LP Diabetes Tina Novela [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA NY.S DENGAN MASALAH DIABETES MELITUS DI UPT PUSKESMAS JEKAN RAYA KOTA PALANGKA RAYA



Oleh : Tina Novela NIM : 2019.C.11a.1030



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN TAHUN AKADEMIK 2022/2023



LEMBAR PERSETUJUAN Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh: Nama



: Tina Novela



NIM



: 2019.C.11a.1030



Program Studi



: S1 Keperawatan



Judul



: “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Masalah Utama Diabetes Melitus Pada Ny. S Di Wilayah Kerja Puskesmas Jekan Raya Kota Palangkaraya”.



Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik Praklinik Keperawatan IV (PPK IV) Pada Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.



Laporan Keperawatan Telah Disetujui Oleh : Pembimbing Akademik



Pembimbing Klinik



Christephanie.,S. Kep., Ners



Munita Widya Satanti, A.Md.Kep.



i



KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat Menyelesaikan Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Masalah Utama Diabetes Melitus Pada Ny. S Di Wilayah Kerja Puskesmas Jekan Raya Kota Palangkaraya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan IV (PPK IV). Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.



Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka Raya.



2.



Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.



3.



Ibu Ika Paskaria, S.Kep, Ners selaku Kordinator Praktik Pra Klinik IV



4.



Ibu Christephanie.,S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.



5.



Munita Widya Satanti, A.Md.Kep selaku Pembimbing Lahan di Puskesmas Jekan Raya Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari



kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Palangka Raya, 26 september 2022



Tina Novela



ii



DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i KATA PENGANTAR ...................................................................................ii DAFTAR ISI ..................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................1 1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................2 1.4 Manfaat...............................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga ..............................................................................4 2.1.1 Definisi.........................................................................................4 2.1.2 Etiologi.........................................................................................4 2.1.3 Anatomi Fisiologi........................................................................5 2.1.4 Patofisiologi.................................................................................7 2.1.5 Gejala dan Tanda Klinis ..............................................................8 2.1.6 Penegakan diagnostik...................................................................11 2.1.7 Penatalaksanaan Medis................................................................12 2.1.8 WOC............................................................................................14 2.2 Konsep Dasar Diabetes Melitus .......................................................15 2.2.1 Pengkajian Keperawatan .............................................................15 2.2.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................18 2.2.3 Intervensi Keperawatan ..............................................................19 2.2.4 Implementasi Keperawatan .........................................................24 2.2.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................24 2.3 Manajemen Askep Keluarga BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian...........................................................................................26 3.2 Analisis Data........................................................................................35 3.3 Prioritas Masalah.................................................................................38 3.4 Intervensi.............................................................................................39 3.5 Implementasi.......................................................................................44 3.6 Evaluasi...............................................................................................44 BAB 4 PENUTUP 4.2 Kesimpulan.........................................................................................56 4.3 Saran...................................................................................................57 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................58



iii



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. WHO pada tahun 2015 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia adalah karena PTM. PTM cenderung akan terus meningkat tiap tahunnya (Kemenkes, 2016). Karakteristik dari sebagian besar PTM bersifat kronis dan jangka panjang. PTM tidak akan sembuh seperti sebelumnya bahkan cenderung memburuk. Di Indonesia, tren kematian akibat PTM meningkat dari 37% di tahun 1990 menjadi 57% di tahun 2014 (WHO, 2014). Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian masyarakat adalah penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) menduduki peringkat ke – 5 sebagai penyebab kematian di dunia. Diabetes Melitus merupakan kondisi kronis yang terjadi saat tubuh tidak dapat menghasilkan atau memanfaatkan insulin yang ditandai dengan meningkatnya jumlah glukosa dalam darah (hiperglikemi) (IDF, 2015). Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang terjadi karena pankreas tidak cukup menghasilkan insulin, atau saat tubuh tidak efektif memanfaatkan insulin yang dihasilkan (WHO, 2017). Diabetes Melitus ini juga dikenal sebagai penyakit silent killer karena saat diketahui sudah terjadi komplikasi (Riskesdas, 2013). Studi global oleh IDF tahun 2015 menunjukkan bahwa angka penderita Diabetes Melitus dari keseluruhan penduduk dunia mencapai 415 juta orang (WHO, 2016). Indonesia berada diperingkat ke – 6 di dunia dengan angka kejadian sebanyak 10,3 juta orang. Jika tidak ditangan dengan baik angka kejadian Diabetes Melitus di Indonesia akan melonjak drastis menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030 (IDF, 2017). Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter mengalami peningkatan yakni 0,7% tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013 dan Diabetes Melitus terdiagnosis dokter atau gejala juga meningkat dari 1,1% tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013. Prevalensi Diabetes Melitus di Provinsi Kalimantan Timur (2,3%). (Balitbangkes, 2013). Prevalensi Penyakit Diabetes Melitus di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2013, tertinggi berada di Kota Samarinda sebanyak 4.1% (Riskesdas, 2013). Data menurut profil kesehatan provinsi Kalimantan Timur tahun 2016, menyatakan bahwa Diabetes Melitus masuk kedalam 10 besar penyakit morbiditas yang ada di Puskesmas. Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insidensi maupun angka prevalensi dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi dan pada kurun waktu tertentu. Morbiditas berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah (Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, 2016). Jumlah pasien Diabetes Melitus yang melakukan kunjungan Puskesmas di wilayah Samarinda pada tahun 2014 tercatat sebanyak 8.997 kunjungan. Kunjungan Puskesmas 1



2 untuk DM Tipe – 1 sebanyak 2.964 kunjungan dan untuk DM Tipe – 2 sebanyak 6033 kunjungan (Dinas Kesehatan Kota Samarinda, 2015). Tahun 2015 terjadi peningkatan jumlah kunjungan pasien Diabetes Melitus yaitu sebanyak 11.587 kunjungan. Untuk DM Tipe – 1 sebanyak 4.204 kunjungan dan untuk kunjungan DM Tipe – 2 sebanyak 7.383 kunjungan (Dinas Kesehatan Kota Samarinda, 2016). Dengan banyaknya kasus yang terjadi di masyarakat dukungan keluarga sangat diperlukan pada penderita Diabetes Melitus. Penelitian tentang dukungan keluarga yang dilakukan oleh Firdaus, Sriyono, dan Asmoro (2014) menunjukkan bahwa 32,8% penyandang Diabetes Melitus mendapat dukungan keluarga yang baik dengan tingkat kepatuhan terapi insulin tinggi, 63.8% mendapat dukungan keluarga sedang dengan tingkat kepatuhan sedang, dan 3,4% mendapat dukungan keluarga kurang dengan tingkat kepatuhan rendah. Oleh karena itu dukungan keluarga sangatlah penting dan berpengaruh besar dalam pengobatan Diabetes Melitus di keluarga. 1.2. Rumusan masalah Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam keluarga adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Keluarga dengan kasus Diabetes Melitus di wilayah kerja Puskesmas Jekan Raya?” 1.3. Tujuan penulisan 1.3.1. Tujuan umum Lapran pendahuluan dan Asuhan keperawatan dibuat ini agar mahasiswa memperoleh pengalaman nyata dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus di Puskesmas Jekan Raya, Palangkaraya 1.3.2. Tujuan khusus Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus di Puskesmas Jekan Raya, Palangkaraya 1.3.2.1. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus di Puskesmas Jekan Raya, Palangkaraya 1.3.2.2. Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan pada klien dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus di Puskesmas Jekan Raya, Palangkaraya 1.3.2.3. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada klien dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus di Puskesmas Jekan Raya, Palangkaraya 1.3.2.4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus di Puskesmas Jekan Raya, Palangkaraya 1.4. Manfaat 1.4.1. Bagi mahasiswa



3 Hasil Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi yang bermakna bagi mahasiswa dan menambah wawasan penulis dalam melakukan studi kasus dan mengaplikasikan ilmu tentang asuhan keperawatan keluarga dengan Diabetes Melitus. 1.4.2. Bagi Klien Dan Keluarga Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada keluarga dengan asuhan keperawatan dengan Diabetes Melitus di dalam keluarga. 1.4.3. Bagi Institusi Dapat memberikan masukan dalam pelayanan kesehatan yaitu dengan memberikan dan mengajarkan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pada keluarga dan terutama untuk pasien sebagai salah satu cara untuk meningkatkan koping keluarga dan pasien serta dapat menjadikan peran keluarga untuk ikut aktif berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi pelaksaan dalam asuhan keperawatan.



BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Definisi Keluarga Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2011). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012). Sedangkan menurut Friedman keluarga adalah unit dari masyarakat dan merupakan lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang erat antara anggotanya dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai lembaga atau unit layanan perlu di perhitungkan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga yaitu sebuah ikatan (perkawinan atau kesepakatan), hubungan (darah ataupun adopsi), tinggal dalam satu atap yang selalu berinteraksi serta saling ketergantungan. 2.1.2



Fungsi Keluarga Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu : a. Fungsi Afektif Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah (Friedman, M.M et al., 2010) : 1) Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota keluarga. 2) Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai. 3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru. b. Fungsi Sosialisasi Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap ayah, ibu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Dalam hal ini keluarga dapat Membina hubungan sosial pada anak, Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan Menaruh nilai-nilai budaya keluarga. c. Fungsi reproduksi



5 Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah meneruskan keturunan. d. Fungsi Ekonomi Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal. e. Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan keperawatan, yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan. 2.1.3



Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga Berdasarkan konsep Duvall dan Miller, tahapan perkembangan keluarga dibagi menjadi 8 : a. Keluarga Baru (Berganning Family) Pasangan baru nikah yang belum mempunyai anak. Tugas perkembangan keluarga dalam tahap ini antara lain yaitu membina hubungan intim yang memuaskan, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan keluarga lain, mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB, persiapan menjadi orangtua dan memahami prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan dan menjadi orangtua). b. Keluarga dengan anak pertama < 30bln (child bearing) Masa ini merupakan transisi menjadi orangtua yang akan menimbulkan krisis keluarga. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain yaitu adaptasi perubahan anggota keluarga, mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan, membagi peran dan tanggung jawab, bimbingan orangtua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, serta konseling KB post partum 6 minggu. c. Keluarga dengan anak pra sekolah Tugas perkembangan dalam tahap ini adalah menyesuaikan kebutuhan pada anak pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kontak sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya d. Keluarga dengan anak sekolah (6-13 tahun) Keluarga dengan anak sekolah mempunyai tugas perkembangan keluarga seperti membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual, dan menyediakan aktifitas anak. e. Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)



6 Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah pengembangan terhadap remaja, memelihara komunikasi terbuka, mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga. f. Keluarga dengan anak dewasa Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang ada dalam keluarganya. g. Keluarga usia pertengahan (middle age family) Tugas perkembangan keluarga pada saat ini yaitu mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah minat sosial, dan waktu santai, memulihkan hubungan antara generasi muda-tua, serta persiapan masa tua. h. Keluarga lanjut usia Dalam perkembangan ini keluarga memiliki tugas seperti penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup, menerima kematian pasangan, dan mempersiapkan kematian, serta melakukan life review masa lalu. 2.1.4



Tugas keluarga dalam bidang kesehatan adalah sebagai berikut : a. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan. b. Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan. c. Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit. d. Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan. e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat.



7 2.1.5



WOC



8 2.2 Konsep Dasar 2.2.1



Definisi Diabetes berasal dari kata Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Melitus berasal dari kata latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit Diabetes Melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa yang tinggi. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan intensitivitas relatif sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Diabetes Melitus adalah kelainan metabolisme, dimana kemampuan tubuh untuk memanfaatkan glukosa, lemak dan protein terganggu karena defisiensi insulin atau resistensi insulin (Dunning, 2014). Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi karena pankreas tidak cukup menghasilkan insulin, atau saat tubuh tidak efektif memanfaatkan insulin yang dihasilkan (WHO, 2017).



2.2.2



Etiologi Umumnya Diabetes Melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel β dari pulau-pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin. Disamping itu Diabetes Melitus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui (Smeltzer dan Bare, 2015). Diabetes Melitus atau lebih dikenal dengan istilah penyakit kencing manis mempunyai beberapa penyebab, antara lain : 1) Pola Makan Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya Diabetes Melitus. Konsumsi makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan Diabetes Melitus. 2) Obesitas (kegemukan) Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg cenderung memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit Diabetes Melitus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang Diabetes Melitus. 3) Factor genetic Penyebab Diabetes Melitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita Diabetes Melitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil. 4) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang



9 pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untu proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas. 5) Penyakit dan infeksi Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan risiko terkena Diabetes Melitus. 6) Pola hidup Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab Diabetes Melitus. Jika orang malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit Diabetes Melitus karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang tertimbun didalam tubuh, kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab Diabetes Melitus selain disfungsi pankreas. 2.2.3



Patofisiologi Pada Diabetes Melitus Tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel β pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eksresikan ke dalam urine, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis



(pemecahan



glukosa



yang



disimpan)



dan



glukoneogenesis



(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan substansi lain). Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak



10 yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya Diabetes Melitus Tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas. Mekanisme terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 umumnya disebabkan karena resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes Melitus Tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas Diabetes Melitus Tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, Ketoasidosis Diabetik tidak terjadi pada Diabetes Melitus Tipe 2. 2.2.4



Gejala dan Tanda klinis Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. Tanda atau gejala penyakit Diabetes Melitus (DM) sebagai berikut (Perkeni,2015): 1) Pada Diabetes Melitus Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).



11 2) Pada Diabetes Melitus Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. Diabetes Melitus Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hyperlipidemia obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf 2.2.5



Penegakan diagnostik Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang Diabetes Melitus. Kecurigaan adanya Diabetes Melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti (Perkeni, 2015): 1. Keluhan klasik Diabetes Melitus: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. 2. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.



2.2.6



Penatalaksanaan Medis Menurut Brunner & Suddarth (2015), tujuan utama terapi Diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi Komplikasi Vaskuler serta Neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe Diabtes Melitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus : 1) Diet yang tepat Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan Diabetes Melitus. Menurut Departemen Kesehatan RI menetapkan bahwa kebutuhan kalori individu sebesar 2000 kkalori/hari. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita Diabetes Melitus diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini : a. Memberikan semua unsur seumur hidup b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai c. Memenuhi kebutuhann energi d. Mencegah fluktasi kadar glukosa darah mendekati normal melalui caracara yang aman dan praktis. e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.



12 2) Latihan fisik Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. 3) Pemantauan Kadar Glukosa Darah Secara Mandiri Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG, Self Monitoring of Blood Glucose) penderita Diabetes Melitus kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dengan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia dan berperan untuk menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi Diabetes Melitus jangka panjang. Beberapa metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar glukosa darah. Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan setetes darah dari ujung jari tangan, aplikasikan darah tersebut pada strip pereaksi khusus. Strip tersebut pertama-tama dimasukkan ke dalam alat pengukur sebelum darah ditempelkan pada strip. Setelah darah melekat pada strip, darah tersebut dibiarkan selama pelaksanaan tes. Alat pengukur akan memperlihatkan kadar glukosa darah dalam waktu yang singkat (kurang dari 1 menit). 4) Terapi obat oral atau insulin (jika diperlukan) Menurut Rendy, M. Clevo dan Margareth TH (2012) pada individu sehat, sekresi insulin mengimbangi jumlah asupan makanan yang bermacam-macam dengan latihan fisik, sebaliknya, individu dengan Diabetes Melitus tidak mampu menyekresi jumlah yang cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Sebagai akibatnya, kadar glukosa meningkat tinggi sebagai respon terhadap makanan dan tetap tinggi dalam keadaan puasa. 5) Pendidikan Kesehatan Menurut Corwin (2009) pasien Diabetes Melitus relatif dapat hidup normal asalkan mereka mengetahui dengan baik keadaan dan cara penatalaksanaan penyakit yang dideritanya. Menurut Prince dan Wilson (2006) mereka dapat belajar menyuntikkan insulin sendiri, memantau kadar glukosa darah mereka dan memanfaatkan informasi untuk mengatur dosis insulin serta merencanakan diet serta latihan sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi hiperglikemia atau hipoglikemia. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer merupakan semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada populasi



13 umum misalnya dengan kampanye makanan sehat dan penyuluhan bahaya Diabetes Melitus. Pencegahan sekunder yaitu upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus dengan pemberian pengobatan dan tindakan deteksi dini penyakit. Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Upaya pencegahan ini memberikan memerlukan keterlibatan semua pihak untuk mensukseskannya baik dokter, perawat, ahli gizi, keluarga dan pasien itu sendiri. Perawat sebagai edukator sangat berperan untuk memberikan informasi yang tepat pada pasien Diabetes Melitus tentang penyakit, pencegahan, komplikasi, pengobatan dan pengelolaan Diabetes Melitus termasuk di dalamnya memberi motivasi dan meningkatkan efikasi diri (kepercayaan pada kemampuan diri sendiri) (Brunner & Suddarth, 2015). 2.2.7



Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus Pemeriksaan Diagnostik : 1. Glukosa Darah sewaktu 2. Kadar glukosa darah 3. Tes toleransi Kriteria diagnostik menurut WHO untuk Diabetes Melitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L). 2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dL (7,8 mmol/L). 3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post pradinal (pp) >200 mg/dL (Hasdianah, 2014).



2.3.



Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu kegiatan yang ada di dalam praktek keperawatan yang diberikan pada klien sebagai anggota keluarga pada tatanan komunitas dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan (WHO, 2014). Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu kegiatan yang diberikan melalui praktik keperawatan dengan sasaran keluarga. Asuhan ini mempunyai tujuan untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, yaitu sebagai berikut (Heniwati, 2008) :



2.3.1. Pengkajian



14 Pengkajian adalah Tahap dimana seorang perawat dapat menggali data-data dari pasien. Data- data ini didapatkan dengan cara melakukan observasi kepada pasien, melakukan wawancara kepada pihak keluarga serta melakukan pemeriksaan fisik sesuai fokus pengkajian sehingga sebuah data awal didapatkan untuk menegakkan diagnosa. Yang perlu dikaji yaitu : 1. Data Umum Data umum ini meliputi nama, alamat, jenis kelamin, umur, pekerjaan, agama dan lain-lainnya. 2. Anggota keluarga Riwayat keluarga yang hipertensi (faktor keturunan). Faktor keturunan (genetik) ini mempertinggi resiko dapat terkenanya hipertensi. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit hipertensi sebanyak 60% (Mannan, 2012) 3. Tipe Keluarga Pada type-type keluarga yang ada di dalam rumah tangga itu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pada umumya masing-masing keluarga mengalami kesulitan berkomunikasi, kesulitan dalam ekonomi atau kesulitan-kesulitan lainnya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga untuk memutuskan atau mencari solusi dari masalah itu masing-masing keluarga mempunyai cara tersendiri. 4. Status Sosial Ekonomi Status sosial dan ekonomi juga menjadi faktor yang perlu dikaji. Karena, dari faktor ini lah sebuah keluarga dikatakan cukup atau dapat merawat atau melakukan perawatan pada keluarga umtuk memperoleh kesehatan difasilitas kesehatan yang ada seperti rumah sakit. 5. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga meliputi: a. Riwayat kesehatan ini yang menjelaskan tentang kesehatan masing-masing anggota keluarga, upaya keluarga dalam memenuhi kesehatan anggota keluarganya difasilitas kesehatan. b. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya Menjelaskan tentang riwayat penyakit keturunan dan penyakit menular di keluarga, riwayat kebiasaan/gaya hidup yang mempengaruhi kesehatan. 6. Pengkajian Lingkungan a. Karakteristik rumah Menjelaskan tentang hasil identifikasi rumah yang di huni keluarga meliputi luas, type, jumlah ruangan, pemanfaatan ruangan, jumlah ventilasi, peletakan perabot rumah tangga, sarana air bersih dan minum yang digunakan. Keadaan rumah akan lebih mudah dipelajari bila digambar sebagai denah rumah. Ukuran rumah menentukan besarnya rasio antara penghuni dan



15 tempat yang tersedia. Semakin besar rumah dan semakin sedikit penghuninya, maka akan semakin besar rasio terjadinya stres. Sebaliknya, semakin kecil rumah dan semakin banyak penghuninya, maka akan semakin kecil



rasio



terjadinya



stress



yang



dapat



menyebabkan



hipertensi



(Erlinda,2016). b. Karakteristik tetangga dan komunitas RW (Perkumpulan yang diikuti oleh keluarga dan interaksi dengan masyarakat) Karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat, yaitu tempat keluarga bertempat tinggal, meliputi kebiasaan, seperti lingkungan fisik, nilai atau norma serta aturan atau kesepakatan penduduk setempat, dan budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan khususnya ketidakpatuhan terapi hipertensi sehingga peningkatan tekanan darah sering terjadi. c. Mobilitas Geografis Keluarga. Menggambarkan mobilitas keluarga dan anggota keluarga. Mungkin keluarga sering berpindah tempat atau anggota keluarga yang tinggal jauh dan sering berkunjung pada keluarga yang di bina. d. Perkumpulan keluarga dan interaksi denganmasyarakat. Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana keluarga berinteraksi dengan masyarakatsekitarnya. e. System pendukung keluarga. Yaitu jumlah anggota keluarga yang sehat dan fasilitas keluarga yang menunjang kesehatan (BPJS , jamsostek, kartu sehat, asuransi, atau yang lain). Fasilitas fisik yang dimiliki anggota keluarga (peralatan kesehatan), dukungan psikologis anggota keluarga atau masyarakat, dan fasilitas sosial yang ada disekitar keluarga yang dapat digunakan untuk meningkatkan upaya kesehatan. 7. Fungsi Keluarga Pemenuhan tugas keluarga. Hal yang perlu dikaji dalam hal ini adalah sejauh mana keluarga mampu dalam mengenal, mengambil sebuah keputusan dalam tindakan, merawat anggota keluarga yang sedang sakit, menciptakan sebuah lingkungan yang mendukung kesehatan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dilingkungan sekitar untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan. 8. Stres dan koping keluarga Sumber koping ini adalah kemampuan keluarga untuk mengontrol dan memiliki cara, keputusan atau sebagai support system yang ada serta menjadikan sumber



16 penguat didalam keluarga antara anggota keluarga satu dan lainnya. (Susanto, 2012). 9. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan kepada semua anggota keluarga. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di klinik. Pemeriksaan ini menggunakan 4 teknik yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi dan yang lainnya (Nursalam,2008:40) 10. Tanda-tanda Vital yaitu meliputi tekanan darah, nadi, suhu, respirasi. Dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik diatas 140mmHg dan tekanan diastolic kurang lebih 90mmHg. 11. Antropometri Yaitu berat badan yang meningkat (obesitas ) adalah factor resiko penyebab hipertensi (Bakri,2017). 12. Pemeriksaan kepala dan leher Pada pasien hipertensi pasien akan mengeluh sakit pada kepala bagian belakang atau dirasakan pusing dan kaku. Pada leher mungkin didapatkan adanya terjadi pembengkakan vena jugularis (Bakri,2017). 13. Head To toe a. Kepala : terdapat nyeri tekan pada bagian kepala belakang, ada atau tidaknya oedema dan lesi, serta apakah adakah kelainan bentuk kepala. b. Mata : biasanya didapatkan hasil conjungtivitis dan anemis. c. Hidung : biasanya dapat dijumpai epistaksis jika didapatkan hasil vaskuler itu karena akibat dari hipertensi. d. Mulut : biasanya terdapat perdarahan pada gusi. e. Leher : apakah dijumpai ada pembesaran kelenjar limfe atau juga ada pembesaran tonsil. f. Dada : sering dijumpai tidak ditemukan kelainan pada dada, inspeksi bentuk dada, simetris atau tidak serta lihatlah ictus cordis nampak atau tidak. Palpasi didapatkan dengan hasil vocal fremitus ha positif disemua kuadran. Perkusi hasilnya sonor, dan auskultasi tidak terdengar suara nafas tambahan. g. Perut : tidak dijumpai atau ditemukan kelainan. Inspeksi meliputi bentuk perut. Palpasi didapatkan dengan hasil teraba kenyal atau supel, tidak terdapat distensi. Hasil perkusi tympani, dan bunyi auskultasi terdengar suara bising usus normal. h. Ekstremitas atas dan bawah : pada pasien dengan hipertensi sering tidak terjadi kelainan tonus otot, terkecuali jika memang sudah terjadi komplikasi dari hipertensi itu sendiri seperti stroke, maka penyebab yang akan terjadi yaitu penurunan tonus otot atau hemi parase.



17 14. Harapan Keluarga Harapan ini berisi tentang harapan keluarga baik kepada penderita ataupun kepada perawat. Harapan tersebut diusahakan semaksimal mungkin agar keluarga merasa puas oleh tindakan keperawatan yang dilakukan perawat dan pelayanan kesehtan yang diberikan (Bakri, 2017). 2.3.2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dirumuskan berdasarkan data yang terkumpul dari pengkajian dan berupa rumusan tentang respons klien terhadap masalah kesehatan serta factor penyebab (etiologi ) yang berkonstribusi terhadap timbulnya masalah yang perlu diatasi dengan tindakan atau intervensi keperawatan. 1. Diagnosa keperawatan keluarga yang mungkin muncul adalah : a. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif, yaitu pola penangananmasalah kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga. b. Pemeliharaan



kesehatan



mengidentifikasi,



tidak



mengelola



dan



efektif, atau



yaitu



menemukan



ketidakmampuan bantuan



untuk



mempertahankan status kesehatan yang ada. c. Kesiapan peningkatan koping keluarga yaitu pola adaptasi anggota keluarga dalam mengatasi situasi yang dialami klien secara efektif dan menunjukkan keinginan serta kesiapan untuk meningkatkan kesehatan keluarga dan klien. d. Ketidakberdayaan,



persepsi



bahwa



tindakan



seseorang



tidak



akan



mempengaruhi hati secara signifikan, persepsi kurang kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang. e. Ketidakmampuan koping keluarga, yaitu perilaku orang terdekat (anggota keluarga) yang membatasi kemampuan dirinya dan klien untuk beradaptasi dengan



masalah



kesehatan



yang



dihadapi



klien.(Standar



Diagnosis



Keperawatan Indonesia Edisi 1). 2. Yang menjadi etiologi atau penyebab dari masalah keperawatan yang muncul adalah hasil dari pengkajian tentang tugas kesehatan keluarga yang meliputi 5 unsur sebagai berikut : a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi yang terjadi pada anggota keluarga b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi penyakit hipertensi c. Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara atau memodifikasi lingkungan yang dapat mempengaruhi penyakit hipertensi d. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanankesehatan guna perawatan dan pengobatan hipertensi. (Friedman,2010).



18 3. Tanda (Sign ) Adalah terkumpulnya data-data yang diperoleh baik dari penderita dan keluarga yang memunculkan penyebab atau etiologi sehingga dapat dijadikan suatu diagnosis yang pasti. Strategi didalam diagnose masalah keperawatan menurut Suprajitno (2009:43) dibagi menjadi 2 yaitu : a. Diagnosa Aktual yaitu masalah yang timbul dalam keluarga yang mengancam serta memerlukan bantuan dari petugas kesehatan salah satunya perawat dalam waktu yang tepat. Didalam masalah ini diperlukan tindakan yang tepat dan cepat karena dapat menyebabkan resiko tinggi apabila tidak segera diselesaikan. b. Diagnosis Potensial adalah suatu keadaan keluarga yang sejahtera dari keluarga yang memiliki kebutuhan serta fasilitasnya untuk memenuhi kekurangan kesehatan. 2.3.3. Prioritas Masalah Kriteria 1. Sifat masalah a. Aktual (tidak/kurang sehat) b. Ancaman Kesehatan c. Krisis atau keadaan sejahtera 2. Kemungkinan masalah dapat diubah a. Mudah b. Sebagian c. Tidak dapat 3. Potensi masalah untuk dicegah a. Tinggi b. Cukup c. Rendah 4. Menonjol masalah a. Masalah berat, harus segera di tangani b. Ada masalah, tetapi tidak harus segera di tangan c. Masalah tidak di rasakan



Skor



Bobot



3 2 1



1



2 1 0



2



3 2 1



1



2 1 0



1



19



2.3.4. Intervensi Perencanaan adalah acuan tertulis yang terdiri dari berbagai intervensi keperawatan yang direncanakan dapat mengatasi diagnose keperawatan sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya. Perencanaan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : Diagnosis (SDKI)



Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI)



Intervensi (SIKI)



D.0115 Kriteria hasil: 1. Dukungan koping keluarga (I.09260) Manajemen kesehatan 1. Pasien Mampu menjelaskan masalah Observasi: keluarga tidak efektif Kesehatan yang dialami a. Identifikasi respons emosional terhaadap kondisi saat ini 2. Meningkatkan Aktivitas keluarga dalam b. Identifikasi beban prognosis secara psikologis mengatasi masalah kesehatan c. Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan 3. Tindakan untuk mengurangi factor resiko setelah pulang meningkat. Terapeutik: a. Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan keluarga b. Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak menghakimi c. Fasilitasi pengambilan keputusan secara kolaboratif d. Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan e. Fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar keluarga Edukasi: a. Informasikan kemajuan pasien secara berkala b. Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang tersedia 2. Dukungan keluarga merencanakan perawatan (I.13477) Observasi: a. Identifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan b. Identifikasi tindakan yang dilakukan keluarga Terapeutik: a. Motivasi pengembangan sikap dan emosi yang mendukung upaya kesehatan



20 b. Gunakan sarana dan fasilitas yang ada dalam keluarga c. Ciptakan perubahan lingkungan rumah secara optimal Edukasi: a. Informasikan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga b. Anjurkan cara perawatan yang bisa dilakukan keluarga 3. Kondisi Diskusi Keluarga (I.12482) Observasi: a. Identifikasi gangguan kesehatan setiap anggota keluarga Terapeutik: a. Ciptakan suasana rumah yang sehat dan mendukung b. Fasilitasi keluarga mendiskusikan masalah kesehtaan yang sedang dialami c. Pertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan. Edukasi: a. Anjurkan anggota keluarga dalam memanfaatkan sumber – sumber yang ada dalam masyarakat



21



2.3.5. Implementasi Pelaksanaan implementasi keperawatan merupakan suatu proses keperawatan



dimana



seorang



perawat



memberikan



intervensi



keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap pasien (Potter & Perry. 2016) Implementasi yang dilakukan pada studi kasus ini adalah memberikan edukasi terhadap keluarga mengenai penyakit serta memberikan penyuluhan kesehatan yang berguna untuk meningkatkan manajemen kesehatan keluarga menjadi lebih efektif. 2.3.6. Evaluasi Keperawatan Tahap penilaian atau evaluasi adalah tahap yang menentukan perbandingan yang terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat perkembangan klien apakah mencapai tujuan yang



disesuaikan



dengan



kriteria



hasil



pada



perencanaan



(Wahyuni,2016). Di dalam tahap evaluasi ini yang harus dicapai yaitu sesuai dengan Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) yaitu : 1. Kemampuan menjelaskan masalah kesehatan yang dialami (meningkat). 2. Aktivitas keluarga mengatasi masalah kesehatan tepat. 3. Tindakan untuk mengurangi factor resiko. 4. Verbalisasi kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan (menurun). 5. Gejala penyakit anggota keluarga (menurun)



22



BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Nama



: Tina Novela



Nim



: 2019.C.11a.1030



Tempat Praktek



: UPT Puskesmas Jekan Raya Kota Palangka Raya



Tanggal



: 27 Sepetember 2022



I. Pengkajian Keperawatan A. Identitas klien / keluarga Nama KK : Ny. S Umur



: 53 Tahun



Agama



: Kristen



Jenis Kelamin



: Perempuan



Suku



: Dayak



Pendidikan



: S1



Pekerjaan



: PNS



Alamat



: Jl. Tjilik Riwut km 14



No.Telp



: 0852-4956-2317



Komposisi Keluraga No Nama (Inisial)



Umur



1



22 Th



An.D



Gender



Hubungan



(L / P)



Dg KK



P



Anak



Pendidikan



Pekerjaan



Kuliah



Maasiswa



Tipe Keluarga : Keluarga single parent, karena Ny. S tinggal Bersama anak nya B. Riwayat Perkembangan Keluarga Tahap perkembangan (8 tahap perkembangan) keluarga saat ini : Tahap perkembangan keluarga Ny. S saat ini berada di tahap keluarga dengan anak remaja (family with teenagers), tugas yang terpenuhi yaitu: a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang suda bertamba dewasa dan mengingat otonominya. b. Mempertahankan ubungan yang intim dengan keluarga



23



c. Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua, indari perdebatan,kecurigaan dan permusuan. Tugas Perkembangan Keluarga : Dapat dijalankan Keluarga Ny. S mampu mempertahankan hubungan yang intim dengan anak, dan mempertahankan komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak. *Genogram (3 generasi): Keterangan : Meninggal



X



Laki – Laki Perempuan Tinggal Serumah -----Pasien C. Struktur Keluarga Pola Komunikasi: Baik Pola komunikasi keluarga Ny. S sudah cukup baik, terbukti jika ada masalah keluarga saling musyawarah dan segera menyelesaikan masalah tersebut. Peran dalam keluarga : Tidak Ada masalah Struktur peran : -



Ny. S sebagai kepala rumah tangga, penasehat dalam keluarga. Ny.D sebagai Anak, Anak memiliki peran sebagai mempertahankan komunikasi keluarga, penyeimbang dalam keluarga Nilai / norma keluarga : Tidak ada konflik nilai D. Fungsi Keluarga Fungsi afektif : Baik Hubungan antara keluarga baik, mendukung bila ada yang sakit langsung dibawa ke petugas kesehatan atau rumah sakit Fungsi Sosial



: Baik Setiap hari keluarga selalu berkumpul di rumah, hubungan dalam keluarga baik dan selalu mentaati norma yang baik.



Fungsi Ekonomi



: Baik



24



Keluarga dapat memenuhi kebutuhan makan yang cukup, pakaian untuk anak dan biaya untuk berobat.Fungsi Perawatan Kesehatan : 



Pengetahuan Tentang Masalah Kesehatan







Pencegahan Penyakit







Perawatan Penyakit 



Pemanfaatan Layanan Kesehatan







Baik, keluarga maupun pasien mengetahui tentang masalah kesehatan yang diderita  Baik, keluarga maupun pasien mengetahui tentang cara pencegahan penyakit yang diderita  Tidak, karena pasien malas untuk kontrol lanjutan ke fasilitas layanan kesehatan  Baik, keluarga selalu memanfaatkan layanan kesehatan jika ada keluarga yang sakit.



E. Pola Koping Keluarga Pola koping dalam keluarga efektif, Stressor yang dihadapi keluarga: tidak ada. F. Spiritual Keluarga Ny. S .taat dalam ibadah minggu, kepercayaan berlawanan dengan kesehatan (tidak ada), keluarga Ny. S tidak mengalami distress spritual A. Pola Aktivitas sehari-hari Pola makan baik, keluarga makan hanya 2-3 x sehari dan sering mengkonsumsi makanan sayur dan buah-buahan. Keluarga minum 3-4 gelas per hari. Keluarga BAB 2 kali sehari dan BAK ± 5-6 kali sehari, kebersihan diri baik. Keluarga jarang melakukan olahraga. Keluarga Ny. S cukup mandiri. B. Psikososial Keadaan emosi pada saat ini: Tidak ada. Keluarga terkadang berinteraksi dengan orang lain, keluarga tidak menarik diri dari lingkungan, keluarga tidak memiliki konflik dengan keluarga lainnya, keluarga tidak memiliki penurunan harga diri, keluarga tidak memiliki gangguan gambaran diri. C. Faktor resiko masalah kesehatan Keluarga jarang memeriksakan diri Ke pelayanan Kesehatan karena pasien malas untuk datang kontrol lanjutan ke layanan kesehatan, ekonomi cukup terpenuhi dan tidak Kurang total pendapatan perbulan diatas 3.000.000,



25



lingkungan tempat tinggal Keluarga Ny. S cukup bersih. Hubungan Keluarga Ny. S masih harmonis ,Keluarga Ny. S tidak ada yang mengalami obesitas Pemeriksaan



Ny. S



An.D



Fisik TTV



lain-lain



TD=110/70 mmHg - TD:130/80 mmHg - N = 62 x/menit - S = 36,2 oC - RR =18x/menit - BB=64kg Ny. S mengatakan lemas,pengliatan kunangkunang.



D. Pemeriksaan Fisik



N = 72 x/menit S = 36,5 oC RR=19 x/menit BB =48 kg



26



Status mental: Keluarga tidak tampak sedang bingung, Keluarga tidak tampak sedang cemas, Keluarga tidak tampak sedang disorientasi, Keluarga tidak tampak sedang depresi, Keluarga tidak menarik diri Sistem Kardiovaskuler : Keluarga tidak ada yang mengalami aritmia, keluarga tidak ada yang mengalami nyeri dada, keluarga tidak ada yang mengalami distensi vena jugularis, keluarga tidak ada yang jantung berdebar Nyeri spesifik : Keluarga maupun klien tidak ada mengeluh nyeri. Sistem pernafasan : Keluarga tidak mengalami stridor, keluarga tidak mengalami wheezing, keluarga tidak mengalami ronchi, keluarga tidak mengalami akumulasi sputum Sistem Integumen : Keluarga tidak ada yang mengalami sianosis, keluarga tidak ada yang mengalami akral dingin, keluarga tidak ada yang mengalami diaporesis, keluarga tidak ada yang mengalami juandice, keluarga tidak ada yang mengalami luka. Mukosa Mulut Kapiler refil time : Kurang dari 2 detik Sistem Muskuloskeletal : Keluarga tidak ada masalah tonus otot, keluarga tidak ada masalah paralisis, keluarga tidak ada masalah hemiparesis, keluarga tidak ada masalah ROM, keluarga tidak ada masalah gangguan keseimbangan Sistem Persarafan : Ny. S terkadang merasa pusing, tidak terdapat nyeri dikepala tidak tremor reflek pupil normal kiri dan kanan tidak mengalami paralisis tidak terdapat anestesi daerah perifer . Sistem Perkemihan : Tidak ada masalah dalam sistem perkemihan Sistem Pencernaan : Tidak ada masalah dalam sistem Pencernaan Riwayat Pengobatan :



27



Tidak ada alergi obat E. Pengkajian Lingkungan: Denah Rumah Ny. S



a. Luas Pekarangan



: 12 x 8 m2



b. Type Rumah



: Permanen



c. Atap Rumah



: Genteng



d. Kepemilikian



: Milik Ny. S



e. Kamar mandi / WC



: Ada satu kamar mandi gabung dengan WC



f.



: Bersih dan Rapi



Kebersihan Lingkungan



g. Ventilasi/jendela



: Ada, tidak tertutup



h. Sirkulasi



: Bagus, semua jendela terbuka, pencahayaan baik



1. Air untuk keperluan sehari-hari 1. Sumber air untuk keperluan minum: air mineral 2. Sumber air untuk keperluan mandi dan cuci: sumur 3. Jarak sumber air dengan pembuangan limbah keluarga/septic tank: 5 meter 3. Sistem pembuangan kotoran : 1) Tempat Keluarga buang hajat(BAK/BAB) : WC/toilet 2) Apabila memiliki jamban,jenisnya apa : leher angsa 3) Pembuangan air limbah : got 4. Hewan peliharaan / ternak 1) Apakah memiliki hewan peliharan/ ternak : ya, jenis ternak ayam 2) apabila memiliki ,apakah termasuk hewan ternak/ peliharaan : ya, hewan ternak 3) bila ya, apakah hewan ternak ada kandangnya : ya ada 4) bila ada, dimana letaknya : diluar rumah 5) bila diluar rumah, berapa jauh jaraknya :