Makalah DM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH DIABETES MELITUS



OLEH: KELOMPOK: 3  Nirma yulan  Apriyanti  Jumriani  Winda widya hastuti  Rihana



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KURNIA JAYA PERSADA PALOPO 2018



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat,serta penyertaan-Nya,sehingga makalah



“DIABETES



MILLETUS” ini dapat kami selesaikan. Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa yang sederhana,singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca.kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini.Maka kami berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang. Akhir kata,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya. Palopo, 20 Mei 2018



Kelompok 3



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR........................................................................................... DAFTAR ISI........................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang........................................................................................ B. Rumusan masalah .................................................................................. C. Tujuan.................................................................................................... BAB II KONSEP MEDIS A. Definisi ................................................................................................... B. Klasifikasi ............................................................................................... C. Etiologi ................................................................................................... D. patofisiologi............................................................................................. E. Manifesta klinis........................................................................................ F. Pemeriksaan penunjang............................................................................ G. Penatalaksanaan....................................................................................... H. komplikasi................................................................................................ BAB III KONSEP KEPERAWATAN BAB IV ANALISA PICOT BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................. B. Saran ............................................................................. DAFTAR PUSTAKA................................................................



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita. DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal. DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh: peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin dibuat dalam pancreas. Ada 2 macam type DM : DM type I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM type ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup. DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75% dari penderita DM type II



dengan obersitas atau ada sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. DM tipe 3 atau disebut Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[29] GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atasdapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Apa pengertian Diabetes Militus(DM)? 2. Apa saja type Diabetes Militus? 3. Apa saja tanda – tanda dan gejala Diabetes Militus? 4. Apa saja faktor penyebab Diabetes Militus? 5. Bagaimana cara pengobatan dan penangan Diabetes Militus? 6. Bagaimana hubungan Diabetes Militus dengan anggota tubuh? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian Diabetes Militus 2. Untuk mengetahui apa saja type Diabetes Militus 3. Untuk mengetahui apa saja tanda – tanda dan gejala Diabetes Militus 4. Untuk mengetahui apa saja faktor penyebab Diabetes Militus? 5.



Untuk mengetahui cara pengobatan dan penangan Diabetes Militus



6. Untuk mengetahui hubungan Diabetes Militus dengan anggota tubuh



BAB II KONSEP MEDIS A. DEFINISI Diabetes merupakan sebuah penyakit kronik yang serius yang terjadi baik karena pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin (hormon yang mengatur kadar gula darah), atau karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang terprodiksi dengan efektif. Peningkatan kadar gula darah karena diabetes yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama menyebabkan kerusakan serius pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal dan saraf. {Ahmad rudijanto, pradana soewondo, 2015}. Istilah Diabetes Mellitus menggambarkan gangguan metabolik dari berbagai penyebab yang di tandai dengan hiperglikemia kronismdengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang di hasilkan dari efek sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. Diabetes mellitus merupakan kondisi dimana terjadi gangguan dalam mengubah glukosa menjadi energi sehingga terovaskulerrjadi peningkatan berlebih glukosa dalam darah (hiperglikemia) dan dapa juga memunculkan gejala (DAY 2001). Penderita diabetes mellitus yang melakukan kontrol gula dengan rutin dan baik akan menyebabkan timbulnya komplikasi vaskuler. Komplikasi vaskular ini di bedakan menjadi makrovaskuler (penyakit jantung koroner,



stroke)



dan



mikrovaskuler



(retinopati,nefropati,



neuropati).



{black,J.M.,& Hawks,2009}. komplikasi mikrovaskular berupa neuropati dapat berakibat terjadinya gangguan pada kaki diabetes mulai dari gerjadinya luka kaki/tungkai sampai kemungkinan terjadinya amputasi pada kaki/tungkai tersebut. {ignatavicius, D.D, & Workman, 2016}. B. KLASIFIKASI 1. Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes mellitus tipe 1 (diabetes melitus bergantung-insulin, IDDM) disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas atau penyakitpenyakit yang mengganggu produksi insulin.infeksi virus atau kelainan



autoimun dapat menyebabkan kerusakan sel beta pankreas pada banyak pasien diabetes tipe 1, meskipun faktor hederiter juga berperan penting untuk menentukan kerentanan sel-sel terhadap gangguan-gangguan tersebut. Pada beberapa kasus, kecenderungan faktor herediter dapat menyebabkan degenerasi sel beta, bahkan tanpa adanya infeksi virus atau kelainan autoimun. Onset diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada umur sekitar 14 tahun di Amerika serikat, dan oleh sebab itu, diabetes ini sering di sebut diabetes melitus juvenilis. Diabetes tipe 1 dapat timbul tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau minggu, dengan tiga gejala sisa yang utama: 



Naiknya kadar glukosa darah







Peningkatan penggunaan lemak sebagai sumber energi dan untuk pembentukan kolesterol oleh hati







Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.



Kadar glukosa darah meningkat ke level yang sangat tinggi pada diabetes mellitus. Kurangnya insulin mengurangi efesiensi penggunaan glukosa di perifer dan akan menambah produksi glukosa, sehingga glukosa plasma meningkat menjadi 300 sampai 1200 mg/100 ml. Peningkatan kadar glukosa plasma selanjutnya menimbulkan berbagai pengaruh di seluruh tubuh. Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan hilangnya glukosa dalam urine. Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan lebih banyak glukosa yang masuk kedalam tubulus ginjal untuk di filtrasi melebihi jumlah yang dapat di absorbsi, dan kelebihan glukosa akan di keluarkan ke dalam urine. Hal ini secara normal dapat timbul bila kadar glukosa darah meningkat di atas 180mg/dl, yaitu suatu kadar yang di sebut sebagai “Nilai Ambang” darah untuk timbulnya glukosa dalam urine. Bila kadar glukosa darah meningkat menjadi 300 samapai 500 mg/dl – kadar yang umumnya di jumpai pada pasien diabetes berat yang tidak di



obati – 100 gram atau lebih glukosa akan di lepaskan ke dalam urin setiap harinya. Kenaikan kadar glukosa darah menyebabkan dehidrasi. Tingginya kadar glukosa darah (kadang-kadang mencapai 8-10 kali normal pada pasien diabetes yang parah) dapat menyebabkan dehidrasi berat pada sel di seluruh tubuh. Hal ini terjadi sebagian karena glukosa tidak dapat dengan mudah berdifusi melewati pori-pori membran sel, dan aniknya tekanan osmotik dalam cairan ekstrasel menyebabkan timbulnya perpindahan air secara osmosis keluar dari sel. Selain efek dehidrasi sel langsung akibat glukosa yang berlebihan, keluarnya glukosa kedalam urine akan menimbulkan keadaan diuresis osmotik. Diuresis osmotik adalah efek osmotik dari glukosa dalam tubulus ginjal yang sangat mengurangi reabsorbsi cairan tubulus. Efek keseluruhannya adalah kehilangan cairan yang sangat besar dalam urin, sehingga menyebabkan dehidrasi cairan ekstrasel, yang selanjutnya menimbulkan dehidrasi kompensatorik cairan intrasel. Jadi gambaran klasik dari diabetes adalah adanya poliuria (kelebihan ekskresi urin), dehidrasi ekstrasel dan dehidrasi intrasel, dan bertambahnya rasa haus. Kerusakan jaringan akibat tingginya kadar glukosa darah yang kronis. Bila kadar glukosa darah tidak terkontrol baik dalam waktu yang lama pada diabetes melitus, pembuluh darah di berbagai jaringan di seluruh tubuh mulai mengalami gangguan fungsi dan perubahan struktur yang berakibat ketidakcukupan suplai darah ke jaringan. Hal tersebut selanjutnya akan meningkatkan risiko untukterkena serangan jantung, stroke, penyakit ginjal stadium akhir, retinopati dan kebutaan, dan iskemi dan gangren di tungkai. Peningkatan kadar glukosa darah yang berkepanjangan juga menimbulkan kerusakan di banyak jaringan lainnya. Contohnya: neuropati perifer, yaitu kelainan fungsi saraf perifer, dan disfungsi sistem saraf otonom yang sering menjadi komplikasi diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama. Kelainan-kelainan refleks kardiovaskular,



gangguan pengaturan kandung kemih, penurunan sensasi di ekstremitas, dan gejala-gejala lain akibat kerusakan saraf perifer. Mekanisme pasti yang menyebabkan kerusakan jaringan pada diabetes melitus belum di pahami sepenuhnya namun agaknya melibatkan berbagai efek dari tingginya kadar glukosa darah dan kelainan metabolisme lainnya pada endotel dan sel otot polos vaskular dan jaringan lainnya. Selain itu, hipertensi akibat kerusakan ginjal, dan aterosklerosis akibat kelainan metabolisme lipid, seringkali di jumpai pada pasien diabetes dan memperarah kerusakan jaringan yang timbul akibat peningkatan kadar glukosa dalam darah. Peningkatan penggunaan lemak dan asidosis metabolik pada diabetes. Pergeseran metabolisme karbohidrat ke metabolisme lemak pada pasien diabetes akan meningkatkan pelepasan asam-asam keto seperti asam asetoasetat dan asam B-hidroksibutirat ke dalam plasma melebihi kecepatan ambilan dan oksidasiya oleh sel-sel jaringan. Akibatnya, pasien mengalami asidosis metabolik berat akibat asam keto yang berlebih, yang terkait dengan dehidrasi akibat pembentukan urin yang berlebihan, dapat menimbulkan asidosis yang berat. Hal ini cepat berkembang menjadi koma diabetikum dan kematian kecuali pasien segera di obati dengan sejumlah besar insulin. Semua upaya kompensasi fisiologis yang terjadi pada sisdosis metabolik juga terjadi pada asidosis diabetik. Upaya-upaya tersebut mencakup pernapasan yang dalam dan cepat, yang akan meningkatkan ekspirasi karbon dioksida, hal ini akan mendapatkan asidosis namun juga mengurangi cadangan bikarbonat di cairan ekstrasel. Ginjal melakukan kompensasi dengan mengurangi ekskresi bikarbonat baru yang di tambahkan kembali ke cairan ekstrasel. Walaupun asidosis yang ekstrem ini hanya terjadi pada kebanyakan kasus diabetes yang tidak terkontrol, keadaan ini dapat menyebabkan timbulnya koma asidosis dan kematian dalam beberapa jam setelah pH



darah turun di bawah 7,0. Seluruh perubahan elektrolit dalam darah sebagai akibat dari keadaan asidosis diabetikum yang parah. Penggunaan lemak yang berlebihan di hati dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan sejumlah besar kolesterol bersirkulasi dalam darah dan menumpuknya kolesterol pada dinding arteri. Keadaan ini menimbulkan arteriosklerosis berat dan lesi-lesi vaskular lainnya. Kehilangan protein tubuh akibat diabetes. Gagalan untuk menggunakan glukosa sebagai sumber energi berakibat peningkatan mobilisasi protein dan lemak. Oleh karena itu, seseorang dengan diabetes melitus berat yang tidak di obati akan mengalami penurunan berat badan yang cepat dan astenia (kurangnya energi) meskipun ia memakan sejumlah besar makanan (polifa-gi). Tanpa pengobatan, kelainan metabolisme ini dapat menyebabkan kehilangan jaringan tubuh dan kematian dalam waktu beberapa minggu. {Arthur C. Guyton & John E. Hall, 2008}. 2. Diabetes tipe II Diabetes tipe 11 lebih sering di jumpai dari tipe 1 dan kira-kira ditemukan sebanyak 90% dari seluruh kasus diabetes melitus. Pada kebanyakan kasus, onset diabetes melitus tipe II terjadi diatas umur 30, sering kali diantara usia 50 dan 60 tahun, dan penyakit ini timbul secara perlahan-lahan. Oleh karena itu sindrom ini sering disebut sebagai diabetes onset –dewasa. Akan tetapi, akhir-akhir ini dijumpai peningkatan kasus yng terjadinpada individu yang berusia lebih mudah, sebagian berusia kurang dari 20 tahun dengna diabetes melitus tipe II. Tren tersebut agaknya berkaitan terutama dengan peningkatan obesitas, yaitu faktor resiko terpenting untuk diabetes tipe II pada anak-anak dan dewasa. Obesitas, resistensi urin, dan sindrom metabolikbiasanya mengawali perkembangan diabetes melitus tipe II. Diabetes melitus tipe II berbeda dengan tipe I, dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi insulim plasma (hiperinsulinemia). Hal ini terjadi upaya konpensasi oleh sel beta pankreas terhadap penurunsn sensitivitas



jaringan terhadap efek metabolisme insulin, yaitu suatu kondisi yang dikenal



sebagai



resistensi



insulin.



Penurunan



sensitivitas



insulin



mengganggu penggunaan dan penyimpanan karbohidrat, yang akan meningkatkan kadar gula darah dan merangsang peningkatan sekresi insulin sebagai upaya konpensasi. Perkembangan resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa biasanya terjadi secara bertahap, yang dimulai dengan peningkatan berat badan dan obesitas. Alan tetapi, mekanisme yang menghubungkan obesitas dengan resistensi insulin masih belum pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah reseptor insulin diotot rangka, hati, dan jaringan adiposa pada orang obese lebih sedikit dari pada jumlah reseptor pada orang yang kurus. Namum kebanyakan resistensi insulin agaknya disebabkan kelainan jarak sinyal yang menghubungkan resektor yang teraktivasi dengan berbagai efek seluler. Gangguan sinyal insulin agaknya dsebabkan efek toksik dari akumulasi lipit jaringan seperti otot rangka dan hati akibat kelebiha berat badan. Resistensi insulim merupakan bagian dari serangkaian kelaianan yang sering disebut “simdrom metabolik”. Beberapa gambaran sindrom metabolik meliputi : 



Obesitas, terutama akumulasi lemak akdomen.







Resistensi insulin







Hiperglikemia kuasa







Abnormalitas lipit seperti peningkatan kadar trigliselida. Darah dan penurunan kolestrol lipoprotein berdensitas tinggi di darah.







Hipertensi



Semua gambaran sindrom metabolik berkaitan erat dengan kelebihan berat badan, terutama dengan akumulasi jaringan adiposa dirongga abdomen disekitar organ-organ visera. Peran kontribusi resistensi insulim dalam beberapa komponen sindrom metabolik amsih belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa



resistensi insulim merupakan penyebab utama peningkatan gula darah akibat utama yang tidak diinginkan dari sindrom metabolik adakah penyakit kardiovaskular, yang meliputi aterosklerosis dan erusakn berbagai organ diseluruh tubuh. Beberapa kelainan metabolik yang berhubungan dengan sindrom tersebut merupakan faktor resiko untuk penyakit kardiovaskuler, dan resistensi insulim yang menjadi pledisposisi diabetes melitsu tipe II, juga menjadi faktor resiko faskuler. Beberapa penyebab resistenai insulin: 



Obesitas/oveweight (terutama adiositas visera yang berlebihan)







Kelebihan glukokortikoid(Sindrom Cushing atau terapi dengan stteroid)







Kelebihan hormon pertumbuhan (Agromegali)







Kehamilan, diabetes gestasional







Penyakit Ovarium polikistik







Lipodistrofi (didapat atau genetik, akibat akumuasi lipid di hati)







Mutasi reseptor insulim







Mutasi peroxisome proliferators’ activator receptory(PPARy)







Mutasi yang menyebabkan obesitas gennetik( misalnya mutasi reseptor melanokortin)







Hemokromatosis (suatu penyakit herediter yang menyebabkan akumulasi zat besi di jaringan).



Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II. Meskipun kebanyakan pasien diabetes melitus tipe II mengalami kelebihan berat badan atau memiliki timbunan lemak visera, resistensi insulin yang berat dan diabetes mwlitus tipe II dapat terjadi akibat keadaan yang di dapat atau keadaan genetik yang mengganggu sinyal insulin di jaringan perifer. Sindrom ovarium polikistik ( PCOS). Contohnya, menyebabkan peningkatan produksi androgen di ovarium dan resistensi insulin serta



merupakan salah satu kelainan endokrin tersering pada wanita, dan kirakira mengenai 6% dari semua wanita selam masa reproduksinya. Meskipun patogenesis PCOS masih belum jelas, resistensi insulin dan hiperinsuliemia sering di jumpai kira-kira sebanyak 80% dari wanita yang mengalami sindrom ini. Akibat jangka panjangnya meliputi peningkatan resiko diabetes melitus, peningkatan lipid dalam darah, dan penyakit kardiovaskular. Pembentukan glukorkotikoid yang berlebih dari (sindrom cushing) atau hormon pertumbuhan (agromegali) juga menurunkan sensivitas berbagai jaringan terhadap efek metabolik insulin dan dapat menyebabkan timbulnya diabetes melitus. Penyebab genetik dari obesitas dan resistensi insulin, jika cukup berat, juga dapat menyebabkan diabetes melitus tipe II dan banyak gambaran sindrom metabolik lainnya, termasuk penyakit kardiovaskular. Perkembangan diabetes melitus tipe II selama resistensi insulin yang berkepanjangan. Pada resistensi insulin yang berat dan berkepanjangan, adanya kenaikan kadar insulin bahkan tidak cukup untuk mempertahankan pengaturan kadar glukosa yang normal sekalipun. akibatnya, hiperglikemia dengan derajat sedang terjadi setelah memakan sejumlah karbohidrat pada tahap awal penyakit. Pada tahap selanjutnya diabetes tipe II, sel-sel beta pankreas menjadi “lelah” dan tidak mampu memproduksi cukup insulin untuk mencegah hiperglikemia yang lebih parah, terutama setelah seseorang menyantap makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Gambaran klinis pasien dengan diabetes Tipe I dan Tipe II: Gambaran



Tipe I



Tipe II



Usia onset



Biasanya 30 tahun



Massa tubuh



Rendah samapi normal



Obese



Insulin plasma



Rendah atau tidak ada



Normal atau tinggi pada awalnya.



Glukagon plasma



Tinggi, dapat menurun



Tinggi,



tidak



dapat



menurun. Glukosa



plasma Meningkat normal



Meningkat menurun



sensitivitas insulin Terapi



Insulin



Penurunan berat badan, thiazolidinedion, metformin,



sulfolurea



insulin.



Meskipun beberapa orang obese memiliki resistensi insulin yang parah dan mengalami peningkatan kadar gula darah yang melebihi normal setelah makan, orang tersebut tak pernah mengalami diabetes mellitus yang bermakna secara klinis. Ternyata, pankreas pada orang-orang tersebut



memproduksi



cukup



insulin



untuk



mencegah



kelainan



metabolisme glukosayang lebih parah. Akan tetapi, pada orang lain, pankreas secara perlahan menjadi lelah untuk menyekresi sejumlah besar insulin, dan diabetes melitus pun terjadi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik dapat berperan penting untuk menentukan ketahanan pankreas seseorang terhadap pengeluaran sejumlah besar insulin dalam waktu beberapa tahun yang di perlukan untuk mencegah kelainan metabolisme glukosa pada diabetes melitus tipe II. Pada banyak kasus, diabetes tipe II dapat diobati dengan efektif, setidaknya pada tahap dini, dengan olahraga, resriksi diet, dan penurunan berat badan tanpa harus membersihkan insulin dari luar. Obat-obatan yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin seperti thiazolidinedion dan metformin, atau obat-obatanynag meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas seperti sulfonilurea, juga dapat digunakan. Namun, pada tahap lanjut diaetes melitus tipe II, Pemberian insulin biasanya di perlukan untuk mengontrol kadar glukosa plasma.



{Arthur C. Guyton & John E. Hall, 2008}. C. ETIOLOGI Teori saat ini menghubungkan penyebab diabetes, tunggal atau dalam kombinasi, dengan faktor genetik, autoimun, dan lingkungan (misalnya, viral, obesitas). Terlepas dari penyebabnya, diabetes terutama merupakan gangguan metabolisme glukosa yang terkait dengan pasokan unsulin yang tidak ada atau tidak memadai dan / atau miskinnya penggunaan insulin yang tersedia. Asosiasi diabetes Amerika (ADA) mengakui empat jenis diabetes. dua jenis diabetes yang paling umum diklasifikasikan sebagai tipe 1 atau tipe 2 diabetes mellitus (tabel 49-1). dua klasifikasi diabetes lainnya yang biasa terlihat dalam praktik klinis adalah diabetes gestasional dan jenis diabetes spesifik lainnya. Metabolisme Insulin Normal. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel b di pulau langerhans pankreas. dalam kondisi normal, insulin secara terus-menerus dilepaskan ke dalam aliran darah dengan peningkatan kecil pulsatil) tingkat basal), dengan peningkatan pelepasan (bolus) ketika makanan dicerna (gbr. 49-1). aksi insulin yang dilepaskan menurunkan glukosa darah dan memfasilitasi stabil, kisaran glukosa normal sekitar 70 hingga 120 mg / dL (3,9 hingga 6,66 mmol / L). Jumlah rata-rata insulin yang dikeluarkan setiap hari oleh orang dewasa adalah sekitar 40 hingga 50 unit, atau 0,6 U / kg berat badan. hormon lain (glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan, dan kortisol) bekerja untuk melawan efek insulin, dan sering disebut sebagai hormon counterregulatory. Hormon-hormon ini bekerja untuk meningkatkan kadar glukosa darah dengan merangsang produksi glukosa dan output oleh hati, dan dengan mengurangi pergerakan glukosa ke dalam sel. insulin dan hormon counterregulatory ini menyediakan pelepasan glukosa yang berkelanjutan tetapi diatur untuk energi selama asupan makanan dan periode puasa, dan biasanya mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran normal. dan



produksi abnormal dari salah satu atau semua hormon ini mungkin ada pada diabetes. Insulin dilepaskan dari sel b pankreas sebagai prekursornya, proinsulin, dan kemudian dialirkan melalui hati. proinsulin dibelah oleh enzim untuk membentuk insulin dan C-peptida. molekul insulin tersusun atas dua rantai polipeptida, rantai A dan rantai B, yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. kehadiran C-peptida dalam serum dan urin merupakan indikator fungsi b-sel yang bermanfaat. Insulin meningkatkan transportasi glukosa dari aliran darah melintasi membran sel ke sitoplasma sel. peningkatan insulin plasma setelah makan merangsang penyimpanan glukosa sebagai glikogen dalam hati dan otot, menghambat glukoneogenesis, meningkatkan penumpukan lemak dari jaringan adiposa, dan meningkatkan sintesis protein. untuk alasan inilah insulin adalah hormon anabolik atau penyimpanan. penurunan tingkat insulin selama puasa semalam yang normal memfasilitasi pelepasan glukosa yang tersimpan dari hati, protein dari otot, dan lemak dari jaringan adiposa. Otot rangka dan jaringan adiposa memiliki reseptor spesifik untuk insulin dan dianggap sebagai jaringan yang bergantung pada insulin. jaringan lain (misalnya, otak, hati, sel darah) tidak secara langsung bergantung pada insulin untuk transportasi glukosa tetapi memerlukan suplai glukosa yang cukup untuk fungsi normal. Meskipun sel-sel hati tidak dianggap sebagai jaringan yang bergantung pada insulin, situs-situs reseptor insulin pada hati memfasilitasi pengambilan glukosa hepatic dan konversi ke glikogen. {lewis Dirksen heitkemper bucher camera, 2011}. Glukosa yang di absorbsi dalam darah menyebabkan sekresi insulin lebih cepat,meningkatkan penyimpangan/penggunaan dalam hati dan meningkatkan metabolisme glukosa dalam otot dan meningkatkan transpor glukosa.



Efek insulin pada metabolisme lemak adalah mempengaruhi lemak jangka panjang. Kekurangan insulin menyebabkan arteriosklerosis, serangan jantung,



stroke,



dan



penyakit



vaskular



lainnya.



Kelebihan



insulin



menyebabkan sintesis dan penyimpanan lemak, meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel hati, kelebihan ion sitrat, dan isositrat. Penyimpanan lemak dalam sel adiposa menghambat kerja lipase, meningkatkan transpor ke dalam sel lemak. Efek insulin pada metabolisme protein mentranspor aktif asam amino ke dalam sel, membentuk protein baru, meningkatkan translasi messenger RNA dan meningkatkan kecepatan transkripsi DNA. Kekurangan insulin dapat menyebabkan diabetes mellitus, mengakibatkan glukosa tertahan di luar sel (cairan ekstraseluler). Keadaan ini menyebabkan sel jaringan kekurangan glukosa/energi merangsang glikogenesis di sel hati dan sel jaringan sehingga glukosa di lepas ke dalam cairan ekstrasel timbul hiperglikemia. Apabila mencapai nilai tertentu sebagian tidak di absorbsi ginjal dan di keluarkan melalui urine sehingga terjadi glikosuria dan poliuria. Pengaturan sekresi glukagon: konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang berlawanan dengan sekresi glukagon, penurunan glukosa darah meningkatkan sekresi glukagon. Glukosa rendah menyebabkan pankreas menyekresi glukagon dalam jumlah yang besar, asam amino dalam protein meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan glukosa darah. Pengaturan glukosa darah: pada orang normal glukosa darah 90/100 ml. Orang berpuasa sebelum makan 120-140/100, setelah makan akan meningkat dan setelah 2 jam akan kembali normal. Sebagian besar jaringan dapat menggeser penggunaan lemak dan protein untuk energi bila tidak terdapat glukosa. Glukosa satu-satunya zat gizi yang di gunakan oleh otak, retina dan epitel germinatifum. {Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2006}. D. PATOFISIOLOGI



Energi manusia berasal dari makanan yang di konsumsi sehari-hari yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino) dan lemak (asam lemak). Pengolahan bahan makanan di mulai di mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan di pecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makan itu akan di serap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan di edarkan ke seluruh tubuh untuk di pergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat di olah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa di bakar melalui proses kimia yang rumit, yamg hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini di sebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat di gunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah hormon yang di keluarkan oleh sel beta di pankreas. Dalam keadaan normal artinya kadar insulin cukup dan sensitif, insulin akan di tangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemuidian membuka pintu masuk sel sehingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian di bakar menjadi energi/tenaga. Akibatnya kadar glukosa dalam darah normal. Pada diabetes dimana di dapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kwalitas insulinnya tidak baik (resitensi insulin), meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri pintu masuk sel tetap tidak dapat terbuka tetap tertutup sehingga glukosa tidak dapat masuk sel untuk di bakar (dimetabolisme). Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat. {FKUI Jakarta, 2013}.



Pathofisiologi resistensi insulin 



Semua wanita mengalami 50-60% penurunan sensitivitas insulin selama kehamilan. Wanita dengan diabetes gestasional mengalami intoleransi glukosa lebih dari pada kehamilan normal







Peningkatan resistensi insulin membantu transfer glukosa ke janin







Plasenta pada wanita dengan diabetes gestasional lebih besar dan lebih beratdan secara histologi menggambarkan perubahan iskemi, immaturvili dan nekrosis fibrinoid pada vili. Resistensi insulin pada kehamilan menjamin suplay glukosa ke janin. Patofisiologi dari resistensi insulin ini dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk penurunan reseptor insulin, penurunan phosphorylation dari reseptor insulin yang berguna untuk mengaktifkan kerja reseptor insulin yang menyebabkan penurunan jumlah glukosa transporter. Hormon-hormon kehamilan juga berperan penting. Glukosa melintasi plasenta melalui difusion. Transporter glukosa utama pada placenta adalag glukosa transporter 1(GLUT1). GLUT 1 terdistribusi secara tidak merata dimana kterkonsentrasi dalam jumlah besar pada sisi ibu dan sangat rendah pada sisi janin. GLUT 1 berfungsi bekerja tanpa perlu adanya insulin (berbeda dengan GLUT 4 pada otot yang memerlukan insulin). Tetapi berbeda dengan pasien DM gestasional, adanya jumlah yang lebih besar GLUT 1 pada sisi janin dimana dapat terjadi tranfer glukosa pada tingkat lebih tinggi ke janin Dampak pada janin dan neonatus dengan ibu diabetes Diabetic embryopathy Glukosa konsentrasi tinggi diketahui bersifat teratogen (berdampak buruk/ racun pada janin). Diperkirakan di Amerika Serikat setiap tahun 800 bayi lahir dengan penyimpangan/ cacat berhubungan dengan diabetes. Penyimpangan /cacat berhubungan dengan diabetes dapat mengenai seluruh sistem organ tetapi yang paling umum adalah berdampak pada jantung, genitourinari, craniofacial, otak dan tulang belakang. Glukosa yang tidak terkontrol pada 7 minggu pertama kehamilan adalah masa yang



penting.



Risiko



penyimpangan



berjalan



searah



dengan



tingkat



hiperglikemia ibu selama masa tersebut. Cacat janin yang biasa terjadi berhubungan dengan diabetes: Jantung



Hypoplasti



Otak



dan Genitourina carniofaci



tulang belakang ri



al



Anencephaly



Cleft lip



k hearth



Renal agenesis



Atrial



Holoprosenceph



septal



aly



Tulang



Syringomyel ia



Cleft palate Sacral agenesis



defect Ventricula r



Encephalocele



Microtia



septal



Cacat tulang belakang



defect Double



Hydrocephaly



Cacat mata



outlet transpotiti



Cacat panggul



Spina bifida



on



micrognath ia



Tetralogy



Coarstation



of fallot {Lisa E. More, 2018}. E. MANIFESTASI KLINIS Gejala klasik diabetes melitus di sebabkan oleh kelainan metabolisme glukosa. Kurangnya aktivitas insulin menyebabkan kegagalan pemindahan glukosa dari plasma ke dalam sel (kelaparan pada saat kelimpahan). Tubuh berespon seakan dalam keadaan puasa dengan stimulasi glikogenolisis glukoneogenesis dan liposis yang menghasilkan badan keton. Glukosa yang di serap ketika makan tidak di metabolisme dengan kecepatan normal sehingga terkumpul di dalam darah (hiperglikemia) dan diekskresikan ke dalam urine (glikosuria). Glukosa di dalam urine



menyebabkan diuresis osmotik sehingga meningkatkan produksi urine (poliuria). Kehilangan cairan dan hiperglikemia meningkatkan osmolaritas plasma yang merangsang pusat rasa haus (polidipsia). Stimulus mengurangi protein untuk menyediakan asam amino bagi glukoniogenesis menyebabkan pengecilan otot dan penuruna berat badan. Gejala klasik hanya terjadi pada penderita defesiensi insulin berat (paling sering pada diabetes tipe 1. {Parakrama chandrasoma clive R. Tailor, 2006}. Hiperglikemia ringan biasanya tidak bergejala dan tidak disadari oleh pasien. Ketika ambang batas batas ginjal pada glukosa plasma terlampaui yaitu 7 mmol/l glukosa dikeluarkan melakui urine. Glukosuria menyebabkan terjadina osmotic diuresis dan menghasilkan volume urine yang banyak, kehausan dan kelainan elektrolit. Sintesis protein menurun dan terjai peningkatan proteolysis menyebabkan hilangnya protein pada otot jarinngan lunak. Terjadinya peningkatan kadar asam amino didalam darah untuk keperluan metabolisme dan glukoneogenesis. Terjadi blok pada penyimpanan lipid dan penghancuran lipid meningkat menyebabkan peningkatan masive asam lemak



dalam darah.



Asam lemak juga kemudian dipakai dalam metabollisme. suplay asam lemak berlebihan dari energi yang dibutuhkan dan kemudian hanya menjadi αketoglutarate yang kemuadian dapat berakumulasi dan menyebabkan ketoasidosis. Kelainan diatas yang menghasilkan gejala klasik kekurangan insulin : poliuria, kehausan, polydipsi, kehilangan otot, kehilangan lemak, penurunan berat badan, polyphagia, kelemahan dan mual. Dan dapat berkembang menjadi ketoasidosis dengan hiperventilasi dan bahkan koma. {Gries, F. Arnold dkk. 2003}. F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Evaluasi Laboratorium 



Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jamsetelah TTGO.







Pemeriksaan kadar HbA1c







Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.







Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.







Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat







Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I







Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.







Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3







Trombosit



darah:



Ht



meningkat



(dehidrasi),



leukositosis



dan



hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi. 



Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal







Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)







Urine: gula dan aseton positif







Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.



G. PENATALAKSANAAN 1. Edukasi Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perluselalu dilakukan sebagai bagian dari upayapencegahan dan merupakan bagian yang sangatpenting dari pengelolaan DM secara holistik.Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkatawal dan materi edukasi tingkat lanjutan. a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakandi Pelayanan Kesehatan Primer yang meliputi:  Materi tentang perjalanan penyakit DM.  Makna dan perlunya pengendalian danpemantauan DM secara berkelanjutan.  Penyulit DM dan risikonya.  Intervensi pengobatan.



non-farmakologis



danfarmakologis



serta



target



 Interaksi antara asupan makanan, aktivitasfisik, dan obat antihiperglikemia oral atauinsulin serta obat-obatan lain.  Cara pemantauan glukosa darah danpemahaman hasil glukosa darah atau urinmandiri (hanya jika pemantauan glukosadarah mandiri tidak tersedia).  Mengenal gejala dan penanganan awalhipoglikemia.  Pentingnya latihan jasmani yang teratur.  Pentingnya perawatan kaki.  Cara mempergunakan fasilitas perawatankesehatan b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakandi Pelayanan Kesehatan Sekunder dan / atauTersier, yang meliputi:  Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.  Pengetahuan mengenai penyulit menahunDM.  Penatalaksanaan DM selama menderitapenyakit lain.  Rencana untuk kegiatan khusus (contoh:olahraga prestasi).  Kondisi khusus yang dihadapi (contoh:hamil, puasa, hari-hari sakit).  Hasil penelitian dan pengetahuan masa kinidan teknologi mutakhir tentang DM.  Pemeliharaan/perawatan kaki. Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease (PAD) 1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air. 2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas, kemerahan, atau luka. 3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya. 4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan 5. krim pelembab pada kulit kaki yang kering. 6. Potong kuku secara teratur. 7. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar



mandi. 8. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-ujung jari kaki. 9. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur. 10. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus. 11. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi. 12. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk menghangatkan kaki.



Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitusadalah memenuhi anjuran: 



Mengikuti pola makan sehat.







Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yangteratur







Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaankhusus secara aman dan teratur.







Melakukan



Pemantauan



memanfaatkan



hasil



Glukosa pemantauan



Darah untuk



Mandiri



(PGDM)dan



menilaikeberhasilan



pengobatan. 



Melakukan perawatan kaki secara berkala.







Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapikeadaan sakit akut dengan tepat.







Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yangsederhana, dan mau bergabung dengan kelompokpenyandang diabetes serta mengajak keluarga untukmengerti pengelolaan penyandang DM.







Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yangada.



Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DMadalah: 



Memberikan dukungan dan nasehat yang positif sertahindari terjadinya kecemasan.







Memberikan informasi secara bertahap, dimulai denganhal-hal yang sederhana dan dengan cara yang mudahdimengerti.







Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah denganmelakukan simulasi.







Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka,perhatikan keinginan pasien. Berikan penjelasan secarasederhana dan lengkap tentang program pengobatan yangdiperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaanlaboratorium.







Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuanpengobatan dapat diterima.







Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan.







Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi.







Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkatpendidikan pasien dan keluarganya.







Gunakan alat bantu audio visual.



2. Terapi Nutrisi Prinsip pengaturan makan pada penyandang DMhampir sama dengan anjuran makan untukmasyarakat umum, yaitu makanan yang seimbangdan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizimasingmasing individu. Penyandang DM perludiberikan penekanan mengenai pentingnyaketeraturan jadwal makan, jenis dan jumlahkandungan kalori,



terutama



pada



mereka



yangmenggunakan



obat



yang



meningkatkan sekresiinsulin atau terapi insulin itu sendiri. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiridari: a. Karbohidrat 



Karbohidrat yang dianjurkan sebesar45-65% total asupan energi. Terutamakarbohidrat yang berserat tinggi.







Pembatasan karbohidrat total