LP Pneumonia Anak Fix Revisi - Annida Hasanah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA DI RUANG ANAK RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN



Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Anak Program Profesi Ners



Disusun Oleh: Annida Hasanah, S.Kep 11194692010059



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN 2021



LEMBAR PERSETUJUAN



JUDUL KASUS



: Pneumonia



NAMA MAHASISWA



: Annida Hasanah, S. Kep



NIM



: 11194692010059



Banjarmasin,



Mei 2021



Menyetujui,



RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Preseptor Klinik (PK)



Riswan,S. Kep., Ns NIK.



Program Studi Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia Preseptor Akademik (PA)



Paul Joae Brett Nito,M. Kep., Ns NIK. 1166102014068



LEMBAR PENGESAHAN



JUDUL KASUS



: Pneumonia



NAMA MAHASISWA



: Annida Hasanah, S. Kep



NIM



: 11194692010059



Banjarmasin,



Mei 2021



Menyetujui,



RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Preseptor Klinik (PK)



Riswan,S. Kep., Ns NIK.



Program Studi Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia Preseptor Akademik (PA)



Paul Joae Brett Nito,M. Kep., Ns NIK. 1166102014068



Mengetahui, Ketua Jurusan Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia Banjarmasin



Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM



NIK. 1166102012053 LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan



1. Anatomi Sistem Pernapasan a.



Saluran pernapasan bagian atas (upper respiratory airway) Secara umum, fungsi utama dari saluran pernapasan atas adalah sebagai saluran udara (air conduction) menuju saluran pernapasan bagian bawah untuk pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran pernapasan bagian bawah dari benda asing, dan sebagai penghangat, penyaring, serta pelembab (warning filtration and humidification) dari udara yang dihirup hidung (Syaifuddin, 2018). Saluran pernapasan bagian atas terdiri dari organ-organ sebagai berikut: 1)



Hidung (Cavum Nasalis) Rongga hidung dilapisi sejenis selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.



2)



Sinus Paranasalis Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Nama sinus paranasalis sendiri disesuaikan dengan nama tulang dimana organ itu berada. Organ ini terdiri atas sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis dan



sinus maksilaris. Fungsi dari sinus adalah untuk membantu menghangatkan dan melembabkan udara, meringankan berat tulang tengkorak, serta mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi. 3) Faring (Tekak) Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak



sampai



persambungannya



esofagus,



pada



ketinggian tulang rawan krikoid. Oleh karena itu, letak faring di belakang laring (larynx-pharyngeal). 4) Laring (Tenggorokan) Laring terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan faring dari columna vertebrata. Laring merentang sampai bagian atas vertebrata servicals dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat/disatukan oleh ligamen dan membran. b. Saluran pernapasan bagian bawah (lower airway) Ditinjau dari fungsinya, secara umum saluran pernapasan terbagi menjadi dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif atau



yang



sering



disebut



sebagai



percabangan



dari



tracheobronkialis. Saluran ini terdiri atas trachea, bronchi dan bronchioli. Kedua, satuan respiratorius terminal (kadang disebut dengan acini) yang merupakan saluran udara konduktif dengan fungsi utamanya sebagai penyalur (konduksi) gas masuk dan keluar dari satuan respiratorius terminal yang merupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya. Alveoli sendiri merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal. 1)



Trakea Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kirakira 9 cm. Organ ini merentang laring sampai kira-kira di bagian atas vertebrata torakalis kelima. Dari tempat ini, trakea bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap, berupa cincin-cincin tulang rawan yang disatukan bersama oleh jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakea. Selain itu,



trakea juga memuat beberapa jaringan otot. 2)



Bronkus dan Bronkheoli Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, yang disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, serta merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah menjadi beberapa cabang menuju ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini merentang terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkeolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkheoli terminalis memiliki garis tengah berukuran kurang lebih 1 mm. Bronkeolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara bawah sampai



tingkat



bronkeolus



terminalis



disebut



saluran



penghantar udara karena berfungsi sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas. 3)



Alveolus Alveolus (tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkeolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Alveolus adalah kantong berdinding tipis yang mengandung udara. Melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengandung sekitar 300 juta alveoli. Alveolus yang melapisi rongga toraks dipisahkan oleh dinding yang dinamakan poripori kohn.



4)



Paru-paru



Paru- paru merupakan tempat pertukaran gas. Paru kanan dibagi menjadi tiga lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Sedangkan paru kiri dibagi menjadi dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastis yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, saccus alveolar, dan alveoli. 5)



Thoraks, diafragma, dan pleura Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan pembuluh darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga costa. Pada bagian atas toraks di daerah leher, terdapat dua otot tambahan untuk proses inspirasi, yaitu scaluneus dan sternocleidomastoideus. Otot sclaneus menaikkan tulang iga pertama dan kedua selama inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan berfungsi



dinding



untuk



dada.



Otot



mengangkat



sternocleidomastoideus



sternum.



Otot



parasternal,



trapezius, dan pektoralis juga merupakan otot inspirasi tambahan yang berguna untuk meningkatkan kerja napas. Di antara tulang iga terdapat otot interkostal. Otot interkostal eksternum adalah otot yang menggerakkan tulang iga ke atas dan ke depan, sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada. Diafragma terletak di bawah rongga toraks. Pada keadaan relaksasi,



diafragma



ini



berbentuk



kubah.



Mekanisme



pengaturan otot diafragma (nervus frenikus) terdapat pada tulang belakang (spinal cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu, jika terjadi kecelakaan pada saraf C3, maka hal ini dapat menyebabkan gangguan ventilasi. Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru. Terdapat dua macam pleura yaitu pleura parietal yang melapisi rongga toraks dan pleura viseral yang menutupi setiap paru-paru. Di antara kedua pleura tersebut terdapat cairan pleura yang menyerupai selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama



respirasi, sekaligus mencegah pemisahan toraks dan paruparu. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. 2. Fisiologi Sistem Pernapasan Proses fisiologi pernapasan di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara (ekspirasi), dapat dibagi menjadi dua tahapan (stadium), yaitu stadium pertama dan stadium kedua (Syaifuddin, 2018). Stadium pertama ditandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas kedalam dan ke luar paru-paru. Mekanisme ini dimungkinkan karena ada selisih tekanan antar atmosfer dan alveolus, akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua terdiri dari beberapa aspek, yaitu: a. Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respires eksternal) serta antara darah sistemik dan sel-sel jaringan. b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyusuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus c. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau respirasi internal merupakan stadium akhir dari respirasi, di mana oksigen dioksida untuk mendapatkan energi dan CO2 terbentuk sebagai sampah dari proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru- paru. d. Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernafasan yang mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 mm). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini diperoleh dari selisih tekanan parsial antar darah dan fase gas. e. Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru yang membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary yang sudah sesuai dengan orang normal pada posisi tegak dan keadaan istirahat, maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang, keculi pada apeks paru-paru (Syaifuddin, 2018).



B. Pengertian Pneumonia Pneumonia adalah salah satu Penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernapasanbawah akut (ISNBA) dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis (Nurrarif, 2016). Pneumonia adalah salah satu penyait peradangan akut parenkim yang biasanya dari satu infeksi saluran pernafasan bawah akut. Dengan gejala batuk disertai dengan sesak nafas disebabkab agen infeksius seperti virus bakteri dan fungi (Wijaya, 2013). C. Etiologi 1. Bacteria



:



hemolyticus,



diplococcus



pneumonia,



streptokokus



aureus,



penemococcus,



streptokokus



Hemofphilius



influenzae,



mycrobacterium tuberculosis, bacillu friedlander.  2. Virus: Respiratory syncytial virus, adenovirus, V. sitomegalitik, V. influenza.  3. Mycoplasma pneumonia. 4. Jamur:



histoplasma



capsulatum,



cryptococcus



neuroformans,



blastomyces dermatitides, coccidodies immitis, Aspergillus species, Candida albicans  5. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin minyak tanah), cairan amnion, benda asing (Meadow, 2015). D. Faktor Risiko Faktor risiko pneumonia yang menyertai pada anak antara lain: 1. Status gizi buruk, menempati urutan pertama pada risiko pneumonia pada anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U, BB/TB. Status gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal juga dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel serta respon imun dan reflek batuk. 2. Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir (kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena pneumonia. ASI



merupakan makanan paling penting bagi bayi karena ASI mengandung protein, kalori, dan vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung kekebalan penyakit infeksi terutama pneumonia. 3. Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada sistem imun dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan integritas fisik, biologik, dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam peningkatan daya tahan tubuh, disamping untuk kesehatan mata, produksi sekresi mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel. 4. Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya imunisasi campak dan DPT. Pemberian imunisasi campak menurunkan kasusu pneumonia, karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan komplikasi dengan pneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat menurunkan kasus pneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat menimbulkan komplikasi pneumonia. 5. Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas (bronkus), dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara biologis dan kejadian infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya destruksi paru, keadaan ini memudahkan pneumonia pada anak. 6. Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi termasuk pneumonia. 7. Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang padat meningkatkan risiko pneumonia dibanding dengan penghuni sedikit. Rumah dengan penghuni banyak memudahkan terjadinya penularan penyakit dsaluran pernafasan. 8. Status sosial



ekonomi,



ada hubungan



bermakna antara tingkat



penghasilan keluarga dengan pendidikan orang tua terhadap kejadian pneumonia anak (Sari, 2016). E. Klasifikasi 1. Pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut:



a. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”. b. Bronkopneumonia,



terjadi



pada



ujung



akhir



bronkiolus,



yang



tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis. c. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular. 2. Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi yang mungkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain. a. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi. b. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya



batuk



bersifat



tidak



produktif,



kemudian



bersputum



seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru. c. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, pneumonia



streptokokus,



manifestasi



klinis



berbeda



dari



dan tipe



pneumonia lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam,



malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus. 3. Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia dapat diklasifikasikan: a.



Usia 2 bulan – 5 tahun 1)



Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.



2)



Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1 - 5 tahun 40 x/menit atau lebih.



3)



Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.



b.



Usia 0 – 2 bulan 1)



Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.



2)



Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.



F.



Manifestasi Klinik Tanda dan gejala dari pneumonia antara lain: 1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 – 40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa. 2. Meningismus, yaitu tanda- tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan awitan demam yang tiba- tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun. 3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui



tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan. 4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit. 5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus. 6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri apendiksitis. 7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi. 8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan atau tahap infeksi. 9. Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti hanya selama fase akut. 10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi, krekels. 11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral (Wijaya, 2013). G. Patofisiologi Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru- paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme- organisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital,



defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor- faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus. Kemungkinan



lain,



kerusakan



yang



disebabkan



virus



terhadap



mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadangkadang pneumonia bakterialis dan virus (contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata. Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrate mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis (Meadow, 2015).



H. Pathway Virus



Jamur



Bakteri



Aspirasi



Saluran napas bagian bawah Bronchiolus Alveolus Pneumonia



Peningkatan produksi sekret



Reaksi radang pada bronkus dan alveolus



Stimulasi kemoresptor hipotalamus



Akumulasi sekret Set point bertambah



Fibrosus dan pelebaran Obstruksi jalan napas Atelectasis



Respon menggigil



Gangguan ventilasi Gangguan difusi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif



Gangguan Pertukaran Gas



O2 ke jaringan menurun



Kelemahan



Intoleransi Aktivitas



Sumber : (Nurarif, 2016)



Penyulit pada kembang kempis paru



Reaksi peningkatan panas tubuh Hipertermia



Pola Napas Tidak Efektif



I.



Komplikasi 1. Efusi pleura 2. Hipoksemia 3. Pneumonia kronik 4. Bronkaltasis 5. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps). 6. Komplikasi sistemik (meningitis) (Meadow, 2015).



J. Pemeriksaan Penunjang 1.



Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses).



2.



Pemeriksaan



gram/kultur,



sputum



dan



darah:



untuk



dapat



mengidentifikasi semua organisme yang ada. 3.



Pemeriksaan



serologi:



membantu



dalam



membedakan



diagnosa



organisme khusus. 4.



Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosa keadaan.



5.



Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis



6.



Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.



7.



Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosa dan mengangkat benda asing (Meadow, 2015).



K. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia adalah : 1. Pemberian antibiotik seperti : penicillin, cephalosporin pneumonia 2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator 3. Pemberian oksigen 4. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi Sedangkan untuk



penyebab



pneumonia



bervariasi



sehingga



penanganannya akan disesuaikan dengan penyebab tersebut. Selain itu, pengobatan pneumonia tergantung dari tingkat keparahan gejala yang timbul.



1. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri Dengan pemberian antibiotik yang tepat. Pengobatan harus komplit sampai benar-benar tidak lagi muncul gejala pada penderita. Selain itu, hasil pemeriksaan X-Ray dan sputum tidak tampak adanya bakteri pneumonia a.



Untuk bakteri Streptococcus pneumonia Dengan pemberian vaksin dan antibotik. Ada dua vaksin yaitu pneumococcal conjugate vaccine yaitu vaksin imunisasi bayi dan untuk anak dibawah usia 2 tahun dan pneumococcal polysaccharide vaccine direkomendasikan bagi orang dewasa. Antibiotik yang digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini yaitu penicillin, amoxicillin, dan clavulanic acid, serta macrolide antibiotics



b.



Untuk bakteri Hemophilus influenza Antibiotik cephalosporius kedua dan ketiga, amoxillin dan clavulanic acid, fluoroquinolones, maxifloxacin oral, gatifloxacin oral, serta sulfamethoxazole dan trimethoprim.



c.



Untuk bakteri Mycoplasma Dengan antibiotik macrolides, antibiotic ini diresepkan untuk mycoplasma pneumonia,



2. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus Pengobatannya sama dengan pengobatan pada penderita flu. Yaitu banyak beristirahat dan pemberian nutrisi yang baik untuk membantu daya tahan tubuh. Sebab bagaimana pun juga virus akan dikalahkan jika daya tahan tubuh sangat baik. 3. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati penyakit jamur lainnya. Hal yang paling penting adalah pemberian obat anti jamur agar bisa mengatasi pneumonia (Meadow, 2015).



L.



Penatalaksanaan Keperawatan Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan pneumonia adalah sebagai berikut : 1. Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal melalui pemberian kompres. 2. Latihan batuk efektif dan fisioterapi dada.



3. Pemberian oksigenasi (oksigen 1-2 liter/menit). 4. Mempertahankan kebutuhan cairan (IVFD dektrose 10% : NaCl 0,9%). 5. Pemberian nutrisi, apabila ringan tidak perlu diberikan antibiotik tetapi apabila penyakit berat dapat dirawat inap, maka perlu pemberian antibiotik berdasarkan usia, keadaan umum, kemungkinan penyebab, seperti pemberian Ampisilin dan Kloramfenikol. 6. Mengatur dan mempertahankan posisi fowler atau semi-fowler agar dapat mempermudah dalam proses bernafas karena posisi tersebut dapat membuat lapang dada terbuka sehingga ekspansi kedua paru dapat bekerja secara maksimal M. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Keluhan Utama Biasanya klien akan mengeluh sesak napas, batuk, dan peningkatan suhu tubuh atau demam. b. Riwayat kesehatan sekarang Pada awalnya keluhan batuk nonproduktif, lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan mukus purulent kekuningan, kehijauan, kecoklatan, atau kemerahan dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigl serta sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, dan lemas. c. Riwayat kesehatan dahulu Penyakit diarahkn pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan. d. Pola kesehatan fungsional 1)



Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat Keluarga



sering



menganggap



seperti



batuk



biasa,



dan



menganggap benar-benar sakit apabila sudah mengalami sesak napas. 2)



Pola metabolic nutrisi Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik melalui control saraf pusat), mual muntah karena terjadi peningkatan



rangsangan



gaster



dari



dampak



peningkatan



toksik



mikroorganisme. 3)



Pola eliminasi Penderita



mengalami



penurunan



produksi



urin



akibat



perpindahan cairan karena demam. 4)



Pola tidur istirahat Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur karena sesak napas. Penampilan lemah, sering menguap, dan tidak bisa tidur di malam hari karena tidak kenyamanan tersebut.



5)



Pola aktivitas latihan Aktivitas menurun dan terjadi sedikit kelemahan fisik.



e. Pengkajian Fokus 1)



Keadaan umum Keadaan umum klien dengan pneumonia dapat dilakukan dengan menilai keadaan fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh yaitu lebih dari 40 C, frekuensi napas meningkat



2)



Pola nafas a)



Inspeksi: bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal. Napas cuping hidung dan sesak berat. Batuk produktif disertai dengan peningkatan produksi sekret yang berlebih.



b)



Perkusi: klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.



c)



Auskultasi: didapatkan bunyi napas melemah dan adanya suara napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Peting bagi perawat untuk mendokumentasi hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi.



3)



Sistem neurologi Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran, Pada pengkajian objektif wajah klien tampak meringis, menangis, merintih



4)



Data Penunjang Pemeriksaan



penunjang



yang



menunjukkan



diagnosa



pneumonia seperti x-ray thoraks yang menunjukkan adanya infiltrate pada di salah satu maupun kedua lapang paru 2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan pertukaran gas b. Pola napas tidak efektif c. Bersihan jalan napas tidak efektif d. Intoleransi aktivitas e. Hipertermia 3. Intervensi Keperawatan No



Diagnosa keperawatan



SLKI



SIKI



1



Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)



Pertukaran Gas (L.01003) Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil : 1. Dispnea dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 2. Bunyi napas tambahan dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 3. Gelisah dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 4. Sianosis dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (membaik) 5. Pola napas dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (membaik) 6. Warna kulit dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (membaik)



Terapi Oksigen (I.01026) Observasi 1. Monitor kecepatan aliran oksigen 2. Monitor posisi alat terapi oksigen 3. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen 4. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen Terapeutik 1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea 2. Pertahankan kepatenan jalan napas 3. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen 4. Berikan oksigen tambahn Edukasi 1. Anjurkan pasien dan keluarga cara menggunkan oksigen di rumah Kolaborasi 1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen 2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas atau



tidur 2.



3.



Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)



Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)



Pola Napas (L.01004) Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, pola nafas membaik dengan kriteria hasil : 1. Tekanan ekspirasi dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat) 2. Tekanan inspirasi dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat) 3. Dyspnea dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 4. Penggunaan otot bantu nafas dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 5. Pernapasan cuping hidung dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 6. Frekuensi nafas dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (membaik) Bersihan Jalan Napas (L.01001) Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil : 1. Produksi sputum dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 2. Dyspnea dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 3. Sianosis dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 4. Gelisah dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 5. Frekuensi nafas dari skala 3 (sedang) ke



Pemantauan Respirasi (I.01014) Observasi 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas 2. Monitor pola napas 3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas 6. Auskultasi bunyi napas Terapeutik 1. Atur interval pemantuan respirasi sesuai dengan kondisi pasien 2. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan Manajemen Jalan Napas (I.01011) Observasi 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) 2. Monitor bunyi napas tambahan 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan headtilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal) 2. Posisikan semi-fowler atau fowler 3. Berikan minuman hangat 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 5. Lakukan penghisapan



skala 5 (membaik)



lender kurang dari 15 detik 6. Berikan oksigenasi, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi 2. Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu Latihan Batuk Efektif (I.01006) Observasi 1. Identifikasi kemampuan batuk 2. Monitor adanya retensi sputum 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas 4. Monitor input dan output cairan (mis: jumlah dan karakteristik Terapeutik 1. Atur posisi semifowlerfowler 2. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien 3. Buang sekret pada tempat sputum Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif 2. Anjurkan Tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu selama 8 detik 3. Anjurkan mengulangi Tarik napas dalam hingga 3 kali 4. Anjurkan batuk dengan



kuat langsung setelah Tarik napas dalam yang ketiga



4.



Intoleransi Aktivitas (D.0056)



Toleransi Aktivitas (L.05047) Dalam 1 x 8 jam, diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil : 1. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari- hari dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat) 2. Perasaan lemah dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) 3. Tidak ada perasaan lelah dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun)



Kolaborasi Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu Manajemen Energi (I.05178) Observasi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 3. Monitor pola dan jam tidur 4. Monitor lokasi ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas Terapeutik 1. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan Edukasi 1. Anjurkan tirah baring 2. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap 3. Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



5.



Hipetermia (D.0130)



Termoregulasi (L.14134) Diharapkan setelah diberikan tindakan selama 1 x 8 jam, termoregulasi membaik dengan kriteria hasil : 1. Menggigil dari skala 3



Manajemen Hipertermia (I.15506) Observasi 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator dll)



2.



3.



4.



5.



(sedang) ke skala 5 (menurun) Kulit kemerahan dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) Pucat dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun) Suhu tubuh membaik dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (membaik) Suhu kulit dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (membaik)



2. 3. 4. 5.



Monitor suhu tubuh Monitor Kadar elektrolit Monitor haluaran urin Monitor komplikasi akibat hipertermia



Terapeutik 1. Sediakan lingkungan yang dingi 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh 4. Berikan cairan oral 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipertermia, kompres dingin) 7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin 8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi Anjurkan tirah baring Kolaborasi Kolaborasi pemberian cairan dan elektroli intravena, jika perlu



DAFTAR PUSTAKA



Meadow, Roy. 2015. Notes pediatrik Edisi 7. Erlangga. Jakarta. Nurarif



AH



&



Kusuma



H.



2016.



Asuhan



Keperawatan



Praktis



Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Mediaction. PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI Sari EF, Rumende M, Harimurti K. 2016. Faktor- faktor yang berhubungan dengan diagnose pneumonia. Jurnal penyakit dalam Indonesia. 3(4),183192 Syaifuddin. 2018. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC. Wijaya AS, Putri YM. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika