Makalah Angina Pektoris [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANGINA PEKTORIS



Oleh: Stefani Eli



114216613 (114)



Catharina Ratna



114216614 (115)



Liyana Sutanto



114216615 (116)



Sherlie Angelia S. 114216623 (124)



Lydia Cindy T.



114216616 (117)



Amalia Chyntiya 114216624 (125)



Ivonne Nisa S.



114216617 (118)



Regina Utami T.



Ivy Ivanna W.



114216618 (119)



Putu Egik P.C.G. 114216626 (127)



Monica Wangsa



114216619 (120)



Desak Putu Mega 114216627 (128)



114216625 (126)



Ignacia Johanna C.114216620 (121)



Meilany



114216628 (129)



Evelyn Florencia 114216621 (122)



Stephanie



114216629 (130)



Jessica Florencia 114216622 (123)



Sally Felicia



114216630 (131)



Michael F.



114216631 (132)



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS SURABAYA 2017



Angina Pektoris Angina merupakan salah satu gejala gangguan jantung. Penyebab angina pektoris adalah ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen di sel otot jantung karena penyempitan arteri koroner. Otot jantung memerlukan pasokan oksigen dan nutrisi secara konstan sehingga dibutuhkan arteri koroner yang sehat. Adanya penyempitan pada arteri koroner membuat kerja jantung semakin berat sehingga pasokan oksigen dan nutrisi yang diperlukan semakin besar. Jika aliran darah koroner tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen miokardium akan menyebabkan iskemia. Ketidakseimbangan ini dapat terjadi akibat obstruksi pembuluh darah oleh lesi aterosklerosis. Gangguan angina dapat mereda apabila penderita beristirahat, namun seringkali memerlukan obat untuk mengatasinya (Lucia EW, 2014; Harvey & Champe, 2009). Patofisiologi Angina Pektoris Peningkatan LDL dalam plasma dapat menyebabkan fatty streak lesion. Kadar LDL yang normal akan berikatan dengan reseptor LDL di sel endotel dan terjadi endositosis, namun bila kadar LDL tinggi dalam plasma akan meningkatkan availabilitas LDL dalam intima. LDL bebas akan masuk ke dalam sel endotel dan terperangkap di dalamnya. Sel endotel akan merilis radikal bebas oksigen superoksida sehingga LDL akan teroksidasi menjadi oxidized LDL. LDL yang teroksidasi dianggap antigen sehingga sel endotel akan mengeluarkan molekul adesi seperti P-selectin dan VCAM-1. Penempelan monosit diinisiasi oleh P-selectin di sel endotel untuk mediasi penempelan monosit di sel endotel. Monosit α1β4 akan berikatan dengan VCAM-1 di sel endotel, menyebabkan monosit transmigrasi ke dalam sel endotel. Monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag melalui macrophage CSF. Makrofag akan memfagositosis oxidized LDL dan membentuk foam cell. Semakin banyak foam cell akan menyebabkan sistem imun merilis mediator inflamasi sehingga terjadi penumpukan di dalam sel endotel dan membentuk plak. Apabila plak ini rupture, agen trombosit akan datang dan mengkoagulasi plak tersebut. Koagulasi akan menyebabkan aliran darah menjadi semakin sempit sehingga terjadi penyumbatan dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi (Wilson PWF, 2003).



Manifestasi Klinis



Angina pektoris dihubungkan dengan nyeri. Nyeri angina secara khas digambarkan sebagai nyeri substernal atau perasaan penuh/tertekan. Nyeri dada yang dialami penderita angina bersifat spesifik, berlangsung 2-5 menit, diawali dengan nyeri dada seperti ditekan yang menyebar ke daerah leher, pundak, punggung kemudian ke rahang, lengan atas sebelah luar terutama lengan kiri dan bila parah rasa nyeri bisa sampai ke gigi. Nyeri terjadi pada saat otot jantung tidak mendapatkan pasokan oksigen yang memadai dalam darah (Lucia EW, 2014) Klasifikasi Angina Berdasarkan jenis dan onset nyeri, angina dapat diklasifikasikan menjadi angina stabil, angina non-stabil, dan angina varian. a. Angina Stabil (Stable Angina) Angina stabil berhubungan dengan kerusakan pembuluh darah koroner yang disebabkan oleh ketidakseimbangan aliran darah koroner dengan kebutuhan myocardium. Serangan angina dipicu oleh adanya aktivitas yang berlebihan pada jantung, misalnya aktivitas fisik yang berat, suhu dingin, dan stress. Nyeri angina stabil akan mereda dalam beberapa menit apabila pasien beristirahat atau menggunakan obat golongan nitrat. Pasien dengan angina biasanya mengeluh nyeri pada bagian precordial atau substernal dada; sama seperti nyeri infark myokardial dimana nyeri menyebar dari pundak kiri, rahang, lengan, atau area pada dada.



Gambar 1. Area nyeri pada angina, dimulai dari dada, meyebar menuju pundak dan leher



b. Angina non-stabil (Unstable Angina) Unstable angina (UA) atau non-ST-segment elevationmyocardial infaction (NSTEMI) merupakan sindrom klinis ischemia myocardial yang disebabkan oleh kerusakan myocardial dan dapat dideteksi oleh marker serum cardiac. Kerusakan myocardial disebabkan oleh berkurangnya suplai oksigen pada lumen pembuluh koroner karena adanya penyempitan lumen koroner oleh thrombus atau spasme pembuluh darah. Nyeri pada angina non-stabil sapat terjadi saat pasien beristirahat, biasanya durasi nyeri lebih dari 20 menit, dan semakin lama semakin parah.



Gambar 2.Perbedaan struktur pembuluh koroner pada angina stabil dan non-stabil c. Angina Variant (Variant/Vasospastic/Prinzmetal Angina) Angina variant dapat disebabkan oleh disfungsi sel endothel pembuluh darah, respon hiperaktif sistem saraf simpatik, kerusakan pada pengaturan kalsium dalam otot polos, atau gangguan pada produksi nitrit oksida. Berbeda dengan angina stabil yang terjadi saat stress atau aktivitas berat, angina variant biasanya muncul saat beritirahat dan terjadi pada malam hari (antara tengah malam hingga jam 8



pagi). Pasien dengan angina variant dapat diketahui melalui pemeriksaan elektrokardiograf yang meliputi abnormalitas ST-segment, T-wave peaking, inversi gelombang U, dan gangguan ritme jantung.



Perbedaan Pengobatan pada Angina Angina dibagi menjadi 3 tipe, yaitu Stable Angina, UnstableAngina dan Prinzmetal Angina. Berikut ini adalah pengobatan pada masing-masing tipe: 1. Stable Angina (Angina Stabil) Rekomendasi saat ini untuk pengelolaan angina stabil disarankan antiangina untuk mengurangi hasil klinis yang merugikan termasuk penghentian merokok, aspirin setiap hari, pengobatan dislipidemia dan hipertensi. Adanya kondisi komorbid menentukan pilihan obat untuk terapi optimal. Namun, American College of Cardiology/AHA



(2002)



dan



European



Society



of



Cardiology



(2006)



merekomendasikan agar Beta-Blocker dijadikan terapi lini pertama. Jika BetaBlocker tidak cukup atau kontra indikasi, Calsium Channel Blocker (CCB) dihydropyridine diikuti dengan nitrat long-acting dapat ditambahkan. Prosedur revaskularisasi perkutan dengan atau tanpa penempatan stent atau operasi bypass arteri koroner (CAB) harus ditawarkan kepada pasien yang tidak dapat menggunakan antiangina. Aspirin dapat digunakan sebagai bentuk terapi vaskuloprotektif yang relatif murah untuk mengurangi hasil klinis yang merugikan pada pasien dengan angina stabil. Dosis harian 81 mg sampai 321 mg direkomendasikan untuk pasien tanpa kontraindikasi spesifik terhadap terapi aspirin. Sebagai alternatif, clopidogrel 75 mg sekali sehari dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat minum aspirin. Pasien harus diberi tahu tentang modifikasi diet dan penghentian



merokok.



Pada



pasien



dengan



kadar



LDL



tinggi,



statin



direkomendasikan untuk mengurangi kejadian koroner yang merugikan. ACE Inhibitor berguna untuk pasien dengan angina stabil kronis dan riwayat MI, hipertensi, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, dan juga untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal di mana penggunaan agen ini tidak dikontraindikasikan. 2. Unstable Angina (Angina Tidak Stabil)



Angina tidak stabil adalah salah satu komponen dari gejala acute coronary syndrome (ACS). ACS juga melibatkan elevasi segmen ST MI (STEMI) dan nonSTEMI. Pada kebanyakan pasien, ACS diakibatkan oleh terganggunya plak aterosklerotik, yang menyebabkan adhesi dan agregasi platelet, pembentukan trombus, dan vasokonstriksi. Gangguan ini menyebabkan oklusi sebagian dari satu atau lebih arteri koroner, membatasi aliran darah hingga gagal memenuhi permintaan oksigenasi bahkan pada jantung yang tidak bertekanan. Serangan angina yang tidak stabil adalah keadaan darurat, karena bisa cepat menuju MI, pasien harus segera di bawa ke rumah sakit. Terapi awal harus fokus pada pencegahan MI atau kematian. Obat antiplatelet dan analgesik sangat penting untuk mengurangi iskemia dan mencegah kambuhnya kejadian iskemik yang merugikan. Pasien harus diberi 300 mg aspirin chewable atau mudah larut sesegera mungkin, diikuti oleh heparin, atau enoxaparin, nitrogliserin SL, dan beta-blocker. Clopidogrel dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat mentolerir aspirin. Pasien yang diobati dengan heparin memiliki penurunan risiko MI dan kejadian perdarahan minor yang lebih tinggi. Setelah keluar, pasien mungkin memerlukan terapi antikoagulan warfarin untuk mempertahankan rasio normalisasi internasional (INR) 2,0 sampai 3,0. Jika nitrogliserin tidak secara efektif menghilangkan rasa sakit, morfin mungkin digunakan, asalkan penyebab iskemia diobati juga. Non dihydropyridine CCBs (diltiazem, verapamil) harus digunakan pada pasien dengan iskemia berulang atau sering berulang atau pada orang yang dikontraindikasikan pada Beta-Blocker. Dengan adanya kongesti paru, ACE Inhibitor (atau penghambat reseptor angiotensin) harus diberikan dalam 24 jam pertama. Terapi penurun lipid, seperti statin, mungkin diperlukan pada pasien dengan LDL lebih besar dari 100 mg/dL. Prosedur jantung harus dilakukan pada pasien berisiko tinggi pada tahap awal. 3. Angina Prinzmetal Angina prinzmetal merupakan bentuk angina yang jarang terjadi, disebabkan oleh vasospasme koroner yang mengurangi aliran darah arteri koroner. Spasme pada arteri koroner yang telah mengalami penyumbatan tetap akibat pembentukan trombus atau plak. Pasien mungkin mengeluhkan rasa sakit saat beristirahat atau melakukan aktivitas sehari-hari. Rasa sakit dan ketidaknyamanannya parah dan mungkin tidak



akan berkurang dengan pengobatan. Biasanya, EKG akan menunjukkan elevasi segmen ST sementara, dan ada risiko perkembangan ke MI. Vasospasme yang berkepanjangan dapat menyebabkan aritmia ventrikel, blok jantung, atau kematian. Pengobatan pada angina prinzmetal lebih disukai penggunaan CCB. Nitrogliserin SL atau nitrat IV dapat digunakan untuk menghilangkan serangan akut. Serupa dengan angina yang tidak stabil, angina Prinzmetal dapat merespons nitrat long-acting, namun respons terhadap Beta-Blocker bervariasi. Jika angina tidak menanggapi terapi obat, intervensi bedah mungkin diperlukan. Pada angina Prinzmetal, antikoagulan sangat penting untuk mencegah infark berikutnya. Sementara nitrogliserin dapat menyelamatkan hidup, nitrat long-acting memiliki peran dalam profilaksis. Obat antiaritmia diindikasikan untuk pasien yang mengalami aritmia selama serangan. Modifikasi gaya hidup seperti pengurangan berat badan; diet rendah lemak, rendah kolesterol, rendah kalori; latihan yang dipantau dengan hati-hati; dan penghentian merokok. Dari pengobatan pada masing-masing tipe dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Pengobatan Untuk Masing-Masing Tipe Angina Tipe Angina Jenis Terapi



Lini pertama



Stable Angina  Beta Blocker, atau CCB dihydropyridine  Nitrat longacting



Unstable Angina  Nitrogliserin SL, atau Morfin (jika nitrogliserin tidak efektif)  Beta Blocker, atau CCB non dihydropyridine (diltiazem, verapamil)



Prinzmetal Angina  Nitrogliserin SL atau i.v  CCB



Obat Angina Pectoris A. Nitrat Nitrat organik, misalnya nitrogliserin, merupakan terapi utama untuk menghilangkan angina segera (Katzung, et al., ed 11 p.222). 



Mekanisme Kerja Melepas nitrat oksida dari obat atau endotelium (Katzung, et al., ed 11). Nitrat sebagai vasodilator dengan melepaskan nitrat oksida, sebuah radikal



bebas yang sangat pendek, sehingga menyebabkan vasodilatasi koroner bahkan ketika produksi NO• endogen terganggu oleh CAD (Coronary Artery Disease).Jadi nitrat bertindak berbeda dari kelas antiangina lainnya. 1. Efek vasodilatasi koroner dan perifer. Nitrat secara khusus melebarkan arteri koroner besar dan arteriol lebih besar dari diameter 100 mcm untuk (1) mendistribusikan ulang aliran darah di sepanjang kanal kolateral dan dari epikardial ke daerah endokardial dan (2) meredakan kejang koroner dan stenosis dinamis, terutama di tempat epikardial, termasuk penyempitan arteri koroner yang disebabkan oleh olahraga. Dengan demikian iskemia miokard akibat olahraga dapat berkurang. Jadi nitrat adalah vasodilator yang "efektif" untuk angina. Selain dapat mengurangi preload dari jantung, nitrat juga dapat mengurangi afterload. Refleksi gelombang arterial dari perifer kembali ke aorta diubah sedemikian rupa sehingga ada pengurangan afterload, dengan tekanan sistolik aorta turun meskipun tekanan arteri brakialis tidak berubah. 2. Mengurangi kebutuhan oksigen. Nitrat meningkatkan kapasitansi vena, sehingga menyebabkan penyatuan darah di pembuluh darah perifer dan dengan demikian mengurangi pengembalian vena dan volume ventrikel. Tekanan pada dinding miokard yang sedikit dapat menurunkan permintaan oksigen miokard. Selanjutnya, penurunan tekanan sistolik aorta juga mengurangi kebutuhan oksigen. 3. Mekanisme endothelium dan vaskular. Mekanisme dasar efek biologis nitrat adalah pelepasan enzim yang dimediasi dari NO• yang sangat tidak stabil dari molekul nitrat. Secara normal, keutuhan endotelium vaskular diperlukan dalam mempertahankan kelancaran aliran darah, karena endotel melepaskan faktor-faktor humoral yang dapat mengendalikan relaksasi dan kontraksi. Keutuhan endotelium dapat memberikan efek vasodilatasi dari beberapa agen aktif vaskular (sehingga asetilkolin secara fisiologis memberikan efek vasodilatasi tetapi akan menyempit saat endotelium rusak). Sedangkan nitrat akan meberikaan efek vasodilatasi baik endothelium secara fisik/fungsional utuh atau tidak.



Gambar 3. Efek nitrat dalam menghasilkan nitrat oksida (NO•) dan merangsang guanylate cyclase sehingga terjadi vasodilatasi. Jenis Golongan Nitrat 



Sublingual nitroglycerin Obat ini merupakan terapi inisial untuk stable angina, namun terkadang tidak efektif karena pasien tidak mendapatkan penjelasan penggunaan obat yang jelas



atau karena sakit kepala pasien yang parah. Saat pasien mengalami



serangan, pasien harus beristirahat dengan posisi duduk dan mengambil nitrogliserin sublingual (0,3 hingga 0,6 mg) setiap 5 menit hingga rasa sakit hilang atau maksimal 4 hingga 5 tablet. Posisi berdiri saat terjadi serangan dapat membuat resiko pasien pingsan semakin besar, dan apabila berbaring dapat meningkatkan kerja jantung).







Nitroglycerin spray Merupakan mode alternative dari pemberian nitrogliserin per oral dan pada beberapa pasien lebih dapat diterima. Efek vasodilatasinya juga lebih cepat dari pada sediaan tablet, sehingga memiliki keuntungan pada pasien dengan mulut kering.







Isosorbid Dinitrate Dapat diberikan secara sublingual (5 mg) untuk menghilangkan seragan angina dan dapat member efek anti angina selama sekitar 1 jam. Karena dinitrat membutuhkan konversi hepatic untuk menjadi mononitrat (zat aktif), maka on set of action-nya membutuhkan waktu lebih lama dari nitrogliserin. Oleh karena itu, penggunana ISDN secara sublingual direkomendasikan hanya bila pasien tidak resonsif atau intoleran dengan sublingual nitrogliserin.







Nitrat long acting untuk Profilaksis Angina Nitrat long acting lama kelamaan akan turun efektifitasnya apabila digunakan secara regular, kecuali pada pengobatan tanpa nitrat atau dengan pemberian obat dengan interval yang rendah. Perburukkan disfungsi endothelial merupakan komplikasi potensial pada pengunaan jangka panjang nitrat long acting yang harus dihindari. Tabel 2. Produk Nitrat







Obat Yang Beredar Di Indonesia Berikut adalah obat-obat golongan Nitrat yang beredar di Indonesia: 1. Gliseril Trinitrat / Nitrogliserin a. DBL Glyceryl Trinitrate Bentuk sediaan



: Injeksi



Kekuatan



: 5mg/ml



Golongan Obat



:K



b. Glyceril Trinitrat (Generik) Bentuk Sediaan



: Injeksi



Kekuatan



: 5 mg/ml



Golongan Obat



:K



c. Nitral (Actavis Indonesia) Bentuk Sediaan



: Tablet Sublingual



Kekuatan



: 500 mcg



Golongan Obat



:K



d. Nitrogard Bentuk Sediaan



: Cairan Injeksi



Kekuatan



: 10 mg/ml



Golongan Obat



:K



e. Nitrokaf Retard (Kimia Farma) Bentuk Sediaan



: Kapsul Pelepasan Lambat



Kekuatan



: 2,5 ; 5 mg



Golongan Obat



:K



2. Isosorbid Dinitrat a. Cedocard (Darya Varia Laboratoria) Bentuk Sediaan



: Infus



Kekuatan



: 1 mg/ml



Bentuk Sediaan



: Tablet



Kekuatan



: 5;10;20 mg



Golongan Obat



:K



b. Cedocard Retard (Darya Varia Laboratoria) Bentuk Sediaan



: Tablet Pelepasan Lambat



Kekuatan



: 20 mg



Golongan Obat



: Keras



c. Farsorbid Bentuk Sediaan



: Cairan Injeksi



Kekuatan



: 1 mg/ml



Bentuk Sediaan



: Tablet Sublingual



Kekuatan



: 5;10 mg



Golongan Obat



:K



d. Gasorbid (Galenium Pharmasia Lab)



Bentuk Sediaan



: Tablet



Kekuatan



: 10 mg



Golongan Obat



:K



e. Isoket (Glaxo Wellcome Indonesia) Bentuk Sediaan



: Tablet



Kekuatan



: 5; 10 mg



Bentuk Sediaan



: Cairan Injeksi



Kekuatan



: 1 mg/ml



Golongan Obat



:K



f. Isoket Retard (Glazo Wellcome Indonesia) Bentuk Sediaan



: Tablet Pelepasan Lambat



Kekuatan



: 20 mg



Golongan Obat



:K



g. Isoket Spray (Glaxo Wellcome Indonesia) Bentuk Sediaan



: Aerosol



Kekuatan



: 25 mg/ml



Golongan Obat



:K



h. Isonat (Kimia Farma) Bentuk sediaan



: Tablet Sublingual



Kekuatan



: 5;10 mg



Golongan Obat



:K



i. Isorbid (Pharos Indonesia) Bentuk Sediaan



: Tablet Sublingual



Kekuatan



: 5;10 mg



Golongan Obat



:K



j. Isosorbide Dinitrat (Generik) Bentuk Sediaan



: Tablet Sublingual



Kekuatan



: 5;10 mg



Bentuk Sediaan



: Cairan Injeksi



Kekuatan



: 1 mg/ml



Golongan Obat



:K



k. Isovell



Bentuk Sediaan



: Cairan Injeksi



Kekuatan



: 1 mg/ml



Golongan Obat



:K



l. Vascardin (Nicholas Lab Indonesia) Bentuk Sediaan



: Tablet



Kekuatan



: 5;10 mg



Golongan Obat



:K



3. Isosorbid Mononitrat a. Cardismo (Phapros) Bentuk Sediaan



: Tablet



Kekuatan



: 20 mg



Golongan Obat



:K



b. Imdur Bentuk Sediaan



: Tablet Pelepasan Lambat



Kekuatan



: 60 mg



Golongan Obat



:K



c. Isomonit 60 SR (Novartis Indonesia) Bentuk Sediaan



: Tablet Pelepasan Lambat



Kekuatan



: 60 mg



Golongan Obat



:K



d. Monecto Bentuk Sediaan



: Tablet



Kekuatan



: 20 mg



Golongan Obat



:K



e. Pentacard (Darya Varia Laboratoria) Bentuk Sediaan



: Tablet



Kekuatan



: 20 mg



Golongan Obat



:K



Tabel 3. Sediaan Nitrat: Dosis, Rute Pemberian, dan Durasi Efek



B. Calcium Channel Blocker 



Mekanisme kerja Obat-obatan pada golongan ini bekerja pada saluran kalsium tipe L berpintu voltase yang dominan di otot jantung dan otot polos. Aksinya adalah memblok saluran kalsium dari sisi dalam membran dan berikatan lebih efektif dengan saluran yang terbuka dan saluran yang inaktif. Berikatannya obat ini dengan saluran kalsium menyebabkan berkurangnya frekuensi pembukaan saluran sebagai respon dari depolarisasi. Hasilnya terjadi penurunan kontraktilitas dari seluruh jantung dan berkurangnya kecepatan pemacu nodus sinus dan kecepatan hantaran nodus atrioventrikuler dikarenakan penurunan yang mencolok dari arus kalsium transmembran. Pada otot polos terjadi relaksasi berkepanjangan akibat dari penurunan mencolok arus kalsium transmembran tersebut.



NON-DHP



DHP



Gambar 4. Mekanisme Kerja Calcium Channel Bloker Mekanisme efek klinis dari obat golongan ini adalah menurunkan kontraksi miokardium sehingga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium. Pada otot polos arteri pengaruhnya adalah mengurangi tekanan arteri dan intraventrikel. Diltiazem dan verapamil (golongan non dihidropiridin)



memiliki efek antiadrenergik non-spesifik dan bekerja secara selektif terhadap jantung sehingga memiliki peran untuk vasodilatasi perifer. Dari semua efek yang ditimbulkan diatas kemudian stres pada dinding ventrikel kiri menurun yang kemudian mengurangi kebutuhan oksigen miokardium. Selanjutnya pada pemakaian diltiazem dan verapamil dapat menyebabkan aritmia (contoh: penurunan



kecepatan



jantung)



yang



menyebabkan



kebutuhan



oksigen



miokardium menurun sehingga penggunaan obat golongan ini pada pasien lansia di hindari. Obat golongan CCB ini juga dapat mencegah dan meredakan terjadinya spasme arteri koronaria pada angina, sehingga obat ini dapat digunakan dalam terapi profilaksis dari angina pectoris. Sedangkan pada obat golongan dihidropiridin seperti nifedipin, amlodipin, dan nicardipin bekerja selekif pada pembuluh darah dan sasaran aksinya adalah otot polos, otot jantung, serebral, dan organ lain kerjanya yaitu dengan vasodilatasi pembuluh darah perifer sehingga menyebaban reflex adrenergik yang menyebabkan jantung memompa lebih kuat sehingga terjadi peningkatan kebutuhan oksigen. 



Jenis-jenis obat Calcium Channel Blocker 1. Non dihidropiridin a) Verapamil HCl Verapamil bekerja dengan menghambat takikardia di sel-sel yang dependen-kalsium seperti nodus atrioventrikel secara lebih selektif dibandingkan dengan dihidropiridin. Blokade saluran natrium oleh verapamil bersifat sedang dan untuk diltiazem lebih rendah lagi.Jaringan dari nodus SA dan AV yang dependen-kalsium dipengaruhi sangat kuat oleh Verapamil. Verapamil dapat menyebabkan vasodilatasi arteri perifer yang disebabkan oleh efek inotropik, dromotropik, dan kronotropik secara langsung dibandingkan dengan dihidropiridin. Dosis verapamil yang diberikan yaitu 80-120mg 3x/hari.



Tabel 4. Profil Farmakokinetik Verapamil Absorbsi



Distribusi Metabolisme Eliminasi



Bioavailabilitas Onset



20-35% Immediate Release 1-2 jam Intra Vena 1-5 menit Durasi Intravena 10 – 20 menit Per Oral 6 – 8 jam T max Immediate Release 1 – 2 jam Extended Release 11 jam (Covera HS, Verelan PM) 5,21 jam (Calan SR, Isoptin SR) 7 - 9 jam (Verelan) Ikatan Protein 94% Vd 3.8 L/Kg Dimetabolismeoleh CYP3A4 MetabolitNorverapamil (Aktif) t1/2 Infants 4,4 – 6,9 jam Dosistunggal 3 – 7 jam Dosisganda 4 – 5 jam GangguanHeparBera 14 – 16 jam t Dihemodialisis Tidak Cl 0,6 L/jam/Kg Ekskresi Urin 70% Faces 9 – 16 %



b) Diltiazem Pemberian diltiazem oral menyebabkan penurunan terus-menerus pada frekuensi jantung maupun tekanan darah arteri rata-rata. Diltiazem memiliki interaksi secara kinetik dengan reseptor saluran kalsium dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan dihidropiridin



Tabel 5. Profil Farmakokinetik Diltiazem Absorbsi



Bioavailabilit as Onset Durasi T max



Distribusi



Ikatan Protein Vd



Metabolism e Eliminasi



40% (PO) Immediate Release Intra Vena Intravena Bolus IntravenaInfusContino us Immediate Release Extended Release



30-60 min 3 min 1-3 jam 0.5-10 jam 2-4 jam 10-14 jam (Kapsul) 11 – 18 jam (Tablet)



70-80% 3-13 L/kg



Dimetabolismeoleh CYP3A4 Desacetyldiltiazem (aktif), 25-50% diltiazemsamapotennyadalamvasodilatasipembuluhcoroner N-monodesmethyldiltiazem (tidakaktif) t1/2 Immediate Release 3-4.5 Jam Extended Release 6 – 9 jam (kapsul) 5 – 10 jam (tablet) Dosis Tunggal IV Infus IV Continous Cl Ekskresi



3- 4 jam 4 – 5 jam



11.8 mL/min/kg Urin



2-4% sebagaibentuktidakberub ah 6-7% sebagaimetabolit



Faces 2. Dihidropiridin a) Amlodipin Amlodipin merupakan senyawa dihidropiridin yang absorbsinya lambat dan efeknya lebih lama. Amlodipin menyebabkan takikardi karena waktu paruhnya yang lama. Amlodipine diserap baik pada dosis oral dengan puncak konsentrasi darah yang terjadi setelah 6 sampai 12 jam. Bioavailabilitasnya bervariasi tetapi biasanya berkisar antara 60 sampai



65%. Amlodipine dilaporkan sekitar 97,5% terikat pada protein plasma. Memiliki waktu t1/2 eliminasi 30 sampai 50 jam dan konsentrasi tunak dalam plasma setelah 7-8 hari penggunaan. Amlodipine secara ekstensif dimetabolisme di hati; metabolit sebagian besar diekskresikan dalam urin bersama-sama dengan kurang dari 10% dari dosis sebagai obat tidak berubah. Amlodipin tidak bisa dihilangkan oleh dialisis (Martindale 36, 2009). Dosis amlodipin dimulai 5mg 1x/hari, maksimal 10mg 1x/hari b) Nicardipin HCl Nicardipin menghasilkan efek samping yang lebih sedikit misalnya pusing dibandingkan nifedipin, tetapi memiliki khasiat yang sama.Dimulai 20mg 3x/hari ditingkatkan setelah minimal 3 hari menjadi 30mg 3x/hari (rentang normal dosisnya antara 60-120mg/hari) c) Nifedipin Nifedipin memiliki efek inotropik negatif langsung secara in vivo. Namun, nifedipin merelaksasi otot polos vaskular pada konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek langsung yang menonjol pada jantung. Untuk angina dimulai 5mg 3x/hari disesuaikan berdasarkan respon menjadi 20mg 3x/hari. Untuk sediaan modified release dapat diberikan dosis 30mg 1x/hari dapat ditingkatkan jika dibutuhkan menjadi maksimal 90mg 1x/hari 



Sediaan yang tersedia di Indonesia: o Amlodipin (generik, Norvask) Oral: Tablet 5mg, 10mg o Diltiazem (Farmabes, Dilmen, generik) -



Oral: tablet 30mg, 60mg



-



Oral lepas lambat (Cordila SR): Kaplet 180mg



-



Injeksi (Farmabes Injeksi): 5mg/mL



o Nikardipin (Nicardex, Blistra, Perdipine) Parenteral: 1mg/mL o Nifedipin (Calcianta, Nifedin, Farmalat)



Oral: Tablet 5mg, 10mg o Verapamil (generik, Isoptin) -



Oral: Tablet 80mg



-



Oral lepas lambat: Kaplet 240mg



C. β- Blocker β – bloker bekerja dengan cara menghambat nonepinefrine berikatan dengan reseptor beta. Jika reseptor beta1 diblok maka akan mengurangi rilis renin sehingga angiotensinogen tidak berubah menjadi angiotensin 1 dan produksi angiotensin 2 menjadi menurun sehingga rilis aldosteron menurun. Hal ini dapat menurunkan efek adrenalin pada otot jantung, sehingga kecepatan laju jantung dan kekuatan kontraksi otot jantung akan menurun, yang juga diikuti dengan menurunnya kebutuhan oksigen. Suplai oksigen meningkat karena penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner membaik saat diastol.



Gambar 5. Efek penggunaan β- bloker (Drugs for the Heart) β-bloker (beta-adrenoreseptor blocking agent) menghambat secara kompetitif aksi dari katekolamin pada bagian reseptor β1-adrenergik, dimana berperan sebagai mediator dalam sirkulasi katekolamin. Penghambatan secara kompetitif ada aksi katekolamin akan meminimalkan pengaruh pada tingkat kronotropik (kontraksi otot)



dan inotropik dari miokardium. Efek yang menguntungkan dengan β-bloker yaitu meningkatkan ventrikular volume dan waktu pengeluaran. Efek β-bloker secara keseluruhan pada pasien angina adalah mengurangi kebutuhan akan oksigen. β-bloker oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama. β-bloker juga diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada kontraindikasi. Pemberian β-bloker pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat β-bloker yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi gagal jantung parah. β-bloker dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat asma karena dapat memprovokasi bronchospasme (kejang cabang tenggorok) / penyakit paru obstruktif menahun, hipoglikemia yang sering, IDDM (insulin-dependent diabetes melitus). Tidak boleh diberikan pada pasien yang baru mulai gagal jantung. Putus obat yang mendadak dapat menyebabkan memburuknya angina. Karena itu bila β-bloker akan dihentikan lebih baik dilakukan dengan cara pengurangan dosis sedikit demi sedikit. Efek yang tidak diinginkan dari β blocker adalah peningkatan volume diastolik dan peningkatan waktu ejeksi yang cenderung dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen miokardial. Sehingga penggunaannya harus bersamaan dengan nitrat. β-bloker dapat menyebabkan komplikasi potensial meliputi kelelahan, gangguan olahraga, insomnia, perburukan klaudicatio (rasa sakit akibat kurangnya aliran darah ke otot), dan disfungsi ereksi.



Dosis Nama Generik Noncardioselective Propanolol Carteolol



Dosis yang digunakan pada Angina 80mg 2 kali sehari, namun boleh diberikan dengan dosis 160 mg 2 kali sehari 80-320 mg 1 kali sehari



Nadolol Satolol



40-80 mg 1 kali sehari 80-240 mg 2 kali sehari dalam 2 dosis terbagi untuk aritmia ventricular



Cardioselective Acebutolol 400-1200 mg sehari dalam 2 dosis terbagi Atenolol 50-200 mg 1 kali sehari Bisoprolol 10 mg 1 kali sehari Metoprolol 50-200 mg 2 kali sehari β-bloker nonselective Pindolol 2,5-7,5 mg 3 kali sehari Carvedilol >25 mg 2 kali sehari Sumber : Drugs for the Heart



Sumber : Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut



Obat di Indonesia Non selective-β bloker a. Propanolol



- Nama Generik: Propanolol tablet 10mg, 40mg. - Nama Dagang: Farmadral ® (Fahrenheit) tablet 10mg, Inderal® (Astra Zaneca) tablet 10mg, 40mg. - Farmakokinetik Propranolol hampir sepenuhnya diabsorpsi pada saluran gastrointestinal, namun metabolismenya cukup besar di hati. Konsentrasi plasma puncak (t



max



) terjadi



sekitar 1 sampai 2 jam setelahdosis oral. Konsentrasi plasma sangat bervariasi. Propranolol memiliki kelarutan lemak tinggi dan dapat melintasi sawar darah otak dan plasenta. Propanololdidistribusikan ke dalam ASI. Ikatan dengan protein plasma sekitar 90%. Metabolit propranolol (4-hidroksipropranolol)dan sejumlah kecil obat yang tidak berubah diekskresikan dalam urin. Waktu paruh plasma (t ½



) propranololsekitar 3 sampai 6 jam.



- Farmakodinamik Penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI. - Dosis dan aturan pakai: Angina dosis awal 40mg 2-3 kali sehari, dosis pemeliharaan 120-240mg sehari. - Bentuk sediaan obat : Tablet. Cardioselektif β-bloker a. Metoprolol



- Nama Dagang: Seloken ® (Sastra Zaneca) 50mg, 100mg, Lopresor ® (Sandos) 100mg. - Farmakokinetik Metoprolol diabsorpsi dengan baik pada saluran gastrointestinal tetapi mengalami metabolisme first-pass, dengan bioavailabilitas sekitar50%. Konsentrasi plasma puncak (t



max



) sangat bervariasi dan terjadi sekitar 1,5-2 jam setelah dosis oral



tunggal.Cukup larut dalam lemak.Metoprolol didistribusikan secara luas, dapat menembus sawar darah otak dan plasenta, dan didistribusikan ke dalamASI. Sekitar 12% terikat pada protein plasma. Secara luas dimetabolisme di hati, terutama olehSitokrom P450 isoenzim CYP2D6, dan mengalami deaminasi oksidatif. Diekskresikan dalam urin hanya dengan jumlah kecil dalam bentuk



metoprolol yang tidak berubah.Waktu paruh (t



½



) metoprolol 3 sampai 7 jam.



Metoprolol memiliki OOA pada dosis oral sekitar 1 jam. - Farmakodinamik Penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI. Kelarutan lipidnya moderate, kurangnya aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA), dan aktivitas stabilisasi membran lemah (MSA). - Dosis dan aturan pakai: Angina 50-100mg 2-3 kali sehari. - Bentuk sediaan obat: Tablet. b. Atenolol



- Nama Dagang: Betablok ® (Kalbe



Farma)



Hiblok ® (Nufarindo)



50mg,



50mg,



100mg,



Farnomin ®(Fahrenheit)



Internolol ® (Interbat)



50mg,



50mg, 100mg,



Tenormin ® (Sastra Zaneca) 50mg, 100mg, Tensinorm ®(Medicon Prima) 50mg, 100mg, Zumablok ® (Sando) 50mg, 100mg. - Farmakokinetik Pada saluran cerna , dosis oral atenolol akan diabsorbsi sekitar 50%, sisanya diekskresikan tidak berubah dalam tinjadan dimetabolisme dihepar tetapi dengan jumlah yang sedikit atau tidak sama sekali. Bioavailabilitasnya sekitar 40-50%, protein plasma mengikat 6-16%, konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 2 – 4 jam. Atenolol dapat menembus plasenta dan terdistribusi dalam air susu sehingga pada penggunaannya tidak boleh bagi ibu hamil dan menyusui. Atenolol tidak dapat menembus Blood Brain Barrier dan memiliki t1/2 sekitar 6-7 jam. Atenolol memiliki OOA kurang dari 1 jam dan DOA sekitar 12-24 jam - Dosis dan aturan pakai: Angina 100mg sehari dalam 1 atau 2 dosis. - Bentuk sediaan obat: Tablet. c. Asebutolol



- Nama dagang : Sectral, Sectrazide - Farmakokinetik Asebutolol diabsorbsi dengan baik oleh saluran pencernaan, namun mengalami metabolisme



hepatic



first-pass



yang



ekstensif.



Asebutolol



memiliki



bioavailabilitas hanya sekitar 40%, metabolit utama asebutolol yaitu diacetolol aktif. Konsentrasi plasma puncak asebutolol dan diacetolol dicapai dalam waktu sekitar 2 dan 4 jam. Asebutolol dan diacetolol didistribusikan secara luas di dalam tubuh, namun kelarutannya dalam lemak rendah sampai sedang dan penetrasi ke dalam CSF buruk. Asebutolol dapat menembus plasenta dan pada konsentrasi yang tinggi ditemukan dalam air susu ibu. Asebutolol hanya sekitar 26% terikat pada protein plasma, namun sekitar 50% terikat pada eritrosit.t1/2 eliminasi asebutolol dan diacetolol masing-masing yaitu 3- 4 jam dan 8-13 jam. Nilai t1/2 untuk asebutolol dan diacetolol dapat meningkat pada geiatrik dan waktu paruh untuk diacetolol dapat diperpanjang hingga 32 jam pada pasien dengan gangguan ginjal berat. Asebutolol dan diacetolol diekskresikan dalam urin



dan



empedu



dan



dapat



menjalani



daur



ulang



enterohepatik.



Asebutololdiekskresikan langsung dari dinding usus, dan lebih dari 50% dosis oral dapat dipulihkan dari feses. Asebutolol dan diacetolol dikeluarkan melalui dialisis. - Dosis: Angina, dosis awal 400 mg sekali sehari atau 200 mg 2 kali sehari; 300 mg 3 kali sehari; pada angina berat, sampai 1,2 g sehari telah digunakan. d. Bisoprolol fumarat - Nama dagang : B-beta, beta-one, biscor, bisoprolol, concor, hapsen, maintate - Farmakokinetik Bisoprolol hampir seluruhnya diabsorbsi oleh saluran gastrointestinal dan mengalami hepatic first-pass yang kecil, bisoprolol memiliki bioavailabilitas oral sekitar 90%. Konsentrasi plasma puncak dicapai pada waktu 2-4 jam setelah dosis oral. Bisoprolol sekitar 30% terikat pada protein plasma. Bisoprolol memiliki t1/2 sekitar 10 sampai 12 jam. Bisoprolol cukup larut dalam lemak. Hal ini dimetabolisme di hati dan diekskresikan dalam urin sekitar 50% sebagai obat yang tidak berubah dan 50% sebagai metabolit. - Farmakodinamik Bisoprolol merupakan adalah antagonis β1-adrenergik kardioselektif . Aktivasi reseptor β1 (terletak terutama di jantung) oleh epinefrin meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah yang menyebabkan jantung mengkonsumsi lebih



banyak oksigen. Bisopolol dapat menurunkan denyut jantung dan tekanan darah dan dapat digunakan untuk mengurangi beban kerja pada jantung dan karena itu kebutuhan oksigen. Selektif β1-bloker dapat mencegah pelepasan renin, hormon yang diproduksi oleh ginjal menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Bisoprolol bersifat lipofilik dan tidak menunjukkan aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA) atau aktivitas menstabilkan membran. - Dosis: Hipertensi dan angina. Satu tablet 5 mg sehari sekali pada pagi hari sebelum atau sesudah makan. Dalam kasus sedang/tidak terlalu berat, satu tablet sehari mungkin cukup. Kebanyakan kasus dapat terkontrol dengan pemberian 2 tablet/hari (10 mg), kecuali pada sejumlah kecil kasus memerlukan dosis 4 tablet/hari (20 mg). Obat yang dipilih untuk Angina pectoris: Obat yang dipilih yaitu Atenolol yang termasuk β-blocker cardioselektif dimana menghambat hanya pada reseptor β1 sehingga kerjanya lebih efektif. Pada atenolol memiliki sifat hidrofilik sedangkan metoprolol bersifat lipofilik sehingga atenolol tidak dapat menembus sawar otak secara signifikan. Berdasarkan waktu OOA pada atenolol lebih panjang yaitu 12-24 jam daripada metoprolol sehingga lebih efisien bagi pengguna.



Obat untuk Angina Prevention A. Statin 



Mekanisme kerja



Gambar 6. Mekanisme Keja Statin Ada beberapa obat yang berfungsi untuk menurunkan plasma LDL, salah satunya adalah golongan statin, yang merupakan inhibitor 3-hidroksi-2metilglutaril-koenzim A (HMG-CoA) reduktase. Enzim ini berfungsi untuk mengkatalisis konversi HMG-CoA menjadi asam mevalonate. Statin akan menghambat enzim ini secara kompetitif dan menurunkan biosintesis kolesterol di hepar dan mengubah jumlah kolesterol menjadi VLDL. Akibatnya, terjadi peningkatan kompensasi jumlah reseptor LDL dan meningkatkan uptake dari LDL-C. Pada pasien hiperkolesterolemia, statin menurunkan kadar LDL-C 2050% sedangkan kadar HDL meningkat sebesar 10%.. Simvastatin, lovastatin dan pravastatin adalah obat inhibitor HMG-CoA reductase yang spesifik, reversible dan kompetitif 



Efek samping statin Myalgia, gangguan pencernaan, rabdomiolisis, penngkatan SGOT dan SGPT, stiven jonson syndrome, insomnia dan rash. Efek yang lebih serius jarang terjadi, namun mencakup kerusakan otot skeletal (myositis) dan angioedema (Rang dan Dale, 2016).







Macam obat dan dosis pemberian 1) Fluvastatin



Dosis dapat dimulai dengan 40 mg sekali sehari, dan pada kasus ringan 20mg/hari. Efek klinik tercapai dalam 4 minggu. Dosis disesuaikan dengan kebutuhan pasien, dan perubahan dosis dilakukan setelah penggunaan 4 minggu atau lebih. Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 80 mg/hari. 2) Lovastatin Oral, dewasa, dosis awal, 10 mg (kadar kolesterol total serum kurang dari 240 mg/dL) atau 20 mg (kadar kolesterol total serum lebih dari 240 mg/dL) sekali sehari pada waktu malam. Diet serat tinggi dapat merintangi absorpsi obat, oleh sebab itu diet tersebut harus dikonsumsi selama beberapa jam sebelum penggunaan obat. Rentang dosis yang disarankan adalah 20 mg hingga maskimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal atau dosis terbagi. Dosis terbgai dapat lebih efektif. Pada pasien usia lanjut, efek terapi maksimum dicapai pada dosis kurang dari 40 mg/hari. 3) Pravastatin Awal 10, 20 atau 40 mg sehari, disfungsi hati dan ginjal. Pasien dengan riwayat disfungsi hati yang bermakna, dosis awal yang dianjurkan 10 mg perhari. 4) Atorvastatin Hiperkolesterolemia primer dan hiperlipidemia campuran, biasanya 10 mg sekali sehari, bila perlu dapat ditingkatkan dengan interval 4 minggu hingga maksimal 80 mg sekali sehari. Anak 10-17 tahun: dosis awal 10 mg sekali sehari (pengalaman terbatas dengan dosis diatas 80 mg sehari); Hiperkolesterolemia turunan, dosis awalnya 10 mg sehari, tingkatkan dengan interval 4 minggu sampai 40 mg sekali sehari; bila perlu, tingkatkan lebih lanjut sampai maksimal 80 mg sekali sehari (atau dikombinasi dengan resin penukar anion pada hiperkolesterolemia turunan heterozigot). Anak 10-17 tahun hingga 20 mg sekali sehari (pengalaman terbatas dengan dosis lebih besar) 5) Rosuvastatin



Dosis awal 10 mg sekali sehari jika perlu ditingkatkan menjadi 20 mg sekali sehari setelah 4 minggu; Dosis 40 mg sekali sehari hanya boleh diberikan



pada



pasien



dengan



hiperkolesterol



berat



(termasuk



hiperkolesterol familial) yang tidak memberikan hasil dengan 20 mg. 6) Simvastatin 10 mg sehari malam hari, disesuaikan dengan interval tidak kurang dari 4 minggu; kisaran lazim 10-40 mg sekali sehari malam hari. Penyakit jantung koroner, awalnya 20 mg sekali sehari malam hari. 



Sediaan di Indonesia a) Simvastatin Oral : 10, 20, 40, 80 mgtablet dan tablet selaput b) Atorvastatin Oral: 10, 20, 40, 80 mg tablet, tablet salut selaput dan kapsul salut selaput Contoh sediaan statin di pasaran :Lipitor Komposisi : Atorvastatin Ca 10 mg; 20 mg; 40 mg Bentuk sediaan : tablet



Gambar 7. Sediaan Lipitor



c) Lovastatin



Oral: 20, 40, 80 mg tablet d) Pravastatin Oral: 20,40,80 mg tablet, kapsul e) Rosuvastatin Oral: 5,10,20,40 mg tablet salut selaput Pemilihan Statin untuk Angina Prevention Golongan statin merupakan obat yang paling efektif dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Secara klinis, statin dapat mencegah penyakit arteri koroner dan menurunkan mortalitas pada pasien yang memiliki penyakit kardiovaskualr. Obat ini memiliki riwayat keamanan yang baik dan regimen dosis hanya sekali dalam sehari sehingga memudahkan dan meningkatkan kepatuhan dari pasien (Brenner dan Stevens, 2013). Selain berfungsi untuk menurunkan kadar lipid dalam darah, statin juga mempunyai efek pleotropik, stabilisasi plak, antiinflamasi dan antitombogenik Pemakaian statin diberikan pada pasien SCAD, UA-STEMI, UA-NON STEMI sebagai secondary prevention yaitu untuk menurunkan kadar lipid dalam darah, dan juga sebagai efek pleotropik, stabilisasi plak, antiinflamasi dan antitombogenik. Statin memiliki bioavailabilitas rendah. Simvastatin dan lovastatin merupakan prodrug yang inaktif dan harus dikonversi menjadi bentuk metabolit aktif dalam liver. Semua obat kecuali atorvastatin memiliki waktu paruh pendek. Statin dengan waktu paruh pendek biasanya diberikan pada malam hari atau sebelum tidur untuk menghambat biosintesis nocturnal. Atorvastatin memiliki waktu paruh lebih panjang dan bisa diberikan pada siang hari. Lovastatin sebaiknya diberikan menjelang makan malam untuk memudahkan absorbis. Lovastatin dan simvastatin dapat menembus sawar darah otak sehingga menyebabkan gangguan tidur pada beberapa pasien (Brenner dan Stevens, 2013). Atorvastatin dan rosuvastatin adalah inhibitor yang kerjanya long acting. Pada penggunaan di Indonesia lebih di pilih atorvastatin karena pada penelitian FDA menunjukan adanya perbedaan pada penggunaan terhadap orang asia dan orang berkulit putih dimana pada orang asia di dapatkan peningkatan kadar 2x lebih besar yabg dapat mengakibatkan peningkatan efek samping seperti myopathy.



Atorvastatin merupakan salah satu statin yang paling poten yang ada di Indonesia. Golongan statin dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 dan kadar dalam plasma akan meningkat bila dikombinasikan dengan eritromisin. Statin juga menghambat metabolisme warfarin sehingga meningkatkan kadar warfarin dalam darah sehingga kombinasi obat sebaiknya dihindari (Brenner dan Stevens, 2013). B. Antiplatelet 1. Aspirin Aspirin secara ireversibel asetat siklooksigenase, dan aktivitas tidak dipulihkan sampai platelet baru terbentuk. Isoform COX adalah COX-1, penghambatan yang memberikan manfaat terapeutik kardiovaskular dan efek samping gastric beracun. Sebaliknya, aspirin tidak terlalu menghambat COX-2. Jalur ini menghasilkan prostaglandin (PG), termasuk PGE2, yang berkontribusi terhadap respon inflamasi. Dengan menghambat COX-1, aspirin mengganggu sintesis TXA2 protrombotik, penting dalam siklus aktivasi trombosit dan pada dosis rendah memungkinkan sekresi lanjutan PGI2 (prostasiklin). Menjadi sel yang sangat primitive, platelet tidak dapat mensintesis protein baru, sehingga aspirin mencegah semua aktivitas platelet COX-1 untuk umur platelet, yaitu 8-10 hari. Aspirin juga memiliki efek nonplatelet yang penting. Pada endotelium vascular, ia menginaktivasi COX, yang dapat mengurangi pembentukan antiagregasi prostasiklin serta TXA2. Terlepas dari efek aspirin yang berpotensi bertentangan ini, efek klinis yang luar biasa adalah antitrombotik. Perhatikan juga bahwa COX vascular dapat disintesiskan dalam beberapa jam, sedangkan platelet COX hanya bisa mereformasi dengan lahirnya platelet baru tanpa aspirin. Di sisi negatif, aspirin dapat menyebabkan iritasi lambung, dan gastrointestinal (GI) bleeding yang membutuhkan rawat inap. Namun, pada pencegahan sekunder MI, aspirin kira-kira 100 kali lebih efektif dalam mencegah kejadian kardiovaskular daripada memprovokasi pendarahan mayor meskipun resistensi aspirin dapat membatasi respon. Pendarahan berhubungan dengan dosis aspirin, dengan pendarahan berlipat ganda saat dosis meningkat dari dosis kurang dari 100 mg hingga kurang dari 200 mg/hari.







Indikasi Pada ACS, termasuk AMI dengan terapi fibrinolitik atau PCI primer, dan UA dengan strategi konservatif atau invasif, aspirin harus diberikan baik pada fase akut maupun follow up, dan bagian dari triple antiplatelet blockade.







Kontraindikasi Intoleransi aspirin, riwayat pendarahan GI, dan tukak lambung atau sumber potensial GI atau pendarahan genitourinaria lainnya. Hemofilia tidak mutlak kontraindikasi terhadap aspirin bila ada indikasi kardiovaskular yang kuat. Karena menghambat ekskresi urin asam urat dan kreatinin, asam urat darah, dan kreatinin harus dipantau terutama pada orang dewasa yang lebih tua. Kontraindikasi relatif meliputi asam urat, dyspepsia, anemia defisiensi besi, dan kemungkinan peningkatan perioperatif berdarah.







Interaksi obat Terapi aspirin dan warfarin apabila diberikan bersamaan dapat meningkatkan resiko pendarahan, terutama jika dosis aspirin tinggi. Aspirin menghambat aktivitas COX-1 sekitar 170 kali lebih banyak dibanding COX-2 sehingga interaksi dengan inhibitor COX-2 tidak mungkin terjadi. Diantara NSAID, mereka yang memiliki aktivitas COX-1 dominan (ibuprofen dan naproxen) tetapi tidak dengan aktivitas COX-2 yang dominan (diklofenak) mengganggu efek kardioprotektif aspirin. ACE inhibitor berpotensi melawan efek



pada



hemodinamik



ginjal,



dengan



menginhibisi



aspirin



dan



mempromosikan ACE inhibitor dalam pembentukan PG vasodilatasi. BIla ACE inhibitor secara kronis digunaka untuk gagal jantung, perlindungan postinfarct, atau high-risk prevention, namun tetap bermanfaat saat aspirin ditambahkan. Aspirin mengurangi tapi tidak menghilangkan efek menguntukan ACE inhibitor pada kejadian klinis utama. Resiko pendarahan GI akibat aspirin meningkat dengan alkohol, terapi koortikosteroid, dan NSAID. Fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin menurunkan khasiat aspirin melalui induksi enzim hepar yang memetabolisme aspirin. Efek agen hipoglikemik oral dan insulin dapat ditingkatkan dengan aspirin. Aspirin dapat mengurangi khasiat obat uricosuric seperti probenesid. Baik thiazid dan aspirin menghambat ekskresi urin asam urat, meningkatkan resiko gout.







Dosis Aspirin75 sampai 162 mg setiap hari untuk pencegahan MI dan kematian pada pasien dengan CAD. Pada pasien yang mengalami ACS, dosis awal sama dengan atau lebih besar dari 160 mg ASA nonenterika diperlukan untuk mencapai inhibisi trombosit yang cepat. Pedoman saat ini untuk STE MI merekomendasikan dosis awal ASA 162 sampai 325 mg. Dosis pertama ini bisa dikunyah agar bisa mencapai konsentrasi darah tertinggi dan inhibisi platelet dengan cepat. Sebaiknya, pasien yang menjalani PCI yang sebelumnya tidak menggunakan ASA harus menerima ASA nonenterica-coated 325 mg.







Sediaan yang ada di Indonesia adalah Thrombo Aspilets o Kemasan: dus berisi 30 blister (1 blister) dan 150 tablet (5 blister @ 30 tablet) o Harga per blister @30 tablet Rp 27.600 o Dibuat oleh PT Medifarma Laboratories



2. Clopidogrel 



Mekanisme Clopidogrel adalah obat golongan antiagregasi trombosit atau antiplatelet yang bekerja secara selektif menghambat ikatan Adenosine Di-Phosphate (ADP) pada reseptor ADP di platelet,yang sekaligus dapat menghambat aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa yang dimediasioleh ADP, yang dapat menimbulkan penghambatan terhadap agregasi platelet. Clopidogrel tidak menghambat aktivitas dari enzim fosfodiesterase yang berpengaruh dalam siklik AMP, jadi tidak mempunyai efek vasodilatasi.Secara farmakokinetik dijelaskan bahwa



Clopidogrel



merupakan



prodrug.



Di



dalam



hati,Clopidogrel



dimetabolisme menjadi 2-oxo-clopidogrel yang merupakan metabolit yang aktif. Metabolit aktif 2-oxo-clopidogrel akan mengalami hidrolisis menjadi asam karboksilat yangmerupakan metabolit yang tidak aktif. Metabolit aktif atau bentuk 2-oxo-clopidogrel akan berikatan secara kuat pada reseptor ADP di trombosit, sehingga metabolit ini tidak terdeteksi diplasma. Dari uji in vitro dijelaskan bahwa pada pemberian Clopidogrel 75 mg/hari penghambatan agregasi trombosit mulai terlihat sejak hari pertama terapi. Pada hari ketiga



sampai hari ketujuh,penghambatan agregasi trombosit sudah mencapai 40% hingga 60%. Yang tak kalah pentingnya bioavailabilitas Clopidogrel tidak dipengaruhi oleh makanan, jadi praktis karena dapat diminum pada saat makan atau sebelum makan. 



Indikasi CPG® diindikasikan untuk menurunkan kejadian aterotrombosis yang menyertai beberapa keadaan seperti serangan Infark Miokard, Stroke Iskemik atau pada pasien dengan Penyakit Pembuluh Darah Perifer. Selain itu CPG®juga diindikasikan untuk pasien Sindroma Koroner Akut (SKA). Khusus pada pasien SKA masih tetap membutuhkan kombinasi dengan Aspirin, agar efek antiagregasinya kuat.







Efek Samping b. Efek GI (N/V, gangguan pencernaan, gastritis, diare dan konstipasi). c. Efek Hematologis (perdarahan GI, perdarahan intrakranial, memar, purpura, epistaksis, hematoma, hematuria). d. Dermatologis (ruam dan gatal-gatal).







Dosis Dosis Clopidogrel tunggal 75 mg dengan atau tanpa makanan. Khusus pada pasien SKA dengan elevasi segmen non ST (unstable angina atau Infark miokardnon Q-wave ) pemberian dimulai degan 300 mg tunggal loading dosis dan kemudian dilanjutkan dengan pada 75 mg satu kali sehari (dengan pemberian ASA 75 mg – 325mg sehari), sejak diketahui kadar ASA yang tinggi menimbulkan resiko perdarahan yang tinggi maka pemberian ASA tidak boleh melebihi 100 mg.







Sediaan yang ada di Indonesia adalah Plavix® o Komposisi Bahan aktif



: clopidogrel bisulfate



o Komposisi bahan inaktif -



Tablet: hydrogenated castor oil, hydroxypropylcellulose, mannitol, microcrystalline cellulose, polyethylene glycol 6000



-



Film coating: ferric oxide, hypromellose 2910, lactose monohydrate, titanium dioxide, triacetin, Carnauba wax



o Kemasan a.



Plavix tab 75 mg : 2 x 14's



Rp. 23.550/tab



b. Plavix tab 300 mg : 1 x 10's



Rp. 23.550/tab



Gambar 8. Sediaan Plavix 3. Eptifibatide Eptifibatide adalah heptapeptida siklik sintetik. Perbedaan structural dari tirofiban berarti bahwa mereka terikat pada lokasi yang berbeda pada reseptor GP IIb/IIIa, namun dengan hasil akhir yang sama. Namun afinitas untuk reseptor lebih rendah dibandingkan dengan GP IIB/IIIa bloker lainnya, yang menjelaskan dosis yang lebih tinggi secara absolut. UFH diberikan dengan eptifibatide dalam percobaan PURSUIT sebagai bolus 5000 unit (disesuaikan dengan berat), dan kemudian diinfuskan pada 1000 U/jam untuk menjaga waktu protrombin parsial teraktivasi (aPPT) antara 50 dan 70. Untuk semua GP IIb/IIIa bloker, masalah utamanya adalah peningkatan pendarahan. Dengan demikian trombositopenia adalah resiko seperti pada GP IIb/IIIA bloker lainnya. Saat ini eptifibatide adalah satu-satunya GP IIb/IIIa bloker yang dilisensikan untuk ACS dan PCI, yang dapat diberikan lewat rute intrakoroner. 



Efek samping dan kontraindikasi Pendarahan, penyakit ginjal: C/I jika serum kreatinin >4 mg/dl. Jika serum kreatinin 2-4 mg/dl kurangi dosis sampai 135 mcg/kg bolus kemudian 0,5 mcg/kg/menit.







Dosis



180 mcg/kg bolus, kemudian 2 mcg/kg/menit sampai 72 jam kurangi dosis sampai 0,5 mcg/kg/menit. Pada saat PCI, lalu untuk 20-24 jam pasca PCI. Jika tidak ada ACS sebelumnya tapi PCI, 135 mcg/kg bolus kemudian 0,5 mcg/kg/menit 



Sediaan yang ada di Indonesia adalah Integrilin o Produsen: Merck Sharp Dohme o Komposisi: Eptifibatide Tabel 6. Sediaan, Kemasan, dan Harga Intergilin Sediaan Integrilin infusion 0,75 mg/ml Integrilin infusion 2 mg/ml



Kemasan/Harga 100 ml x 1’s (Rp 1.550.000,-/vial) 10 ml x 1’s (Rp 700.000,-/vial)



4. Ticagrelor 



Mekanisme Ticagrelor merupakan golongan antiplatelet non-thienopyridine dari cyclopentyl triazolopyrimidines dengan mekanisme kerja ikatan pada reseptor P2Y12 pada tempat yang berbeda dibandingkan dengan golongan thienopyridine (clopidogrel atau prasugrel) sehingga reseptor tersebut inaktif dan terjadi hambatan pada aktivasi ADP yang berperan dalam agregasi platelet tanpa harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi metabolit aktif. Selain itu ikatan yang terjadi dengan reseptor P2Y12 oleh ticagrelor merupakan ikatan hidrogen yang lebih lemah dibandingkan dengan ikatan kovalen pada golongan thienopyridine sehingga mengakibatkan adanya sifat ikatan yang reversible pada ticagrelor. Ikatan yang reversible ini menyebabkan ticagrelor mempunyai offset (waktu yang diperlukan oleh obat untuk menjadi inaktif setelah obat dihentikan) yang lebih cepat daripada golongan thienopyridine.







Indikasi Ticagrelor diindikasikan untuk mengurangi kejadian kardiovaskular (kematian atau serangan jantung) akibat trombosis pada pasien dengan sindrom koroner akut (angina tidak stabil dan infark miokard, baik Non STEMI atau STEMI)







Efek Samping



Efek Hematologis (perdarahan GI, perdarahan intrakranial, memar, purpura, epistaksis, hematoma, hematuria). 



Dosis Dosis awal penggunaan ticagrelor adalah loading dose 180 mg, kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 90 mg 2x sehari. Ticagrelor ditujukan untuk penggunaan bersama dengan aspirin dosis 75-100 mg dan tidak untuk digunakan bersama dengan aspirin dosis tinggi.17 Penggunaan dosis tinggi aspirin (>100mg) dapat menghambat sintesis prostaglandin vaskular sehingga mengurangi manfaat keseluruhan dari antagonis P2Y12







Sediaan di Indonesia adalah Brilinta® o Komposisi



:Ticagrelor 90 mg



o Kemasan



:Brilinta tab 90 mg : 4 x 14's Rp. !6.700/tab



Gambar 9. Sediaan Brilinta Tabel 7. Perbandingan Biaya antara Ticagrelor dan Clopidogrel



DAFTAR PUSTAKA American Pharmacists Association, 2016, Drug Information Handbook 25th ed, Lexicomp, United State.



Anderson JL, Adams CD, Antman EM, et al., 2007, ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable angina/non–ST-elevation myocardial infarction—executive summary, J Am Coll Cardiol, 50:652-726 Angeli, F., Verdecchia, P., Reboldi, G.P., 2004, A Meta-Analysis of 13 Studies With 103,793 Subjects: Calcium Channel Blockade to Prevent Stroke in Hypertension, American Journal of Hypertension, Ltd: USA Archer et al., 2013, Factor Xa Inhibitor Drug Class Review Ben-Dor I, Battler A, 2007, Treatment of stable angina, Heart, 93(7):868-874 Dr. Dr. Starry homenta rampengan, spjp(k), fiha, fica, facc, faha, fesc, mars. 2014. Peran terkini beta-bloker pada pengobatan kardiovaskular. Fakultas kedokteran universitas indonesia. Goodman & Gillman’s, 2011, The Pharmacological Basis of Therapeutics 12th edition. Jane, Mary. 2013. Direct Thrombin Inhibitor Pharmacology and Pharmacotherapy Lucia EW, 2014, Aksi Obat: Basis Farmakologi Klinis, Surabaya: Sandira Surabaya. Martini H F, Nath J L, Bartholomew E F, 2015. Fundamentals of anatomy and physiology : tenth edition .San Fransisco : Pearson Education,Inc. Harvey RA, Champe PC, 2009, Farmakologi: Ulasan Bergambar, Jakarta: Penerbit EGC, hal. 245-246 Hitzeman N, Rafii F, 2009,



Heparins for unstable angina and non-ST segment



elevation myocardial infarction, Am Fam Physician, 79(7):560-562 Katzung B.G., Masters S.B., Trevor A.J., 2009, Farmakologi Dasar dan Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Katzung, B.G., Masters, S.B, Trevr, A.J. 2009. Basic & Clinical Pharmacology, 11th Edition. New York:McGraw-Hill. Kumar A, Cannon, Christopher P, 2009, Acute coronary syndromes: diagnosis and management part I, Mayo Clinic Proceedings, 84(10):917-938 Opie, Lionel H., dan Gersh, Bernard J., 2013, Drugs for the Heart 8th edition, Philladelphia: Elsevier Saunders Panesar K, 2010, The management of angina pectoris, US Pharm, 35(10):78-87 Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi Ketiga. Centra Communications.



PIONAS,



BPOM,



http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/47-



analgesik/472-analgesik-opioid Porth, M.C, Matfin, Glen, 2009. Pathophysiology: Concepts of Altered Health States 8th Edition, United States: Wolters Kluwer Health Lippincott Williams & Wilkins. Rang HP, Ritter JM, Flower RJ, Henderson G, 2016, Rang and Dale’s Pharmacology 8th edition, ElsevierChurchill Livingstone R. Bruce logue, m.d., and paul h. Robinson, m.d. medical management of angina pectoris. Steg G, James SK, Atar D, Badano LP, Lundqvist CB, Borger MA, et al. ESC Guidelines for the management of acutemyocardial infarction in patients presentingwith ST-segment elevation: the Task Force on the management of STsegment elevation acute myocardial infarction of the European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal; 2012 Stern S, Bayes de Luna A, 2009, Coronary artery spasm a 2009 update, Circulation, 119:2531-2534 Sweetman S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference 36th edition, Pharmaceutical Press Trivedi M., et al., 2007, Pharmacology of Opioid- part1, Department of Anaesthesia, Hope Hospital, Salford M6 8HD,UK. Walker, R. B, et al., 2014. Davidson’s Principles and Practices of Medicines 22 nd edition. Elsevier. Wilson PWF, 2003, Atherosclerosis: Risk Factors and Treatment 3rd edition, New York: Springer, hal. 107