Tugas Makalah Geostatistika [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MAKALAH GEOSTATISTIKA PENERAPAN GEOSTATISTIKA PADA GEOSAINS APLIKASI KONSEP KRINGING DATA SIMULASI GANGGUAN GEOTERMAL LOKAL



Dosen Pengampu : Dr. Azhar K. Affandi, M.S. Disusun Oleh : Alzira Lutifah 08021181823010



JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJATA 2020



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Geostatistika adalah ilmu yang merupakan gabungan antara geologi, teknik, matematika, dan statistika. Geostatistika terdiri dari berbagai metode penaksiran, salah satunya adalah metode Kriging. Metode Kriging memanfaatkan nilai spasial pada lokasi tersampel dan variogram untuk memprediksi nilai pada lokasi lain yang belum dan/atau tidak tersampel dimana nilai prediksi tersebut tergantung pada kedekatannya terhadap lokasi tersampel. Pada penerapannya, Kriging mengasumsikan kestasioneran dalam rata-rata dan varians, sehingga apabila kestasioneran tersebut tidak dipenuhi, maka Kriging akan menghasilkan nilai prediksi yang kurang tepat dan presisif. Adanya data pencilan pun membuat nilai prediksi kurang tepat. Data pencilan dapat dikatakan sebagai nilai yang ekstrim, biasanya dikarenakan kesalahan pencatatan, kalibrasi alat yang kurang tepat, dan lain-lain. Salah satu metode penaksiran dalam geostatistika yang sering digunakan adalah metode Kriging. Metode Kriging terdiri dari tiga macam, yaitu metode Ordinary Kriging, Simple Kriging, dan Universal Kriging. Kriging yang cukup banyak dan mudah digunakan adalah metode Ordinary Kriging. Metode ini dibedakan berdasarkan varians dan rata-rata. Ada atau tidaknya varians dan rata sangat berpengaruh dalam metode Kriging. Apabila variansnya konstan, maka digunakan metode Simple Kriging. Apabila rataratanya konstan dan data nya stasioner (tidak mengandung trend), maka digunakan metode Ordinary Kriging. Apabila rata-ratanya diketahui dan datanya mengandung trend (non stasioner) maka digunakan metode Universal Kriging. Pada makalah ini, akan dilakukan pengestimasian dengan metode Ordinary Kriging karena datanya tidak mengandung tren, dan memiliki rata-rata yang konstan. 1.2 Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Menjelaskan tentang metode ordinary kriging pada geostatistika. 2. Menjelaskan tentang sifat-sifat metode ordinary kriging. 3. Menjelaskan aplikasi konsep Krigring pada data simulasi gangguan geomagnet lokal dari tiga stasion magnet (SG). 4. Menjelaskan penerapan metode ordinary kriging terutama dalam hal menentukan estimasi atau interpolasi gangguan geomagnet di sekitar tiga stasion geomagnet (lokasi observasi) tersebut.



BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data Spasial Data spasial diperoleh dari hasil pengukuran yang berisi informasi tentang lokasi dan pengukuran. Data ini disajikan dalam bentuk posisi geografis dari objek, lokasi, hubungan dengan objek-objek lainnya, dengan menggunakan titik koordinat dan luasan. Data spasial dapat berupa data diskrit maupun kontinu. Data spasial memiliki lokasi spasial yang beraturan (regular) dan tak beraturan (irregular). Data spasial merupakan salah satu model data dependen (tak bebas), karena data spasial dikumpulkan dari lokasi berbeda yang mengindikasikan ketergantungan antara pengukuran data dan lokasi. Data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data yang lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (atribut). Data spasial dibagi menjadi tiga tipe menurut jenis datanya, yaitu: data geostatistika (geostatistical data), data area (lattice data), dan pola titik (point pattern). Geostatistika merupakan ilmu statistika yang diterapkan pada ilmu geologi dan beberapa ilmu bumi lainnya. Data geostatistika mengarah pada sampel yang berupa titik dari suatu data spasial kontinu, baik yang berbentuk regular maupun irregular. Data area merupakan kumpulan data diskrit yang merupakan hasil perhitungan ataupun penjumlahan zona poligons pada wilayah tertentu. Secara umum, data area digunakan dalam studi epidemiologi. Pola titik akan muncul apabila hal yang akan dianalisis adalah lokasi dari suatu peristiwa. Hal terpenting dari pola ttik adalah mengetahui hubungan ketergantungan antar titik. Beberapa contoh kasus yang menggunakan pola titik seperti lolasi tumbuh pohon di hutan, analisis ketersediaan dan pemanfaatan sumber daya, dan sebagainya (Rozalia dkk., 2016). 2.2 Kriging Kriging merupakan suatu metode analisis data geostatistika yang digunakan untuk menduga besarnya nilai yang mewakili suatu titik yang tidak tersampel berdasarkan titik tersampel yang berada di sekitarnya dengan menggunakan model struktural semivariogram. Kriging juga merupakan suatu metode yang digunakan untuk menonjolkan metode khusus yang meminimalkan variansi dari hasil pendugaan. Jika dilihat secara umum, metode Kriging adalah suatu metode analisis geostatistik untuk menginterpolasi suatu nilai kandungan sebagai contoh kandungan mineral, berdasarkan data sapel yang diambil di tempat-tempat yang tidak beraturan. Banyak metode yang dapat digunakan dalam metode kriging, namun berdasarkan diketahui atau tidaknya mean, Kriging dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu Simple Kriging, Ordinary Kriging, dan Universal Kriging.



1. Simple Kriging merupakan metode kriging dengan asumsi bahwa rata-rata (mean) dari populasi telah diketahui dan bernilai konstan. Pengolahan dari metode Simple kriging adalah dengan cara data spasial yang akan diduga dipartisi menjadi beberapa bagian. 2. Ordinary Kriging merupakan metode yang diasumsikan rata-rata (mean) dari populasi tidak diketahui, dan pada data spasial tersebut tidak mengandung trend. Selain tidak mengandung trend, data yang digunakan juga tidak mengandung pencilan. 3. Universal Kriging merupakan metode kriging yang dapat diaplikasikan pada data spasial yang mengandung trend atau data yang tidak stasioner (Rozalia dkk., 2016). 2.3 Pendeteksian Pencilan Spasial Pencilan spasial dapat didefinisikan sebagai nilai lokasi observasi yang tidak konsisten atau sangat menyimpang (ekstrim) terhadap nilai lokasi observasi yang lainnya. Salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya pencilan adalah spatial statitics Z test, yang didefinisikan sebagai berikut:



|



Z s( x)=



s ( x )−μ s >θ σs



|



(2.1)



Dengan, s ( x ) = selisih antara nilai amatan dari lokasi x dengan rataan nilai amatan lokasi yang dekat dengan x. μs



= nilai mean dari



σs



= standar deviasi dari



θ



= nilai Z tabel untuk tingkat signifikansi tertentu



Jika , Z s ( x )> θ, maka x dideteksi sebagai pencilan. Untuk melakukan pendeteksian dilakukan uji hipotesis sebagai berikut: -



Hipotesis H0 : x bukan pencilan H1 : x merupakan pencilan



-



Taraf siginifikansi α= 0,05



-



Statistik Uji



|



Z s( x)=



-



s ( x )−μ s σs



|



Kriteria Uji H0 ditolak jika Z s ( x )> Z α



(Rozalia dkk., 2016). 2.4 Variogram dan Semivariogram Variogram merupakan perangkat statistik yang diperlukan untuk melakukan pendugaan pada data spasial, karena jika ada dua buah nilai spasial yang letaknya berdekatan, maka akan relatif bernilai sama dibandingkan dengan dua buah nilai spasial yang letaknya berjauhan. Variogram dirumuskan sebagai berikut: 2 γ ( h )=E [ Z ( s )−Z (s +h) ]



2



(2.2)



Untuk melakukan pendugaan pada data spasial, digunakan suatu perangkat untuk menggambarkan, memodelkan, dan menghitung korelasi spasial antara variabel random Z ( s ) dan Z(s+ h), yang disebut dengan semivariogram yang besarnya setengah dari nilai variogram. Semivariogram dapat didefinisikan sebagai berikut: 2 1 γ ( h )= E [ Z ( s )−Z ( s+h)] 2



(2.3)



Variogram eksperimental adalah nilai dugaan yang diperoleh dari penarikan sampel di lapangan. Variogram eksperimental dibuat berdasarkan nilai korelasi spasial antara dua buah variabel yang dipisahkan oleh suatu jarak (h) tertentu. Variogram eksperimental dirumuskan sebagai berikut: 2 γ ( h )=



1 ¿¿ 2 N ( h)



(2.4)



dimana, si



= lokasi titik sampel



Z(s ¿¿ i) ¿ h



= nilai observasi pada lokasi = jarak antara dua titik sampel



si, si +h = pasangan titik sampel yang berjarak N (h)



= banyak pasangan data yang memiliki jarak



Semivariogram eksperimental dirumuskan sebagai berikut: γ ( h )=



1 ¿¿ 2 N (h)



(2.5)



Untuk mencari nilai semivariogram, banyak pasangan data akan di bagi menjadi beberapa kelas menggunakan pesamaan sturge berikut: k =1+3,3 log n (2.6) dimana : k = banyak interval kelas



n = ukuran sampel Setelah diperoleh nilai semivariogram eksperimental, maka dapat dihitung parameterparameter yang akan digunakan untuk perhitungan semivariogram teoritis. Beberapa parameter yang digunakan untuk mencari nilai dalam semivariogram teoritis adalah nugget effect, sill, dan range: 1. Nugget Effect (C0) Nugget effect merupakan pendekatan nilai semivariogram pada jarak sekitar nol. 2. Sill (C0 + C) Sill adalah saat dimana nilai semivariogram cenderung mencapai nilai yang stabil. Nilai sill sama dengan nilai varian dari data spasial. 3. Range (a) Range merupakan jarak pada saat semivariogram mencapai nilai sill. Setelah memperoleh nilai dari ketiga parameter di atas, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai semivarogram teoritis. Nilai yang diperoleh dari semivariogram teoritis akan digunakan untuk membandingkan nilai MSE antara semivariogram eksperimental dengan teoritis. Selanjutnya dipilih model mana yang memiliki nilai MSE paling kecil, yang nantinya akan digunakan untuk melakukan pendugaan data spasial. Berikut adalah beberapa model semivariogram teoritis yang digunakan sebagai pembanding: 1. Model Spherical γ ( h )=¿



C 0+ C



3h h −0,5 2a a



3



[( ) ( ) ]



C 0+ C



untuk h ≤ a



(2.7)



untuk h> a



dengan, h



= jarak lokasi sampel



C 0+ C



= sill, yaitu nilai semivariogram untuk jarak pada saat besarnya konstan.



a



= range, yaitu jarak pada saat nilai semivariogram mencapai sill.



2. Model Eksponensial



[



(



3h a



)]



(2.8)



−3 h 2 a2



(2.9)



γ ( h )=C 0 +C 1−exp −⁡ 3. Model Gaussian



[



γ ( h )=C 0 +C 1−exp (Rozalia dkk., 2016).



]



2.5 Pendugaan Parameter Ordinary Kriging Penduga kriging Z ( s ) merupakan kombinasi linier. Kombinasi linier adalah penjumlahan hasil kali anggota himpunan pasangan berurutan. Penduga kriging Z ( s ) merupakan kombinasi linier dari variabel sampel Z ( si ) yang diketahui atau ditulis secara matematis sebagai berikut : n



Z ( s ) =∑ w i Z ( s i ) i=1



(2.10) dengan, Z ( s)



= nilai pendugaan pada lokasi tidak tersampel



wi



= koefisien bobot Z(s i), dengan ∑ wi=1



n i=1



Z(s i) = nilai pada lokasi tersampel n



= banyak sampel



(Rozalia dkk., 2016).



BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada metode Ordinary Kriging, nilai rata-rata (mean), μ, dan fungsi kovariansi C (h) dari fungsi acak Z( x) tidak diketahui atau dianggap konstan. Maka dari itu, ordinary kriging tidak mengasumsikan diketahuinya rata-rata dan kovariansi. Karena alasan inilah, metode ordinary kriging dianggap sebagai metode kriging paling umum dalam praktik penerapan dan juga tujuannya untuk memprediksi nilai dari variabel acak Z( x) pada titik yang belum tersampel Z( xa ) dari daerah geografisnya. Terdapat beberapa kelebihan dari metode ordinary kriging ini, di antaranya: 1. Untuk setiap blok yang ditaksir, dapat diperoleh pula varians krigingnya. 2. Kriging adalah interpolator yang eksak. Taksiran kadar pada lokasi data akan sama dengan nilai data, jadi tidak ada kesalahan penaksiran. 3. Kriging memiliki kemampuan intrinsik untuk menguraikan data dalam proses penaksiran. Hal ini sangat berguna apabila dilakukan penaksiran menggunakan data yang tak beraturan dan berkelompok. 4. Kriging mampu menyaring nilai data yang digunakan dalam penaksiran (screening) 5. Kriging memberikan taksiran yang tak bias secara bersyarat (conditionally unbiased) Ordinary kriging mengacu pada prediksi spasial dalam kondisi memenuhi dua asumsi berikut: 1. Rata-rata μ dari fungsi acak Z ( x ) tidak diketahui, atau konstan. 2. Data berasal dari fungsi random Z ( x ) yang memenuhi syarat intrinsically stationary dengan fungsi variogram γ (h) diketahui. 1 1 γ ( h )= V ar ( Z ( x +h ) −Z ( x ) ) = E[ ( Z ( x+ h )−Z ( x ) ) ¿¿ 2]¿ 2 2 Berdasarkan basis dari asumsi di atas, dapat didefinisikan prediktor untuk metode Ordinary Kriging sebagai berikut: n



^Z λ ( x )=∑ λ a Z ( x a )=λ T Z



(3.1)



a=1 n



∑ λa=1 a =1



(3.2) di mana λ=( λ1 ,… , λ n)T dan n merupakan banyaknya data sampel yang digunakan untuk estimasi. Karena koefisien dari hasil penjumlahan prediksi linier adalah 1 dan memiliki syarat tak bias maka



E ( ^Z ( x) ) =μ=E ( Z ( x) ) untuk setiap μ ∈ R dan karena Z(u) merupakan suatu konstanta, maka E ( Z( x) )=Z ( x ) . Apabila terdapat estimator error yang dinotasikan sebagai e^ ( x ) pada setiap lokasi merupakan perbedaan antara nilai estimasi ^Z ( x ) dengan nilai sebenarnya yaitu Z( x) yang dinyatakan sebagai berikut: e^ ( x )= Z^ ( x ) −Z ( x ) (3.3.) dengan E ( e^ ( x ) ) =0 Dengan menggunakan persamaan (3.3) dapat dibuktikan bahwa ^Z ( x ) merupakan estimator tak bias dengan bukti sebagai berikut: e^ ( x )= Z^ ( x ) −Z ( x ) E ( e^ ( x ) ) =E ( Z^ ( x )−Z( x ) ) E ( e^ ( x ) ) =E ( Z^ ( x ) )−E ( Z ( x) ) Karena nilai E ( e^ ( x ) ) =0, maka diperoleh: 0=E ( Z^ ( x ) )−E ( Z (x) ) E ( Z ( x ) )=E ( Z^ (x) ) Z ( x )= ^Z ( x) Maka, terbukti bahwa ^Z( x) merupakan estimator tak bias dari Z ( x ) . Serupa dengan metode simple kriging, metode ordinary kriging pun bertujuan untuk meminimumkan rata-rata estimator error kuadrat. Dengan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2), dapat diperoleh persamaan sebagai berikut: 2



V ar ( e^ ( x ) ) =E ( Z^ ( x ) ) −[ E ( Z( x ) ) ]



2



(3.4)



2 2 E ( ^Z ( x ) ) =V ar ( e^ ( x )) + [ E ( Z ( x) ) ]



¿ V ar ( e^ ( x ) ) +0 ¿ V ar ( e^ ( x ) ) . 2



.



[ E ( Z^ ( x ) ) ] =0 dikarenakan nilai E ( ^Z ( x ) ) =0(Budhiprameswari dkk., 2019). Selanjutnya tahapan kegiatan penelitian yang dilakukan ini dapat dijabarkan dalam beberapa langkah berikut : i)



Kompilasi data posisi geografis dari beeberapa titik sampel (stasion geomagnet) yang digunakan sebagai lokasi observasi,



ii)



Kompilasi data posisi geografis dari beberapa titik sampel yang akan diestimasi sekitar lokasi observasi,



iii)



Kompilasi data gangguan geomagnet dari beberapa titik Smpel (stasion geomagnet) yang digunakan sebagai lokasi observasi,



iv)



Hitung jarak antara dua titik sampel dengan formulasi jarak



J ( i, j ) =√ (i 1−i 2)2 +( j 1− j 2 )2. dimana i, j = koordinat titik sampel, v)



Hitung semivariogram empiris (eksperimen) dengan formulasi (1),



vi)



Plot semivariogram empiris tersebut terhadap jarak h,



vii)



Taksir parameter dari model semivariogram teoritis yang telah sesuai dengan model semivariogram empiri yang diperoleh,



viii)



Cocokkan semivariogram empiris tersebut dengan semivariogram teoritis,



ix)



Tentukan nilai semivariansi jarak antara titik sampel-titik sampel tersebut,



x)



Tentukan matriks A-1,



xi)



Gunakan persamaan W =A−1 . B untuk menentukan matriks bobot W ,



xii)



y p=w1 y 1+ w2 y 2+ w3 y 3 untuk mengestimasi gangguan geomagnet Gunakan persamaan ^ pada titik sampel disekitar lokasi observasi,



xiii)



Gunakan persamaan S2 e=w T B untuk mengestimasi variansi gnguan gomagnet pada titik sampel disekitar lokasi observasi.



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Posisi SG dan titk – titik sampel yang akan diestimasi gangguan geomagnetnya dalam pembahasan ini diasumsikan seperti pada tabel 1. Asumsi ini diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat penerapan konsep Kriging pada estimasi gangguan geomagnet di sekitar lokasi SF tersebut. Oleh karena itu data yang digunakan adalah data simulasi gangguan geomagnet dari tiga lokasi SG (Stasion Geomagnet). Data ini diamati selama 10 selang waktu dengan pengertian tiap selang waktu adalah 3 jam. Kemudian dengan menerapkan langkah i) dan langkah ii) dari bagian metodologi tersebut akan diperoleh hasil seperti yang ditabulasikan dalam Tabel 1. Selanjutnya penerapan langkah iii) dari bagian metodologi di atas diperoleh hasil seperti yang ditabulasikan dalam Tabel 2. Tabel 1. Posisi SG dan titik sampel p , q yang akan diesstimasi gangguan geomagnetnya. SG



Koordinat X1 (km)



Koordinat X2 (km)



1:10 3,0 6,3 2,0 3,0 4,9



1:10 4,0 3,4 1,3 3,0 2,5



1 2 3 p q



Tabel 2. Data simulasi gangguan dari tiga lokasi SG selama 10 selang waktu. Selang waktu ke-n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Gangguang



Gangguang



Gangguang



geomagnet di SG 1



geomagnet di SG 2



geomagnet di SG 3



Dalam nT 120 110 103 min 115 118 109 125 maks 107 105 122



Dalam nT 103 115 100 min 120 128 118 130 maks 110 122 129



Dalam nT 142 135 130 min 140 145 132 150 maks 147 138 136



Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa besarnya gangguan geomagnet minimum di SG1, SG2, SG3 berturut – turut adalah 103 nT, 100 nT, 130 nT dan semuanya terjadi pada selang waktu ke-3. Sehingga rata – rata gangguan maksimum di SG1, SG2, SG3 berturut – turut adalah 125 nT, 130 nT, 150 nT dan semuanya terjadi pada selang waktu ke-7. Sehingga rata – rata gangguan geomagnet maksimum di ketiga loasi tersebut adlah 135 Nt. Begitu juga rata – rata gangguan geomagnet di



SG1, SG2, SG3 berturut – turut adalah 113,4 nT, 117,5 nT, 139,5 Nt. Selanjutnya Tabel 3 daan Tabel 4, diitung berdasarkan data pada Tabel 1 dengan penerapan langkah iv) dari bagian metodologi (yaitu formulasi jarak antara dua titik). Tabel 3. Jarak antara SG – SG dan lokasi p. SG 1 2 3



1 0



2 3,35 0



3 2,88 4,78 0



p 1,00 3,32 1,97



Tabel 4. Jarak antara SG – SG dan lokasi q. SG 1 2 3



1 0



2 3,35 0



3 2,88 4,78 0



q 2,4 1,6 3,0



Dengan menerapkan langkah v) sampai dengan vii) dari bagian metodologi tersebut, diperoleh Tabel 6 dan Gambar 2, seperti berikut. Tabel 5. Nilai – nilai parameter statistik. Banyak sampel/lokasi (n) Rata – rata Hitung (mean) Variansi (s2) Simpangan baku (s) Median Nilai data maks. Nilai data min. Rentang nilai data (range)



3 121,6 382,33 19,55 120 142 103 39



Tabel 6. Hasil perhitungan semivariogram empiris Jarak



(h) Nilai



Banyaknya pasangan



dalam 10 semivariogram



data sampel (N(h))



km 2,88 3,35 4,78



1  (1,3) = (3,1) 1  (1,2) = (2,1) 1  (2,3) = (3,2)



empiris 242 144,5 760,5



Gambar 1. Hasil diagram pencar dari semivariogram empiris



DAFTAR PUSTAKA Budhiprameswari, T. D., Rachmatin, D., dan Lukman., 2019. Estimasi Kandungan Cbm Tertinggi Dengan Metode Ordinary Kriging Di Daerah Mangunjaya Dan Sekitarnya Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal EurekaMatika, 7(1) : 26-27.



Maspupu, J dan Arifin, L., 2014. Aplikasi Konsep Kriging Pada Data Simulasi Gangguan Geomagnte Lokal. Jurnal Geologi Kelautan, 12(3) : 158-160. Rozalia, G., Yasin, H., dan Ispriyanti, D., 2016. Penerapan Metode Ordinary Kriging Pada Pendugaan Kadar No2 Di Udara. Jurnal Gaussian, 5(1) : 114-117.



LAMPIRAN PYTHON CODE -



Hasil diagram pencar dari semivariogram empiris