Kel 1 LP Dan Askep Post Laparatomi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN POST LAPARATOMI DI ICU Tugas Ini Buat Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Kritis Dibina Oleh Ibu Ns. Risna Yekti Mumpuni, M.Kep



Disusun oleh: Kelompok 1



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2022/2023



KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Laparatomi Di ICU” Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga tugas makalah Keperawatan Gerontik ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.



Malang,



30 September



2022



Kelompok 1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................................... DAFTAR ISI...................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................ BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... BAB IV PENUTUP............................................................................................................ 4.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 4.2 Saran..................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kini tidak semua orang dapat menjaga kesehatannya, di era yang semakin maju semakin banyak pula makanan yang bisa memicu berbagai penyakit, seperti meningkatnya konsumsi makanan cepat saji, yang tinggi karbohidrat dan rendah serat dapat meningkatkan risiko radang usus buntu (apendiks). Berdasarkan data di dunia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 prevalensi kasus appendisitis di dunia sebanyak 11%. Kejadian apendisitis di Indonesia menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun pada tahun 2013 jumlah penderita apendisitis di Indonesia mencapai 18% dan meningkat pada tahun 2014 sebesar 20%. Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah sesegera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Nurarif & Kusuma, 2015). Peradangan pada apendiks terjadi jika ada sisa-sisa makanan yang terjebak dan tidak dapat keluar dari umbai cacing (apendiks), sehingga lama kelamaan umbai cacing tersebut akan membusuk dan akan timbul peradangan. Dalam masa peradangan usus buntu tersebut ditandai dengan adanya nanah, apabila umbai cacing tersebut tidak segera dibuang dengan cara di operasi maka lama kelamaan akan menyebabkan perforasi, jika sudah mengalami perforasi maka harus dilakukan tindakan operasi laparatomi. Tindakan operasi laparatomi merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus. (Dermawan, 2010). Masalah keperawatan yang muncul pada kasus apendisitis sebelum tindakan operasi adalah nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi, resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebih, resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, dan kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang pengobatan,



sedangkan setelah tindakan operasi adalah nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan, resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman pada luka operasi, dan defisiensi pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi (Dermawan, 2010) 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari laparatomi ? 2. Apa etiologi dari laparatomi ? 3. Apa indikasi dari laparatomi ? 4. Apa saja jenis dari laparatomi ? 5. Bagaimana Manifestasi klinis dari laparatomi ? 6. Apa saja Komplikasi dari laparatomi ? 7. Apa saja Pemeriksaan penunjang dari laparatomi ? 8. Bagaimana Penalataksanaan dari laparatomi ? 9. Prinsip perawaratan post operasi laparatomi ? 10. Asuhan keperawatan post operasi laparatomi ? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari laparatomi ? 2. Untuk mengetahui etiologi dari laparatomi ? 3. Untuk mengetahui indikasi dari laparatomi ? 4. Untuk mengetahui jenis dari laparatomi ? 5. Untuk mengetahui Manifestasi klinis dari laparatomi ? 6. Untuk mengetahui Komplikasi dari laparatomi ? 7. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang dari laparatomi ? 8. Untuk mengetahui Penalataksanaan dari laparatomi ? 9. Untuk mengetahui Prinsip perawaratan post operasi laparatomi ? 10. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan post operasi laparatomi ?



BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Laparatomi Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2010). Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi. (Lakaman 2011). Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010). Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi.



2.2 Etiologi Laparatomi Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa hal (Smeltzer, 2012) yaitu: 1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam). 2. Peritonitis. 3. Perdarahan saluran cerna. 4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar. 5. Massa pada abdomen



2.3 Indikasi Laparatomi a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu : a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak. b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).



b.



Peritonitis. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier (Ignativicus & Workman, 2006).



c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi) Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis



dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus) (Ignativicus & Workman, 2006). d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.



a. Tumor abdomen b. Pancreatitis (inflammation of the pancreas) c. Abscesses (a localized area of infection) d. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery) e. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines) f. Intestinal perforation



g. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus) h. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim) i. Internal bleeding (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010). 2.4 Jenis-jenis Laparatomi



a. Mid-line incision : Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus b. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm). c. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy. d. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 4cm diatas anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.  Latihan - latihan fisik seperti latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.(Smeltzer, 2012). 2.5 Manifestasi Klinis a. Nyeri tekan. b. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan. c. Kelemahan. d. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.



e. Konstipasi. f. Mual dan muntah, anoreksia. 2.6 Komplikasi Laparatomi a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi dini post operasi. b. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi. Organisme



yang



stapilococus



paling



aurens,



sering



organisme



menimbulkan gram



positif.



infeksi



adalah



Stapilococus



mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik. c. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. d. Ventilasi paru tidak adekuat. e. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung. f. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. g. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.(Arif Mansjoer, 2012). 2.7 Pathway 2.8 Patofisiologi Laparatomi Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2011). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2010). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2011). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2011).



Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan



atau



tanpa



tembusnya



dinding



perut



dimana



pada



penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy.(Arif Muttaqin, 2013). Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut.(Arif Muttaqin, 2013) 2.9 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing. b. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine. c.



Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.



d. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing. e. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.



f. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium. Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah; a. Respiratory: Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan. b. Sirkulasi: Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler. c. Persarafan : Tingkat kesadaran. d. Balutan: -



Apakah ada tube, drainage ?



-



Apakah ada tanda-tanda infeksi? 



-



Bagaimana penyembuhan luka?



e. Peralatan: Monitor yang terpasang, cairan infus atau transfusi. f. Rasa nyaman: Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi. g. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi. 2.9 Prinsip Perawatan Luka Post Laparatomi Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (2011) yaitu: a. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang b. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga c. Respon tubuh secara sistemik pada trauma d. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka e. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari Mikroorganisme f. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.



2.10



Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan adalah sesuatu bentuk pelayanan yang



diberikan oleh seseorang pasien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari berupa bimbingan, pengawasan, perlindungan. (Brunner & suddarth, 2009). 1.      Pengkajian Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit psikososial. 1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis. 2.



Keluhan Utama Sering  menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah  nyeri pada abdomen.



3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang : Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan secara medis. b. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah sakit. c. Riwayat kesehatan keluarga Bisanya



ada



riwayat



keluarga



yang



menderita



hipertensi,diabetes melitus,atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu. d. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan



 pasien



 dalam



 keluarga



 status



emosional



meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan



tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari. 4. Aktivitas sehari-hari (sebelum dan selama sakit) a. Pola Nutrisi b. Pola Eliminasi c. Pola Personal Hygiene d. Pola Istirahat dan Tidur e. Pola Aktivitas dan Latihan f. Seksualitas/reproduksi g. Peran h. Persepsi diri/konsep diri i. Kognitif diri/konsep diri j. Kognitif perceptual 5. Pemeriksaan Fisik a. Kepala : pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma atau riwayat operasi. b.   Mata : penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI). c. Hidung : Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus olfatorius (nervus I). d. Mulut : Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus vagus adanya kesulitan dalam menelan. e. Dada -



Inspeksi : kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada.



-



Palpasi :ada tidaknya nyeri tekan dan massa.



-



Perkusi :mendengar bunyi hasil perkusi.



-



Auskultasi :mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.



f. Abdomen



-



Inspeksi:bentuk, ada tidaknya pembesaran.



-



Auskultasi : mendengar bising usus.



-



Perkusi  : mendengar bunyi hasil perkusi.



-



Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.



g. Ekstremitas Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012) -



Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.



-



Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.



-



Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.



-



Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan.



-



Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang.



-



Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh.



2. Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2021) a. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah. b. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi. c. Hambatan mobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota tubuh. 3. Rencana Keperawatan No. 1.



Diagnosa



Tujuan dan kriteria



Keperawatan



hasil



intervensi



Nyeri akut



NOC



NIC



berhubungan



Ansiety



Anxiety Reduction



dengan



Fear leavel



(penurunan



dilakukannya



Sleep deprivation



tindakan insisi



Comfort, readines for1.      Identifikasi



bedah.



enchanced Kriteria Hasil:



kecemasan) tingkat kecemsan 2.      Bantu klien



Mampu mengontrol



mengenal situasi



kecemasan



yang menimbulkan



Mengontrol nyeri



kecemasan



Kualitas tidur dan



3.      Kaji karakteristik



istirahat adekuat



nyeri



Status kenyamanan 4.      Instruksikan meningkat



pasien menggunakan tehnik rekasasi 5.      Berikan posisi nyaman sesuai kebutuhan 6.      Kolaborasi pemberian obat analgetik



2.



Resiko infeksi



NOC



NIC



berhubungan



Immune status



Infection Control



dengan adanya Knowledge :



(kontrol infeksi)



sayatan / luka



infection control



1.      Monitor tanda



operasi



Risk control



dan gejala infeksi



laparatomi.



Kriteria hasil



sistemik dan lokal



Klien bebas dari



2.      Bersihkan luka



tanda dan gejala



3.      Ajarkan cara



infeksi Menunjukkan



menghindari infeksi 4.      Instruksikan



kemampuan untuk



pasien untuk



mencegah timbulnya



minum obat



infeksi



antibiotik sesuai



Jumlah leukosit



resep



dalam batas normal 5.      Berikan terapi antibiotik IV bila perlu 3.



Gangguan



NOC



NIC



imobilisasi



Joint movement :



Exercise therapy :



berhubungan



active



ambulation



dengan



Mobility level



pergerakan



Self care : ADLs



sebelum/sesudah



terbatas dari



Transfer performance



latihan dan lihat



anggota tubuh.



Kriteria hasil



respon pasien saat



Klien meningkjat



latihan



1.      Monitor vital sign



dalam aktivits fisik 2.      Latih pasien Mengerti dari tujuan



dalam pemenuhan



dari peningkatan



kebutuhan ADLs



mobilitas



secara mandiri



Memeragakan



sesuai kebutuhan



penggunaan alat



3.      Kaji kemampuan



Bantu untuk



pasien dalam



mobilisasi (walker)



mobilisasi 4.      Konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai kebutuhan 5.      Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan



4. Implementasi Keperawatan



Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang  baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).  5. Evaluasi Keperawatan Menurut Craven dan Hirnle (2011) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil. Tujuan evaluasi antara lain : a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien. b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikan. c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan. d. Mendapatkan umpan balik e. Sebagai



tanggung



jawab



dan



pelaksanaan pelayanan keperawatan.



tanggunggugat



dalam



BAB 3 PENUTUP 4.1 Kesimpulan



DAFTAR PUSTAKA Brunner and suddart. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany, Philadelpia. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta. Doenges, Marilynn E. (2011). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta. Mansjoer, Arif. 2012. Capita ,Selekta Kedokteran. Bakarta :Media Aesculapius. Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Masalah Yang Lazim Muncul Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nursalam. 2010. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi II. Salemba Medika. Jakarta  Prasetyo, S. N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu. Soeparman, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta Smeltzer, Suzanne C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta