5 0 285 KB
LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DI BANJAR BATAN POH DESA SANUR KAJA WILAYAH KERJA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN PADA TANGGAL 27 JANUARI S.D 01 FEBRUARI 2020
OLEH : Kelompok VI
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI TAHUN AJARAN 2019/2020
i
NAMA KELOMPOK VIII BRSU TABANAN 1. KOMANG TRISIA RATNA DEWI
(16C11710)
2. I GEDE YOGA VALENTINO
(16C11878)
3. NI KADEK AYU WILIARI
(16C11655)
4. KADEK TIYA SATYAWATI
(16C11867)
5. I GEDE SUARDANA
(16C11705)
6. IDA AYU PUTU AMBARA GIRI
(16C11725)
7. I PUTU ADI
(16C11721)
8. NI MADE AYU ARMIYANTI
(16C11814)
9. NI KADEK DWIJAYANTI
(16C11824)
10. DEWA AYU GEDE DIAH SADNYAWATI
(16C11670)
11. NI LUH HENI NURYANI
(16C11830)
12. SANG AYU MADE DIAH SANDRA
(16C11747)
13. KADEK ANGGI VIRANDINI
(16C11644)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat Nya-lah kami dapat menyelesaikan laporan seminar keperawatan komunitastepat pada waktu yang telah di tentukan. Kami juga berterimakasih kepada pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu kami dalam mengerjakan laporan ini. Penulisan laporan ini merupakan salah satu tugas yang di berikan pada PLKK (Praktik Laboratorium Klinik Keperawatan) IV. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dan menyelesaikan makalah ini: 1. I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D. Selaku rektor ITEKES Bali. 2. Ns. I Gusti Kade Adi Widyas Pranata., S.Kep., M.S . Selaku pembimbing akademik PLKK IV di Puskesmas II Denpasar Selatan. 3. Ns. I Gusti Agung Kumala Dewi, S.Kep. Selaku pembimbing di Puskesmas II Denpasar Selatan. 4. Ns. Ida Ayu Agung Novi Jayanti, S.Kep. Selaku pembimbing di Puskesmas II Denpasar Selatan. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis meminta saran maupun kritik secara terbuka. Semoga laporan ini bisa menjadi pedoman dan bermanfaat bagi para pembaca.
Denpasar, 28 Januari 2020
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER
i
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
3
1.3 Tujuan
3
1.4 Manfaat
4
BAB II TINJAUAN TEORI
5
2.1 Konsep Dasar Keperawatan Komunitas
5
1. Konsep Komunitas dan Kesehatan
6
2. Konsep Keperawatan Kesehatan Komunitas
6
3. Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas
7
4. Model dalam Keperawatan Kesehatan Komunitas
8
5. Sasaran Keperawatan Komunitas
14
6. Pelayanan Keperawatan Komunitas
16
2.1 Asuhan Keperawatan Teoritis
18
1. Pengkajian
18
2. Diagnosa Keperawatan Komunitas
25
3. Intervensi Keperawatan Komunitas
27
4. Implementasi
33
5. Evaluasi
33
iv
BAB III TINJAUAN KASUS
35
3.1 Pengkajian
35
3.2 Diagnosa Keperawatan
42
3.3 Rencana Keperawatan
44
3.4 Implementasi Keperawatan
46
3.5 Evaluasi Keperawatan
49
BAB IV PEMBAHASAN
51
BAB V PENUTUP
56
5.1 Kesimpulan
56
5.2 Saran
56
DAFTAR PUSTAKA
58
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan
pelayanan
promotif
dan
preventif
secara
berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan ( Mubarak,2006). Fokus praktik keperawatan komunitas
adalah memberikan
pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas dalam pencegahan primer, sekunder dan tertier terhadap komunitas dengan masalah kesehatan yang bersifat actual, resiko dan potensial.Penerapan pengetahuan tentang konsep keperawatan komunitas dalam menyelesaikan masalah-masalah keperawatan yang muncul sebagai akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar komunitas yang dapat diatasi dengan intervensi keperawatan komunitas (terapi modalitas keperawatan komunitas). Menetapkan prioritas masalah ini di perlukan keterlibatan masyarakat dalam pertemuan musyawarah masyarakat.Sehingga para perawat kesehatan komunitas dapat membimbing atau mengarahkan masyarakat dalam mengutamakan atau memprioritaskan masalah yang ada. Adapun kriteria yang harus diperhatikan oleh perawat dalam menentukan prioritas masalah yang terdiri dari: mengetahui kesadaran masyarakat akan masalah, motivasi masyarakat untuk menyelesaikan masyarakat, kemampuan perawat dalam mempengaruhi penyelesaian masalah, ketersediaan pihak lain terhadap solusi masalah, mengetahui
1
konsekuensi
jika
masalah
tidak
terselesaikan
dan
mempercepat
penyelesaian masalah dengan kecepatan yang dapat dicapai. Angka kematian balita tahun 2018 juga cenderung menurun dari tahun sebelumnya, hal ini merupakan pengaruh dari menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan capaian nilai AKABA pada tingkat kabupaten/kota, diketahui AKABA terendah ada di Kota Denpasar sebesar 0,77 per 1000 KH dan AKABA tertinggi ada di Kabupaten Klungkung yaitu sebesar 9,8 per 1000 KH. Kelompok balita jumlah kasus gizi buruk yang ada dan ditemukan di Provinsi Bali dari Januari–Desember 2018 sebanyak 111 orang dan seluruh kasus sudah mendapat penanganan, baik rawat jalan maupun rawat inap. Kasus terbanyak terdapat di Kabupaten Buleleng. Dari 111 balita gizi buruk yang ada di Provinsi Bali tahun 2018, terdapat 3 (tiga) anak yang meninggal karena kelainan jantung dan meningitis. Di Kota Denpasar tahun 2018 dari 344 balita yang ditimbang saat pemantauan status gizi 3,49% tergolong gizi kurang, balita yang diukur tinggi badannya sebanyak 9,59% tergolong pendek dan dari 343 balita yang diukur 3,78% termasuk balita kurus (Profil Kesehatan Provinsi Bali, 2018). Pada kelompok ibu hamil didapatkan data bahwa, penyebab kematian ibu di provinsi Bali karena penyebab lain-lain (kasus non obstetri) sebesar 51%, karena perdarahan 26%, hipertensi 14%, infeksi 3 % dan Gangguan darah 6%. Penyebab kematian ibu terbanyak di Bali adalah karena penyebab non obstetri, antara lain pada tahun 2013 adalah sebesar 59,18%, tahun 2014 sebesar 47,92%, tahun 2015 sebesar 50,91%, tahun 2016 sebesar 60% d tahun 2017 sebesar 58% dan tahun 2018 51 %. Pada tahun 2018 di kota Denpasar mengalami penurunan angka kematian ibu martenal dibandingkan tahun 2017. Selama tahun 2018 di Kota Denpasar terjadi 4 kematian ibu dari 16.879 Kelahiran hidup yang terdiri dari 4 kematian ibu hamil dan 4 orang ibu nifas. Kematian ibu di Kota Denpasar disebabkan oleh karena perdarahan 1 orang, 1 orang karena gangguan system peredaran darah dan 2 orang karena sebab lainnya.
2
Kondisi kesehatan lansia di Bali terlihat bahwa kondisi kesehatan lansia laki-laki dan perempuan yang tergolong kurang proporsinya relative sama yaitu hanya sekitar 16%. Kondisi kesehatan lansia yang tergolong baik dan sedang sedikit berbeda.Kondisi kesehatan lansia laki-laki yang tergolong baik proporsinya lebih banyak dibandingkan lansia perempuan, sedangkan untuk kategori kesehatan yang tergolong sedang menunjukan keadaan sebaliknya, hal itu berarti bahwa kondisi kesehatan lansia lakilaki relative lebih baik dibandingkan dengan kesehatan lansia perempuan.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana asuhan keperawatan pada kelompok (lansia,balita, dan ibu hamil) di Banjar Batan Poh? 1.3 Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk
mengetahui
asuhan
keperawatan
pada
kelompok
(lansia,balita dan ibu hamil) di Banjar Batan Poh. 2. Tujuan Khusus a. Mempresentasikan hasil pengkajian masalah yang ada pada masyarakat di Banjar Batan Poh b. Menetapkan masalah kesehatan yang ada di Banjar Batan Poh. c. Menyusun prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di Banjar Batan Poh. d. Menyusun rencana tindakan (action) yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan di Banjar Batan Poh.
3
1.4 Manfaat 1. Manfaat Teoritis Adapun manfaat teoritis dari kegiatan ini, yaitu memberikan pengetahuan mengenai penerapan teori komunitas di lapangan praktik. 2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktisnya, yaitu: a. Bagi instansi keperawatan (institut teknologi dan kesehatan Bali) diharapkan tercapai pengembangan ilmu keperawatan komunitas serta memperkenalkan institusi ITEKES BALI ke masyarakat khususnya warga Banjar Batan Poh. b. Bagi
mahasiswa
keperawatan,
diharapkan
mampu
mengaplikasikan dan meningkatkan pemahaman mengenai penerapan teori praktik komunitas. c. Bagi masyarakat, khususnya di lingkungan Banjar Batan Poh, dapat mengetahui permasalahan kesehatan di wilayahnya dan dilakukan upaya pencegahan serta peningkatan status kesehatan yang nantinya dapat memandirikan masyarakatnya dalam menangani masalah kesehatan yang ada. d. Bagi pemerintah, diharapkan dapat membantu menjalankan program kesehatan sebagai upaya dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya di wilayah Banjar Batan Poh.
4
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Keperawatan Komunitas 1. Konsep Komunitas dan Kesehatan Keperawatan komunitas tidak pernah lepas dari konsep tentang sehat maupun kesehatan dan komunitas itu sendiri. Komunitas adalah sekelompok orang yang berbagi kesamaan dan berinteraksi satu sama lain, dan yang mungkin menunjukkan komitmen satu sama lain, dan mungkin berbagai batas geografis (Swarjana, 2016). Misalnya di dalam kesehatan dikenal kelompok ibu hamil, kelompok ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok masyarakat dalam suatu wilayah desa binaan dan lain sebaginya. Sedangkat dalam kelompok masyarakat ada masyarakat petani, masyarakat pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan sebaginya. Komunitas yang sehat didefinisikan sebagai salah satu yang terusmenerus menciptakan dan meningkatkan lingkungan fisik dan sosial, membantu orang-orang untuk mendukung satu sama lain dalam aspek kehidupan sehari-hari dan untuk mengembangkan potensi mereka sepenuhnya (Swarjana, 2016) Unsur penting dalam kesehatan masyarakat menurut Allender, Rector dan Warner (2014) dalam Astuti (2014) adalah memprioritaskan upaya pencegahan, proteksi, dan promosi kesehatan tanpa mengesampingkan upaya kuratif sebagai bentuk praktik profesional, mengukur dan menganalisis masalah kesehatan komunitas dengan konsep epidemologi dan biostatistik, mempengaruhi faktor dari lingkungan untuk kesehatan agregar atau kelompok. Kesehatan dapat diartikan atau dipresepsikan berbeda oleh setiap orang, tergantung dari bagaimana mereka memandang kesehatan dengan berbagai faktor terkait dan ikut mempengaruhi presepsi mereka. 5
Menurut WHO dalam Swarjana (2016) sehat adalah suatu keadaan yang dinamis dari fisik, mental, kesejahteraan sosial spiritual dan tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Kesehatan adalah kualitas hidup, ini adalah dasar untuk fungsi manusia. Hal ini membutuhkan kemandirian dan saling ketergantungan. Kesehatan yang meningkat lebih penting daripada perawatan terhdap orang yang sakit. Terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan di antaranya faktor lingkungan (envirotment), perilaku (behavior), keturunan (heredity), dan faktor pelayanan kesehatan (health care service). 2. Konsep Keperawatan Kesehatan Komunitas American Public Health Association (2007)
dalam Swarjana
(2016) menyatakan keperawatan kesehatan masyarakat adalah praktik promosi dan proteksi terhadap kesehatan populasi menggunakan pengetahuan
bidang
keperawatan,
sosial,
dan
ilmu
kesehatan
masyarakat.
Menurut WHO, keperawatan komunitas adalah bidang
perawatan khusus yang merupakan gabungan ketrampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guns meningkatkan kesehatan, penyempumaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pence-gahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Permasalahan kesehatan yang dihadapi sampai saat ini cukup kompleks, seperti upaya kesehatan yang belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyaraka, adanya pergeseran pola penyakit berupa semakin meningkatnya penderita penyakit degeneratif di satu sisi namun di sisi lain penyakit infeksi yag berbasis lingkungan masih tinggi. Pada keperawatan komunitas, dalam memberikan asuhan keperawatan yang menjadi fokusnya adalah masyarakat atau komunitas itu sendiri, di samping juga individu, keluarga dan kelompok. Asuhan keperawatan yang diberikan harus secara utuh/holistic (pelayanan yang
6
memperhatikan aspek biologis, psikologis, kondisi sosial dan spiritual) serta komperhensif yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, maupun resosialitatif dalam bentuk kegiatan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga dan mengembangkan pemberdayaan klien
dan keluarga.
Allender (2014) dalam Swarjana (2016)
mengemukkan delapan prinsip keperawatan komunitas yang hendaknya selalu dipegang oleh perawat kesehatan komunitas selama menjalankan tugasnya melayani masyarakat. Prinsip tersebut meliputi: a. Fokus of the community b. Give priority to community needs c. Work in partnership with the people d. Focus on primary prevention e. Promote a healthful envirotment f. Target all who might benefit g. Promote optimum allocation of resources h. Collaborate with others in the community 3. Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas a. Tujuan Keperawatan Komunitas Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat melalui upayaupaya sebagai berikut: 1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu, keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks komunitas. 2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health general community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok. Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat mempunyai kemampuan untuk: 1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami;
7
2) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah tersebut; 3) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan; 4) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi; 5) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka hadapi, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri (self care). b. Fungsi Keperawatan Komunitas 1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan. 2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya dibidang kesehatan. 3) Memberikan
asuhan
keperawatan
melalui
pendekatan
pemecahan masalah komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat. 4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan
permasalahan
atau
kebutuhannya
sehingga
mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan. 4. Model Dalam Keperawatan Kesehatan Komunitas Ada banyak konsep maupun model dalam ilmu keperawatan, termasuk dalam keperawatan komunitas. Mengingat begitu banyak model, maka pada bagian ini hanya disampaikan beberapa model keperawatan yang sangat terkait dengan community health nursing dan telah banyak digunakan dalam keperawatan komunitas medel tersesebut diantaranya ; a. The Neuman Syestem Model Model ini dikembangkan oleh Betty Neuman. Teori ini dikembangkan utamanya untuk community health nursing. Teori ini juga dikenal dan digunakan luas secara internasional. Terkait
8
dengan keperawatan kesehatan komunitas, teori ini menekankan tiga level pencegahan yang mencangkupi primary, seconday, dan tertiary prevention. Model ini memberikan sebuah prespektif sistem untuk memahami person, environment, health, dan nursing. Fokus dari model ini adalah agregat, kemampuan aktual, dan potensial komunitas. Sementara itu peran perawat terkait dengan promosi dan perlindungan kesehatan, serta bertindak sebagai facilitator, catalyst, dan advocate for health. Dengan demikian maka diharapkan komunitas secara keseluruhan dapat melakukan kontrol untuk berespon terhadap stress. Dalam keperwatan komunitas, diperlukan intervensi yang tepat agar tujuan dapat tercapai. Berdasarkan model ini, maka intervensi tersebut mencangkup pencegahan primer, sekunder, dan tersier. b. Pender’s Health Promotion Model Model promosi kesehatan menjadi salah satu model yang paling banyak digunakan dalam promosi kesehatan maupun dalam keperawatan komunitas. Hal tersebut desebabkan karena dalam praktik keperawatan kesehatan komunitas atau kepwarawatan kesehatan masyarakat, promosi kesehatan merupakan sebuah prioritas. Pender mendefinisikan promosi kesehatan sebagai berikut “Health promotion ia actions that are directed toward increasing the level of wellbwing and self-actualixation in induvuduals or groups”. Promosi kesehatan adalah aksi-aksi yang ditunjukkan pada peningkatan level kesejahteraan dan aktualisasi diri di dalam individu maupun kelompok. Dalam model ini jelas disampaikan bahwa presepsi orang-orang dapat secara langsung mempengaruhi motivasi mereka untuk memulai prilaku promosi kesehatan
(health
promotion
behaviors).
Presepsi
tersebut
mencangkup kontrol terhadap kesehatan, manfaat perilaku kesehatan dan hambatan dalam melakukan promosi kesehatan. Ada
9
lima tipe modyfying factor influence people’s perceptions tentang peilaku promosi kesehatan, yang mencangkup: 1) Faktor demografi, misalnya umur, ras, dan lain-lain. 2) Karakteristik biologi, misalnya tinggi badan dan berat badan. 3) Pengaruh interpersonal, misalnya harapan terhadap orang lain. 4) Faktor yang bersifat situasional, misalnya makanan sehat. 5) Faktor perilaku, misalnya pola mengatasi stress. Terkait dengan model ini, perawat kesehatan komunitas dapat menggunakan model tersebut untuk mengkaji presepsi masyarakat yang ada hubungannya dengan perilaku promosi kesehatan. c. Model Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Model kesehatan ini menekankan praktik keperawatan kesehatan masyarakat yang berbasis populasi dan fokus terhadap sistem, fokus terhadap komunitas, serta fokus terhadap individu dan keluarga. Dalam praktiknya, untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang ada dimasyarakat, diperlukan berbagai macam langkah. Langkah tersebut dimulai dari mengkaji, monitor kesehatan, komunitas, kebijakan,
mendiagnosa
dan
mengembangkan dan
rencana,
menginvestigasi, komunitas,
implementasi
memobilisasi
mengembangkan (menginformasikan,
mendidik, memberdayakan, menegakkan hukum, memberikan pelayanan, memastikan kompetensi tenaga kerja), mengevaluasi pelayanan serta melakukan penelitian. Dalam melaksanakan tugasnya, perawat kesehatan komunitas diharapkan dapat bekerja secara tim atau bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya dalam rangka terwujudnya orang-orang yang sehat di komunitas yang sehat (healthy people in healthy community). d. ASTDN Model Keperawatan Kesehatan Masyarakat Terdapat empat organinsasi bekerja secara bersama-sama untuk mengambangkan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan pedoman untuk public health nursing. Ke empat organisasi
10
tersebut meliputi the American nurses Assosiation Council on Community, Primary, and Long-Term Care (ANA), the American Public health Association’s Public Health Nursing Section (APHA, PHN), the Association of State and Teritorial Directors of Nursing (ASTDN,) dan the Association of Community Health Nurse Educators (ACHNE). Keempat organisasi tersebut padatahun 1990-an
mengembangkan
keperawatan
kesehatan
deskripsi
masyarakat.
lingkungan Keperawatan
praktik kesehatan
masyarakat merupakan kombinasi antara dasar pengetahuan bidang nursing dan public health yang terdiri dari tiga fungsi, yang meliputi
assesment,
policy
development,
dan
assurance.
Selanjutnya ketiga fungsi utama tersebut dikembangkan lagi menjadi beberapa intervensi yang dikenalkan dengan essential public health service (esensial pelayanan kesehatan masyarakat) yang juga banyak dikerjakan oleh perawat, khususnya perawat kesehatan masyarakat. e. Model Intervensi Kesehatan Masyarakat Selain model tersebut, dalam kesehatan masyarakat juga terdapat model intervensi kesehatann masyarakat (The Public Health Interventions Model). Dalam model ini disebutkan 17 komponen intervensi yang dikenal dala public health. Model ini dirancang oleh Departemen Kesehatan Minnesota pada divisi pelayanan kesehatan komunitas, terutama pada seksi keperawatan kesehatan komunitas. Intervensi ini diimplementasikan untuk keperawatan kesehatan masyarakat pada tahun 2001 yang dikenal sebagai The Minnesota Wheel. Adapun 17 komponen tersebut sebagai berikut: 1) Pengawasan (surveillance) 2) Investigasi penyakit dan kesehatan lainnya (diseases and other health invetigation) 3) Pencapaian yang melebihi target (outreach)
11
4) Skining (screening) 5) Penemuan kasus (case finding) 6) Rujukan dan tindak lanjut (referral and follow-up) 7) Menejemen kasus (case management) 8) Fungsi delegasi (delegated functions) 9) Pendidikan kesehatan (healtht teaching) 10) Konsultasi (concultation) 11) Konseling (counseling) 12) Kolaborasi (colaboration) 13) Membangun koalisi (coalition buillding) 14) Mengorganisasi komunitas (community organizing) 15) Advokasi (advocacy) 16) Pemasaran sosial (social marketing) 17) Pengembangan dan penguatan kebijakan (policy development and enforcement) Terkait dengan 17 kompenen tersebut di atas, terdapat beberapa asumsi yang terkait dengan praktik keperawatan kesehatan masyarakat, adapun asumsi tersebut mencangkup : 1) Defining public health nursing practice Praktik keperawatan kesehatan masyarakat adalah praktik promosi dan perlindungan kesehatan masyarakat menggunakan ilmupengetahuan di bidang keperawatan, sosial, dan ilmu kesehatan masyarakat. Fokus utama promotion health nursing adalah untuk promosi kesehatan dan mencegah penyakit untuk semua kelompok masyarakat. Hal tersebut dapat terlaksana melalui kerja sama dengan individu, keluarga, komunitas, dan atau sistem. 2) Public health nursing practice focuses on population Praktik
keperawatan
kesehatan
masyarakat
lebih
difokuskan pada masyarakat dibandingkan dengan individu,
12
terutama bagi masyarakat yang memiliki resiko terkena atau terdampak masalah kesehatan. 3) Public health nursing practice considers the determinants of health Dalam praktik keperawatan kesehatan masyarakat selalu mempertimbangkan determinan kesehatan atau faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Determinan tersebut
mencangkup
aspek
pendapatan,
pendidikan,
pekerjaan, dukungan sosial, biologi, genetik, lingkungan fisik, perumahan, transportasi, dan praktik kesehatan perorangan. 4) Public health nursing practice is guided by priorities idetified through an assessment of community health Praktik keperawatan kesehatan masyarakat dipandu oleh prioritas yang diindentifikasi melalui penilaian kesehatan masyarakat. 5) Public health nursing practice emphasizes prevention Pencegahan adalah tindakan antisipatif yang diambil untuk mencegah terjadinya peristiwa atau untuk meminimalisasi efek setelah peristiwa tersebut terjadi. Selanjutnya level pencegahan dapat dibagi menjadi 3, yaotu primary preventif, secondary preventif, dan tertiari preventif. 6) Public health nursing intervence at all levels of practice Perawat kesehatan masyarakat memberi intervensi pada semua level praktik, baik pada level komunitas atau dapat juga dilihan
dari
aspek
pencegahan
di
masyarakat
yang
mencangkup tiga level (primer, sekunder, dan tersier) 7) Public health nursing practice uses the nursing process at all levels of practice Praktik keperawatan kesehatan masyarakat menggunakan proses keperawatan yang mencangkup assessement, nursing, diagnose, planning, implementing, dan evaluating
13
8) Public health nursing practice uses a common set of interventions regardless of practice setting Praktik keperawatan kesehatan masyarakat menggunakan seperangkat intervensi terlepas dari pengaturan praktik. Selanjutnya ANA mendefinisikan bahwa intervensi adalah tindakan yang diambil atas nama masyarakat, sistem, individu, dan keluarga untuk meningkatkan atau melindungi status kesehatan. 9) Public health nursing practice contributes to the achievement of the 10 essential services Praktik keperawtan kesehatan masyarakat berkontribusi dalam pencapaian sepuluh hal esensal dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Kesepuluh hal penting tersebut
menjelaskan bagaimana sistem kesehatan masyarakat dapat memproteksi dan mempromosikan kesehatan masyarakat. 10) Public health nursing practice is grounded in a set of values and beliefs Praktik keperawatan kesehatan masyarakat didasarkan pada seperangkat nilai dan keyakinan. 5. Sasaran keperawatan komunitas Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan komunitas adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan, membimbing dan mendidik individu, keluarga, kelompok, masyarakat untuk menanamkan pengertian, kebiasaan dan perilaku hidup sehat sehingga mampu memelihara dan meningkatkan derajad kesehatannya. Sasaran Keperawatan Kesehatan Komunitas (Depkes, 2006): a. Sasaran individu
Sasaran priotitas individu adalah balita gizi
buruk, ibu hamil risiko tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular (TB Paru, Kusta, Malaria, Demam Berdarah, Diare, ISPA/Pneumonia) dan penderita penyakit degeneratif.
14
b. Sasaran keluarga
Sasaran keluarga adalah keluarga yang
termasuk rentan terhadap masalah kesehatan (vulnerable group) atau risiko tinggi (high risk group), dengan prioritas : 1) Keluarga miskin belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan (Puskesm dan jaringannya) dan belum mempunyai kartu sehat. 2) Keluarga miskin sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan mempunyai masalah kesehatan terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan balita, kesehatan reproduksi, penyakit menular. 3) Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah kesehatan prioritas serta belum memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan c. Sasaran kelompok
Sasaran kelompok adalah kelompok
masyarakat khusus yang rentan terhadap timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam suatu institusi. 1) Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi antara lain Posyandu, Kelompok Balita, Kelompok ibu hamil, Kelompok Usia Lanjut, Kelompok penderita penyakit tertentu, kelompok pekerja informal. 2) Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi, antara lain sekolah, pesantren, panti asuhan, panti usia lanjut, rumah tahanan (rutan), lembaga pemasyarakatan (lapas). d. Sasaran masyarakat. Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan pada: Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan/Desa) yang mempunyai : 1) Jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan daerah lain.
15
2) Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain. 3) Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain. 4) Masyarakat di daerah endemis penyakit menular (malaria, diare, demam berdarah, dll) 5) Masyarakat di lokasi/barak pengungsian, akibat bencana atau akibat lainnya 6. Pelayanan keperawatan komunitas Menurut Depkes (2006) Pelayanan keperawatan kesehatan komunitas dapat diberikan secara langsung pada semua tatanan pelayanan kesehatan , yaitu : a. Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) yang mempunyai pelayanan rawat jalan dan rawat nginap. b. Di rumah, perawat “home care” memberikan pelayanan secara langsung pada keluarga di rumah yang menderita penyakit akut maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan fungsi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mempunyai resiko tinggi masalah kesehatan. c. Di sekolah, perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care) diberbagai institusi pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi, guru dan karyawan). Perawat sekolah melaksanakan program screening kesehatan, mempertahankan kesehatan, dan pendidikan kesehatan. d. Di tempat kerja/industry. Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung dengan kasus kesakitan/kecelakaan minimal di tempat kerja/kantor, home industri/ industri, pabrik dll. Melakukan pendidikan kesehatan untuk keamanan dan keselamatan kerja, nutrisi seimbang, penurunan stress, olah raga dan penanganan perokok serta pengawasan makanan.
16
e. Di barak-barak penampungan. Perawat memberikan tindakan perawatan langsung terhadap kasus akut, penyakit kronis, dan kecacatan fisik ganda, dan mental. f. Dalam kegiatan Puskesmas keliling. Pelayanan keperawatan dalam puskesmas masyarakat
keliling di
diberikan
pedesaan,
kepada
kelompok
individu,
kelompok
terlantar.
Pelayanan
keperawatan yang dilakukan adalah pengobatan sederhana, screening kesehatan, perawatan kasus penyakit akut dan kronis, pengelolaan dan rujukan kasus penyakit. g. Di Panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak, panti wreda, dan panti sosial lainya serta rumah tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan (Lapas). h. Pelayanan pada kelompok kelompok resiko tinggi: 1) Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, lansia mendapat perlakukan kekerasan 2) Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan kesehatan jiwa 3) Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penyalahgunaan obat 4) Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok lansia, gelandangan pemulung/pengemis, kelompok penderita HIV (ODHA/Orang Dengan Hiv-Aids), dan WTS Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan komunitas adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan, membimbing dan mendidik individu, keluarga, kelompok, masyarakat untuk menanamkan pengertian, kebiasaan dan perilaku hidup sehat sehingga mampu memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya.
17
2.2 Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Komunitas Asuhan Keperawatan yang di berikan pada komunitas atau kelompok adalah sebagai berikut : 1. Pengkajian. Pengkajian
merupakan
langkah
pertama
dalam
proses
keperawatan, termasuk keperawatan komunitas. Menurut Anderson dan McFarlance (2010) dalam (Allender et al, 2014) pengkajian berarti mengumpulkan dan mengevaluasi informasi tentang status kesehatan komunitas, untuk menemukan kebutuhan yang telah ada dan kebutuhan potensial, serta sumber-sumber yang dimiliki oleh komunitas sebagai dasar dalam pembuatan rencana tindakan atau intervensi. Pada tahap pengkajian, perawat kesehatan komunitas melakukan pengkajian menyeluruh terhadap komunitas.Pengkajian dilakukan pada kelompok khusus lansia, kelompok khusus balita dan kelompok khusus ibu hamil.Data yang didapatkan dari hasil pengkajian tersebut dapat
digunakan
keperawatan
untuk
menetapkan
komunitas.Melalui
masalah
pengkajian
atau
diagnosa
komunitas
kita
mendapatkan data yang sangat penting terkait dengan kondisi kesehatan dan faktor resiko yang ada di komunitas.Selanjutnya data tersebut
dapat dijadikan
sebagai
pedoman
dalam
menyusun
perencanaan program kesehatan. a. Pengkajian Kelompok Khusus Lansia : 1) Data Inti Komunitas a) Demografi : Data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri dari : jumlah penduduk lansia dalam wilayah, umur, pendidikan, jenis kelamin, vital stastistik, pekerjaan, agama, nilai – nilai, keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok atau komunitas.
18
b) Status perkawinan : Kawin, janda/duda, single c) Nilai – nilai keyakinan dan agama Nilai agama dan keyakinan yang dianut oleh kelompok lansia berkaitan dengan nilai dan norma yang dianut. 2) Data subsistem komunitas a) Lingkungan fisik (1) Kualitas udara Keadaan udara di daerah tempat tinggal lansia beriklim sejuk atau panas, apakah terdapat polusi udara yang dapat mengganggu pernafasan warga atau tidak. (2) Kualitas air Sumber air yang digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keadaan saluran air disekitar rumah. (3) Tingkat kebisingannya Adanya sumber suara/bising yang dapat mengganggu keadaan lansia, contohnya seperti pabrik. (4) Jarak antar rumah/kepadatan Jarak antar rumah satu dengan yang lainnya, apakah saling berdempetan. b) Pendidikan Riwayat pendidikan, pendidikan terakhir dan juga apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan warga. c) Keamanan dan transportasi Keadaan penjagaan lingkungan sekitar seperti adanya siskamling, satpam atau polisi. Apakah dari keamaan tersebut
menimbulkan
19
stress
atau
tidak.
Sarana
transportasi yang digunakan warga untuk mobilisasi sehari menggunakan kendaraan umum atau kendaraan pribadi. d) Politik dan pemerintahan Kebijakan yang ada didaerah tersebut apakah cukup menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan. e) Pelayanan sosial dan kesehatan Tersedianya tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan) untuk melakukan deteksi dini gangguan atau merawat atau memantau apabila gangguan sudahterjadi serta karakteristik pemakaian fasilitas pelayanan kesehatan. f) Komunikasi Sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk saling berkomunikasi antar warga atau untuk mendapatkan informasi dari luar misalnya televisi,radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada komunitas. g) Ekonomi Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan, masih bekerja atau tidak, bagaimana dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. h) Rekreasi Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan apakah biayanya
terjangkau
oleh
komunitas.Rekreasi
ini
hendaknya dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stress.
20
b. Pengkajian Kelompok Khusus Balita : 1) Data Inti Komunitas a) Demografi : dapat dikaji yaitu jumlah balita baik laki-laki maupun perempuan. Data diperoleh melalui. Puskesmas atau kelurahan berupa laporan tahunan atau rekapitulasi jumlah kunjungan pasien yangberobat. b) Statistikvital Datastatistikvitalyangdapatdikajiadalahjumlahangkakesaki tan dan angka kematian balita.Angka kesakitan dan kematiantersebut diperolehdaripenelusurandatasekunderbaikdariPuskesmasa tau Kelurahan. c) Karakteristik penduduk, karakteristik penduduk meliputi: (1) Fisik : jenis keluhan yang dialami oleh warga terkaitanaknya. Perawat mengobservasi ketika ada programposyandu. (2) Psikologis : efek psikologis terhadap anak maupun orang tua yaitu berupa kesedihan karena anaknya berisiko tidak bisa bermain dengan anak-anak sebaya lainnya dan pertumbuhan anak pun akan terhambat atau sulit untukberkembang. (3) Sosial : sikap masyarakat terhadap adanya kasus penyakit masih acuh dan tidak memberikan tanggapan berupa
bantuan
untuk
mendapatkan
pelayanan
kesehatan, namun orang tua membawa anak ke posyandu rutin untukditimbang. (4) Perilaku : pola makan yang kurang baik mungkin mempengaruhi
penyebab
anak
mengalami
gizi
kurang, diare dan penyakit lainnya, terlebih banyak orang tua yang kurang mampu dalam halekonomi. 21
2) Data subsistem komunitas a) Lingkunganfisik Lingkungan fisik yang kurang bersih akan menambah dampak buruk terhadap penurunan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena penyakit, selain faktor untuk menjamin mendapatkanmakanan yang sehat akan sulit didapat, selain itu kerentanan terhadap vektor penyakit menjadi salah satu tingginya risiko peningkatan kejadian sakit diwilayah tersebut. b) Sistemkesehatan Jarak antara desa dengan puskesmas tidak terlalu jauh yaitu hanya 1 km, desa tersebut memiliki 1 posyandu dalam 1 RW
dan
aktif
melaksanakan
program
kerja
yang
dilaksanakan 1 bulan sekali. c) Ekonomi Pekerjaanyangdominandiwilayahtersebutyaituburuh,petani, dan
lainnya
yang
berpenghasilan
bervariasi
untuk
setiapkeluarga. d) Keamanan dantransportasi Wilayah tersebut memiliki mobil yang disediakan oleh pemberi bantuan untuk dimaanfaatkan oleh masyarakat dalam hal memfasilitasi masyarakat untuk mempermudah akses mendapatkan layanan kesehatan.keamanan meliputi jenis
dan
tipe
pelayanankeamananyangada,tingkatkenyamanandankeaman an penduduk serta jenis dan tipe gangguan keamanan yangada. e) Kebijakan danpemerintahan Jenis kebijakan yang sedang diberlakukan, kegiatan promosi kesehatan yang sudah dilakukan, kebijakan
22
terhadap kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, serta adanya partisipasi masyarakat. f) Komunikasi Komunikasi meliputi jenis dan tipe komunikasi yang digunakan penduduk, khususnya komunikasi formal dan informal yang digunakan dalam keluarga.Jenis bahasa yang digunakan
terutama
dalam
penyampaian
informasi
kesehatan gizi, daya dukung keluarga terhadap balita yang sakit. g) Pendidikan Pendidikan
sebagai
sub
sistem
meliputi,
tingkat
pengetahuan penduduk tentang pengertian tentang penyakit balita yang dihadapi, bahaya dan dampaknya, cara mengatasi,
bagaimana
cara
perawatan
,serta
cara
mencegahnya. h) Rekreasi Yang perlu dikaji adalah jenis dan tipe sarana rekreasi yang ada, tingkat partisipasi atau kemanfaatan dari sarana rekreasi serta jaminan keamanan dari sarana rekreasi yang ada. c. Pengkajian Kelompok Khusus Ibu Hamil : 1) Data inti komunitas a) Sejarah Apa yang didapat dari pengamatan sementara di wilayah tersebut? Tanyakan mengenai sejarah wilayah tersebut kepada tetua atau tokoh masyarakat. b) Demografi Tipe orang apa yang dijumpai pada kelompok ibu hamil? termasuk data mengenai usia, jenis kelamin dan piramida penduduk.
23
2) Data subsistem komunitas a) Fisik dan lingkungan Keadaan lingkungan atau geografis, batas wilayah, peta wilayah, iklim dan kondisi perumahan. b) Pendidikan Identifikasi berbagai jenis institusi pendidikan yang ada serta ketersediaan program KB. c) Komunikasi Identifikasi berbagai jenis komunikasi yang digunakan oleh ibu hamil termasuk komunikasi melalui media cetak dan elektronik. d) Kesehatan dan pelayanan social Unit pelayanan kesehatan yang tersedia baik modern maupun tradisional, tenaga kesehatan, home care, tempat pelayanan sosial, serta kesehatan jiwa komunitas. e) Keamanan dan transportasi Bagaimana ibu hamil berpergian?Apa jenis transportasi umum dan pribadi yang digunakan oleh para ibu hamil? Apa jenis pelayanan perlindungan yang tersedia untuk ibu hamil? Apakah kualitas udara termonitor?Apa jenis kejahatan pada umumnya? Apakah ibu hamil merasa aman? f) Ekonomi Status ekonomi ibu hamil, industri yang ada, kegiatan yang menunjang roda perekonomian g) Politik dan Pemerintahan Apakah ada aktivitas dari partai politik? (Poster,pertemuan) Apa partai yang mendominasi? Apa hak komunitas dalam pemerintahan?
Apa
para
ibu
hamil
terlibat
pengambilan keputusan di pemerintahan setempat?
24
dalam
h) Rekreasi Apa bentuk umum dari rekreasi? Siapa yang berperan serta? Apa fasilitas rekreasi yang ditemukan? 2.
Diagnosa Keperawatan Komunitas Langkah kedua dalam proses keperawatan komunitas adalah merumuskan diagnosa keperawatan komunitas (community nursing diagnosis).
Diagnosa
keperawatan
adalah
statement
yang
menjelaskan respon aktual dan potensial masalah kesehatan klien dimana perawat memiliki kompeten untuk mengatasi masalah tersebut.Sementar
itu,
ANA
mengatakan
bahwa
diagnsoa
keperawatan merupakan “a social policy statement, which defined nursing as the diagnosis and treatment of human responses to actual or potential health problems”.Penilaian (skoring) diagnosis keperawatan menurut Bailon dan Maglaya (1978) sebagai berikut : N O 1
2
3
4
Kriteria Sifat Masalah Tidak/kurang sehat Ancaman kesehatan Keadaan sejahtera Kemungkinan masalah dapat diubah Dengan mudah Hanya sebagian Tidak dapat Potensial masalah untuk dicegah Tinggi Cukup Rendah Menonjolkan masalah Masalah berat, harus segera ditangani Ada masalah, tetapi tidak segera ditangani Masalah tidak dirasakan
25
Skor
Bobot 1
3 2 1 2 2 1 0 1 3 2 1 1 2 1 0
Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan : a. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat. b. Skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot. Skor yang diperoleh x Bobot Skor tertinggi c. Jumlahkan skor untuk semua criteria skor tertinggi adalah 5. Adapun diagnosa keperawatan komunitas, yaitu: a. Manajemen kesehatan tidak efektif b. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif c. Resiko jatuh pada lansia d. Koping komunitas tidak efektif e. Resiko
terjadinya
peningkatan
lingkungan yang kurang bersih f. Resiko jatuh pada balita
26
penyakit
(diare)
akibat
3. Intervensi Keperawatan Komunitas
NO
Hari/Tgl /Jam
1.
Diagnosa
Rencana Keperawatan
Keperawatan Manajemen kesehatan efektif
Rencana Tindakan
Rasional
Setelah dilakukan …. x … 1) Edukasi kesehatan
tidak kunjungan
diharapkan 2) Edukasi
manajemen kesehatan tidak efektif
dapat
untuk
resiko
Untuk mencegah terjadinya masalah yang tidak di harapkan
3) Untuk menjaga kesehatan tubuh
4) Edukasi perilaku mencari 4) Agar tindakan
kesehatan
mengurangi 5) Promosi
faktor resiko 2) Menerapkan
pengurangan 2)
teratasi 3) Edukasi latihan fisik
dengan kriteria : 1) Melakukan
1) Meningkatan status kesehatan
kesehatan program
perawatan 3) Aktivitas hidup seharihari efektif memenuhi tujuan kesehatan
27
komunitas
memanfaatkan perilaku
upaya
dapat fasilitas
kesehatan secara efektif 5) Untuk
meningkatkan
pengetahuan tentang kesehatan.
2.
Pemeliharaan Kesehatan Efektif
Setelah dilakukan … x …. 1) Edukasi Tidak kunjungan
diharapkan
perilaku
upaya 1) Untuk
kesehatan.
meningkatkan
pengetahuan dan juga merubah
kelompok lansia mampu
perilaku lansia menjadi lebih
memelihara
baik.
kesehatannya 2) Dukungan
dengan kriteria hasil :
program pengobatan
1) Menunjukan pemahaman
3) Promosi
2) Kemampuan perilaku
sehat 3) Menunjukan
mengurangi
angka
kejadian yang tidak diinginkan.
perolaku
sehat menjalankan
kepatuhan 2) Untuk
perilaku
upaya
kesehatan
3) Untuk
meningkatkan
pengetahuan tentang kesehatan.
4) Edukasi latihan fisik
4) Untuk menjaga kesehatan tubuh.
minat
meningkatkan perilaku sehat. 3.
Resiko Lansia
Jatuh
pada Setelah dilakukan … x …. 1) Identifikasi kunjungan
diharapkan
kelompok lansia mampu menurunkan resiko jatuh
28
lingkungan
faktor 1) Untuk dapat memonitoring lebih yang
dapat
meningkatkan resiko jatuh
khusus
kelompok
yang
mendapatkan skor resiko lebih tinggi.
dengan kriteria hasil :
2) Pemasangan alat pengaman 2) Untuk memudahkan kelompok
1) Terpasangnya
sesuai kebutuhan.
berpindah dengan resiko jatuh
pegangan ramah lansia
yang minimal.
pada balai Banjar. 2) Adanya
pendamping 3) Kolaborasi lintas sektoral 3) Untuk membangun lingkungan
saat lansia melakukan 4.
Koping
modifikasi
lingkungan
aktivias. yang ramah lansia. komunitas Setelah diberikan asuhan 1) Identifikasi faktor
tidak efektif
keperawatan dalam … x kunjungan
kelompok lansai risiko 1) Dengan identifik
kesehatan yang diketahui.
diharapkan
koping
komunitas
efektif
teratasi
yang aman dan nyaman bagi masalah,
perawat
mampu
memprioritaskan masalah serta
tidak
mampu menentukan intervensi
dengan 2) Libatkan
partisipasi
yang tepat.
kriteria hasil:
masyarakat
1) Mengembangkan
memeliharan kesehatan dan
perawata mampu memberikan
keamanan lingkungan.
perawatan yang optimal.
peningkatan komunikasi
diantara
anggotannya
3) Berikan
2) Mengimplementasikan strategi
dalam 2) Dengan pratisipasi masyarakat,
penyelesaian
29
pendidikan
kesehatan untuk kelompok 3) Dengan memberikan pendidikan risiko.
kesehatan pada kelompok risiko
masalah
yang
tidak
diharapkan mampu menambah
efektif
pengetahuan
3) Mengembangkan
sehingga
kekohefisian kelompok 4) Mengekspresikan kekuatan dan
untuk untuk
mengelola
4) Kolaborasi tim multidisplin
perubahan
mengidentifikasi
ancaman
keamanan
di
masyarakat.
Resiko
masyarakat
melakukan
mampu
pencegahan
meningkatkan
dan derajat
kesehatnnya. 4) Agar terciptanya pengelolaan
meningkatkan
kesehatan
fungsi komunitas 5.
masyarakat
yang
baik
di
masyarakat sehingga perawatan
yang diberikan menjadi optimal. terjadinya Setelah dilakukan … x …. 1) Memberikan edukais pada 1) Agar ibu dapat memahami
peningkatan penyakit kunjungan posyandu balita
ibu
(diare)
lingkungan
lingkungan kurang bersih
akibat diharapkan orang tua balita yang mampu mencegah penyakit (diare) akibat lingkungan
tentang
untuk
pentingnya yang
sehat
mencegah
penyebaran penyakit
tentang mencegah penyebaran penyakit akibat lingkungan yang kurang bersih 2) Agar ibu lebih aktif dan
yang kurang bersih dengan 2) Motivasi ibu melalui kader
mau melakukan tindakan
kriteria hasil :
yang dipercaya untuk aktif
menjaga
dalam
lingkungan
1) Ibu
balita
memahami
dapat penyakit
30
penyebaran
mencegah penyakit
kebersihan
3) Agar tidak mengakibatkan
yang bisa terjadi akibat
dengan menjaga kebersihan
lingkungan
lingkungan
yang
kurang bersih 2) Ibu
dapat
mengetahui
cara
Resiko balita
jatuh
membuang
sampah pada tempatnya dan cara
kunjungan posyandu balita
lingkungan
diharapkan orang tua balita
meningkatkan
mampu
untuk
terjadinya
resiko
jatuh
dengan kriteria hasil : 1) Orang menjaga
tua
keselamatan
balita 2) Dapat
memodifikasi
lingkungan yang aman dan nyaman
31
yang
terjadinya
bena
1) Untuk mencegah terjadinya
dapat
resiko jatuh pada balita
potensi
akibat dari lingkungan yang
resiko
tidak aman
jatuh 2) Identifikasi
dapat
cara mencuci tangan yang
mencuci
benar. tangan dengan benar pada Setelah dilakukan … x …. 1) Identifikasi karakteristik
mencegah
Agar ibu dapat mengetahui
cara mengelola sampah
mencuci tangan yang 4) Ajarkan 6.
4)
3) Anjurkan
balita
penularan penyakit lainya
lingkungan
yang dapat mempengaruhi
2) Untuk
meminimalisir
terjadinya resiko terjatuh
resiko terjatuh 3) Sarankan orang tua untuk
3) Agar orang tua dapat lebih
mengawasi anaknya saat
mengawasi anaknya agar
beraktivitas
tidak terjatuh
32
4. Implementasi Setelah
tahap
perencanaan,
langkah
selanjutnya
adalah
melaksanakan rencana yang telah tersusun. Menurut (Allender et al., 2014) dalam Swarjana (2016) implementation is puting the plan into action. Hal tersebut memiliki makna bahwa implementasi merupakan menempatkan
rencana
ke
dalam
diidentikkan dengan action
aksi.
Implementasi
sering
Dalam community health nursing,
implementasi tidak hanya mencakup nursing intervention atau nursing action, tetapi juga mencakup bagaimana perawat kesehatan komunitas berkolaborasi dengan klien atau masyarakat dan profesi kesehatan yang lain. Agar implementasi berjalan baik, maka diperlukan proses implementasi yang memerlukan : a. Perawat mengaplikasikan teori yang tepat, termasuk system theory, change theory terhadap action yang dilakukan. b. Perawat membantu menciptakan limgkungan yang kondusif agar rencana yang telah disusun dapat dilaksanakan. c. Perawat dan tim kesehatan yang lainnya mempersiapkan klien untuk
menerima
pelayanan
keesehatan
dengan
mengkaji
pengetahuan, pemahaman dan sikap serta secara hati-hati menginterpretasikan rencana yang kaan dilakukan untuk klien. d. Rencana yang telah dibuat dilaksanakan dan dimodifikai oleh tenaga profesional dan klien. e. Perawat
dan
tim
memonitor
dan
mendokumentasikan
perkembangan implementasi dengan proses evaluasi yang mengukur pencapaian tindakan yang direncankan. 5. Evaluasi. Evaluasi adalah salah satu tahapan penting untuk mengetahui apkah kegiatan yang dilakukan berhasil atau tidak, serta memahami faktor apa yang menyebabkan atau berkontribusi terhadap keberhasila ataukah kegagalan. Proses evaluasi semestinya juga menyangkut
33
respon verbal maupun non verbal dan analisis secara detail yang dilakuakn oleh perawat kesehatan komunitas. Menurut (Nies dan Mcewen, 2010) dalam Swarjana (2016) evaluasi dapat dibagi menjadi dua yaitu : evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (formative and summative evaluation). Selama dalam proses evaluasi tersebut perawat
perlu
kecukupan
mempertimbangkan
(adequacy),
efiseiensi
beberapa
aspek
(efficiency),
(appropriatenes), dan manfaat pengeluaran (cost benefit).
34
misalnya, ketepatan
BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS KELOMPOK KHUSUS LANSIA DI BANJAR BATAN POH DESA SANUR KAJA WILAYAH KERJA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN PADA TANGGAL 27 JANUARI S.D 01 FEBRUARI 2020
3.1 PENGKAJIAN Pengkajian asuhan keperawatan komunitas bertempat di Banjar Batan Poh,Desa Sanur Kaja. 1. Data Inti Pada Banjar Batan Poh terdapat 117KK sedangkan kurang lebih terdapat 35 lansia aktif. a. Usia 1) Lansia awal (45—55 tahun)
: 8 orang
2) Lansia Akhir (56—60 tahun)
: 18 orang
3) Manula (65—ke atas)
: 9 orang
b. Pekerjaan Sebagian besar lansia pada Banjar Batan Poh memiliki aktivitas rutin seperti mengasuh cucu dan berdagang serta sebagian lansia tidak memiliki kegiatan. c. Agama Lansia di Banjar Batan Poh mayoritas beragama Hindu. d. Data Statistik Berdasarkan informasi dari kader setempat, bahwa sejak tahun 2012 dibentuknya posyandu lansia di Banjar Bartan Poh terdapat 20 lansia mengalami hipertensi, dan 15 orang lansia yang tidak
35
mengalami hipertensi. Dari 35 lansia tersebut terdapat5 orang lansia yang mengalami penurunan berjalan (tertatih) sehingga resiko tinggi jatuh.Disamping penyakit hipertensi terdapat juga lansia yang mengalami diabetes mellitus dan jantung.Lansia yang mengalami penyakit diabetes mellitus sebanyak 6 orang, dan penyakit jantung sebanyak 3 orang. 2. Data Sub Sistem a. Lingkungan Fisik 1) Perumahan dan lingkungan Rumah antar lansia satu dengan yang lainnya berdekatan, tipe rumah permanen. Rata-rata rumah lansia berada dipinggir jalan Batan Poh. Pada area balai banjar masih banyak pijakan tangga kecil tanpa gagang ramah lansia, sehingga dikhawatirkan lansia akan jatuh. 2) Lingkungan Terbuka Mayoritas lansia memiliki kebun kecil pada pekarangan rumahnya. 3) Kebiasaan Rata-rata kebiasaan lansia pada Banjar Batan Poh ini adalah mengkonsumsi makanan yang berminyakdan makanan asin (ikan tongkol), sehingga keluarga sulit mengontrol asupan makanan tinggi kolesterol dan tinggi garam. Kebiasaan aktivitas fisik lansia di Banjar Batan Poh kurang. 4) Transportasi Sebagaian besar lansia yang datang ke posyandu menggunakan sepeda motor dan diantar oleh keluarganya. 5) Pusat Pelayanan Terdapat 1 posyandu pada Banjar Batan Poh, 3 Puskesmas Pembantu yakni Pustu Renon, Pustu Sanur Kaja, Pustu Sanur Kauh
dan 1 Puskesmas induk yaitu pada Puskesmas
36
IIDenpasar Selatan. Beberapa lansia tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk melakukan pemeriksaan. 6) Tempat Belanja Lansia biasa berbelanja pada warungdekat rumah mereka, pasar tradisional dan mini market. 7) Tempat Ibadah Terdapat Pura pada wilayah banjar Batan Poh sebagai tempat beribadah serta setiap rumah masing-masing lansia memiliki temapat ibadah. 8) Pelayanan Kesehatan dan Sosial Pelayanan kesehatan terdapat 1 posyandu pada Banjar Batan Poh, 3 Puskesmas Pembantu yakni Pustu Renon, Pustu Sanur Kauh, Pustu Sanur Kaja dan 1 Puskesmas induk yaitu pada Puskesmas 2 Denpasar Selatan. 9) Ekonomi Berdasarkan hasil wawancara, rata-rata lansia tidak memiliki penghasilan
tetap.
Sebagian
besar
lansia
disediakan
kebutuhannya oleh keluarga termasuk pemberian bekal setiap lansia meminta kepada keluarga mereka (anak). 10) Keamanan Bila terjadi suatu kerusuhan atau kejadian yang tidak diinginkan maka garda terdepan adalah petugas keamanan dari Banjar, para pecalang Banjar. Pos Polisi yang dekat dengan banjar Batan Poh juga memudahkan pengamanan kejadian oleh polisi. 11) Pemerintahan dan Politik Posyandu Banjar Batan Poh merupakan posyandu yang terletak di Banjar Batan Poh, Desa Sanur Kaja serta memiliki kader kurang lebih 10 orang. Pemerintah melalui puskesmas telah memberikan arahan dan edukasi kepada kader, untuk dapat mengajarkan kepada lansia agar memperbaiki pola
37
makan, mengurangi stres dan mengatur aktivitas fisik agar tidak berlebihan.Selain itu lansia bebas memilih pelayanan kesehatan serta suransi kesehatan yang digunakan. 12) Komunikasi Komunikasi yang dilakukan pada lansia dengan komunikasi verbal, maupun informasi melalui kelian banjar yang dilakukan pada saat pengarahan kepada kader. Lansia Banjar Batan Poh menggunakan Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. 13) Pendidikan Tingkat pendidikan lansia rata-rata lulusan SD dan SM, ada beberapa lansia lulusan SMA. 14) Rekreasi Dari hasil wawancara, lansia biasa melakukan kegiatan menghibur seperti adanya tontonan pada balai banjar (acara tari-tarian), menonton tv bersama keluarga, ataupun bertemu dan bercengkrama dengan lansia yang lainnya. 3. Skoring a. Penilaian skoring pada kelompok lansia
No.
Kriteria
Perhitungan
Skor
Pembenaran Lansia di Banjar Batan Poh pada umumnya masih kurang dalam hal pemiliharaan kesehatan seperti jarang melakukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan. Karena lansia berasumsi bahwa penyakit yang
1
Sifat masalah: Ancaman Kesehatan
(2/3) x 1
2/3
2
Kemungkinan masalah dapat diubah: Hanya sebagian
(1/2) x 2
1
38
3
Potensial dicegah: Cukup
masalah
untuk
(2/3) x 1
2/3
4
Menonjolkan masalah: Masalah berat harus segera ditangani.
(2/2) x 1
1
diderita merupakan faktor dari usia. Masih terdapatnya dukungan dari keluarga kepada lansia untuk melakukan pemeriksaan di posyandu ataupun di fasilitas kesehatan. Karena koping lansia terkait dengan pemeliharaan kesehatan mereka masih rendah.
2 4/3
Jumlah
b. Penilaian skoring pada kelompok balita
No.
Kriteria
Perhitungan
Skor
Pembenaran Balita di Banjar Batan Poh tidak memiliki masalah kesehatan seperti gizi kurang, gizi lebih, gangguan tumbuh kembang, stunting dan lainlain Sebagian besar balita di Banjar Batan Poh sudah melakukan imunisasi yang di lihat dari KMS dan rutin mengikuti posyandu balita. Terdapat dukungan
1
Sifat masalah: Keadaan sejahtera
(1/3) x 1
1/3
2
Kemungkinan masalah dapat diubah: Tidak dapat dirubah
(0/2) x 1
0
3
Potensial
(1/3) x 1
1/3
masalah
untuk
39
dicegah: Rendah
4
Menonjolkan masalah: Masalah tidak dirasakan
(0/2) x 1
0
yang baik dari orang tua dalam melakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi maupun kegiatan posyandu balita. Bapak, Ibu, dan keluarga balita memiliki kesadaran mengantar balita ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatan balita, imunisasi dan mengikuti kegiatan posyandu balita.
2/3
Jumlah
c. Penilaian skoring pada kelompok ibu hamil
No.
Kriteria
Perhitungan
Skor
Pembenaran
1
Sifat masalah: Keadaan sejahtera
(1/3) x 1
1/3
Ibu hamil di Banjar Batan Poh pada umumnya sudah melakukan pemeriksaan ANC secara rutin.
2
Kemungkinan masalah dapat diubah: tidak dapat
(0/2) x 2
0
Karena ibu hamil berasumsi bahwa sangat penting untuk melakukan pemeriksaan secara rutin guna untuk menjaga kesehatan ibu dan janinnya.
3
Potensial
(1/3) x 1
1/3
Masih terdapatnya
masalah
untuk 40
dicegah: rendah
4
dukungan baik dari suami maupun keluarga kepada ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan di pelayanan kesehatan.
Menonjolkan masalah: Masalah tidak dirasakan
(0/2) x 1
0
Karena koping individu terkait dengan pemeliharaan kesehatan ibu hamil untuk rutin melakukan ANC dan senam hamil.
2/3
Jumlah
4. Analisa Data
No. 1.
-
Data Rata-rata kebiasaan
Etiologi Masalah lansia Pola pengaturan Manajemen
pada Banjar Batan Poh ini penanganan adalah
mengkonsumsi masalah kesehatan efektif
makanan yang berminyakdan dalam makanan asin (ikan tongkol) -
-
sehari-hari
untuk tidak
memuaskan
mengontrol asupan makanan untuk
mencapai
lansia.
kesehatan
Kebiasaan
sulit
status aktivitas
fisik yang diharapkan
lansia di Banjar Batan Poh kurang. -
kebiasaan
hidup
Keluarga
Beberapa
kesehatan
lansia
memanfaatkan
tidak
pelayanan
41
tidak
kesehatan untuk melakukan 2.
-
pemeriksaan. Data dari kader menunjukkan Adanya penurunan Resiko Jatuh pada terdapat 5 orang lansia yang fungsi eksteremitas Lansia mengalami penurunan fungsi pada usia lanjut. ekstremitas bawah (tertatih) sehingga ada kecenderungan lansia untuk beresiko jatuh.
-
Dari hasil kunjungan dan wawancara
dengan
lansia
masih banyak pijakan tangga kecil tanpa gagang ramah lansia, dikhawatirkan
sehingga lansia
akan
jatuh.
3.2 DIAGNOSA KEPERWATAN 1. Manajemen kesehatan tidak efektif 2. Resiko jatuh pada lansia
MasalahKeperawata
A
B
n
42
C
D
E
F
G
H
Total
Manajemen kesehatan 4
2
3
2
2
5
5
3
26
1
4
2
3
1
4
3
22
tidak efektif Resiko
Jatuh
pada 4
Lansia
Keterangan : Pembobotan : A. Risiko keparahan 1. Sangat rendah B. Minat masyarakat 2. Rendah C. Kemungkinan diatasi 3. Cukup D. Waktu
4. Tinggi
E. Dana
5. Sangat tinggi
F. Fasilitas G. Sumber daya H. Tempat Berdasarkan skor masalah keperawatan menurut Depkes (2003) maka prioritas masalah keperawatan komunitas pada Banjar Batan Poh adalah: 1. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan Pola pengaturan penanganan masalah kesehatan dalam kebiasaan hidup sehari-hari tidak memuaskan untuk mencapai status kesehatan yang diharapkan 2. Resiko Jatuh pada Lansia berhubungan dengan adanya penurunan fungsi eksteremitas pada usia lanjut.
43
3.3 RENCANA KEPERAWATAN
NO
Hari/Tgl
Diagnosa
1.
/Jam Keperawatan Selasa , Manajemen 28
kesehatan
januari
efektif
Rencana Keperawatan Setelah
dilakukan
tidak kunjungan
manajemen kesehatan tidak efektif
dapat
pukul
dengan kriteria :
1) Meningkatan status kesehatan
pengurangan 2)
resiko
Untuk mencegah terjadinya masalah yang tidak di harapkan
teratasi 3) Edukasi latihan fisik
3) Untuk menjaga kesehatan tubuh
4) Edukasi perilaku mencari 4) Agar
1) Melakukan tindakan
Rasional
x 1) Edukasi kesehatan
diharapkan 2) Edukasi
2020 09:00
2
Rencana Tindakan
kesehatan
memanfaatkan
untuk kesehatan
2) Menerapkan 3) Aktivitas sehari-hari
hidup
vital seperti : tekanan
meningkatkan mengetahui
tekanan
darah, nadi, suhu dan respirasi
darah, nadi,suhu, respirasi. 7) Untuk mengetahui gula darah
efektif 7) Pengukuran
44
fasilitas
pengetahuan tentang kesehatan.
6) Pengukuran tanda tanda 6) Untuk
program perawatan
dapat
kesehatan secara efektif
mengurangi faktor 5) Promosi perilaku upaya 5) Untuk resiko
komunitas
gula
darah
sewaktu dan kolestrole
memenuhi
tujuan
sewaktu dan kolestrole
kesehatan 2.
Selasa,
Resiko
28
Lansia
Jatuh
pada Setelah
dilakukan
kunjungan
2
x
1) Identifikasi
diharapkan
lingkungan
januari
kelompok lansia mampu
2020
menurunkan resiko jatuh
pukul
dengan kriteria hasil :
faktor 1) Untuk dapat memonitoring lebih yang
dapat
meningkatkan resiko jatuh
khusus
kelompok
yang
mendapatkan skor resiko lebih tinggi.
2) Pemasangan alat pengaman 2) Untuk memudahkan kelompok
1) Terpasangnya
sesuai kebutuhan.
berpindah dengan resiko jatuh
pegangan ramah lansia
yang minimal.
pada balai Banjar. 2) Adanya
pendamping 3) Kolaborasi
saat lansia melakukan
keluarga
aktivias.
modifikasi
dengan 3) Untuk membangun lingkungan terkait
lingkungan
yang ramah lansia.
45
degan
yang aman dan nyaman bagi kelompok lansai
3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No
1.
Hari/
Diagnosa
Tanggal
keperawa
Rabu, 29
tan Dx 1
Implementasi
1. Memberikan
edukasi
Evaluasi
kesehatan DS :
Januari 2020
mengenai prilaku hidup bersih dan
pukul 09.00
sehat
WITA
2. Memberikan
1.
Sebagian besar lansia mengatakan belum paham mengenai prilaku hidup
edukasi
untuk
menghindari kondisi sakit pada lansia
bersih dan sehat 2.
3. Memberikan edukasi terkait dengan
Sebagian besar lansia mengatakan kurang melakukan aktivitas fisik
pentingnya melakukan aktivitas fisik 4. Mengukur TTVseperti : tekanan darah. Nadi, suhu, respirasi.
DO : 1.
5. Mengukur gula darah sewaktu dan
Hasil pengukuran tanda-tanda vital difokuskan pada hasil tekanan darah : ±
mengukur kadar kolestrole
140 - 160 mmHg 2.
Hasil gula darah sewaktu lansia ratarata 110- 125 mg/dl
3.
46
Hasil kolestrole pada lansia didapatkan
dengan rata-rata ≥ 200 mg/dl 2.
Rabu , 29
Dx 2
Januari 2020
1. Mengidentifikasi faktor lingkungan yang DS : dapat meningkatkan resiko jatuh
pukul 09.00
2. Mengajak keluarga lansia berdiskusi untuk DO :
WITA
memasangkan
alat
pengaman
sesuai 1. Masih banyak tidak terdapat pegangan
kebutuhan.
ramah lansia di masing-masing rumah lanisa
3
Kamis, 30 Januari 2020 pukul 10.00 WITA
DX 1
2. Keluarga dan lansia tampak kooperatife 1. Memberikan edukasi mengenai fasilitas DS : pelayanan kesehatan
1. Sebagaian besar lansia mengerti setelah
2. Memberikan edukasi kesehatan mengenai prilaku hidup bersih dan sehat
diberikan edukasi mengenai fasilitas pelayanan kesehatan
3. Memberikan edukasi untuk menghindari 2. Sebagian besar lansia mengerti mengenai kondisi sakit pada lansia 4. Memberikan
prilaku hidup bersih dan sehat
edukasi
terkait
dengan 3. Sebagian besar lansia mengatakan tidak
pentingnya melakukan aktivitas fisik 5. Melakukan
promosi
kesehatan
prilaku kesehatan
bisa mengurangi konsumsi rendah garam terkait
dan makan- makanan yang berlemak 4. Sebagian besar lansia mengatakan sudah melakukan aktivitasa fisik seperti
47
berjalan-jalan kurang lebih selama 15 menit DO : 1. Lansia tampak Kooperative saat diberikan edukasi dan promosi kesehatan 2. Lansia tampak mengerti dengan 2
Kamis, 30 Januari 2020
DX 2
informasi yang diberikan 1. Mengidentifikasi faktor lingkungan yang DS : dapat meningkatkan resiko jatuh
pukul 10.00
DO :
WITA
1. Masih banyak tidak terdapat pegangan ramah lansia di masing-masing rumah lansia
48
3.5 EVALUASI KEPERAWATAN
No 1.
Hari/Tanggal
Diagnosa
Evaluasi
Kamis, 30Januari
keperawatan Dx 1
S : kelompok lansia mengatakan sudah paham mengenai pentingnya
2020 pukul 13.00
fasilitas pelayanan kesehatan namun mereka mengatakan belum
WITA
bisa memgurangi mengkonsumsi makanan rendah garam dan makanan berlemak. Kelompok lansia juga mengatakan sudah mulai melakukan aktivitas fisik. O :kelompok lansia tampak rutin mengikuti kegiatan posyandu dibanjar dan kooperatife saat diberikan KIE A : Masalah teratasi sebagian. P
2.
kamis, 30 Januari 2020 pukul 13.00 WITA
Dx 2
: lanjutkan intervensi 2, 5
S:O :Masih banyak tidak terdapat pegangan ramah lansia di masingmasing rumah lanisa
49
Paraf
A :masalah belum teratasi P :lanjutkan intervensi 2 dan 3.
50
BAB IV PEMBAHASAN Berdasarkan atas uraian yang telah di paparkan BAB II yang bersikan tinjauan teori yang nyata ditemukan di Br Batan Poh wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan, maka dalam bab berikut ini akan di bahas tentang kesenjangan antara teori dengan kasus yang seseungguhnya dalam “Asuhan Keperawatan Komunitas di Bamjar Batan Poh Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan tanggal 28 januari 2020 s/d 29 januari 2020” untuk mendapatkan gambaran jelas, maka kesenjangan yang terjadi akan diuraikan bertahap
sesuai
dengan
tahapan
proses
keperawatan
meliputi
pengkajian,perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dalam asuhan keperawatan yang berguna untuk mengumpulkan data sebagai dasar untuk mengetahui kebutuhan klien sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan yang akan dilakukan. Dalam pengumpulan data,tim penulis menggunakan metode wawancara atau tanya jawab dengan komunitas (Ibu hamil, balita dan lansia), observasi pada komunitas dan lingkungan tempat tinggal komunitas dan menggunakan studi dokumentasi pada status kesehatan komunitas. Selama melakukan pengkajian tim penulis tidak banyak menemui kesulitan, hal ini berkaitan dengan kerjasama dan partisipasi dari komunitas dalam memberikan informasi yang diperlukan, berkaitan dengan kondisi yang ada di komunitas tersebut. Pada pengkajian di komunitas umumnya akan menemukan masalah kesehatan atau masalah keperawatan yang ditemukan pada saat pengkajian yang dilakukan pada
3 kelompok khusu yaitu kelompok
lansia, kelompok ibu hamil dan kelompok balita. Masalah yang akan ditemukan pada kelompok lansia saat dilakukan pengkajian yaitu: data inti komunitas (demografi, ststus perkawinan dan nilai-nilai keyakinan), data subsistem komunitas (lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan 51
tranportasi, politik dan pemerintah, pelayanan sosial dan kesehatan, ekonomi dan rekreasi). Pada komunitas kelompok balita, data yang akan diperoleh pada saat pengkajian yaitu data inti komunitas (demografi, statistic vital dan karakteristik penduduk), data subsistem komunitras (lingkungan fisik, sistem kesehatan, ekonomi, keamanan transportasi, kebijakan dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan dan rekerasi). Sedangkan pada komunitas kelompok khusus ibu hamil, data pengkajian yang didapatkan yaitu: data inti komunitas (sejarah, demografi), dan data subsitem komunitas (fisik dan lingkungan, pendidikan, komunikasi, kesehatan dan pelayanan sosial, keamanan dan transportasi, ekonomi, politik dan pemerintahan dan rekreasi. Data pengkajian yang dilakukan di Br. Batan Poh pada masingmasing kelompok khusus yang ada pada komunitas tersebut ditemukan masalah keperawatan pada kelompok lansia yaitu: pada perumahan dan lingkungan ditemukan pada area tempat tinggal lansia terdapat pijakan yang tidak tersedia gagang ramah lansia yang akan memudahkan lansia dalam memijaki pijakan yang ada. Pada pola kebiasaan lansia di Br. Batan Poh mengkonsumsi makanan asin seperti ikan tongkol yang susah untuk dikontrol oleh keluarga dan aktivitas fisik pada lansia di banjar ini tergolong kurang. Terkait pusat pelayanan masih banyak lansia yang tidak memanfaatkan tersedianya pusat pelayanan kesehatan dengan baik. B. Diagnosa Pada teori komunitas diagnose keperawatan yang akan ditemukan yaitu Manajemen kesehatan tidak efektif, Pemeliharaan kesehtan tidak efektif, resiko jatuh pada lansia, koping komunitas tidak efektif, resiko terjadinya peningkatan penyakit (diare) akibat lingkungan yang kurang bersih dan resiko jatuh pada lansia. Sedangkan dari hasil pengkajian yang dilakukan pada komunitas di Br. Batan Poh yaitu resiko jatuh pada lansia dan manajemen kesehatan tidak efektif.
52
C. Intervensi Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kriterianya, maka tim penulis membuat rencana berdasarkan acuan pada tinjauan teoritis yang ada pada tinjauan pustaka, rencana tindakan dibuat selama 2x kunjungan. Pada diagnosa manajemen kesehatan tidak efektif kriteria hasil yang ingin dicapai yaitu melakukan tindakan untuk mengurangi faktor resiko, menerapkan program perawatan, aktivitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan kesehatan, untuk memenuhi kriteria tersebut maka intervensi yang dilakukan yaitu dengan edukasi kesehatan, edukasi pengurangan resiko, edukasi latihan fisik dan promosi perilaku upaya kesehatan. Pada diagnosa pemeliharaan kesehatan tidak efektif kriteria hasil yang akan diperoleh yaitu menunjukan pemahamam perilaku sehat, kemampuan
menjalankan
perilaku
sehat
dan
menunjukan
minat
meningkatkan perilaku sehat denngan intervensi yaituedukasi perilaku upaya kesehatan, dukungan kepatuhan program kesehatan, promosi perilaku upaya kesehatan dan edukasi latihan fisik. Pada diagnosa resiko jatuh pada lansia, krtiteria hasil yang akan dicapai yaitu terpasangnya pegangan ramah lansia pada balai banjar dan adamnya pendamping saat lansia melakukan aktivitas fisik. Intervensi yang dilakukan pada diagnose ini yaitu: identifikasi faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko jatuh, pemasangan alat pengaman sesuai kebutuhan dan kolaborasi lintas sektoral untuk modifikasi lingkungan yang ramah lansia. Pada diagnosa koping komunitas tidak efektif, kriteria hasil yang akan dicapai yaitu meningkatkan komunikasi diantara anggotanya, mengimplementasikan penyelesaian masalah yang tidak efektif dan mengekspresikankekuatan untuk mengelola perubahan dan meningkatkan fungsi komunitas dengan intervensi yaitu Identifikasi faktor risiko kesehatan yang diketahui, libatkan partisipasi masyarakat dalam memeliharan kesehatan dan keamanan lingkungan, berikan pendidikan
53
kesehatan untuk kelompok risiko, kolaborasi tim multidisplin untuk mengidentifikasi ancaman keamanan di masyarakat. Diagnosa keperawatan resiko tinggi terjadinya peningkatan penyakit (diare) akibat lingkungan kurang bersih dengan kriteria hasil Ibu balita dapat memahami penyakit yang bisa terjadi akibat lingkungan yang kurang bersih, Ibu balita dapat mengetahui cara mencuci tangan yang benar. Intervensi pada diagnosa ini yaitu Memberikan edukais pada ibu tentang pentingnya lingkungan yang sehat untuk mencegah penyebaran penyakit, Motivasi ibu melalui kader yang dipercaya untuk aktif dalam mencegah penyebaran penyakit dengan menjaga kebersihan lingkungan, Anjurkan membuang sampah pada tempatnya dan cara mengelola sampah, Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar. Pada diagnosa resiko jatuh pada lansia dengan kriteria hasil orang tua dapat menjaga keselamatan balita dan dapat memodifikasi lingkungan yang aman dan nyaman. Intervensi pada diagnose ini yaitu Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi untuk terjadinya resiko jatuh, Identifikasi lingkungan yang dapat mempengaruhi resiko terjatuh, Sarankan orang tua untuk mengawasi anaknya saat beraktivitas. Pada banjar Batan Poh ditemukan 2 diagnosa keperawatan yaitu resiko jatuh pada lansia dan manajemen kesehatan tidak efektif dilakukan 2x kunjungan dengan intervensi yang di susun sesuai dengan yang terdapat pada tinjauan teori bab ii. 4.1 Implementasi Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan dilakukan oleh perawat untuk membantu komunitas kelompok lansia mencapai tujuan yang diharapkan, oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan
untuk
memodifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi masalah kesehatan komunitas.Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada komunitas, semua rencana tindakan dapat dilakukan
54
karena rencana keperawatan yang diambil sudah disesuaikan dengan kondisi yang ada di komunitas. Pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas dan kader tampak kooperatif pada saat pelaksanaan tindakan keperawatan. Selain itu perawat
pada
saat
melaksanakan
tindakan
keperawatan
selalu
menggunakan tehnik komunikasi terapeutik sehingga menimbulkan rasa nyaman dan menimbulkan hubungan saling percaya antara komunitas, kader dan perawat sehingga proses keperawatan dapat berjalan dengan baik. 4.2 Evaluasi Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai,
melalui
evaluasi
memungkinkan
penulis
untuk
memonitor kesalahan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. Dalam paparan kasus ini, dari tiga masalah keperawatan yang ada semuanya memiliki kompleksitas
yang berbeda. Kedua masalah
keperawatan yang muncul dalam kasus pasien setelah diberikan intervensi keperawatan selama 2×kunjungan dan dilakukan evaluasi akhir pada tanggal 30 januari 2020 ternyata masalah telah teratasi dan ada yang tidak teratasi Untuk diagnosa pertama manajemen kesehatan tidak efektif dengan tujuan yang ditetapkan dalam perencanaan, setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2×kunjungan, kriteria hasil yang belum tercapai yaitu melakukan tindakan untuk mengurangi faktor resiko. Sedangkan pada diagnose keperawatan resiko jatuuh pada lansia, setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x kunjungan masih terdapat kriteria hasil yang belum tercapai yaitu terpasangnya pegangan ramah lansia.
55
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari kasus diatas dapat kami simpulkan bahwa pengkajian yang dilakukan saat kunjungan pada tanggal 28 januari 2020 s/d 30 januari 2020 di Linkungan Br. Batan Poh dengan metode observasi, wawancara, melakukan pemeriksaan ttv, gula darah, kolesterol, dan dokumentasi. Didapatkan hasil bahwa sebagaian besar lansia di Linkungan Br. Batan Poh mengalami hipertensi dan kolesterol tinggi, serta sebagian besar lansia di lingkungan Br. Batan Poh tidak rutin melakukan pengobatan karena lansia Br. Batan Poh berasumsi bahwa penyakit yang dialami disebabkan oleh faktor umur kecuali pada banjar tersebut ada kegiatan posyandu, sedangkan setelah melakukan pemeriksaan ke posyandu apabila obat sudah habis, tidak memeriksakan keadaan kembali dan membeli obat untuk di konsumsi di Puskesmas maupun pelayanan kesehatan lainnya karena lansia menganggap sudah tidak ada keluhan lagi sehingga lansia tidak perlu mengkonsumsi obat lagi. Kemudian dari hasil survey yang kami lakukan ke beberapa rumah lansia tersebut didapatkan bahwa rumahrumah disana memiliki tangga yang cukup tinggi dan tidak memiliki pegangan maka dapat membahayakan lansia tersebut, karena menurunnya faktor fisiologis pada lansia sehingga memungkinkan terjadinya resiko jatuh pada lansia. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia mengalami masalah keperawatan manajemen kesehatan tidak efektif dan resiko jatuh pada lansia. Setelah diberikan asuhan keperawatan dua kali kunjungan selama 30 menit 5.2 Saran Dalam upaya meningkatkan pelayanan keperawatan melalui laporan ini penulis menyampaikan beberapa saran diantaranya sebagai berikut :
56
1. Diharapkan kepada pelayanan kesehatan agar mempertahankan kegiatan pencegahan dan promosi kesehatan. 2. Diharapkan kepada komunitas lansia agar lebih menjaga dan memperhatikan kesehatannya sehingga masalah kesehatan dapat dicegah.
57
DAFTAR PUSTAKA
Ahern, N. R, Wilkinson, J. M. 2011. Buku saku diagnosa keperawatan diagnosis nanda, intervensi nic, kriteria hasil noc ed. 9.Jakarta: EGC. Astuti, A.D. 2016. Pengaruh intervensi masa indah dalam pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas terhadap penurunan tingkat depresi pada aggregate lansia di kelurahan curug, kecamatan cimanggis, kota depok. Diakses
tanggal
07
Oktober
2019,
dari
http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/2016-4/20391268-SP-Agnes%20Dewi%20Astuti.pdf Nurarif, AH, Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda nic-noc edisi revisi jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Publishing PPNI.2016. Standar diagnosis keperawatan indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Perasatuan Nasional Indonesia. Pratiwi, W. 2017.Laporan pendahuluan rheumatoid arthrits. Diakses tanggal 07 Oktober 2019, dari https://www.slideshare.net/WidyaPratiwi18/laporan-pendahuluanrheumatoid-arthritis Santosa, E. 2016.Pengaruh terapi kompres hangat dengan jahe terhadap perubahan intensitas nyeri pada lansia yang menderita arthritis reumatoid di panti sosial tresna werdha puspakarma mataram. Diakses tanggal
07
Oktober
2019,
dari
http://id.stikes-mataram.ac.id/e-
journal/index.php/JPRI/article/view/18 Swarjana, K. 2014. Keperawatan kesehatan komunitas. Bali: Stikes Bali Pers Swarjana, K. 2016. Keperawatan kesehatan komunitas.Yogyakarta: Andi
58