadi sembari menolak suatu metafisika representasi yang statis, sebaliknya mengajukan pemahaman yang lebih dinamis mengenai partisipasi. Sementara poros dari bangunan (structural axis) teologis yang diajukan Boff mengambil dari konsep Yunani, yakni perichoresis— sebagaimana juga diajukan sebelumnya oleh Jurgen Moltman. PERICHORESIS DAN DUA TANGAN BAPA DALAM TRINITAS BOFF



Boff juga mengambil metafor dua tangan Bapa dari Ireneus. Baginya, perkembangan aktual ajaran Trinitas harus dimulai dengan penyingkapan ilahi dalam diri Yesus 2



beserta dengan kedatangan Roh Kudus (Trinitarianisme yang berpusat pada Kristus dan Roh Kudus). Dengan mengambil konsep perichoresis, Boff menjelaskan Allah Trinitas demikian: “Setiap Pribadi menampung dua pribadi lainnya, setiap pribadi yang lain merasuki ke dalam pribadi lainnya dan diresapi oleh kedua lainnya, satu Pribadi hidup dalam Pribadi lainnya dan vice versa.” Sekalipun Boff mengambil konsep timur, perichoresis, dan berusaha menghindar untuk berada pada posisi Barat atau Timur, teologi Trinitasnya toh tetap lebih cenderung pada posisi Barat. Ia tetap memagang posisi Gereja Barat yang meyakini Roh Kudus keluar dari Bapa dan Putera (filioque) dan bukan hanya keluar dari Bapa. Demikian pernyataan Boff: “Perbedaan Bapa dan Putera—memungkinkan sebuah relasi persekutuan, pemahaman, kasih, dan pemberian timbal balik. Apa yang muncul dari relasi itu adalah kesatuan dan pemberian satu sama lain: Roh Kudus… Bapa akan selalu menjadi Bapa dari Putera; Putera akan selalu memiliki kodrat yang sama dengan Bapa dan dalam persekutuan yang tak terbatas dengan-Nya. Roh selalu dari dan untuk pemberian Bapa dan Putera.” FILIOQUE DAN SPIRITUQUE DEMI KONSISTENSI PERICHORESIS



Namun, Boff juga memberikan gambaran tentang ketigaaan-kesatuan yang menjembatani antara Barat dan Timur. Dengan tetap menjadikan perichoresis sebagai porosnya, Boff menyatakan bahwa ketiga pribadi ilahi seluruhnya adalah demikian karena persekutuan mereka yang bersifat intrinsik dan esensial sehingga setiap Pribadi menerima segala sesuatu dari Pribadi lainnya dan serentak pula memberikan segalanya pada Pribadi lainnya. Ini berarti, setiap pribadi muncul dari dua Pribadi lainnya. Sebagaimana Roh Kudus keluar dari Bapa dan Putera (filioque), Putera juga lahir dari Bapa dan Roh Kudus (spirituque), karena Bapa melahirkan Putera dalam Rahim keibuan-keperawanan dari Roh Kudus. Dilatarbelakangi oleh motif penyingkapan, bukan kausalitas, Boff melihat Putera yang menyingkapkan Bapa dalam terang Roh Kudus. Jadi, pola relasinya bukan bersifat biner, tetapi relasi triadik yang melibatkan ketiga Pribadi Ilahi. HUBUNGAN ANTARA TRINITAS IMANEN DAN TRINITAS EKONOMIS



Pandangan Boff mengenai relasi triadik yang berporos pada konsep perichoresis, membawa pada pandangannya mengenai dunia sebagai wadah bagi komunikasi diri Allah dan karena itu perichoresis juga menggambarkan relasi antara Allah dan dunia. Boff menerapkan sebagian pemikiran Karl Rahner secara saksama dan masak-masak. Aksioma Rahner yang digunakan Boff demikian: Cara Allah datang menemui manusia adalah cara Allah berada (hidup). Di satu pihak, Boff mengakui bahwa Trinitas ekonomis adalah Trinitas imanen, tetapi di lain pihak ia memberi tempat pada teologi apophatic (via negativa), yakni Trinitas dalam diri-Nya melampaui pencapaian insani, tersembunyi dalam misteri yang tak terkira. Trinitas ekonomis adalah Trinitas Imanen, tetapi tidak keseluruhan dari Trinitas imanen. Boff menempatkan Trinitas imanen sebagai tema tertinggi dari teologi Trinitas: “Jika Allah tampak pada kita sebagai sumber misteri dan dan asal-usul yang tidak diasalkan (maka transendensi absolut), dan maka sebagai Bapa, hal ini lantaran Allah adalah Bapa. Jika Allah dinyatakan kepada kita sebagai Sabda yang menerangi dan Kebenaran, maka sebagai Putera atau Sabda Kekal, hal ini lantaran 3



Allah adalah Kebenaran. Jika Allah dikomunikasikan kepada kita sebagai Kasih dan Kuasa yang membawa pada pencapaian rencana akhir Allah, maka sebagai Roh Kudus, hal ini lantaran Allah adalah Roh Kudus.” Allah Trinitas imanen tidak mungkin dicakup seluruhnya dalam Trinitas Ekonomis, tetapi Trinitas ekonomis merupakan pintu gerbang menuju Trinitas imanen. Akhirnya, Boff meyakini bahwa relasi perikoresis dari tiga Pribadi Ilahi yang jelas dalam sejarah keselamatan menyatakan bahwa ketiga Pribadi ilahi serentak dalam asal-usulnya dan ada bersama sejak kekal dalam persekutuan dan saling-meresapi. VISI PEMBEBASAN DALAM MARIOLOGI BOFF



Bertolak dari pandangannya mengenai spirituque, pribadi ketiga (Roh Kudus) dalam artian tertentu berinkarnasi dalam diri Maria. Demikian dinyatakan oleh Boff: “Jika Roh diutus oleh Bapa bersama dengan Putera, kepada siapa secara khusus Roh diutus?” Bertolak dari Lukas 1: 35, Boff menjawabnya. Pertama, kata-kata dari teks tersebut mengijinkan kita untuk menyimpulkan sebuah misi yang sesuai dengan Roh Kudus, yang adalah komunikasi diri personal (hypostatic) pada Perawan Maria. Kedua, Roh Kudus turun atas Maria, merasukinya, mengambil rupa manusia dalam dirinya, dalam bentuk yang sama sebagaimana Putera yang, dalam suatu bentuk yang personal dan jelas, membangun kediaman-Nya di antara manusia dalam figur Yesus Kristus dari Nazareth. Ketiga, Maria, maka, tanpa dimaksudkan secara metaforis atau figuratif adalah sungguh-sungguh kemah sejati dan jasmaniah dari Roh Kudus, dalam suatu cara yang analog dengan Yesus sebagai tempat bersemayam Putra Kekal. Yesus dan Maria sebagai ‘dua tangan’ Allah Trinitas dalam rangka ekonomi keselamatan membawa kemanusiaan masuk ke dalam misteri Trinitas. Konsep teologis di atas menghubungkan Allah yang kekal dengan perbedaan seksual manusia. Boff memang mengakui bahwa keinsanian Yesus memiliki dimensi feminin yang diilahikan dalam inkarnasi, tetapi ia melihat bahwa ke-pria-an yang diilahikan secara eksplisit, sedangkan feminitas hanya secara implisit. Oleh karena itu, Boff menaikkan Yesus dan Maria bersama untuk merepresentasikan seluruh kemanusiaan juga sebagai ‘peristiwa eskatologis dari pengilahian penuh dari pria dan wanita dalam Kerajaan Allah.’ Penyingkapan diri Allah dalam Yesus dan Maria menyatakan Bapa yang keibuan dan Ibu yang kebapaan. Pengalaman akan Allah yang demikian sungguh membebaskan karena menghormati perbedaan bahkan ketika membawanya ke dalam kesatuan. TANGGAPAN TERHADAP TRINITAS BOFF



Teologi Trinitas Boff yang memasukkan dimensi feminitas dan keibuan bukan hanya sebentuk upaya menaruh perhatian pada gerakan para feminis. Secara khusus mengenai Mariologinya, Boff menjawab berbagai kritikan atasnya dengan mengklarifikasi bahwa intensinya hanyalah untuk memberikan sebuah hipotesis teologis berdasarkan kolerasi antara kisah Kitab Suci dengan kebenaran iman. Adapun kritik atasnya sebagai berikut. Sabda dan Roh dalam ekonomi keselamatan rentan untuk jatuh pada triteisme. Terhadap tuduhan itu Boff menanggapinya demikian: “Kesesatan triteisme adalah dalam mengafirmasi hanya eksistensi dari ketiga Pribadi Ilahi, tanpa kesaling4



keterhubungan timbal balik, ketiga Pribadi disejajarkan dan dipisahkan seolah-olah ketiganya merupakan tiga kodrat atau tiga substansi.” David Cunningham tetap memproblematisir penggunaan konsep perichoresis dalam artian yang aktif oleh para teolog Trinitas kontemporer. Baginya, gagasan mengenai saling-meresapi itu problematis sejauh sulitlah membayangkan suatu gambaran mengenai tiga bentuk perichoresis (threefold interprenetation) tanpa menyertakan tiga pelaku. Kritik selanjutnya menyasar upaya Boff untuk menghubungkan antara Ajaran tertentu mengenai Allah dan struktur politik yang diandaikan serta klaimnya bahwa konsep Trinitas mempromosikan tatanan sosial yang demokratis. beberapa kritikus melihat adanya asumsi tentang negara bangsa yang diterima oleh orang-orang Kristiani di balik pandangan teologis Boff. Dengan kata lain, konsep teologis Boff memiliki suatu kepentingan untuk mengembangkan struktur negara modern. Keempat, sekalipun Boff berupaya untuk menunjukkan korelasi antara masyarakat ilahi dan masyarakat manusiawi atas dasar non-hirarkis, masyarakat ilahi yang dia bicarakan faktanya bersifat monarkis; dan karena masyarakat ilahi yang terselubung dalam misteri ilahi terpisah dari waktu kita hidup, sebenarnya tidak ada korelasi yang sebenarnya dengan struktur masyarakat manusiawi yang dapat diupayakan. Kelima, tekanan Boff pada kekekalan Trinitas imanen atas Trinitas ekonomis dan pendekatannya pada teologi apophatic justru menyurutkan implikasi dari pemikiran Rahner



5