LP Minggu 2 Kasus Aptb (Gadar) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ANGINA PECTORIS TIDAK STABIL DAN DISRITMIA



I I



S T I K E S E



A



R



OLEH : SUTARI NIM.18.31.1333



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN TAHUN AKADEMIK 2019/2020



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN ANGINA PECTORIS TIDAK STABIL DAN DISRITMIA



I I



S T I K E S E



A



R



OLEH : SUTARI NIM.18.31.1333



Banjarmasin,



Mei 2020



Mengetahui, Preseptor Akademik



(



Preseptor Klinik



)



(



)



LAPORAN PENDAHULUAN ANGINA PECTORIS TIDAK STABIL DAN DISRITMIA I. Konsep Dasar Penyakit A. Angina Pectoris Tidak Stabil 1. Definisi Angina pectoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada didaerah sternum (substernal) atau dada sebelah kiri yang khas, yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri, kadang-kadang dapat menjalar ke punggung, rahang, leher atau ke lengan kanan. (Kasron, 2016) Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan episode atau perasaan tertekan di depan dada coroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat atau dengan kata lain, suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat (Reny Yuli Aspiani, 2016). Angina pektoris tidak stabil adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal. Dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koronaria. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koronaria, yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme. Apabila keadaan plak pada arteria koronaria menjadi tidak stabil, misalnya mengalami pendarahan, ruptur atau terjadi fissura, sehingga terbentuk trombus di daerah plak yang menghambat aliran darah koronaria dan terjadi serangan angina pektoris.



1



2



2. Etiologi Menurut



Reny



Yuli



Aspiani



(2016)



ada



beberapa



etiologi/penyebab terjadinya terjadinya angina pektoris, yaitu: a. Faktor penyebab: 1) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard yang disebabkan oleh tiga faktor: a) Faktor pembuluh darah: (1) Aterosklerosis. (2) Spasme. (3) Arteritis. b) Faktor sirkulasi: (1) Hipotensi. (2) Stenosis aorta. (3) Insufisiensi. c) Faktor darah: (1) Anemia. (2) Hipoksemia. (3) Polisitemia. 2) Curah jantung yang meningkat: a) Aktivitas yang berlebihan. b) Makan terlalu banyak.  c) Emosi. d) Hipertiroidisme. 3) Kebutuhan oksigen miokard meningkat, pada: a) Kerusakan miokard. b) Hipertropimiokard. c) Hipertensi diastolic. b. Faktor predisposisi 1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat dirubah : a) Umur lebih dari 40 tahun.



3



b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause. c) Hereditas. d) Ras insiden pada kulit hitam lebih tinggi. 2) Faktor resiko yang dapat dirubah : a) Mayor : (1) Hipertensi. (2) Hiperlipidemia. (3) Obesitas. (4) Diabetes. (5) Merokok. (6) Diet: tinggi lemak jenuh, tinggi kalori. b) Minor: (1) Kepribadian tipe A (agresif, ambisius, emosional, kompetitif). (2) Stress psikologis berlebihan. (3) Inaktifitas fisik. 3.



Manifestasi Klinis Menurut Reny Yuli Aspiani (2016) manifestasi klinis dari angina pektoris, yaitu ditandai dengan nyeri dada substernal atau retrosternal yang menjalar ke leher, tenggorokan daerah interskapula atau lengan kiri. Nyeri ini berawal sebagai rasa terhimpit, rasa terjepit atau rasa terbakar yang menyebar ke lengan kiri bagian dalam dan kadang hingga pundak, bahu dan leher kiri bahkan sampai ke kelingking kiri. Perasaan ini juga dapat pula menyebar ke pinggang, tenggorokan, rahang dan ada juga yang sampai ke lengan kanan. Rasa tidak enak ini juga dapat dirasakan di ulu hati, tetapi jarang terasa di daerah apeks kordis. Nyeri dapat disertai beberapa atau salah satu gejala, seperti keringat dingin, mual dan muntah, lemas, berdebar dan rasa akan pingsan (fainting). Serangan nyeri berlangsung hanya beberapa menit (1 – 5 menit) tetapi dapat hingga lebih dari 20 menit.



4



Tanda yang lain, yaitu: a. Pemeriksaan fisik di luar serangan umumnya tidak menunjukan kelainan yang berarti. Pada waktu serangan, denyut jantung bertambah, tekanan darah meningkat dan di daerah prekordium pukulan jantung terasa keras. b. Pada auskultasi, suara jantung terdengar jauh bising sistolik terdengar pada pertengahan atau akhir sistol dan terdengar bunyi keempat. c. Nyeri hilang atau berkurang bila istirahat atau pemberian nitrogliserin. d. Gambaran EKG: depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik. e. Gambaran EKG sering kali normal pada waktu tidak timbul serangan. Angina pectoris tidak stabil memiliki tipe serangan yaitu: a. Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pectoris stabil. b. Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil. c. Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tingkat aktifitas ringan. d. Kurang responsif terhadap nitrat. e. Lebih sering ditemukan depresisegmen ST. f. Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang beragregasi. 4. Patofisiologi Mekanisme



timbulnya



angina



pektoris



didasarkan



pada



ketidakadekuatan suplai oksigen ke sel – sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (aterosklerosis koroner). Penyebab aterosklerosis tidak



5



diketahui secara pasti, tetapi jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang berperan atas penyebab aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Pada kondisi jantung yang sehat apabila kebutuhan meningkat, maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi, apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai repons terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) ke miokardium. Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobic menjadi metabolism anaerobic. Metabolism anaerobic dengan perantaraan lintasan glikolitik jauh lebih tidak efisien dibandingkan dengan metabolism aerobic melalui fosforilasi oksidatif dan siklus kreb. Pembentukan fosfat berenergi tinggi mengalami penurunan yang cukup besar. Metabolism anaerob akan memiliki hasil akhir berupa asam laktat yang akan mengurangi pH sel dan menimbulkan nyeri. Kombinasi hipoksia, penurunan ketersediaan jumlah energy, dan juga asidosis menyebabkan gangguan fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah



miokardium



yang



terserang



berkurang



menyebabkan



pemendekan serabut sehingga kekuatan dan kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding sekmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal. Bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali berkontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung mengubah hemodinamika. Respons hemodinamika dapat berubah – ubah, sesuai dengan ukuran sekmen yang mengalami iskemia dan derajat respon reflex kompensasi oleh sistem saraf otonom. Berkurangnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan mengurangi volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). (Reny Yuli Aspiani, 2016)



6



Pathway Factor resiko yang tidak dapat dirubah: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Penyakit dalam keluarga



Ateroklerosis Beban kerja jantung meningkat



Factor resiko yang dapat dirubah: 1. Merokok 2. Hyperlipidemia 3. Obsesitas



Intoleransi aktivitas



Arteri coroner tidak dapat berdilatasi



Iskemia



Suplai 02 ke miokard berkurang



Ancaman kesehatan tidak



Proses glikolisis anaerob



Ansietas



Gangguan konduktivitas dan kontraktilitas



Penurunan curah jantung



Perubahan status kesehatan



Terbentuknya asam laktat



Menyentuh ujung-ujung reseptor Dipersepsikan Nyeri Akut



Sumber: Udjianti (2010), Sukut (2014), Sudarta (2013)



5. Komplikasi a. Spasme arteria koronaria b. Kolaps c. Ruptur arteria (Mary dkk, 2008).



Kurang informasi



Kurang pengetahuan



7



6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard jantung akut maka sering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meninggi pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah, seperti kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida perlu dilakukan untuk menemukan faktor risiko. b. Elektrokardiogram (EKG) Gambaran EKG terkadang menunjukan bahwa klien pernah mendapat infark miokard pada masa lampau, menunjukan pembesaran ventrikel kiri pada klien hipertensi dan angina, dan menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada waktu serangan angina, EKG menunjukan adanya depresi segmen ST dan gelombang T menjadi negatif. c. Foto rontgen dada Sering kali menunjukan bentuk jantung yang normal, tetapi pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung yang membesar dan terkadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta. d. Arteriografi koroner Suatu karakter dimasukan lewat arteri femoralis ataupun brakialis dan diteruskan ke aorta ke dalam muara arteri koronaria kanan dan kiri. Media kontras radiografik kemudian disuntikan dan cineroentgenogram akan memperlihatkan kuntur arteri serta daerah penyempitan. Kateter ini kemudian didorong lewat katup aorta untuk masuk ventrikel kiri dan disuntikan lebih banyak media kontras untuk menentukan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel kiri. e. Uji latihan (Treadmill) Pada uji jasmani tersebut dibuat EKG pada waktu istirahat lalu pasien disuruh melakukan latihan dengan alat treadmill atau sepeda ergometer sehingga pasien mencapai kecepatan jantung maksimal atau submaksimal dan selama latihan EKG diobservasi demikian pula setelah selesai EKG terus



8



diobservasi. Tes dianggap positif bila didapatkan depresi segmen ST sebesar 1mm atau lebih pada waktu latihan atau sesudahnya. Lebih – lebih bila di samping depresi segmen ST juga timbul rasa sakit dada seperti pada waktu serangan, maka kemungkinan besar pasien memang menderita angina pektoris. f. Thallium Exercise Myocardial Imaging Pemeriksaan ini dilakukan bersama – sama uji latihan jasmani dan dapat menambah sensitivitas dan spesifitas uji latihan. Thallium 201 disuntikan secara intravena pada puncak latihan, kemudian dilakukan pemeriksaan scanning jantung segera setelah latihan dihentikan dan diulang kembali setelah pasien sehat dan kembali normal. Bila ada iskemia maka akan tampak cold spot pada daerah yang menderita iskemia pada waktu latihan dan menjadi normal setelah pasien istirahat. Pemeriksaan ini juga menunjukan bagian otot jantung yang menderita iskemia. (Reny Yuli Aspiani, 2016) 7.



Penatalaksanaan Ada dua tujuan utama penatalaksanaan angina pectoris menurut Smeltzer & Bare (2012): a. Mencegah terjadinya infark miokard dan kematian jaringan, dengan demikian meningkatkan kuantitas hidup. b. Mengurangi symptom dan frekuensi serta beratnya ischemia, dengan demikian meningkatkan kualitas hidup. Prinsip penatalaksanaan angina pectoris adalah meningkatkan pemberian oksigen (dengan meningkatkan aliran darah pembuluh jantung) dan menurunkan kebutuhan oksigen (dengan mengurangi kerja jantung). a. Terapi Non Farmakologis Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung antara lain: pasien harus berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk mengurangi



9



kerja jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembulu darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontrasepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau ambisius. b. Terapi farmakologis untuk anti angina dan anti ischemia Tujuan penatalaksanaan medis angina adalah untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung dan untuk meningkatkan suplai oksigen. Secara medis tujuan ini dicapai melalui terapi farmakologi dan control terhadap factor risiko. Secara bedah tujuan ini dicapai melalui revaskularisasi suplai darah jantung melalui bedah pintas arteri koroner atau Angioplasty Koroner Transluminal Perkutan (PTCA= Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty). Biasanya diterapkan kombinasi antara terapi medis dan pembedahan. 1) Penyekat Beta-adrenergik Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan frekuensi denyut jantung, kontraktilitas, tekanan di arteri dan peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain: atenolol, metoprolol, propranolol, nadolol.



2) Nitrat dan Nitrit Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom angina pectoris, di samping juga mempunyai efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan



10



nitrat jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya toleransi dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8-12 jam. Obat golongan nitrat dan nitrit adalah: amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin. Nitrogliserin biasanya diletakkan dibawah lidah (sublingual) atau di pipi (kantong bukal) dan akan menghilangkan nyeri iskemia dalam 3 menit. 3) Kalsium Antagonis Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium melalui saluran kalsium, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat kalsium antagonis adalah amlodipin, berpridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, verapamil. (Smeltzer & Bare, 2012) B. Disritmia 1. Definisi Disritmia adalah kelainan denyut jantung yang melipiti gangguan frekuensi atau irama atau keduanya atau bisa di definisikan dengan



menganalisa



gelombang



EKG.



Disritmia



dinamakan



berdasarkan pada tempat dan asal impuls dan mekanisme hantaran yang terlibat. Misalnya disritmia yang berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya lambat dinamakan sinus bradikardia. Ada empat kemungkinan tempat asal disritmia, yaitu nodus sinus, atria, nodus AV atau sambungan, dan frentrikel. Gangguan mekanisme hantaran yang mungkin dapat terjadi meliputi bradikardi, takikardi, flutter, fibrilasi, denyut prematur, dan penyekat jantung. (Kaplan, 2010)



11



Disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis. (Norman, 2011) 2. Etiologi Etiologi disritmia dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh: a.



Peradangan jantung, misalnya demam rematik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).



b.



Gangguan sirkulasi koroner (arterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.



c.



Obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obatobat anti aritmia lainnya.



d.



Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)



e.



Gangguan



pada pengaturan susunan saraf otonom yang



mempengaruhi kerja dan irama jantung. f.



Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis).



g.



Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).



h.



Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.



i.



Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung). (Norman, 2011)



3. Jenis-Jenis Disritmia a. Disritmia Nodus Sinus 1. Sinus Takikardi Meningkatnya aktivitas nodus sinus, gambaran yang penting pada EKG adalah: laju gelombang lebih dari 100 kali per menit, irama teratur dan ada gelombang P tegak di sandapan I, II dan aVF. Takiakardiasinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan oleh : Demam, Kehilangan darah akut,



12



Anemia, Syok, Gagal jantung kongestif, nyeri, keadaan hipermetabolisme,



kecemasan,



simpatomimetika



atau



pengobatan parasimpatolitik. Pola EKG Takikardia Sinus adalah sebagai berikut :



Keterangan: a) Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit. b) Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal. c) Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal. d) Hantaran : Biasanya normal. e) Irama : Reguler. 2. Sinus Bradikardi Penurunan laju depolarisasi atrium. Gambaran yang terpenting pada EKG adalah laju kurang dari 60 x per menit, irama teratur, gelombang P tegak di sandapan I, II dan aVF. Bradikardi sinus bisa disebabkan oleh : Stimulasi vagal, Intoksikasi digitalis, peningkatan tekanan intrakanial, Infark miokard, olahragawan berat, orang yang mendapat pengobatan (propanolol, reserpin, metildopa), Pada keadaan hipoendokrin (miksedema, penyakit adison, panhipopituitarisme). Pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, Setelah kerusakan bedah Nodus SA. Berikut adalah karakteristik bradikardi :



13



Keterangan: a) Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit b) Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal c) Kompleks QRS: biasanya normal d) Hantaran: biasanya normal e) Irama: reguler b. Disritmia Atrium 1. Kontraksi Prematur Atrium Impuls listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus menyebabkan kompleks atrium prematur, timbulnya sebelum



denyut



sinus



berikutnya.



Gambaran



EKG



menunjukkan irama tidak teratur, terlihat gelombang P yang berbeda bentuknya dengan gelombang P berikutnya. Penyebab: Iritabilitas otot atrium karena kafein, alcohol, nikotin. Miokardium teregang seperti pada gagal jantung kongestif, stress atau kecemasan, hipokalemia, cedera, Infark, dan keadaaan hipermetabolik. Karakteristik PAC :



a) Frekwensi: 60 sampai 100 denyut per menit. b) Gelombang P: Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA.



14



c) Kompleks QRS: Bisa normal, menyimpang atau tidak ada. d) Hantaran: Biasanya normal. e) Irama: Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan baisanya tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap. 2. Takikardi Atrium Paroksisma Takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau alcohol.



Takikardia



atrium



paroksimal



biasanya



tidak



berhubungan dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung. Dapat dicetuskan oleh : Stress, Tembakau, Kafein, Kelelahan dan Pengobatan simpatomimetik atau alcohol. Takikardi atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.



Karakteristik PAT :



Keterangan: a)



Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit



b) Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal



15



gelombang T; interval PR memendek (Kurang dari 0, 12 detik). c)



Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran.



d) Hantaran : Biasanya normal. e)



Irama : Reguler.



3. Fluter Atrium Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat



tetapi



terhadap



nodus



AV,



yang



mencegah



penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda penting dari disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls atrium yang dilepaskan 250 – 400 kali permenit



akan



mengakibatkan



fibrilasi ventrikel, suatu



disritmia yang mengancam nyawa. Kelainan ini karena re-entri pada



tingkat



atrium.



Depolarisasi



atrium



cepat



dan



gambarannya terlihat terbalik di sandapan II, III dan aVF seperti gambaran gigi gergaji. Karakteristik :



Keterangan: a) Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.



16



b) Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1, 3:1 atua kombinasinya). c) Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang F. d) Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal. e) Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter. 4. Fibrilasi Atrium Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital. Fibrilasi atrium bisa timbul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah re-entri multiple. Aktivitas atrium sangat cepat, sindrom sinus sakit.



Karakteristik :



Keterangan: a) Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.



17



b) Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur. c) Kompleks QRS : Biasanya normal d) Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler e) Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV. c. Disritmia Ventrikel 1. Kontraksi Prematur Ventrikel Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan



otomatisasi



sel



otot



ventrikel.



PVC



bisa



disebabkan oleh : Toksisitas digitalis, Hipoksia, Hipokalemia, demam,



asidosis, dan peningkatan



sirkulasi katekolamin.



PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien merasa berdebar- debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan disritmia ventrikel yang lebih serius. Pada pasien dengan miokard infark akut, PVC bisa menjadi precursor serius terjadinya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel bila : Jumlahnya meningkat lebih dari 6 per menit, Multi focus atau berasal dari berbagai area di jantung, Terjadi berpasangan atau triplet dan Terjadi pada fase hantaran yang peka. Gelombang T memperlihatkan periode di mana jantung lebih berespons terhadap setiap denyut adan tereksitasi secara disritmik. Fase hantaran gelombang T ini dikatakan sebagai fase yang peka.



18



Karakteristik :



Ket erangan: a) Frekwensi: 60 sampai 100 denyut per menit. b) Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel. c) Kompleks QRS: Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10 detik. Mungkin berasal dari satu focus yang sama dalam ventrikel; atau mungkin memiliki berbagai bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel. d) Hantaran:



Terkadang



retrograde



melalui



jaringan



penyambung dan atrium. e) Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature. 2. Bigemini Ventrikel Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit artei koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi dimana setiap denyut adalah prematur. Karakteristik :



Keterangan: a) Frekwensi: Dapat terjadi pada frekwensi jantung berapapun, tetapi biasanya kurang dari 90 denyut per menit. b) Gelombang P: Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat



19



tersembunyi dalam kompleks QRS. c) Kompleks QRS: Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi lengkap. d) Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal, namun PVC yang mulai berselang seling pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium. e) Irama : Ireguler Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka disebut



trigemini,



tiap



denyut



keempat,



quadrigemini.



Penanganan bigemini ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang sering mendasari adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus disingkirkan atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi digitalis diobati dengan fenitoin (dilantin).



3. Takikardi Ventrikel Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama ventrikuler



yang



dipercepat



dan



mempunyai karakteristik sebagai berikut :



takikardia



ventrikel



20



Keterangan a) Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit b) Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak slealu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium. c) Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC- lebar dan aneh, dengan gelombang T terbalik. Denyut ventrikel



dapat



bergabung



dengan



QRS



normal,



menghasilkan denyut gabungan. d) Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium e) Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel ireguler. 4. Fibrilasi Ventrikel Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi. Karateristik :



Keterangan: a) Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif. b) Gelombang P : Tidak terlihat.



21



c) Kompleks QRS : CEpat, undulasi iregulertanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar. d) Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel. e) Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus. f) Penanganan segera adalah melalui defibrilasi. (Norman, 2011) II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Keperawatan 1. Demografi. a. Usia Sekitar 85% orang yang berusia 65 tahun atau lebih meninggal karena penyakit arteri koronari. Wanita yang berusia lebih tua yang menderita infrak miokaradium memiliki resiko meninggal dua kali lebih besar dibanding pria dalam beberapa minggu.  b. Jenis kelamin Pria lebih beresiko menderita penyakit arteri koronari dibanding wanita pada usia yang lebih muda. 2. Status kesehatan saat ini a. Keluhan utama Nyeri yang terasa menjalar pada dada sebelah kiri yang berlangsung 30 detik sampai berjam-jam. b. Alasan masuk rumah sakit Pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri yang tidak tertahankan. (Morton dkk, 2013) c. Riwayat penyakit sekarang



22



1) Factor pencetus yang paling sering menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi yang berlebihan atau setelah makan. 2) Nyeri dapat timbul mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas). 3) Kualitas nyeri: sakit dada dirasakan didaerah midsternal dada anterior, subternal precordial, rasa nyeri tidak jelas tetapi banyak yang menggambar sakitnya seperti ditusuk-tusuk, dibakar ataupun ditimpa benda berat/tertekan. 4) Penjalaran rasa nyeri ke rahang, leher dan lengan dan jari tangan kiri, lokasinya tidak tentu seperti epigastrium, siku rahang, leher dan lengan, abdomen, punggung dan leher. 5) Gejala dan tanda yang menyertai rasa sakit seperti: mual, muntah, keringan dingin, berdebar-debar dan sesak nafas. 6) Waktu/lama nyeri: pada angina tidak melebihi 30 menit dan umumnya masih respon dengan pemberian obat-obatan anti angina, sedangkan pada infrak rasa sakit lebih dari 30 menit tidak hilang dengan pemberian obat-obatan anti angina, biasanya akan hilang dengan pemberian analgesic. (Wijaya dan Putri, 2013) 3. Riwayat penyakit terdahulu a. Riwayat penyakit sebelumnya 1) Penyakit masa kanak-kanak: demam reumatik, murmur, anbnormalitas kongenital. 2) Masalah kesehatan sebelumnya: gagal jantung, hipertensi, penyakit arteri coronari, infarkmiokardium, hiperlipidemia, penyakit katub, ritmia jantung, penyakit vaskular periver, diabetes. 3) Pembedahan sebelumnya: pembedahan kardio vaskular seperti penanduran pisau arteri koronari, penggantian katub,



23



prosedur vaskular periver, pembedahan untuk masalah kesehatan yang lain.(Morton dkk, 2013) b. Riwayat penyakit keluarga Adanya riwayat penyakit keluarga penyakit jantung (AMI), DM, hipertensi, stroke dan penyakit pernapasan (asma). (Wijaya dan Putri, 2013) c. Riwayat pengobatan Ada beberapa obat yang diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Obat-obat ini meliputi kortikosteroid dan obat-obatan antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Tanyakan apakah klien memiliki alergi obat serta reaksi alergi seperti apa yang timbul. Sering kali klien tidak dapat membedakan antara reaksi alergi dengan efek samping obat. (Muttaqin, 2012)



4. Pengkajian Bio-psiko-Sosial Menurut (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2014) menunjukan bahwa pengkajian pada pasien dengan angina pektoris, yaitu: a. Aktivitas/istirahat Tanda dan gejala: 1) Pola hidup monoton, kelemahan. 2) Kelelahan, perasaan tidak berdaya setelah latihan . 3) Nyeri dada bila bekerja. 4) Menjadi terbangun bila nyeri dada. 5) Dispnea saat kerja. b. Sirkulasi Tanda dan gejala: 1) Riwayat penyakit jantung, hipertensi, obesitas. 2) Takikardi, disritmia. 3) Tekanan darah normal, meningkat atau menurun.



24



4) Bunyi jantung: mungkin normal, S4 lambat atau murmur sistolik transen lambat (disfungsi otot papilaris) mungkin ada saat nyeri. 5) Kulit/membrane mukosa lembab, dingin, pucat pada adanya vasokontriksi. c. Makanan/cairan Tanda dan gejala: 1) Mual, nyeri ulu hati/epigastrium saat makan 2) Diet tinggi kolesterol/lemak, garam kafein, minuman keras 3) Sesak, distensi gaster. d. Integritas ego Tanda dan gejala: 1) Stressor kerja, keluarga, lain – lain. 2) Ketakutan, mudah marah. e. Nyeri/ketidaknyamanan Tanda dan gejala: 1) Nyeri dada substernal, anterior yang menyebar ke rahang, leher, bahu dan ekstremitas atas (lebih pada kiri dari pada kanan). Kualitas: macam: ringan sampai sedang, tekanan berat, tertekan, terjepit, terbakar. 2) Durasi: biasanya kurang dari 15 menit, kadang – kadang lebih dari 30 menit (rata – rata 3 menit). 3) Faktor pencetus: nyeri sebuhungan dengan kerja fisik atau emosi besar, seperti marah atau hasrat seksual, olahraga pada suhu ekstrem, atau mungkin tak dapat diperkirakan dan/atau terjadi selama istirahat. 4) Faktor penghilang: nyeri mungkin responsive terhadap mekanisme penghilang tertensu (contoh: istirahat, obat antiangina).



25



5) Nyeri dada baru atau terus – menerus yang telah berubah frekuensi, durasi, karakter atau dapat diperkirakan (contoh: tidak stabil, bervariasi, prinzmetal). 6) Wajah



berkeruh,



meletakan



pergelangan



tangan



pada



midsternum, memijit tangan kiri, tegangan otot, gelisah. 7)



Respon otomatis (contoh: takikardi, perubahan TD).



f. Pernapasan Tanda dan gejala: 1) Dispnea saat kerja. 2) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum. 3) Riwayat merokok. 4) Meningkat pada frekuensi/irama dan gangguan kedalaman. 5) Pucat/cyanosis. g. Hygiene Tanda dan gejala: Kesulitan melakukan tugas perawatan. h. Neurosensori Tanda dan gejala: 1) Pusing, berdenyut saat tidur atau saat terbangun (duduk atau istirahat). 2) Perubahan mental, kelemahan. i. Penyuluhan/pembelajaran Gejala: 1) Riwayat keluarga sakit jantung, hipertensi, stroke, diabetes 2) Penggunaan/kesalahan penggunaan obat jantung, hipertensi atau obat yang dijual bebas. 3) Penggunaan alcohol teratur, obat narkotik (contoh: kokain, amfetamin). 4) Rencana pemulangan: perubahan pada penggunaan/terapi obat, bantuan/pemeliharaan tugas dengan perawat di rumah, perubahan pada susunan fisik rumah.



26



5. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Klien mengalami nyeri pada waktu melakukan aktivitas dan segera menghilang bila dipakai istirahat. (Kasron, 2016, p. 143) b. Tanda-tanda vital 1) Tekanan darah: dapat meningkat sekunder akibat nyeri atau menurun sekunder akibat gangguan hemodinamik dan/atau terapai farmakologi. 2) Frekuensi Jantung: dapat meningkatkan sekunder akibat nyeri 3) Kardiovaskuler: s4 mungkin ada 4) Pulmoner : dispnea dan takipnea mungkin ada (Stiwell, 2011)



c. Body System 1) System pernafasan Pada pasien Angina Pectoris pemeriksan fisik dimulai dari inspeksi dapat berupa keadaan jika dilihat dari atas (bahu klien berbaring, paling tepat untuk meneliti asimetris toraks, bentuk toraks, dan gerakan pernapasan dan juga bentuk dada. 2) System kardiovaskuler Pada pasien Angina pectoris untuk menentukan prekordium dan denyut apeks jantung, denyut nadi pada dada, dan denyut vena. 3) Sistem Persyarafan Keluhan pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun, saat duduk  atau istirahat. 4) Sistem perkemihan. Penurunan produksi yang terjadi karena perfusi ginjal. 5) System pencernaan. Pada inspeksi adanya mual/muntah 6) Sistem integument. Kulit berkeringat akibat peningkatan kerja tubuh.



27



7) Sistem musculoskeletal. Terjadi edema karena gravitasi meningkatkan cairan dari ruang intravaskuler ke seluler, edema akan semakin parah pada siang hari dan akan membaik pada malam hari berbaring. 8) Sistem reproduksi. Pasien Angina pectoris pada wanita yng setelah menopause resikonya semakin meningkat karena kehilangan hormon estrogen alami yang merupakan faktor yang berperan pada penyakit jantung. 9) Sistem endokrin. Kehilangan hormon esterogen 10) Sistem imun. Penderita Angina pectoris bila kekebalan tubuhnya menurun maka respon imun menjadi kurang baik. 11) Sistem pengindraan. Pada pasien Angina pectoris mengalami  bibir sianosis, pucat, konjungtiva pucat, pateki endpkarditis bakterial, sklera kuning, kornea arkus senilis, funduskopi. (Morton dkk (2013), Muttaqin, 2012)



28



B. Analisa Data No . 1.



Data



Etiologi



Masalah



DS: Pasien mengatakan bahwa ia merasa nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung P: ketika istirahat atau beraktivitas Q: Seperti tertekan R: Dada sebelah kiri S : 4-7 (dari 1-10) T: berlangsung ± 30 menit DO: 1. Perubahan selera makan 2. Perubahan tekanan darah 3. Perubahan frekwensi jantung 4.  Perubahan frekwensi pernapasan 5.  Laporan isyarat 6.   Diaforesis 7. Perilaku distraksi (mis,berjaIan mondar-mandir mencari orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang) 8.  Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis) 9.   Masker wajah (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus meringis)



Agen Injury Biologis



Nyeri Akut



29



2.



10.  Sikap melindungi area nyeri 11.  Fokus menyempit (mis, gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) 12. Indikasi nyeri yang dapat diamati 13.  Perubahan posisi untuk menghindari nyeri 14. Sikap tubuh melindungi 15.  Dilatasi pupil 16.  Melaporkan nyeri secara verbal 17. Gangguan tidur DS: Pasien mengatakan dada terasa berdebar



DO: Perubahan Frekuensi Irama Jantung 1. Aritmia 2. Bradikardi, Takikardi 3. Perubahan EKG 4. Palpitasi Perubahan Preload 1. Penurunan tekanan vena central (central venous pressure, CVP) 2. Peneurunan tekanan arteri paru (pulmonary artery wedge pressure, PAWP) 3. Edema, Keletihan 4. Peningkatan CVP 5.  Peningkatan PAWP 6.   Distensi vena jugular 7.  Murmur 8.  Peningkatan berat badan Perubahan Afterload 1. Kulit Lembab 2. Penurunan nadi perifer 3. Penurunan resistansi vascular paru (pulmunary vascular resistence, PVR) 4. Penurunan resistansi vaskular sistemik (sistemik vascular resistence, SVR)



Perubahan afterload, Perubahan kontraktilitas, Perubahan frekuensi jantung, Perubahan preload, Perubahan irama, Perubahan volume sekuncup



Penurunan curah jantung



30



3.



4.



5.  Dipsnea 6. Peningkatan PVR 7. Peningkatan SVR 8. Oliguria 9. Pengisian kapiler memanjang 10. Perubahan warna kulit 11. Variasi pada pembacaan tekanan darah Perubahan kontraktilitas 1. Batuk, Crackle 2. Penurunan indeks jantung 3. Penurunan fraksi ejeksi 4. Ortopnea 5. Dispnea paroksismal nocturnal 6. Penurunan LVSWI (left ventricular stroke work index) 7. Penurunan stroke volume index (SVI) 8.  Bunyi S3, Bunyi S4 Perilaku/Emosi Ansietas, Gelisah  DS: Pasien mengatakan cepat lelah Ketidakseimbangan DO: antara suplai dan kebutuhan oksigen 1. Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas 2. Respon frekwensi jantung abnormal terhadap aktivitas 3. Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia 4. Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia 5. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas 6. Dipsnea setelah beraktivitas 7. Menyatakan merasa letih 8. Menyatakan merasa lemah DS: Pasien mengatakan merasa cemas Perubahan dalam dengan penyakitnya status kesehatan DO: Affektif : 1. Gelisah, Distres 2. Kesedihan yang mendalam 3. Ketakutan 4. Perasaan tidak adekuat 5. Berfokus pada diri sendiri



Intoleransi aktivitas



Ansietas



31



6. 7. 8. 9.



Peningkatan kewaspadaan Iritabihtas Gugup senang beniebihan Rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan 10. Peningkatan rasa ketidak berdayaan yang persisten 11. Bingung, Menyesal 12. Ragu/tidak percaya diri 13. Khawatir Fisiologis : 1. Wajah tegang, Tremor tangan 2. Peningkatan keringat 3. Peningkatan ketegangan 4. Gemetar, Tremor 5. Suara bergetar DS: Pasien mengatakan bahwa tidak tahu mengenai penyakit yang dialami DO: 1. Memverbalisasikan adanya masalah 2. Ketidakakuratan mengikuti instruksi 3. Perilaku tidak sesuai.



Tidak mengetahui sumber-sumber informasi, Interpretasi terhadap informasi yang salah



Kurang pengetahuan



C. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis. 2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload,



perubahan kontraktilitas, perubahan frekuensi jantung, perubahan preload, perubahan irama, perubahan volume sekuncup. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara



suplai dan kebutuhan oksigen. 4. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan. 5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui



sumber-sumber informasi, interpretasi terhadap informasi yang salah.



32



D. Nursing Care Planning (NCP) No 1.



Diagnosa Keperawatan



NOC (Nursing Outcome)



NIC (Nursing Intervention Classification) Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Pain Manajemen berhubungan dengan keperawatan selama ….x…. 1. Lakukan pegkajian agen injury biologis diharapkan masalah nyeri dapat nyeri secara terkontrol. komprehensif 1. Pain Level termasuk lokasi, 2. Pain Control karakteristik, durasi, 3. Comfort Level frekuensi, kualitas dan Kriteria hasil: faktor presipitasi. reaksi Indikator IR ER 2. Observasi nonverbal dari 1. Melaporkan adanya ketidaknyamanan. nyeri 3. Gunakan teknik 2. Luas bagian tubuh komunikasi terapeutik yang terpengaruh untuk mengetahui 3. Frekuensi nyeri pengalaman nyeri 4. Panjangnya episode pasien nyeri 4. Kontrol faktor 5. Pernyataan nyeri lingkungan yang 6. Ekspresi nyeri pada mempengaruhi nyeri wajah seperti suhu ruangan, Keterangan: pencahayaan, 1. Kuat kebisingan. 2. Berat 5. Kurangi faktor 3. Sedang presipitasi nyeri. 4. Ringan 6. Pilih dan lakukan 5. Tidak ada penanganan nyeri



33



(farmakologis/non farmakologis). 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri. 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri. 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil. 11. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri. Analgesic Administration 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi 3. Cek riwayat alergi 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu 5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri 6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis



34



2.



optimal 7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur 8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan Cardiac Care jantung berhubungan keperawatan selama ….x…. 1. Evaluasi adanya nyeri dengan perubahan diharapkan penurunan curah jantung dada (intensitas, afterload, perubahan dapat teratasi. lokasi, durasi) 1. Cardiac Pump effectiveness kontraktilitas, 2. Catat adanya perubahan frekuensi 2. Circulation Status disritmia jantung jantung, perubahan 3. Vital Sign Status 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan preload, perubahan Kriteria hasil: cardiac output Indikator IR ER irama, perubahan 4. Monitor status volume sekuncup 1. Tanda Vital dalam kardiovaskuler rentang normal 5. Monitor status (Tekanan darah, pernafasan yang Nadi, respirasi) menandakan gagal 2. Dapat mentoleransi jantung aktivitas, tidak ada 6. Monitor abdomen kelelahan sebagai indicator 3. Tidak ada edema penurunan perfusi paru, perifer, dan 7. Monitor balance tidak ada asites cairan 4. Tidak ada 8. Monitor adanya penurunan perubahan tekanan kesadaran darah Keterangan: 9. Monitor respon 1. Keluhan ekstrem pasien terhadap efek 2. Keluhan berat pengobatan 3. Keluhan sedang antiaritmia 4. Keluhan ringan 10. Atur periode 5. Tidak ada keluhan latihan dan istirahat untuk menghindari



35



kelelahan 11. Monitor toleransi aktivitas pasien 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu 13. Anjurkan untuk menurunkan Vital Sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor adanya pulsus paradoksus 8. Monitor adanya pulsus alterans 9. Monitor jumlah dan irama jantung 10. Monitor bunyi jantung 11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 12. Monitor suara paru 13. Monitor pola pernapasan abnormal 14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 15. Monitor sianosis perifer



36



16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign



3.



Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen



Setelah dilakukan asuhan Activity Therapy keperawatan selama ….x…. 1. Kolaborasikan dengan diharapkan aktivitas meningkat. tenaga rehabilitasi 1. Energy conservation medik dalam 2. Activity tolerance merencanakan 3. Self Care: ADLs program terapi yang tepat Kriteria hasil: 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi Indikator IR ER aktivitas yang mampu 1. Berpartisipasi dalam dilakukan aktivitas fisik tanpa 3. Bantu untuk memilih disertai peningkatan aktivitas konsisten tekanan darah, nadi yang sesuai dengan dan RR kemampuan fisik, 2. Mampu melakukan psikologi dan social aktivitas sehari-hari 4. Bantu untuk (ADLs) secara mengidentifikasi dan mandiri mendapatkan sumber 3. Tanda-tanda vital yang diperlukan untuk normal aktivitas yang 4. Energy psikomotor diinginkan 5. Level kelemahan 5. Bantu untuk 6. Mampu berpindah: mendapatkan alat dengan atau tanpa bantuan aktivitas bantuan alat seperti kursi roda, 7. Status krek kardiopulmunari 6. Bantu untuk adekuat mengidentifikasi 8. Sirkulasi status baik aktivitas yang disukai 9. Status respirasi: 7. Bantu klien untuk pertukaran gas dan membuat jadwal ventilasi adekuat latihan diwaktu luang 8. Bantu pasien/keluarga Keterangan: untuk 1. Tidak mandiri mengidentifikasi 2. Dibantu orang dan alat



37



3. Dibantu orang 4. Dibantu alat 5. Mandiri penuh



4.



kekurangan dalam beraktivitas 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas 10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan 11. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual Ansietas Setelah dilakukan asuhan Anxiety Reduction berhubungan dengan keperawatan selama ….x…. 1. Gunakan pendekatan perubahan dalam diharapkan ansietas dapat teratasi. yang menenangkan status kesehatan 1. Anxiety self-control 2. Nyatakan dengan 2. Anxiety level jelas harapan 3. Coping terhadap pelaku Kriteria hasil: pasien Indikator IR ER 3. Jelaskan semua prosedur dan apa 1. Klien mampu yang dirasakan mengidentifikasi selama prosedur dan mengungkapkan 4. Pahami prespektif gejala cemas. pasien terhadap situasi stres 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan 5. Temani pasien untuk dan menunjukkan memberikan tehnik untuk keamanan dan mengontol cemas. mengurangi takut 3. Vital sign dalam 6. Dorong keluarga batas normal. untuk menemani anak 4. Postur tubuh, ekspresi wajah, 7. Lakukan back / neck bahasa tubuh dan rub tingkat aktivfitas 8. Dengarkan dengan menunjukkan penuh perhatian berkurangnya 9. Identifikasi tingkat kecemasan. kecemasan Keterangan: 10. Bantu pasien 1. Keluhan ekstrem mengenal situasi 2. Keluhan berat yang menimbulkan 3. Keluhan sedang kecemasan 4. Keluhan ringan 11. Dorong pasien 5. Tidak ada keluhan untuk



38



5.



mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi 12. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi 13. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan Kurangnya -     Setelah dilakukan asuhan Teaching : disease pengetahuan keperawatan selama ….x…. Process berhubungan dengan diharapkan pengetahuan dapat 1. Berikan penilaian tidak mengetahui meningkat. tentang tingkat sumber-sumber 1. Kowlwdge : disease process pengetahuan pasien informasi, tentang proses 2. Kowledge : health Behavior interpretasi terhadap penyakit yang informasi yang salah spesifik 2. Jelaskan patofisiologi Kriteria hasil: dari penyakit dan Indikator IR ER bagaimana hal ini 1. Pasien dan keluarga berhubungan dengan menyatakan anatomi dan fisiologi, pemahaman tentang dengan cara yang penyakit, kondisi, tepat. prognosis dan 3. Gambarkan tanda dan program gejala yang biasa pengobatan muncul pada 2. Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara mampu yang tepat melaksanakan 4. Gambarkan proses prosedur yang penyakit, dengan cara dijelaskan secara yang tepat benar 5. Identifikasi 3. Pasien dan keluarga kemungkinan mampu penyebab, dengna menjelaskan cara yang tepat kembali apa yang 6. Sediakan informasi dijelaskan pada pasien tentang perawat/tim kondisi, dengan cara kesehatan lainnya yang tepat Keterangan: 7. Hindari harapan yang 1. Keluhan ekstrem kosong 2. Keluhan berat 8. Sediakan bagi 3. Keluhan sedang keluarga informasi 4. Keluhan ringan tentang kemajuan 5. Tidak ada keluhan



39



pasien dengan cara yang tepat 9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit 10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat 13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat 14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat



40



DAFTAR PUSTAKA Amin, dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Publishing. Baradero, Mary dkk,. 2008. Klien gangguan kardiovaskular: seri asuhan. Jakarta: EGC. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A., C. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk Perencanaan Keperawatan Pasien.Edisi:3. Jakarta: EGC Kaplan. 2010. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: EGC. Karson. 2016. Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: TIM. Morton, dkk,. 2013. Keperawatan Kritis, Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC. Muttaqin, A. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika Norman. 2011. Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I. Jakarta: EGC. Rosdahl, B. C., & Kowalski, T. M. 2017. Buku Ajar Keperawatan Dasar, Gangguan Kardiovaskuler, Darah & Limfe, Kanker, Gangguan Muskuloskletal, Alergi, Imun & Gangguan Autoimun, Terapi Oksigen, Edisi 10. Jakarta: EGC. Smeltzer & Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC Udjianti, W. J. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika Wijaya A.S & Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (keperawatan dewasa).Yogyakarta: Nuha medika Yuli Aspiani, Reni. 2016.  Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta: EGC