Beban Dibayar Dimuka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Beban Dibayar di Muka



Disusun Oleh: 1. Destiawanda Isabella D.S



(161600112)



2. Anggi Meitasari



(161600137)



3. Aniefvia Putri Mahardika A (161600194)



PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA 2018



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan karunia akal budi serta hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Beban Dibayar Dimuka” dengan baik dan terselesaikan tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk pengajuan tugas mata kuliah Akuntansi Perpajakan di jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya . Kami menyadari bahwa makalah ini belum pada tingkat kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu di benahi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wacana baru bagi pembaca dan bermanfaat bagi tugas kami selanjutnya.



Akhir kata kami mengucapkan terimakasih atas dukungan dan arahan dari semua pihak.



Surabaya, 06 April 2018



Penyusun,



2



BAB I PENDAHULUAN Beban dibayar dimuka merupakan biaya-biaya yang belum merupakan kewajiban perusahaan untuk membayarnya pada periode yang bersangkutan, tapi perusahaan sudah membayarnya terlebih dahulu. Karena jumlah yang dibayarkan tersebut belum merupakan beban perusahaan untuk periode yang bersangkutan, maka jumlah yang telah dibayarkan tersebut merupakan uang muka dan termasuk dalam Aktiva Lancar (Current Assets). Biaya dibayar muka dimaksudkan sebagai biaya yang telah terjadi, yang akan digunakan untuk aktivitas perusahaan yang akan datang. Pajak dibayar di muka adalah pajak yang dibayar oleh perusahaan setiap bulan atau dipotong/dipungut oleh pihak ketiga dan akan diperhitungkan sebagai kredit pajak di akhir tahun (untuk pajak penghasilan) atau di akhir bulan (untuk PPN).Pemeriksaan biaya dibayar dimuka dan pajak dibayar dimuka juga mempunyai tujuan dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan secara tersendiri.



3



BAB II PEMBAHASAN 1.1 Definisi Beban Dibayar Dimuka



Menurut Wild dan Kwok (2011:118), beban dibayar dimuka adalah pos-pos (items) yang awalnya dicatat sebagai harga tetapi diharapkan menjadi beban di kemudian hari setelah melampaui kegiatan normal perusahaan. Beban dibayar dimuka ini dapat berupa beban dibayar dimuka atas asuransi,sewa, dan pajak. Untuk akuntansi komersial, pencatatan beban dibayar dimuka dapat dilakukan dengan dua pendekatan harta dan pendekatan beban. Contoh : Dibayar beban dibayar dimuka sebesar Rp.24.000.000 untuk 2Tahun pada tanggal 1 Desember 2011 1. Jurnal Akuntansi komersial apabila dicatat sebagai harta. Tanggal



Keterangan



01-Des-



Beban dibayar dimuka



2011



Kas/Bank



Debit



24,000,000 -



Kredit 24,000,000



Pada tanggal 31 Desember 2011 dilakukan penyesuaian atas Beban dibayar dimuka yang telah berjalan 1Bulan. Jurnal penyesuaian untuk tanggal 31 Desember adalah sebagai berikut. Tanggal 31-Des2011



Keterangan



Beban



Debit



1,000,000



Beban dibayar dimuka



-



Kredit 1,000,000



Ayat jurnal penutup untuk menutup perkiraan beban ke ikhtisar laba rugi. Tanggal 31-Des-



Keterangan Ikhtisar laba rugi



Debit



Kredit 4



2011



1,000,000 Beban



-



1,000,000



Ayat Jurnal Pembalik pada tanggal 01 Januari 2012. Tanggal



Keterangan



1-Jan-12 Tidak ada jurnal



Debit



Kredit



-



-



2. Jurnal Akuntansi komersial apabila dicatat sebagai beban. Tanggal 1/Des/2011



Keterangan Beban



Debit 24,000,000



Kas/Bank



-



Kredit 24,000,000



Pada Tanggal 31 Desember 2011 dilakukan penyesuaian atas beban yang telah berjalan 1 bulan. Jurnal penyesuaian untuk tanggal 31Desember 2011 adalah sebagai berikut. Tanggal 31/Des/2011



Keterangan Beban dibayar dimuka



Debit



Kredit



23,000,000



Beban



-



23,000,000



Ayat Jurnal Penutup untuk menutup perkiraan beban ke ikhtisar Tanggal 31/Des/2011



Keterangan Ikhtisar Laba rugi



Debit 1,000,000



Beban



-



Kredit 1,000,000



Ayat Jurnal Pembalik pada tanggal 01 Januari 2012. Tanggal 31-Jan-12



Keterangan Beban Beban dibayar dimuka



Debit 23,000,000 -



Kredit 23,000,000 5



ASURANSI DIBAYAR DIMUKA Asuransi dibayar dimuka tidak dikenakan PPN maupun pajak penghasilan. Contoh : Pada tanggal 01 Januari 2012 dibayar premi asuransi untuk kendaraan sebesar Rp.12.000.000 untuk 1Tahun. Jurnalnya adalah sebagai berikut. Tanggal 1-Jan-12



Keterangan Asuransi dibayar dimuka



Debit



Kredit



12,000,000



Kas/Bank



12,000,000



Sewa dibayar dimuka Sewa atas tanah dan/atau bangunan Penghasilan yang diterima atau di peroleh orang pribadi atau badan dari persediaan tanah dan/atau bangnan berupa tanah,rumah susun,apartemen,kondominimum,gedung perkantoran,rumah kantor, toko,gudang,dan industry dikenakan PPh final yatu PPh pasal 4 Ayat (2) dengan tarif 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan (PP 5 tahun 2002 jo. KMK-120/KMK.03/2002 jo. KEP-227/PJ/2002). Pesewaan tanah dan /atau bangunan akan dipotong oleh penyewa pada saat pembayaran atau pembebanan biaya, dan pihak penyewa tersebut yang akan membayaran atau menyetor PPh pasal 4 Ayat (2) tersebut Ke Kas Negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak(SSP) paling lambat tanggal berikutnya dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan menggunakan Surat Pemberithuan (SPT) Masa PPh final Pasal 4 Ayat (2) paling lambat tanggal 20 Bulan berikutnya. Apabila tidak dipotong oleh penyewa maka pihak yang menyewakan tanah dan/atau bangunan tersebut wajib menyetor sendiri PPh pasl 4 Ayat (2) tersebut Ke Kas Negara dengan menggunakan SSP tanggal 15 Bulan berikutnya dan melaporkannya ke KPP dengan menggunakan SPT masa PPh final pasal 4 Ayat (2) tanggal 20 bulan berikutnya sesuai dengan PMK-184/PMK.03/2007 jo. PMK-80/PMK.03/2010. 6



Contoh : Pada tanggal 02 Maret 2012 PT. Andhika menyewakan ruang perkantoran pada PT.BUDI dengan harga sewa sebesar Rp.10.000.000 (belum termasuk PPN ) untuk masa 1 Tahun. PT.Andhika membuat faktur pajak untuk transaksi sewa ini, dan menerima Bukti Pemotongan PPh final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan atas persewaan tanah dan/atau bangunan. Sedangkan PT.BUDI paling lambat tanggal 10 April 2012 wajib menyetorkan pajak tersebut dengan menggunakan SSP dan paling lambat tanggal 20April 2012 berkewajiban membuat SPT masa PPh final pasal 4 ayat (2) untuk melaporkan ke KPP. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah: 1. Pembukuan PT. Andhika ( Pemilik) PT Budi (PKP) Dr. Kas/Bank



PT Budi (non PKP)



10.000.000



PT Adhika Dr. PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000 (PKP)



Cr. Pajak Keluaran Cr. Pendapatan Sewa



1.000.000 10.000.000



Dr. Kas/Bank



10.000.000



Dr. PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000 Cr. Pajak Keluaran Cr. Pendapatan Sewa



1.000.000 10.000.000



PT Anak (non PKP)



Dr. Kas/Bank 9.000.000



Dr. Kas/Bank 9.000.000



Cr. PPh Psl 4 ayat (2)



1.000.000



Cr. PPh Psl 4 ayat (2)



1.000.000



Cr. Pendapatan Sewa



10.000.000



Cr. Pendapatan Sewa



10.000.000



7



2. Pembukuan PT.Budi (Penyewa) PT Budi (PKP) Dr. Sewa DDM



10.000.000



Dr. Pajak masukan 1.000.000 PT Adhika (PKP)



Cr. PPh Psl 4 ayat (2) Cr. Kas/Bank



1.000.000 10.000.000



PT Budi (non PKP) Dr. Sewa DDM



10.000.000



Dr. Pajak masukan 1.000.000 Cr. PPh Psl 4 ayat (2) Cr. Kas/Bank



1.000.000 10.000.000



(Pajak Masukan dapat dikreditkan oleh PT



(Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan



Budi)



oleh PT Budi)



PT Anak (non PKP) Dr. Sewa DDM



10.000.000



Dr. Sewa DDM



10.000.000



Cr. PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000



Cr. PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000



Cr. Kas/Bank



Cr. Kas/Bank



9.000.000



9.000.000



Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta Mulai tahun 2009 sesuai dengan UU PPh Nomor 36 tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenakan PPhPasal 4 ayat (2) dikenakan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a),besarnya pungutan dibedakan antara WP yang berNPWP denganWP yang tidak ber-NPWP. Tariff WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tariff yang ditetapkan terhadap WP yang dapat menunjukan NPWP. Sebelum tahun 2009 (PER-70/PJ./2007) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dikenakan PPh 15% dari perkiraan penghasilan neto. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunan harta tersebut dibagi atas: 1. Sewa Atas Kendaraan Angkutan Darat Dalam PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1 UU PPh mengatur mengenai penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunan harta khusus kendaraan angkutan darat dipotong PPh 23 sebesar perkiraan penghasilan netonya adalah 10% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Jadi , tariff efektifnya adalah sebesar 1,5% (15% × 10%) × jumlah bruto tidak termasuk PPN. 8



Contoh : Pada tanggal 1 april 2008 PT Cici menyewa bus kepada PT.Dion untuk jangka waktu 6 bulan. Biaya sewa perbulannya adalah Rp. 10.000.000. PT Cici dan PT Dion adala Pengusaha Kena Pajak (PKP) Jurnal untuk PT. Cici : Tanggal



Keterangan



1-Apr-08 Sewa dibayar dimuka PPN Masukan



Debit



Kredit



60,000,000 6,000,000



Utang PPh 23



900,000



Kas/Bank



65,100,000



Jurnal untuk PT.Dion : Tanggal



Keterangan



1-Apr-08 Kas/Bank PPh 23 dibayar dimuka PPN Keluaran Pendapatan sewa



Debit



Kredit



65,100,000 900,000 6,000,000 60,000,000



Apabila PT. Cici bukan PKP maka PPN Masukan tidak dapat dikreditkan dan dicatat termasuk sebagai harga perolehan dari sewa angkutan darat dibayar di muka. Sedangkan, apabila PT.Dion bukan PKP, maka PT Dion tidak diperkenankan memungut PPN. 2. Sewa Atas Aset Tetap Lainya Sesuai PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis lain dan perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh,atas penghasilan dan peghasilan lain sehubungan dengan pengunaan harta,selain kendaraan angjutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis maupuan tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final, maka akan dipotong PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar. Dan besarnya perkiraan 9



penghasilan netonya adalah 30%. Jadi, tarif efektifnya adalah sebesar 4,5% (15% × 30%) × jumlah bruto tidak termasuk PPN. Contoh : Pada tanggal 18 oktober 2008 PT Jaya menyewa kapal tanpa awaknya dari PT Samudera untuk mengganti kapalnya yang sedang diperbaiki dengan nilai Rp.100.000.000. PPh yang dipotong oleh PT.Samudera adalah sebesar 15% x 30% x Rp.100.000.000= Rp. 4.500.000 Jurnal Untuk PT Jaya. Tanggal 18/10/2008



Keterangan Sewa dibayar dimuka PPN Masukan



Debit



Kredit



100,000,000 10,000,000



Utang PPh 23



4,500,000



Kas/Bank



105,500,000



Jurnal untuk PT Samudera. Tanggal 18/10/2008



Keterangan Kas/Bank PPh 23 dibayar dimuka



Debit



Kredit



105,500,000 4,500,000



PPN Keluaran Pendapatan sewa



10,000,000 100,000,000



PAJAK DIBAYAR DIMUKA Pajak dibayar dimuka merupakan pembayaran pajak yang dilakukan pemtongan dan/atau pemungutan oleh pihak lain serta pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh WP, yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang PPh Badan atau Pajak Keluaran WP. Pembayaran pajak dimuka bumi diakui sebagai asset bagi WP. Pajak dibayar dimuka berupa PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25, dan Pajak masukan. Pajak Penghasilan 22 Badan Pemungut Pajak Penghasilan 22 Sesuai PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PI/2011 tentang Pemungutan PPh 22 sehubungan



10



dengan pembayaran atas penyerahaan barang dan kegiatan di bidang impor/ kegiatan usaha di bidang lain, adalah sebagai berikut, a) Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang b) Bendahara Pemerintah dan Penguasa Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instalasi/Lembaga Pemerintah dan lembagalembaga Negara lainnya berkenan dengan pembayaran atas pembelian barang c) Bendahar pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan (UP) d) KPA/penjabat penerbit surat perintah Membayar yang di beli delegasi KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang di lakukan dengan mekanisme Pembayaran Langsung (LS) e) Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, kertas, baja, dan otomotif yang di tunjuk oleh kepala KPP, atas penjualan hasil produksi dalam Negeri f) Produsen atau impotir bahan bakar minyak, gas, dan plumas atas penjualan bahan bakar minyak , gas, minyak, dan plumas g) Indutri dan exportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunuk oleh kepala KPP atas pembelian bahan bahan untuk keperluan industri atau expor mereka dari pedagang pengepul .



Tarif Pajak Penghasilan 22



Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 22 ayat (3) jo PMK-154/PMK.03/2010 besarnya pungutan di bedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang ber-NWP tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100%dari pada tarif yang di terapkan terhadapWP yang dapat menunjukan NPWP tarif ini berlaku hanya untuk pemungutan PPh 22 yang tidak final. 1) Untuk transaksi impor barang yang di pungut oleh Bank Devisa dan DIBC, kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan, maka PPh 22 di karnakan atas; a) Impor barang di mana importir dengan API : 



Dikarenakan tarif sebesar 2,5% dan nilai impor untuk impor barang selain kedelai, gadum, dan tepung terigu







Dikarenakn tarif 0,5% dari nilai impor untuk impor kedelai, gadum dan tepung terigu 11



b) Impor barang di mana importir non – API dikenakan tarif 7,5% dari nilai Nilai Impor = nilai CIF ( Cost + Insurance + Freight ) bea masuk



impor.



(pungutan berdasarkan UU Kepabean)



Nilai di kurskan menggunakan kurs KMK, apabila nilai impor dalam mata uang asing. c) Hasil lelang atasw barang yang tidak kuasai dan dilakukan pelelangan oleh Dirjen Kekayaan dan Lekang Negara atau DBJB. Pemenang yang beli barang dari hasil lelang DJBJ, maka di kenakan biaya 7,5% dari harga jual lelang.



d) Pungutan PPh 22 merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat di perhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan ( tidak final )



e) PPh 22 PPN dan PPnBM harus di lunasi bersama pada saat pembayaran bea Masuk dan dalam hal apabila Bea Masuk di tunda atau di bebaskan, maka pajak pajak di atas harus di lunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan impor barang ( PIB).



f) PPh 22, PPN dan PPnBM ini disetor ke atas negara melalui kantor Pos, Bank Devisa, atau Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan oleh DJBJ selambat lambatnya 1 hari kerja setrelah di lakukan pemungutan pajak tersebut, atau oleh importir yang bersangkutan dengan menggunakan formulir (SSPCP) yang berlaku sebagai bukti pemungutan pajak. g) PPh 22,PPN dan PPnBM wajib dilaporkan hasil pemungutan dengan



menggunakan SPT masa ke KPP dengan batas pelapor paling lama pada hari terakhir minggu berikutnya . 3. Berdasarkan PMK-154/PMK.03/2010 jo PER-15/PJ/2011 untuk transaksi pembelian yang berhubungan dengan Bendahara Pemerintah dan KPA berkenan dan pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecahpecah di kenakan PPh 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian ( belum termasuk PPN) . pungutan PPh 22 merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak



tentang



untuk



tahun



pajak



yang



bersangkutan



(



tidak



final). 12



PPh 22 atas pembelian barang oleh pemungutan pajak terutang dan dipungut pada saat pembayaran. PPh 22 wajib di setor oleh pemungut ke atas negara mellui kantor Pos, Bank Devisa, atau Bank yang di tunjuk olek Kementerian Keuangn dengan menggunakan SSP yang telah di isi ats rekanan serta di tanda tangani oleh pemungut pajak, pada hari yang sama saat memungut pajak tersebut. Penyetoran PPh 22 dengan menggunakan formulir SSP yang berku sebagai Bukti Pemungutan Pajak. PPh 22 wajib di laporkan hasil pemungutanya dengan menggunakan SPT masa ke KPP dalam batas aktu paling lambat 14 hari setrelah masa pajak berakhir. Contoh : Pada tanggal 21 April 2012 Pemda DKI Jakarta membeli computer secara tunai di PT XYZ dengan harga Rp. 220.000.000 (sudah termasuk PPN). Atas pembelian tersebut, Bendahara Pemda DKI Jakarta memungutn PPN dan PPh 22 seperti berikut : PPN sebesar Rp.220.000.000 x (10/110) = Rp. 20.000.000 dan PPh 22 sebesar Rp. 220.000.000 x (100/110) x 1,5 % = Rp. 3.000.000. Jurnal Untuk PT XYZ adalah sebagai berikut:



, Tanggal



Keterangan Kas/Bank



21/4/2012



PPh dibayar dimuka



Debit 217,000,000 3,000,000



Penjualan



200,000,000



PPN Pemungut 7/5/2012 PPN Pemungut



Kredit



20,000,000 20,000,000



Kas/Bank



20,000,000



Bendahara Pemda DKI Jakarta wajib menyetorkan PPh 22 yang dipungut ke Bank Persepsi paling lambat pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran dengan menggunakan SSP yang ditanda tangani oleh Bendahara Pemda, tetapi nama dan NPWP yang ditulis adalah atas nama PT XYZ. SSP lembar ke-1 sebagai bukti pungut bagi PT XYZ, sedangkan lembar ke5 sebagai arsip pemungut. Pemungutan PPh 22 tersebut dalam satu masa pajak dilaporkan dalam SPT masa bendahara paling lambat tanggal 14 Mei 2012. Akun PPN pemungut dapat dimunculkan ataupun tidak, tergantung pada kebijakan WP. Apabila akun tersebut dimunculkan maka pada saat penyetoran tanggal 7 mei 2012 . maka akun tersebut di-offset pada akun kas/bank dicatat sebesar nilai netonya. Sedangkan batas pelaporannya adalah 14 hari setelah masa pajak berakhir , yaitu paling lambat tanggal 14 mei 2012.



13



2) Untuk transaksi hubunga dengan industri tertentu (PMK-154/PMK.03/2010) yang terdiri atas berikut ini. 



Industri semen di kenakan tarif PPh 22 sebesar 0,25% dari harga jual







Industri kertas di kenakan tarif PPh 22 sebesar 0,10% dari harga jual







Indutri baja di kenakan tarif PPh 22 sebesar 0,30% dari harga jual. Badan usaha yang bergerak di badan usaha industri baja adalah industri baja yang merupakan industri hulu, di mana mengola memproses lebih lanjut sebagian atau seluruh hasil produknya menjadi produknya antara dan/ atau produk hiulir sehingga badan usaha tersebutr melakukan kegiatan produksi secara terintergrasi maka PPh 22 di pungut atas penjualan produk hulu, produk antara, dan produk hilir (PER 15/PI/2011)







Industri otomotif di kenakan tarif PPh 22 sebesar 0,45% dari harga jual; ( termasuk juga WP importir kendaraan dalam keaadan CBU yang di jual di dalam negeri, dengan tujuan memberikan pemberlakuan yang sama dengan industri otomotif (dalam negri). Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri otomotof adalah badan industri otomotif, termasuk agen tunggal pemegang Marek (APTM), Agen Pemegang Merek (APM) dan importir umum kendaraan bermotor (PER 15/PI/2011). PPh 22 terutang dan di pungut pad saat penjualan. Penyetoran PPh tersebut wajib di setorkan ke kas Negara melalui kantor Pos , Bank Devisa atau Bank yang di tunjuk oleh Mentri Keuangan dengan menggunakan SSP selambat lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya dan pelaporan ke KPP selambat lambatnya 20 hari. Pemungut wajib menerebitkan Bukti Pemungutan . PPh 22 dalam rangkap 3 yaitu: (a) lembar ke-1 untuk WP: (b) lembar ke-2 sebagai lapiran laporan bulanan kepada KPP yang di lampirkan pada SPT masa PPh 22: dan (c) lembar ke -3 sebagai arsip pemungutan pajak yang bersangkutan SPT masa ke KPP. Menurut PER-15/PI/2011 apabila terjadi pengambilan barang hasil produksi yang di beli dari badan usaha sebagai pemungut PPh 22 setelah masa pajak terjadi penjualan, maka pembeli harus membuat dan menyapaikan nota retur kepada pemungut PPh 22. Nota retur harus di buat dalam masa pajak terjadi pengambilan barang hasil produksi. Retur paling sedikit hasil perpajakan di buat rangkap 3 yaitu: (a)lembar ke-1 untuk pemungutan pajak; (b) lembar ke-2 sebagai 14



lampiran pada SPT masa PPh 22; dan (c) lembar ke-3 sebagai arsip untuk WP pembeli. Contoh :  Pada tanggal 21 juni 2012 PT Atik , salah satu pabrikasi semen, menjual hasil produksinya kepada PT Ria dengan nilai sebesar Rp.500.000.000 belum termasuk PPN. Atas pembelian tersebut diperhitungkan : PPN 10% sebesar Rp.50.000.000 dan PPh 22 sebesar 0,25% x Rp.500.000.000 + Rp.1.250.000 Transaksi ini dicatat oleh PT Ria adalah sebagai berikut.



Tanggal



Keterangan Persediaan semen



27/juni/2012



Debit



Kredit



500,000,000



Pajak Masukan



50,000,000



PPh 22 dibayar dimuka



1,250,000



Kas/Bank



551,250,000



Sedangkan PT Atik mencatat transaksi tersebut sebagai berikut.



Tanggal



Keterangan Kas/Bank



27/juni/2012



Debit



Kredit



551,250,000



Pajak Keluaran



50,000,000



Utang PPh 22



1,250,000



Penjualan



500,000,000



PT Atik wajib memungut PPh 22 pada saat penjualan  PT Dede sebagai distributor kertas membeli produk kertas sebesar RP.330.000.000 (termasuk PPN) dari perusahaan kertas PT Eded pada tanggal 17 juni 2012 . Sistem pencatatan yang digunakan oleh PT Dede adalah system periodic. Besarnya PPN dan PPh 22 yang dipotong oleh PT Eded adalah sebagai berikut : PPN sebesar Rp.330.000.000 x (10/110) + Rp.30.000.0000 dan PPh 22 sebesar Rp.330.000.000 x (100/110) x 0,10% = Rp.300.000



15



Jurnal bagi PT Dede adalah sebagai berikut.



Tanggal



Keterangan



Debit



Pembelian Kertas



300,000,000



Pajak masukan



17/Juni/2012



Kredit



30,000,000



PPh 22 dibayar dimuka



300,000



Kas/Bank



330,300,000



Jurnal Bagi PT Eded adalah sebagai berikut.



Tanggal



Keterangan



Debit



Kas/Bank



Kredit



330,300,000



Pajak Keluaran



17/Juni/2012



30,000,000



Utang PPh 22



300,000



Penjualan Kertas



300,000,000



4. Untuk transaksi yang berhubungan dengan PT Pertamina serta badan usaha yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas dikenakan PPh dengan tarif sebagai berikut, SPBU Bukan Pertamina



SPBU Pertamina



(% dari penjualan )



(%dari penjualan)



Premium/solar/premix/super TT



0,30%



0,25%



Minyak Tanah, Gas LPG



0,30%



0,30%



Oli/Plumas Minyak Pertamina



0,30%



0,30%



Uraian



Pemungutan PPh 22 atau penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas minyak kepada penyalur atau agen bersifat final,. Tetapi, apabila penjualanya bukan kepada penyalur atau agen



muka



pungutan



PPh



22



bersifat



tidak



final



(PMK-154/PMK.03/2010



jo.SE.92/PI/2010). PPh 22 di pungut saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery OrderDO). Penyetor PPh tersebut wajib di setorkan ke kas Negara melalui kantor Pos, Bnak Devisa, atau Bank yang di tunjuk Kementrian Keuangan menggunakan SSP.Penyetor PPh 22 tersebut 10 hari berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SPT masa ke KPP.



16



Pemungut pajak Wajib menerbitkan Bukti pemungutan PPh 22 dalam rangka 3 yaitu: (a) lembar ke-1 untuk WP; (b) lembar ke-2 sebagai lapiran laporan bulanan kepada KPP yang di lampirkan pada SPT masa PPh 22; dan (c) lembar ke-3 sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkuatan. Contoh : PT Didoy bergerak dibidang industry plastic . pada tanggal 14 januari 2012 membeli solar daro PT Pertamina yang akan digunakan untuk pengoperasian mesin pengolahan plastiknya, dengan dirincian sebagai berikut. Nilai pembelian sebesar Rp.100.000.000 belum termasuk PPN . PPh 22 sebesar 0,3% x Rp.100.000.000 = Rp.300.000 dan PPN sebesar 10% x Rp.100.000.000 = Rp.10.000.000 sehingga total penyetorannya adalah Rp.110.300.000. Jurnal yang dibuat oleh PT Didoy adalah sebagai berikut.



Tanggal



Keterangan Persediaan solar



14-Jan12



Debit



Kredit



100,000,000



PPh 22 dibayar dimuka Pajak masukan



300,000 10,000,000



Kas/Bank



110,300,000



PT Didoy harus menyetor PPh 22 ke bank persepsi atau kantor pos paling lambat tanggal 10 februari 2012. 1) Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri dan exportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,25% x harga pembelian (tidak termasuk PPN ) bahan untuk keperluan indusri saat expor dari pedagang pengepul, PMK-154/PMK.03/2010 (industri plywood, tepung tapioka, exportir kayu glondongan, industri ikan kaleng, penghasil cold storage). Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya; (a) mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perkanan; dan (b) menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan exportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan. PPh 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengepul terutang dan di pungut pada saat pembelian. Penyetoran PPh tersebut wajib di storkan ke kas Negara melalui Kntor Pos, Bank Devisa, atau Bank yang di tunjuk oleh Kementrian Keuangan dengan menggunakan SSP,



17



Dimana penyetoran PPh 22 yang di pungut pada saat pembelian, adalah paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkn pelapor PPh 22 paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemungut pajak waji menerbitkan Bukti Pemungutan PPh 22 dalam rangkap 3 yaitu; (a) lembar ke-1 WP ; (b) lembar ke-2 sebagai lampran laporan bulanan kepada KPP yang di lampirak pada SPT masa PPh 22; dabn (c) lembar ke-3 sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan. Contoh : PT Doci merupakan pedagang pengumpul hasil perkebunan yang dibudidayakan oleh masyarakat yang berada disekitar pabriknya. Pada tanggal 18 oktober 2011 perusahaan tersebut menjual hasil perkebunan kepada PT Giagia yang merupakan produsen sambal tomat dengan orientasi ekspor dan telah ditunjuk sebagai pemungut PPh 22 sesuai dengan SK dari KPP. Nilai Penjualan adalah Rp.500.000.000. belum termasuk PPN. Atas transaksi tersebut maka diperhitungkan PPN sebesar RP.50.000.000 dan PPh pasal 22 sebesar 0,25% x Rp.500.000.000 = Rp. 1.250.000 Jurnal untuk PT Doci adalah :



Tanggal



Keterangan Kas/Bank



18/okt/2011



Debit



Kredit



548,750,000



PPh 22 dibayar dimuka



1,250,000



Pajak Keluaran



50,000,000



Penjualan hasil perkebunan



500,000,000



Sedangkan untuk PT Gia gia mencatat transaksi tersebut .



Tanggal



Keterangan Pembelian hasil perkebunan



18/okt/2011



Pajak masukan Putang PPh 22 Kas/banl



Debit



Kredit



500,000,000 50,000,000 1,250,000 548,750,000



18



2) Berdasarkan PMK-253/PMK.03/2008 jo.SE-13/PJ/2009 untuk transaksi penjualan barang yang tergolong sangat mewah dikenakah PPh 22 sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. Barang yang tergolng sangat mewah meliputi: a) Pesawat terbang pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20 Miliar b) Kapal Pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10 Miliar. c) Rumah berserta Tanahnya dengan harga jual atau harga pengaliahanya lebih dari Rp 10 Miliar dan luas bangunan lebih dari 500 m2. d) Apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau harga pengalihanya lebih dari Rp 10 Miliar dan / luas bangunan lebih dari 400 m2. e) Kendaraan bermotor roda 4 pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan , jeep, sport utility vehilce (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5 Miliar dan dengan kapasitan silinder lebih dari 3.000 cc. PPh 22 di pungut pemungut pajak pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pajak tersebut dapat di perhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi WP yang melakukan pembelian barang tersebut/ PPh 22 di setorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP dan di laporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SPT masa. PAJAK PENGHASILAN 23 PPh 23 adalah pajak penghasilan yang pemenuhan kewajibannya dilakukan dengan cara pemotongan atas pembayaran penghasilan yang diterima oleh WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) yang berasal dari penghasilan dari harta-modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21. Pemotong PPh 23 adalah (a) badan pemerintah , (b) subyek pajak dalam negeri; (c) penyelenggaraan kegiatan; (d) BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri; dan ( e) orang pribadi sebagai WP dalam negeri yang ditunjuk dirjen pajak, yaitu akuntan, arsitek, dokter, notaris/PPAT kecuali camat, penilai, aktuaris, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas serta orang pribadi yang menjalankan usaha dengan menyelenggarakan pembukuan atau pembayaran berupa sewa. Pemotongan PPh 23 dilakukan pada saat dibayarkan, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo. Setelah dilakukan pemotongan PPh 23 maka pemotongan pajak harus 19



menerbitkan bukti PPh 23, dimana pemotong memiliki kewajiban untuk menyetorkan dan melaporkannya ke KPP. Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pemotongan. Sedangkan, pelaaporan pajaknya menggunakan SPT masa PPh pasal 23/26 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnyasetelah bulan dilakukan pemotongan pajak tersebut. Berdasarkan UU PPh No.36 Tahun 2008 pasal 23 ayat (1a), besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber NPWP dengan WP yang tidak berNPWP. Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% dari tariff yang diterapkan terhadap WP yang tidak menunjukkan NPWP. A.



Deviden Berdasarkan UU PPh No. 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (2c) jo. PP 19 Tahun 2009jo. SE-01/PJ.03/2009, deviden yang dikenakan pajak adalah deviden yang diterima oleh WP pribadi dalam negeri. Atas penghasilan berupa deviden tersebut dikenakan pajak yang bersifat final dengan tarif 10% dari penghasilan bruto. PPh final atas deviden ini dikenakan kepada pihak penerima deviden pada saat menerima deviden dan atas pajak tersebut pihak penerima deviden tidak dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayar pada saat menghitung PPh kurang/lebih bayar pada akhir tahun pajak. Menurut UU PPh nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3) , dividen yang dikecualikan dari objek PPh 23 adalah dividen yang diterima oleh PT sebagai WP dalam negeri ,koperasi, BUMN/D dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia , dengan syarat : dividen yang dibagikan berasal dari cadangan saldo laba dan untuk PT. BUMN/D kepemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor. Contoh : Pada 22 desember 2011 PT.Edson membayar deviden kepada PT Diestri salah satu pemegang sahamnya senilai RP.100.000.000 (10%). Atas pembayaran deviden tersebut PT Edson memotong PPh 23 sebesar 15% dengan memberikan bukti potongan PPh 23 pada PT Diestri. Penghasilan yang diterima oleh PT Diestri adalah sebesar Rp.85.000.000. Sedangkan PPh 23 yang dipotong sebesar Rp.15.000.000. Oleh PT Edson. 20



Transaksi tersebut dicatat oleh PT.Diestri : Tanggal 22-Des-2011



Keterangan



Debit



Kas/Bank



85,000,000



PPh 23 dibayar dimuka



15,000,000



Pendapatan lain-lain



Kredit



100,000,000



PT Diestri menerima Bukti Pemotongan PPh 23 dari PT Edson. Pemotongan PPh 23 tersebut, Oleh PT Diestri akan diperhitungkan sebagai kredit pajak. Sedangkan PT Edson mencatat transaksi tersebut dengan jurnal : Tanggal 22-Des-2011



Keterangan Dividen



Debit



Kredit



100,000,000



Utang PPh 23



15,000,000



Kas/Bank



85,000,000



PT Edson paling lambat tanggal 10 januari 2012 melakukan penyetoran PPh 23 yang telh dipotongnya dari PT Diestri dengan menggunakan SSP. Kemudian paling lambat pada tanggal 20 Januari 2012 PT Diestri wajib melaporkan ke KPP menggunakan SPT masa PPh pasal 23/26. B. Bunga Bunga yang dikenakan PPh 23 adalah bunga termasuk premium, diskonto, idan imbalan karena jaminan pengembalian utang yang merupakan Bunga antar pinjaman dari WP badan ke WP badan, WP badan ke WP pribadi atau sebaliknya, serta bunga obligasi yang tidak dijual pada bursa efek. Tariff PPh 23 atas bunga tersebut adalah 15% dari penghasilan bruto. Pihak yang menerima penghasilan berupa bunga tersebut dapat mengkreditkan pajak yang dibayar dimuka PPh 23 atas bunga pada saat menghitung PPh kurang/lebih bayar pada akhir tahun pajak.



Pajak Penghasilan 24 PPh 24 merupakan pajak yang telah dipotong oleh negara lain tempat WP memperoleh penghasilan yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia. Karena menganut asas World Wide Income, maka UU PPh menentukan bahwa WP dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang diterimanya, baik di Indonesia 21



maupun diluar Indonesia. Atas penghasilan tersebut maka WP harus melaporkan dengan cara :  Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh diluar negeri dan perhitungan KPLN dar WP dalam tahun yang bersangkutan.  Untuk dividen penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut.  Mengajukan permohonan KPLN, Sesuai dengan KMK-164/KMK.04/2002 dengan melampirkan : 



Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari hasil usaha diluar negeri.







Fotokopi SPT pajak yang disampaikan diluar negeri.







Fotokopi dokumen pembayaran pajak diluar negeri.



Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka WP harus melakukan pembetulan SPT tahunan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dngan perubahan tersebut. Apabila akibat pembetulan tersebut terjadi PPh kurang bayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakansanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 UU KUP nomor 28 tahun 2007. Namun akibat pembetulan tersebut terjadi PPh lebih bayar, maka atas kelebihan pembayaran tersebut dapat dikembalikan kepada WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. Sesuai dengan ketentuan pasal 24, pajak yang dibayar atau yang terutang diluar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Metode kredit pajak yang demikian disebut metode pengkreditan terbatas (ordinary credit method). Saat Penggabungan Penghasilan Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut: a. Untuk pengahsilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperbolehnya penghasilan tersebut. b. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam thun pajak diterimanya penghasilan tersebut.



22



c. Untuk penghasilan berupa deviden sebagaimana dimaksud dalam UU PPh nomor 36 tahun 2008 pasal 18 ayat 2 dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan PMK-256/PMK.03/2008. Kerugian yang diderita diluar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung PhKP. Ketentuan Umum 1. Apabila dalam PhKP terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri , maka PPh yang dibayar atau terutang diluar negeri atas penghasilan tersebut dapat di kreditkan terhadap PPh yang terutang diIndonesia . 2. Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkan nya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia. 3. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu. Jumlah tertentu dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap PhKP dikalikan dengan pajak terutang atas PhKP. Apabila dalam hal ini PhKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri. 4. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa Negara , maka penghitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara. 5. Phkp tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat (2) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. 6. Dalam hal jumlah PPh dibayar atau terutang diluar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan , dan tidak dapat dimintakan restitusi. Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) A.Penghitungan KPLN dilakukan sebagai berikut : 1. PPh dikenakan atas PhKP yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh WP, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri . Dalam menghitung PPh, seluruh penghasilkan tersebut 23



digabungkan dalam tahun pajak diperoleh atau diterimanya penghasilan, atau dalam tahun pajak sesuai dengan PMK-256/PMK.03/2008 untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2) UU PPh. Contoh : Dalam tahun pajak 2009, PT Apollo di Jakarta menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri sebagai berikut. a. Hasil Usaha di Singapura dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp.800.000.000. b. Dividen atas pemilikan saham pada “Xace Ltd”. Di Australia sebesar Rp.200.000.000 , yaitu berasal dari keuntungan tahun 2006 yang ditetapkan dalam rapat pemegang saham tahun 2008 dan baru dibayar dalam tahun 2009. c. Deviden atas penyertaan saham sebanyak 70% pada “Yin corporation” di Hongkong, yang sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek sebesar Rp.75.000.000 yaitu berasal dari keuntungan saham 2001 yang berdasarkan PMK ditetapakan, diperoleh tahun 2009 sebesar Rp.75.000.000 yaitu berasal dari keuntungan saham 2007 yang berdasarkan PMK di tetapkan diperoleh pada tahun 2009 d. Bungan kwartal IV tahun 2009 sebesar Rp.100.000.000 dari “ Zin Bad Bhd” di Kuala Lumpur yang baru akan diterima bulan Juli 2010. Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 2009 adalah penghasilan pada huruf a,b, dan c, sedangkan penghasilan pada huruf d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri tahun pajak 2010.



2. Dalam menghitung PhKP, kerugian yang diderita oleh WP di luar negeri tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Contoh : PT.Belagio dijakarta memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sebagai berikut. a. Di Negara X, memperoleh laba Rp. 1.000.000.000 dikenakan pajak dengan tariff sebesar 40% = Rp 400.000.000. b. Di Negara Y, memperoleh laba Rp. 3.000.000.000 dikenakan pajak dengan tarif sebesar 25%=RP. 750.000.000 c. Di Negara Z, menderita kerugian RP.2.500.000.000 d. Penghasilan usaha didalam negeri sebesar RP.4.000.000.000 24



Penghitungan KPLN adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan luar negeri. a. Laba di Negara X



= Rp. 1.000.000.000



b. Laba dinegara Y



= Rp. 3.000.000.000



c. Laba dinegara Z



= Rp.



d. Jumlah penghasilan luar negeri



= Rp. 4.000.000.000



0 (+)



3. Penghasilan dalam negeri



= Rp.4.000.000.000 (+)



4. Jumlah penghasilan netto adalah :



= Rp. 8.000.000.000



5. PPh terutang (Menurut Tarif pasal 17 dan pasal 31E UU PPh ) = Rp. 1.568.000.000 6. Batas maksimun KPLN masing-masing Negara adalah: a. Untuk Negara X = 𝑅𝑝. 1000.000 𝑥𝑅𝑝. 1.568.000.000 = 𝑅𝑝. 196.000.000 𝑅𝑝. 8.000.000 Pajak yang terutang di Negara X sebesar Rp.400.000.000 , namun maksimun kredit pajak yang dapat di kreditkan adalah Rp.196.000.000.



b. Untuk Negara Y = 𝑅𝑝. 3.000.000 𝑥𝑅𝑝. 1.568.000.000 = 𝑅𝑝. 588.000.000 𝑅𝑝. 8.000.000 Pajak yang terutang dinegara Y sebesar Rp.750.000.000, maka maksimum kredit pajak dapat dikreditkan adalah Rp.588.000.000. Jumlah KPLN yang di perkenankan adalah : Rp.196.000.000 + Rp.588.000.000 = Rp.784.000.000. Dari contoh di atas jelas bahwa menghintung PhKP, kerugian yang diderita diluar negeri ( Di Negara Z sebesar Rp. 2.500.000.000) tidak boleh dikonpensasikan. Perhitungan batas maksimum KPLN yang diperbolehkan adalah sebagai berikut : Contoh : a. PT. Dakota dijakarta memperoleh penghasilan Netto dalam tahun 2009 sebagai berikut. Penghasilan dalam negeri



Rp. 1.000.000.000 25



Penghasilan luar negeri ( dalam tariff pajak 20% )



Rp. 1.000.000.000



Penghitungan jumlah maksimum KPLN adalah sebagai berikut. 1. Penghasilan dalam negeri



Rp. 1.000.000.000



Penghasilan luar negeri ( dalam tariff pajak 20% )



Rp. 1.000.000.000 (+)



Jumlah penghasilan netto



Rp. 2.000.000.000



2. Apabila jumlah penghasilan Nettosama dengan PhKP, maka sesuai tariff pasal 17 dan pasal 31E UU PPh, jmlah PPh yang terutang sebesar Rp 280.000.000 3. Batas maksimum KPLN sebagai berikut. 𝑅𝑝.1.000.000.000 𝑅𝑝.2.000.000.000



𝑥 𝑅𝑝. 280.000.000 = 𝑅𝑝. 140.000.000



Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp. 280.000.000 lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terhutang atau dibayar diluar negeri yaitu sebesar Rp. 200.000.000 maka jumlah KPLN yang diperkenankan adalah sebesar Rp. 140.000.000 b. PT. Joko dijakarta memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sebagai berikut. Penghasilan dari luar negeri



Rp. 1.000.000.000



Rugi Usaha di dalam negeri



(Rp. 200.000.000)



Pajak atas penghasilan diluar negeri, misalnya 40% = Rp. 400.000.000 Perhitungan maksimum KPLN serta pajak terutang adalah sebagai berikut. 1. Penghasilan usaha luar negeri



Rp. 1.000.000.000



Rugi usaha dalam negeri



Rp. 200.000.000



Jumlah penghasilan netto



Rp. 800.000.000



2. Apabila Jumlah penghasilan netto sama dengan PhKP, maka sesuai tariff pasal 17 dan pasal 31E UU PPh, jumlah PPh yang terutang sebesar Rp.112.000.000. 3. Batas maksimun KPLN adalah sebagai berikut. 𝑅𝑝. 1000.000.000 𝑥 𝑅𝑝. 112.000.000 = 𝑅𝑝. 140.000.000. 𝑅𝑝. 800.000.000 Oleh karena pajak yang dibayar diluar negeri dan batas maksimum KPLN yang dapat dikreditkan masih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang maka KPLN yang diperkenankan untuk dikreditkan dalam perhitungan PPh adalah sebesar PPh yang terutang yaitu Rp.112.000.000. 26



4. Dalam hal penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara, maka jumlah maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing Negara dengan menerapan cara perhitungan sebagai berikut. Contoh: PT Mosha dijakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut. -



Penghasilan dalam negeri



=Rp.2.000.000.000



-



Penghasilan dari Negara X



=Rp.1.000.000.000



(dengan tariff pajak 40%) -



Penghasilan dari Negara Y



=Rp.2.000.000.0000



(dengan tariff 30%) Jumlah penghasilan netto



=Rp.5.000.000.000



Apabila penghasilan netto sama dengan PhKP, maka PPh terutang menurut tariff Pasal 17 dan pasal 31E UU PPh, jumlah PPh terutang sebesar Rp.728.000.000 . Batas maksimum KPLN setiap Negara adalah sebagai berikut. a. Untuk Negara X = 𝑅𝑝. 1.000.000.000 𝑥 𝑅𝑝. 728.000.000 = 𝑅𝑝. 145.600.000 𝑅𝑝. 5.000.000.000 Pajak yang terutang diluar negeri sebesar Rp.400.000.000 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan maka jumlah kredit yang diperkenankan hanya sebesar Rp.145.600.000. b. Untuk Negara Y = 𝑅𝑝. 2.000.000.000 𝑥𝑅𝑝. 728.000.000 = 𝑅𝑝. 291.200.000 𝑅𝑝. 5.000.000.000 Pajak yang terutang diluar negeri sebesar Rp.600.000.000 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah Rp.291.200.000.



5. Dalam hal WP memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat 1 dan ayat 4 UU PPh nomor 36 tahun 2008, maka tas penghasilan tersebut bukan merupakan faktor penambahan penghasilan pada saat menghitung PhKP. Contoh: 27



PT Onyx diJakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan sebagai berikut . Penghasilan dari Negara X (Dengan tariff pajak 30% )



Rp.2.000.000.000



Penghasilan dalam negeri



Rp.3.500.000.000



Penghasilan dalam negeri ini Termasuk penghasilan sebagai mana Dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh



Rp.500.000.000



PhKP PT Onyx



Rp.5.000.000.000



Sesuai tariff pasal 17 dan pasal 31E UU PPh, maka PPh yang terutang sebesar Rp.728.000.000 Batas maksimum KPLN adalah : 𝑅𝑝. 2.000.000.000 𝑥 𝑅𝑝. 728.000.000 = 𝑅𝑝. 291.200.000 𝑅𝑝. 5.000.000.000 Pajak yang terutang dinegara Z sebesar Rp.600.000.000 , namun maksimun kredit pajak yang dapat dikreditkan sebesar Rp.291.200.000 B.Pembetulan SPT Tahunan karena perubahan penghasilan dari luar negeri, dilakukan sebagai berikut: 1. Dalam hal terjadi koreksi fiscal diluar negeri yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang diluar negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan dan pajak diluar negeri kurang dibayar,maka terdapat kemungkinan PPh di Indonesia juga kurang dibayar . Sepanjang koreksi fiscal diluar negeri tersebut dilaporkan sendiri oleh WP melalui pembetulan SPT. Maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang dibayar tersebut tidak ditagih. Contoh: a) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp.1.000.000.000 b) Penghasilan dalam negeri Rp.2.000.000.000. c) Penghasilan luar negeri, setelah dikoreksi diluar negeri, sebesar Rp.2.000.000.000. d) Pajak atas penghasilan yang terutang diluar negeri, misalnya, 40%. e) PPh 25 yang dibayar Rp.300.000.000 f) PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiscal diluar negeri adalah sebagai berikut



28



SPT



SPT PEMBETULAN



1.Penghasilan LN



Rp



1,000,000,000



1.Penghasilan LN



Rp 2,000,000,000



2.Penghasilan DN



Rp



2,000,000,000



2.Penghasilan DN



Rp 2,000,000,000



3.PhKP



Rp



3,000,000,000



3.PhKP



Rp 4,000,000,000



4.PPh terutang



Rp



750,000,000



4.PPh terutang



Rp 1,000,000,000



5.KPLN: 1𝑀



5.KPLN:



𝑥𝑅𝑝. 750 𝑗𝑢𝑡𝑎



2𝑀



Rp



250,000,000



6.PPh harus dibayar



Rp



500,000,000



7.PPh 25



Rp



8.PPh 29



Rp



3𝑀



𝑥𝑅𝑝. 1 𝑀



Rp



500,000,000



6.PPh harus dibayar



Rp



500,000,000



300,000,000



7.PPh 25



Rp



300,000,000



200,000,000



8.PPh 29



Rp



200,000,000



9.Masih harus dibayar



NIHIL



4𝑀



2. Dalam hal terjadi koreksi fiscal diluar negeri berupa koreksi yang menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang diluar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, sehingga pajak diluar negeri lebih dibayar. Koreksi fiscal diluar negeri tersebut akan mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil, sehingga PPh menjadi lebih dibayar . Kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan ke WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain. Contoh : a) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp.1.000.000.000. b) Penghasilan dalam negeri Rp.2.000.000.000. c) Penghasilan luar negeri, setelah dikoreksi diluar negeri, sebesar Rp.500.000.000. d) Pajak atas penghasilan yang terutang diluar negeri, misalnya , 40%. e) PPh 25 yang dibayar Rp.300.000.000. f) PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiscal diluar negeri adalah : SPT



SPT PEMBETULAN



1.Penghasilan LN



Rp



1,000,000,000



1.Penghasilan LN



Rp



500,000,000



2.Penghasilan DN



Rp



2,000,000,000



2.Penghasilan DN



Rp 2,000,000,000



29



3.PhKP



Rp



3,000,000,000



4.PPh terutang



Rp



750,000,000



5.KPLN:



Rp 2,500,000,000



4.PPh terutang



Rp



625,000,000



Rp



200,000,000



5.KPLN: 500𝑗𝑡



1𝑀



𝑥 𝑅𝑝. 750 𝑗𝑢𝑡𝑎 3𝑀



3.PhKP



Rp



250,000,000



6.PPh harus



2,5𝑀



𝑥 𝑅𝑝. 625 𝑗𝑢𝑡𝑎



6.Harus dibayar di



dibayar



Rp



500,000,000



indonesia



Rp



425,000,000



7.PPh 25



Rp



300,000,000



7.PPh 25



Rp



300,000,000



8.PPh 29



Rp



200,000,000



8.Kurang bayar



Rp



125,000,000



9.PPh 29 telah bayar



Rp



200,000,000



10.Lebih bayar



75,000,000



Wajib Pajak Tertentu Pada prinsipnyaperhitunnya besarnya angsuran PPh 25 bulanan dalm tahun berjalan didasarkan pada SPT Tahunan PPh tahun yang lalu. Namun Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan dasar perhitungngan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut, dengan tujuan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran PPh 25 karena didasarkan kepada data terkini dari kegiatan usaha perusahaan sesuai UU PPh Nomor 36 tahun 2008 pasal 25 ayat (7). Menurut PMK-255/PMK.03/2008 jo. PMK-208/PMK/03/2009, WP tertentu tersebut adalah sebagai berikut : 1. WP baru WP orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas dalam tahun pajak perjalanan. Besarnya angsuran PPh 25 dihitung berdasarkan penghasilan neto bulan yang bersangkutan yang disetahunkan, dikalikan dengan tarif PPh pasal 17, lalu dibagi 12 (dua belas). Penghasilan Netto adalah : a. Untuk WP badan yang wajib melakukan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, maka penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya; dan b. Untuk WP orang pribadi yang melakukan pencatatan dengan menggunakan Norma penghitungan Penghasilan Neto/menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, maka penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan. Normal penghitungan penghasilan Neto atas peredaran/penerimaan bruto. Untuk WP orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP.



30



Apabila WP badan baru yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala,maka bsarnya angsuran PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). 2. WP bank dan Sewa Guna Usaha (SGU) dengan opsi. Untuk WP bank dan SGU dengan hak opsi lama, maka besarnya angsuran PPh 25 dihitung berdasarkan jumlah PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif PPh Pasal 17 atas laba rugi fiskal laporan keuangan triwulan terakhir yang setahun dikurangi PPh 24 tahun pajak yang lalu, kemudian dibagi 12(dua belas). Sedangkan untuk WP yang baru, maka besarnya PPh 25 dihitung berdasarkan perkiraan perhitungan laba rugi triwulan I yang disetahunkan, kemudian dibagi 12 (dua belas). 3. WP Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. Besarnya angsuran PPh 25 untuk WP BUMN/D dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali WP bank dan SGU dengan hak opsi, dihitung berdasarkan penerapan tarif PPh pasal 17 atas laba rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi kredit PPh 22,23 dan PPh 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, kemudian dibagi 12 (dua belas)/ Dalam hal RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan RKAP adalah sama dengan angsuran PPh 25 dapat disesuaikan dengan perubahan RKAP tersebut. 4. WP masuk bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala. Untuk WP lama, besarnya angsuran PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif pasal 17 atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi kredit pajak PPh 22,23 dan PPh 24 tahun pajak yang lalu, kemudian dibagi 12 (dua belas). Sedangkan untuk WP baru maka besarnya PPh 25 dihitung berdasarkan perkiraan perhitungan laba rugi triwulan 1 tahun pajak bersangkutan. 5. WP Orang Pribadi Tertentu (OPPT). WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai peritel dibidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili. Mulai 12 juli 2010 sesuai dengan per-32/PJ/2010 besarnya angsuran PPh 25 untuk WP OPPT. Ditetapakan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.



Pajak Masukan (PPN Masukan) Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean, penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean,melakukan ekspor BKP berwujud, ekspor JKP, dan ekspor JKP tak berwujud wajib melaporka usahanya untuk



31



dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut , menyetor serta melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang. Pajak yang dipungut ini dinamakan Pajak Keluaran. Pada saat PKP tersebut diatas membeli BKP atau menerima JKP dari PKP lain, juga membayar pajak yang terutang, yang dinamakan pajak masukan. Pada akhir masa pajak, pajak masukan tersebut dikreditkan dengan pajak keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal pajak masukan yang jumlahnya lebih besar dari pajak keluaran, maka kelebihan pembayran pajak masukan dapat dikompensasikan dengan utang pajak dalam masa pajak berikutnya ataudiminta kembali.



Mekanisme pengkreditan pajak masukan a. Apabila dalam suatu masa pajak PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. b. Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang penghasilannya tidak melebihi



jumlah



Rp1.800.000.000



menggunakan



Pedoman



Penghitungan



Pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh PMK-74/PMK.03/2010. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan a. Perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP b. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan d. Pemanfaatan BKP tak berwujudatau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP e. Perolehan BKP atau JKP yang dalam faktur pajak tidak memenuhi ketentuan dal pasal 13 ayat 5 UU PPN jo. PER-65/PJ/2010 dimana dokumen tidak mencantumkan: -



Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan 32



-



Nama pembeli BKP atau penerima JKP



-



NPWP, dalam hal penerima dokumen adalah WP dalam negeri



-



Jumlah satuan barang apabila ada



-



Dasar pengenaan pajak



-



Jumlah pajak yang erutang, kecuali dalam ekspor



f. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang SSP-nya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5 UU PPN jo. PER-65/PJ/2010 g. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak h. Perolehan BP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN , yag ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan i. Perolehan BKP atau JKP yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN j. Pajak masukan yang berkaitan dengan BKP atau JKP yang penyerahannya dilakukan melalui mekanisme pemakaian sendiri yang bersifat konsumtif k. Pajak masukan yang brekaitan dengan penyerahan: -



Kendaraan bermotor bekas



-



Jasa yang dilakukan oleh pengusaha biro perjalanan dan pariwisata



-



Jasa pengiriman paket



-



Jasa anjak piutang



Hal ini disebabkan karna pajak masukan yang dibayar telah diperhitungkan dengan pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP tersebut. Contoh : Pada waktu dilakukan pemeriksaan ditemukan pajak masukan yang tidak dilaporkan dalam SPT masa PPN (dalam rupiah) Laporan SPT masa



Hasil pemeriksaan



Pajak keluaran



10,000,000



15,000,000



Pajak masukan Pajak yang kurang bayar



8,000,000



11,000,000



2,000,000



4,000,000



33



Dalam hal ini, pajak masukan yang dapat dikreditkan bukan sebesar Rp.11.000.000 tetapi tetap sebesar Rp.8.000.000, sesuai dengan yang dilaporkan dalam SPT masa . Dengan demikian , perhitungan hasil pemakaian : Pajak Keluaran



=



Rp.15.000.000



Pajak Masukan



=



Rp.8.000.000(-)



Kurang Bayar menurut hasil pemeriksaan



=



Rp.7.000.000



Kurang bayar menurut SPT



=



Rp.2.000.000(-)



=



Rp.5.000.000



Masih kurang dibayar



3. Pengkredita pajak masukan pada masa tidak sama a) Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama , maka dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dalm belum dilakukan pemeriksaan. b) Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui , maka pengkrditan pajak masukan tersebut dapat dilakukan melalui pembetulan SPT masa PPN yang bersangkutan. Pengecualian : Apabila pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan BKP dan/atau JKP yang telah dibukukan atau dicatat dalam pembukuan PKP, namuk FP-nya belum atau terlambat diterima ( pajak masukan belum dapat dikreditkan ) sehingga belum dapat dilaporkan dalam SPT masa PPN maka pajak masukan tersebut tetap dapat dikreditkan pada masa diterimanya FP tersebut.



Contoh perhitungan kompensasi : Masa pajak Mei 2012: 34







Pajak Keluaran



=Rp.2.000.000







Pajak Masukan yang dapat dikreditkan



=Rp.4.500.000(-)



Pajak yang lebih bayar



=Rp.2.500.000



Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan pada masa pajak Juni 2012. Masa pajak Juni 2012] 



Pajak Keluaran



=Rp.3.000.000







Pajak Masukan yang dapat dikreditkan



=Rp.2.000.000(-)







Pajak yang kurang bayar



=Rp.1.000.000



Pajak yang lebih dibayar dari masa pajak Mei 2012 yang dikompensasikan ke bulan Juni 2012



=Rp.2.500.000(-)



Pajak yang lebih dibayar Juni 2012



=Rp.1.500.000



Pajak yang lebih dibayar tersebut di kompensasikan ke masa pajak Juli 2012



35



BAB IV PENUTUP KESIMPULAN Biaya dibayar muka dimaksudkan sebagai biaya yang telah terjadi, yang akan digunakan untuk aktivitas perusahaan yang akan datang. Pajak dibayar di muka adalah pajak yang dibayar oleh perusahaan setiap bulan atau dipotong/dipungut oleh pihak ketiga dan akan diperhitungkan sebagai kredit pajak di akhir tahun (untuk pajak penghasilan) atau di akhir bulan (untuk PPN). Disamping itu, perusahaan tetap harus melakukan pemeriksaan terhadap biaya dibayar di muka dan pajak dibayar di muka sesuai dengan prosedur pemeriksaanbiaya dibayar di muka dan pajak dibayar di muka yang berlaku. Dimana tujuan dari pemeriksaan biaya dibayar di muka dan pajak dibayar di muka adalah sebagai berikut :



1.Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas biaya dan pajak dibayar di muka. 2. Untuk memeriksa apakah biaya yang mempunyai kegunaan untuk tahun berikutnya sudah dicatat sebagai biaya dibayar di muka. 3. Untuk memeriksa apakah biaya dibayar di muka yang mempunyai kegunaan untuk tahun berjalan telah dibebankan/dicatat sebagai biaya tahun berjalan. 4. Untuk memeriksa apakah pajak dibayar di muka didukung oleh bukti setoran/pemungutan pajak yang sah dan lengkap sehingga bisa diperhitungkan sebagai kredit pajak pada akhir periode. 5. Untuk memeriksa apakah penyajian biaya dan pajak dibayar di muka dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia .



36



DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno, Trisnawati, Estralita. 2013. Akuntansi Perpajakan Edisi 3. Jakarta. Salemba Empat.



37