Modul Blok KKD3 - KHL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2020 MODUL SKILLS LAB BLOK KETERAMPILAN KLINIK DASAR 3 KELUHAN BERKAITAN DENGAN SISTEM HEMOPOIETIK DAN LIMFORETIKULER



DISUSUN OLEH



TIM BLOK KKD 3 MEDICAL EDUCATION UNIT



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN



EDITOR



dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D



KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MENGACU PADA KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA (KKNI)



MODUL SKILLS LAB BLOK KETERAMPILAN KLINIK DASAR 3 KELUHAN BERKAITAN DENGAN SISTEM HEMOPOIETIK DAN LIMFORETIKULER



DISUSUN OLEH TIM BLOK KKD 3 EDITOR dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D



MEDICAL EDUCATION UNIT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2020



KONTRIBUTOR BLOK



dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D dr. Noormuthmainah, M.Kes dr. FX Hendriyono, Sp.PK dr. Lena Rosida, M.Kes dr. Ahmad Husairi, M.Ag, M.Imun Dr. dr. Meitria Syahadatina Noor, M.Kes



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan Modul Blok Keterampilan Klinik Dasar (KKD) III ini. Penerbitan Buku Modul Blok Keterampilan Klinik Dasar III ini bertujuan agar proses pembelajaran, khususnya Keterampilan Klinik, dalam sistem kurikulum berbasis kompetensi dapat berjalan dengan lancar, baik dalam proses dalam proses maupun evaluasinya. Buku modul ini diharapkan dapat memberikan panduan kepada institusi pendidikan, dosen, mahasiswa dan staf administrasi. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama tim blok, tim kontributor, tim MEU dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam membuat buku ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Fakultas yang telah berkontribusi aktif. Kami menyadari masih banyak yang perlu diperbaiki demi kesempurnaan buku ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.



Banjarmasin, Oktober 2020



Tim Blok



DAFTAR ISI Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Pendahuluan Tujuan Blok Praktik Keterampilan Penilaian Tata Tertib Tim Blok Referensi



Materi Blok Keterampilan Klinik Dasar III 1. Anamnesis pada Gangguan Sistem Hematopoietik dan Limforetikuler 2. Pemeriksaan Darah Rutin 3. Teknik Pemasangan dan Pemberian Kateterisasi/Infus Intravena 4. Teknik Dasar Injeksi 5. Pemeriksaan Rumple Leed (Rumple Leed Test)



1 1 1 1 2 3 3



4 22 28 37 56



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



BLOK KETERAMPILAN KLINIK DASAR 3 KELUHAN BERKAITAN DENGAN SISTEM HEMOPOIETIK DAN LIMFORETIKULER 1. PENDAHULUAN Selain memahami berbagai teori di bidang kedokteran dan kesehatan, seorang dokter juga dituntut untuk menguasai keterampilan klinis untuk menangani berbagai kondisi yang diderita pasien. Modul-modul ketrampilan klinis ini disusun dengan tujuan agar bisa menjadi materi acuan untuk mempelajari berbagai keterampilan klinis yang diperlukan seorang dokter. Modul Keterampilan Klinik Dasar 3 ini akan dilaksanakan pada semester 5. Pada Modul ini, akan dipelajari empat keterampilan klinis yang akan diselesaikan dalam 5 minggu, yaitu anamnesis pada gangguan hematopoietik dan limforetikuler, pemeriksaan darah rutin, kateterisasi/infus intravena, serta teknik injeksi dan Rumple Leed test. 2. TUJUAN BLOK Setelah menyelesaikan blok Keterampilan Klinis Dasar 3 pada sistem hemopoietik dan limforetikuler ini, mahasiswa diharapkan mampu: a. Melakukan anamnesis pada gangguan hematopoietik dan limforetikuler dengan benar. b. Melakukan pemeriksaan darah rutin (kadar hemoglobin dan laju endap darah) dengan benar. c. Melakukan pemasangan kateterisasi/infus intravena dengan benar. d. Melakukan teknik injeksi (intramuskular, intrakutan, subkutan, dan intravena) dengan benar. e. Melakukan pemeriksaan dan menginterpretasi hasil Rumple Leed test dengan benar 3. PRAKTIK KETERAMPILAN Praktik keterampilan/skills lab terdiri atas pembelajaran kemampuan dan keterampilan pengambilan anamnesis, prosedural (pemeriksaan darah rutin, Rumple Leed test) dan keterampilan terapeutik (kateterisasi/infus intravena, teknik injeksi). Pada blok ini, masing-masing keterampilan dilatihkan secara demonstrasi oleh instruktur pada pertemuan pertama, kemudian mahasiswa akan melakukan sendiri keterampilan tersebut untuk pertemuan kedua. 4. PENILAIAN a. Formatif Prasyarat ujian: • Kehadiran skills lab & Ujian Skills: 100% • Etika pada skills lab & Ujian Skills: sufficient (berbasis checklist) b. Sumatif, terdiri atas: • Pretest : 10% • Posttest : 15 % • Nilai harian skills lab : 35% • Ujian Skills : 40% Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



1



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



c. Standar Penilaian Penilaian Acuan Patokan (PAP)/criterion-reference dengan nilai patokan berdasarkan aturan institusi. Skor Nilai Huruf Bobot Nilai Huruf ≥ 80 A 4 77 – < 80 A3,75 75 – < 77 B+ 3,5 70 – < 75 B 3 67 – < 70 B2,75 64 – < 67 C+ 2,5 60 – < 64 C 2 50 – < 60 D+ 1,5 40 – < 50 D 1 00 – < 40 E 0 5. TATA TERTIB a. Mahasiwa wajib mengikuti seluruh proses kegiatan skills lab dan Ujian Skills (100%). b. Ketidakhadiran harian skills lab dan Ujian Skills hanya diperkenankan apabila: 1. Sakit, yang dibuktikan dengan surat keterangan sakit dari dokter (surat sakit maksimal 3 hari terhitung sejak hari pertama sakit). 2. Mendapat musibah kematian keluarga inti, dengan surat keterangan dari orangtua/wali 3. Mendapat tugas dari fakultas/universitas, dengan surat keterangan dari Ketua Program Studi/Wakil Dekan/Dekan/Rektor c. Apabila tidak hadir pada kegiatan skills lab/Ujian Skills dengan alasan selain yang tercantum pada poin (b) di atas, maka akan mendapat nilai nol (0). d. Apabila tidak hadir pada kegiatan skills lab/Ujian Skills dengan alasan seperti yang tercantum pada poin (b), mahasiswa dapat mengganti waktu skills lab/Ujian Skills sesuai dengan ketentuan administrasi yang telah ditetapkan oleh MEU dan diwajibkan mengerjakan tugas tambahan. e. Bagi mahasiswa yang tidak hadir pada kegiatan skills lab dengan alasan selain yang tercantum pada poin (b), maka mahasiswa tidak berhak mendapatkan penggantian waktu, dan nilai skills lab yang ditinggalkan tersebut adalah 0 (nol). f. Bagi mahasiswa yang tidak hadir pada kegiatan Ujian Skills dengan alasan yang tercantum pada poin (b), maka mahasiswa berhak mengganti waktu Ujian Skills. g. Bagi mahasiswa yang tidak hadir pada kegiatan Ujian Skills dengan alasan selain yang tercantum pada poin (b), maka mahasiswa tidak berhak mendapatkan penggantian waktu, dan nilai Ujian Skills adalah 0 (nol) h. Bagi mahasiswa yang melanggar ketentuan administratif dan etika, maka dinyatakan tidak lulus blok dan wajib mengulang pada tahun-tahun berikutnya



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



2



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



6. TIM BLOK dr. Alfi Yasmina, M.Kes, Ph.D dr. Noormuthmainah, M.Kes dr. FX Hendriyono, Sp.PK dr. Lena Rosida, M.Kes dr. Ahmad Husairi, M.Ag, M.Imun Dr. dr. Meitria Syahadatina Noor, M.Kes 7. SUMBER REFERENSI 1. Darce J, Kopelinann P. A Handbook of clinical skills. London: Hanson, 2004 2. Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. New York: Mc Graw Hill, 2008 3. Frenkel M, Koster M, Sibuea H. Pedoman dasar anamnesis dan pemeriksaan jasmani. Jakarta: Sagung Seto, 2007. 4. Jameson JL, Kasper DL, Longo DL, et al. 20th edition Harrison’s principles of internal medicine. New Yorl: McGraw-Hill Education, 2018. 5. Ludwig S, Ku BC. Pallor. In: Shah SS, Ludwig S (Eds). Symptom-based diagnosis in pediatrics. McGraw-Hill Education, 2014. 6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006. 7. Thomas J, Monaghan T. Oxford Handbook of Clinical Examination and Practical Skills 2nd ed. Nottingham: Oxford University Press, 2007.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



3



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



ANAMNESIS PADA GANGGUAN SISTEM HEMOPOIETIK DAN LIMFORETIKULER Anamnesis pada sistem hemopoietik dan limforetikuler harus memperhatikan dua hal, yaitu aspek komunikasi dan aspek isi dari anamnesis itu sendiri. Untuk aspek anamnesis komunikasinya, masih sama seperti pada anamnesis untuk sistem-sistem sebelumnya. Untuk aspek isi anamnesis sistem ini, perlu dipelajari terlebih dahulu berbagai keluhan dan gangguan yang sering terjadi pada sistem hemopoietik dan limforetikuler, untuk memudahkan proses clinical reasoning saat anamnesis. Selain itu, keluhan yang muncul pada sistem hemopoietik dan limforetikuler tidak harus bersumber dari sistem hemopoietik dan limforetikuler, bisa saja disebabkan oleh sistem lain. Dengan demikian, pemahaman keterampilan anamnesis suatu sistem harus dengan terus mengintegrasikannya dengan pemahaman keterampilan anamnesis sistem-sistem lain, terutama yang sudah dipelajari sebelumnya. Penjelasan berikut ini hanya panduan, diharapkan mahasiswa bisa mengembangkan sendiri lebih lanjut untuk memperkaya anamnesis sistem. Selain itu, untuk memudahkan mengingat dan memahami berbagai diagnosis banding yang bisa muncul, dianjurkan untuk membuat pohon anamnesis menuju diagnosis banding berdasarkan penjelasan tiap keluhan utama yang diberikan pada modul keterampilan ini. Sesuai dengan Anamnesis secara umum yang telah dipelajari, berikut ini adalah panduan anamnesis untuk gangguan sistem hemopoietik dan limforetikuler: 1. Anamnesis identitas pasien, yaitu nama lengkap, umur, jenis kelamin (bila diperlukan), alamat, dan pekerjaan. 2. Menanyakan keluhan utama. Pada gangguan sistem hemopoietik dan limforetikuler, keluhan utama yang sering muncul adalah: • Pucat • Perdarahan • Demam dan rash • Pembesaran kelenjar limfe 3. Menggali riwayat penyakit sekarang. Berdasarkan keluhan utama, dilakukan penggalian lebih mendalam dengan menanyakan riwayat penyakit sekarang. Seperti pada waktu anamnesis umum, hal-hal yang harus ditanyakan adalah: • Onset: kapan pertama kali muncul keluhan. • Frekuensi: berapa sering keluhan muncul. • Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak), kronis (sudah lama), atau intermitten (hilang timbul). • Durasi: sudah berapa lama menderita keluhan. • Sifat sakit/keluhan utama: sakitnya seperti apa, merupakan penjelasan sifat dari keluhan utama, yang biasanya spesifik untuk setiap keluhan utama di atas. Selain itu, perlu ditanyakan juga, apa hal yang memperberat keluhan. • Lokasi: di mana letak pasti keluhan, apakah tetap, atau berpindahpindah/menjalar.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



4



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler







4.



5.



6. 7.



Hubungan dengan fungsi fisiologis lain: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, gangguan berjalan, dan sebagainya. • Akibat yang timbul terhadap aktivitas sehari-hari, seperti tidak dapat bekerja, hanya bisa tiduran, dan sebagainya. • Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan tertentu, pengambilan posisi tertentu, dan sebagainya. Apabila diberikan obat, ditanyakan pula berapa dosis yang diberikan dan sudah berapa lama. Pada saat membicarakan obat, yang digali tidak hanya obat yang diberikan dokter, tetapi juga obat bebas yang dikonsumsi sendiri oleh pasien, serta obat herbal. Digali pula bagaimana efek dari upaya untuk mengurangi keluhan itu, apakah berhasil tapi tidak maksimal, atau tidak berhasil sama sekali. Menanyakan keluhan penyerta (keluhan sistem) yang terkait dengan gangguan hemopoietik dan limforetikuler. Penelusuran anamnesis sistem harus relevan dengan keluhan utama pasien dan dugaan terhadap diagnosis yang akan ditegakkan, termasuk diagnosis bandingnya. Menggali riwayat penyakit dahulu, baik penyakit serupa maupun penyakit lain. Selain itu, ditanyakan juga apakah pasien pernah harus rawat inap, dan karena apa, serta berapa lama. Bila pernah mendapat pengobatan, ditanyakan riwayat pengobatan yang telah dijalani. Selain itu, riwayat penggunaan alkohol dan obat juga penting ditanyakan. Contohnya, beberapa obat seperti obat NSAID, warfarin, dan lain-lain, bisa menyebabkan perdarahan. Penggunaan alkohol bisa berkaitan dengan defisiensi vitamin B12. Menggali penyakit keluarga, baik yang serupa dengan yang diderita sekarang, maupun penyakit yang diturunkan. Membuat resume anamnesis. Pada tahap ini, jawaban yang diberikan oleh pasien dirangkai menjadi suatu alur riwayat penyakit yang kronologis. Jawaban pasien tidak harus semuanya dimasukkan ke dalam resume, harus dipilah-pilah yang berguna dalam perencanaan pemeriksaan, diagnosis, atau terapi. Hasil anamnesis disusun dimulai dari waktu dan tanggal anamnesis, identitas, keluhan utama (KU), riwayat penyakit sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit keluarga (RPK)/lingkungan (RPL), dan anamnesis sistem. Diharapkan pada bagian akhir resume anamnesis, penganamnesis sudah bisa membuat dugaan diagnosis/diagnosis banding



Keluhan Utama yang Sering Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler Pucat Kondisi pucat adalah hasil temuan yang sangat nonspesifik yang bisa merupakan manifestasi berbagai penyakit, atau bisa juga normal untuk individu tertentu. Keluhan pucat menunjukkan adanya kesan penurunan warna kemerahan di kulit dan membran mukosa, yang berhubungan dengan penurunan penyampaian oksihemoglobin ke kulit atau membran mukosa. Penyebab potensialnya antara lain adalah penurunan aliran darah yang bisa regional (misalnya trombosis) ataupun sistemik (misalnya syok), dan aliran darah normal dengan penurunan kapasitas membawa oksigen (misalnya anemia). Pada sebagian besar kasus, adanya keluhan pucat mengarahkan ke anemia, karena anemia dianggap sebagai penyebab paling sering. Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



5



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Perkecualian pada yang mempunyai penyebab konstitusional, misalnya karena warna kulit yang lebih terang dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari. Penyebab anemia bisa dipisahkan menjadi karena penurunan produksi eritrosit, peningkatan destruksi eritrosit, atau kehilangan darah yang akut. Pucat dengan penurunan produksi eritrosit atau produksi hemoglobin bisa disebabkan oleh: anemia defisiensi besi, anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12, anemia aplastik, keganasan (leukemia, limfoma, multiple myeloma), anemia penyakit kronis, anemia Diamond-Blackfan, anemia Fanconi, intoksikasi timbal, anemia sideroblastik, dan thalassemia. Pucat karena peningkatan destruksi eritrosit bisa disebabkan oleh defek membran eritrosit (misalnya sferositosis herediter, eliptositosis, stomatositosis, piknositosis, hemoglobinuria nokturnal paroksismal), defek enzim eritrosit, defek hexose monophosphate shunt (defisiensi G6PD), defisiensi piruvat kinase, hemoglobinopati, sickle cell syndrome, anemia hemolitik autoimun, infeksi (misalnya mononukelosis, campak, varicella, CMV, E. coli, Pneumococcus, Streptococcus, demam tifoid, Mycoplasma), obat (misalnya antibiotik, metildopa), penyakit vaskular kolagen dan inflamatorik, keganasan, anemia mikroangiopatik, diiseminated intravascular coagulation, sindrom uremik hemolitik (HUS), trombotic thrombocytpenic purpura, dan hemangioma kavernosa. Pucat karena kehilangan darah bisa disebabkan karena trauma berat, lesi anatomis, ulkus peptik atau bagian saluran cerna lain, dan hemosiderosis pulmoner idiopatik. Pada saat pasien datang dengan pucat, hal pertama yang perlu diperhatikan (apalagi bila pasien datang dengan pucat disertai dengan perdarahan akut) adalah tentang kemungkinan adanya ketidakstabilan hemodinamik yang memerlukan intervensi emergensi dan stabilisasi dengan resusitasi cairan ataupun transfusi. Sampai 30% total volume darah bisa hilang sebelum manifestasi klinis nampak jelas. Pasien yang memerlukan stabilisasi bisa datang dalam keadaan gangguan kesadaran, gangguan status mental, sesak, pucat, dan mengeluhkan badannya dingin. Identifikasi lebih pasti untuk penyakit-penyakit ini bisa dilakukan dengan menggunakan hitung darah lengkap dan apusan darah tepi serta pemeriksaan penunjang lainnya (Gambar 1a dan 1b), tetapi anamnesis bisa membantu dalam mengarahkan pemeriksaan.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



6



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Gambar 1a. Diagnosis banding pasien dengan pucat menggunakan beberapa pemeriksaan penunjang Anemia defisiensi besi adalah anemia yang paling sering ditemui. Pasien dengan kondisi ini bisa datang dengan keluhan tambahan berupa kelelahan dan penurunan kemampuan melakukan aktivitas yang berat, kram betis saat menaiki tangga, penurunan kemampuan akademis atau performa di tempat kerja, intoleransi terhadap dingin, penurunan resistensi terhadap infeksi, kesulitan menelan makanan padat (karena esophageal webbing), gangguan pertumbuhan dan perkembangan (pada bayi dan anak), luka di sudut bibir, kuku rapuh dan berbentuk seperti sendok. Anemia defisiensi besi biasanya berkembang perlahan, bahkan beberapa pasien tetap tanpa gejala sampai cadangan besinya cukup sedikit untuk mengganggu produksi eritrosit dan mengganggu jaringan lain, sehingga kemudian timbul gejala di atas. Kebutuhan besi meningkat pada bayi, anak, remaja, dan kehamilan. Riwayat makanan perlu digali, misalnya vegetarian lebih mungkin untuk menderita anemia defisiensi besi, kecuali dietnya disuplementasi dengan zat besi. Makanan yang mengandung susu sapi dalam jumlah besar dapat meningkatkan defisiensi besi karena kurangnya intake besi dan hilangnya selera terhadap makanan yang kaya zat besi. Kondisi lain yang menyebabkan penurunan absorbsi besi dalam diet antara lain adalah celiac disease, Crohn disease, bedah bypass lambung, pemakaian antasida atau tetrasiklin secara berlebihan. Riwayat adanya kehilangan darah juga perlu dicari, terutama karena sesudah usia 1 tahun, defisiensi makanan saja tidak cukup untuk menyebabkan defisiensi zat besi yang bermakna secara klinis. Kehilangan darah pada kondisi ini bisa dari infeksi parasit di usus (misalnya cacing tambang), perdarahan saluran cerna, keganasan (pada esofagus, lambung, usus, atau kolon), varices esofagus (karena sirosis), penggunaan NSAID yang kronis, dan haid dengan jumlah perdarahan yang banyak.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



7



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



.



Gambar 1b. Diagnosis banding pasien dengan pucat menggunakan beberapa pemeriksaan penunjang Anemia defisiensi vitamin B12/folat (anemia megaloblastik) bisa datang dengan keluhan tambahan berupa lidah nyeri, hilangnya selera makan, mual, muntah, flatulensi, konstipasi atau diare, penurunan berat badan, demam ringan, parestesi, kelemahan, gangguan BAK, gangguan penglihatan dan pendengaran, serta gangguan kognitif. Onset penyakit ini biasanya samar dan tersembunyi. Pasien dengan anemia defisiensi vitamin B12 biasanya sering mempunyai riwayat asupan diet yang buruk, diet vegetarian yang ketat, penggunaan alkohol yang berlebihan, riwayat mengalami gastrektomi parsial, gastritis, mengkonsumsi obat antasida, serta menderita malabsorpsi (misalnya akibat Crohn disease, celiac disease, infeksi cacing pita). Pasien bayi, ibu hamil, ibu menyusui, pasien dengan keganasan, menderita infeksi, memerlukan folat lebih tinggi, sehingga kondisi defisiensi asam folat bisa terjadi. Selain itu defisiensi folat juga sering terjadi pada pasien lansia, nutrisi atau diet yang buruk atau terlalu ketat, penggunaan alkohol, malabsorpsi, dialisis, penyakit hati akut, obat-obatan (misalnya antikonvulsan, sulfasalazin). Anemia penyakit kronis termasuk ke dalam kategori karena penurunan produksi eritrosit, dengan klasifikasi anemia normokromik dan normositik. Anemia penyakit kronis mencakup semua penyakit inflamatorik (misalnya artritis rematoid, SLE, kolitis ulseratif, Crohn disease), infeksi (misalnya TBC, HIV/AIDS, hepatitis, endokarditis bakterial), atau malignansi (misalnya kanker paru, kanker payudara, limfoma) yang berlangsung lama. Pasien datang dengan kelemahan umum atau malaise, cepat lelah, myalgia, pusing, pingsan atau hampir pingsan, penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, nyeri dada, intoleransi terhadap dingin, gangguan tidur, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan selera makan, dan penurunan kemampuan kognitif. Pada anemia aplastik terjadi pansitopenia karena insufisiensi sumsum tulang. Faktor risiko yang bisa mengakibatkan kondisi ini misalnya obat-obatan (karbamazepin, metimazol, NSAID, kloramfenikol, PTU, sulfa, sitostatik), toksin (benzene, larutan pembersih, insektisida, toluena), radiasi, virus (hepatitis, EBV, CMV, HIV, parvovirus Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



8



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



B19), dan anemia Fanconi. Pasien biasanya lelah, malaise, pucat, bintik-bintik perdarahan di mukosa, dan sering mengalami infeksi. Anemia Fanconi merupakan gangguan autosom resesif karena defek DNA crosslink repair. Pasien biasanya berbadan pendek, menunjukkan hipo- atau hiperpigmentasi, café-au-lait spot, mikrosefali, keterlambatan perkembangan, malformasi ibu jari dan lengan bawah, gangguan pada mata dan telinga. Anemia sideroblastik disebabkan oleh defek metabolisme hem, mengakibatkan besi terjebak dalam mitokondria. Penyakit ini bisa diwarisi (akibat defek gen d-ALAsintase), atau bisa juga karena defisiensi vitamin B6, toksisitas timbal, penggunaan alkohol, obat (misalnya kloramfenikol, INH, linezolid), defisiensi Cu, overdosis zink, sindrom myelodisplastik, dan keganasan. Pasien bisa menunjukkan malaise, kelelahan, sesak nafas saat aktivitas fisik, gangguan koordinasi, kegagalan pertumbuhan, diare karena malabsorpsi, dan kelemahan otot. Anemia Diamond-Blackfan adalah pure red cell aplasia kongenital yang biasnaya terdeteksi saat lahir, atau lebih kemudian selama 18 bulan pertama. Pada anemia Diamond-Blackfan terjadi defek intrinsik sel progenitor eritroid, sehingga terjadi apoptosis. Pasien biasanya berbadan pendek dengan webbed neck, malformasi ekstremitas atas (misalnya ibu jari dengan 3 ruas jari), mikrosefali, mikrognatia, hipertelorism, tulang hidung datar, sumbing, dan retardasi pertumbuhan serta perkembangan. Thalassemia adalah gangguan sintesis hemoglobin dengan penurunan produksi rantai alfa atau beta hemoglobin, akibat defek pada gen yang mengendalikan produksinya. Terdapat 2 tipe utama thalassemia, yaitu thalassemia alfa dan beta, dan masing-masing bisa mengambil bentuk mayor ataupun minor. Thalassemia mayor terjadi bila defek diperoleh dari kedua orangtua, sedangkan thalassemia minor bila defek diperoleh dari hanya satu orang tua, dan sebagian besar tidak menunjukkan gejala. Pasien dengan thalassemia mayor bisa datang dengan keluhan pucat, mudah lelah, ikterus, ulkus pada ekstremitas, pembesaran maksilla (chipmunk face), gigi menjadi jarang, pembengkakan di kelenjar ludah, mulut terasa kering, pembesaran abdomen, deformasi tulang tengkorak dan tulang lain karena hiperplasia eritroid dengan ekspansi intramedulla dan penipisan tulang korteks, pertumbuhan yang lambat, dan urine berwarna gelap. Riwayat keluarga menderita thalassemia perlu digali. Leukemia merupakan penyakit progresif maligna dimana sumsum tulang dan organ pembentuk darah lainnya melakukan overproduksi lekosit yang abnormal atau imatur. Leukemia diklasifikasikan berdasar tipe lekosit yang terkena (limfositik/limfoid/limfoblastik dan myeloid/myelogenik) serta berdasarkan seberapa cepat penyakitnya berkembang (akut dan kronis). Dengan demikian terdapat acute lymphocytic leukemia (ALL), acute myeloid leukemia (AML), chronic lymphocytic leukemia (CLL) dan chronic myeloid leukemia (CML). Selain itu ada subtipe lain seperti hairy cell leukemia (HCL). ALL adalah penyakit (klonal) maligna sumsum tulang dimana prekursor limfoid dini berproliferasi dan menggantikan sel hematopoietik normal sumsum tulang. Penyakit ini adalah tipe leukemia yang paling sering pada anak. Pasien biasanya datang dengan demam, kelelahan, pucat, pusing, jantung berdebar, sesak nafas dengan aktivitas fisik ringan, sering mengalami infeksi, penurunan berat badan, perdarahan, pembesaran kelemjar limfe, nyeri tulang, cepat kenyang dan perut terasa penuh, bercak-bercak merah (perdarahan) terutama di ekstremitas bawah, serta rash. Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



9



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



AML adalah penyakit maligna sumsum tulang dimana prekursor hematopoietik terhenti pada stadium dini perkembangannya. Faktor risiko kondisi ini antara lain adalah merokok, overweight, sindrom myelodisplastik, myelofibrosis, Down syndrome, netropenia kongenital, anemia Fanconi, kondisi autoimun (artritis rematoid, kolitis ulseratif), neurofibromatosis, faktor genetik, paparan radiasi, paparan benzene, dan paparan terhadap kemoterapi. Pasien bisa datang dengan gejala yang biasanya nonspesifik, seperti demam, kelelahan, pucat, dan penurunan tingkat energi, kemudian sesak saat aktivitas, pusing, nyeri dada, riwayat infeksi saluran nafas atas, penurunan berat badan, pembesaran kelenjar limfe, bercak-bercak perdarahan di tungkai bawah, perdarahan gusi dan hidung dan perdarahan di lokasi lain seperti paru, saluran cerna, saluran kencing, dan SSP, serta haid yang lebih banyak. Gejala akibat infiltrasi organ oleh sel leukemia bisa berupa rasa penuh di kuadran kiri atas dan cepat kenyang (karena splenomegali), pembengkakan gusi, pembesaran kelenjar limfe, dan rash kulit. CLL adalah gangguan monoklonal yang ditandai oleh akumulasi progresif limfosit yang tidak kompeten secara fungsional. Faktor risiko yang berhubungan dengan CLL adalah riwayat keluarga dengan CLL, paparan radiasi elektromagnetik, imunitas yang rendah, paparan zat kimia dan radiasi. Gejala yang bisa ditemui adalah pembesaran kelenjar limfa, nyeri abdomen (splenomegali), penurunan berat badan, infeksi yang sulit menyembuh, pucat, mudah berdarah dan memar, berkeringat malam, dan nyeri tulang. CML adalah gangguan myeloproliferatif yang ditandai oleh peningkatan proliferasi sel granulositik tanpa kehilangan kapasitas untuk berdiferensiasi. Faktor risiko yang sering dihubungkan dengan CML adalah radiasi dan paparan benzene. Gejala yang sering ditemui antara lain cepat lelah, pucat, mudah terkena infeksi, mudah memar atau perdarahan, nyeri perut, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, berkeringat malam, sakit kepala, nyeri tulang, dan pembesaran kelenjar limfe. HCL adalah subtipe CLL yang lebih langka dan berprogresi dengan lambat. HCL lebih sering terjadi pada laki-laki. Pasien bisa datang dengan gejala pucat, cepat lelah, sesak nafas, sering mengalami infeksi, mudah berdarah dan memar, nyeri dan pembengkakan di abdomen, dan penurunan berat badan. Keempat tipe utama leukemia bisa dibedakan dengan pemeriksaan penunjang (Gambar 3). Multiple myeloma adalah keganasan sel plasma dimana sel plasma monoklonal berproliferasi dalam sumsum tulang. Pasien bisa asimtomatik atau dengan gejala, termasuk nyeri tulang, patah tulang (fraktur patologis), kelemahan, malaise, pucat, perdarahan, infeksi, dan mual. Anemia hemolitik bisa terjadi karena defisiensi G6PD, sferositosis herediter, sickle cell anemia, gangguan imun, zat kimia toksik, obat, antivirus (misalnya ribavirin), infeksi, defek prostesis katup jantung, disseminated intravascular coagulation (DIC), hemolitic uremic syndrome (HUS), dan thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP). Anemia hemolitik terjadi bila destruksi eritrosit terjadi secara prematur dan aktivitas sumsum tulang tidak bisa mengkompensasi hilangnya eritrosit. Pasien dengan hemolisis bisa asimtomatik atau anemia ringan, sampai anemia berat. Pasien bisa datang dengan pucat, kelemahan, sesak nafas, nyeri dada, nyeri perut (karena batu empedu), urine berwarna gelap, dan ikterus.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



10



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Gambar 3 Perbandingan tipe leukemia Sferositosis herediter adalah gangguan hemolitik familial karena berbagai mutasi yang mengakibatkan defek protein membran eritrosit. Pasien biasanya pucat, ikterus yang intermitten (dipicu oleh kelelahan, paparan dingin, distress emosional, kehamilan), pembesaran abdomen (karena splenomegali), dan nyeri perut kanan atas (karena penyakit kandung empedu). Perlu ditanyakan adanya riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau riwayat keluarga dengan pembedahan limpa atau kandung empedu di usia muda (sebelum dekade keempat) atau riwayat keluarga dengan batu empedu di usia muda. Defisiensi G6PD adalah defisiensi enzim paling sering pada manusia, yang diwariskan sebagai gangguan resesif yang X-linked. Pasien biasanya asimtomatik tapi ikterus pada neonatus bisa ditemukan, yang muncul dalam 24 jam sejak lahir. Pada pasien yang lebih dewasa, pasiennya menunjukkan gejala anemia yang bisa terjadi karena hemolisis yang dipicu misalnya oleh infeksi, obat, dan ketoasidosis. Pada hemolisis berat, pasien juga menunjukkan gejala ikterus, pembesaran abdomen karena splenomegali, dan nyeri perut kanan atas. Sickle cell disease adalah gangguan genetik akibat adanya bentuk hemoglobin yang bermutasi, yaitu HbS. Kondisi ini biasanya muncul dini saat masa anak-anak, dengan gejala nyeri akut yang bisa berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang bisa mengenai abdomen, tulang, sendi, dan jaringan lunak. Nyeri kronis juga sering dirasakan pada tulang dan sendi. Pasien juga bisa datang dengan nyeri dan bengkak tangan dan kaki, anemia, pembesaran abdomen (karena splenomegali), mata yang ikterik, infeksi, retardasi pertumbuhan, nyeri dada, nyeri perut kanan atas (karena batu empedu), dan ulkus tungkai. Perdarahan Bila keluhan pasien berupa perdarahan, maka kita perlu membedakan antara penyebab karena trauma/injury, penyebab karena trombosit (Gambar 4), dan penyebab karena faktor pembekuan darah (Gambar 5). Perdarahan karena kelainan trombosit Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



11



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



(bisa karena penurunan jumlah/trombositopenia atau abnormalitas fungsi) biasanya berupa perdarahan pembuluh darah kecil/mukokutan dengan gambaran ptekie, memar, perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan saluran cerna, dan perdarahan genitourinaria. Perdarahan karena defisiensi atau inhibitor faktor koagulasi cenderung tertunda dan lebih bermakna secara kuantitatif, misalnya yang terjadi pada sendi, otot, saluran cerna, otak, retroperitoneum, atau lokasi intervensi bedah atau medis sebelumnya.



Gambar 4 Diagnosis banding perdarahan yang berkaitan dengan gangguan pada trombosit 1.



2.



Trombositopenia bisa terjadi karena: Penurunan produksi trombosit akibat: obat (asam valproat, linezolid, tiazid, aurum, kemoterapi); gangguan sumsum tulang karena malignansi, fibrosis dan granuloma; aplasia sumsum tulang; alkohol; dan defisiensi vitamin B12. Peningkatan hilangnya atau konsumsi trombosit akibat: sekuestrasi limpa, autoimun (misalnya idiopathic thrombocytopenic purpura/ITP, HIV, SLE,



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



12



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



gangguan limfoproliferatif, obat seperti heparin, fenitoin, karbamazepin, sulonamid, kuinin, abciximab, tirofiban), DIC, TTP, dan sepsis. Gangguan ini bisa ditandai oleh adanya gambaran perdarahan, mudah memar, ptekie atau purpura. Gangguan fungsi trombosit terjadi karena: 1. Kongenital: von Willebrand disease 2. Akuisita: obat (aspirin, NSAID), gangguan myeloproliferatif (trombositemia esensial, polisitemia vera), penyelubungan trombosit oleh protein abnormal (multiple myeloma), dan uremia. 1. 2.



Gangguan faktor pembekuan bisa karena: Kongenital: hemofilia A(yang paling sering) Akuisita: penyakit hati, defisiensi vitamin K, gangguan adsorpsi faktor (misalnya adsorpsi fakto X pada fibril amiloid), DIC, transfusi masif.



Gambar 5 Diagnosis banding perdarahan yang berkaitan dengan gangguan pada fator pembekuan Usia dan jenis kelamin pasien harus dipertimbangkan saat mengevaluasi perdarahan yang abnormal. Beberapa gangguan perdarahan yang diwariskan sering muncul sejak bayi atau masa anak-anak dini. Perlu ditanyakan tipe perdarahan (epistaksis, menoragi, atau hematoma) dan situasi saat terjadi perdarahan (misalnya trauma, prosedur gigi, pembedahan). Perlu juga ditanyakan apakah ada produk darah, obat (misalnya kontrasepsi oral), atau terapi hemostatik lain digunakan untuk mengobati perdarahan. Informasi tentang status gizi, penggunaan alkohol, penyakit hati Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



13



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



atau ginjal, dan riwayat penyakit infeksi juga perlu ditanyakan, terutama bila onsetnya baru. Riwayat keluarga juga perlu ditanyakan karena hemofili yang resesif terkait kromosom X atau von Willebrand disease harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat keluarga sering mengalami perdarahan. Evaluasi penggunaan obat dan suplemen bisa membantu mengidentifikasi perdarahan karena obat, misalnya obat yang menghambat koagulasi (apixaban, dabigatran, enoxaparin, heparin, warfarin, rivaroxaban), kortikosteroid, NSAID, klopidogrel, SSRI, alkohol, antibiotik (sefalosporin, nitrofurantoin, penisilin, rifampisin, sulfonamid, vankomisin), karbamazepin, kuinin, tiazid, asam valproat. ITP merupakan trombositopenia dengan sumsum tulang yang normal tanpa adanya penyebab lain untuk trombositopenianya. Patogenesis penyakit ini adalah adanya antibodi antiplatelet. Gambarannya bisa akut pada anak, dan kronis pada dewasa. Gejalanya bisa berupa ptekie, purpura, bulla hemoragik pada membran mukosa, menoragi atau metroragi, epistaksis, perdarahan gusi, dan cenderung mudah memar. Pada anak mungkin ada riwayat infeksi virus atau imunisasi dengan virus hidup. TTP adalah gangguan darah dengan ciri adanya pembekuan di pembuluh darah kecil yang mengakibatkan penurunan jumlah trombosit.. Penyakit ini terdiri dari anemia hemolitik mikroangiopatik, purpura trombositopenik, gangguan neurologis, demam, dan penyakit ginjal. Gejalanya biasanya terjadi secara akut atau subakut dengan gambaran yang berkaitan dengan manifestasi neurologis (perubahan status mental, kejang, hemiplegi, parestesi, ganggaun penglihatan, afasia), anemia disertai dengan kelelahan, perdarahan ringan dan berat karena trombositopenia, ikterus, demam, dan urine berwarna gelap. DIC ditandai dengan aktivasi sistemik koagulasi darah, yang mengakibatkan pembentukan dan deposisi fibrin, dan mengarah pada trombus mikrovaskular pada berbagai organ, sehingga berkontribusi pada multiple organ dysfunction syndrome (MODS). DIC biasanya merupakan komplikasi atau efek dari perkembangan penyakit lain, seperti sepsis, trauma (neurotrauma), destruksi organ (pankreatitits), keganasan, reaksi transfusi berat, komplikasi obstetrik (abruptio plasenta, HELLP syndrome, eklamsi), gagal hati yang berat, reaksi penolakan transplantasi, dan hipertermia. Dengan demikian, gejala DIC sering merupakan gejala kondisi yang mendasarinya. Selain itu, ada gejala riwayat perdarahan di area seperti gusi, palatum molle, dan sistem gastrointestinal. Gejala akutnya berupa ptekie dan ekimosa, bersama dengan perdarahan akibat saluran infus atau kateter. Bila sesudah operasi, perdarahan bisa terjadi di sekitar lokasi pembedahan, drain, dan trakeostomi. Juga bisa kelihatan gambaran trombosis di pembuluh darah besar (DVT dan gagal ginjal karena trombosis mikrovaskular). Bila mengenai sistem SSP bisa muncul gejala perubahan kesadaran dan defisit neurologis fokal. Bila mengenai sistem pernafasan, bisa muncul gejala sesak. Bila mengenai sistem saluran cerna, bisa muncul gejala hematemesis dan hematochezia. Pada sistem genitourinaria bisa muncul gejala hematuria, oliguria, metroragi dan perdarahan uterus. Gambaran di kulit bisa berupa ptekie, iterus, purpura, bulla hemoragik, sianosis akral, nekrosis kulit ekstremitas bawah, perdarahan luka, dan gangren. Von Willebrand disease adalah gangguan hemoragik heterogen yang diwariskan secara genetik, diakibatkan oleh defisiensi atau disfungsi von Willebrand factor, sehingga mengganggu hemostasis primer. Pasien datang dengan epistaksis, hematom, Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



14



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



perdarahan lama dari luka kecil atau trauma minor, perdarahan rongga mulut, haid berlebihan, mudah memar, perdarahan berat sesudah pembedahan atau ekstraksi gigi, ikterus, dan pembesaran abdomen karena splenomegali. Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang diwariskan secara genetik yang mengganggu kemampuan koagulasi. Terdapat 2 tipe utama hemofilia, yaitu hemofilia A dan B. Hemofilia A adalah gangguan resesif terkait kromosom X yang disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan darah faktor VIII, yang bisa diperoleh secara genetik ataupun karena mutasi spontan. Pasien datang dengan kondisi mudah memar, kelemahan, sesak nafas, nyeri dan kaku sendi, hematemesis, melena, nyeri perut, hematuria, kolik renal, epistaksis, perdarahan mulut, hemoptisis, perdarahan berlebihan dan lebih lama pada trauma ringan. Pasien biasanya mempunyai riwayat perdarahan serupa di keluarga. Hemofilia B adalah gangguan resesif terkait kromosom X yang disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan darah faktor IX. Gambarannya biasanya berupa nyeri sendi karena perdarahan, deformitas sendi, perdarahan lebih lama sesudah menjalani prosedur yang mengakibatkan luka atau karena trauma ringan, sering memar, lemah, hematemesis, melena, nyeri perut, hematuria, kolik renal, epistaksis, perdarahan mulut, dan hemoptisis. Pasien biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan gangguan perdarahan. Demam dengan rash Anamnesis yang lengkap untuk pasien dengan demam dan rash mencakup pertanyaan tentang status imunologis, obat yang dikonsumsi dalam bulan-bulan sebelumnyam riwayat perjalanan, status imunisasi, paparan pada hewan piaraan atau hewan lain, riwayat gigitan hewan (termasuk artropoda), paparan pada makanan tertentu, adanya gangguan jantung, adanya bahan prostesis, paparan ada individu yang sakit, dan paparan seksual. Anamnesis juga harus mencakup lokasi rash, arah distrbusi dan kecepatan penyebaran. Rash adalah erupsi kulit dengan morfologi dan lokasi yang jelas yang berkaitan dengan gangguan fungsi kulit. Diagnosis banding untuk rash bisa didasarkan pada morfologinya, dan membedakan yang mana lesi primer dan sekunder. Sesudah itu, dilakukan penilaian distribusi dan progresi lesi, serta keterlibatan membran mukosa..Pada blok ini, rash yang akan dibahas hanya yang merefleksikan penyakit sistemik, dan tidak mencakup rash lokal yang juga berhubungan dengan demam. Selain itu, untuk tujuan praktis, pengklasifikasian di bawah ini didasarkan pada gambaran penyakit yang paling tipikal, akan tetapi morfologi rash bisa bervariasi bersama dengan perkembangan penyakit atau perkembangan rash itu sendiri. Diagnosis banding demam dan rash bisa diklasifikasikan berdasarkan tipe rash, yaitu: • Demam dan rash makulopapular yang terdistribusi sentral, dimana lesinya terutama tipe trunkal (terdistribusi terutama di badan, lebih sedikit di akral atau ekstremitas), adalah tipe rash yang paling sering ditemui. Diagnosis bandingnya adalah: meningokoksemia akut, drug reaction with eosinophilia & systemic symptom (DRESS) atau drug-induced hypersensitivity syndrome (DIHS), campak, rubella, eritema infeksiosa, eksantema subitum (roseola), infeksi HIV primer, mononukleosis infeksiosa, exanthematous drug-induced eruption, Rickettsial Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



15



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



spotted fever, leptospirosis, Lyme disease, demam tifoid, demam dengue, eritema marginatum (demam rematik), systemic lupus erythematosus (SLE), tripanosomiasis, West Nile fever, infeksi viurs Zika. • Demam dan rash yang tersebar di perifer mencakup Rocky Moutain spotter fever, demam Chikungunya, sifilis sekunder, hand-foot-and-mouth disease, eritema multiforme, rat bite fever, dan endokarditis bakterial. • Demam dan rash eritematus deskuamatif yang konfluens adalah scarlet fever, Kawasaki disease, Streptococcal toxic shock syndrome, Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS), sindrom eritroderma eksfoliatif, DRESS/DIHS, StevensJohnson syndrome (SJS), toxic epidermal necrolysis (TEN). • Demam dan rash vesikulobullosa atau pustular: hand-foot-and-mouth syndrome, SSSS, TEN, DRESS, varicella, folkulitis Pseudomonas, variola, infeksi HSV primer, Rickettsial pox, acute generalized exanthematous pustulosis, eritema gangrenosum. • Demam dan rash yang mirip urtikaria: vaskulitis urtikaria. • Demam dengan rash nodular: eritema nodosum, Sweet syndrome/acute febrile neutophilic dermatosis, angiomatosis basilar. • Demam dan rash berupa purpura: Rocky Mountain spotted fever, rat-bite fever, endokarditis, demam dengue, meningokoksemia akut atau kronis, purpura fulminans, infeksi gonococcus diseminata, TTP atau hemolytic uremic syndrome (HUS). • Demam dengan rash berupa ulkus dan/atau eschar: rickettsial spotted fever, ratbite fever, rickettsial pox, ektima gangrenosum, tularemia, antraks. Sebagian besar penyakit di klasifikasi di atas sudah diperoleh di blok keluhan yang berkaitan dengan sistem integumentum, hanya beberapa penyakit yang akan dibahas di sini. Akan tetapi, semua diagnosis banding terkait sistem lain yang tidak dibahas di sini tetap harus dipertimbangkan saat melakukan diagnosis banding. Infeksi HIV primer disebabkan oleh virus HIV. Bentuk rash-nya biasanya berupa makula dan papula difus nonspesifik, kadang bisa juga terjadi rash berupa urtikaria, vesikel di oral, atau ulkus di genital. Gambaran lain yang bisa ditemui pada infeksi dini bisa asimtomatik atau bisa juga berupa gejala yang bermanifestasi pada berbagai sistem, dengan gejala paling sering adalah demam, menggigil, malaise, pembengkakan kelenjar limfe, nyeri tenggorokan, nyeri otot, kurang nafsu makan, penurunan berat badan, mual, nyeri sendi, dan nyeri kepala. Riwayat paparan dengan HIV juga perlu digali, seperti hubungan seksual tanpa proteksi, pasangan seksual multipel, riwayat atau sedang menderita penyakit infeksi menular seksual, berbagi pakai suntikan obat intravena, menerima produk darah, kontak mukosa dengan darah yang terinfeksi atau trauma akibat tusukan jarum suntik. Mononukleosis infeksiosa disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr (EBV). Bentuk rash-nya makulopapular difus, urtikaria, kadang ptekie di langit-langit mulut dan di orofaring posterior. Sebagian besar pasien dengan infeks EBV biasanya asimtomatik. Gambaran lain yang bisa ditemui adalah malaise dan keleahan berkepanjangan, nyeri tenggorokan, demam ringan, myalgia, mual, kurang nafsu makan, pembesaran kelenjar limfe, bengkak kelopak dan sekitar mata, dan ikterus. Perlu juga digali riwayat kontak dengan pasien dengan keluhan nyeri tenggorokan, yang mungkin disebabkan oleh infeksi EBV. Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



16



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Exanthematous drug-induced eruption disebabkan oleh pemberian obat, misalnya antibiotika, antikonvulsan,diuretik, dan lain-lain. Rash-nya biasanya berupa makula dan papula merah cerah, gatal, simetris di badan dan ekstremitas, kadang bisa berkonfluensi. Kondisi ini biasanya terjadi 2-3 hari sesudah paparan (bila sudah pernah mengalami gejala ini sebelumnya), atau sesudah 2-3 minggu. Akan tetapi kondisi ini bisa terjadi kapan pun, bahkan segera sesudah obat dihentikan. Gambaran lain yang bisa ditemui bervariasi, tapi juga sering ditemukan demam. Pasien harus dianamnesis tentang riwayat obat yang diperoleh, baik yang diresepkan maupun yang dibeli sendiri, juga perlu ditanyakan riwayat efek samping obat atau makanan, jarak antara pemberian obat dan munculnya gejala, cara, dosis, dan frekuensi pemberian obat, serta apakah membaik sesudah obat dihentikan. Leptospirosis disebabkan oleh infeksi Leptospira interrogans atau spesies Leptospira lain. Bentuk rash-nya berupa rash makulopapular eritematus yang tidak gatal, tapi juga bisa berupa urtikaria, ptekia, atau lesi deskuamatif. Perlu ditanyakan riwayat paparan terhadap air atau tanah yang terkontaminasi urine atau organ hewan terinfeksi. Gambaran lain yang bisa ditemui adalah demam, menggigil, nyeri kepala, mata merah, myalgia (terutama di betis dan punggung), batuk kering, mual, kurang nafsu makan, diare, nyeri tenggorokan, dan ikterus. Demam dengue disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes. Rash-nya berupa erupsi makular atau makulopapular eritematus yang dimulai di badan, dan menyebar secara sentrifugal ke ekstremitas (terutama permukaan fleksor) dan wajah, bisa disertai gatal/hiperestesi ataupun tidak. Sesudah demam turun, bisa muncul ptekie dan purpura di ekstremitas. Gejala lain yang dikeluhkan adalah demam bifasik, sakit kepala, wajah kemerahan, nyeri otot (biasanya di punggung bawah, lengan, tungkai) dan tulang (biasanya di lutut dan bahu), mual, muntah, pembesaran kelenjar limfe, malaise, kurang nafsu makan, mata merah, nyeri tenggorokan, dan pada demam berdarah dengue bisa terdapat perdarahan gusi, epistaksis, hematuria, melena, hematemesis, nyeri abdomen, penurunan suhu, muntah, dan perubahan status mental. Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang diakibatkan virus Chikungunya yang ditularkan oleh nyamuk Aedes. Gambaran rash-nya berupa erupsi makulopapular eritematus yang difus terutama di area badan, tapi bisa juga terjadi di ekstremitas dan wajah. Sesudah rash ini menghilang, sering berkembang menjadi ptekie, urtikaria, dan berakhir dengan deskuamasi. Gambaran lain yang bisa ditemui adalah demam tinggi dan menggigil (bifasik), nyeri sendi berat dan pembengkakan yang poliartikuler dan migratorik, terutama di sendi-sendi kecil (misalnya tangan, pergelangan tangan dan kaki), sakit kepala, mata merah, wajah kemerahan, pembesaran kelenjar limfe, myalgia, nyeri tenggorokan, nyeri perut, dan konstipasi. Demam rematik adalah proses inflamasi autoimun yang berkembang karena sekuele dari infeksi Streptococcus grup A. Bentuk rash-nya biasanya papul dan plak anular yang eritematus dan tidak gatal di badan dan ekstremitas proksimal, yang bisa muncul dan sembuh dalam beberapa jam sampai beberapa minggu. Gambaran lain yang bisa ditemui adalah nyeri tenggorokan, diikuti dengan nyeri dan bengkak di banyak sendi yang simetris, terutama di sendi-sendi besar (lutut, pergelangan kaki dan tangan, siku), malaise, sesak nafas saat aktivitas atau di malam hari, nyeri dada, gerakangerakan menyentak yang abnormal dan tidak disengaja (chorea). Adanya rash dan chorea lebih jarang terjadi pada dewasa. . Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



17



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



SLE adalah penyakit autoimun kronis yang paling sering terjadi pada perempuan muda sampai setengah baya. Kondisi ini ditandai oleh adanya antibodi terhadap antigen-antigen di nukelus dan sitoplasma, inflamasi multisistem, dan perjalanan yang sering mengalami relaps dan remisi. Penyakit ini bisa mengenai hampir semua sistem organ, walaupun terutama mengenai kulit, sendi, ginjal sel darah, dan sistem saraf. Perjalanan penyaktnya sangat bervariasi. Gambaran rash-nya berupa erupsi makulopapular eritematus terutama di bagian yang terpapar matahari, kemerahan berbentuk kupu-kupu di pipi dan hidung yang nyeri atau gatal (malar rash), kadang juga ditemuia adanya urtikaria dan purpura yang bisa diraba. Gambaran lain yang bisa ditemui adalah nyeri sendi, demam, malaise, myalgia, mual, nyeri perut, pembesaran kelenjar limfe, pucat, penurunan berat badan, hipersensitivitas terhadap paparan sinar matahari di kulit, nyeri dada, kejang, sakit kepala, dan gangguan mood. Perlu juga digali adanya riwayat penyakit serupa pada keluarga. Eritema multiformis adalah penyakit kulit yang akut, sembuh sendiri, dan sering rekuren, dan dianggap sebagai reaksi hipersensitivitas tipe IV, yang bisa disebabkan oleh infeksi (misalnya HSV atau Mycoplasma pneumoniae, EBV), obat (misalnya sulfa, fenitoin, penisilin), dan idiopatik. Eritema mutiformis bisa muncil dalam berbagai spektrum keparahan, mulai EM minor (erupsi lokal kulit tanpa keterlibatan atau dengan keterlibatan minimal membran mukosa), dan EM mayor (dengan keterlibatan membran mukosa dan sampai 10% area badan mengalami pelepasan epidermis). Bentuk rash-nya berupa target lesion, yaitu eritema sentral yang dikelilingi oleh daerah yang bersih dan cincin eritema lain), berukuran bisa sampai 2 cm, simetris, ditemukan di lutut, siku, telapaka tangan dan kaki. Rash ini menyebar secara sentripetral. Pasien biasanya berusia < 20 tahun. Kadang juga ditemukan erupsi papular atau versikular, dan bila ekstensif bisa melibatkan membran mukosa (eritema multiformis mayor). Gambaran lain yang bisa ditemui biasanya nampak lebih jelas pada EM mayor, yaitu demam, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri dada, diare, erosi mukosa mulut, kesulitan makan dan minum atau membuka mulut, mata terasa terbakar, gangguan penglihatan, nyeri kencing, luka di genital, dan sesak nafas. Pasien perlu dianamnesis tentang riwayat adanya infeksi sebelumnya (misalnya HSV, EBV), dan semua penggunaan obat baik yang diresepkan maupun yang dibeli sendiri, terutama dalam 2 bulan terakhir. Kawasaki disease adalah penyakit akut yang ditandai oleh vaskulitis arteri berukuran medium, dengan predileksi di arteri koroner, Kondisi ini biasanya idiopatik, terjadi pada anak < 8 tahun. Rash-nya biasanya serupa dengan EM, berupa rash polimorfik (makulopapular difus), eritema pada telapak tangan dan kaki, kadang diikuti indurasi yang nyeri, deskuamasi jari tangan dan kaki yang dimulai di sekitar kuku dalam 2-3 minggu sejak demam, eritema serta fissura bibir, eritema di mukosa mulut dan faring. Gambaran lain yang bisa ditemui adalah demam yang berkepanjangan, pembesaran kelenjar limfe di leher, nyeri tenggorokan, bibir pecah-pecah, lidah merah seperti strawberry, mata merah, tangan dan kaki bengkak, adanya lekukan-lekukan transversal yang dalam di kuku (Beau’s lines) dalam 1-2 bulan sejak demam, dan nyeri sendi yang menahan berat badan. DRESS atau DIHS adalan erupsi hipersensitivitas obat yang berat dengan gejala konstitusional, seperti demam, malaise, limfadenopati, hepatitis, myokarditis, nefritis dan pneumonitis interstisial. Keterlibatan organ hati sering terjadi dan merupakan komplikasi paling serius, bisa berkembang menjadi hepatitis fulminans. Komplikasi lain yang serius adalah hiptermia dan dehidrasi. Gambaran rash-nya berupa erupsi Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



18



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



makulopapular atau eksfoliatif, sering pada wajah, disertai dengan edema. Rash juga bisa berupa urtikaria, vesikel, bulla, pustula, purpura, dan eritroderma. Gejala lain yang timbul adalah demam, pembesaran kelenjar limfe minimal pada 2 lokasi, dan gambaran lain sesuai organ yang terlibat. Penyebab tersering adalah antikonvulsan (fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, valproat, dan lain-lain) dan sulfonamid, dan allopurinol. Kondisi ini sering terjadi sampai 8 minggu sesudah pemberian obat. Pembesaran kelenjar limfe Pembesaran kelenjar limfe (limfadenopati) bisa merupakan hasil temuan pada pemeriksaan fisik saat pasien diperiksa untuk penyakit lain, atau bisa menjadi gejala yang menjadi keluhan utama pasien. Dokter harus memutuskan apakah limfadenopati ini temuan yang normal atau memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk biopsi. Limfonodi submandibular yang datar dan lunak sering teraba pada anak yang sehat dan dewasa muda. Orang dewasa yang sehat mungkin bisa diraba limfonodi inguinalnya sampai 2 cm, yang dianggap normal. Limfadenopati mungkin merupakan manifestasi primer atau sekunder dari berbagai penyakit. Pada praktek pelayanan primer, lebih dari dua per tiga pasien dengan limfadenopati mempunyai penyebab nonspesifik atau penyakit saluran nafas atas (karena virus atau bakteri) dan < 1% merupakan keganasan. Anamnesis harus menunjukkan situasi dimana limfadenopati ini terjadi. Gejala seperti nyeri tenggorokan, batuk, demam, berkeringat malam, kelelahan, penurunan berat badan, atau nyeri pada limfonodi harus digali. Usia, jenis kelamin, pekerjaan, paparan terhadap hewan piaraan, perilaku seksual, dan penggunaan obat juga merupakan hal yang perlu dianamnesis. Misalnya, anak-anak dan dewasa muda biasanya mengalami gangguan yang lebih jinak seperti infeksi saluran nafas karena virus atau bakteri, mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis, dan tuberkulosis. Sebaliknya, sesudah usia 50 tahun, insidensi gangguan maligna semakin meningkat, dan gangguan jinak semakin berkurang. Keterlibatan limfonodi di area anatomis yang lokal atau sistemik juga perlu dicari. Limfadenopati yang generalisata biasanya berhubungan dengan gangguan nonmaligna seperti mononukleosis infeksiosa (EBV atau CMV), toksoplasmosis, AIDS, SLE, penyakit virus lain, dan beberapa penyakit jaringan ikat. Namun perlu diperhatikan juga bahwa ALL dan CLL serta limfoma maligna juga bisa menunjukkan gambaran limfadenopati generalisata pada orang dewasa. Lokasi pembesaran kelenjar juga bisa mengarahkan pada penyebabnya. Limfadenopati di depan telinga bisa karena infeksi konjungtiva. Limfadenopati di leher, yang merupakan lokasi paling sering, biasnaya penyebabnya jinak, seperti infeksi saluran nafas atas, lesi mulut dan gigi, mononukelosis infeksiosa, atau penyakit virus lain. Penyebab yang maligna pada limfadenopati leher mencakup kanker metastatik dari kepala dan leher, payudara, paru, dan tiroid. Pemebsaran kelenjar supraklavikula selalu abnormal, dan merefleksikan adanya limfoma kanker lain atau proses infeksi di area paru, payudara testis, ovarium, atau retroperitoneum. Penyebab limfadenopati supraklavikula yang jinak antara lain adalah tuberkulosis, sarkoidosis, dan toksoplasmosi. Limfadenopati di aksilla biasanya karena trauma atau infeksi lokal ekstremitas atas yang ipsilateral, sedangkan penyebab malignanya antara lain melanoma atau limfoma, dan kanker payudara. Limfadenopati inguinal biasanya karena infeksi atau trauma ekstremitas bawah dan bisa mengiringi infeksi menular seksual seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



19



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



limfogranuloma venereum, siflis primer, herpes genitalis, atau chancroid. Penyebab malignanya antara lain limfoma dan kanker metastatik akibat lesi primer di rektum, genitalia, atau ekstremitas bawah (melanoma). Ukuran dan adanya nyeri juga parameter yang perlu digali. Ukuran < 1 cm2 hampir selalu karena penyebab yang jinak. Bila ada nyeri tekan, biasnaya akibat proses inflamasi, atau bisa juga pada kondisi maligna seperti leukemia. Limfoma biasanya cenderung mengakibatkan pembesaran limfonodi yang simetris, bisa digerakkan, dan tidak nyeri. Limfodenopari karena kanker metastatik biasanya keras, tidak bisa digerakkan dan tidak nyeri. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan limfadenopati adalah sebagai berikut: 1. Infeksi a. Virus: mononukleosis infeksiosa (EBV, CMV), hepatitis infeksiosa, herpes simpleks, varicella zoster virus, rubella, rubeola, adenovirus, HIV, ketatokonjungtivitis epidemik b. Bakteri: Streptococcus, Staphylococcus, cat-scratch disease, Brucellosis, Tularemia, chancroid, tuberkulosis, sifilis, difteri, lepra c. Jamur: histoplasmosis, koksidiomikosis, parakoksidiomikosis d. Chlamydia: lymphogranuloma venereum, trachoma e. Parasit: toksoplasmosis, Leishmaniasis, Tripanosomiasis, filariasis f. Rickettsia: risckettsialpox, Q fever 2. Penyakit imunologis: (juvenile) artritis rematoid, penyakit jaringan ikat campuran, SLE, dermatomyositis, Sjogren’s syndrome, serum sickness, hipersensitivitas obat (fenitoin, hidralazin, alopurinol, pirimidon, karbamazepin, dsb), sirosis bilier primer, penyakit penolakan transplantasi, sindrom limfoproliferatif autoimun, immune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS). 3. Maligna: a. Hematologi: Hodgkin’s disease, non Hodgkin’s lymphoma, ALL, CLL, hairy cell leukemia, histositosis maligna, amiloidosis b. Metastatik: dari berbagai lokasi primer 4. Penyakit penyimpanan lipid: Gaucher’s disease, Niemann-Pick disease, Fabry disease, Tangier disease 5. Penyakit endokrin: hipertiroidism 6. Gangguan lain: Castleman’s disease, sarkoidosis, limfadenitis dermatopatik, graulomatosis limfomatid, Kikuchi’s disease, Rosai-Dorfman disease, Kawasaki’s disease, histisitosis X, hipertrigliseridemia berat, pseudotumor inflamatorik limfonodi, gagal jantung kongestif.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



20



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Checklist Anamnesis No 1 2 3 4 5 6 1 2 3



4 5



6 7 8



Aspek yang dinilai



0



Nilai 1



2



Aspek komunikasi Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri Mendengarkan secara aktif Tidak memotong pembicaraan pasien selama masih relevan Menggunakan bahasa yang bisa dipahami pasien Mempertahankan kontak mata dengan pasien Menunjukkan empati Aspek anamnesis Menanyakan identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin (bila perlu), alamat, pekerjaan Menanyakan keluhan utama Menggali riwayat penyakit sekarang • Onset • Frekuensi • Sifat munculnya keluhan • Durasi • Sifat keluhan • Lokasi • Hubungan dengan fungsi fisiologis lain • Akibat terhadap aktivitas sehari-hari • Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan Menanyakan keluhan penyerta (berdasarkan sistem) Menggali riwayat penyakit dahulu: • Ada tidaknya penyakit seperti ini sebelumnya • Penyakit lain yang pernah diderita Menggali riwayat penyakit keluarga • Ada tidaknya penyakit serupa Membuat resume anamnesis Menyadari keterbatasan diri dengan merujuk jika tidak mampu TOTAL NILAI



Keterangan: 0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan, tetapi kurang benar 2 = dilakukan dengan benar



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



21



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



PEMERIKSAAN DARAH RUTIN Pengukuran Kadar Hemoglobin Kadar hemoglobin (Hb) dapat diukur menggunakan berbagai metode, antara lain metode Sahli, Oksihemoglobin atau Sianmethemoglobin. Metode Sahli tidak dianjurkan lagi, karena mempunyai kesalahan inheren yang besar. Alat metode Sahli sulit distandarisasi, selain itu tidak semua jenis Hb dapat ditetapkan menggunakan alat ini. Jenis hemoglobin yang tidak dapat diukur menggunakan metode Sahli antara lain adalah karboksihemoglobin, methemoglobin, dan sulfhemoglobin. Meskipun tingkat kesalahan metode Sahli cukup besar, tetapi untuk tes penyaring menetapkan anemia di puskesmas masih bisa digunakan. Ada dua metode yang dapat diterima dalam hemoglobinometri klinis, yaitu metode oksihemoglobin dan metode sianmethemoglobin, yang keduanya diukur menggunakan alat spektrofotometri. Metode oksihemoglobin hanya mengukur hemoglobin yang dapat diubah menjadi oksihemoglobin, sedang karboksihemoglobin dan senyawa hemoglobin yang lain tidak terukur. International Committee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan metode sianmethemoglobin karena mudah dilakukan, terstandarisasi, dan hampir semua jenis hemoglobin dapat terukur, kecuali sulfhemoglobin. Mengukur kadar Hb menggunakan Metode Sahli Dasar reaksi metode Sahli adalah pembentukan hematin-asam. Pembentukan hematin-asam merupakan salah satu cara penetapan Hb secara visual. Darah diencerkan dengan larutan HCl, sehingga Hb berubah menjadi hematin-asam. Larutan tersebut kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai warnanya sama dengan warna standar, lalu kadar Hb ditentukan dengan melihat nilainya. - Peralatan dan reagen: a. Hemoglobinometer, berupa komparator lengkap berupa tabung standar warna Hb terbuat dari kaca, disertai tabung pengencer berskala dengan satuan g/dL b. Larutan HCl 0,1 N c. Aquadest d. Mikropipet ukuran 20 uL dan batang pengaduk dari kaca. -



Spesimen/sampel: darah kapiler atau darah vena menggunakan antikoagulan EDTA



Cara kerja 1. Masukkan 5 tetes HCl 0,1 N atau hingga tanda 2 pada tabung pengencer dengan cara dialirkan melalui dinding tabung. 2. Isaplah darah 20 uL atau menggunakan pipet Hb hingga tanda 20 uL. 3. Hapuslah darah yang menempel di dinding luar pipet menggunakan tissue, tetapi jaga agar darah yang ada di dalam pipet tidak keluar. 4. Hidupkan stopwatch dan segera alirkan darah ke dasar tabung pengencer yang berisi larutan HCl, hati-hati jangan sampai terbentuk gelembung udara. 5. Angkat pipet sedikit, lalu isap dan keluarkan larutan 2-3 kali untuk membasuh darah yang masih tertinggal di dalam pipet. Kemudian keluarkan pipet.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



22



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



6. 7.



8.



Aduk menggunakan batang pengaduk agar darah dan HCl bersenyawa membentuk hematin-asam yang berwarna coklat tua. Tambahkan setetes demi setetes aquadest ke dalam tabung pengencer sambil diaduk dengan batang pengaduk. Jika sudah tercapai persamaan warna antara warna larutan dalam tabung pengencer dan tabung standar, angkat batang pengaduk. Waktu pembacaan sudah harus tercapai 3-5 menit semenjak darah dicampurkan dengan larutan HCl. Baca kadar Hb yang terlihat pada dinding tabung pengencer dengan satuan g/dL secara paralaks pada meniscus.



Pelaporan hasil pengukuran Hb metode Sahli Karena tingkat ketelitian metode Sahli hanya berkisar 10%, maka hasil pembacaannya dilaporkan dengan meloncat 1/2 g/dL, sehingga contoh laporannya adalah 11 g/dL, 111/2 g/dL, 12 g/dL, 121/2 g/dL, dst. Jangan melaporkan menggunakan angka desimal seperti 8,8 g/dL; 12,0 g/dL; 13,5 g/dL, karena ketelitian dan ketepatannya kurang memadai, sehingga tidak diperbolehkan melaporkan seperti itu. Sumber kesalahan: a. Tidak semua Hb berubah menjadi hematin-asam, seperti karboksihemoglobin, methemoglobin, dan sulfhemoglobin b. Cara visual mempunyai kesalahan inheren sebesar 15-30%, sehingga tidak dapat digunakan untuk menghitung indeks eritrosit c. Sumber kesalahan yang sering terjadi: 1) Kemampuan untuk membedakan warna tidak sama 2) Sumber cahaya yang kurang baik 3) Kelelahan mata 4) Alat yang kurang bersih 5) Ukuran pipet kurang tepat, perlu kalibrasi 6) Pemipetan yang kurang akurat 7) Warna gelas standar pucat/kotor 8) Penyesuaian warna larutan yang diperiksa dalam komparator kurang akurat.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



23



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Laju Endap Darah Laju endap darah (LED) adalah suatu tes untuk mengukur kecepatan sedimentasi eritrosit di dalam plasma dalam suatu tabung yang sudah distandarisasi. Ada 2 metode untuk pengukuran LED, yaitu metode Wintrobe dan metode Westergren Metode pemeriksaan yang direkomendasikan ICSH adalah metode Westergren menggunakan tabung LED yang disebut sebagai tabung Westergren. Satuan LED adalah mm/jam. Pemeriksaan LED berguna untuk mengetahui adanya proses peradangan dalam tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti infeksi, keganasan, atau imunologi. Faktor faktor yang mempengaruhi LED antara lain adalah: - Faktor plasma mempercepat : fibrinogen, 2-, -, -globulin, kolesterol memperlambat : albumin, lesitin - Faktor eritrosit mempercepat : anemia memperlambat : sferosit (mikrositik lebih lambat dibanding makrositik) Mengukur LED metode Westergren Proses pengukuran LED metode Westergren berlangsung dalam 3 tahap : - Tahap 1 disebut pembentukan rouleaux (rouleaux formation), ditandai dengan penyusunan letak eritrosit yang berlangsung selama 10 menit, kecepatannya sangat lambat - Tahap 2 disebut sedimentasi yang berlangsung selama 40 menit, kecepatannya agak cepat - Tahap 3 disebut konsolidasi berlangsung selama 10 menit, kecepatannya melambat. Nilai normal LED dengan metode Westergren adalah: - Wanita : 0-20 mm/jam - Laki-laki : 0-15 mm/jam Peralatan dan reagen: 1. Pipet Westergren lengkap dengan raknya 2. Larutan natrium sitrat sebagai antikoagulan: - Trinatrium dihidrat 32,08 g - Aquadest sampai 1,000 mL Campurkan bahan sampai larut dan kemudian disaring, disimpan pada suhu 4oC, dan dapat stabil beberapa bulan. Bila terjadi kekeruhan tidak dapat digunakan lagi. Atau gunakan antikoagulan EDTA 3. Larutan natrium chlorida (NaCl 0,85%) Spesimen: darah vena dengan antikoagulan natrium sitrat dengan perbandingan 4 : 1 (1,6 ml darah + 0,4 ml Na-sitrat) atau darah EDTA.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



24



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Cara kerja: 1. Isap (jangan pakai mulut) NaCl 0,85% menggunakan pipet/tabung Westergren hingga angka skala 150, kemudian keluarkan ke dalam tabung reaksi 2. Isap darah berantikoagulan EDTA menggunakan pipet/tabung Westergren hingga skala 200, kemudian keluarkan ke dalam tabung reaksi yang berisi NaCl 0,85% 3. Homogenkan larutan darah dalam tabung reaksi dengan menghisap dan mengeluarkannya menggunakan pipet/tabung Westergren sebanyak 3 kali. 4. Jika sudah homogen, isap larutan tersebut hingga skala 0 5. Letakkan pipet/tabung Westergren pada raknya dan diamkan selama 1 jam 6. Baca penurunan eritrosit tepat 1 jam setelah dididiamkan pada raknya dalam satuan mm/jam Pengawasan mutu: Gunakan tabung Westergren yang berkalibrasi baik Sumber kesalahan: 1. Pengisian tabung tidak tepat tanda 0 2. Kelebihan antikoagulan, menyebabkan LED turun 3. Bila lebih dari 1 jam, hasil akan meningkat 4. Kenaikan/penurunan suhu akan menaikkan/menurunkan hasil 5. Kemiringan tabung akan menaikkan hasil 6. Gelembung udara akan mengakibatkan kesalahan hasil 7. Adanya koagulan fibrin/jendalan mengakibatkan kesalahan hasil 8. LED harus dikerjakan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan 9. Hindari tercemarnya alkohol pada waktu mengambil darah vena 10. Pencucian tabung dilakukan dengan air, alkohol, dan tahap akhir dengan aseton. Jangan menggunakan deterjen/dikhromat.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



25



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



CHECKLIST PENETAPAN KADAR HB METODE SAHLI No



Skor



Aspek yang dinilai 0



A 1 2 3



Persiapan Mencuci tangan dengan metode 6 langkah Mengenakan sarung tangan Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar Hb



B 1



Penetapan Hb Sahli Memasukkan HCl 0,1 N pada tabung pengencer 5 tetes atau sampai setinggi skala terbawah (angka 2). Memasukkan 20 µl spesimen darah dengan cara memasukkan ujung mikropipet sampai ke dasar tabung Sahli Mencampur isi tabung dengan cara menghisap dan mengeluarkan (tidak boleh dengan mulut) ke dalam tabung pengencer. Meletakkan tabung pengencer ke dalam komparator Menambahkan aquadest tetes demi tetes sampai warna larutan sama dengan warna gelas standar sambil diaduk dengan batang pengaduk. Membandingkan warna larutan dengan komparator, jika sama tentukan nilai Hb dengan membaca angka pada tabung Sahli secara paralaks pada meniscus dengan latar belakang cahaya. (Jangan lupa batang pengaduk dikeluarkan dari tabung ketika membandingkan warna)



2 3



4 5



6



C 1. 2 3 4



1



2



Penutup Merendam alat-alat yang telah digunakan pada larutan desinfektan Mengembalikan bahan-bahan kimia ke tempat semula Membersihkan meja pemeriksaan dengan desinfektan Mencuci tangan pada air mengalir dan melepas sarung tangan



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



26



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



CHECKLIST PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH No



Skor



Aspek yang dinilai 0



1 2 3 4



5 6



7 8 9



1



2



Mencuci tangan dengan 6 langkah Mengenakan sarung tangan steril Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan LED Mencampur spesimen hingga homogen dengan perbandingan 4 : 1 (4 bagian darah dengan 1 bagian pengencer NaCl 0,85%) dengan hati-hati agar tidak hemolisis Mengisikan spesimen ke dalam tabung Westergren yang kering dan bersih hingga skala 0 Menggantungkan tabung LED pada rak dengan posisi tegak lurus, serta menjauhkan dari getaran dan sinar matahari langsung Memeriksa tabung Westergren satu jam kemudian, dan mencatat penurunan eritrosit dalam mm Membersihkan alat yang telah digunakan. Mencuci tangan pada air mengalir dan melepas sarung tangan



Keterangan: 0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan, tetapi tidak benar/tidak lengkap 2 = dilakukan dengan benar



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



27



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



TEKNIK PEMASANGAN DAN PEMBERIAN KATETERISASI/INFUS INTRAVENA Pendahuluan Pemasangan infus intravena adalah suatu tindakan bedah sederhana yang bertujuan untuk memberikan jalan bagi keperluan terapi, baik terapi cairan dan transfusi, maupun terapi medikamentosa. Untuk keperluan terapi cairan dan transfusi, tindakan ini sering dilakukan antara lain untuk resusitasi cairan, agar fungsi hemodinamik cairan tubuh kembali normal pada keadaan dehidrasi, shock, perdarahan, dan lain sebagainya. Untuk tujuan terapi medikamentosa, tindakan ini dilakukan agar efek terapeutik suatu obat yang diberikan cepat timbul, misalnya pada keadaan gawat darurat. Selain itu, tindakan ini juga berguna pada pemberian obat-obatan tertentu yang tidak bisa diberikan peroral, sehingga disebut juga terapi parenteral. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan ini adalah sterilitas (tindakan aseptik), fiksasi, dan kecepatan aliran. Sterilitas mutlak dilakukan supaya mikroba atau jasad renik tidak masuk ke dalam tubuh. Untuk itu tempat penusukan vena harus disucihamakan, jarum harus tetap steril, tempat penampung darah harus steril. Selain itu harus dijamin juga bahwa fiksasi cukup baik agar kanula atau jarum tidak mudah bergerak atau tercabut. Dalam rangka fiksasi ini, maka perlu dipertimbangkan pemilihan tempat vena yang akan dipunksi. Pemilihan tempat ini juga mempertimbangkan ukuran dan mudahnya vena tersebut dapat terlihat. Pada orang dewasa biasanya vena superfisial di lengan dan tungkai Teknik Pemasangan Kateterisasi/Infus Intravena Ada beberapa hal yang mendasar yang merupakan prinsip-prinsip teknik melaksanakan pemasangan infus, yaitu pengenalan dan pemilihan bahan dan peralatan, serta pemilihan tempat atau lokalisasi vena yang dipunksi. Pengenalan dan pemilihan bahan dan peralatan yang harus dikuasai untuk tindakan infus intravena meliputi pengenalan dan pemilihan: 1. Cairan infus 2. Infusion set 3. Jarum infus (kateter intravena) Cairan infus ada beberapa macam, tergantung bahan yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan bahan yang terkandung di dalamnya, cairan infus digolongkan atas: • Elektrolit. Termasuk golongan ini adalah larutan NaCl 0,9% (PZ), Ringer, Ringer Laktat, Hartmann, Darrow, Natrium Laktat 1/6 M, NaHCO3 7,5% dan 8,4% (Bik-Nat) dan larutan dialisis. • Karbohidrat dengan Elektrolit. Termasuk jenis larutan ini adalah Larutan Glukosa 5%, 10%, 20% dan 40%, Dextrose 5%, 10%, 20% dan 50%, Fruktose 5%, Maltose 10%, Ringer-Dextrose, Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0,9%, Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0,45%, Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0,225%, dan Larutan Dextrose 10% dengan NaCl 0,9%.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



28



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



• Larutan Protein Termasuk jenis larutan ini adalah Larutan L-asam amino 350 Kcal, L-asam amino 600 Kcal + Sorbitol, L-asam amino 500 Kcal + Sorbitol, dan L-asam amino 1000 Kcal. • Plasma Expander Termasuk jenis ini adalah Dextran 70, Dextran 40, Human Albumin 5% dan 25%, Human Plasma, Gelatin (dengan jembatan Urea) dan PVP. Infusion set adalah suatu alat berbentuk pipa yang biasanya terbuat dari plastik, dimana satu ujung berhubungan dengan botol/tabung cairan infus dan ujung yang lain berhubungan dengan jarum infus. Bagian atau ujung yang berhubungan dengan botol cairan infus berbentuk tabung melebar yang berfungsi untuk mengatur kecepatan tetesan infus. Bagian yang lain yang berhubungan dengan jarum infus pada ujungnya terdapat tabung karet elastis tempat injeksi/suntikan jarum untuk memberikan obat dan cairan lain melalui jarum spuit injeksi. Pada pertengahan pipa plastik infusion set terdapat klem yang berfungsi untuk mengatur kecepatan tetesan cairan infus.Sekarang infusion set ini sudah bersifat disposible untuk sekali pakai.



Gambar 1. Infusion set dan botol cairan infus Jarum infus yang diproduksi sekarang ada 2 macam, yaitu yang tanpa plastik kateter dan yang menggunakan plastik kateter. Jarum infus tanpa plastik kateter biasanya dilengkapi dengan karet plastik elastik berbentuk sayap (wing) pada pangkal jarum sebagai alat fiksasi jarum pada permukaan kulit, sehingga jarum tidak bergerak kemana-mana. Jarum infus berbentuk demikian dikenal dengan istilah wing needle. Jarum infus yang dilengkapi plastik kateter atau kanula sekarang sudah menjadi pilihan utama dibanding wing needle, karena relatif kurang traumatik bagi kulit pasien dan menimbulkan reaksi jaringan yang minimal. Jarum pada jarum infus jenis ini sebenarnya hanya sebagai penuntun (trokar) ke dalam pembuluh darah, dan dapat dilepas jika kanula sudah berada di dalam pembuluh darah. Jarum jenis ini dikenal luas dengan beberapa nama merk dagang, antara lain Surflo®, Abbocath®, Medicath®, dan Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



29



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Vennocath®. Dibanding wing needle, Surflo® pemasangannya lebih sulit dan memerlukan teknik-teknik tertentu. Baik wing needle maupun Surflo mempunyai ukuran dari nomor 14, 16, 18, 20, 22, dan 24, dimana semakin besar nomor, semakin kecil diameter jarumnya. Pemilihan ukuran jarum tergantung kondisi fisiopatologis pasien, kebiasaan, umur, dan keperluan pemberian. Pada keadaan syok sebaiknya menggunakan nomor 14 atau 16, pada keadaan untuk memberikan kalori dan glukosa ke dalam sirkulasi sebaiknya menggunakan nomor 20.



Gambar 2 Skema komponen infusion set dan blood transfusion set Pemilihan Tempat atau Lokasi Vena yang Dipunksi Semua pembuluh darah vena di tubuh dapat dijadikan lokasi infus. Namun yang dipilih biasanya adalah pembuluh darah ekstremitas, khususnya lengan, terutama bila jangka waktu pemberiannya lama agar mudah merawatnya. Ada 3 syarat yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi vena yang diinfus, yaitu: (1) pada bagian sedistal mungkin, (2) lurus atau tidak bercabang, dan (3) tidak pada persendian. Jika yang dipilih adalah vena yang terletak di persendian, maka diperlukan suatu alat untuk memfiksasi sendi tersebut agar kateter infus tadi tidak mudah terlepas. Khusus pada bayi, yang dipilih adalah vena-vena pada kepala atau pada vena umbilikalis (infus tali pusat). Lokasi vena tempat punksi kateter dapat dilihat pada gambar-gambar berikut:



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



30



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Gambar 3. Lokasi vena-vena untuk kateterisasi pada ekstremitas inferior



Gambar 4. Lokasi vena-vena untuk kateterisasi pada ekstremitas superior



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



31



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Prosedur Pemasangan Infus Intravena Langkah-langkah dalam tindakan pemasangan infus intravena adalah sebagai berikut: 1. Siapkan bahan dan peralatan infus, yaitu: • Cairan infus (misalnya RL) 1 botol • Infusion set 1 buah • Surflo atau wing needle (missal No. 20) 1 buah • Gunting pendek untuk memotong benang/kain 1 buah • Kapas alkohol 70% • Plester atau perekat adhesive lain 1 rol • Kain kasa steril 1 buah • Larutan Betadin® sebagai antiseptik • Torniquet 1 buah • Spuit beserta jarum steril 1 buah • Bengkok 1 buah • Perlak kecil beserta alasnya 1 buah kalau perlu. • Spalk 1 buah (kalau perlu). 2. Ambillah botol cairan infus, bukalah kemasannya, dan periksalah etiketnya sesuai atau tidak dengan yang diperlukan, kualitas cairannya, apakah ada kekeruhan, perubahan warna, partikel-partikel kotoran, dan sebagainya, serta tanggal kedaluwarsanya. Letakkan botol cairan infus di tempat yang lebih tinggi dari lengan naracoba, biasanya pada tempat gantungan infus yang sudah tersedia di samping tempat tidur dekat naracoba. 3. Bukalah infus set, letakkan klem infus ke dekat chamber, kemudian tutuplah klem semaksimal mungkin.Pasanglah infus set dengan menusukkan bagian yang tajam ke tempatnya pada puncak botol infus, lalu alirkan cairan ke dalam tabung pengatur tetesan (chamber) sampai pada batas yang ada atau sekitar ½ bagian tabung tersebut. 4. Bukalah klem infus semaksimal mungkin dan alirkan cairan infus melewati pipa infus sampai seluruh pipa terisi cairan. Usahakan jangan sampai ada gelembung udara di dalam pipa infus tersebut. Tutup kembali klem infus secara maksimal. 5. Jika menggunakan wing needle, bukalah jarum dari kemasannya, lalu sambungkan pipa wing needle ke ujung pipa infus, bukalah klem untuk mengalirkan cairan infus sampai mengalir keluar dari ujung jarum. Setelah itu klem ditutup kembali. 6. Siapkan plester yang dipotong sepanjang kira-kira 10 cm sebanyak 3 buah. 7. Siapkan naracoba dalam keadaan duduk atau berbaring, terutama harus dalam keadaan rileks. Letakkan perlak kecil di bawah tempat pemasangan. 8. Tentukan lokasi vena yang akan dipunksi pada ekstremitas. 9. Lakukan pencucian tangan secara aseptik, kemudian pakai sarung tangan. 10. Pasanglah torniquet pada bagian proksimal ekstremitas yang akan dipunksi venanya untuk membendung aliran vena, sehingga memungkinkan penonjolan vena yang dipilih dari permukaan kulit. Jika vena yang diinginkan terletak profunda, biasanya tidak mudah untuk terlihat, maka lakukanlah perabaaan, tepukan ringan, atau pijatan ringan (milking) pada pembuluh vena tersebut agar lebih menonjol. 11. Lakukan tindakan asepsis pada daerah sekitar vena yang akan dipunksi dengan kapas alkohol 70%. 12. Bukalah pelindung jarum pada Surflo®/Abbocath® atau wing needle. Lakukan tusukan pada permukaan vena dengan sudut 30-450 dan arah lubang jarum Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



32



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



13.



14.



15.



16.



menghadap ke atas dengan kedalaman yang cukup untuk menembus kulit sampai menembus dinding anterior vena dan jarum masuk ke dalam vena. Untuk menghindari ujung jarum menembus dinding posterior vena, setelah dirasa ujung jarum telah masuk lumen vena, putarlah jarum 180o agar lubang jarum menghadap ke bawah/dinding posterior vena. Jika jarum telah tepat masuk ke dalam lumen vena, maka akan terlihat darah mengalir mengisi penuh bagian pangkal jarum yang berbentuk pipa buntu (pada Surflo® atau Abbocath®) atau darah akan mengalir sampai tercampur dengan cairan infus yang mengisi pipa plastik pada wing needle. Untuk Surflo® atau Abbocath®: tariklah sedikit ke belakang bagian jarum (trokar) dan lepaskan tourniket, kemudian doronglah ke depan bagian plastik (kanula) yang terletak di sebelah luarnya secara hati-hati sampai pangkalnya sehingga seluruh panjang kanula masuk ke dalam lumen vena dengan arah sejajar dengan permukaan vena. Pasanglah selang infus ke pangkal kanula. Segera bukalah klem secara maksimal agar cairan infus mengalir deras masuk ke dalam vena. Amati lengan penderita apakah terjadi ekstravasasi atau tidak. Jika terjadi ekstravasasi, maka akan tampak penonjolan kulit di sekitar vena tersebut, dan tetesan menjadi lambat sampai berhenti sama sekali. Kontrol ulang sekali lagi untuk memastikannya. Jika terjadi ekstravasasi, cabut kanula dari vena tersebut, dan lakukan pengulangan punksi pada vena yang sama dengan tempat yang lebih proksimal atau pada vena lain yang baru pada tempat yang lain. Apabila telah berhasil, tempelkanlah kasa yang telah diberi desinfektan (Betadin), kemudian dipasang dibawah kanula kateter intravena, pasangkan plester di atas tempat tusukan pada vena, dan lakukan fiksasi sekali lagi membentuk simpul kupukupu dengan menggunakan plester secara melingkar pada pipa infus set sedemikian rupa agar menjamin aliran cairan yang lancar. Aturlah tetesan infus yang diinginkan dengan mengatur klem infus. Tempelkan label pada botol cairan infus yang berisi identitas penderita, jenis, dan jumlah cairan yang diberikan selama 24 jam, tandai botol cairan yang keberapa, dan kecepatan tetesan cairan per menit serta jadwal pemberiannya. Periksalah kembali peralatan dan bersihkan kotoran yang ada, seperti tetesan darah ataupun tetesan cairan infus yang mungkin ada dan melekat pada lengan dan sekitar naracoba.



Sumber-sumber Kegagalan Pemasangan Infus Intravena Banyak hal yang dapat menyebabkan kegagalan melakukan infus yang bersumber dari: 1. Terjadi ekstravasasi jarum infus. 2. Pipa saluran infus tertekuk/terlipat atau buntu. 3. Pipa penyalur udara pada botol cairan infus tidak berfungsi 4. Tempat masuknya infus set ke dalam botol cairan melalui bagian jarum penusuk kurang dalam, sehingga tidak mencapai cairan infus. 5. Kateter atau jarum di dalam vena buntu atau terlipat. 6. Ekstremitas tempat masuknya infus pada keadaan fleksi, terjerat, atau masih ada “stewing” Pedoman Tambahan Ada beberapa pedoman tambahan dalam pemberian infus, yaitu: Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



33



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



A. Cairan dengan konsentrasi tinggi lebih dari 10% selalu diberikan melalui jarum dengan ukuran yang besar atau melalui pipa CVP. B. Larutan gula konsentrasi 5% sebagai cairan standar pelarut. C. Cairan elektrolit yang pekat (misalnya KCl) selalu disuplai dalam ampul dan pemberiannya harus diencerkan terlebih dahulu pada botol infus. Tidak boleh langsung secara intravena. D. Larutan asam-amino harus diberikan bersama atau sesudah (piggy-back) cairan gula/kalori. E. Kanula infus paling lama dipakai dalam waktu 72 jam, sedangkan jarum wing needle paling lama 48 jam.



1. 2. 3. 4. 5.



Kompilikasi pemasangan dan pemberian infus adalah: Flebitis (radang vena) Hematoma Ekstravasasi Infeksi lokal atau sistemik Perlukaan pada serabut saraf.



Cara Menghitung Tetesan Perhitungan jumlah tetesan sangat tergantung kebutuhan dan jadwal pemberian cairan infus perhari. Tetesan dalam satuan jumlah tetesan permenit ditentukan dari jumlah cairan infus yang dibutuhkan. Infus set yang tersedia ada 2 jenis, yaitu infus set makro dan infus set mikro. Perhitungan jumlah tetesan adalah sebagai berikut: - infus set makro: 1 cc = 15 tetes atau 20 tetes (tergantung pada produk yang digunakan) - infue set mikro: 1 cc = 60 tetes (khusus untuk anak kurang dari 12 bulan) Jumlah tetesan dicari dari rumus dibawah ini: Jumlah cairan yang ingin dimasukkan (cc) Tetesan/mnt = -------------------------------------------------------------------------------------Lama waktu pemberian infus (jam) x (60 dibagi jumlah tetesan/ml)



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



34



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Checklist Teknik Persiapan Pemasangan Infus No



Aspek yang Dinilai



1 2



Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan, fungsi, dan efek sampingnya Meminta persetujuan secara lisan Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan ➢ kateter iv sesuai ukuran ➢ cairan iv sesuai indikasi ➢ infus set ➢ kapas alkohol 70% ➢ gunting ➢ sarung tangan ➢ tiang infus ➢ plester ➢ perlak kecil untuk alas ➢ kassa steril ➢ cairan povidon iodin ➢ torniquet Menggunting plester (2 pendek, 1 panjang) Mempersiapkan kassa steril (digunting separuh dan diberi larutan antiseptik) Meletakkan botol infus pada tempatnya Membuka kemasan infus set Mengatur letak klem pengatur tetesan ke dekat chamber Memutar klem pengatur tetesan sampai selang tertutup Menjaga sterilitas penusuk botol Membuka penutup botol infus Menusukkan ujung penusuk infus set ke botol secara tegak lurus Menekan chamber sampai cairan terisi setengah Menaikkan ujung infus set sejajar chamber Membuka maksimal klem pengatur tetesan sampai cairan infus mengisi seluruh selang infus set Tutup kembali klem pengatur tetesan secara maksimal



3 4



5 6 7 8 9 9 10 11 12 13 14 15 16



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



0



Skor 1 2



35



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Checklist Teknik Pemasangan Infus No 1 2 3 4 5 6 7 8



9 10



11 12



13 14 15 16 17 18



Aspek yang Dinilai



0



Skor 1 2



Mencuci tangan secara aseptik Mengenakan sarung tangan Menyiapkan kapas alkohol 70%, kassa, dan kateter iv ke dekat pasien Menentukan lokasi pemasangan infus Melakukan stewing dengan mengencangkan torniquet Melakukan tindakan asepsis pada lokasi pemasangan infus Menusukkan jarum kateter iv dengan sudut 30-45o pada kulit lokasi pemasangan infus, dengan lubang jarum menghadap ke atas Memperhatikan pangkal jarum untuk melihat apakah darah mengisi ruang vakum yang menandakan kateter iv telah masuk pembuluh vena Melepaskan torniquet Mengubah sudut jarum menjadi sejajar dengan vena, kemudian memutar jarum kateter iv 1800 agar lubang jarum menghadap ke bawah Menarik sedikit ke belakang bagian jarum (trokar) Memasukkan kanula masuk ke dalam lumen vena sehingga seluruh panjang kanula masuk ke dalam lumen vena dengan arah sejajar dengan permukaan vena Menghubungkan pangkal kanula dengan selang infus Membuka pengatur tetesan (klem) secara maksimal Memfiksasi karet dan selang infus Mengatur kembali tetesan sesuai dengan jumlah cairan yang diberikan Membuang sampah dan memasukkan peralatan yang sudah digunakan ke dalam bengkok Melepas sarung tangan dan mencuci tangan pada air mengalir.



Keterangan: 0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan, tetapi tidak benar/tidak lengkap 2 = dilakukan dengan benar



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



36



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



TEKNIK DASAR INJEKSI Pendahuluan Jalur (rute) pemberian obat adalah jalur tempat obat datang berkontak dengan tubuh. Parenteral berarti diberikan melalui jalan selain traktus digestivus. Obat yang diberikan melalui jalur parenteral memasuki jaringan tubuh dan sistem sirkulasi melalui injeksi. Obat yang disuntikkan lebih cepat diabsorbsi daripada obat oral. Jalur parenteral digunakan ketika pasien mengalami muntah, tidak dapat menelan, dan/atau intake cairan oral yang terbatas. Prosedur pemberian obat parenteral bersifat invasif, sehingga memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan obat yang diberikan secara non parenteral. Berhubung infeksi dapat berasal dari berbagai sumber, dokter harus menggunakan teknik yang aseptik pada pemberian obat secara parenteral. Ada empat jalur pemberian obat secara parenteral, yaitu: 1. Injeksi subkutan (sc): injeksi ke dalam jaringan tepat profundal dari dermis 2. Injeksi intramuskular (im): injeksi ke dalam venter (body) otot seran lintang 3. Injeksi intradermal (id) atau intrakutan (ic): injeksi ke dalam dermis tepat profundal dari epidermis 4. Injeksi atau infus intravena (iv): injeksi ke dalam vena. Masing-masing tipe injeksi di atas memerlukan seperangkat keterampilan tertentu untuk menjamin obat mencapai lokasi yang tepat. Kegagalan menginjeksikan obat secara benar dapat menimbulkan komplikasi, seperti respons obat yang tidak sesuai (misalnya terlalu cepat atau terlalu lambat), jejas saraf dengan nyeri yang berhubungan, perdarahan yang terlokalisir, nekrosis jaringan, dan abses steril. Keterampilan teknik injeksi pada skillab ini dilakukan pada media fantom. Mahasiswa berlatih keterampilan teknik injeksi intramuskuler, intrakutan, subkutan, dan intravena pada media fantom. Penguasaan keterampilan teknik injeksi pada fantom ini akan membantu mahasiswa ketika melakukan injeksi ke pasien yang sesungguhnya pada waktu praktik profesi. Setelah melaksanakan kegiatan skillab teknik dasar injeksi ini, mahasiswa akan dapat: 1. Melakukan teknik injeksi intramuskuler pada media fantom dengan benar dan sistematik 2. Melakukan teknik injeksi intrakutan pada media fantom dengan benar dan sistematik 3. Melakukan teknik injeksi subkutan pada media fantom dengan benar dan sistematik 4. Melakukan teknik injeksi intravena pada media fantom dengan benar dan sistematik. Teknik Injeksi Berdasarkan tujuan dan tempat pemberian, injeksi terbagi menjadi 4 tipe:: 1. Injeksi intramuskular (ke dalam otot) 2. Injeksi intrakutan atau intradermis (ke dalam kulit) 3. Injeksi subkutan atau hipodermis (ke dalam jaringan lemak subkutan atau hipodermis) 4. Injeksi intravena (ke dalam vena) Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



37



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Teknik injeksi dapat dilakukan dengan baik jika mahasiswa memiliki pemahaman prinsip dasar berupa: 1. Penguasaan pengetahuan tentang anatomi kulit, jaringan subkutan, otot seran lintang, dan distribusi pembuluh darah dan serabut saraf pada daerah-daerah injeksi (Gambar 1) 2. Penguasaan prinsip tindakan asepsis (Tabel 1) dan sterilitas instrumen 3. Penguasaan sifat-sifat obat-obatan yang digunakan.



Gambar 1. Insersi jarum pada injeksi intramuskular, intradermal, dan subkutan Tabel 1. Pencegahan infeksi selama injeksi Prinsip Teknik Mencegah kontaminasi Ampul tidak boleh dibiarkan terbuka dan larutan obat larutan obat harus segera diambil Mencegah kontaminasi jarum Hindari jarum bersentuhan dengan permukaan yang terkontaminasi (misalnya sisi luar ampul atau vial, permukaan luar penutup jarum, tangan petugas kesehatan, meja, atau permukaan meja) Hindari menyentuh panjang plunger spuit atau bagian dalam barrel spuit. Jagalah ujung spuit tertutup dengan penutup atau jarum Menyiapkan kulit Cucilah kulit yang terkontaminasi dengan kotoran, drainase, atau feses menggunakan sabun dan air Mengurangi pemindahan Lakukan sanitasi tangan sekurang-kurangnya 15 detik mikroorganisme Mengambil Obat dari Sediaan Ampul Prosedur pengambilan larutan obat dari sediaan ampul adalah sebagai berikut: 1. Lakukan sanitasi tangan 2. Ketuklah batang (stem) ampul (Gambar 2A) atau putarlah pergelangan tangan secara cepat (Gambar 2B) sambil memegang ampul secara vertikal



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



38



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



A



B



Gambar 2. Mengetuk batang ampul (A) dan memutar pergelangan tangan secara cepat sambil memegang ampul secara vertikal (B) 3. 4.



Bungkuskanlah bantalan kasa kecil di sekitar leher ampul Lakukan gerakan snapping untuk mematahkan bagian atas ampul sepanjang garis yang tercetak di leher ampul (Gambar 3)



Gambar 3. Gerakan snapping untuk mematahkan bagian atas ampul 5. Pasanglah jarum (jarum berfilter) ke spuit. Lepaskan penutup jarum dengan menarik penutup jarum secara lurus 6. Tariklah obat dalam jumlah yang diinginkan, ditambah sedikit lebih banyak (sekitar lebih dari 30%). Gunakan salah satu cara seperti di Gambar 4 atau Gambar 5



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



39



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Gambar 4. Menarik obat dari ampul posisi tegak



Gambar 5. Menarik obat dari ampul posisi terbalik 7. Tunggu sampai jarum telah ditarik untuk mengetuk spuit dan keluarkan udara dengan hati-hati dengan menekan tombol plunger 8. Lakukan cuci tangan. Mengambil Obat dari Vial Prosedur pengambilan larutan obat dari sediaan vial adalah sebagai berikut: 1. Lakukan sanitasi tangan 2. Bukalah penutup metal atau plastik pada vial yang melindungi sumbat karet, dianjurkan menggunakan alat seperti gunting 3. Sapulah bagian atas sumbat karet dengan swab antimikroba dan biarkan menjadi kering 4. Cabutlah penutup jarum dari jarum atau kanula yang tumpul dengan menarik secara lurus 5. Peganglah plunger spuit hanya di bagian tombol 8. Tariklah udara ke dalam spuit sebanyak dosis obat yang akan diambil 9. Peganglah vial di permukaan yang rata 10. Tusuklah sumbat karet di bagian sentral dengan ujung jarum dan suntikkan udara yang terukur ke dalam ruang di atas larutan (Gambar 6). Jangan menyuntikkan udara ke dalam larutan Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



40



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Gambar 6. Menyuntikkan udara dengan posisi vial tegak 11. Baliklah vial obat. Jagalah ujung jarum agar berada di bawah permukaan larutan obat (Gambar 7)



Gambar 7. Memposisikan ujung jarum di dalam larutan 12. Peganglah vial dengan satu tangan dan gunakan tangan yang lain untuk menarik larutan obat. Sentuhlah plunger spuit hanya di bagian tombol 13. Tariklah jumlah obat sambil memegang spuit secara vertikal dan setinggi mata (Gambar 8)



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



41



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Gambar 8. Menarik larutan obat dari vial obat setinggi mata dokter 14. Jika gelembung udara menumpuk di dalam spuit, ketuklah laras spuit secara tajam dan pindahkan jarum melewati cairan ke dalam ruang udara untuk menyuntik kembali gelembung udara ke dalam vial. Kembalikan ujung jarum ke dalam larutan dan lanjutkan penarikan obat 15. Setelah dosis yang benar ditarik, cabutlah jarum dari vial dan pasang kembali secara hati-hati penutup jarum ke jarum. Beberapa fasilitas membutuhkan pergantian jarum, jika jarum telah digunakan untuk menarik obat, sebelum memberikan obat ke pasien 16. Lakukan sanitasi tangan. Injeksi Intramuskular (i.m) Jalur injeksi intramuskular (i.m.) mendepositkan larutan obat ke dalam jaringan otot seran lintang yang dalam. Tipe injeksi ini memungkinkan obat diabsorbsi lebih cepat dibandingkan jalur subkutan. Injeksi im memerlukan jarum yang lebih panjang dengan gauge yang lebih besar untuk menembus jaringan otot yang dalam. Kekentalan obat, tempat injeksi, berat badan pasien, dan jumlah jaringan adiposa memengaruhi pemilihan ukuran jarum. Pasien dewasa yang kurus memerlukan jarum dengan panjang 5/8-1 inci. Pasien ratarata membutuhkan jarum 1 inci. Pasien dengan berat badan lebih dari 70 kg memerlukan jarum dengan panjang 1-1,5 inci. Pasien dengan berat badan lebih dari 90 kg membutuhkan jarum 1,5 inci. Panjang jarum yang dianjurkan untuk pasien dewasa berdasarkan tempat injeksi adalah: m. vastus lateralis 16-25 mm, otot ventrogluteal 38 mm, dan m. deltoideus 2538 mm. Panjang jarum yang direkomendasikan untuk bayi adalah 25 mm, balita 25-32 mm, dan anak yang lebih tua 38-51 mm. Tempat injeksi pada pediatri berbeda berdasarkan usia anak. Tempat injeksi pada pediatri yang dianjurkan adalah paha anterolateral untuk bayi sampai usia 12 bulan, deltoid pada anak-anak berusia ≥ 18 bulan, dan ventrogluteal untuk anak-anak semua umur.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



42



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Otot seran lintang kurang peka terhadap obat yang iritatif dan kental. Orang dewasa normal yang tumbuh dengan baik dapat menolerir secara aman 2-5 ml obat pada otot yang lebih besar seperti ventrogluteal. Namun demikian, secara klinis tidak lazim memberikan obat lebih dari 3 ml pada injeksi tunggal karena tubuh tidak dapat mengabsorbsi obat dengan baik pada dosis tersebut. Pasien tua dan kurus sering hanya menolerir 2 ml pada injeksi tunggal. Otot bayi yang lebih tua dan anak kecil dapat menolerir 1 ml obat pada satu tempat. Anak dengan otot yang lebih besar dapat menolerir maksimal 2 ml obat. Lakukan pemberian injeksi im sedemikian rupa sehingga jarum tegak lurus dengan permukaan tubuh dan sedekat-dekatnya ke sudut 90 derajat. Rotasikan tempat injeksi im untuk menurunkan risiko hipertrofi. Hindari injeksi ke otot yang atrofi, karena absorbsi obat berlangsung buruk. Metode Z-track direkomendasikan untuk injeksi im. Metode Z-track merupakan teknik menarik kulit selama injeksi. Metode ini dapat mencegah kebocoran larutan obat ke jaringan subkutan, menyegel obat dalam otot, dan meminimalisir iritasi. Untuk menggunakan metode Z-track, gunakanlah jarum berukuran yang sesuai dengan spuit dan pilihlah tempat injeksi im. Tempat yang lebih disukai adalah otot yang besar dan terletak di dalam seperti ventrogluteal. Tariklah kulit dan jaringan subkutan di atas otot sekitar 2,5-3,5 cm ke lateral dengan sisi ulnar tangan yang non dominan. Tahanlah kulit di posisi ini sampai injeksi diberikan (gambar 9A).



Gambar 9. Metode Z-track pada injeksi intramuskular Setelah dilakukan antisepsis di tempat injeksi, injeksikan jarum secara dalam ke otot. Biarkan jarum dimasukkan selama 10 detik untuk memungkinkan obat tersebar secara merata. Lepaskan tarikan kulit setelah menarik jarum. Aksi ini akan meninggalkan jalur zigzag yang menyegel jalur suntikan jarum di tempat bidang



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



43



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



jaringan meluncur melintas satu sama lain (gambar 9B). Obat tersegel dalam jaringan otot. Tempat injeksi. Ketika memilih tempat injeksi im, tentukanlah bahwa tempat tersebut bebas dari nyeri, infeksi, nekrosis, memar, dan lecet. Pertimbangkan juga lokasi tulang, saraf, dan pembuluh darah di dalamnya, serta volume obat yang akan diberikan. Otot dorsogluteal tidak direkomendasikan sebagai tempat injeksi karena lokasi nervus ischiadicus (sciatic nerve). Jika jarum mengenai n. ischiadicus, pasien dapat mengalami paralisis tungkai parsial atau paralisis tungkai permanen. Lokasi ventrogluteal. Otot ventrogluteal mencakup m. gluteus medius dan m. gluteus minimus. Otot ini merupakan tempat injeksi yang aman untuk orang dewasa dan anak-anak. Pasien harus berada di salah satu posisi yaitu telentang (supinasi) atau miring (lateral) untuk melokasikan m. ventrogluteal. Letakkanlah telapak tangan (the heel of your hand) di atas trochanter major femur pasien dengan pergelangan tangan hampir tegak lurus dengan femur. Gunakanlah tangan kanan untuk panggul kiri pasien dan tangan kiri untuk panggul kanan pasien. Arahkan ibu jari tangan ke lipat paha pasien. Arahkan jari telunjuk ke SIAS (spina iliaca anterior superior) pasien. Bentangkan jari tengah ke belakang sepanjang crista iliaca pasien ke arah pantat. Jari telunjuk, jari tengah, dan crista iliaca membentuk segitiga berbetuk V. Tempat injeksi adalah pusat dari segitiga tersebut (gambar 10A).



Gambar 10. A. Pandangan anatomis tempat injeksi ventrogluteal, B. Injeksi di tempat ventrogluteal menghindari saraf dan pembuluh darah mayor Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



44



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Pasien berbaring miring atau ke belakang sambil memfleksikan lutut dan panggul untuk merelaksasikan otot ventrugluteal. Cara lain yang bisa dipakai adalah dengan menarik garis khayal dari SIAS ke os coccygeus. Daerah injeksi adalah di daerah 1/3 cranial lateral dari garis khayal tersebut. Musculus vastus lateralis. M. vastus lateralis adalah tempat injeksi lain yang digunakan pada orang dewasa. Otot ini merupakan tempat yang disukai untuk pemberian agen biologik (misalnya imunisasi) pada bayi, balita, dan anak-anak. Otot ini tebal dan berkembang dengan baik. Otot ini terletak di permukaan anterolateral paha. Otot ini terbentang pada orang dewasa dari seluas tangan di atas lutut sampai seluas tangan di bawah trochanter major femur (gambar 11A).



Gambar 11. A. Penanda untuk tempat m. vastus lateralis, B. Pemberian injeksi im di tempat vastus lateralis Gunakan 1/3 tengah otot untuk injeksi. Untuk merelaksasikan otot ini, minta pasien berbaring telentang dengan lutut sedikit fleksi dan kaki terputar ke luar atau mengambil posisi duduk. Musculus deltoideus. Meskipun m. deltoideus merupakan tempat yang mudah diakses, otot ini dapat tidak berkembang dengan baik pada banyak orang dewasa. Gunakan lokasi injeksi ini untuk volume obat yang kecil (2 ml atau kurang), pemberian imunisasi rutin pada balita, anak-anak yang lebih tua, dan orang dewasa, atau ketika tempat lain tidak bisa diakses. Lokasikan m. deltoideus dengan memaparkan sepenuhnya lengan atas dan bahu pasien. Minta pasien merelaksasikan lengannya di sisi atau dengan menyokong lengan pasien dan memfleksikan siku. Jangan menggulung baju ketat apapun. Persilakan pasien untuk duduk, berdiri, atau berbaring. Palpasi tepi bawah processus acromialis. Processus acromialis membentuk dasar segitiga pada garis dengan titik tengah permukaan lateral lengan atas. Tempat injeksi adalah bagian pusat segitiga, sekitar 3-5 cm di bawah processus acromialis (Gambar 12A). Lokasikan apeks segitiga dengan menempatkan 4 jari menyilang m. deltoideus dengan jari telunjuk di sepanjang processus acromialis. Tempat injeksi adalah lebar 3 jari di bawah processus acromialis (Gambar 12B).



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



45



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



Gambar 12. A. Penanda lokasi musculus deltoideus, B. Pemberian injeksi intramuskular di lokasi musculus deltoideus



1.



2. 3. 4.



5.



6. 7.



Pelaksanaan. Urutan pelaksanaan injeksi im adalah sebagai berikut: Lakukan informed consent pada pasien - Jelaskan tujuan tindakan injeksi im yang akan dilakukan, prosedurnya, manfaatnya, kerugian (efek sampingnya), obatnya - Sampaikan kepada pasien bahwa injeksi dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan, misalnya rasa sedikit terbakar atau menyengat - Jelaskan kepada pasien beberapa tempat suntikan yang bisa dilakukan - Berikan kesempatan pasien untuk bertanya - Minta persetujuan pasien secara lisan untuk dilakukan tindakan injeksi im Jika pasien menyetujui tindakan injeksi, tanyakan riwayat alergi obat Lakukan sanitasi tangan Siapkan bahan dan peralatan injeksi im: - Satu set spuit injeksi + jarum disposable steril sesuai ukuran - Jarum steril (pengganti) 1 buah dengan panjang dan gauge yang sesuai (opsional) - Kapas atau kasa + larutan alkohol 70% - Bantalan kasa steril 1 buah - Sarung tangan yang bersih - Larutan obat sediaan injeksi im dalam bentuk vial atau ampul - Bengkok 1 buah - Gunting (bila diperlukan) - Kotak sampah medis antibocor - Obat lifesaving seperti larutan adrenalin 1/1000, larutan dexametason, larutan antihistamin - Peralatan tindakan gawat darurat bila diperlukan. Pasang jarum pada spuit sekuat-kuatnya. Periksa keutuhan pompa spuit dengan mendorong dan menarik spuit beberapa kali. Pastikan tidak terjadi kebocoran di sambungan jarum spuit dan pangkal pompa spuit Masukkan larutan obat dari vial atau ampul ke dalam spuit (lihat cara mengambil obat dari ampul dan vial) Lakukan sanitasi tangan dan pasanglah handschoen yang bersih



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



46



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



8.



9. 10.



11. 12. 13. 14. 15. 16.



Persilahkan pasien menuju ke bed (disesuaikan dengan posisi pasien pada saat diinjeksi, misalnya apabila posisi pasien berbaring. Apabila posisi pasien duduk, pasien dibolehkan untuk duduk di kursi) Minta pasien melepaskan (membuka) kain penutup di tempat suntikan Pilih tempat suntikan yang tepat. Perhatikan integritas dan ukuran otot. Palpasi apakah ada rasa nyeri tekan atau bagian yang keras. Jika ada, hindari area tersebut. Jika pasien sering disuntik, rotasikan tempat injeksi. Gunakan ventrogluteal jika memungkinkan Bantu pasien ke posisi yang nyaman. Posisi pasien bergantung pada tempat suntikan yang dipilih (misalnya duduk, berbaring telentang, miring, atau tengkurap) Relokasikan kembali tempat injeksi menggunakan penanda anatomik Bersihkan tempat injeksi dengan usapan antiseptik. Lakukan usapan di pusat tempat injeksi dan rotasikan ke arah luar dalam arah melingkar sekitar 5 cm Lepaskan penutup jarum dengan menarik secara lurus Pegang spuit di antara ibu jari dan telunjuk tangan yang dominan Lakukan injeksi dengan teknik Z-track: a. Posisi sisi ulnar tangan dokter yang tidak dominan berada tepat di bawah tempat injeksi dan tarik kulit ke lateral sekitar 2,5-3,5 cm. Pertahankan posisi tersebut sampai obat diinjeksikan. Injeksikan jarum secara cepat dengan tangan yang dominan (Gambar 9A) b. Pilihan: jika massa otot kecil, pegang venter otot di antara ibu jari dan telunjuk c. Setelah jarum menembus kulit dan sampai ke otot, dengan tangan tidak dominan masih menarik kulit, pegang ujung bawah barrel spuit dengan jari-jari tangan non dominan untuk menstabilkan spuit. Gerakkan tangan yang dominan ke ujung plunger spuit. Hindari menggerakkan spuit d. Tarik plunger spuit ke belakang 5-10 detik. Jika tidak ada darah yang muncul, suntikkan obat secara lambat dengan kecepatan 10 detik/ml e. Tunggu 10 detik, tarik jarum secara halus dan mantap, lepaskan tarikan kulit, dan tempelkan kasa secara lembut di atas tempat injeksi. Injeksi juga dapat dilakukan tanpa teknik Z-track, yaitu: - Regangkan kulit secara rata di antara 2 jari dan pertahankan ketegangan kulit untuk insersi jarum - Tusukkan jarum secara cepat ke dalam jaringan dengan posisi jarum tegak lurus terhadap permukaan tubuh pasien. - Segera setelah jarum berada di tempatnya, gunakanlah ibu jari dan telunjuk tangan non dominan untuk memegang ujung bawah spuit. Pindahkan tangan dominan dokter ke ujung plunger - Tariklah plunger spuit ke belakang 5-10 detik - Jika tidak ada darah yang muncul, suntikkan larutan secara lambat (10 detik/ml obat) - Tarik jarum secara halus dan mantap pada sudut yang sama ketika jarum dimasukkan



17. Lakukan tekanan lembut dengan kasa ke tempat suntikan. Jangan memijat tempat suntikan. Pasang perban jika diperlukan 18. Bantu pasien ke posisi yang nyaman Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



47



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



19. Buang jarum dan spuit ke dalam wadah sampah medis antibocor 20. Lepaskan sarung tangan dan lakukan sanitasi tangan 21. Tetap bersama pasien selama beberapa menit dan observasi keberadaan reaksi alergi.



1. 2.



Evaluasi. Tunggu sekitar 15 menit untuk mengevaluasi kondisi penderita. Tanyakan apakah pasien merasakan nyeri akut, terbakar, mati rasa, atau kesemutan di tempat injeksi Inspeksi tempat injeksi, perhatikan keberadaan memar atau indurasi. Jika ada, lakukan kompres hangat di tempat injeksi



Injeksi Intrakutan/Intradermal (ic/id) Teknik injeksi ini sering digunakan untuk tes kulit (skin test, misalnya skrening tuberculosis dan tes alergi) dan pemberian imunisasi BCG. Teknik ini relatif lebih sulit dibandingkan teknik injeksi intramuskular. Skin test sering membutuhkan inspeksi tempat tes secara visual sehingga tempat injeksi intradermal (i.d.) harus bebas dari lesi dan jejas dan relatif tidak berambut. Lokasi tempat i.d. yang ideal adalah kulit di regio antebrachii anterior sisi medial (the inner forearm) dan regio dorsum superior (upper back). Teknik injeksi intrakutan ini lebih mudah menggunakan spuit injeksi kecil dengan ukuran 1 ml (spuit tuberculin) dengan jarum pendek (3/8-5/8 inchi, 25-27 gauge). Sudut penusukan jarum adalah 5-15 derajat (lihat gambar 1). Hanya sejumlah kecil obat yang diinjeksikan secara intradermal (0,01-0,1 ml). Jika gelembung (bleb) tidak muncul atau tempat injeksi berdarah setelah jarum ditarik, maka kemungkinan obat telah masuk ke dalam jaringan subcutan. Dalam keadaan demikian, hasil tes kulit menjadi tidak valid. Perlengkapan injeksi i.d.: 1. Spuit 1 ml dengan jarum 3/8-5/8 inchi, 25-27 gauge 2. Gauze pad yang kecil 3. Alcohol swab 4. Obat dalam vial atau ampul 5. Sarung tangan bersih (clean glove) 6. Medical record 7. Puncture-proof container. Prosedur injeksi intrakutan (gambar 13): 1. Persiapkan peralatan dan vial/ampul cairan obat 2. Jelaskan tujuan pemberian obat, aksi dan kemungkinan efek samping obat. Berikan kesempatan pasien untuk mengajukan pertanyaan. Beritahukan bahwa injeksi akan menyebabkan rasa terbakar atau tersengat yang ringan 3. Lakukan higiene tangan dan pasanglah sarung tangan yang bersih. 4. Tentukan tempat injeksi yang tepat. 5. Bantulah pasien pada posisi yang nyaman. Pasien dapat duduk atau berbaring, lengan bawah disokong di tempat yang rata. 6. Bersihkan tempat injeksi dengan swab antiseptik misalnya dengan kapas alkohol 70%. 7. Rentangkan kulit tempat injeksi dengan jari telunjuk atau ibu jari tangan



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



48



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



8. Tusukkan jarum secara lambat ke kulit dengan sudut 5-15 derajat sampai terasa tahanan. Jarum ditusukkan melalui epidermis sekitar 3 mm di bawah permukaan kulit. Jarum ditusukkan sedekat-dekatnya dengan permukaan kulit dan dipertahankan sejajar (paralel) dengan permukaan kulit. Dorong pompa spuit untuk mengalirkan cairan obat tanpa melakukan aspirasi terlebih dahulu. Jika ujung jarum yang ditusukkan benar masuk ke dalam kulit (intrakutan), maka segera setelah cairan obat masuk akan terbentuk gelembung kecil (bleb) di ujung jarum pada kulit tersebut dan tanpa perdarahan. Penekanan atau pemijatan bagian gelembung yang terbentuk tidak dianjurkan pada injeksi untuk imunisasi BCG atau tes kulit. Pada tes kulit, buatlah lingkaran dengan diameter 5 cm mengelilingi tempat injeksi tadi, dan tunggu sekitar 5-10 menit untuk melihat reaksi yang terjadi. Pada tes TB, hasil dibaca setelah 48-72 jam 9. Buang spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke wadah sampah medis antibocor. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan vial cairan obat.



Gambar 13. Injeksi intrakutan membentuk gelembung (bleb) yang kecil



Injeksi Subkutan Teknik injeksi ini hampir serupa dengan teknik injeksi intrakutan. Perbedaannya hanya pada ukuran spuit dan jarum injeksi, serta tempat injeksinya. Teknik injeksi ini dapat dilakukan pada lengan atas (regio brachium) sebelah extensor dan pada daerah belakang paha sebelah lateral (regio femoralis posterior lateral). Teknik ini dapat menggunakan spuit ukuran 2, 3, atau 5 cc dengan ukuran jarum ½ sampai 1 inchi (no. 22 gauge atau lebih kecil). Teknik ini biasanya dilakukan untuk pemberian obat-obatan tertentu seperti epinefrin atau adrenalin pada terapi asma bronkhiale akut atau pada keadaan shock. Prosedur (pada lengan atas sebelah ekstensor lihat Gambar 14) 1. Persiapkan peralatan dan vial cairan obat, namun jumlah cairan obat yang diaspirasi dari vial obat hanya 1 cc. 2. Persiapkan naracoba untuk serelaks mungkin, posisi dapat duduk atau berbaring, lengan dalam posisi pronasi sehingga bagian ekstensor naracoba menghadap operator. Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



49



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



3. Lakukan tindakan asepsis dengan kapas alkohol 70% pada daerah yang dipilih untuk injeksi, kira-kira 10 cm di atas siku. 4. Pegang kulit pada bagian yang ditentukan dengan tangan kiri seperti mencubit (lihat Gambar 14) agar permukaan kulit terangkat. Tusukkan spuit + jarum pada kulit yang terangkat di antara 2 jari tangan kiri tadi dengan arah miring sampai kira-kira ujung jarum masuk ke lapisan subkutis (jaringan hipodermis). Tarik sedikit pompa spuit untuk melakukan aspirasi, untuk memastikan jarum tidak menembus pembuluh darah, lalu dorong pompa spuit untuk mengalirkan cairan obat sampai habis secara perlahan. Cabut spuit + jarum lalu lepaskan pegangan tangan kiri, kemudian hapus tempat bekas suntikan dengan kapas alkohol 70%. 5. Buang spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke wadah sampah medis antibocor. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan vial cairan obat.



Gambar 14. Teknik injeksi subkutan Injeksi Intravena Teknik injeksi ini digunakan pada keadaan dimana efek obat diperlukan secepat mungkin. Oleh karena obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah tanpa melalui perantaraan jaringan lain, maka teknik injeksi ini relatif mempunyai komplikasi yang lebih besar daripada teknik injeksi lainnya. Tempat yang lazim dipilih adalah vena mediana atau basilika pada lengan bawah volar dan vena-vena pada dorsum manus, vena malleolaris anterior pada dorsum pedis, vena-vena pada tungkai dan vena femoralis. Teknik ini dapat menggunakan spuit ukuran 2, 3, atau 5 cc dengan ukuran jarum 1¼ atau 1½ inchi. Prosedur (Gambar 15, injeksi pada vena mediana atau basilica dan vena malleolaris anterior)



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



50



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



1. Persiapkan peralatan dan vial cairan obat, jumlah cairan obat yang diaspirasi dari vial obat hanya 1 cc. 2. Persiapkan naracoba untuk serelaks mungkin, posisi dapat duduk atau berbaring, lengan dalam posisi supinasi dan sedikit fleksi pada sendi siku. 3. Pasang torniquet pada lengan atas untuk membendung vena basilika dan vena mediana. Identifikasi penonjolan vena tersebut dan kemudian lakukan tindakan asepsis dengan kapas alkohol 70% pada kulit di atas vena tersebut 4. Tusukkan spuit + jarum pada kulit di atas vena tersebut dengan arah jarum diusahakan separalel mungkin dengan vena. 5. Segera setelah ujung jarum masuk ke dalam lumen vena dan darah masuk dan bercampur dengan cairan obat di dalam spuit, lepaskan torniquet. 6. Dorong pompa spuit untuk mengalirkan cairan obat secara perlahan-lahan. 7. Persiapkan kapas alkohol 70%, lalu dengan hati-hati cabut spuit + jarum dari vena. Bersamaan ujung jarum lepas dari vena, tempelkan kapas alkohol 70% untuk mencegah darah keluar, lalu tekan beberapa saat. 8. Lipat siku naracoba, dan minta naracoba memegang dan menekan kapas alkohol 70% tadi. Pertahankan posisi ini selama kurang lebih 5 menit agar luka tusukan menutup dengan sendirinya akibat proses koagulasi. 9. Buang spuit injeksi beserta jarumnya dan kapas alkohol 70% yang telah terpakai ke wadah sampah medis antibocor. Periksa kembali kelengkapan peralatan dan vial cairan obat.



Gambar 15. Teknik injeksi intravena



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



51



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



CHEKLIST INJEKSI DENGAN TEKNIK INTRAMUSKULAR (I.M.) No. 1. 2. 3. 4. 5.



6. 7. 8.



9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.



17. 18. 19.



ASPEK YANG DINILAI Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri Melakukan informed consent Menanyakan riwayat alergi obat Mencuci tangan Menyiapkan bahan dan alat: spuit (plastik pembungkus dibuka pada salah satu sisinya), kapas/kasa beralkohol, obat (cairan), sarung tangan bersih, dan bengkok, serta obat lifesaving Memasang jarum ke spuit dan memeriksa keutuhan pompa spuit Memasukkan larutan obat dari vial/ampul ke dalam spuit Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan jari) dan mendorong pompa spuit sampai cairan obat keluar sedikit melalui jarum, serta memastikan sampai volume obat yang diinginkan Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan bersih Meminta pasien untuk menuju ke bed atau kursi Meminta pasien melepaskan (membuka) kain penutup di tempat suntikan Memilih tempat suntikan yang tepat Membantu pasien ke posisi nyaman dan rileks Melakukan antisepsis pada daerah suntikan Melakukan injeksi di tempat suntikan dengan teknik Z-track atau teknik non Z-track Mencabut jarum secara halus dan mantap pada sudut yang sama ketika jarum dimasukkan, dan menekan bekas suntikan dengan lembut dengan kasa Membuang jarum, spuit dan kapas yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah medis antibocor Melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan Mengevaluasi pasien dalam waktu 15 menit



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



NILAI 0 1 2



52



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



CHEKLIST INJEKSI DENGAN TEKNIK INTRAKUTAN NILAI No. 1. 2. 3. 4. 5.



6. 7. 8.



9. 10. 11.



12. 13.



14.



15. 16.



17. 18. 19.



ASPEK YANG DINILAI



0



1



2



Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri Melakukan informed consent Menanyakan riwayat alergi obat Mencuci tangan Menyiapkan bahan dan alat: spuit (plastik pembungkus dibuka pada salah satu sisinya), kapas/kasa beralkohol, obat (cairan), sarung tangan bersih, dan bengkok, serta obat life saving Memasang jarum dan memeriksa keutuhan pompa spuit Memasukkan larutan obat dari vial/ampul ke dalam spuit Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan jari) dan mendorong pompa spuit sampai cairan obat ke luar sedikit melalui jarum, serta memastikan sampai volume obat yang diinginkan Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan bersih Meminta pasien untuk menuju ke bed atau kursi Menentukan tempat injeksi yang tepat, misalnya lengan bawah anterior sisi medial. Menyiapkan pasien dengan posisi lengan lurus, bagian anterior lengan bawah pasien menghadap dokter Melakukan antisepsis di daerah injeksi Menusukkan jarum spuit ke kulit dengan sudut 5-15 derajat. Setelah masuk kulit, posisi jarum disejajarkan dengan permukaan kulit dan ditusukkan sepanjang ± 3 mm Memasukkan cairan obat ke intrakutan dan mengevaluasi obat masuk ke intrakutan (terbentuk gelembung kecil di kulit). Jangan menekan atau memijat bagian gelembung yang terbentuk. Mencabut spuit + jarum dengan hati-hati Membuang spuit dan kapas yang sudah dipakai ke dalam wadah sampah medis antibocor, lalu memeriksa kelengkapan alat Melepas sarung tangan dan mencuci tangan Menginterpretasi hasil injeksi intrakutan Mengevaluasi efek samping obat pada pasien dalam waktu 15 menit.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



53



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



CHEKLIST INJEKSI DENGAN TEKNIK SUBCUTAN (S.C.) No. 1. 2. 3. 4. 5.



6. 7. 8.



9. 10. 11. 12. 13. 14.



15. 16.



17. 18.



ASPEK YANG DINILAI



NILAI 0 1 2



Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri Melakukan informed consent Menanyakan riwayat alergi obat Mencuci tangan Menyiapkan bahan dan alat: spuit (plastik pembungkus dibuka pada salah satu sisinya), kapas/kasa beralkohol, obat (cairan), sarung tangan bersih, dan bengkok, serta obat lifesaving Memasang jarum ke spuit dan memeriksa keutuhan pompa spuit Memasukkan larutan obat dari vial/ampul ke dalam spuit Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan jari) dan mendorong pompa spuit sampai cairan obat keluar sedikit melalui jarum, serta memastikan sampai volume obat yang diinginkan Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan bersih Meminta pasien untuk menuju ke bed atau kursi Mempersiapkan pasien, posisi duduk/berbaring dengan posisi lengan dalam keadaan pronasi. Melakukan antisepsis dengan kapas alkohol 70% pada lengan kira-kira 10 cm di atas siku Memegang kulit dengan cara mencubit dengan tangan kiri. Memasukkan jarum antara dua jari tangan kiri dengan arah miring sampai lapisan subcutan. Melakukan aspirasi dan mengalirkan obat dengan perlahan-lahan Mencabut spuit + jarum dan melakukan antisepsis pada bekas suntikan Membuang spuit dan kapas yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah medis antibocor, lalu memeriksa kelengkapan alat Melepas sarung tangan dan mencuci tangan Mengevaluasi pasien dalam waktu 15 menit



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



54



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



CHEKLIST INJEKSI DENGAN TEKNIK INJEKSI INTRAVENA (I.V.) NILAI No. 1. 2. 3. 4. 5.



6. 7. 8.



9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.



ASPEK YANG DINILAI



0



1



2



Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri Melakukan informed consent Menanyakan riwayat alergi obat Mencuci tangan Menyiapkan bahan dan alat: spuit (plastik pembungkus dibuka pada salah satu sisinya), kapas/kasa beralkohol, obat (cairan), sarung tangan bersih, dan bengkok, serta obat lifesaving Memasang jarum ke spuit dan memeriksa keutuhan pompa spuit Memasukkan larutan obat dari vial/ampul ke dalam spuit Menghilangkan gelembung udara (memukul spuit dengan jari) dan mendorong pompa spuit sampai cairan obat keluar sedikit melalui jarum, serta memastikan sampai volume obat yang diinginkan Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan bersih Meminta pasien untuk menuju ke bed atau kursi Memasang torniquet pada lengan atas pasien Memilih tempat suntikan yang tepat Melakukan tindakan antisepsis pada daerah vena yang disuntik dengan kapas alkohol Memasukkan spuit + jarum pada kulit di atas vena tersebut. Melepaskan torniquet Mendorong pompa spuit Mencabut spuit + jarum dengan hati-hati Membuang spuit & kapas yang sudah dipakai ke dalam wadah sampah medis antibocor, lalu memeriksa kelengkapan alat Melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan Mengevaluasi pasien dalam waktu 15 menit



Keterangan: 0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan, tetapi tidak benar 2 = dilakukan dengan benar



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



55



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



PEMERIKSAAN RUMPLE LEED (RUMPLE LEED TEST)



Pemeriksaan Rumple Leed (RL test) bertujuan untuk mendeteksi kelainan vaskuler dan trombosit. Pasien dengan kelainan vaskuler biasanya datang dengan perdarahan kulit. Kelainan kulit yang tampak biasanya berupa petekie dan purpura. Akan tetapi ada juga pasien yang tidak menunjukkan kelainan kulit, sehingga perlu dideteksi dengan RL test. Tes Rumple Leed atau dikenal juga dengan percobaan pembendungan atau uji tourniquet adalah salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan dalam bidang hematologi. Prosedur ini diberikan kepada mahasiswa agar mereka dapat memahami bahwa tes RL dapat dipakai untuk menguji ketahanan kapiler dan fungsi trombosit, sehingga dapat menjadi salah satu cara diagnostik mengetahui adanya kelainan dalam proses hemostasis primer atau pada pasien dengan tendensi perdarahan. Ketahanan kapiler dapat menurun pada penderita dengue hemorrhagic fever (DHF), ITP, purpura, dan scurvy. Walaupun tes ini tidak memiliki spesifikasi yang tinggi, namun WHO merekomendasikan tes ini untuk membantu diagnosis DHF: Cara melakukan tes Rumple Leed: 1. Penderita dalam posisi berbaring 2. Pasang manset dengan ukuran yang sesuai pada lengan kanan bagian atas 3. Periksa tekanan darah sistolik dan diastolik penderita 4. Tentukan ukuran tekanan yang berada di antara sistolik dan diastolik 5. Pompa kembali tensimeter pada tekanan yang telah ditentukan (point 4) 6. Biarkan selama 5-10 menit (jangan sampai tekanan turun atau naik) 7. Buka pompa setelah prosedur 6 selesai 8. Lihat pada lengan bawah bagian volar, apakah terdapat bintik-bintik kemerahan dalam diameter 5 cm. 9. Melakukan interpretasi hasil. Interpretasi hasil tes Rumple Leed: Pada pemeriksaan terdapat > 20 petekie pada daerah lengan bawah dengan diameter 2,8 cm, maka dinyatakan anak positif DHF. Kriteria: (+) jumlah petekhie ≥ 20 (±) jumlah petekhie 10-20 (-) jumlah petekhie ≤ 10 Tes tourniquet mempunyai nilai yang rendah dalam diagnosis infeksi demam dengue di rumah sakit, namun ketika digunakan pada komunitas, hasil positif dari tes tourniquet sangat membantu dalam memprediksi adanya infeksi dengue, tetapi hasil yang negatif dari tes tourniquet tidak menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi dengue.



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



56



Blok Keluhan Berkaitan dengan Sistem Hemopoietik dan Limforetikuler



CHEKLIST PEMERIKSAAN RUMPLE LEED NILAI No 1. 2



ASPEK YANG DINILAI



11 12 13



Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien atau orang tua pasien Meminta persetujuan pasien Meminta pasien untuk berbaring, rileks dan tenang Mencuci tangan secara aseptik dan mengeringkannya Memasang manset pada lengan kanan atas pasien sesuai dengan usia Memeriksa tekanan darah pasien (menentukan besarnya tekanan sistolik dan diastolik) Menentukan ukuran tekanan yang berada di antara tekanan sistolik dan diastolik Memompa kembali tensimeter sampai air raksa berhenti pada tekanan yang telah ditentukan (point 8). Biarkan selama 5-10 menit (jaga jangan sampai tekanan turun/naik drastis) Membuka udara dari pompa tensimeter dan melihat pada lengan bawah bagian volar, apakah terdapat bintik-bintik kemerahan dalam diameter 2,8 cm. Melepas manset dari lengan pasien Memberitahu bahwa pemeriksaan sudah selesai dan mempersilakan pasien untuk duduk Mencuci tangan secara aseptik dan mengeringkannya Melakukan interpretasi hasil Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada pasien/keluarga



14



Mengucapkan salam penutup



3 4 5 6 7 8 9



10



11 12



0



1



2



Keterangan: 0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan, tetapi tidak benar 2 = dilakukan dengan benar



Kurikulum Berbasis Kompetensi Fakultas Kedokteran ULM TA. 2020/2021



57