7 0 133 KB
LAPORAN PENDAHULUAN INTUSUSEPSI DI POLI TUMBANG RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Keperawatan Anak
Disusun Oleh: Adilla Zenara Nafisa 201920461011076 KELOMPOK 8
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN INTUSUSEPSI DI POLI TUMBANG RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
OLEH : ADILLA ZENARA NAFISA NIM : 201920461011076
Pembimbing Institusi
Pembimbing Lahan
(.....................................)
(...................................)
INTUSUSEPSI A. Konsep Dasar 1. Pengertian Intususepsi adalah keadaan inversi segmen usus ke segmen usus lainnya. Intususepsi dapat terjadi pada segala usia, terutama pada anak anak. Penyebab intususepsi pada anak mayoritas idiopatik. Sedangkan intususepsi pada orang dewasa mayoritas bersifat sekunder, disebabkan penyakit lain seperti polip, neoplasma, striktur, atau divertikulum (Djaya, 2019). Intususepsi didefinisikan sebagai invaginasi salah satu segmen usus menjadi an segmen usus yang berbatasan langsung. Intususepsi ileokolika idiopatik adalah bentuk paling umum pada anak-anak dan biasanya
dikelola
dengan
reduksi
nonoperatif
melalui
enema
pneumatik dan / atau hidrostatik (Marsicovetere, et all 2017). Klasifikasi Invaginasi dibedakan dalam 4 tipe : a) Enterik adalah usus halus ke usus halus b) Ileosekal adalah valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik ileum di belakangnya c) Kolokolika adalah kolon ke kolon. d) Ileokoloika adalah ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon. 2. Etiologi Penyebab intususepsi kebanyakan idiopatik. Hanya sedikit kasus yang berhubungan dengan keadaan patologis seperti divertikel Meckel, atau proses tumor jinak atau ganas seperti polip intestinal, tumor usus, dan limfoma usus (Djaya, 2019). Etiologi intususepsi pada anak mayoritas idiopatik, dan hanya 10% kasus dapat diidentifikasikan penyebabnya. Beberapa faktor predisposisi diperkirakan berkontribusi, salah satunya fitur anatomi usus yang terbentuk selama kehamilan. Fitur anatomi yang ditemukan berkaitan dengan intususepsi antara lain insersi anterior ileum
terhadap caecum, penurunan rigiditas caecum, dan kurangnya maturitas serat otot longitudinal kolon pada valve ileocaecal. Etiologi
lain
yang
pernah
dilaporkan
adalah
infeksi
yang
menyebabkan limfadenopati mesenterika, penyakit Celiac, penyakit Crohn, kelainan kongenital (seperti divertikulum Meckel), atau adanya lesi seperti polip (Marsicovetere, et all 2017). Faktor resiko menurut mayo clinic (2018) adalah sebagai berikut : a. Usia. b. Anak-anak - terutama anak kecil - lebih mungkin mengalami intususepsi daripada orang dewasa. Ini adalah penyebab paling umum dari obstruksi usus pada anak-anak berusia antara 6 bulan dan 3 tahun. c. Jenis kelamin. Intususepsi lebih sering menyerang anak laki-laki. Pembentukan usus abnormal saat lahir. Malrotasi usus adalah suatu kondisi di mana usus tidak berkembang atau berputar dengan benar, dan meningkatkan risiko intususepsi. d. Riwayat intususepsi sebelumnya. Begitu
Anda
mengalami
intususepsi,
Anda
berisiko
tinggi
seseorang
yang
mengembangkannya lagi. e. Sejarah
keluarga.
Saudara
kandung
dari
mengalami intususepsi memiliki risiko gangguan yang jauh lebih tinggi. 3. Tanda dan gejala Pasien intususepsi datang dengan keluhan nyeri abdomen akut, mual-muntah, dan diare. Pada perjalanan penyakit lebih lanjut, terkadang didapatkan gambaran currant jelly stool. Pada pemeriksaan abdomen, akan didapatkan distensi abdomen, massa abdomen, dan feses berdarah (Ciftci F, 2015). Trias gejala klasik terdiri dari nyeri perut, muntah, dan darah pada feses. Namun, ketiga gejala ini hanya muncul pada kurang dari 1/3 anak dengan intususepsi. Intususepsi sering terjadi pada anak – anak, dan merupakan kasus langka pada dewasa (Djaya, 2019).
4. Patofisiologi Mayoritas intususepsi pada anak bersifat idiopatik. Intususepsi dianggap berkaitan dengan peristaltik usus yang tidak terkoordinir atau adanya hiperplasia limfoid karena diare. Intususepsi juga berhubungan dengan pemberian makanan pada anak, pemberian makanan
pengganti
ASI
sebelum
waktunya
menimbulkan
pembengkakan payer patch di ileum terminalis, menyebabkan invaginasi segmen ileum ke kolon proksimal (Aydin N et all , 2016). Tipe intususepsi ini yang paling sering terjadi, sesuai dengan hasil studi yang menyatakan 88,46% kasus merupakan intususepsi ileokolikal. Jika segmen ileum masuk ke kolon, terjadi kompresi pembuluh darah mesenterika, menyebabkan inflamasi dan edema intestinal yang dapat berujung pada obstruksi usus, gangguan vaskuler, dan bahkan nekrosis usus (Caruso AM et all, 2017).
5. Pathway Infeksi virus Pembengkakan bercak jaringan limfosis Peristaltik usus meningkat Usus bervaginasi ke dalam usus
Edema dan perdarahan mukosa
Peregangan usus Pemajanan reseptor
Sumbatan / obstruksi usus Nyeri akumulasi gas dan cairan di dlm lumen Sebelah proksimal dari letak obstruksi Distensi Abdomen Muntah DEFISIT NUTRISI
NYERI AKUT
Konstipasi
Kehilangan cairan dan elektrolit Volume ecf menurun Syok hipovolemik Kematian
HIPOVELI MIA
6. Komplikasi Intususepsi dapat memutus suplai darah ke bagian usus yang terkena. Jika tidak diobati, kekurangan darah menyebabkan jaringan dinding usus mati. Kematian jaringan dapat menyebabkan robekan (perforasi) pada dinding usus, yang dapat menyebabkan infeksi pada selaput rongga perut (peritonitis). Peritonitis adalah kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan perhatian medis segera. Tanda dan gejala peritonitis meliputi, sakit perut, pembengkakan perut demam. Peritonitis dapat menyebabkan anak Anda mengalami syok. Tanda dan gejala syok meliputi, kulit dingin dan lembap yang mungkin pucat atau abu-abu, denyut nadi lemah dan cepat, pernapasan abnormal yang mungkin lambat dan dangkal atau sangat cepat, kecemasan atau
agitasi,
kelesuan
yang
mendalam.
Seorang
anak
yang
mengalami syok mungkin sadar atau tidak sadar. Jika Anda mencurigai anak Anda shock, segera cari perawatan medis darurat (Mayo Clinic, 2018). 7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada intususepsi yang direkomendasikan adalah sebagai berikut : 1. USG USG memiliki sensitivitas dan spesifisitas mendekati 100% dalam mendiagnosis intususepsi, dan mudah digunakan untuk skrining. Temuan pada USG antara lain adalah target, doughnut, atau atau crescent-in-doughnut
sign pada transverse
plane,
dan pseudokidney sign pada longitudinal plane. 2. Foto Polos Abdomen Foto polos abdomen memiliki nilai diagnostik yang terbatas. Akurasi
diagnostik
foto
polos
abdomen
pada
intususepsi
dilaporkan hanya berkisar 40%. Temuan pada foto polos antara lain adalah opasitas massa jaringan lunak pada dekat kolon, dan gambaran udara intralumen pada fossa iliaka kanan. 3. Enema dengan Kontras
USG adalah pilihan alat diagnostik yang direkomendasikan. Tetapi apabila hasil USG meragukan, penggunaan enema dengan kontras dapat dipertimbangkan. 4. CT Scan CT Scan dapat dipertimbangkan pada kasus dimana intususepsi tidak dapat disingkirkan, intususepsi di usus kecil, adanya kecurigaan penyakit yang mendasari, atau pasien dengan gejala atipikal (Ito, Y et all, 2012). 8. Penatalaksanaan Pengobatan intususepsi biasanya terjadi sebagai keadaan darurat medis. Perawatan medis darurat diperlukan untuk menghindari dehidrasi dan syok yang parah, serta mencegah infeksi yang dapat terjadi ketika sebagian usus mati karena kekurangan darah. a. Perawatan awal Saat anak Anda tiba di rumah sakit, dokter akan menstabilkan kondisi medisnya terlebih dahulu. Ini termasuk: 1) Memberi anak Anda cairan melalui jalur intravena (IV) 2) Membantu dekompresi usus dengan memasang selang melalui hidung anak dan masuk ke perut (selang nasogastrik) b. Memperbaiki intususepsi Untuk
mengatasi
masalah
ini,
dokter
Anda
mungkin
merekomendasikan: 1) Barium atau enema udara. Ini adalah prosedur diagnostik dan pengobatan. Jika enema berhasil, perawatan lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Perawatan ini sangat efektif pada anak-anak. 2) Operasi.
Jika
memperbaiki
usus masalah
robek, atau
jika jika
enema
tidak
penyebabnya
berhasil adalah
penyebab, pembedahan diperlukan. Dokter bedah akan membebaskan bagian usus yang terperangkap, membersihkan penyumbatan dan, jika perlu, mengangkat jaringan usus yang telah mati (Mayo Clinic, 2018).
9. Asuhan Keperawatan Pengkajian 1. Biodata / Identitas 2. Pengakajian fisik secara umu 3. Riwayat kesehatan 4. Observasi pada feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi 5. Observasi tingkah laku anak/bayi 6. Observasi manifestasi intususepsi a) Nyeri abdomen paroximal b) Anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada c) Anak kelhatan normal dan nyaman selama intervensi diantara episode nyeri d) Muntah e) Letargi f) Feses seperti jeli kismis mengandung darah dan mucus, tes hemocculi positif g) Feses tidak ada meningkat h) Deistensi abdomen dan nyeri tekan i)
Massa terpalpasi yang seperti sosis di abdomen
j) Anus yang terlihat tidak biasa, dapat tampak seperti prolaps rectal k) Dehidrasi dan demam sampai kenaikan 410 C l)
Keadaan seperti syok dengan nadi cepat, pucat dan keringat banyak
7. Obserasi manifestasi intususepsi yang kronis a) Diare b) Anoreksi c) Kehilangan berat badan d) Kadang – kadang muntah e) Nyeri yang periodik f) Nyeri tanpa gejala lain 8. Kaji dengan prosedur diagnostik dan tes seperti pemeriksaan foto polos abdomen, barium enema dan ultrasonografi.
10. Masalah keperawatan yang lazim muncul Pre operasi : 1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis 2. Defisit nutrisi b/d mengasorbsi makanan 3. Risiko hipovolemia d.d gangguan absorbsi cairan Post operasi : 4. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif 5. Defisit pengetahuan b/d ketidaktahuan menemukan sumber informasi 6. Ansietas b/d krisis situasional.
11. Asuhan Keperawatan bibir sumbing
No . 1.
2.
SDKI Gejala dan Tanda (Diagnosa) Mayor/Minor Nyeri akut b/d Tanda mayor -Subjektif : agen pencedera mengeluh nyeri fisiologis -Objektif : tampak meringis, bersikap protekti, gelisah, frekuensi nadi meningkat,, sulit tidur Tanda Minor -Subjekif : tidak tersedia -Objektif : TD meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis Defisit nutrisi Tanda mayor -Subjektif :tidak b/d tersedi mengasorbsi -Objektif : BB menurun minimal 10 makanan % dibawah rentang ideal
SLKI (Luaran Keperawatan)
SIKI Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1x24 jam maka Tingkat Nyeri Menurun dengan kriteria hasil : Keluhan nyeri menurun Gelisah menurun Sulit tidur menurun
Manajemen Nyeri (1.08238) Observasi -Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri -Identifikasi skala nyeri -Identifikasi faktor budaya terhadap respon nyeri Teraupetik -Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi nyeri -Fasilitasi istirahat tidur Edukasi -Ajarkan teknik non farmakologis Kolaborasi - Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1x24 jam maka Status Nutrisi membaik dengan kriteria hasil : Berat badan membaik Indeks massa tubuh membaik Tanda Minor Frekuensi makan membaik -Subjekif : cepat Nafsu makan membaik kenyang setelah Membran mukosa membaik makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun -Objektif : bising usus hiperaktif, otot pngunyah lemah,
Manajemen Nutrisi (1.03119) Observasi -Identifikasi status nutrisi -Identifikasi perlunya pemggunaan selang nasogastik -Monitor bera badan Teraupetik -Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlu Edukasi -Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi -Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, peredaa nyeri), jika perlu -Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
SOP PERSIAPAN DAN PENGAWASAN PASIEN DENGAN INTUSUSEPSI Barium Enema Barium Enema adalah jenis pemeriksaan untuk mendeteksi perubahan atau kelainan usus. Selain untuk pemeriksaan metode ini juga bisa digunakan dalam menangani intususepsi. Pada saat prosedur dilakukan, akan dimasukkan udara atau cairan barium ke dalam usus besar melalui anus. Sebagai tambahan udara atau cairan barium enema dapat memperbaiki intususepsi pada anak dan tidak ada perawatan lebih lanjut. Penanganan ini cukup efektif bagi pasien anak – anak.
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN COLLON IN LOOP (BARIUM ENEMA) Pengertian Teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar Tujuan
(collon)
dengan
media
kontras
secara
retrograde pada pasien pediatrik (anak - anak). Untuk mendapatkan gambaran anatomis dari collon sehingga dapat menegakkan suatu diagnosis suatu
Indikasi
Kontraindikasi Persiapan alat
penyakit atau kelainan – kelainan pada collon. 1. Colitis 2. Polip 3. Tumor 4. Invaginasi 5. Hemoroid 6. Atresia ani 7. Intususepsi 8. Mega colon 1. Perforasi 2. Diare berat 3. Obstruksi akut / penyumbbatan Alat dan bahan yang dibutuhkan meliputi Untuk anak lebih dari 1 tahun 1. Kantung enema sekali pakai diisi barium sulfat 2. Tabung 3. Penjepit 4. Air hangat digunakan untuk melarutkan bariu
sulfat 5. Beberapa diantaranya, kateter didesign agar tidak dapat keluarr rectum setelah disisipkan, sehingga tidak bocor Untuk bayi dan anak – anak 1. Menggunakan kateter sillicon 10 fr dan spuit 60 ml, barium diinjeksi secara manual dan perlahan 1. 2. 3. 4. Persiapan
Pelaksanaan
Untuk semua pasien Jelly Hypoallergenic tape Sarung tangan Tissue
Pasien Persiapan pasien yang perlu dilakukan meliputi 1. Pasien dengan orangtua harus masuk kedalam ruangan pemeriksaan, kemudian dijelaskan tujuan prosedur pemeriksaan. Gunakan bahasa dan teknik yang dimengerti oleh anak agar pasien tidak takut. Dan orangtua harus tetap mendampingi 2. Tanyakan riwayat penyakit pasien. Hal ini untuk mengealuasi keadaan anak yang akan diperiksa 3. Untuk bayi sampai 2 tahun : tidak ada persiapan khusus yang diperlukan 4. Untuk anak 2 – 10 tahun : Pada malam hari sebelum pemeriksaan makan – makanan yang rendah serat Pada malam hari sebelum pemeriksaan minum satu tablet bisacodyl atau laxative atau sejenisnya Jika setelah diberi laxative tidak menunjukkan pengeluaran yang cukup maka akan dilakukan enema pedi fleet (urus - urus) atas petunjuk dokter Teknik pemasukan media kontras Pemeriksaan collon in loop (barium enema) pada bayi dan anak – anak biasanya hanya menggunakan metode kontras tunggal yang menggunakan media BaSO4 (barium sulfat) saja, sedangkan metode kontras ganda tidak dianjurkan. Proyeksi Proyeksi pemeriksaan yang digunakan adalah : - AP Plan foto
-
AP dengan kontras Lateral dengan kontras AP post evakuasi
1. AP Plan foto Posisi pasien Pasien diposisikan supine diatas kaset/meja dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat ditengah garis kaset. Kedua tanga diletakkan diatas kepala pasien diberi pengganjal untuk fiksasi. Kedua kaki lurus kebawah diberi pengganjal juga. Posisi Objek Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas bawah adalah symphisis pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuhh dan tahan napas. 2. AP dg kontras Posisi pasien Pasien diposisikan supine diatas kaset/meja dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat ditengah garis kaset. Kedua tanga diletakkan diatas kepala pasien. Kedua kaki lurus kebawah dengan dipegang oleh orangtuanya yang telah menggunakan apron. Posisi Objek Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas bawah adalah symphisis pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan napas. Jika pasien menangis lakukan eksposisi pada waktu jeda tangisannya. 3. Lateral dengan kontras Posisi pasien Pasien diposisikan supine diatas kaset/meja dengan MCP (Mid Coronal Plane) diatur pada pertengahan kaset dan vertikal thdp garis tengah
kaset , genu sedikit fleksi kedua ujung kaki dan tangan dipegang oelh orangtuanya yang terelbih dulu memakai apron, hal ini dikarenakan pasien selalu bergerak dan menangis. Posisi Objek Arah sinar tegak lurus terhadap film. Titik bidik : pada Mid Colonal plan spina illiaca anterior superior (SIAS). Eksposisi dilakukan saat pasien diam 4. AP Post Evakuasi Posisi pasien Pasien diposisikan supine diatas kaset/meja dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat ditengah garis kaset. Kedua tanga diletakkan diatas kepala pasien diberi pengganjal untuk fiksasi. Kedua kaki lurus kebawah diberi pengganjal juga. Posisi Objek Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas bawah adalah symphisis pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuhh dan tahan napas.
DAFTAR PUSTAKA Aydin N, Roth A, Misra S.(2016). Surgical versus conservative management of adult intussusception: Case series and review.Internat J Surg Case Report . 2016;20:142-6 Caruso AM, Pane A, Scanu A, Muscas A, Garau R, Caddeo F, et al.(2016). Intussusception in children: Not only surgical treatment. J Pediatr Neonatal Individualized Medicine.2017;6(1):1-6. Ciftci F. (2015). Diagnosis and Treatment of Intestinal Intussusception in Adults: A Rare Experience for Surgeons. Int J Clin Exp Med. 2015 June; 8(6): 10001-10005. Djaya, A, M, E, S. (2019). Tinjauan pustaka Diagnosis dan Tatalaksana
Intususepsi. RSUD dr. Loekmono Hadi, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia CDK-274/ vol. 46 no. 3 th. 2019
Ito Y, Kusakawa I, Murata Y,et all. Japanese guidelines for the management of intussusception in children, 2011. Pediatrics International, 2012. 54(6): 948–958. doi:10.1111/j.1442-200x.2012.03622_1.x Marsicovetere
P,
Ivatury
SJ,
White
B,
Holubar
SD.(2017).
Intestinal
Intussusception: Etiology, Diagnosis, and Treatment. Clin Colon Rectal
Surg. 2017; 30: 30-39. DOI http://dx.doi.org/10.1055/s-0036-1593429 ISSN 1531-0043 Mayo
Clinic
(2018).
Intussusception.
https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/intussusception/symptoms-causes/syc-20351452 Mayo
Clinic
(2018).
Intussusception.
https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/intussusception/diagnosis-treatment/drc-20351457 PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.