Tugas 1 Hukum Bisnis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas 1



:



TUTORIAL ONLINE HUKUM BISNIS (EKMA4316)



Nama



: Erfan Yudin



NIM



: 031224466



Prodi



: S1 Manajemen,



Semester



: III



UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ-UT KENDARI SULAWESI TENGGARA



1. Secara prinsipal badan hukum berbeda dengan manusia pribadi. a. Manusia pribadi adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan, mempunyai akal, perasaan, kehendak, dan dapat mati, sedangkan badan hukum adalah badan ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat dibubarkan oleh pembentuknya. b. Manusia pribadi mempunyai kelamin sehingga ia dapat kawin, dapat beranak, sedangkan badan hukum tidak. c. Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak dapat. 2. Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud dengan asas adalah hukum dasar dari sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir dan berpendapat atau cita-cita. a. Asas Konsensualisme, Asas ini berhubungan dengan saat lahirnya suatu perjanjian. istilah konsensualisme berasal dari kata "konsensus" yang berarti kesepakatan atau persetujuan. dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa di antara para pihak yang bersangkutan telah tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu dihendaki pula oleh pihak yang lain meskipun secara timbal balik. Mengenai asas konsensualisme dapat dijumpai dalam Pasal 1320 butir 1 jo Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengatakan bahwa "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perjanjia telah lahir sejak saat tercapainya kesepakatan antara para pihak yang mengadakan perjanjian. dengan kata lain, perjanjian itu lahir apabila sudah tercapai kesepakatan dari para pihak lain, perjanjian itu lahir apabila sudah tercapai kesepakatan dari para pihak mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek perjanjian dan tidak perlu adanya formalitas tertentu selain yang telah ditentukan undang-undang. Hukum perjanjian menganut asas konsensualisme karena asa tersebut dipandang sebagai puncak peningkatan martabat manusia artinya bahwa dengan diletakkannya kepercayaan pada  perkataan orang maka orang tersebut ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya sebagai manusia.   b. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak ini erat sekali kaitannya dengan isi, bentuk dan jenis dari perjanjian yang dibuat. Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa "semua perjanjian yang dibuar secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya". Asas ini dapat disimpulkan dari kata “semua” yang engandung 5 makna yaitu setiap orang bebas :     



Untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian, Mengadakan perjanjian dengan siapapun, Menentukan bentuk perjanjian yang dibuatnya, Menentukan isi dan syarat-syarat perjanjian yang dibuatnya, Untuk menmgadakan pilihan hokum, maksudnya yaitu bebas untuk memilih pada hokum mana perjanjian yang dibuatnay akan tunduk.



c. Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini berhubungan dengan akibat suatu perjanjian dan diatur dakam Pasar 1338 ayat (1) dan (2) KUH perdata. Asas tersebut dapat disimpulkan dari kata “… berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.” Dengan adanya asas pacta sunt servanda berarti para pihak harus menaati perjanjian yang telah mereka buat seperti halnya menaati undang-undang, yang tentunya akan dikenai hukum. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian tidak dapat ditarik tanpa persetujuan pihak lain. Hal ini disebutkan dalam pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yaitu “suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepak kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.” Adapaun nama lain dari asas pacta subt servanda yaitu asas kepastian hukum. Contohnya : Bentuk sanksi yang diperoleh oleh negara pelanggar dapat bervariasi sesuai dengan beratnya pelanggaran. Sanksi yang paling ringan adalah negara yang melanggar tersebut diharuskan kembali menaati perjanjian yang telah ia langgar sebelumnya, sedangkan sanksi terberat yang mungkin dihadapkan pada pihak pelanggar adalah ia dikeluarkan dari keanggotaan PBB yang dapat menyebabkan ia dikucilkan dari pergaulan internasional. d. Asas Itikad Baik Asas itikad baik berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Asas ini menghendaki bahwa apa yang perjanjikan oleh para pihak tersebut harus dilaksanakan dengan memenuhi tuntutan keadilan dan tidak melanggar kepatutan. Kepatutan di dalam perjanjian dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu pihak terdesak tetapi harus ada keseimbangan antara berbagai kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan. Sedangkan keadilan maksudnya bahwa kepastian untuk mendapatkan apa yang sudah diperjanjikan namun untuk pemenuhan janji tersebut harus memperhatikan norma-norma yang berlaku. Hal ini sesua dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yaitu “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Itikada baik mempunyai dua pengertian yaitu: 







Itikad baik dalam arti subjektif, artinya dapat diketemukan dalam lapangan hukum benda dan dalam hukum perikatan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1977 KUH Perdata mengenai kedudukan berkuasa dan dalam Pasal 531 KUH Perdata. Itikad baik dalam arti objektif, artinya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa dirasakan sesuai dengan yang dipatut  dalam masyarakat.



e. Asas  kepribadian Asas ini berhubungan dengan subjek yang terikat dalam suatu perjanjian. Salah satu asas dalam perjanjian yang berhubungan erat dengan asas pacta sunt servanda adalah asas kepribadian dalam perjanjian. Asas kepribadian dalam perjanjian ini dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihakpihak yang membuatnya.” Dengan demikian dapat dibenarkan bahwa dalam suatu



perjanjian tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban terhadap pihak ketiga, juga tidak boleh mendatangkan keuntungan atau kerugian pada pihak ketiga kecuali telah ditentukan lain oleh Undang-undang Pernyataan ini di atur dalam Pasal 1340 ayat (2) yang menyatakan bahwa “suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihakpihak ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya,selain dalam hal yang diatur dalam Pasar 1317 KUH Perdata. 3. Perjanjian asuransi memang dapat dilakukan secara lisan, namun karena untuk proses pengajuan klaim diperlukan sebagai alat bukti telah terjadi/ adanya suatu perjanjian asuransi a. Kesepakatan, tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi (konsensuil), kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi :  Benda yang menjadi objek asuransi;  Pengalihan risiko dan pembayaran premi;  Evenemen dang anti kerugian secara seimbang (indemnity)  Syarat-syarat khusus asuransi;  Dibuat secara tertulis yang disebut polis (255 KUHD) b. Capak, kedua pihak baik tertanggung maupun penanggung cakap melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh Undang-Undang. c. Objek tertentu atau fixed object, obyek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah obyek yang diasuransikan, dapat berupa hata kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan (Insurable Interst). d. Kausa yang halal, kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. e. Pemberitahuan, tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan obyek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi (Penjabaran 251 KUHD).



SUMBER BMP EKMA 4316