Laporan Askep Ich [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intracerebral hemorrhage (ICH) adalah perdarahan nontraumatik ke dalam jaringan otak. Intracerebral hemorrhage (ICH) adalah bentuk paling mematikan dari stroke dan mempengaruhi sekitar satu juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Cedera otak sekunder dan pembentukan edema dengan menghasilkan efek massa dianggap berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas terkait intracerebral hemorrhage (ICH) (Aksoy et.al, 2013). Stroke adalah kerusakan otak atau sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh kelainan suplai darah. Istilah stroke sering digunakan ketika gejala mulai secara tiba-tiba (Caplan & Liebeskind, 2016). Sedangkan istilah stroke menurut WHO meliputi cerebral ischemic stroke (CIS), intracerebral hemorrhage (ICH), subarachnoid hemorrhage (SAH), dan stroke not known if ischemic or hemorrhage (SNKIH) (WHO, 2019). Setiap tahun, 15 juta orang di dunia menderita stroke. Dari 15 juta orang tersebut, 5 juta orang meninggal, dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan permanen. Stroke jarang ditemukan pada orang di bawah 40 tahun.[10] 70% kasus stroke ditemukan di negara dengan penghasilan rendah dan menengah, 87% kematian akibat stroke juga ditemukan pada negara-negara tersebut. Sedangkan pada negara dengan penghasilan tinggi, insidensi stroke telah berkurang sebanyak 42% dalam beberapa dekade terakhir (Johnson et al., 2016). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi stroke tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 yaitu terjadi di provinsi Jawa Timur 16‰ 100.000 penduduk, diikuti oleh Sulawesi Utara 10,8‰ per 100.000 penduduk, D.I Yogyakarta sebesar 10,3‰ per 100.000 penduduk, serta Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7‰ per 100.000 penduduk. Penyakit stroke yang paling dominan berdasarkan faktor usia terjadi pada usia ≥75 tahun dengan prevalensi 67‰ per 100.000 penduduk. Selain dilihat dari faktor provinsi dan usia yang memiliki prevalensi kejadian stroke terbanyak, terdapat pula faktor lain yang dapat 1



mempengaruhi prevalensi kejadian stroke di Indonesia, seperti tempat tinggal yaitu desa maupun kota (dengan prevalensi di kota lebih besar sekitar 12,7‰ daripada di desa); faktor jenis kelamin yaitu lebih banyak laki-laki (7,1‰) daripada perempuan (6,8‰); dan cenderung pula pada masyarakat dengan pendidikan yang rendah serta tidak memiliki pekerjaan (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Di Indonesia, berdasarkan hasil laporan riskesdas 2018 prevalensi stroke usia diatas 15 tahun sebesar 1,09% dibandingkan tahun 2013 sebesar 0,7%. Data ini membuktikan bahwa peningkatan prevalensi stroke di Indonesia masih terus terjadi. Seiring dengan bertambahnya usia prevalensi diagnosis stroke di Indonesia mengalami peningkatan, dari usia 15-24 tahun sebanyak 0,06% hingga usia 75 tahun keatas sebesar 5,02%. Pria cenderung lebih banyak menderita stroke dibanding wanita (Kemenkes, 2018). Kelompok mencatat dari buku register rawat inap, jumlah kasus ICH yang dirawat di ruang perawatan saraf RSUD Raden Mattaher Jambi sepanjang tahun 2020 adalah 38 kasus dari total 320 kasus. Artinya ICH menyumbang 11,87 % dari semua kasus saraf yang dirawat dalam tahun 2020. Pada Januari dan Februari 2021, kasus ICH sudah tercatat 8 kasus. Bila mengacu pada kasus rata-rata per bulan di 2020 yaitu 3,1 kasus, maka pada Januari dan Februari 2021 ini ada peningkatan 1 kasus per bulan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan ICH sebagai kasus kelolaan penulis dan mendokumentasikan pelaksanaannya dalam Laporan Kasus untuk Stase Saraf B. Rumusan Masalah Dari paparan di atas, penulis dapat merumuskan masalah: Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan ICH di ruang perawatan saraf? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum penulisan laporan ini adalah agar mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada klien yang menderita penyakit ICH 2



2. Tujuan khusus a. Mengetahui konsep penyakit ICH b. Mengetahui pelaksanaan pengkajian pada klien dengan ICH c. Mengetahui Analisa data dan penetapan diagnosis keperawatan pada klien dengan ICH d. Mengetahui remcana intervensi keperawatan pada klien ICH e. Mengetahui pelaksanaan implementasi dan evaluasi keperawatan pada klien dengan ICH D. Manfaat 1. Bagi penulis, memberikan pengalaman nyata penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan ICH. 2. Bagi rumah sakit, kiranya laporan ini menjadi salah satu model penerapan asuhan keperawatan klien dengan ICH. 3. Bagi institusi Pendidikan, dapat meperkaya referensi dalam pelaksanaan Praktik Keperawatan Medikal Bedah. 4. Bagi mahasiswa dapat memperkaya wawasan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan klien dengan ICH.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep ICH 1.



Definisi Intracerebral hemorrhage (ICH) didefinisikan sebagai perdarahan nontraumatik ke dalam jaringan otak. Intracerebral hemorrhage (ICH) adalah bentuk paling mematikan dari stroke dan mempengaruhi sekitar satu juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Cedera otak sekunder dan pembentukan edema dengan menghasilkan efek massa dianggap berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas terkait intracerebral hemorrhage (ICH) (Aksoy et.al, 2013). Menurut World Heatlh Organization, stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena semburan dari pembuluh darah atau diblokir oleh gumpalan darah. Hal ini memotong pasokan oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Gejala yang paling umum dari stroke adalah kelemahan mendadak atau mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi tubuh. Stroke atau yang dikenal juga dengan istilah Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO), merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh adanya gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional otak berupa defisit neurologik atau kelumpuhan saraf selama 24 jam atau lebih (Dinata CA et al., 2013). Stroke secara klasik dicirikan sebagai defisit neurologik dikaitkan dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang dikarenakan sebab vaskular, termasuk infark serebral, intracerebral hemorrhage (ICH) dan subarachnoid hemorrhage (SAH), dan merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian di seluruh dunia (Sacco et al., 2013).



2.



Klasifikai Secara umum, stroke dapat diklasifikasikan sebagai iskemik atau hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat dari adanya obstruksi atau penghalang dalam pembuluh darah yang memasok darah ke otak. Obstruksi terbentuk



4



karena adanya penumpukan lemak yang beragregasi menjadi plak. Kondisi ini disebut sebagai atherosklerosis (ASA, 2013). Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke area otak, akibat pecahnya pembuluh darah atau struktur pembuluh darah abnormal pada otak. Stroke hemoragik terbagi lagi menjadi dua, yaitu intracerebral hemorrhage (ICH) biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh menembus kecil di otak dan subarachnoid hemorrhage (SAH) yang disebabkan oleh pecahnya aneurisma intrakranial yang terkandung di dalam ruang subarachnoid sekitar otak. Pada berbagai kasus stroke yang terjadi, stroke iskemik menjadi yang paling banyak terjadi dengan presentasi 88%. Untuk stroke hemoragik hanya terjadi dengan presentasi 12%, dengan terbagi lagi menjadi 9% untuk intracerebral hemorrhage (ICH) dan 3% untuk subarachnoid hemorrhage (SAH) (Boehringer Ingelheim, 2016). 3.



Etiologi Stroke hemoragik dapat terjadi karena pecahnya aneurisma pada otak atau disebabkan oleh pembuluh darah yang bocor. Darah tumpahan masuk ke dalam atau masuk ke sekitar otak sehingga terbentuk pembengkakan dan tekanan, merusak sel dan jaringan otak. Ada dua jenis stroke hemoragik yaitu intracerebral hemorrhage (ICH) dan subarachnoid hemorrhage (SAH). Hipertensi adalah faktor resiko yang paling umum atau utama. Angiopati amiloid serebral (CAA), kondisi yang meningkat dengan usia, adalah faktor resiko yang paling umum kedua. Angiopati amiloid serebral merupakan penyebab penting dari lobar intracerebral hemorrhage (ICH), terutama padaorang lanjut usia. Kondisi ini hasil dari deposisi protein amyloid di arteriol kortikal; deposisi seperti ini sangat jarang terjadi di basal ganglia dan batang otak (lokasi lazim terjadi intracerebral hemorrhage (ICH) terkait HTN dan lokasi yang tidak lazim dari intracerebral hemorrhage (ICH) terkait CAA. Apolipoprotein E (ApoE) genotipe memainkan peran penting dalam patogenesis CAA, tetapi tidak sensitif maupun spesifik untuk diagnosis utama dari kondisi ini. Usia juga merupakan faktor resiko penting untuk intracerebral



5



hemorrhage



(ICH);



kemungkinan



keseluruhan



penderita



intracerebral



hemorrhage (ICH) tertinggi pada usia ≥ 85 (Aguilar et al., 2011). 4.



Patofisilogi Stroke hemoragik disebabkan karena adanya kematian sel pada jaringan otak yang mana kematian sel tersebut disebabkan oleh inflamasi ataupun karena terjadinya apoptosis. Pada saat terjadi perdarahan, terbentuk suatu massa yang mana massa tersebut menyebabkan inflamasi dan memberikan efek toksik sehingga terjadilah kematian sel pada otak. Sedangkan mekanisme terjadinya apoptosis karena terbentuknya clotting oleh trombin. Trombin menyebabkan lisisnya eritrosit yang dikarenakan adanya pelepasan heme/besi sehingga terjadi aktivasi caspase yang mengakibatkan sel melakukan apoptosis. Patofisiologi stroke hemoragik tidak seperti stroke iskemik. Adanya darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitarnya melalui efek mekanik menghasilkan massa dan neurotoksisitas dari komponen darah dan produk degradasi. Sekitar 30% dari intracerebral hemorrhage (ICH) terus membesar selama 24 jam pertama, paling cepat dalam waktu 4 jam, dan volume gumpalan adalah prediktor yang paling penting dari hasil perdarahan yang terlepas dari lokasi. Perdarahan dengan volume > 60 mL berhubungan dengan 71% kematian pada 15 hari dan 93% kematian pada 30 hari. Sebagian besar kematian dini stroke hemoragik (hingga 50% pada 30 hari) disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi dan kematian (Dipiro et al., 2014). Sebagian besar kasus intracerebral hemorrhage (ICH) terjadi ketika adanya bocoran kecil pada arteri (50-700 μm) yang kemudian darah masuk ke dalam parenkim otak. Bagian dari cedera induksi intracerebral hemorrhage (ICH) adalah karena gangguan fisik jaringan yang berdekatan dan efek massa disebabkan sebagai bentuk intracerebral hemorrhage (ICH). Volume intracerebral hemorrhage (ICH) sering dibagi menjadi tiga kategori: kecil ketika < 30 mm, menengah antara 30 dan 60 mm, dan besar bila > 60 mm.



5.



Faktor Risioko



6



American Stroke Association memperkirakan bahwa 80% dari stroke dapat dicegah. pengetahuan medis tentang faktor resiko stroke berdasarkan penelitian epidemiologi. Menurut AHA Guidelines 2011, menyatakan bahwa faktor resiko stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: faktor resiko yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah. a.



Faktor yang tidak dapat dimodifikasi 1) Umur Sebuah studi pada faktor-faktor resiko menunjukkan bahwa usia telah diidentifikasi sebagai penanda resiko untuk stroke, tidak dapat diubah. Usia merupakan faktor resiko yang paling penting untuk stroke. Setiap 10 tahun setelah usia 55, resiko stroke menjadi lebih dari dua kali lipat pada pria dan wanita. Yousef et al., menjelaskan usia merupakan faktor resiko independen untuk perkembangan atherosklerosis intrakranial. Prevalensi atherosklerosis intrakranial ditunjukkan untuk menjelaskan peningkatan resiko setiap dekade usia. Ditemukan di 23% dari usia 50-59 tahun, 43% dari usia 60-69 tahun, 65% dari usia 70-79 tahun dan 80% dari usia > 80 tahun (Jahirul et al., 2015). 2) Jenis Kelamin Tingkat insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada pria, tapi karena wanita cenderung hidup lebih lama daripada pria, lebih banyak perempuan yang meninggal karena stroke tiap tahun dibandingkan laki-laki. Sebuah studi dari rumah sakit menunjukkan bahwa laki-laki sedikit lebih dominan dibandingkan perempuan (51% vs 49%) dengan usia berkisar 21-78 tahun dan usia rata-rata adalah 50 tahun. Usia perempuan berkisar antara 24-83 tahun dengan usia rata-rata 53 tahun. Sebuah penelitian menunjukkan, stenosis intrakranial lebih umum terjadi pada pria, terutama di kelompok usia muda dan di lokasi tertentu, seperti arteri basilar (Jahirul et al., 2015). 3) Ras atau Etnis Ras kulit hitam dan beberapa ras hispanik atau ras amerika latin, memiliki insiden yang lebih tinggi dari semua jenis stroke dan tingkat 7



kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Hal ini terutama berlaku untuk ras kulit hitam yang berusia muda dan setengah baya, yang memiliki resiko jauh lebih tinggi terkena subarachnoid hemorrhage (SAH) dan intracerebral hemorrhage (ICH) dibandingkan ras kulit putih pada usia yang sama (Goldstein et al., 2011). 4) Faktor Genetik Riwayat keluarga yang positif stroke meningkatkan resiko stroke sekitar 30%. Pada wanita yang memiliki orang tua dengan riwayat stroke lebih mungkin terkena stroke dibandingkan pria. Peningkatan resiko stroke disampaikan dari riwayat keluarga yang positif dapat dimediasi melalui berbagai mekanisme, meliputi heritabilitas genetik faktor resiko stroke, warisan dari kerentanan terhadap efek dari faktor resiko tersebut, budaya lingkungan dan gaya hidup, dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan (Goldstein et al., 2011). b.



Faktor yang dapat dimodifikasi 1) Hipertensi Hipertensi & usia merupakan faktor resikoutama untuk gejala dan penyakit serebrovaskular. Resiko pendarahan otak pada pasien hipertensi 3,9 kali lebih tinggi dari pada pasien non hipertensi. Pada aneurisma subarachnoid hemorrhage (SAH) resiko relatif 2.8 lebih tinggi. Diagnosis dan kontrol hipertensi merupakan salah satu strategi utama untuk pencegahan primer dan sekunder dari stroke. Pengaruh hipertensi



kronis



pada



pembuluh



darah



otak



dan



jaringan



(microhemorhages, silent infarctions, lesi materi putih dan atrofi) juga mendukung



mekanisme



fisiopatologis



untuk



hubungan



antara



hipertensi dan gangguan kognitif (Arboix A., 2015). 2) Diabetes Melitus Diabetes melitus memiliki efek memperburuk keadaan pembuluh darah arteri dan merupakan faktor resiko untuk stroke iskemik. Diabetes juga meningkatkan resiko kekambuhan stroke. Infark lakunar 8



mungkin lebih umum terjadi pada pasien diabetes meskipun hal ini tidak selalu dilaporkan. Pengaruh dari diabetes sebagian dimediasi oleh faktor resiko lain seperti hipertensi dan perubahan lipid (lipid alteration) dan merokok baik pada laki-laki maupun wanita. 3) Merokok Merokok



merupakan



faktor



resiko



stroke



yang



independen,



meningkatkan resiko stroke hingga 50%. Resiko meningkat secara proporsional dengan jumlah rokok yang dihisap per hari dan perokok pasif juga beresiko terkena stroke iskemik.Berhenti merokok merupakan langkah yang efektif untuk mengurangi resiko stroke. Beberapa pilihan tersedia untuk berhenti merokok, yaitu pengobatan dengan konseling, dan intervensi farmakologis seperti pengganti nikotin, agen antidepresan nortriptyline atau bupropion, dan yang terbaru saat ini adalah varenicicline (Romero et al., 2009). 4) Dislipidemia Plasma lipid dan lipoprotein (kolesterol total, trigliserida, low-density lipoprotein (LDL), high-density lipoprotein (HDL) dan lipoprotein) memiliki pengaruh terhadap resiko infark serebral, tetapi hubungan antara dislipidemia dan stroke belum konsisten dijelaskan.Data dari studi prospektif pada pasien laki-laki telah menunjukkan bahwa dengan adanya nilai total kolesterol serum > 240-270 mg / dL, ada peningkatan dalam resiko stroke iskemik. Pada pria, kadar HDL yang rendah merupakan faktor resiko untuk iskemia serebral namun data pada wanita tidak dapat disimpulkan (Jahirul et al., 2015). 6.



Tanda dan Gejala Gejala yang paling umum dari stroke adalah kelemahan secara tiba-tiba atau mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi tubuh. Efek dari stroke tergantung pada bagian mana dari otak terluka dan seberapa parah itu dipengaruhi. Stroke yang sangat parah dapat menyebabkan kematian mendadak (WHO, 2016).



9



Gejala lain termasuk kelemahan unilateral, ketidakmampuan untuk berbicara, penurunan penglihatan, vertigo, atau jatuh. Stroke iskemik biasanya tidak mendapatkan sakit kepala, tapi mungkin terjadi pada stroke hemoragik. Defisit neurologis pada pemeriksaan fisik tergantung pada daerah otak yang terlibat. Umumnya adalah hemi- atau monoparesis dan defisit hemisensori. Pasien dengan keterlibatan sirkulasi posterior mungkin memiliki vertigo dan diplopia. Stroke sirkulasi anterior umumnya mengakibatkan aphasia. Pasien mungkin mengalami disartria, gangguan kemampuan melihat, dan tingkat kesadaran yang berubah (Fagan and Hess, 2008). 7.



Diagnosis Diagnosis perdarahan intraserebral antara lain berdasarkan gejala klinis kemudian didukung dengan pemeriksaan darah dan imaging (CT dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) ). Bila terjadi pada fase akut sulit untuk menemukan penyebab yang mendasari malformasi vaskular, angiografi biasanya dibutuhkan untuk diagnostik selanjutnya. Penentuan faktor koagulasi diperlukan pada beberapa penderita (Carhuapoma,2010). Hasil pemeriksaan CT Scanmembuktikan reliable dalam mendeteksi perdarahan dengan diameter 1 cm atau lebih. Pada saat bersamaan juga ditemukan hidrosefalus, tumor, pembengkakan otak.Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat bermanfaat dalam memperlihatkan perdarahan brainstem dan sisa perdarahan Hemosiderin dan pigmen besi. Pada gambar 1 dan gambar 2 dapat dilihat gambaran CT Scan perdarahan intraserebral (Ropper,2005).



10



Gambar 1.Perdarahan Intraserebral pada Ganglia Basalis. Dikutip dari : Ropper, A.H. and Brown, R.H. 2005. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th ed. McGrawHill.New York



Gambar 2.Perdarahan Intraserebral pada Thalamus. Dikutip dari : Ropper, A.H. and Brown, R.H. 2005. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th ed. McGraw-Hill.New York



8.



Penatalaksanaan Medis Umumnya pemberian terapi pada stroke bertujuan untuk stabilisasi pernapasan dan stabilisasi hemodinamik. Hal pertama yang dilakukan untuk 11



stabilisasi pernapasan yaitu dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata. Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95% dan pasien hipoksia. Untuk pasien yang tidak sadar, dilakukan perbaikan jalan napas dengan pemasangan pipa orofaring. Bantuan ventilasi diberikan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas. Untuk stabilisasi hemodinamik diberikan cairan kristaloid atau koloid intravena tetapi hindari pemberian pemberian cairan hipotonik seperti glukosa. Pemasangan CVC (Central Venous Catheter) dianjurkan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk memasukkan cairan dan nutrisi. Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan pemberian larutan salin normal dan aritmia yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi (PERDOSSI, 2011). Manajemen pasien dengan intracerebral hemorrhage (ICH) akut tergantung pada penyebab dan tingkat keparahan perdarahan. Bantuan hidup dasar, seperti kontrol: perdarahan, kejang, tekanan darah (BP), dan tekanan intrakranial adalah hal-hal yang bersifat krusial. Saat ini masih belum ada terapi yang efektif untuk stroke hemoragik. Evakuasi hematoma, baik melalui kraniotomi atau endoskopi terbuka, dapat menjadi pengobatan awal yang menjanjikan untuk intracerebral hemorrhage (ICH) yang dapat meningkatkan prognosis jangka panjang (Liebeskind, 2016). Pada stroke hemoragik, pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intrakranial. Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat dipertimbangkan untuk membantu mengidentifikasi pasien dengan resiko perluasan hematoma. Bila secara klinis atau radiologis terdapat kecurigaan yang mengarah ke lesi struktural termasuk malformasi vaskuler dan tumor, sebaiknya dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT dengan kontras, MRI dengan kontras, MRA, dan venografi MR (PERDOSSI, 2011). 12



B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi: a. Identitas pasien 13



Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. b. Keluhan utama Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran. c. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. e. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus. f. Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga g. Pemeriksaan fisik 1) Kesadaran Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal 14



terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15 2) Tanda-tanda Vital a) Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80 b) Nadi Biasanya nadi normal c) Pernafasan Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas d) Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik 3) Rambut Biasanya tidak ditemukan masalah 4) Wajah Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan



hidung,



menggembungkan



pipi,



saat



pasien



menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah. 5) Mata Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat 15



mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan 6) Hidung Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung 7) Mulut dan gigi Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara 8) Telinga Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas 9) Leher Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+) 10) Thorak 16



a) Paru-paru Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan. Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor) Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler) b) Jantung Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat Palpasi : biasanya ictus cordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi: biasanya suara vesikuler c) Abdomen Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar Perkusi : biasanya terdapat suara tympani Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa. 11) Ekstremitas a) Atas Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)). b) Bawah Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki 17



digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)). Tabel. Nilai Kekuatan Otot Respon Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut Didapatkan gerakan , tapi gerakan tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi) Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan Tidak ada kelumpuhan (normal) Sumber: Debora, 2013



Nilai 0 1



2 3 4 5



h. Test Diagnostik 1) Radiologi a) Angiografi serebri Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma b) Lumbal pungsi Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah. 18



Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau pada intrakranial c) CT-Scan Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak d) Macnetic Resonance Imaging (MRI) Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik e) USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis) f) EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. 2) Laboratorium a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien. b) Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek 19



apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau tidak. c) Test kimia darah Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson, 2014) i. Pola kebiasaan sehari-hari 1) Pola kebiasaan Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan minumana beralkhohol 2) Pola makan Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan. 3) Pola tidur dan istirahat Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang otot/ nyeri otot 4) Pola aktivitas dan latihan Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan 5) Pola eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus 6) Pola hubungan dan peran Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara 7) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008) 2.



Diagnosis Keperawatan



20



Diagnosis keperawatan yang muncul menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) 2017 yaitu: a.



Risiko perfusi serebal tidak efektif (D0017) berhubungan dengan aneurisma serebri



b.



Gangguan menelan (D0063) berhubungan dengan gangguan saraf cranial



c.



Gangguan mobilitas fisik (D0054) berhubungan dengan gangguan neuromuskuler



d.



Gangguan komunikasi verbal (D0119) berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral,



e.



Defisit



perawatan



diri



(D0109)



berhubungan



dengan



gangguan



neuromuskuler dan kelemahan f.



Nyeri akut (D0077) berhubungan dengan agen pencedera fisik (ICH)



3. Rencana Keperawatan Tabel. Rencana Keperawatan N O 1



SDKI



SLKI



SIKI



Risiko perfusi serebal tidak efektif (D0017) berhubungan dengan aneurisma serebri



Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam di dapatkan keadekuatan aliran darah serebral. Kriteria hasil : -tingkat kesadaran meningkat. -gelisah menurun. -tekanan darah membaik



O: - identifikasi peningkatan tekanan intracranial. - monitor peningkatan TD. - monitor penurunan frekuensi jantung - monitor ireguleritas irama nafas - monitor penurunan tingkat kesadaran. - monitor perlambatan atau ketidak simetrisan respon pupil. - monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang diindikasikan - monitor tekanan perfusi serebral -monitor efek stimulus T: - ambil sampel drainase cairan serebrospinal. - kalibrasi transduser. - pertahankan sterilitas system pemantauan . - pertahankan posisi kepala 21



2



Gangguan menelan (D0063) berhubungan dengan gangguan saraf cranial



Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam di dapatkan hasil: -reflek menelan meningkat -kemampuan mengunyah meningkat -batuk menurun -gelisah menurun -muntah menurun -penerimaan makanan membaik



dan leher netral. - dokumentasikan hasil pemantauan,jika perlu. - atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien. - doumentasi hasil pemantauan. E: -jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan. O: - Periksa posisi NGT dengan memeriksa residu lambung atau mengakultasi hembusan udara - Monitor tetesan makanan pada pompa setiap jam - Monitor rasa penuh,mual,dan muntah. - Monitor residu lambung tiap 4-6 jam selama 24 jam pertama, kemudian tiap 8 jam selama pemberian makan via enteral,jika perlu - Monitor pola buang air besar setiap 4-8 jam,jia perlu T: - Gunakan teknik bersih dalam pemberian makanan via selang - Berikan tanda pada selang untuk mempertahankan lokasi yang tepat - Tinggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat selama pemberian makan - Irigasi selang dengan 30 ml air setiap 4-6 jam selama pemberian makan dan setelah pemberian makan intermitan - Hindari pemberian makan lewat selang 1 jam sebelum prosedur atau pemindahan pasien - Hindari pemberian makan jika residu lebih dari 150 cc atau lebih dari 100-200 persen dari jumlah makanan taip jam 22



3



Gangguan mobilitas fisik (D0054) berhubungan dengan gangguan neuromuskule



Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam didapatkan hasil: -pergerakan esktremitas meningkat -kekuatan otot meningkat -nyeri menurun -kecemasan menurun



4



Gangguan komunikasi verbal (D0119) berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral,



Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam di dapatkan hasil sebagai berikut: -kemampuan berbicara meningkat -kemampuan mendengar meningkat -kesesuaian



E: - Jelaskan tujuan dan langkahlangkah prosedur K: - Kolaborasi pemberian sinar X untuk konfirmasi posisi selang,jika perlu O: - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi T: - Fasilitasi aktivitas mobilitas dengan alat bantu - Fasilitasi melakukan pergerakan - Libatkan kelurga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan E: - Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi - Anjurkan melakukan mobilisasi dini - Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk ditempat tidur). K : Konsultasi kesehatan O: - monitor kecepatan,tekanan, kuantitasvolume,dan diksi bicara - monitor proses koknitif,anatomis dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara(mis,memori,penden garan dan bahasa) - monitor frustasi,marah depresi atau hal lain yang mengganggu bicara 23



ekspresi wajah/tubuh meningkat -kontak mata meningkat -pemahaman komunikasi membaik



5



Defisit perawatan diri (D0109) berhubungan dengan gangguan neuromuskuler dan kelemahan



Setelah dilakukan pengkajian selama 1x24 jam di dapatkan hasil : -kemampuan makan meningkat -mempertahankan kebersihan mulut -minat melakukan perawatan diri meningkat



- identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi T: - gunakan metode komunikasi alternative - sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan(mis,berdiri di depan pasien,dengarkan secara seksama ) - modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan - ulangi apa yang di sampaikan pasien - berikan dukungan psikologis - gunakan juru bicara,jika perlu E: - anjurkan berbicara perlahan - ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif,anatomis,dan fisiologisyang berhubungan dengan kemampuan berbicara k: - rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis O: - identifikasi usia dan budaya dalam membantu kebersihan diri - identifikasi jenis bantuan yang di butuhkan - monitor kebersihan tubuh - monitor integritas kulit T: - sediakan peralatan mandi - sediakan lingkungan yang aman dan nyaman - fasilitas menggosok gigi,sesuai kebutuhan - fasilitas mandi,sesuai kebutuhan - pertahankan kebiasaan kebersihan diri - berikan bantuan sesu ai tingkat kemandirian E: - Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap 24



kesehatan - ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien BAB III TINJAUAN KASUS A.



Pengkajian Tanggal/jam masuk RS : 16 Maret 2021/23.30 Ruang



: Saraf



No. Register



: 968536



Diagnosa Medis



: ICH



Tanggal Pengkajian



: 22 Maret 2021



IDENTITAS KLIEN Nama



: Ny. E



Suami



Umur



: 62 tahun



Nama



: Tn. R



Jenis Kelamin



: Perempuan



Pekerjaan



: Buruh



Agama



: Islam



Alamat



: Jl. Gatot Subroto



Suku/bangsa



: Melayu/Indonesia



Bahasa



: Indonesia



Penanggung



Pendidikan



: SD



Jawab



Pekerjaan



: IRT



Nama



: Tn. R



Status



: Kawin



Alamat



: Jl. Gatot Subroto



Alamat



: Jl. Gatot Subroto



Cempaka Putih : Suami



Cempaka Putih



Cempaka Putih KELUHAN UTAMA Keluarga mengatakan klien masuk rumah sakit dengan keluhan kesadaran menurun, kaki dan tangan kanan mengalami kelumpuhan/kelemahan RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG



25



Hari Selasa tanggal 16 Maret, sore sekitar jam 16.00 saat hendak membonceng motor anaknya di depan rumah, tiba-tiba klien merasa pusing, sempoyongan, kesadaran menurun tapi tidak sampai pingsan. Tangan dan kaki kanan lemah dan sulit digerakkan. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 22 Maret 2021 jam 13:30 WIB didapatkan data: keluarga klien menyatakan esktremitas sebelah kanan klien lemah. Klien berbicara lamban dan terkadang kurang jelas. klien tampak lemah, anggota gerak sebelah kanan susah digerakkan. Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran di dapatkan GCS 14 (E4 V5 M5). klien terpasang kateter, klien terpasang oksigen nasal kanul 5 lpm, terpasang NGT, terpasang infuse NaCl 0,9% 20 ttm di tangan sebelah kiri. Upaya yang telah dilakukan : keluarga membawa klien berobat ke RS Bratanata dan mendapatkan penanganan di IGD. Hasil pemeriksaan GCS 12 (E 3, V 5, M 4). Karena ruang ICU RS Bratanata penuh, klien lalu dirujuk ke RSUD Raden Mattaher dan dirawat di ruang perawatan saraf. Terapi yang telah diberikan : -



IVFD NaCl 0,9% 20 ttm



-



Omeprazol 2 x 40 mg



-



Monitol loading 200 cc



-



Parasetamol 1000 mg/NGT



-



Nicardipin drip 0,5 mg 15 ttm



RIWAYAT KESEHATAN TERDAHULU Keluarga mengatakan klien pernah dirawat tahun 2008 dengan kasus hipertensi. Setelah itu klien mengikuti program Prolanis hipertensi di Puskesmas Pakuan Baru secara rutin. Sejak bulan November 2020 klien tidak lagi kontrol dan minum obat hipertensi hingga klien mengalami sakit yang sekarang. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA Keluarga mengatakan orang tua klien tidak ada riwayat hipertensi. Ayah klien meninggal karena sakit liver, sedangkan ibu meninggal karena sakit paru-paru. Dari



26



11 bersaudara, 3 orang saudara klien saat ini memiliki riwayat hipertensi. Sedangkan 3 orang anak klien tidak mempunyai riwayat hipertensi. Genogram :



Keterangan : Laki-laki hidup



Perempuan hidup



Laki-laki mati



Perempuan mati



Klien



Hubungan keluarga Riwayat Hipertensi Tinggal serumah



KEADAAN LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA PENYAKIT Keluarga mengatakan klien tinggal di lingkungan padat penduduk kawasan perkotaan. Lingkungan bersih, tidak pernah banjir, masuk lorong, jauh dari kebisingan jalan raya. POLA FUNGSI KESEHATAN 1.



Pola persepsi dan tata laksana kesehatan



27



Klien menyadari dirinya sakit dan membutuhkan perawatan medis. Klien mengatakan akan mematuhi semua program pengobatan dan berharap bisa kembali sehat seperti semula. 2.



Pola nutrisi dan metabolisme Sebelum sakit klien makan 3 kali sehari, porsi habis, menu lauk dan sayur, sesekali makan buah. Tidak ada pantangan makanan dalam tahun terakhir ini. sebelumnya klien makan rendah garam dan menghindari makanan berlemak. Selama di rumah sakit klien makan 3 kali sehari melalui NGT, diit makanan cair rendah garam, porsi habis.



3.



Pola eliminasi Sebelum sakit klien BAB rutin sekali sehari. Feses berbentuk, tidak mencret. Selama dirawat di RS klien bari 1 kali BAB yaitu pada hari ke 7, feses berbentuk, tidak mencret. Sebelum sakit BAK 5-6 kali sehari, selama dirawat klien BAK melalui kateter. Urine berwarna kuning tua, tidak terdapat darah. Output urine 800 cc/24 jam.



4.



Pola aktifitas Sebelum sakit klien dapat beraktifitas mandiri untuk ADL maupun pekerjaan seharihari. Selama sakit dan dirawat keluarga mengatakan klien lemah pada ekstremitas kanan. Klien tampak sendi kaku, pergerakan terbatas, susah beraktifitas, semua aktifitas dilakukan di tempat tidur. Klien belum mandi, hanya dilap saja oleh anaknya. ADL sepenuhnya dibantu perawat dan keluarga.



5.



Pola istirahat tidur Sebelum sakit klien terbiasa tidur siang 1 jam. Malam hari tidur 6-7 jam, pola tidur teratur. Selama dirawat klien mengatakan bisa tidur nyenyak. Tidur malam sekitar 8 jam.



6.



Pola kognitif dan persepsi sensori Kesadaran klien baik, dapat menjawab pertanyaan walaupun gaya bicaranya lamban, klien tidak merasakan nyeri. Klien tangan dan kaki kiri lemah, tidak bertenaga, bila diraba masih ada sensasi.



7.



Pola konsep diri



28



Klien mengatakan bisa menerima penyakitnya dan tidak merasa malu dengan keadaannya. Klien optimis penyakitnya bisa sembuh. 8.



Pola hubungan peran Sebelum sakit klien mampu menjalankan fungsi sebagai ibu rumah tangga, mengerjakan pekerjaan rumah dan mengasuh 2 orang cucu yang tinggal serumah. Selama dirawat di RS klien ditemani putri bungsunya, kedua cucu diasuh ibunya.



9.



Pola fungsi seksual-seksualitas (tidak dikaji)



10.



Pola mekanisme koping Keluarga mengatakan klien biasa menyelesaikan persoalan sendiri atau berembug dengan suami dan anak-anak. Hubungan dengan keluarga harmonis. Selama ini merasa semua masalah bisa teratasi.



11.



Pola nilai dan kepercayaan Klien percaya kepada Tuhan dan beribadah sesuai ajaran agamanya (Islam). Selama dirawat klien tidak bisa beribadah, hanya banyak berdoa saja.



PEMERIKSAAN FISIK 1.



Status kesehatan umum Keadaan penampilan umum :



2.



Kesadaran



: Kompos mentis



GCS



: E 4, V 5, M 5



BB sebelum sakit



: 66 kg



TB



: 156 cm



BB saat ini



: 66 kg



BB ideal



: 62 kg



Perkembangan BB



: Stabil



Status gizi



: Overweight



Status Hidrasi



: Normal



Tanda-tanda vital



:



TD



: 160/100 mmHg



Suhu : 36,8ºC



N



: 98 x/mnt



RR



: 18x/mnt



Kepala



29



Rambut : Rambut klien sebagian besar beruban, kepala tampak berminyak dan berketombe, tidak ada nyeri tekan pada kulit kepala. Mata : Simetris kiri dan kanan ,pupil klien tampak isokor diameter 2mm, mata klien tampak bersih dan konjungtifa tidak anemis. Telinga : Simetris kiri kanan, telinga klien normal tidak ada pakai alat bantu dengar,dan telinga klien tampak bersih, tidak ada pembengkakan atau nyeri tekan pada telinga klien. Hidung : Hidung klien tampak bersih, tampak terpasang oksigen 5 liter/menit dan terpasang NGT pada hidung sebelah kiri. Mulut dan gigi : Mulut klien tampak kering dan tampak simetris. Gigi klien tampak kotor, gigi tidak lengkap dan terdapat caries gigi 3.



Leher Kelenjar getah bening tidak teraba, tiroid tidak ada pembengkakan, posisi trakea ditengah, tidak ada peningkatan vena jugularis



4.



Thorak Paru: tidak ada keluhan sesak napas, tidak mengalami batuk. Bentuk dada simetris, irama napas teratur, tidak ada pengerahan otot bantu pernapasan, tidak terpasang WSD. Vocal premitus dan ekspansi paru anterior dan posterior dada normal, perkusi paru sonor kanan dan kiri, suara napas vesikuler. Jantung: CRT > 2 detik, tidak ada sianosis, iktus kordis teraba hangat, batas atas ICS V kanan linea parasternal kanan, batas bawah ICS V kiri ke medial linea midklavikula kiri, batas kanan ICS IV kanan linea parasternal dan batas kiri ICS III kiri linea parasternal, bunyi jantung I saat di auskultasi terdengar bunyi jantung normal dan regular, bunyi jantung II terdengar bunyi jantung normal dan regular, tidak ada bunyi jantung tambahan dan tidak ada kelainan.



5.



Abdomen Perut tidak edema, bentuk simetris, tidak asites, tidak ada bayangan vena, tidak ada benjolan/massa, tidak bekas luka operasi, tidak terpasang drain, peristaltic usus 25x/menit, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran hepar, tidak nyeri pada perkusi ginjal.



6.



Tulang belakang 30



Simetris, tidak ada nyeri, tidak ada krepitasi, tidak ada lordosis, tidak ada kiposis. 7.



Ekstremitas Tampak kelemahan pada tangan dan kaki kanan. Tidak ada fraktur. Kulit kering. Turgor baik. Tidak ada luka. Sensasi raba masih terasa. Tangan dan kaki kiri normal. Tangan kiri terpasang infus NaCl 0,9% 20 ttm. Refleks Babinski kanan dan kiri (+). Kekuatan otot 2 2



8.



5



5



Genitalia dan anus Genitalia bersih, tidak ada nyeri, terpasang kateter urine.



9.



Pemeriksaan neurologis a. Olfaktori Pada saat dilakukan pengkajian klien mampu membedakan bau dengan baik b. Optikus Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan pandangan agak kabur dan menggunakan kaca mata di rumah.Post OP katarak mata sebelah kiri satu bulan lalu. c. Okulomotorius, Abdusen dan Trochlearis Pada saat dilakukan pengkajian klien mampu melakukannya dengan baik. d. Trigeminus Pada saat dilakukan pengkajian pasien tidak mampu melakukannya dengan baik e. Fasialis Pada saat dilakukan pengkajian ekspresi wajah pasien tampak terganggu f. Vestibulocochlearis Pada saat dilakukan pengajian klien mampu mendengarnya dengan baik. g. Glosofaringeus Pada saat dilakukan pengkajian klien mampu membedakan rasa dengan baik. h. Vagus Pada saat dilakukan pengkajian klien tampak terpasang NGT. i. Aksesoris. Pada saat dilakukan pengkajian bagian kiri bahu klien tidak mampu melakukan karna lemah tubuh sebelah kiri. 31



j. Hipoglasus Pada saat dilakukan pengkajian klien tidak mampu melakuannya.



PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.



Laboratorium Pemeriksaan tanggal 17 Maret 2021 PEMERIKSAAN Hematologi Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit MPV (mean platelet volume) PDW PCT (Platelecrit) MCV MCH MCHC RDW-CV RDWSD Neutrofil% Limfosit% Monosit% Eosinofil% Basofil%



PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK GLUKOSA DARAH



HASIL



NILAI RUJUKAN



15.5 40.6 8.5 290 4.57 8.5



11 – 16 37 – 43 4 – 10 150 – 450 4.0 – 5.0 6.5 – 12



15.9 0.2 88.7 29.6 33.4 12.5 46.5 53.9 30.6 3.6 11.1H 0.8



9 – 17 0.108 – 0.282 80 – 100 26 – 34



HASIL



UNIT g/dl % rb/ul Ribu/uL Juta/ul fL % Fl Pg % % % % % % % %



11 – 16 35 – 56 50 – 70 20 – 40 2–8 0.5 – 5 0–1



NILAI RUJUKAN



SATUAN



KET



32



2.



GDS Faal ginjal Ureum Creatinin Elektrolit Natrium Kalium Chlorida



134