Tugas Hukum Bisnis 3.2  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

akTUGAS HUKUM BISNIS Kontrak Bisnis (Perjinjian)



Oleh: FrumesiaRiniyati



: 150404020049



AgustaBatilmurik



: 150404020068



Karolina YunitaDir : 150404020073



A. PENGERTIAN KONTRAK, SYARAT SAHNYA KONTRAK, ASAS-ASAS, DAN SUMBER HUKUM KONTRAK 1. PENGERTIAN KONTRAK Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa Belanda) dalam pengertian luas sering juga di namakan dengan istilah perjanjian. Kontrak adalah dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakanya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hokum yang di sebut perikatan (verbintenis). 2. SYARAT SAHNYA KONTRAK Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, Kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat seperti berikut : a. Syarat subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan, meliputi :’  Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan).  Kesepakatan mereka yang mengikatnya. b. Syarat objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum, meliputi :  Suatu hal (objek) tertentu.  Sesuatu sebab yang halal (kuasa).



3. ASAS-ASAS Menurut Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari bunyi pasal tersebut sangat jelas terkadang asas : a. Konsensualisme, adalah perjanjian itu telah terjadi jika telah ada konsensus antara pihak-pihak yanh mengadakan kontak. b. Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjian, bebas pula menntukan bentuk kontraknya. c. Pacta sunt servanda, artinya kontrak itu merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (mengikat). Disamping itu beberapa asas lain dalam standar kontak : a. Asas kepercayaan b. Asas persamaan hak c. Asas keseimbangan d. Asas moral e. Asas kepatutan f. Asas kebiasaan g. Asas kepastian hokum 4. SUMBER HUKUM Mengennai sumber hukum berkontrak yang bersumber dari undang-undang dijelaskan : a. Persetujuan para pihak (kontrak). b. Undang-undang, selanjutnya yang lahir dari UU ini dapat dibagi : 1. Undang-undang saja 2. Undang-undang karena suatu perbuatan, selanjutnya yang lahir dari Undangundang suatu perbuatan dapat dibagi : a. Yang dibolehkan (zaakwaarnaming) b. Yang berlawanan dengan hukum, misalnya seorang karyawan yang membocorkan rahasia perusahaan, meskipun dalam kontrak kerja tidak disebutkan, perusahaan dapat saja termasuk perbuatan yang melawan hukum (onrechtsmatige daad), untuk hal ini dapat dilihat Pasal 1365 KUH Perdata.



B. RISIKO, WANPRESTASI, DAN KEADAAN MEMAKSA 1. RESIKO Menurut Soebekti (2001 : 144), risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam kontrak. Disini berarti beban untuk memikul tanggung jawab dari risiko itu hanyalah kepada salah satu pihak saja, menurut penulis alangkah baiknya dalam setiap kontrak itu risiko diletakkan dan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak. 2. WANPRESTASI



Menurut pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu, sebaliknya dianggap wanprestasi bila seseorang : a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. c. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. d. melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya. Sebagai contoh seorang debitor ( si berutang ) dituduh melakukan perbuatan melawan hukum, lalai atau seara sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi yang telah disepakati dalam kontrak, jika terbukti maka debitor harus mengganti kerugian ( termasuk ganti rugi + bunga + biaya perkaranya ). Meskipun demikian, debitor bisa saja membela diri dengan alasan : 



Keadaan memaksa ( overmacht / force majeure)







Kelalaian kreditor sendiri.







Kreditor telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.



3. KEADAAN MEMAKSA Menurut Soebekti (2001:144), untuk dapat dikatakan suatu “keadaan memaksa” (overmacht / force majeure ) bila keadaan itu : 



Diluar kekuasaannya







Memaksa







Tidak dapat diketahui sebelumnya.



Keadaan memaksa ada yang bersifat mutlak ( absolute ), contohnya, bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan lain-lain. Sedangkan yang bersifat tidak mutlak ( relatif ), contohnya, berupa suatu keadaan dimana kontrak masih dapat dilaksanakkan, tetapi dengan biaya yang lebih tinggi, misalnya terjadi perubahan harga yang tinggi secara mendadak akibat dari regulasi pemerintah terhadap produk tertentu ; krisis ekonomi yang mengakibatkan ekspor produk terhenti sementara ; dan lain-lain.



Kasus 3.2 Debitur gugat kreditur : Tak Boleh Disusupi Maksud Nakal Berbicara tentang dunia hukum Indonesia sepertinya tidak akan pernah keringdari permasalahan-perasalahan baru. Bahkan aksisaling gugat yang hadir dalam pengadilan pun selalu mengelitik keingintahuan kita. Milai dari sebab musababnya sampai ending cerita dari kasus tersebut. Kasus debitor menggugat kreditor, misalnya meskipun kasus ini bukan lagi permasalahan baru dikalangan penegak keadilan, tetapi tetap saja menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat. Pasalnya tak jarang kasus ini malah dimenangkan oleh pihak debitor, terlepas dari kontroversi yang ditimbulkan. Masalahnya, apakah pantas seorang debitor yang sudah mendapat pinjaman utang malah menggugat kreditornya? Terlebih-lebih jika berbicara tentang uang yang tidak sedikit itu, tidaklah mungkin kalau kedua belah pihak tidak mengetahui the rule of game yang samasama mereka sepakati. Berdasarkan penelusuran Business Law kepada pengacara, pakar hukum, sapai pada pengamat hukum, hal itu menurut mereka sangat tergantung pada esensi permasalahannya. “bisa dikatakan pantas kalau memang debitor merasa haknya dilanggar oleh kreditor, tapi bisa juga dikatakan tidak pantas jika gugatan itu dilakukan untuk mengulur waktu pembayaran kredit mereka atau bahkan untuk mengemplang utang mereka,” tutur seorang pengecara yang ditemui Business Law. Mungkin sang debitor punya alasan kuat mengapa mereka menggugat kreditornya. Bisa jadi mereka merasa dirugikan dari perjanjian tersebut atau sang debitor merasa terpojokan karena sebagai pihak yang meminjam. Alasan itulah yang sepertinya ditangkap oleh sebagian besar responden Business Law. Dari 30 kantor pengecara yang kembali menjawab pertanyaan polling kami, 7% diantaranya mengungkapkan bahwa kasus gugatan debitor terhadap kreditor sebagai cara debitor mencari kebenaran dan keadilan terhadap hak-hak mereka,35% merasa memang tidak ada yang melarang untuk melakukan hal tersebut, dan hanya 7% saja yang menyatakan bahwa, apapun alasannya, kalau gugatan itu diminta oleh kliennya maka mereka bisa menerima hal tersebut. Meskipun demikian, kita tidak dapat menutup mata bahwa perilaku tersebut bisa saja dilatarbelakangi oleh keinginan- keinginan nakal oleh debitor. Misalnya saja, untuk menghindari kewajiban mereka terhadap kreditor atau bahkan, yang lebih ekstremnya, mereka berencana untuk menghapuskan utang mereka yang jumlahnya mungkin saja miliaran.Memang, bila kita berbicara alasan yang satu ini, tidaklah mungkin dikemukakan di depan publik. Namun, juga tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi. Beberapa pengacara yang sedikit inilah yang masih melihat titik kemungkinan itu bisa terjadi.



Sebanyak 52% dari mereka menganggap dibolehkannya seorang debitor menggugat kreditor bisa saja disalahgunakan debitor untuk menghindari dari kewajibannya. 25% menganggap hal itu menyalahi perjanjian yang pernah mereka sepakati, 10%-nya merasa kalau hal itu sering terjadi, maka tidak bagus untuk perkembangan dunia usaha dan hukum kita kedepannya, dan 13% responden mempunyai alasan lain. Jika kedepannya kasus sejenis akan terus bergulir, terlepas dari siapa yang akan dimenangkan pada kasus ini, 45% responden menganggap akan membuat kreditor malas untuk kembali berhubungan dengan dunia usaha Indonesia terutama kreditor asing; 24% menyatakan hal itu akan mengikis kepercayaan kreditor dalam meminjamkan dananya terlebih-lebih jika kasusnya dimenangkan debitor, dan 31% responden mempunyai alasan yang berbeda. Dari 31% ini terungkap bahwa pada dasarnya aksi saling gugat antara keduanya boleh saja terjadi, bahkan bisa jadi pelajaran yang dipetik dari persoalan ini kedepannya akan memberikan perilaku ekstra hati-hati bagi kedua belah pihak untuk membuat kesepakatan dan melaksanakannya. Maksudnya, mereka tak akan gegabah dalam mencermati isi perjanjian yang akan menjerat kedua belah pihak. Alasan yang terakhir ini mungkin harus bisa kita terima dengan bijak. Artinya, jika pada kedua belah pihak timbul saling koreksi terhadap kekurangan masing-masing, maka ketakutan sebagian besar orang tentang hukum Indonesia-yang dianggap tidak memberikan iklim investasi yang baik, sehingga menyababkan para kreditor merasa hak-haknya tidak terlindungi jika berinvestasi di Indonesia- tidak akan terjadi. Dengan demikian, terlepas dari keinginan licik yang mungkin saja timbul dari masingmasing pihak, tentunya hal ini harus disikapi dengan pikiran jernih. Yaitu, karena debitor memang benar-benar merasa hak-haknya dilanggar oleh kreditor, bukan sebagai wujud mencari pembenaran terhadap perilaku debitor yang menyimpang.



Pertanyaan Kasus : 1. Apa yang dilakukan seorang debitor yang dituduh lalai melaksanakan prestasi ? 2. Implikasi hukum apa yang timbul bila debitur dapat menggugat debitur, seperti pada kasus 3.2 3. Menurut anda, adakah indikasi debitur untuk mencari sela agar bebas dari kewajiban dengan cara tersebut ? Jawaban Pernyataan Kasus : 1. Seorang debitur yang dituduh lalai melaksanakan prestasi dapat membela diri dengan mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman itu. Pembelaan diri yang dilakukan oleh debitur tersebut ada tiga macam, yaitu : a. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa Dengan mengajukan pembelaan ini, debitur berusaha menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama



sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi. b. Mengajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai Dengan pembelaan ini si debitur yang dituduh lalai dan dituntut membayar ganti rugi itu mengajukan di depan hakim bahwa kreditur sendiri juga tidak menetapi janjinya. Dalam setiap perjanjian timbal balik, dianggap ada suatu asas bahwa kedua pihak harus sama-sama melakukan kewajibannya. c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi Merupakan suatu sikap pihak kreditur dari mana pihak debitur boleh menyimpulkan bahwa kreditur itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi. 2. Implikasi Hukum yang Timbul pada kasus tersebut, yaitu implikasi hukum wanprestasi . Karena, pada kasus ini pihak debitur merasa bahwa pihak kreditur melakukan sesuatu tindakan yang tidak sesuai dalam kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. 3. Menurut kelompok kami, indikasi debitur untuk mencari sela agar bebas dari kewajibannya, salah satunya adalah debitur menggugat kreditur dengan alasan bahwa debitur merasa haknya telah dilanggar oleh kreditur dengan begitu debitur dapat mengulur waktu untuk membayar kewajibannya atau bahkan mereka berencana untuk menghapus kewajibannya Kesimpulan dari Kasus 3.2 Tentang Debitur Gugat Kreditur : Tidak Boleh Disusupi Maksud Nakal adalah kasus ini sudah sangat lazim terjadi apalagi dinyatahkan bahwa tidak jarang kasus ini dimenangkan oleh debitur. Hal ini terjadi karena, pihak debitur merasa haknya dilanggar oleh pihak kreditur. Tetapi perlu diingat juga bahwa, kasus ini harus cepat diatasi karena berhubungan dengan dunia usaha Indonesia, terutama hal ini dapat mengikis kepercayaan kreditur asing dalam meminjamkan dananya pada Indonesia. Oleh sebab itu, diharapkan bahwa persoalan ini kedepannya akan memberikan perilaku ekstra hati-hati bagi kedua belah pihak untuk membuat kesepakatan dan melaksanakannya atau dengan kata lain kedua belah pihak tidak gegabah dalam mencermati isi perjanjian yang akan menjerat keduanya. Sumber : Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus Edisi Kelima Halaman 45-58 Karangan Dr. Abdul R. Saliman, S.H., M.M http://www.hukum123.com/risiko-wanprestasi-dan-keadaan-memaksa/ http://wf-managementclass.blogspot.co.id/2015/11/hukum-bisnis-kontrak-bisnisperjanjian.html