23 0 489 KB
ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN SEREBRAL PADA Tn.P DENGAN CVA DI KLINIK DR SAIFUL ANAM KOTA PASURUAN
Di Susun Oleh: Rosyiqil Barida (192303102065)
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS KOTA PASURUAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan serebral padaTn. P dengan Penyakit CVA di Klinik Dr Saiful Anam Kota Pasuruan
Telah disahkan pada : Hari : Tanggal :
Mahasiswa
(Rosyiqil barida)
Pembimbing Institusi
(Ns. Mukhammad Toha, S.Kep.,M.Kep.,)
LAPORAN PENDAHULUAN CVA 1.1
Konsep Dasar CVA
1.1.1 Definisi CVA Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011). Menurut Geyer (2009) stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan berkembangnya tibatiba defisit neurologis persisten fokus sekunder terhadap peristiwa pembuluh darah. Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di negara maju setelah penyakit jantung dan kanker pada kelompok usia lanjut, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat pertama. Stroke juga penyebab utama kecacatan didunia (Sutrisno, 2007). 1.1.2 Anatomi Fisik Otak 1. Otak
Gambar 2.1 Anatomi Tengkorak Otak dibagi mejadi tiga bagian besar, yaitu serebrum, batang, otak, dan serebellum. Batang otak dilindungi oleh tulang tengkorak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak, yaitu tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital (Batticaca, 2011). Dasar tengkorak terdiri atas tiga bagian fosa (fossa), yaitu bagian fosa anterior (berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer), bagian fosa tengah (berisi lobus parietal, temporal dan oksipital), dan bagian posa posterior (berisi batang otak dan medula) (Batticaca, 2011). a. Meningen Bagian bawah tengkorak dan medula spinalis ditutupi oleh tiga membran atau meningen. Komposisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung, dan memelihara otak. Meningen terdiri atas dura mater, arakhnoid dan pia mater (Batticaca, 2011).
Gambar 2.2 Meningen dan bagian-bagian yang berkaitan dilihat melalui potongan frontal bagian atas kepala 1) Dura meter Lapisan paling luar yang menutupi otak dan medula spinalis. Dura meter adalah berwarna abu-abu yang bersifat liat, tebal dan tidak elastis. 2) Araknoid Merupakan membran bagian tengah yang tipis dan lembut yang menyerupai sarang laba-laba. Membran ini berwarna putih karena tidak di aliri darah. Pada dinding araknoid terdapat pleksus khoroid yang memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Pada orang dewasa jumlah CSS normal yang diproduksi adalah 500 ml/hari dan sebanyak 150 ml diabsorbsi oleh villi. Villi juga mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat trauma, pecahnya aneurisma, stroke dan lainnya) dan yang mengakibatkan sumbatan. Bila villi araknoid tersumbat (peningkatan ukuran ventrikel) dapat menyebabkan hidrosefalus.
3) Pia meter Membran yang paling dalam berupa dinding tipis dan transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak. (Batticaca, 2011) b. Serebrum Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri atas dua hemisfer serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut korpus kalosum dan empat lobus, yaitu lobus frontal (terletak di depan sulkus pusat), lobus parietal (terletak dibelakang sulkus pusat dan diatas sulkus lateral), lobus oksipital (terletak dibawah sulkus parietooksipital), dan lobus temporal (terletak dibawah sulkus lateral). Hemisfer dipisahkan oleh suatu celah dalam yaitu fisura longitudinalis serebri, dimana kedalamnya terjulur falx cerebri (Batticaca, 2011).
Gambar 2.3 Anatomi otak dan lobus Lapisan permukaan hemisfes disebut korteks disusun oleh substansia grisea. Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansia grisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus, dan bangsal ganglia. Substansia alba terdiri atas sel-sel saraf yang menguhungkan bagian-bagian otak yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri (telensefaon) berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi yaitu fungsi individu dan intelegensi (Batticaca, 2011). 1) Lobus frontal Lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri. 2) Lobus parietal
Lobus parietal juga disebut lobus sensorik. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom hemineglect. 3) Lobus temporal Lobus temporal berfungsi untuk mengintegrasikan sensasi pengecap, penciuman, dan pendengaran. Memori jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini. 4) Lobus oksipital Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan. 5) Korpus kalosum Kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus kalosum menghubungkan kedua hemisfer otak dan bertanggung jawab dalam transmisi informasi dari salah satu otak ke bagian lain. Basal ganglia terdiri atas sejumlah nuklus dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri bertanggung jawab mengontrol gerakan halus tubuh, kedua tangan, dan ekstremitas bagian bawah. (Batticaca, 2011) c. Diensefalon Diensefalon merupakan bagian tengah otak yang terdiri atas talamus di kiri dan kanan ventrikulus tertius, hipotalamus di ventral, dan kelenjar hipofisis (Batticaca, 2011). Talamus berada pada salah satu sisi segitiga ventrikel dan aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sesuai bau yang diterima. Semua impuls, memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini (Batticaca, 2011).
Gambar 2.1 Anatomi Tengkorak Hipotalamus terletak pada anterior talamus. Hipotalamus berfungsi mengatur sistem saraf otonom. Hipotalmus bekerja sama dengan hipofisis mempertahankan keseimbangan cairan, pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokontiksi atau vasodilatasi, dan mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar hiposfisis. Hipotalamus juga berperan
sebagai pusat lapar, pengatur berat badan, siklus tidur, tekanan darah perilaku agresif dan seksual, serta pusat respon emosional (Batticaca, 2011). Kelenjar hipofisis berperan sebagai master kelenjar karena sekresi sejumlah hormonhormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar hipofisis. Hormon-hormon hipofisis dapat mengontrol fungsi ginjal, pankreas, organ reproduksi, tiroid, korteks adrenal, dan organ lainnya (Batticaca, 2011). Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering terkena tumor pada orang dewasa.
Hipofisis
lobus
anterior
memproduksi
hormon
pertumbuhan,
hormon
adrenokortikoid (ACTH), prolaktin, hormon perangsang tiorid (TSH), hormon folikel (FSH), dan luteinizing hormone (LH). Lobus posterior berisi antidiuretik (ADH) yang mengatur sekresi dan retensi cairan pada ginjal. Dua sindrom yang sering timbul dihubungkan dengan abnormalitas ADH adalah diabetes insipidus (DI) dan sindrom ketidaktepatan ADH (SIADH) (Batticaca, 2011). Serabut-serabut saraf dari semua bagian korteks berkumpul dalam setiap hemisfer dan keluar dalam bentuk bundel padat yang disebut kapsul internal, kemudian masuk pons dan medula, lalu masing-masing bundel secara bersamaan menyilang ke posisi yang bersamaan. Beberapa akson yang berhubungan dengan akson-akson dari serebelum, bangsal ganglia, talamus dan hipotalamus; beberapa akson lain berhubungan dengan selsel saraf otak. Serabut-serabut saraf lain dari korteks dan pusat subkortikel melalui saluran pons dan medula spinalis (Batticaca, 2011). 2. Batang Otak Batang otak terletak pada fosa anterior. Batang otak terdiri atas mesenfalon, pons dan medula oblongata. Otak tengah atau mensefalon adalah bagian sempit otak yang melewati incisura tertori yang menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebellum. Bagian ini terdiri atas jalur sensorik dan motorik serta bagian pusat pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebellum, diantara mensefalon dan medula oblongata dan merupakan jembatan antara dua bagian serebellum, serta antara medula dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik (Batticaca, 2011). Medula oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari medula spinalis ke otak. Medula oblongata berbentuk kerucut yang menghubungkan pons dan medula spinalis. Serabut-serabut motorik menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat penting dalam mengontrol jantung, pernafasan dan tekanan darah serta sebagai inti saraf otak ke-5 sampai ke-8 (Batticaca, 2011). Serebellum terletak pada fosa cranii posterior dan terpisah dari hemisfer serebral , lipatan dura meter, tentorium serebelum. Serebellum terletak di posterior pons dan medula oblongata. Serebellum terdiri atas dua hemisfer yang dihubungkan dengan mesenfalon oleh pedunculus cerebellaris suoerior, dengan pons oleh cerebellaris medius, dan dengan medula oblongata
oleh pedunculus cerebellaris inferior. Serebellum mempunyai beberapa aktivitas yaitu merangsang, menghambat, dan bertanggung jawab terhadap koordinasi dan gerakan halus. Serebellum
juga
berperan
dalam
mengontrol
gerakan,
keseimbangan,
posisi,
dan
mengintregrasikan impuls sensorik (Batticaca, 2011). 3. Sirkulasi Serebral Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750 ml per menit. Sirkulasi ini sanggat dibutuhkan kerena otak tidak menyimpan makanan, sementara kebutuhan metabolismenya tinggi. Aliran darah otak unik karena melawan gravitasi. Darah arteri mengalir dari bawah dan darah vena mengalir dari atas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat menyebabkan jaringan rusak secara permanen, ini berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat menoleransi bila aliran darah menurun karena akiran kolateralnya adekuat (Batticaca, 2011). a. Arteri Otak diperdarahi oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Dengan kata lain, daerah arteri yang disupali ke otak berasal dari dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis secara meluas ke sistem percabangan. Karotis interna dibentuk dari percabanagan dua karotis dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior. Arteriarteri vertebralis adalah cabang dari arteri subkalvia yang mengalir ke belakang bagian ventrikel dan masuk tengkorak melalui foramen magnum, lalu saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang otak. Arteri vertebrobasilaris paling banyak memperdarahi otak bagian posterior. Arteri basilaris terbagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis bagian posterior (Batticaca, 2011). b. Siklus willisi Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis terdapat sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Lingkaran ini disebut siklus Willis yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotis interna, arterior serebral anterior dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung anterior dan posterior . aliran darah dari siklus Willisi secara langsung mempengaruhi siklus anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada siklus Willisi memberi jalur alternatif pada aliran darah jika salah satu peran arteri mayor tersumbat (Batticaca, 2011). Anastomosis anterial sepanjang siklus Willisi merupakan daerah yang sering mengalami aneurisma, yang biasanya bersifat kongenital. Aneurisma terjadi jika tekanan darah meningkat yang dapat menyebabkan dinding arteri menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma yang berdekatan dengan struktur serebral dapat menyebabkan penekanan struktur serebral. Jika arteri tersumbat karena spasme vaskular, emboli atau trombus, maka dapat menyebabkan sumbatan aliran darah ke distal neuron-neuron sehingga menyebabkan sel-sel neuron cepat nekrosis. Keadaan ini menyebabkan stroke atau infark. Pengaruh
sumbatan pembulu darah bergantung pada pembuluh darah dan daerah otak yang terserang (Batticaca, 2011). c. Vena Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagiamana pada struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung menjadi vena-vena besar. Persilangan pada subaraknoid dan pengosongan sinus dural yang luas dapat mempengaruhi vaskuler yang terbentang dalam dura meter yang kuat (Batticaca, 2011). 1.1.3 Etiologi CVA Stroke dibagi menjadi 2 jenis yaitu : stroke iskemik dan stroke hemorragik 1. Stroke iskemik (non hemorragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : a. Stroke trombotik : proses terbentuknya trombus yang membuat penggumpalan b. Stroke embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah c. Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut nadi 2. Stroke hemorragik dalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stoke hemorragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemorragik ada 2 jenis, yaitu : a. Hemorragik intraserebral : pendarahn yang terjadi di dalam otak b. Hemorragik subaraknoid : pendarahn yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). (Nanda jilid 3, 2015). 1.1.4 Klasifikasi CVA Menurut (Muttaqin A, 2008), stroke dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Stroke hemorragik Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area tertentu. Biasanya kejadianya melakukan aktivitas atau saat aktif, naun bisa juga saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun. Perdarhan otak dibagi dua, yaitu : a. Perdarahan intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena
hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. b. Perdarahan subaraknoid Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dan lain-lain). 2. Stroke nonhemorragik Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umunya baik. 1.1.5 Faktor Resiko Terjadinya CVA 1. Faktor yang tidak dapat dirubah (non reversible) a. Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stoke dibanding wanita b. Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke 2. Faktor yang dapat dirubah (reversible) a. Hipertensi atau tekanan darah tinggi b. Obesitas c. Kolesterol tinggi d. Riwayat penyakit jantung e. Riwayat penyakit diabetes mellitus f.
Polisetemia
g. Stress emosional 3. Kebiasaan hidup a. Merokok b. Peminum alkohol c. Obat-obatan terlarang d. Aktivitas yang tidak sehat : kurang olahraga, makanan berkolesterol
1.1.6 Pathway
42
2.3.2
Pathway Penimbunan lemak / kolesterol yang meningkat dalam darah
Faktor pencetus / etiologi
Ateriosklerosis Thrombus / emboli di cerebral Stroke Non Hemoragik
Stroke Hemoragik
Suplai darah dan O2 ke otak
Proses metabolisme dalam otak terganggu Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak
Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi
Menjadi kapur / mengandung kolesterol dengan infiltrasi limfosit (trombus)
Pembuluh darah menjadi kau dan pecah
Penyempitan pembuluh darah (oklusi vaskuler)
Kompres jaringan otak Heriasi
Peningkatan TIK
Arteri Vertebra Basilaris
Arteri Cerebral Media
Disfungsi N.II (optikus)
Kerusakan N.I (Olfaktorius), N.II (Optikus),N.IV (Traklearis), N.XII (Hipoglosus)
Kerusakan neurocerebrospin al N.VII (facialis), N.IX (glossofaringeus)
Perubahan ketajaman sensori, penghidung, pengelihat, dan pengecap
Penurunan kemampuan retina untuk menangkap obyek / bayangan Kebutaan
Resiko Jatuh
Ketidak mampuan bicara
Gangguan perubahan persepsi sensori
Kerusakan artikular, tidak dapat berbicara (disatria)
Proses menelan tidak efektif Gangguan Menelan Ketidak Seimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Kontrol otot facial / oral menjadi lemah
Ketidak mampuan, menghidung, melihat, mengecap.
Funsi N.X (Vagus) N.IX (Glosovaringeus)
Refluks Disfagia
Eritrosit bergumpal, endotel rusak Cairan plasma hilang
Anteri Carotis Interna
Penurunan darah ke retina
Aliran darah terhambat
Edema cerebral Gangguan Rasa Nyaman Atau Nyeri
Disfungsi N.XI (assesoris) Penurunan fungsi motorik dan muskuluskeletal Kelemahan pada satu / keempat anggota gerak Hemiparase / plegi kanan dan kiri
Kerusakan Komunikasi Verbal Kerusakan Mobilitas Fisik
Tirah baring lama
Kerusakan Integritas Kulit
Luka dekubitus
Anoreksia Bagan 2.1 : Pathway Masalah Keperawatan pada Pasien CVA (NANDA, 2015)
1.1.7 Tanda dan Gejala CVA
Gejala klinis yang timbul dari jenis stroke : 1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa : a. Defisit neurulogis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya 2. Gejala klinis pada stroke akut berupa : a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)yang timbul mendadak b. Gangguan sensibilitas pada suatu anggota badan (hemisensorik) c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma) d. Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara) e. Disartria (bicara pelo atau cadel) f.
Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala) (Batticaca, 2011). 1.1.8 Patofisiologi CVA Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemia otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak (Batticaca, 2011). Setiap defisit lokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggabarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit lokal permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi. Jika aliran darah ke tiap bagian otak (Batticaca, 2011). Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark (Batticaca, 2011). Gangguan peredaran otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metebolisme
tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak (Batticaca, 2011). Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak (Batticaca, 2011). Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorsi. Ruptur ulangan merupakan risiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama (Batticaca, 2011). Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak (Batticaca, 2011). Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak terobati mengakibatkan herniasi unkus serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan (Batticaca, 2011). Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi seberal . spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstruksi arteri otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskemik otak dan infark (Batticaca, 2011). 1.1.9 Pemeriksaan Penunjang 1. Angiografi serebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri 2. CT Scan, mengetahui adanya tekanan normal adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukkna adanya perdarahan subaraknoid dan perdarahan intrakanial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses inflamasi. 3. Magnetic Imaging Resnance (MRI), menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV) 4. USG Doppler, untuk mengidentifikasi adanya penyakit arterino (masalah sistem arteri karotis) dan aterosklerosis
5. EEG
(Elektroensefalogram),
mengidentifikasi
masalah
pada
gelombang
otak
dan
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik 6. Sinar tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid. 7. (Batticaca, 2011). 1.1.10Penatalaksanaan Medis CVA 1. Stadium Hiperakut Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi Rawat Daruarat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal betujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini pasien diberi oksigen 2 menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT-Scan otak, elektrokardiografi, foto thoraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protombin time/INR, APTT, gukosa darah, kimia darah; jika hipoksia, lakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Gawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang (Nanda jilid 3, 2015). 2. Stadium Akut Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara, dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak CVA terhadap pasien dan keluarga serta perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga (Nanda jilid 3, 2015). a. CVA Iskemik Terapi umum : letakkan kepala pasien pada posisi 30 derajat, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiuretik, kemudian jika penyebabnya kantong kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid, koloid 1500-2000 ml dan elektrolit sesuai kebutuhan. Pemberian nutrisi per oral jika fungsi menelannya baik.; jika didapatkan gangguan menelan, kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinue selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah 220 mmHg, diastolik >120 mmHg, Mean Arterial Pressure (MAP) >130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongesti, gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang direkomendasikan; natrium nitroprusid, penyekat reseptor, alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume darah hematome bertambah. Bila terdapat gagal jantung, harus diturunkan segera dengan labelato IV 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril IV 0,625-1,25 mg per 6 jam, kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi dinaikkan 30 derajat, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi (Pco, 20-35 mmHg). Pelaksanaan umum sama dengan CVA iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran nafas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas (Nanda jilid 3, 2015). Tujuan khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya semakin memburuk dengan perdarahan serebrum berdiameter >3 cm³, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 ml dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (Nanda jilid 3, 2015).
3. Stadium Subakut Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training. Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca CVA di rumah sakit dengan tujuan kemandirian psien, mengerti, memahami dan melaksnakan program prentif primer dan sekunder. Terapi fase subakut antara lain : a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya b. Penatalaksanaan komplikasi c. Restorasi atau rehabilitasi yaitu fisioterapi, terapi wicara, kognitif dan okupasi d. Prevensi sekunder e. Edukasi keluarga dan discharge planning (Nanda jilid 3, 2015). 1.1.11Komplikasi CVA 1. Dini (0-48 jam pertama) a. Edema serebri. Defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan peningkatan TIK, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian b. Infark miokard. Penyebab kematian mendadak pada CVA stadium awal 2. Jangka pendek a. Pneumonia akibat immobilisasi lama b. Infark miokard c. Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pasca CVA, sering sekali terjadi pada saat penderita mulai mobilisasi d. CVA rekuren, dapat terjadi pada setiap saat 3. Jangka panjang (>14 hari) a. CVA rekuren b. Infark miokard c. Gangguan vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer (Nanda jilid 3, 2015).
1.2
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian Pengakajian adalah langkah awal dan dasar bagi seseorang perawat dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan dalam perumusan diagnosa keperawatan. 1. Anamnesis a. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis (Muttaqin A, 2008). b. Keluhan utama Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin A, 2008). c. Riwayat Kesehatan Sekarang Serangan CVA berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. d. Riwayat Penyakit Dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat CVA sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. e. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat CVA dari generasi terdahulu. f.
Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi(Muttaqin A, 2008). a) B1 Breathing : Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma(Muttaqin A, 2008). Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan
dan
kiri.
Auskultasi
tidak
didapatkan
bunyi
napas
tambahan(Muttaqin A, 2008). b) B2 Blood : Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg)(Muttaqin A, 2008). c) B3 Brain : Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral. Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Peningkatan B3 Brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya(Muttaqin A, 2008). d) B4 Bladder : Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas(Muttaqin A, 2008). e) B5 Bowel : Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia
alvi
yang
berlanjut
menunjukkan
kerusakan
neurologis
luas(Muttaqin A, 2008). f) B6 Bone : Stroke adanlah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik(Muttaqin A, 2008). Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kahilangan sensori atau paralise/hemiplegia, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat(Muttaqin A, 2008). 1.2.2
Diagnosis Keperawatan Masalah yang lazim muncul (Nanda jilid 3, 2015) :
1. Gangguan menelan b.d penurunan fungsi nervus vagus atau hilangnya refluk muntah 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi nerfus hipoglosus 3. Nyeri akut 4. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan koordinasi spastisitas dan cedera otak 5. Defisit perawatan diri b.d gejala sisa stroke 6. Kerusakan integritas kulit b.d hemiparesis/hemiplegia, penurunan mobilitas 7. Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan fungsi otot facial/oral 8. Resiko jatuh b.d perubahan ketajaman penglihatan 9. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan aliran darah ke otak (aterosklerosis, embolisme)
1.2.3
No 1.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Defisit nutrisi
SLKI Luaran utama :
I
-
Status nutrisi
-
memenuhi kebutuhan metabolik
Luaran tambahan :
T
Batasan Karakteristik :
-
Berat badan
O
a. Kram abdomen
-
Eliminasi fekal
-
b. Nyeri abdomen
-
Status menelan
-
c. Menghindari makanan
-
Tingkat nyeri
Definisi: asuhan nutrisi tidak cukup untuk
d. Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
Fungsi gastrointestinal
-
-
e. Diare
-
f. Kehilangan rambut berlebihan
Kriteria Hasil :
g. Bising usus hiperaktif
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai
h. Kurang makanan
dengan tujuan
i. Kurang informasi
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
j. Kurang minat pada makanan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
k. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat l. Kesalahan konsepsi m. Kesalahan informasi n. Membran mukosa pucat
-
tidak ada tanda-tanda malnutrisi
T
-
d. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
-
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
-
o. Ketidakmampuan memakan makanan p. Tonus otot menurun q. Mngeluh gangguan sensasi rasa r. Mengeluh asupan makanan kurang dari
E
RDA (recommended daily allowance)
-
s. Cepat kenyang setelah makan
-
t. Sariawan rongga mulut u. Steatorea
K
v. Kelemahan otot pengunyah
-
w. Kelemahan otot untuk menelan Faktor-faktor yang berhubungan:
-
a. Faktor biologis b. Faktor ekonomi c. Ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutien d. Ketidak mampuan untuk mencerna makanan e. Ketidak mampuan menelan makanan f. Faktor psikologis
2.
Resiko ketidakefektifan perfusi serebral
Luaran utama :
I
Definisi : Beresiko mengalami penurunan sirkulasi
jaringan
otak
yang
Perfusi serebral
-
dapat
mengganggu kesehatan
Luaran tambahan :
Faktor resiko :
-
Status neurologis
T
-
Komunikasi verbal
O
Mobilitas fisik
-
a. Massa tromboplastin parsial abnormal
b. Massa protombin abnormal sekmen ventrikel kiri akinetik
-
memori
c. Aterosklerosis aerotik
-
d. Diseksi arteri
Kriteria hasil :
e. Fibrilasi atrium
Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai -
f. Miksoma atrium
dengan :
g. Tumor otak
a. Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang -
h. Stenosis karotid
-
-
diharapkan
i. Aneurisme serebri
b. Tidak ada ortostatikhipertensi
j. Koagulopati
c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan -
k. Kardiomiopati dilatasi l. Koagulasi intravaskular diseminata m. Embolisme n. Trauma kepala o. Hierkolesterolemia p. Hipertensi q. Endokarditis infeksi
intakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
d. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan :
-
e. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan f. Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi
dan K
orientasi
r. Katup prostetik mekanis
g. Memproses informasi
s. Stenosis mitral
h. Membuat keputusan dengan benar
t. Neoplasma otak
i. Menunjukkan fungsi sensori motori kranial
-
-
u. Baru terjadi infark miokardium
yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak -
v. Sindrom sick sinus
ada gerakan-gerakan involunter
w. Penyalah gunaan zat x. Terapi trombolitik y. Efek samping terkait terapi 1.2.4
T
Implementasi Keperawatan Pelaksaan merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berbagi strategi keperawatan (tindakan keperawatan yang telah direncakan dalam rencana
tindakan keperawatan (Hidayat,2004)). Menurut Gaffar, LOJ, (2002) implementasi merupakan pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat. Keamaan fisik dan psikologi dilindungi dan di dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, yang mencakup penilaian kesehatan, p encegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. 1.2.5
Evaluasi Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2005). Sedangkan menurut (Hidayat, 2004) evaluasi merupakan tahapan akhir dari proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA Batticaca. Fransiska B. 2011.
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol 3 edisi 1. Jakarta : EGC Geyer, James D. 2009. Stroke : A Practical Approach. Philadelphia :Lippincott Williams & Wilkins. Junaidi. Iskandar. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Edisi 1. Yogyakarta. Muttaqin. Arif. 2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika Nanda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogja : Mediaction. Riskesdes. 2018. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Sutrisno. A. 2007. Stroke Sebaiknya Anda Tahu Sebelum Anda Terserang Stroke. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
FORMAT PENGKAJIAN DATA KEPERAWATAN
IDENTITAS KLIEN Nama
: Tn. P
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 65 Tahun
Status perkawinan
: Kawin
Pekerjaan
: Swasta
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir
: SMP
Alamat
: Gondang Wetan
No. Register
: 17098XXX
Tanggal MRS
: 25 Juli 2021 pukul 19:00 WIB
Tanggal pengkajian
: 26 Juli 2021 pukul 20.00 WIB
RIWAYAT KESEHATAN KLIEN 1.
Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit : MRS : Keluarga mengatakan pasien badanya lemas, tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan, tidak bisa bicara dan sulit menelan. Pengkajian : Pada saat pengkajian, keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadar, tidak bisa bicara, nafsu makan dan minum menurun, tangan kaki kanan tidak bisa digerakkan
2.
Riwayat Penyakit Sekarang Keluarga pasien mengatakn pasien dibawa ke IGD RSUD Bangil sekitar pukul 19.00 WIB setelah 5 hari pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan, tidak bisa bicara, tidak mau makan, setelah itu oleh dokter IGD di sarankan untuk rawat inap di Ruang Krisan. Pasien di rawat di ruang intermediet atas indikasi stroke dengan komplikasi jantung. Pasien juga memiliki riwayat penyakit hematomesis melena.
3.
Riwayat Kesehatan Yang Lalu Keluarga pasien mengatakn pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit menular seperti TBC, hepatitis.
4.
Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga pasien mengatakan bahwa dalam keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun yang sama seperti pasien.
PEMERIKSAAN FISIK A. Kesan umum/Keadaan Umum : Lemah, mukosa bibir kering, kesadaran : semi coma GCS : 1,2,2
B. Tanda-tanda vital Suhu tubuh
: 39°C
Nadi
: 105 x/ mnt
Tekanan Darah
: 180/100 mmHg
Respirasi
: 28 x/ mnt
Tinggi badan
: 150 cm
Berat badan
: 60 kg
C. (B1) Breathing Frekuensi Pernafasan
: 28x/menit
Irama Pernafasan
: Reguler
Tanda-tanda kesulitan bernafas : Ada Pergerakan Dada
: Simetris
Pemakaian otot bantu nafas : Tidak ada Auskultasi
: Vesikuler
Suara nafas
: Ngongsrong
Suara ucapan
: Jelas, cepat, bronkoponi
Suara tambahan
: Ronchi dan wheezing
Alat bantu nafas
: Ada, jenis : Oksigen NRBM 10 liter/menit
Lain-lain
: Turgor kulit < 2 detik
D. (B2) Blood Suara jantung
: Tunggal
Irama jantung
: Reguler
CRT
: