(OPTIMA) Pembahasan TO 6 Batch 3 Tahun 2019 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR. YUSUF DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA



OFFICE ADDRESS: Jakarta Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 WA. 081380385694/081314412212



Medan Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 2013 WA/Line 082122727364



w w w. o p t i m a p re p . co . i d



ILMU PENYAKIT DALAM



Soal no 1 Seorang pria usia 28 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak, keringat dingin dan penurunan BB sejak 1 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat mengonsumsi obat TB 2 tahun yang lalu selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh. Pasien tinggal sendiri di rumah kontrakan sehingga tidak ada yang menemani berobat. Saat ini, dilakukan pemeriksaan ulang BTA hasil positif dua kali. Terapi OAT yang diberikan adalah sesuai kondisi pasien adalah…



a. b. c. d. e.



Kategori I Kategori II Kategori III Kategori IV Kategori V



Jawaban: B. kategori II



1. Pembagian kasus TB a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (relaps)



Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :  Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.  Infeksi jamur



 TB paru kambuh



c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. d. Kasus gagal  Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)  Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan e. Kasus kronik / persisten Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik



Tuberkulosis OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 



• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis. • Pasien TB paru terdiagnosis klinis • Pasien TB ekstra paru



Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) 



• Pasien kambuh • Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya • Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)



• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.



Tuberkulosis



Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.



Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR))



Soal no 2 Laki-laki datang dengan keluhan batuk sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan batuk disertai dahak berwarna kuning kehijauan. Pasien sebelumnya pernah dilakukan pemeriksaan BTA dengan hasil positif dan dilakukan pemeriksaan rontgen thoraks dengan kesan sugestif TB. Pasien mengaku 3 minggu yang lalu mengkonsumsi OAT selama 2 minggu, namun sudah 1 minggu ini tidak mengkonsumsi lagi. Apa tatalaksana pada pasien?



a. b. c. d. e.



RHZE 2RHZE/ 4R3H3 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3 4RHZE/ 2RHE 2RHZE/ 5RHE



Jawaban: B. 2RHZE/4R3H3



2. Tuberkulosis



Soal no 3 Laki-laki usia 56 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang memberat dalam 1 hari ini. Sesak diperberat dengan aktivitas dan sesak sering kambuh sejak anakanak disangkal. Sesak disertai batuk berdahak berwarna kuning kehjauan. Batuk sudah pernah dialami dalam 6 bulan yang lalu namun tidak mengganggu aktivitas. Pasien merupakan seorang perokok selama 20 tahun ini, 15 batang/hari. Tekanan darah 110/70 mmHg, HR 88 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 36 0C. pada pemeriksaan fisik dijumpai wheezing, pada foto thoraks PA dijumpai hiperareasi paru. Apa diagnosis pasien ini?



a. b. c. d. e.



PPOK eksaserbasi akut Pneumonia komunitas Asma eksaserbasi akut Bronkiektasis Gagal jantung kongestif



Jawaban: A. PPOK eksaserbasi akut



3. Penyakit Paru



3. Penyakit Paru • Definisi PPOK – Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel – Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya – Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit • Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) & obstruksi parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. • Bronkitis kronik & emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena: – Emfisema merupakan diagnosis patologi (pembesaran jalan napas distal) – Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (batuk berdahak selama 3 bulan berturut-turut, dalam 2 tahun)



3. Penyakit Paru • Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.



• Gejala eksaserbasi : – Sesak bertambah – Produksi sputum meningkat – Perubahan warna sputum



• Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga : a. b. c.



Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline



1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011



Tatalaksana PPOK Eksaserbasi • Terapi oksigen – pertahankan saturasi 88-92% – Sungkup venturi lebih akurat dan dapat mengontrol pemberian oksigen dibanding kanula hidung – Ventilasi mekanik. Indikasi: gagal nafas akut atau kronik.



• Bronkodilator  short acting beta-2 agonist (SABA) • Kortikosteroid – oral prednisone 40 mg/hari selama 5 hari atau metilprednisolon 32 mg/hari dosis tunggal atau terbagi. – Jika IV diberikan metilprednisolon 3 x30 mg sampai bisa disulih ke oral. PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016



Tatalaksana PPOK Eksaserbasi • Antioksidan – N-asetilsistein 1200 mg/hari IV selama 5 hari atau – erdostein 2 x300 mg/hari selama 7 hari



• Mukolitik • Imunomodulator – Echinacea purpurea 500 mg dan vitamin C 50 mg serta mikronutrien (selenium 15 ug dan zink 10 mg) selama 2 minggu terutama yang disebabkan ISPA.



• Nutrisi • Pemberian antibiotic adekuat – terhadap S pneumonie, H influenzae, M catarrhalis PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016



PPOK Eksaserbasi • Antibiotik diberikan pada – Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala cardinal (sesak napas yang bertambah, meningkatnya jumlah sputum, dan bertambahnya purulensi sputum) – Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala cardinal, apabila salah satunya adalah bertambahnya purulensi sputum – Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis (invasive atau non-invasive)



PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016



Soal no 4 Seorang wanita usia 28 tahun datang dengan keluhan nyeri dada dan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengalami demam dan batuk tidak berobat ke dokter. Dari pemeriksaan foto thoraks dijumpai gambaran cavitas berdinding tebal dengan ireguler “air fluid level” di bagian basal paru. Apakah diagnosis yang paling mungkin pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



TB Paru Pneumonia Abses paru Pneumothoraks Efusi Pleura



Jawaban: C. abses paru



4. Abses Paru • Abses Paru – Proses supuratif lokal yang ditandai oleh nekrosis jaringan paru.



• Etiologi dan patogenesis – Aspirasi materi infektif: alkoholisme akut, koma, anestesia, sinusitis, gingivodental sepsis. – Kelanjutan infeksi paru: abses post-pneumonic, biasanya oleh S. aureus, K. pneumoniae, dan type 3 pneumococcus. – Emboli septik – Neoplasia: infeksi sekunder akibat obstruksi bronkopulmonar. – Lain-lain: trauma langsung, perluasan infeksi dari organ sekitar (supurasi esofagus, vertebra, ruang subfrenik, ruang pleura), hematogen.



4. Abses • Sebagian besar diagnosis ditegakkan dari roentgen toraks. • Kavitas abses memiliki dinding yang terlihat jelas mengelilingi daerah lusen atau adanya air fluid level di area pneumonia.



Soal no 5 Seorang perempuan usia 35 tahun dibawa keluarganya ke IGD rumah sakit dengan keluhan tidak sadar dan demam tinggi. Sebelumnya pasien mual muntah hebat dan mengeluhkan matanya yang sakit. Pada pemeriksaan didapatkan TD 155/100 mmHg, nadi 105 x/menit, ireguler, suhu 41,5 oC dan ditemukan retraksi kelopak mata lag (+). Pasien telah didiagnosis Graves disease sejak 3 tahun yang lalu dan mendapatkan terapi carbimazol. Apakah mekanisme kerja obat tersebut?



a. Menghambat konversi T4 menjadi T3 b. immunosupresan c. Menghambat penggunaan iodine tiroglobulin d. Menghambat coupling iodotirosine e. menghambat pembentukan tiroksin tiroid



oleh



pada



Jawaban: D. menghambat coupling iodotirosine



5. Penyakit Endokrin



5. Hipertiroidisme • Kerja karbimazol: 1. Setelah dikonversi ke metimazol (bentuk aktif) mencegah enzim peroksidase melakukan iodinasi gugus tirosil tiroglobulin dan kopling iodotirosin menjadi T4/tiroksin & T3.



• PTU juga menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer Color atlas of pharmacology. 2nd ed. 2000. http://www.drugbank.ca/drugs/DB00389



https://www.medicines.org.uk/emc/medicine/26934



20. Radioactive Iodine



Soal no 6 Seorang pasien laki-laki, 60 tahun, datang ke IGD dengan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 60 mg/dL. Pasien mendapat obat makan glimepirid untuk DMnya. Pasien juga menderita hipertensi, nyeri kepala, dan sulit tidur. Selama ini, pasien mengonsumsi atenolol dan amlodipine untuk obat hipertensi, dan juga obat NSAID dan pregabalin untuk mengatasi nyeri. Selain itu, pasien juga mengonsumsi diazepam untuk obat sulit tidur. Di antara obat-obatan tersebut, yang manakah yang dapat menutupi tanda dan gejala hipoglikemia?



a. b. c. d. e.



Atenolol Amlodipin NSAID Pregabalin Diazepam



Jawaban: A. atenolol



6. Hipoglikemia •



Respons akut hipoglikemia dimediasi oleh glukagon & epinefrin untuk menaikkan glukosa darah.







Bila respons tersebut gagal, timbul gejala neurogenik yang berasal dari impuls saraf simpatoadrenal di SSP  adrenergik (gemetar, palpitasi, ansietas) dan kolinergik (sweating, hunger). Obat beta bloker (propranolol, atenolol) dapat menyamarkan respon adrenergik.











Bila glukosa darah semakin rendah, timbul gejala neuroglikopenik (confusion,koma) akibat efek langsung hipoglikemia di SSP.



Pathophysiology of disease- an introduction to clinical medicine. 7th ed. 2014.



Soal no 7 Seorang pria usia 25 tahun datang ke IGD RS mengeluh nyeri pinggang dan tidak dapat BAK sejak 12 jam yang lalu. Sebelumnya pasien bisa buang air kecil tetapi air kencing bewarna agak kemerahan bercampur darah. Diketahui ada riwayat konsumsi 10 buah jengkol sekitar 8 jam yang lalu. Tatalaksana yang tepat untuk pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Amoxicilin Furosemide Aspirin Natrium bikarbonat Asam mefenamat



Jawaban: D. natrium bikarbonat



7. Intoksikasi Asam Jengkolat • Jengkol mengandung asam jengkolat & sulfur yang dapat mengkristal di tubulus renal menimbulkan uropati obstruktif, acute kidney injury, atau penyakit ginjal kronik. • Intoksikasi akut dapat terjadi 5-12 jam setelah makan jengkol



• Manifestasi klinis: – – – –



Nyeri pinggang Kolik abdomen Oliguria Hematuria



• Terapi: – Hidrasi agresif untuk meningkatkan aliran urine – Alkalinisasi (biknat) untuk melarutkan kristal asam jengkolat



7. Intoksikasi Asam Jengkolat



Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7



Soal no 8 Pasien laki-laki, 57 tahun, datang diantar keluarganya dengan penurunan kesadaran diketahui sejak 1 jam yang lalu. Dari alloanamnesis diketahui pasien sudah lama mengidap diabetes, sebelumnya pasien minum obat sesuai waktunya, tetapi tidak makan nasi karena tidak nafsu makan. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu 60 mg/dL. Obat apa yang paling mungkin menyebabkan keadaan pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



Metformin Sulfonilurea Acarbose Biguanid Insulin



Jawaban: B. sulfonilurea



8. Hipoglikemia pada DM • Hipoglikemia iatrogenik adalah yang paling sering terjadi. • Hipoglikemia adalah kejadian yang umum pada DM tipe 1. Pada DM tipe 2, pasien yang mendapat insulin lebih berisiko mengalami episode hipoglikemia.



• Insidens hipoglikemia berat (episode per 100 pasien/tahun): • Pada pasien DM tipe 1: 11,5 • Pasien DM tipe 2 dengan terapi insulin: 11,8 • Pasien DM tipe 2 dengan obat oral: 0,05. Hypoglycemia in diabetes: Common, often unrecognized. Cleveland clinical journal of medicine. Vol 71. 4 April 2004.



8. Hipoglikemia pada DM



PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.



8. Hipoglikemia pada DM • Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah trikuspid – Trikuspid umum terkena pada IVDU



– Septic emboli – Immune complex phenomena: – arthritis, – glomerulonephritis, – LED Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. Pocket medicine. 5th ed.



12. Endokarditis Infektif



Soal no 13-14 13. Seorang wanita usia 55 tahun datang dengan keluhan tidak sadarkan diri. Pasien dibawa oleh warga sekitar lokasi kejadian. Saat dibawa ke IGD Pasien tidak bernapas dan tidak teraba nadi. Oleh petugas IGD dilakukan resusitasi jantung paru dan dipasang defibrillator portable, Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil sebagai berikut:



13. Gambar EKG di Soal



Apa tindakan yang paling tepat?



a. b. c. d. e.



Kardioversi 50 J Defibrilasi 50 J Kardioversi 100 J Defibrilasi 200 J Kardioversi 200 J



Jawaban: D. Defibrilasi 200 J



Soal no 14 14. Seorang wanita usia 55 tahun datang dengan keluhan tidak sadarkan diri. Pasien dibawa oleh warga sekitar lokasi kejadian. Saat dibawa ke IGD Pasien tidak bernapas dan tidak teraba nadi. Oleh petugas IGD dilakukan resusitasi jantung paru dan dipasang defibrillator portable, Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil sebagai berikut:



14. Gambar EKG di Soal



Obat apa yang paling tepat diberikan?



a. b. c. d. e.



Amiodaron 300 mg Lidocain 1,5 mg/kg SA 1 mg Adrenalin 1 mg Adenosin



Jawaban: D. Adrenalin 1 mg



13-15 Algoritma Cardiac Arrest ACLS 2015



13-14. Henti Jantung • Ventricular fibrillation – – – –



Chaotic irregular deflections of varying amplitude No identifiable P waves, QRS complexes, or T waves Rate 150 to 500 per minute Amplitude decreases with duration (coarse VF  fine VF)



Coarse VF



Fine VF



Soal no 15 Seorang pasien laki-laki usia 65 tahun datang ke IGD dibawa keluarganya karena tidak sadarkan diri. Sebelum tidak sadar, pasien mengeluh nyeri dada. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, dan pernafasan sedikit-sedikit. Pada EKG didapati gambaran ventrikel fibrilasi. Apakah tatalaksana yang tepat untuk pasien ini…



a. b. c. d. e.



Defibrilasi unsynchronized Defibrilasi synchronized Kardioversi unsynchronized Kardioversi synchronized Tidak perlu dilakukan DC Shock



Jawaban: A. defibrilasi unsynchronized



15. ACLS • Kardioversi terbagi dua: synchronized dan unsynchronized (defibrilasi) – Kardioversi synchronized (ada yang menyebutnya kardioversi saja): • Kejut listrik yang dilepaskan secara sinkron dengan gelombang R atau kompleks QRS. • Sewaktu mode sync dijalankan, lalu tombol shock ditekan, akan ada delay untuk alat mendeteksi irama EKG pasien agar shock dilepaskan bersamaan atau segera setelah puncak gelombang R.



– Defibrilasi (ada yang menyebutnya dengan kardioversi unsynchronized): • DC shock yang dilepaskan secara langsung, tanpa sinkronisasi dengan gelombang EKG.



– Di Indonesia istilah kejut listrik lebih umum dipakai kardioversi (synchronized) dan defibrilasi (unsynchronized) sehingga pada soal ini dipilih defibrilasi unsynchronized untuk kasus VF. https://acls-algorithms.com/synchronized-and-unsynchronized-cardioversion/ http://emedicine.medscape.com/article/1834044-overview



Soal no 16 Seorang pasien laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan perut kembung sejak 3 hari yang lalu. Riwayat sakit lambung sejak 5 tahun yang lalu. Rutin minum antasida dan ranitidin. Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan ulkus pada mukosa gaster. Urea breath test (+). Terapi yang diberikan adalah…



a. b. c. d. e.



Amoksisilin, clindamisin, omeprazole Amosisilin, klaritromisin, ranitidine Amoksisilin, klaritromisin, omeprazole Eritromisin, metronidazole, omeprazole Amoksisilin, omeprazol, ranitidine



Jawaban: omeprazol



C.



Amoksisilin,



klaritomisin,



16. Dispepsia • Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas. • Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu: – nyeri epigastrium, – rasa terbakar di epigastrium, – rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa.



• Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik & fungsional. – Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi, gastritis, duodenitis dan proses keganasan – Untuk dispepsia fungsional, keluhan berlangsung setidaknya selama tiga bulan terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.



Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.



16. Dispepsia



Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.



Konsensus Nasional. Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.



16. H. pylori



Konsensus Nasional. Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.



16. H. pylori



Soal no 17 Seorang laki-laki, 25 tahun, datang ke dokter untuk kontrol. Penderita menderita hipertensi 3 tahun yang lalu, hingga saat ini mendapat obat hipertensi calcium antagonist, ACE inhibitor, dan beta blocker. TD saat ini 160/90 mmHg, nadi 92 x/menit. Dokter mencurigai pasien menderita hipertensi sekunder sehingga dilakukan pemeriksaan aldosterone serum yang menunjukkan hasil abnormal. Bagaimana mekanisme kerja aldosterone?



• • • • •



Meningkatkan lipolisis Meningkatkan glikolisis Meningkatkan ekskresi air Meningkatkan retensi kalium Meningkatkan reabsorbsi natrium



Jawaban: E. meningkatkan reabsorbsi natrium



17. Hipertensi







Krisis hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak, sistol ≥180 mmHg dan/atau diastol ≥120 mmHg, pada penderita hipertensi. – Hipertensi emergensi: disertai kerusakan organ target yang progresif. TD harus diturunkan dalam kurun menit/jam. – Hipertensi urgensi: tidak disertai kerusakan organ target. TD harus diturunkan dalam 24-48 jam. Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. 2015. Ringkasan eksekutif krisis hipertensi. Perhimpunan hipertensi indonesia.



17. Hipertensi • Hipertensi esensial/primer/idiopatik: – etiologi multifaktorial (interaksi gen & lingkungan)



• Hipertensi sekunder: – disebabkan penyakit lain. – Dipikirkan jika onset 50 tahun, hipertensi berat, sulit terkontrol. Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 9th ed. 2014. Pocket medicine. 5th ed.



17. Hipertensi Manifestasi klinis: • Hipertensi ringansedang (11% pasien refrakter dengan 3 obat), • Sakit kepala • Lemah otot • Poliuria • Polidipsia • hypokalemia (seringkali normal), alkalosis metabolik, hipernatremia ringan



Soal no 18 Seorang laki-laki usia 54 tahun datang ke IGD dengan keluhan utama nyeri dada kiri setelah berjalan 100 meter. Nyeri hilang setelah beristirahat 5 menit. Keadaan ini terjadi untuk pertama kali. Pada pemeriksaan EKG 20 menit setelah gejala hilang terdapat ST depresi pada sadapan V1-V4. Kemudian diulangi pemeriksaan EKG satu jam setelahnya, didapatkan hasilnya tidak ada kelainan. Pemeriksaan enzim jantung dalam batas normal. Diagnosis pasien ini adalah…



a. b. c. d. e.



Angina pectoris atipikal Angina pectoris stabil Angina pectoris tidak stabil Angina prinzmetal Angina crescendo



Jawaban: B. Angina pectoris stabil



18. Angina Pektoris



Angina Crescendo



Soal no 19 Seorang perempuan, 55 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri dada sejak 5 bulan lalu. Keluhan dirasakan semakin memberat terutama saat naik tangga atau marah. Keluhan berkurang jika istirahat. Penderita dengan faktor hipertensi dan dislipidemia. Pada pemeriksan fisik didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg, denyut nadi 90 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit. Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Berikut ini adalah gambaran EKG pasien :



19. Gambar EKG di Soal



Apakah terapi awal yang diberikan untuk mengurangi keluhan pasien di atas...



a. b. c. d. e.



Nitrat Dobutamin Epinefrin Sulfas Atropin Amiodaron



Jawaban: A. nitrat



Angina Pektoris Stabil • • • •



Nyeri dada muncul saat aktivitas, stres emosional Nyeri dada hilang dengan istirahat atau nitrogliserin Nyeri dada muncul male 40-70 tahun



Male>female, >30 thn, hiperurisemia



Male>female, dekade 2-3



gradual



gradual



akut



Variabel



Inflamasi



-



+



+



+



Patologi



Degenerasi



Pannus



Mikrotophi



Enthesitis



Poli



Poli



Mono-poli



Oligo/poli



Tipe Sendi



Kecil/besar



Kecil



Kecil-besar



Besar



Predileksi



Pinggul, lutut, punggung, 1st CMC, DIP, PIP



MCP, PIP, pergelangan tangan/kaki, kaki



MTP, kaki, pergelangan kaki & tangan



Sacroiliac Spine Perifer besar



Bouchard’s nodes Heberden’s nodes



Ulnar dev, Swan neck, Boutonniere



Kristal urat



En bloc spine enthesopathy



Osteofit



Osteopenia erosi



erosi



Erosi ankilosis



-



Nodul subkutan, pulmonari cardiac splenomegaly



Tophi, olecranon bursitis, batu ginjal



Uveitis, IBD, konjungtivitis, insuf aorta, psoriasis



Normal



RF +, anti CCP



Asam urat



Prevalens Awitan



Jumlah Sendi



Temuan Sendi



Perubahan tulang Temuan Extraartikular Lab



Soal no 26 Pasien laki-laki, 50 tahun, datang dengan keluhan luka di kaki sejak 2 minggu yang tidak sembuh. Pasien riwayat DM, sekarang pasien merasa lemah, tidak nafsu makan. Hasil vital sign TD 90/60 mmHg, suhu: 40 °C, nadi 132 x/menit, nafas 24 ×/menit. Terdapat luka di plantar pedis dengan ukuran 2 x 5 cm dengan dasar otot. Hasil lab Hb 9,8 mg/dL, leukosit 19.000/uL, trombosit 170.000/uL, GDS: 386 mg/dl, ureum 55 mg/dL, kreatinin 0,9 mg/dL, Na 132 mEq/L, Kalium 3,2 mEq/L, keton urin negatif. Apakah diagnosa yang tepat untuk pasien diatas ?



a. DM dengan sepsis dan ulkus diabetikum plantar pedis b. DM dengan syok sepsis dan ulkus diabetikum plantar pedis c. Ketoasidosis diabetikum dan ulkus diabetikum plantar pedis d. Hiperosmolas ketoasisosis dengan sepsis berat dan ulkus diabetikum e. Hiperosmolar ketoasidosis dengan SIRS dan ulkus diabetikum Jawaban: A. DM dengan sepsis dan ulkus diabetikum plantar pedis



26. DM dengan Infeksi • Kriteria diagnosis DM: 1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau 2. Glukosa darah-2 jam ≥200 mg/dL pada Tes Toleransi Glukosa Oral dengan beban glukosa 75 gram, atau 3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL dengan keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, unexplained weight loss), atau 4. Pemeriksaan HbA1C ≥6,5% dengan metode HPLC yang terstandarisasi NGSP Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.



26. KAD



American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus. Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001



26. Sepsis Guideline 2016



• SOFA Criteria > 2 define as organ dysfunction



Sepsis 2016



Perbedaan kriteria sepsis lama dan baru Terminologi



Sepsis Kriteria Lama



Sepsis 2016



Sepsis



SIRS disertai dengan infeksi fokal



Disfungsi organ akibat infeksi (SOFA > 2)



Sepsis berat



Sepsis dengan disfungsi organ



Tidak ada



Syok sepsis



Sepsis dengan hipotensi Sepsis yang walaupun dengan membutuhkan pemberian cairan adekuat vasopressor untuk mempertahankan MAP>65 dan laktat >2 mmol/L



Diabetic Foot Etiology • Neuropathic or ischemic ulcers • Traumatic wounds • Skin cracks/fissures • Other defects in skin or nail beds



Manifestations • Inflammation • Nonpurulent drainage, friable/discolored granulation tissue, undermining of wound edges • Infection  pus in an ulcer or sinus tract • Necrotizing infection  bullae, soft tissue gas, skin discoloration, foul odor



Microbiology • Mostly polymicrobial • Superficial infections: Grampositive cocci • Deep ulcers, chronically infected and/or previously treated with antibiotics: Gram positive cocci, enterococci, Enterobacteriaceae, Pseudomonas, anaerobes • Extensive inflammation, necrosis, malodorous drainage, gangrene: anaerobic streptococci, Bacteroides sp., Clostridium sp.



IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot. 2017.



Klasifikasi dan Penatalaksanaan Infeksi pada Kaki Diabetik



IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot. 2017.



Management • Wound management • Good nutrition • Appropriate antimicrobial therapy • Glycemic control • Fluid and electrolyte balance



Insulin Therapy in Diabetic Foot



Manajemen Ulkus Diabetik • Kendali metabolik: – pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin, dsb



• Kendali vaskular: – perbaikan vaskular dengan operasi atau angioplasti, biasanya pada keadaan ulkus iskemik



• Kendali infeksi: – pengobatan infeksi secara agresif jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi (adanya kolonisasi pertumbuhan organisme pada hasil swab luka tanpa tanda klinis bukan merupakan infeksi)



• Kendali luka: – pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur dengan konsep TIME: • • • •



Tissue debridement Inflammation and infection control Moisture balance Epithelial edge advancement



• Kendali tekanan: – pembuangan kalus, penggunaan sepatu yang sesuai untuk mengurangi tekanan



• Penyuluhan: – edukasi perawatan kaki secara mandiri pada pasien. Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia. Perkeni. 2015



Soal no 27 Jeanna Fine, seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran akan menjalankan pendidikan profesi di sebuah rumah sakit dan dirinya merasa takut terkena penyakit Hepatitis B, karena dalam pendidikan profesi akan berkontak dengan cairan tubuh pasien. Apa tindakan yang diperlukan sebagai pencegahan agar tidak terkena penyakit tersebut?



a. b. c. d.



pemberian vaksin Hepatitis B, 0, 1 bulan pemberian vaksin Hepatitis B, 0,1,6 bulan pemberian vaksin Hepatitis B, 0,1,6,12 bulan pemberian vaksin Hepatitits B, 1 dosis untuk 3 tahun e. pemberian vaksin Hepatitits B, 1 dosis untuk 5 tahun Jawaban: B. pemberian vaksin Hepatitis B, 0,1,6 bulan



27. Vaksinasi







A Comprehensive Immunization Strategy to Eliminate Transmission of Hepatitis B Virus Infection in the United States Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) Part II: Immunization of Adults



27. Vaksinasi







A Comprehensive Immunization Strategy to Eliminate Transmission of Hepatitis B Virus Infection in the United States Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) Part II: Immunization of Adults



Soal no 28 Seorang pasien laki-laki, 50 tahun, datang dengan keluhan sesak yang semakin memberat sejak 3 hari yang lalu, dan tekanan darah yang semakin tidak terkontrol. Riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu. TD 160/110 x/menit, nafas 28 x/menit, nadi 96 x/menit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan, distensi vena jugular, edem pretibial (+), asites minimal, rhonki basah halus di kedua basal paru, S3 gallop, kardiomegali (+). Pada pemeriksaan lab didapatkan hasil Hb 6,9 g/dL, MCV normal, MCH normal. Apa diagnosis pasien ini?



a. b. c. d. e.



Diabetes melitus Edema paru Gagal jantung kanan Hipertensi derajat II Anemia defisiensi besi



Jawaban: B. edema paru



28. Gagal Jantung



Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.



28. Gagal Jantung



28. Gagal Jantung • Clinical manifestation of acute pulmonary edema: – Acute pulmonary edema usually presents with the rapid onset of dyspnea at rest, tachypnea, tachycardia, and severe hypoxemia. – Crackles and wheezing due to alveolar flooding and airway compression from peribronchial cuffing may be audible. – Release of endogenous catecholamines often causes hypertension.



Soal no 29 Seorang pasien laki-laki, 50 tahun, datang dengan keluhan sesak yang semakin memberat sejak 3 hari yang lalu, dan tekanan darah yang semakin tidak terkontrol. Riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu. TD 160/110 x/menit, nafas 28 x/menit, nadi 96 x/menit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan, distensi vena jugular, edem pretibial (+), asites minimal, rhonki basah halus di kedua basal paru, S3 gallop, kardiomegali (+). Pada pemeriksaan lab didapatkan hasil Hb 6,9 g/dL, MCV normal, MCH normal. Pilihan utama terapi pada kasus ini?



a. b. c. d. e.



Captopril Furosemide CCB Spironolakton Beta blocker



Jawaban: B. furosemide



29. Edema Paru Akut



Soal no 30 Tn Udung, 35 tahun, seorang pasien TB paru baru mulai mengonsumsi OAT kategori I selama dua minggu, pasien merasa mual, badan tidak enak, kemudian badan terlihat kuning. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, tidak didapatkan kelainan lainnya pada pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil SGOT dan SGPT meningkat. Apa yang harus dilakukan?



a. Melanjutkan OAT b. Melanjukan OAT dan hepatoprotektor c. Menghentikan OAT sementara d. Menghentikan Z e. Menghentikan INH



konsumsi



Jawaban: C. menghentikan OAT sementara



30. Tuberkulosis



Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.



Drug Induced Hepatitis • Penatalaksanaan: – Bila gejala klinis (+) (ikterik, mual muntah)stop OAT – Bila gejala klinis (+) disertai enzim hati ↑ >3xstop OAT – Bila gejala klinis (-) disertai hasil laboratorium berikut: • Bilirubin >2stop OAT • Enzim hati ↑ >5xstop OAT • Enzim hati ↑ >3xteruskan pengobatan dengan pengawasan • Panduan OAT yang dianjurkan: – Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ) – Monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan Rifampisin desensitisasi sampai dengan dosis penuh. – Bila klinis dan laboratorium normal , tambahkan INH, desensitisasi sampai dengan dosis penuh sehingga menjadi RHES. – Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi.



Drug Induced Hepatits ec. OAT (Pedoman Tb 2014) • Apabila diperkirakan bahwa gangguan fungsi hati disebabkan oleh karena OAT, pemberian semua OAT yang bersifat hepatotoksik harus dihentikan. • Pengobatan yang diberikan Streptomisin dan Etambutol sambil menunggu fungsi hati membaik. • Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil pemeriksaan fungsi hati kembali normal dan keluhan (mual, sakit perut dsb.) telah hilang sebelum memulai pengobatan kembali. • TB berat dan dipandang menghentikan pengobatan akan merugikan pasien, dapat diberikan paduan pengobatan non hepatatotoksik terdiri dari S, E dan salah satu OAT dari golongan fluorokuinolon.



Drug Induced Hepatits ec. OAT (Pedoman Tb 2014) • Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati, dianjurkan untuk menunggu sampai 2 minggu setelah ikterus atau mual dan lemas serta pemeriksaan palpasi hati sudah tidak teraba sebelum memulai kembali pengobatan. • Jika keluhan dan gejala tidak hilang serta ada gangguan fungsi hati berat, paduan pengobatan non hepatotoksik terdiri dari: S, E dan salah satu golongan kuinolon dapat diberikan (atau dilanjutkan) sampai 18-24 bulan. • Setelah gangguan fungsi hati teratasi, paduan pengobatan OAT semula dapat dimulai kembali satu persatu. • Jika kemudian keluhan dan gejala gangguan fungsi hati kembali muncul atau hasil pemeriksaan fungsi hati kembali tidak normal, OAT yang ditambahkan terakhir harus dihentikan. • Beberapa anjuran untuk memulai pengobatan dengan Rifampisin. Setelah 3-7 hari, Isoniazid dapat ditambahkan. Pada pasien yang pernah mengalami ikterus akan tetapi dapat menerima kembali pengobatan dengan H dan R, sangat dianjurkan untuk menghindari penggunaan Pirazinamid.



Drug Induced Hepatits ec. OAT (Pedoman Tb 2014) •



Paduan pengganti tergantung OAT apa yang telah menimbulkan gangguan fungsi hati. – Apabila R sebagai penyebab, dianjurkan pemberian: 2HES/10HE. – Apabila H sebagai penyebab, dapat diberikan : 6-9 RZE. – Apabila Z dihentikan sebelum pasien menyelesaikan pengobatan tahap awal, total lama pengobatan dengan H dan R dapat diberikan sampai 9 bulan.



• Apabila H maupun R tidak dapat diberikan, paduan pengobatan OAT non hepatotoksik terdiri dari : S, E dan salah satu dari golongan kuinolon harus dilanjutkan sampai 18-24 bulan. • Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap awal dengan H,R,Z,E (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi, berikan kembali pengobatan yang sama namun Z digantikan dengan S untuk menyelesaikan 2 bulan tahap awal diikuti dengan pemberian H dan R selama 6 bulan tahap lanjutan. • Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap lanjutan (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi, mulailah kembali pemberian H dan R selama 4 bulan lengkap tahap lanjutan.



Soal no 31 Datang ke praktek dokter umum, Ny Beti, perempuan, 27 tahun, dengan keluhan susah beraktivitas karena terlalu gemuk, terasa berat saat menggerakkan anggota tubuh, telah mencoba minum jamu pelangsing tetapi tidak memberikan hasil yang baik. Pasien ingin menurutkan berat badan dengan cara diet. Dokter ingin memberikan efek termogenesis gizi. Diet yang diberikan adalah...



a. b. c. d. e.



Rendah kalori, rendah karbohidrat Rendah kalori, tinggi protein Rendah kalori, rendah protein Rendah kalori, rendah lemak Rendah kalori, tinggi karbohidrat



Jawaban: B. rendah kalori, tinggi protein



31. Gizi • Efek termik makanan adalah peningkatan laju metabolisme tubuh (penggunaan kalori) yang terjadi setelah makan untuk mencerna makanan. • Efek termik terbesar dimiliki oleh protein. • Pada penelitian dengan konsumsi kalori 2331 (+/-36) kJ didapatkan efek termik makanan selama 7 jam setelah makan: – Diet tinggi protein mengeluarkan energi sebesar 261 (+/-59) kJ, – Diet tinggi karbohidrat mengeluarkan energi sebesar 92 (+/-67) kJ – Diet tinggi lemak mengeluarkan energi sebesar 97 (+/-71) kJ. European Journal of Clinical Nutrition (1997) 52, 482±488



Soal no 32 Sofia the First, pasien perempuan usia 20 tahun, datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan mual, muntah-muntah, agak demam tidak terlalu tinggi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera Ikterik (+). Nyeri hipokondriak dektra (+). Pasien suka makan di warung pinggir jalan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan IgM anti HAV (+). Terapi utama yang tepat diberikan untuk pasien tersebut adalah…



a. b. c. d. e.



Anti emetik Anti piretik Analgetik Antibiotik Antiviral



Jawaban: A. antiemetik



32. Hepatitis A



32. Hepatitis A • Treatment generally involves supportive care, with specific complications treated as appropriate. – Initial therapy often consists of bed rest. – Nausea and vomiting are treated with antiemetics. – Dehydration may be managed with hospital admission and intravenous (IV) fluids. – In most instances, hospitalization is unnecessary. – The majority of children have minimal symptoms; adults are more likely to require more intensive care, including hospitalization. – Acetaminophen may be cautiously administered but is strictly limited to a maximum dose of 3-4 g/day in adults.



http://emedicine.medscape.com/article/177484-treatment#d9



Soal no 33 Seorang laki-laki, 20 tahun, datang dengan keluhan sesak napas. Tiga hari yang lalu pasien batuk berdahak dan demam tidak terlalu tinggi. Sebelumnya pasien memang sering sesak terutama malam hari namun sembuh sendiri tanpa diobati. Riwayat alergi makanan (+), namun riwayat atopi di keluarga (-). Saat serangan pasien dalam posisi duduk bertumpu tangan, bicara 1-2 kata. Pemeriksaan fisik otot bantu napas (+), retraksi (+). Hasil spirometri akan didapatkan...



a. b. c. d. e.



Reversibilitas APE atau VEP1 >10% Reversibilitas APE atau VEP1 > 15% Reversibilitas APE atau VEP1 >20 % Reversibilitas APE atau VEP1 > 25% Reversibilitas APE atau VEP1 > 30%



Jawaban: B. Reversibilitas APE atau VEP1 > 15%



33. Asma • Definisi: – Gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. – Inflamasi kronik mengakibatkan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang: • mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.



– Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi & seringkali bersifat reversibel. PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. GINA 2005



33. Asma • Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.



• Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. • Riwayat penyakit / gejala : – – – – –



Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respons terhadap pemberian bronkodilator



• Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas. PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004



33. Asma • Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma : – Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. – Reversibilitas: perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. – Menilai derajat berat asma



• Manfaat arus puncak ekspirasi dengan spirometri atau peak expiratory flow meter: – Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu – Variabilitas, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Juga dapat digunakan menilai derajat asma. PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004



33. Asma



Soal no 34 Laki–laki, 47 tahun, datang ke UGD RS karena nyeri dada sejak 6 jam yang lalu, nyeri seperti tertindih beban berat. Nyeri dirasa menjalar hingga ketiak kiri. Nyeri tidak menghilang dengan istirahat. Tensi 100/60 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, RR 22 kali/menit, suhu 36 oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan jantung dan paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan EKG didapatkan sinus ritmik, HR 84 bpm, terdapat ST elevasi pada lead V1--‐V4. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan CKMB dan Troponin. Arteri yang terganggu pada kasus di atas adalah...



a. b. c. d. e.



Left anterior descending artery Posterior descending artery Left circumflex artery Posterior left ventricular artery Right coronary artery



Jawaban: A. left anterior descending artery



34. Sindrom Koroner Akut Lokasi infark pada EKG



Area Anatomik



Arteri Koroner



V1-V6



Anterior V1-V3: anteroseptal V5-V6: apikal



Left anterior descending Proximal LAD Distal LAD/LCx/RCA



II, III, aVF.



Inferior



Right coronary artery atau cabang desendennya



I, aVL, V5, and V6.



Lateral



Left circumflex artery



ST depresi V1-V3, ST elevasi V7-9



Posterior



Right coronary artery atau left circumflex artery



ST depresi lead I, aVL, ST elevasi lead V1-4R



ventrikel kanan



Right coronary artery (proksimal)



Pocket medicine. 5th ed. 2014. Tatalaksana sindrom koroner akut dengan ST elevasi. PERKI. 2004.



Soal no 35 Seorang pasien laki-laki usia 58 tahun, datang dengan keluhan sesak napas sejak sehari yang lalu. Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu berobat tidak teratur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 170/100 mmHg. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologi thorax. Bagaimana hasil foto Thorax PA yang diharapkan?



a. b. c. d. e.



Batas jantung 1/3 hemithorax kiri, apeks terangkat Batas jantung 2/3 hemithorax kiri, apeks tertanam Batas jantung 2/3 hemithorax kiri, apeks terangkat Batas jantung 1/3 hemithorax kiri, apeks tertanam Batas jantung 1/3 hemithorax kanan, apeks tertanam



Jawaban: B. Batas jantung 2/3 hemithoraks kiri, apeks tertanam



35. Hipertrofi Ventrikel



Hipertrofi ventrikel kiri • CTR> 50%, • batas jantung kiri > 2/3 medial hemithorax kiri, • apeks tertanam.



Hemitoraks kanan



Hemitoraks kiri



Hipertrofi ventrikel kanan = melebihi 1/3 medial hemithorax kanan, apex terangkat ke atas, menempel ke sternum



35. Gambaran Ro Kardiomegali • Pembesaran atrium kanan: – bentuk setengah bulatan, – melebihi 1/3 diafragma atau 1/3 medial hemithorax kanan



• Pembesaran atrium kiri – pinggang jantung mendatar/mencembung



Soal no 36 Seorang perempuan berumur 45 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan perut kembung disertai nyeri ulu hati sejak 3 bulan ini. Keluhan dirasakan terutama bila mengalami masalah dalam pekerjaan. Pasien sebelumnya telah beberapa kali berobat ke dokter dan diberi obat lambung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal dan pemeriksaan laboratorium normal. Apakah diagnosis yang paling mungkin untuk kasus di atas?



• • • • •



Ulkus peptik Ca esofagitis Gastritis erosif Dispepsia fungsional Inflammatory bowel disease



Jawaban: D. dispepsia fungsional



36. Dispepsia • Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas. • Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu: – nyeri epigastrium, – rasa terbakar di epigastrium, – rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa.



• Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik & fungsional. – Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi, gastritis, duodenitis dan proses keganasan – Untuk dispepsia fungsional, keluhan berlangsung setidaknya selama tiga bulan terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.



Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. 2014.



36. Dispepsia



Ya



Tidak



Soal no 37 Pasien usia 65 tahun datang dengan penurunan kesadaran setelah minum obat. Menurut keluarga, Pasien menderita DM dan rutin minum obat namun tidak rutin kontrol ke dokter. Akhirakhir ini nafsu makan pasien berkurang. Saat pasien tiba di RS dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Gula darah sewaktu saat ini 45 mg/dL. Terapi apa yang akan diberikan?



a. b. c. d. e.



Bolus dextrose 40% 50 cc Bolus dextrose 10% 50 cc Bolus dextrose 40% 25 cc Bolus dextrose 10% 25 cc Pemberian insulin



Jawaban: C. bolus dextrose 40% 25 cc



37. Hipoglikemia pada DM • Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah 30 ml • Dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal



CT Scan: • Tampak ukuran prostat membesar di atas ramus superior simfisis pubis.



Gambaran BNO IVP Pada BNO IVP dapat ditemukan: • Indentasi caudal buli-buli • Elevasi pada intraureter menghasilkan bentuk J-ureter (fish-hook appearance) • Divertikulasi dan trabekulasi vesika urinaria



“Fish Hook appearance”(di tandai dengan anak panah) Indentasi caudal buli-buli



Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4 Stadium :  Stadium 1 : Obstruktif tetapi kandung mengeluarkan urin sampai habis.



kemih



masih



 Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.  Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.  Stadium 4 : retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan urin menetes secara periodik.



Grade Pembesaran Prostat Rectal Grading Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong : • Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum. • Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum. • Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum. • Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum. • Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.



Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan Gejala dan Tanda (WHO) Keparahan penyakit



Skor gejala AUA (Asosiasi Urologis Amerika)



Ringan



≤7



• Asimtomatik (tanpa gejala) • Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s • Volume urine residual setelah pengosongan 25-50 mL • Peningkatan BUN dan kreatinin serum



Sedang



8-19



Semua tanda di atas ditambah obstruktif penghilangan gejala dan iritatif penghilangan gejala (tanda dari detrusor yang tidak stabil)



Parah



≥ 20



Semua hal di atas ditambah satu atau lebih komplikasi BPH



Gejala khas dan tanda-tanda



Algoritma manajemen terapi BPH BPH



Menghilangkan gejala ringan



Menghilangkan gejala sedang



Menghilangkan gejala parah dan komplikasi BPH Operasi



Watchful waiting α-adrenergik antagonis atau 5-α Reductace inhibitor



Jika respon berlanjut



Jika respon tidak berlanjut, operasi



α-adrenergik antagonis dan 5-α Reductace inhibitor



Jika respon berlanjut



Jika respon tidak berlanjut, operasi



Soal no 50 Ny. Widyawati Setia Nugraha, usia 50 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri pada kedua lutut. Keluhan awalnya dirasakan pada lutut sebelah kanan semakin lama semakin memberat. Nyeri terutama dirasakan saat berjalan jauh dan naik tangga dan keluhan ini sudah mengganggu aktifitas sehari-hari. Hasil pemeriksaan rongent akan didapatkan…



a. b. c. d. e.



Osteolitik Penyempitan celah sendi Tofus Panus Rheumatoid factor



Jawaban: B. Penyempitan celah sendi



50. Osteoartritis



Osteoarthritis (OA)  bahasa Yunani  arthron = sendi dan itis = inflamasi Osteoartritis (OA)  penyakit degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Sendi penyangga berat badan  vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki



A. Bila terjadi kerusakan pada tulang sub-artikuler (1), meningkatnya tekanan pada titik tertentu pada tulang rawan (2), sehingga beban yang diterima pada daerah tersebut berlebihan atau kerusakan tulang rawan sendi oleh karena suatu hal (3) dapat menyebabkan osteoartritis B. Gambar skematis tekanan yang diterima akibat beban tubuh pada sendi yang normal



Etiologi dan Faktor Resiko Umur



Penyakit Metabolik



Cedera Sendi, Pekerjaan, Olahraga



Jenis Kelamin



Kegemukan



Kelainan Pertumbuhan



Suku Bangsa



Genetik



Faktor Lain



Patologis Kelainan Yang Dapat Ditemukan Tulang Rawan Sendi



Tulang Membran Sinovial Kapsul Sendi



Badan Lepas Efusi Nodus heberden dan Bouchard



Gejala Klinis Keluhan Utama



Sendi penopang tubuh



Nyeri



Malam hari



Bertambah Dengan Gerakan



Gejala Klinis Kekakuan Gangguan Pergerakan



Pembengkakan



Nodus Heberden dan Bouchard



Deformitas



Diagnosis



Pemeriksaan Fisik Hambatan Gerak



Krepitasi



Tanda Peradangan



Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris



Deformitas Sendi



Perubahan Gait



Pemeriksaan Penunjang OA Genu • Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain foto X-rays genu AP dan lateral, temuan yang didapat antara lain: – Celah sendi menyempit – Skeloris subkondral – Ditemukan osteofit



• Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah MRI, temuan yang didapat antara lain: penebalan synovium, edema sumsum tulang, defek pada kartilago, bursitis,



Soal no 51 Seorang perempuan, 25 tahun, datang dengan keluhan pergerakan yang aneh di kaki kanannya. Pasien pernah mengalami patah tulang di kaki kanannya tersebut 1 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik tanda vital 120/70 mmHg, HR 86x/menit, RR 20x/menit, t 36.7 0C. Pada pemeriksaan rontgen tampak adanya pseudoarthrosis. Apakah kemungkinan yang terjadi?



a. b. c. d. e.



Non-Union Mal-Union Single Union Double Union Delayed Union



Jawaban: A. Non-Union



51. Penyembuhan Abnormal pada Fraktur Komplikasi



Keterangan



Delayed Union



Delayed union artinya penyatuan yang tertunda, yaitu patah tulang yang tidak menyatu dalam waktu 3-6 bulan, tidak terlihat ada pertumbuhan tulang yang baru, kalaupun ada sangat sedikit, kalus (tulang muda) di sekitar daerah patahan pun sangat kurang.



Non Union



Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis.



Mal Union



Mal union adalah dimana tulang yang patah menyatu dalam waktu yang tepat (3-6 bulan) namun terdapat deformitas (misal: bengkok) ataupun kekuatan tulang yang tidak sempurna.



Non Union • • • •



Apabila fraktur tidak menyembuh antara 6 – 8 bln dan tidak ada konsolidasi sehingga terjadi pseudoartrosis (sendi palsu) Proses penyembuhan sudah berhenti !!! Beberapa jenis non union menurut keadaan ujung fragmen tulang : Hipertrofik & Atrofik /Oligotrofik Penyebab Non union: – – – – – – – – – – – – –



Vaskularisasi yg kurang pada ujung fragmen Reduksi yg tidak adekuat Imobilisasi yg tidak adekuat Waktu imobilisasi yg tidak cukup Infeksi Distraksi Interposisi jaringan lunak Destruksi tulang  tumor atau infeksi Dissolusi hematoma fraktur oleh cairan sinovia Kerusakan periost yg hebat Fiksasi interna yg tidak sempurna Delayed union yg tidak diobati Pengobatan yg salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan



• Gambaran pseudoarthrosis pada fraktur komplit diafisis tibia-fibula • Fratur tampak overlap, angulasi anterior dan internal. Tampak formasi kalus pada margin fraktur, namun tidak tampak “bridging”.



Mal union • Keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yg berbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi, kependekan. • Etiologi – – – –



Fraktur tanpa pengobatan Pengobatan tidak adekuat Reduksi dan imobilisasi yg tidak baik Pengambilan keputusan serta teknik yg salah pada awal terapi – Osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena trauma



-



Gambaran Klinis • Deformitas dengan bentuk bervariasi • Gangguan fungsi anggota gerak • Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi • Ditemukan komplikasi paralisis tardi nervus ulnaris • Daerah sendi  Osteoartritis (OA) • Bursitis atau nekrosis kulit



Pengobatan • Konservatif – Refrakturisasi dengan pembiusan umum – Apabila ada kependekan anggota gerak dapat dipergunakan sepatu ortopedi



• Operatif – Osteotomi korektif dan bone graft disertai dengan fiksasi interna



Delayed Union • Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 – 5 bulan • Delayed Union  Proses penyembuhan masih berlangsung !!! • Etiologi: Sama dengan etiologi pada non union • Gambaran klinis: – Nyeri anggota gerak pada pergerakan dan waktu berjalan – Pembengkakan – Nyeri tekan – Terdapat gerakan yg abnormal pada daerah fraktur – Deformitas







Px Radiologis – Tidak ada gambaran tulang baru – gambaran kista pada ujung2 tulang – Kalus yg kurang di sekitar fraktur







Pengobatan – Konservatif  pemasangan gips utk imobilisasi tambahan 2 – 3 bln – Operatif  union diperkirakan tidak terjadi  fiksasi interna + bonegraft



Soal no 52 Seorang laki-laki, 24 tahun, datang ke UGD dengan keluhan habis kecelakaan dan pinggang terbentur aspal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran CM, tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 120x/ menit, RR 24x/ menit, dan suhu 37,5OC, serat tampak jejas di flank kiri. Dari pemeriksaan urinalisa didapatkan eritrosit darah 100/lpb. CT Scan abdomen didapatkan hematom ginjal kiri, perdarahan perirenal trbatas pada retroperitoneum, robekan parenkim ginjal < 1 cm tidak ada ekstravasasi urin. Diagnosis…



a. b. c. d. e.



Trauma ginjal grade 1 Trauma ginjal grade 2 Trauma ginjal grade 3 Trauma ginjal grade 4 Trauma ginjal grade 5



Jawaban: B. Trauma ginjal grade 2



52. TRAUMA GINJAL MEKANISME TRAUMA : • Langsung • Tidak langsung ( deselerasi) JENIS TRAUMA: • Tajam • Tumpul



PENCITRAAN • BNO – IVP • CT SCAN • MRI • USG TIDAK DIANJURKAN.



DIAGNOSIS • Cedera di daerah pinggang,punggung dan dada bawah dengan nyeri • Hematuri (gross / mikroskopik ) • Fraktur costa bg bawah atau proc.Spinosus vertebra. • Kadang syok • Sering disertai cedera organ lain



AAST Renal Trauma Classification • • • •



grade I: contusion or non-enlarging subcapsular perirenal haematoma, and no laceration grade II: superficial laceration 1 cm without extension into the renal pelvis or collecting system (no evidence of urine extravasation) grade IV – – – –







laceration extends to renal pelvis or urinary extravasation vascular: injury to main renal artery or vein with contained haemorrhage segmental infarctions without associated lacerations expanding subcapsular haematomas compressing the kidney



grade V – – – –



shattered kidney avulsion of renal hilum: devascularisation of a kidney due to hilar injury ureteropelvic avulsions complete laceration or thrombus of the main renal artery or vein



CT Scan contrast Trauma ginjal grade I Tidak ada jejas parenkim ginjal



Hematom Subkapsular



Ginjal Normal



CT Scan contrast Trauma ginjal grade II Laserasi Korteks Ginjal



Hematom Perirenal



CT Scan contrast Trauma ginjal grade III



Panah merah menunjukan Laserasi dalam hingga kortiko-medulari junction



CT Scan contrast Trauma ginjal grade IV Laserasi mencapai collecting duct



Huruf U: menggambarkan eksravasi urine ke peritoneal



CT Scan contrast Trauma ginjal grade V Perdarahan intraperiotenal masif Laserasi mengenai arteri renalis Gambaran perfusi ginjal menurun



BNO-IVP



Plain X-Ray



Demonstrating extravasation of contrast from the right kidney, and a functioning left kidney.



http://www.trauma.org/archive/abdo/renal/case.html



Blunt right renal trauma. Entire collecting system, ureter and bladder filled with a blood clot  radio-opac. (Plain X-Ray)



One shot-Intraoperative Intraveous Pyelography • • • •







Indikasi: pasien yang tidak stabil tidak dimungkinkan dilakukan CT scan, maka perlu dilakukan one shot-IVP di ruang operasi. Teknik: injeksi kontras sebanyak 2 ml/KgBB dan diikuti dgn satu kali pengambilan plain foto tunggal 10 menit post injeksi. Tujuan: memberikan informasi untuk tindakan laparotomi segera, dan data mengenai normal atau tidaknya fungsi ginjal kontralateral. Pada trauma ginjal grade 5 (non-functioning kidney) tidak akan tampak zat kontras yang diekskresikan. Ekstravasasi zat kontras di jaringan sekitar ginjal mungkin terlihat pada grade 1-4. One-shot IVP tidak memiliki manfaat yang signifikan untuk menilai pasien dengan trauma tembus ginjal yang akan menjalani operasi laparotomi.



Soal no 53 Tn Anthony usia 65 tahun datang dengan keluhan benjolan di lipat paha yang menetap, disertai mual dan muntah. Awalnya benjolan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu hilang timbul. Hasil pemeriksaan TD 110/60 mmHg, RR 22x/menit, HR 82 x/menit dan suhu 36,9oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan dilipat paha, nyeri (+), kemerahan (+) bising usus (+) meningkat. Apakah diagnosis pasien tersebut ?



a. b. c. d. e.



Hernia femoralis Hernia reponibel Hernia ireponibel Hernia inkarserata Hernia strangulata



Jawaban: E. Hernia strangulata



53. Hernia



Tipe Hernia



Definisi



Reponible



Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum secara manual atau spontan



Irreponible



Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum



Inkarserata



Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong hernia



Strangulata



Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia  tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah, demam



Hernia Inkarserata dengan Ileus



Soal no 54 Laki-laki usia 35 tahun datang ke IGD dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 8 jam yang lalu. Keluhan yang sama juga dirasakan 3 bulan yang lalu dan pernah BAK bercampur darah 2 bulan yang lalu. Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 90 x/m, RR 28 x/m. Apa tatalaksana pertama untuk pasien diatas?



a. Rectal toucher untuk pembesaran prostat b. Memasang dower cateter c. USG andomen d. Pielografi intravena e. Uretrografi



mengetahui



Jawaban: B. Memasang dower cateter



54. Retensi Urin • Adalah suatu keadaan dimana urine tidak dapat keluar dari bulibuli, sebagian atau seluruhnya • Retensio urine bisa terjadi secara akut atau kronis, bisa juga terjadi secara total atau partial • Acute urinary retention – the sudden and often painful inability to void despite having a full bladder



– kegawatdaruratan dibidang urologi • Chronic urinary retention – painless retention associated with an increased volume of residual urine



• Retensio urine harus bisa dibedakan dengan ANURIA atau OLIGOURIA • Pada anuria, keadaan dimana orang tsb tidak dapat mengeluarkan kencing sama sekali atau < 100 cc / 24 jam karena produksinya di ginjal tidak ada • sedang oligouria adalah berkurangnya produksi air kencing, dikatakan oligouria bila urine < 400 cc / 24 jam



BERDASARKAN LOKASI PENYEBAB I.



SUPRA VESICA Penyebab supra vesika adalah hal-hal yang disebabkan persarafan kandung kemih misalnya trauma medula spinalis, atau kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis akibat trauma operasi atau neuropati DM. II. VESICA Penyebab vesika adalah kelainan kandung kemih yang diakibatkan obstruksi lama atau infeksi kronis yang menyebabkan fibrosis bulibuli sehingga kontraksi buli-buli melemah III. INFRA VESICA Penyebab infra vesika adalah penyebab mekanik seperti klep uretra posterior kongenital, meatus stenosis kongenital, striktur uretra, batu uretra, dan prostat hipertropi



GAMBARAN KLINIK  ANAMNESA Ditujukan untuk mengetahui gejala maupun penyebab retensi. Jenis kelamin, umur penderita penting untuk diketahui, demikian juga penyakit2 yang pernah diderita seperti pernah kencing keluar batu dan darah. Juga perlu diketahui riwayat trauma.  PEMERIKSAAN FISIK • Teraba buli-buli penuh berupa penonjolan di daerah supra pubic yang biasanya nyeri tekan. Pada genitalia externa kita periksa adanya infiltrat urine, fistel, batu uretra maupun tumor • Pemeriksaan colok dibur dilakukan untuk meraba adanya pembesaran prostat dan tumor rektum • Perlu juga dilakukan test BCR (bulbus covernosus reflex) untuk menyingkirkan kemungkinan karena sebab neurogenik



 PEMERIKSAAN PENUNJANG • Foto polos abdomen untuk melihat adanya batu buli-buli/batu urethra atau pada buli-buli • USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendektesi residu urine, batu ginjal dan tumor buli-buli. • IVP Untuk mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary, dengan melihat fungsi ginjal dan ureter. • Uretrografi untuk melihat apakah ada striktur urethra  PENATALAKSANAAN • Urine yang tertahan didalam buli-buli harus segera dikeluarkan untuk menghindari masalah seperti: mudah terjadi infeksi saluran kemih, kontraksi buli-buli menjadi lemah dan timbul hidroureter dan hidronefrosis yang selanjutnya menimbulkan gagal ginjal • Tindakan: – – –



Pemasangan kateter urin Pungsi suprapubik Nefrostomi bila terdapat sumbatan total pada kedua ureter



Tatalaksana Retensi Urin Akut



https://www.aafp.org/afp/2018/1015/p496.html



https://www.aafp.org/afp/2018/1015/ p496.html



Soal no 55 Laki-laki, 30 tahun, datang dengan keluhan perut kembung, disertai mual dan muntah-muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmhg, nadi 90x/ menit, RR 28x/ menit. PF abdomen: meteorismus, perkusi timpani, dan BU (-). Tiga hari sebelumnya pasien diare, namun sudah sembuh karena sudah diberikan obat diare oleh dokter klinik. Pasien direncanakan dilakukan pemeriksaan rontgen abdomen 3 posisi, gambaran radiologis yang tampak adalah...



a. Udara tidak sampai distal, gambaran herring bone, stepladder bertingkat b. Udara sampai distal, gambaran herring bone, stepladder bertingkat c. Udara tidak sampai distal, pre-peritoneal fat menghilang d. Udara sampai distal, distensi usus halus dan usus besar, air fluid level segaris e. Udara tidak sampai distal, gambaran udara bebas pada ruang peritoneum



Jawaban: D. Udara sampai distal, distensi usus halus dan usus besar, air fluid level segaris



55. Ileus Paralitik dan Ileus Obstruktif • Ileus obstruktif (ileus mekanik) – isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus.



• Ileus paralitik – usus gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi mekanik.



Penyebab Tersering Ileus Obstruktif (intralumen, intramural, ekstramural)



55. Ileus Paralitik • Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. • Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melaikan akibat dari berbagai penyakit primer, operasi yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang mempengaruhi kontraksi otot polos usus.



Etiologi • Neurogenik: – – – –



Pascaoperasi Kerusakan medula spinalis Keracunan timbal Iritasi persarafan splanikus



• Iskemia usus



• Metabolik: – – – – –



gang. Keseimbangan elektrolit Uremia Komplikasi DM Penyakit sistemik seperti SLE Sklerosis multipel



• Infeksi: – Pneumonia, empiema, urosepsis, peritonitis dan infeksi berat lainnya



• Obat-obatan: – Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, AH – Loperamid



Manifestasi Klinis • • • • • •



Perut kembung (distensi) Anoreksia Mual Muntah (mungkin ada mungkin tidak) Obstipasi Distensi pada ileus paralitik tanpa disertai adanya nyeri kolik abdomen.



Pemeriksaan Fisik • Pasien menyatakan merasa tidak enak di bagian perutnya. • Inspeksi: distensi abdomen • Auskultasi: bisisng usus lemah dan jarang bahkan tidak ada sama sekali. • Palpasi: nyeri tekan dan nyeri lepas negatif • Perkusi: timpani



Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari kausa ileus paralitik. • Pemeriksaan: – – – – –



Leukosit darah Elektrolit Ureum Glukosa darah amilase



Foto polos abdomen 3 posisi • Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. • Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris) • Air fluid level pada ileus obstruktif memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga)



Ileus Paralitik



Foto polos abdomen: udara sampai ke distal, dilatasi usus halus dan usus besar.



Terapi • Bersifat konservatif dan suportif • Dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. • Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik. • Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral sesuai dengan kebutuhan.



Soal no 56 Tn. Mazzini Setiawan Akbar, 23 tahun, dibawa ke RS oleh teman-temannya karena nyeri pada bahu kanan setelah terjatuh saat bermain bola. Pada pemeriksaan fisik, tampak lengan kanan tampak memanjang dan eksorotasi. Saat diminta untuk digerakkan, pasien merasa sangat kesakitan. Diagnosis pada pasien ini yang paling mungkin adalah...



a. b. c. d. e.



Dislokasi caput humeri ke arah posterior Dislokasi caput humeri ke arah anterior Dislokasi epicondylus humeri Fraktur caput humeri Fraktur shaft humeri



Jawaban: B. Dislokasi caput humeri ke arah anterior



56. Dislokasi Bahu (D.Glenohumeralis) • Keluarnya caput humerus dari cavum gleinodalis •



Etio : 99% trauma







Pembahagian • Dis. Anterior (98 %) • Dis.Posterior (2 %)



• Dis. Inferior



• Mekanisme Trauma • Puntiran sendi bahu tiba-tiba



• Tarikan sendi bahu tiba-tiba • Tarikan & puntiran tiba-tiba



Dislokasi Anterior  Lengkung (contour) bahu berobah,  Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna



 Teraba caput humeri di bag anterior  Prominent acromion, sulcus sign  Back anestesi  ggn n axilaris  Radiologis  memperjelas Diagnosis  Rontgen Foto  CT Scan



Sulcus Sign test • a shoulder stability examination to determine if there is anterior or multidirectional instability observed between the acromion and the humeral head. • With the arm straight and relaxed to the side of the patient, the elbow is grasped and traction is applied in an inferior direction



Prominent acromion



Sulcus Sign



Dislokasi Posterior: Klinis • Lengan dipegang di depan dada • Adduksi • Rotasi interna • Bahu anterio tampak lebih datar (flat and squared off)



Soal no 57 An. Arsenio Sharique Zhafran, usia 2 tahun diantar kedua orang tuanya ke RS dengan keluhan menangis saat berkemih. Sejak 2 hari SMRS, pasien tampak tidak nyaman ketika berkemih, namun tidak pernah samapai menangis. Dari fisik Dari pemeriksaan fisik didapatkan penis bengkak dan preputium tidak bisa ditarik ke belakang. Diagnosis pada kasus ini adalah...



a. b. c. d. e.



Phimosis Balanitis Varikokel Hidrokel Ureteritis



Jawaban: B. Balanitis



57. Balanitis Definisi • Balanitis adalah radang pada glans penis • Posthitis adalah radang pada kulup. • Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi. • Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan kanker di kemudian hari. Etiologi • Penyebab paling umum dari balanitis adalah kebersihan yang buruk. • Lebih sering pada pasien dengan fimosis Gejala • Penderita merasa nyeri dan gatal, warna kepala penis kemerahan dan bengkak. Pengobatan • Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik. • Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi • Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus dilakukan penyunatan.



Balanoposthitis • Balanitis (inflammation of the glans) • Posthitis (inflammation of the foreskin) • More likely to affect boys under four years of age • Approximately 1 in every 25 boys and 1 in 30 uncircumcised males (at some time in their life • Complication: – Often causes later adhesions or phimosis



57. Phimosis Phimosis • Prepusium tidak dapat ditarik kearah proksimal • Fisiologis pada neonatus • Komplikasiinfeksi – Balanitis – Postitis – Balanopostitis



• Treatment – Dexamethasone 0.1% (6 weeks) for spontaneous retraction – Dorsum incisionbila telah ada komplikasi



Paraphimosis • Prepusium tidak dapat ditarik kembali dan terjepit di sulkus koronarius • Gawat darurat bila – Obstruksi vena superfisial  edema dan nyeri  Nekrosis glans penis



• Treatment – Manual reposition – Dorsum incision



Komplikasi Fimosis & Patofisiologinya • Ujung prepusium menyempit, – Smegma >>  benjolan lunak di ujung penis. – Pancaran urin kecil  urin terkumpul di sakus prepusium  penis tampak menggelembung saat BAK. – Higiene berkurang  infeksi prepusium (postitis), infeksi glans (balanitis), balanopostitis.



Tatalaksana Fimosis • Steroid topikal selama 1-2 bulan • Dorsal slit (sudah tidak banyak dipakai) • Sirkumsisi • Retraksi paksa tidak boleh dilakukan  risiko infeksi dan sikatriks



http://emedicine.medscape.com/article/



http://en.wikipedia.org/wiki/



Male Genital Disorders Disorders



Etiology



Clinical



Testicular torsion



Intra/extra-vaginal torsion



Sudden onset of severe testicular pain followed by inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal upset with nausea and vomiting.



Hidrocele



Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen blood blockage in the testicle,Transillumination + spermatic cord Inflammation or injury



Varicocoele



Vein insufficiency



Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is often described as feeling like a bag of worms



Hernia skrotalis



persistent patency of the processus vaginalis



Mass in scrotum when coughing or crying



Chriptorchimus



Congenital anomaly



Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other area, hidden or palpated as a mass in inguinal. Complication:testicular neoplasm, subfertility, testicular torsion and inguinal hernia



Soal no 58-59 58. Seorang laki-laki berusia 23 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut bagian kanan. Dari anamnesis didapatkan nyeri kanan bawah disertai mual, muntah dan tidak mau makan. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh 37.8 C, nyeri tekan Mc Burney (+), nyeri alih (+), nyeri tekan lepas (+). Pada pemeriksaan lab leukosit 13000 dan segmen 86%. Berapakah skor Alvarado pada kasus diatas?



a. b. c. d. e.



6 7 8 9 10



Jawaban: E. 10



59. Pasien perempuan berumur 25 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang bertambah berat bila os batuk. Pada pemeriksaan tanda vital TD 90/60 , HR 80x/menit , RR 20x/menit, 36°C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri di regio abdomen kanan saat penekanan abdomen kiri. Apa pemeriksaan yang menjadi tanda khas pada pasien diatas?



a. b. c. d. e.



Rovsing sign Curvoiser sign Turtle sign Backleg sign Puddle sign



Jawaban: A. Rovsing sign



58-59. Appendisitis



Alvarado Score



Soal no 60 Ny. Abshari Nuria Rahmatiani, 25 tahun, datang ke poliklinik Pratista dengan keluhan terdapat benjolan pada lengan kanan. Pasien tidak menyadari sejak kapan benjolan tersebut muncul. Dari pemeriksaan didapatkan benjolan berdiameter ±1cm, mobile, pseudofluktuan, sama dengan warna kulit sekitarnya, dan tidak nyeri. Kemungkinan diagnosis pasien adalah....



a. b. c. d. e.



Ateroma Lipoma Ganglion Kista dermoid Kista epidermal



Jawaban: B. Lipoma



60. Lipoma



Soal no 61 Anak Arroyan Dylan Alfarizqi, 5 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan susah kencing. Saat kencing tidak memancar tetapi merembes ke bawah sehingga celanannya selalu basah saat kencing. Pada saat ereksi penis melengkung ke bawah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan orificium eksterna tertarik ke arah ventral. Apa diagnosis pasien tersebut?



a. b. c. d. e.



Hipospadia Epispadia Fimosis Parafimosis Striktur urethra



Jawaban: A. Hipospadia



61. Hipospadia



Soal no 62 Anak Athafariz Radeya Fadhil, 15 tahun, datang ke RS Sukamiskin karena mengeluh nyeri mendadak pada buah zakar setelah bangun pagi hari. Dari pemeriksaan fisik ditemukan testis kiri lebih horizontal, bengkak, dan kemerahan pada scrotum. Dari USG testis didapatkan caput epididimis dan cordae membesar dengan cairan didalamnya. Kemungkinan diagnosis pasien adalah...



a. b. c. d. e.



Torsio testis Epididimo-orchitis Tumor testis Hidrokel Varikokel



Jawaban: A. Torsio testis



62. Torsio Testis



Soal no 63-64 63. Ny. Aiko Fidelya Engrasia, 40 tahun, tiba di IGD RS 15 menit yang lalu. Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Jatinegara Kaum. Dari surat rujukan, diketahui pasien mengalami luka bakar grade II-III akibat ledakan kompor. BB pasien 45 kg dengan total luas luka bakar yang diderita 40%. Terapi cairan selama 8 jam pertama (rumus Baxter) adalah…



a. b. c. d. e.



3600 5500 4500 7200 6200



Jawaban: A. 3600



64. Seorang perempuan usia 35 tahun diantar oleh suaminya ke Puskesmas karena mengalami luka bakar akibat ledakan kompor gas. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sadar, tidak mengalami sesak nafas, TD 100/60 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit, frekuensi nafas 20x/menit. Pasien mengalami luka bakar derajat II dan perkiraan luas luka bakar 40%. Apakah terapi yang paling tepat dilakukan?



a. b. c. d. e.



Memberikan morfin IV Memberikan ketorolac I.V. Memberikanmetampiron I.V. Memberikan antibiotic spectrum luas Memberikan cairan infus RL 4ml/kgBB/luas luka bakar



Jawaban: E. Memberikan cairan infus RL 4ml/kgBB/luas luka bakar



63-64. Luka Bakar



To estimate scattered burns: patient's palm surface = 1% total body surface area



Total Body Surface Area



• Rumus Baxter: 4x40x45 = 7200ml • 8 jam pertama: 7200/2 = 3600



Parkland formula = baxter formula http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml



Soal no 65 Tn. Izza Fannan Pramudanna, 28 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa kencing. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri suprapubik. Pasien sebelumnya pernah kencing keluar batu disertai darah. Sering nyeri diakhir berkemih. Saat ini, untuk penanganan pertama, oleh dokter, pasien segera dipasang kateter urin namun tidak bisa. Kemungkinan diagnosis pasien adalah...



a. b. c. d. e.



Nefrolithiasis Ureterolithiasis Vesikolithiasis Uretrolithiasis Striktur uretra



Jawaban: D. Uretrolithiasis



65. Batu Uretra • Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli, kemudian masuk ke uretra. • Batu uretra yang merupakan batu primer terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali jika terbentuk di dalam divertikel uretra. • Angka kejadian batu uretra ini tidak lebih 1% dari seluruh batu saluran kemih. http://emedicine.medscape.com/



Uretra • Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari vesika urinaria melalui proses miksi. • Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu – uretra posterior tdd uretra pars prostatia dan uretra pars membranesa – Uretra anterior tdd pars bulbosa, pars penularis, fossa navukularis dan meatus uretra eksterna



• Panjang uretra – wanita  kurang lebih 3-5 cm – uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm (Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering ada pria)



Batu Uretra • Batu uretra: – 2/3 batu uretra terletak di uretra posterior – 1/3 batu uretra terletak di uretra anterior



• Gejalatidak spesifik, terdapat gejala-gejala obstruksi – – – – – – – – – – –



Asimptomatik Riwayat sering nyeri pinggang sebelumnya Retensi urinKeluhan tersering Disuria Aliran mengecil Frequency Dribbling Hematuria Mengeluar batu kecil saat kencing atau kencing berpasir Batu uretra posteriorNyeri yang menjalar ke perineum atau rectum Batu uretra anteriornyeri pada daerah tempat batu berada atau menjalar ke penis http://www.bjui.org/ContentFullItem.aspx?id=840&SectionType=1&title=Ob structing-Calculi-within-the-Male-Urethra



Gejala • Nyeri kolik • Hematuria • Nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, • Terlihat tanda-tanda gagal ginjal • Adanya retensi urine



Radiologi • Foto Polos Abdomen – Melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai, sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen.



• Pielografi Intra Vena – Menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. – Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak – Tidak dapat digunakan pada situasi penurunan fungsi ginjal



• Ultrasonografi – Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. – Dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau adanya pengkerutan ginjal



• CT Urografi – Baku standar pemeriksaan batu saluran kemih – Dapat digunakan pada pasien dengan penuruna fungsi ginjal



acoustic shadowing



Sumbatan di uretra pars prostatika



Tatalaksana • Medikamentosa, bersifat simtomatis, yaitu bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan memberikan diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. • Litotripsy uretroskopi • Bedah terbuka



Soal no 66 Pasien dirujuk dari mantri dengan suspek patah tulang tertutup cruris. Pasien telah dipasang bidai oleh mantri. Pada pemeriksaan didapatkan deformitas pada cruris kanan, nyeri tekan (+), krepitasi (+). Anda sebagai dokter PTT Puskesmas ingin merujuk pasien tersebut ke fasilitas yang lebih memadai. RS terdekat 6 jam perjalanan dari Puskesmas. Apa tatalaksana yang tepat dilakukan?



a. b. c. d. e.



Foto cruris Langsung rujuk ke RS Memperkuat bidai Memberikan antibiotik Memeriksa tanda-tanda kompartemen



sindrom



Jawaban: E. Memeriksa tanda-tanda sindrom kompartemen



66. Compartment Syndrome



Soal no 67 Seorang pemain sepakbola bernama Tn. Ikhsanul Shahbaz Wisnutama, 25 tahun, datang ke IGD RS Polri diantar pelatih, dengan keluhan nyeri pada lutut kanan saat sedang berlatih sepak bola dengan rekan satu timnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anterior drawer test (+) dan terdengar bunyi plop pada lututnya. Kemungkinan diagnosis pasien adalah...



a. b. c. d. e.



dislokasi patella Lesi meniscus medialis Ruptur ligamentum cruciatum anterior Fraktur tertutup supraconilar femur Osteoarthritis



Jawaban: C. Ruptur ligamentum cruciatum anterior



67. Ruptur Anterior Cruciatum Ligament • Anterior Cruriatum Ligament adalah salah satu dari empat major ligament di lutut. ACL berfungsi sebagai stabilitator dan pembatas gerak pada lutut. • Ruptur ACL ( Anterior Cruriatum Ligament ) adalah robeknya satu ligamen pada lutut yg menghubungkan tulang kaki bg atas ( distal femur ) dan tulang kaki bg bawah ( proksimal tibia ) • 80% of knee ligament injury is on ACL.



Klasifikasi



Parsial



Total



https://ufhealth.org/anterior-cruciateligament-acl-injury



Etiologi



Manifestasi Klinis • Popping sound • Bengkak dan nyeri • Lutut tidak stabil



• Anterior drawer test (+) • Hipotrofi-atrofi (kronik)



Symptoms • • • • • •



Pain, often sudden and severe A loud pop or snap during the injury Swelling A feeling of looseness in the joint Inability to put weight on the point without pain In ACL injury, knee is able to flexion but unable to extension. In PCL injury, knee is in extension position.



Soal no 68 Tn. Haikal Fathan Ghazawan, 30 tahun, datanng ke IGD RS dengan keluhan mulut tidak bisa terbuka yang terjadi tiba-tiba. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan trismus (+) dan dinding abdomen tegang seperti papan. Terdapat riwayat luka tertusuk paku saat pasien bekerja di proyek pembangunan. Kemungkinan diagnosis yang dialami pasien adalah...



a. b. c. d. e.



Parkinson. Rabies Kejang Meningitis Tetanus



Jawaban: E. Tetanus



68. Tetanus • Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh eksotosin spesifik Clostridium tetani. • Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus punctum (luka tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.  tetanus prone wound



Tanda dan gejala • Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa minggu bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 – 12 hari. • Suhu tubuh normal hingga subfebris • Tetanus lokal  otot sekitar luka kaku • Tetanus generalisata – – – – –



Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut Rhesus sardonicus Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak Sukar menelan Opistotonus



• Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat. • Sekujur tubuh berkeringat.



Stadium klinis Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s : 1. Grade 1 (ringan) – Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.



2.



Grade 2 (sedang) – Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.



3.



Grade 3 (berat) – Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus meningkat.



4.



Grade 4 (sangat berat) – Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering kali menyebabkan “autonomic storm”.



Diagnosis dan Komplikasi • Diagnosis – Klinis – Pewarnaan gram



• Komplikasi – – – – – –



Anoksia otak fraktur vertebra Aspirasi, penumonia Low intake, Dehidrasi Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis Kematian



Soal no 69 Anak, Agneta Laurinda Salvia Santoso, usia 12 hari, datang dengan keluhan muntah beberapa jam setelah makan. Sering muntah berwarna kehijauan. Pemeriksaan fisik anak tampak lemah, dilakukan pemsangan infus dan dilakukan pemeriksaan radiologis. Pada pemeriksaan radiologis terdapat hasil gambaran double bubble. Apa diagnosis yang paling tepat?



a. b. c. d. e.



Invaginasi Stenosis ani Stenosis gaster Stenosis duodenum Atresia bilier



Jawaban: D. Stenosis duodenum



69.Stenosis Duodenum • Ada berbagai jenis tipe obstruksi duodenum, obstruksi dapat parsial maupun komplit, ekstrinsik atau instrinsik, atau bahkan kedua-duanya. • Atresia dan stenosis duodenum termasuk dalam obstruksi instrinsik. Gejala klinis yang paling sering muncul adalah muntah bilious dan intoleransi makanan. • Dari pemeriksaan fisis, tdak ada temuan yang spesifik untuk menegakkan diagnosis, namun mungkin kita akan menemukan distensi pada perut bagian atas.



• Pada foto polos abdomen akan didapatkan gambaran udara double bubble yang merupakan patognomonis gambaran pada obstruksi duodenum.



Tatalaksana • Duodenuduodenostomy atau duodenotomy dengan reseksi membran merupakan pilihan tindakan operatif pilihan dengan hasil cukup bagus dan memiliki riwayat morbiditas post operatif yang minimal.



GIT Congenital Malformation Disorder



Clinical Presentation



Hirschprung



Congenital aganglionic megacolon (Auerbach's Plexus) Fails to pass meconium within 24-48 hours after birth,chronic constipation since birth, bowel obstruction with bilious vomiting, abdominal distention, poor feeding, and failure to thrive, Chronic Enterocolitis. RT:Explosive stools . Criterion standardfull-thickness rectal biopsy. Treatment  remove the poorly functioning aganglionic bowel and create an anastomosis to the distal rectum with the healthy innervated bowel (with or without an initial diversion)



Anal Atresia



Anal opening (-), The anal opening in the wrong place,abdominal distention, failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula (perineum, rectovagina, rectovesica, rectovestibuler). Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the rectum ending in a blind pouch. High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula



Hypertrophic Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus Pyloric functional gastric outlet obstruction Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive



Disorder



Clinical Presentation



Oesophagus Atresia



Congenitally interrupted esophagus Drools and has substantial mucus, with excessive oral secretions,. Bluish coloration to the skin (cyanosis) with attempted feedings Coughing, gagging, and choking, respiratory distressPoor feeding



Intestine Atresia



Malformation where there is a narrowing or absence of a portion of the intestine Abdominal distension (inflation), fails to pass stools, Bilious vomiting



http://en.wikipedia.org/wiki/



http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth



Congenital Malformation



Atresia anii



Duodenal atresia



Intussusception



Hirschprung



http://emedicine.medscape.com/



Learningradiology.om



Soal no 70 William Axelrod, pasien laki-laki, 30 tahun, datang dengan keluhan sering ejakulasi dini saat berhubungan dengan istri. Pasien juga mengeluhkan merasakan hangat pada area pampiniformis saat berhubungan. Keluhan lainnya, sampai usia 2 tahun pernikahan belum dikaruniai anak, walaupun telah rutin berhubungan tanpa kontrasepsi. Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



Hipogonadism Varikokel Delayed ejaculation Disfungsi ereksi Hidrocele



Jawaban: B. Varikokel



70. Varikokel • Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. • Varikokel merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel.



ETIOLOGI • hilangnya mekanisme pompa otot atau atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus pampiniformis. • Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior. • Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan dengan kedalam v. spermatika interna kiri. • Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika . • Tekanan v. spermatika interna meningkat • Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.



PATOGENESIS Varikokel  mengganggu proses spermatogenesis dengan cara:



1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis  hipoksia 2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (katekolamin dan prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis. 3. Peningkatan suhu testis. 4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan  zat-zat hasil metabolit tidak dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan  menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan  infertilitas.



GEJALA KLINIS • Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri. • Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman. • Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi dimana varikokel terdapat.



PEMERIKSAAN FISIK • Pemeriksaan dilakukan dgn pasien dalam posisi berdiri, perhatikan keadaan skrotum kemudian dilakukan palpasi  bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung (bag of worms) yang berada di sebelah kranial testis, adanya distensi kebiruan dari dilatasi vena. • Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi dengan manuver valsava.



Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat: 1. Derajat I kecil: varikokel dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver valsava 2. Derajat II sedang: varikokel dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver valsava 3. Derajat III besar: varikokel sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan manuver valsava. (manuver valsava = mengedan)



• pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. • Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer.



• pemeriksaan analisis semen dilakukan untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi.



• Hasil analisis semen pada varikokel menunjukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature,) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).



PEMERIKSAAN PENUNJANG • Angiografi/Venografi • Ultrasonografi (USG)



PENATALAKSANAAN Indikasi Operasi : • Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus segera dioperasi dengan tujuan membalikkan proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi testis. • Remaja dengan varikokel grade I – II tanpa atrofi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka disarankan untuk dilakukan varikokelektomi.



TINDAKAN OPERASI Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai teknik. 1. 2. 3. 4. 5.



Teknik Retroperitoneal (palomo) Teknik Inguinal (ivanissevich) Teknik Laparoskopik Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein ) Teknik Embolisasi



PROGNOSIS • 6 bulan setelah operasi didapatkan perbaikan signifikan volume testis kiri dan konsentrasi spermatozoa. • Kehamilan terjadi pada 3 bulan pasca operasi berkisar 25% dan meningkat menjadi 50% pada 6 bulan pasca operasi.



Soal no 71 Reyna Mizunashi, seorang wanita umur 50 tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari puting susu disertai darah, berulang sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat penggunaan kontrasepsi oral dengan siklus menstruasi normal. Pada pemeriksaan fisis tidak didapatkan benjolan, tidak ada retraksi papil, tidak ada pembesaran kelenjar. Diagnosis yang tepat adalah....



a. b. c. d. e.



Papilloma intraduktal Fibrokistik FAM Tuphyloides Mastitis



Jawaban: A. Papilloma intraduktal



71. The Breast Tumors



Onset



Feature



Breast cancer



30-menopause



Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu), Peau d’orange , hard, Painful, not clear border, infiltrative, discharge/blood, Retraction of the nipple,Axillary mass



Fibroadenoma mammae



< 30 years



They are solid, round, rubbery lumps that move freely in the breast when pushed upon and are usually painless.



Fibrocystic mammae



20 to 40 years



lumps in both breasts that increase in size and tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally have nipple discharge



Mastitis



18-50 years



Localized breast erythema, warmth, and pain. May be lactating and may have recently missed feedings.fever.



Philloides Tumors



30-55 years



intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm, smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the tumor may become reddish and warm to the touch. Grow fast.



Duct Papilloma



45-50 years



occurs mainly in large ducts, present with a serous or bloody nipple discharge



71. Papilloma Intraduktal • Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan menyerupai kutil dengan disertai tangkai yang tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari jaringan glandular dan jaringan fibrovaskular. • Epidemiologi: terjadi pada wanita pada masa reproduktif akhir, atau post-menopause. Usia rerata 48 tahun.



Gejala dan Tanda • Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe soliter dengan diameternya kurang dari 1cm dan sering timbul pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari pasien datang dengan nipple discharge yang serous dan bercampur darah. • Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa pada area subareola walaupun massa ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan fisis. Massa yang teraba sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi. • Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala nipple discharge dan biasanya terjadi pada duktus yang kecil. Diperkirakan hampir 25% dari Papilloma Intraduktus multiple adalah bilateral. http://radiopaedia.org/



Etiologi dan Patogenesis • Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas. • There are associated predisposing risk factors: – Genderwith women having a higher risk than men – Obesity – alcohol consumption – contraceptive use – lifetime estrogen exposure – physical inactivity – the patient's reproductive history • Dari kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait dengan proliferasi dari epitel fibrokistik yang hiperplasia. • Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti broad-based atau pedunculated polypoid epithelial lesion yang bisa mengobstruksi dan melebarkan duktus terkait. • Kista juga bisa terbentuk hasil dari duktus yang mengalami obstruksi. http://radiopaedia.org/



https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519539/



Pemeriksaan Radiologis • Mammografi • Biasanya gambaran normal • Gambaran yang dapat ditemukan dilatasi duktus soliter maupun multipel, massa jinak sirkumskripta (sering di subareola), atau kalsifikasi.



• Galactography • Gambaran abnormalitas ductus: filling defect, ectasia, obstruksi, atau irregularitas. Tidak spesifik • Dapat evaluasi jumlah, lokasi, penyebaran, dan jarak dari areola.



• USG • Gambaran terlihat jelas sebagai nodul padat atau massa intraduktal dapat pula berupa kista dalam duktus. • Colour doppleruntuk melihat vaskularisasi. http://radiopaedia.org/



• Galactogram



USG • Atas: nodul solid dalam duktus • Bawah: nodul bertangkai dengan dilatasi duktus



Tatalaksana dan Prognosis • Papilloma intraduktal solitereksisi • Menurut komuniti dari College of American Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai risiko 1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma mammae.



Soal no 72 Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan terdapat benjolan pada leher depan sebelah kanan sejak 3 tahun yang lalu. Dalam 1 tahun terakhir benjolan tumbuh dengan cepat, dan dalam 6 bulan terakhir suara menjadi parau. Pada palpasi nodul teraba keras dan disertai pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan keganasan. Diagnosis keganasan yang paling mungkin ialah...



a. b. c. d. e.



Adenokarsinoma folikularis Adenokarsinoma papilaris Adenokarsinoma medularis Keganasan anaplastik Penyakit hashimoto



Jawaban: B. Adenokarsinoma papilaris



72. Kanker Tiroid • Epidemiologi - Merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang terbanyak. - Lebih banyak pada wanita - Usia penderita 50 tahun • Etiologi yang pasti belum diketahui. • Beberapa faktor predisposisi:       



Penyinaran di daerah kepala leher dan dada. Stimulasi terus menerus TSH pada goitre. Hashimoto / Tiroiditis Otoimun Genetika yang abnormal. Kekurangan yodium atau kelebihan yodium. Penyakit Grave dan Stimulator Endogen. Inborn Error Metabolisme Tiroid.



Faktor Risiko • Paparan radiasi pada tiroid • Age and Sex • Nodul jinakpaling sering pada wanita 20-40 years (Campbell, 1989) • 5%-10% of these are malignant (Campbell, 1989) • Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi memiliki nodul yang ganas • Family History – History of family member with medullary thyroid carcinoma – History of family member with other endocrine abnormalities (parathyroid, adrenals) – History of familial polyposis (Gardner’s syndrome) optimized by optima



Gejala Klinis • Biasanya, satu-satunya gejala yang diduga sebagai keganasan adalah adanya massa tiroid teraba yang tidak nyeri atau kelenjar getah bening yang membesar. • Terkadang, pasien datang dengan gejala dan tanda-tanda yang perlu diwaspadai untuk kemungkinan kondisi ganas. • Gejala dan tanda tersebut misalnya: – – – – – – –



suara serak (akibat penekanan n. Laryngeus rekuren) nyeri lokal Disfagia sesak napas Hemoptisis nodul atau massa pada leher tidak nyeri yang cepat membesar Stridor



Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO: •



Tumor epitel maligna – – – – – –







Persen



Fibrosarkoma Lain-lain



Karsinoma tiroid papiller



75%



Tumor maligna lainnya



karsinoma tiroid folikuler



16 %



karsinoma tiroid medular



5%



Undifferentiated



3%



karsinoma jenis lainnya



1%



– – – –







Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4 tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma anaplastik. Jenis kanker



Tumor non-epitel maligna – –







Karsinoma folikulare Karsinoma papilare Campuran karsinoma folikulare-papilare Karsinoma anaplastik ( undifferentiated ) Karsinoma sel skuamosa Karsinoma Tiroid medulare



Sarkoma Limfoma maligna Haemangiothelioma maligna Teratoma maligna



Tumor sekunder dan unclassified tumors



490



Evaluation of the thyroid Nodule (Physical Exam) •



Examination of the thyroid nodule: • consistency - hard vs. soft • size - < 4.0 cm • Multinodular vs. solitary nodule – multi nodular - 3% chance of malignancy (Goldman, 1996) – solitary nodule - 5%-12% chance of malignancy (Goldman, 1996) • Mobility with swallowing • Mobility with respect to surrounding tissues • Well circumscribed vs. ill defined borders



• •



• •



Examine for ectopic thyroid tissue Indirect or fiberoptic laryngoscopy – vocal cord mobility – evaluate airway Systematic palpation of the neck Metastatic adenopathy commonly found: – in the central compartment (level VI) – along middle and lower portion of the jugular vein (regions III and IV) and



optimized by optima



Evaluation of the Thyroid Nodule • Blood Tests







– Thyroid function tests • thyroxine (T4) • triiodothyronin (T3) • thyroid stimulating hormone (TSH)



– Serum Calcium – Thyroglobulin (TG) – Calcitonin







• USG : – 90% accuracy in categorizing nodules as solid, cystic, or mixed



Radioactive iodine – is trapped and organified – can determine functionality of a thyroid nodule – 17% of cold nodules, 13% of warm or cool nodules, and 4% of hot nodules to be malignant FNAB : Currently considered to be the best first-line diagnostic procedure in the evaluation of the thyroid nodule



(Rojeski, 1985)



– Best method of determining the volume of a nodule (Rojeski, 1985) – Can detect the presence of lymph node enlargement and calcifications



optimized by optima



Foto USG



Gb.4 USG Ca Thyroid Papiler (A)Gambaran kontur yang ireguler dan deformasi kapsul thyroid. (B)Sonogram tranversal lobus kanan tampak focus echogenic punctat tanpa bayangan akustik posterior, temuan mengarah pada kalsifikasi (panah) (C)Sonogram transversal isthmus thyroid menunjukkan tumor dengan hipoechogenisitas yang jelas dan batas irreguler(panah) dan tanpa halo hipoechoic



• USG Colour Doppler



Gambar USG dan USG Doppler Ca Folikuler (A)gambaran USG Transversal menunjukkan lesi dengan batas jelas, heterogen, padat iso-hypoechoic berbentuk nodul tiroid oval,menunjukkan lesi folikular. (B)Gambaran doppler tranversal menunjukkan vaskularisasi intranodular (sentral) dan perifer



CT-Scan Tiroid



Ca Thyroid Papiler pada CT Scan dengan Kontras gambaran carcinoma thyroid bilateral berukuran kecil, perubahan substansi kistik di bagian sentral, fokus berukuran kecil yang terkalsifikasi (gambar anak panah)



Classification of Malignant Thyroid Neoplasms • Papillary carcinoma • • • •



Follicular variant Tall cell Diffuse sclerosing Encapsulated



• Medullary Carcinoma • Miscellaneous • • • •



Sarcoma Lymphoma Squamous cell carcinoma Mucoepidermoid carcinoma • Clear cell tumors • Pasma cell tumors • Metastatic



• Follicular carcinoma • Overtly invasive • Minimally invasive



• Hurthle cell carcinoma • Anaplastic carcinoma



– – – –



• Giant cell • Small cell optimized by optima



Direct extention Kidney Colon Melanoma



Well-Differentiated Thyroid Carcinomas (WDTC) Papillary, Follicular, and Hurthle cell • Pathogenesis - unknown • Papillary has been associated with the RET protooncogene but no definitive link has been proven (Geopfert, 1998)



• Certain clinical factors increase the likelihood of developing thyroid cancer • Irradiation - papillary carcinoma • Prolonged elevation of TSH (iodine deficiency) - follicular carcinoma (Goldman, 1996) – relationship not seen with papillary carcinoma – mechanism is not known



optimized by optima



WDTC - Papillary Carcinoma • 60%-80% of all thyroid cancers (Geopfert, 1998, Merino, 1991) • Histologic subtypes • Follicular variant • Tall cell • Columnar cell • Diffuse sclerosing • Encapsulated • Prognosis is 80% survival at 10 years (Goldman, 1996) • Females > Males • Mean age of 35 years (Mazzaferri, 1994)







Lymph node involvement is common – Major route of metastasis is lymphatic – Clinically undetectable lymph node involvement does not worsen prognosis (Harwood, 1978)



optimized by optima



Papillary carcinoma – Most common form of thyroid cancer. – Twenties to forties, associated with previous exposure to ionizing radiation.



Gross Findings: – Solid, firm, grayish white lobulated lesion with sclerotic center.



• Micro Findings: – Based on characteristic architecture & cytological feature. – Papillae formed by a central fibrovascular stalk & covered by neoplastic epithelial cells. – Psammoma bodies in the papillary stalk, fibrous stroma or between tumor cells. – Nuclear features: • Round to slight oval shape. • Pale, clear, empty or ground glass appearance (Orphan Annie): empty of nucleus with irregular thickened inner aspect of nuclear membrane. • Pseudo-inclusion: deep cytoplasmic invagination and result in nuclear acidophilic, inclusion-like round structures, sharply outlined and eccentric, with a crescent-shaped rim of compressed chromatin on the side. • Grooves: coffee-bean like.



WDTC - Follicular Carcinoma • • • • •



20% of all thyroid malignancies Women > Men (2:1 - 4:1) (Davis, 1992, De Souza, 1993) Mean age of 39 years (Mazzaferri, 1994) Prognosis - 60% survive to 10 years (Geopfert, 1994) Metastasis – angioinvasion and hematogenous spread – 15% present with distant metastases to bone and lung • Lymphatic involvement is seen in 13% (Goldman, 1996)



optimized by optima



Medullary Thyroid Carcinoma • 10% of all thyroid malignancies • 1000 new cases in the U.S. each year • Arises from the parafollicular cell or C-cells of the thyroid gland • derivatives of neural crest cells of the branchial arches • secrete calcitonin which plays a role in calcium metabolism



optimized by optima



Medullary Thyroid Carcinoma • Diagnosis • Labs: 1) basal and pentagastrin stimulated serum calcitonin levels (>300 pg/ml) 2) serum calcium 3) 24 hour urinary catecholamines (metanephrines, VMA, nor-metanephrines) 4) carcinoembryonic antigen (CEA) • Fine-needle aspiration • Genetic testing of all first degree relatives



optimized by optima



Anaplastic Carcinoma of the Thyroid • • • •



Highly lethal form of thyroid cancer Median survival 70 years) (Sou, 1996) • Mean age of 60 years (Junor, 1992) • 53% have previous benign thyroid disease (Demeter, 1991) • 47% have previous history of WDTC (Demeter, 1991)



optimized by optima



Management • Surgery is the definitive management of thyroid cancer, excluding most cases of ATC and lymphoma • Types of operations: – lobectomy with isthmusectomy • minimal operation required for a potentially malignant thyroid nodule – total thyroidectomy – • removal of all thyroid tissue • preservation of the contralateral parathyroid glands – subtotal thyroidectomy • anything less than a total thyroidectomy optimized by optima



Penatalaksanaan



507



Soal no 73 Arthur Curry, laki-laki, 20 tahun, datang ke IGD RS tempat anda bertugas, dengan keluhan penis tegang terus menerus sejak 4 jam yang lalu, mulai dirasakan nyeri pada genital. Keluhan tanpa disertai adanya dorongan seksual. Didapatkan riwayat pasien merupakan pencandu alkohol, dengan konsumsi alcohol kurang lebih 3 gelas setiap hari. Kemungkinan diagnosisnya adalah...



a. b. c. d. e.



Priapismus Hipospadi Epispadi Phimosis Fetishisme



Jawaban: A. Priapismus



73. Priapism - definition/background • Ereksi penis/klitoris yang persisten dan nyeri tanpa keinginan seksual (purposeless erection) • Seringkali idiopatik • Dapat berkaitan dengan beberapa penyakit sistemik • Terkadang terlihat setelah penyuntikan intracavernosal



Priapism - causes • Psychotropic drugs – phenothiazines – butyrophenones



• hydralazine • prazosin, labetolol, phentolamine and other -blockers • testosterone • metoclopramide



• calcium-channel blockers • anti-coagulants • tamoxifen • omeprazole • hydroxyzine • cocaine, marijuana, and ethanol



Priapism - treatment • Karena pharmacological agents – Terbutaline 5 mg po diulang dalam 15 minutesresolusi pada 1/3 of patients – Injeksi intracavernous dari -adrenergic • phenylephrine 100 to 500 mcg (put 10 mg in 500cc NSS  20 mcg/ml. Inject 10 to 20 cc every 5-10 minutes (maximum - 10 doses)



– Blok N. Dorsalis Penis



• Aspiration and irrigation – Untuk priapismus yang lebih dari 2 jam – discuss with urologist if at all possible – Harus memberitahukan pada pasien bahwa terapi dapat meyebabkan impotensi yang permanen – conscious sedation may be necessary



Kelainan



Tanda & Gejala



Fimosis



Ketidakmampuan untuk meretraksi kulit distal yang melapisi glans penis



Parafimosis



Kulit yang ter-retraksi tersangkut/ terjebak di belakang sulcus coronarius



Peyronie’s disease



Inflamasi kronik tunica albuginea, suatu kelainan jaringan ikat yang berkaitan dengan pertumbuhan plak fibrosa, menyebabkan nyeri, kurvatura abnormal, disfungsi ereksi, indentasi, loss of girth and shortening



Detumescence erection



Detumescence adalah kebalikan dari ereksi, dimana darah meninggalkan erectile tissue, kembali pada keadaan flaccid.



Soal no 74 Seorang laki-laki dibawa ke IGD dengan keluhan nyeri pada kaki kanan setelah terjatuh saat bermain badminton. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pergelangan kaki belakang tampak bengkak, tidak bisa plantarfleksi, krepitasi (-), dan terdapat gap pada bagian belakang tumit. Dari pemeriksaan rontgen ankle tidak ditemukan kelainan. Apa kemungkinan diagnosisnya?



a. b. c. d. e.



Strain ankle Sprain ankle Ruptur tendon achilles Ruptur ligamen cruciatum Fraktur os calcaneus



Jawaban: C. Ruptur tendon achilles



74. Ruptur Tendon Achilles • Ruptur tendo Achilles adalah putusnya tendo Achilles atau cedera yangmempengaruhi bagian bawah belakang kaki. • Klasifikasi: – Tipe I: Pecah parsial, yaitu sobek yang kurang dari 50%, biasanya diobati dengan manajemen konservatif – Tipe II: sobekan yang penuh dengan kesenjangan tendon kurang dari sama dengan 3 cm, biasanya diobati dengan akhir-akhir anastomosis – Tipe III: sobek yang penuh dengan jarak tendon 3 sampai 6 cm – Tipe IV: perpisahan yang penuh dengan cacat lebih 6 cm (pecah diabaikan)



http://emedicine.medscape.com/article/1922965-overview



Manifestasi Klinik Ruptur Tendo Achilles 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Rasa sakit mendadak yang berat dirasakan pada bagian belakang pergelangan kaki atau betis Bengkak, kaku dan memar Terlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumit Tumit tidak bisa digerakan turun naik. Pasien mungkin menggambarkan sensasi ditendang di bagian belakang kaki. Nyeri bisa berat. Nyeri lokal, bengkak dengan gamblang sepanjang tendon Achilles dekat lokasi penyisipan, dan kekuatan plantar flexion lemah Rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di bagian belakang pegelangan kakiatau betis Terlihat bengkak dan kaku serta tampak memar dan kelemahan di dekat tumit.



10.Sebuah kesenjangan atau depresi dapat dilihat di tendon sekitar 2 cm di atas tulang tumit. 11.Tumit tidak dapat digerakan turun atau naik atau “push off” kaki terluka ketika berjalan. 12.Pasien merasa seolah-olah ia telah dipukul tepat pada tumitnya dan tidak bisaberjinjit. 13.Apabila ada robekan,suatu celah dapat dilihat dan terasa 5 cm diatas insersio tendon. 14.Plantar flexi kaki akan lemah dan tidak disertai dengan tendon



Diagnosis



• Weakness in plantarflexion • Gap in tendon • Palpable swelling • Positive Thompson test



Pemeriksaan Fisik Ruptur Tendon Achilles Infeksi dan palapasi



Copeland test



Test Thomphson



Obrie’n test/ test jarum



O’Brien test • Jarum 25G, ditusukan pada otot tungkai bawah 10cm di atas tonjolan calcaneus. • Gerakan pangkal jarum berlawanan arah saat dilakukan gerakan pasif plantar fleksi dan dorso fleksi menandakan tendon achilles yang intak.



Copeland test • Pasien dalam posisi prone, cuff sphygmomanometer diletakan pada bagian tungkai yang paling besar, kaki pasien diminta plantar fleksi, kemudian sphygmomanometer di pompa hingga 100mmHg. • Jika tendon achilles intak, tekanan akan meningkat menjadi 140mmHg saat pasien diminta dorsofleksi



Pemeriksaan Penunjang Magnetic Resonance Image (MRI) Foto Rontgen



Tatalaksana Ruptur Tendo Achilles



• Terapi fisik – Pengobatan konservatif  Boot orthosis – Percutaneous Surgery – Open Surgical Repair



• Terapi obat NSAIDs – Ibuprofen dan Asetaminofen



Injury



Clinical Findings



Imaging



Ankle sprain



Positive drawer/inversion test



X-Ray



Achilles Rupture



Thompson test, tendon gap, unable to plantaflex foot



USG



Metatarsal fracture



Bone tenderness over the navicular bone or base of the fifth metatarsal



X-Ray



Tarsal Tunnel Syndrome



Tinnel test (+), paresthesias MRI along tibial nerve



Plantar fasciitis



Severe plantar pain, foot cord tightness



Not needed



http://www.qualitycarept.com/Injuries-Conditions/Foot/FootIssues/Achilles-Tendon-Problems/a~253/article.html



Soal no 75 Howard Stark, bayi baru lahir, dibawa oleh keluarga ke IGD RS karena ditemukan saat lahir usus keluar dari perut dengan terbungkus selaput tipis. Pasien lahir didukun beranak, kemudian dirujuk ke puskesmas setempat, namun karena keterbatasan fasilitas, kemudian dirujuk ke RS. Sebagai dokter jaga di RS, Apa penanganan yang tepat untuk pasien pada kasus tersebut?



a. Rujuk segera b. Pasang infus, rujuk c. Pasang infus, tutup defek dengan kassa dibasahi NaCl, rujuk d. Tutup dengan urine bag e. Hecting abdomen Jawaban: C. Pasang infus, tutup defek dengan kassa dibasahi NaCl, rujuk



75. Gastroskisis & Omphalocele



Soal no 76 Anggina Jonathan, seorang laki-laki usia 45 tahun mengeluh nyeri pada kedua tungkai terutama pada ujung-ujung jari kaki. Pada pemeriksaan tampak ujung-ujung jari kaki berwarna coklat kehitaman, dan kering. Pasien adalah seorang perokok berat, merokok 3 bungkus sehari sejak SMP. Diagnosis yang mungkin pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Buerger disease Takayashu Varises Deep vein trombosis Tromboflebitis



Jawaban: A. Buerger disease



76. Buerger’s Disease (Thrombangiitis Obliterans) • Berkaitan dengan cigarette smoking • Lesi oklusif sering terjadi pada arteri muskular, dengan predileksi pembuluh darah tibial. • Gejala – nyeri saat aktifitas dan berkurang saat istirahat, bila sudah parah, nyeri juga saat beristirahat – gangrene, ulserasi – Berkurang dengan berhenti merokok



• Trombophlebitis superfisial rekuren (“phlebitis migrans”) • Epidemiologi : pada dewasa muda, perokok berat, dan tidak ada faktor risiko aterosklerotik yang lain. • Pemeriksaan angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels • Progresi penyakit - distal ke proximal



Buerger’s treatment • Rawat RS • Memastikan diagnosis dan arterial imaging. • Vasoactive dilation is done during initial admission to hospital, along with debridement of any gangrenous tissue. • Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung keparahan dan derajat nyeri • Penghentian rokok menurunkan insidens amputasi dan meningkatkan patensi dan limb salvage pada pasien yang melalui surgical revascularisation



Vasoactive drugs • Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan aliran darah distal – Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok, antibiotik dan iloprost



• Pentoxifylline and cilostazol have had good effects, although there are few supportive data. Pentoxifylline has been shown to improve pain and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could be tried in conjunction with or following failure of other medical therapies (e.g., nifedipine). http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-bystep.html



CT-angiografi menunjukan stenosis segmental arteri tungkai bawah



Disorder



Onset



Etiology



Buerger Disease



chronic



Segmental vascular Intermitten claudicatio,Smoking inflammation



Polyarteritis nodosa



acute



immune complex– induced disease



Fever,Malaise,Fatigue,Anorexia, weight loss,Myalgia,Arthralgia in large joints,polyneuropathy, cerebral ischemia, rash, purpura, gangrene, Abdominal pain, does not involve the lungs



Vasculitis hypersensitif



Acute/ chronic



Circulating immune complexes → drugs,food,other unknown cause



a small vessel vasculitis,usually affect skin, but can also affect joints, gastrointestinal tract, and the kidneys → itching, a burning sensation, or pain, purpura



Wegener granulomatosis



chronic



autoimmune



tissue destruction of upper respiratory tract (sinuses, nose, ears, and trachea [the “windpipe”]), the lungs, and the kidneys



Takayasu arteritis



chronic



unknown of inflammatory proscess



systolic blood pressure difference (>10 mm Hg) between arms, pulselessness,bruit a.carotid



necrotizing inflammatory lesions small and mediumsized arteries



Clinical Feat.



Soal no 77 Pasien laki-laki, 17 tahun, dibawa ke RS dengan keluhan nyeri bahu kiri setelah terjatuh beberapa jam yang lalu dari pohon. Dari pemeriksaan didapatkan eritema dan edema sekitar bahu kiri, gangguan pergerakan lengan atas dan bahu, lalu adanya deformitas dan krepitasi pada bahu kiri. Diagnosa yang mungkin pada pasien ini adalah...



a. Fraktur supracondyle humerus dengan lesi N. Medianus b. Fraktur collum humerus dengan lesi N. Axilaris c. Fraktur clavicula dengan lesi N. Supraspinatus d. Fraktur humerus dengan fraktur radius distal e. Fraktur humerus dengan lesi N. Radialis Jawaban: B. Fraktur collum humerus dengan lesi N. Axilaris



77. Humerus Fractures Proximal Humerus Fractures • Clinical Evaluation – Patients typically present with arm held close to chest by contralateral hand. Pain and crepitus detected on palpation – Careful NV exam is essential, particularly with regards to the axillary nerve. Test sensation over the deltoid. Deltoid atony does not necessarily confirm an axillary nerve injury



Humeral Shaft Fractures • Clinical evaluation – Thorough history and physical – Patients typically present with pain, swelling, and deformity of the upper arm – Careful NV exam important as the radial nerve is in close proximity to the humerus and can be injured



Humeral Shaft Fractures • Holstein-Lewis Fractures – Distal 1/3 fractures – May entrap or lacerate radial nerve as the fracture passes through the intermuscular septum



THE HUMERUS Nerves related to the humerus : 1- The circumflex (axillary) N. may be injured in fracture of surgical neck . 2- The radial N. (which lies in the spiral groove ) may be injured in fracture of the middle of the shaft . 3- The ulnar N. may be injured in fracture of the lower end (the medial epicondyle)



• • • • • • • • • • •



Origin: Root value; (C 5 & 6). Posterior cord of brachial plexus. Course: It passes downward and laterally along the posterior wall of the axilla, then it exit the axilla. Then, it passes posteriorly around the surgical neck of the humerus. It is accompanied by the posterior circumflex humeral vessels. Branches: Motor to the: Deltoid and teres minor muscles. Sensory: Superior lateral cutaneous nerve of arm that loops around the posterior margin of the deltoid muscle to innervate the skin over that region.



Axillary Nerve



Axillary Nerve Lesion • The axillary nerve is commonly injured due to: 1. Fracture of surgical neck of the humerus. 2. Downward dislocation of the shoulder joint 3. Compression of the nerve from the incorrect use of crutches.



1



3



2



Axillary Nerve Lesion Affects: • Motor: • Paralysis of the deltoid and teres minor muscles. • Impaired abduction of the shoulder (20-90˚). • The paralyzed deltoid wastes. • As the deltoid atrophies, the rounded contour of the shoulder is lost and becomes flattened compared to the uninjured side. • Sensory: • Loss of sensation over the lateral side of the proximal part of the arm.



Soal no 78 Tn. Ardi, 60 tahun, datang ke dokter dengan keluhan sulit buang air kecil. Ia harus mengedan terlebih dahulu untuk buang air kecil, dan terasa tidak puas meskipun sudah BAK. Terakhir buang air kecil 8 jam yang lalu. Dokter mendiagnosis Tn.Ardi dengan Benign Prostate Hypertropy. Obat apakah yang bekerja cepat yang harus diberikan oleh dokter?



a. b. c. d. e.



Finasteride Fenoksibenzamin Tamsulosin Dutasteride Propanolol



Jawaban: C. Tamsulosin



78. Management BPH • Lifestyle modification – Mengurangi intake cairan – Stop diuretik bila memungkinkan – Hindari minum air/alkohol/kafein di malam hari – Kosongkan kandung kemih sebelum perjalanan atau rapat



Management • Alpha blockers o Memperbaiki tonus otot polos prostat dan vesika urinaria o Lebih efektif dibandingkan 5 alpha reductase inhibitors o Tamsulosin and alfuzosin require no dose titration o European Association of Urology recommendation o Alpha 1-blockers can be offered to men with moderate-to-severe LUTS due to BPH







5 alpha reductase inhibitors o Mereduksi Volume prostat o Reduces risk of prostate cancer, increases risk of high grade disease







Combined therapy o Men with large prostate > 40g or PSA >4 or moderate to severe symptoms combined therapy will prevent 2 episodes of clinical progression per 100men over 4yrs. Much less effective for men with smaller prostates



• Alpha 1 Blockers – Alfuzosin HCL – Doxazosin mesylate – silodosin – Tamsulosin HCL – Terazosin HCL



http://www.medscape.org/viewarticle/541739_2 http://www.medscape.org/viewarticle/456664



Soal no 79 Ronaldo Luis Nasario da Lima, Laki-laki, 40 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri saat berkemih, didapatkan riwayat keluar batu saat berkemih 2 minggu yang lalu. Anda mencurigai adanya batu saluran kemih pada pasien, kemudian dilakukan pemeriksaan sedimen urin. Pada pemeriksan mikroskopik didapatkan gambaran Kristal seperti berikut:



79. Gambar di Soal



Batu penyebab urolitiasis pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Kalsium fosfat Kalsium Oksalat Cystine Asam urat Triple phosphat



Jawaban: E. Triple phosphat



79. Urolitiasis



• Calcium oxalate stones – Batu ureter yang tersering – Cenderung terbentuk pada urin yang bersifat asampH rendah – Sebagian oksalat yang terdapat di urin, diproduksi oleh tubuh – Kandungan Kalsium dan oksalat yang terdapat di makanan memiliki pengaruh terhadap terbentuknya batu, tetapi bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi – Dietary oxalate an organic molecule found in many vegetables, fruits, and nuts – Calcium from bone may also play a role in kidney stone formation.



• Calcium phosphate stones – Lebih jarang – Cenderung terbentuk pada urin yang alkalinpH tinggi



• Struvite stones (Triple phosphate/magnesium alumunium phosphat) – Lebih sering ditemukan pada wanita – Hampir selalu akibat dari ISK – Disebut juga batu triple phosphat



• Uric acid stones – These are a byproduct of protein metabolism – commonly seen with gout,and may result from certain genetic factors and disorders of your blood-producing tissues – fructose also elevates uric acid, and there is evidence that fructose consumption is helping to drive up rates of kidney disease



• Cystine stones – Representing only a very small percentage – these are the result of a hereditary disorder that causes kidneys to excrete massive amounts of certain amino acids (cystinuria)



Kristal urine Amorphous Urates and Phosphates



Calcium Oxalate



Uric Acid



Triple Phosphate



Bilirubin Crystals



Cholesterol



Kristal kalsium phosphatsering berbentuk rosette



Soal no 80 Christian Dior, Seorang anak usia 11 bulan, datang dibawa oleh orangtua dengan keluhan perut kembung, dan tidak dapat buang air besar sejak beberapa jam yang lalu. Sebelumnya terdapat riwayat pasien BAB mencret selama 2 hari. Pada pemeriksaan, didapatkan distensi abdomen, hipertimpani, dan terdapat massa di sekitar umbilikus. Diagnosa pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Divertikulum meckel Hirschprung Atresia duodeni Stenosis pilorus Stenosis esofagus



Jawaban: A. Divertikulum Meckel



80. Divertikulum Meckel • Divertikulum Meckel dialami sekitar 2%-4% dari populasi. • Keadaan malformasi dari traktus gastrointestinaldengan adanya persistensi dari duktus vitello-intestinal/ omphalomesenterik yang gagal mengalami penutupan dan absorpsi. • Komplikasi: – – – – –



Ulkus Pendarahankomplikasi yang tersering terjadi yaitu sebanyak 20-30% obstruksi usus kecil Divertikulitis perforasi



Sagar J, Kumar V, Shah DK. Meckel’s diverticulum: a systematic review. J R Soc Med. 2006;99:501-505.



Divertikulum Meckel adalah kelainan bawaan yang mengikuti “rule of two” (kelainan bawaan serba dua), yaitu : • Kelainan kongenital yang paling sering terjadi dengan prevalensi 2% populasi • Perbandingan kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 • Ditemukan 2 kaki (sekitar 60 cm) dari valvula ileosekal (valvula Bauhini) • Di dalamnya mungkin terdapat dua jenis jaringan heteropik, yaitu mukosa lambung dan jaringan pankreas • Dua penyakit dapat timbul di dalamnya,yaitu divertikulitis dan tukak peptik • Dua penyulit yang dapat terjadi, yaitu perforasi pada divertikulitis akut atau tukak peptik dan perdarahan tukak peptik • Sebagian besar pasien menunjukkan gejala-gejala divertikulum Meckel pada usia di bawah 2 tahun.



Sagar J, Kumar V, Shah DK. Meckel’s diverticulum: a systematic review. J R Soc Med. 2006;99:501-505.



Gambaran Klinis dan Komplikasi • Kebanyakan dari pasien yang menderita Divertikulum Meckel tidak menunjukkan gejala • kelainan ini lebih sering ditemukan secara insidental pada pemeriksaan barium maupun laparotomi. • Gejala yang timbul pada kelainan ini lebih cenderung akibat dari komplikasi yang timbul. • Komplikasi: • • • • •



Obstruksi usus (35%) pendarahan (32%)  brick red/ current jelly stool diverticulitis (22%) kelainan umbilikus (10%) Hernia littrehernia containing a Meckel's diverticulum • Disebut juga Also known as a persistent omphalomesenteric duct hernia.



• neoplasma.



Jenis-jenis kelainan tubulus omphalomesenterik. a. Fistula umbilikoileal, b. Sinus duktus omphalomesenterik, c. Kista duktus omphalomesenterik, d. Pita fibrosis, e. Divertikulum Meckel dengan paten pita fibrosis, f. Divertikulum Meckel dengan obliterasi penuh



Pemeriksaan penunjang imaging: A. B. C. D. E. F. G.



Studi barium dengan gambaran lipatan triradiate, Technetium-99m-labeled RBC Study menunjukkan adanya perdarahan kuadran kanan bawah, Angiografi dengan gambaran arteri vitellointestinal, Skintigrafi Tc-99m pertechnetate dengan gambaran fokus small uptake atau hotspot, Enteroklisis dengan gambaran kelainan pengisian elongasi tubulus, CT-scan dengan gambaran divertikulum distended fluid-filled dengan leher pendek, CT-scan pelvis dengan gambaran Divertikulum Meckel berupa blind ending segmen tubulus usus, H. USG transverse abdomen kanan bawah dengan gambaran target-like mass dengan sentral hipoechogendari inti lemak mesenteric yang dikelilingi oleh dinding divertikulum dan usus, I. USG longitudinal pelvis dengan gambaran blind-ending dan kista seperti tubulus berisikan echo internal dengan debris, J. CT-scan dengan gambaranenterolit pada leher divertikulum.



Soal no 81 Margaret Carter, seorang perempuan, 65 tahun, dengan riwayat fraktur colum femur kanan yang telah diberi tindakan total hip replacement 3 bulan yang lalu. Saat ini pasien mengeluh nyeri sendi paha dan masih belum bisa berjalan. Tindakan yang dapat diberikan pada pasien ini untuk mengurangi keluhan nyeri tersebut adalah…



a. b. c. d. e.



Pemberian infrared Pemberian short diaterm Pemberian transcutaneus nerve block Pemberian parem kocok Massage



Jawaban: A. Pemberian Infrared



81. Komplikasi padaTotal Hip Arthroplasty – Heterotopic Ossification • Pembentukan tulang pada jaringan yang secara normal tidak menunjukkan sifat ossifikasi – Sendi bengkak, nyeri, hangat – Seringkali terjadi pengurangan range of movement – Dapat terjadi sejak 2 minggu post op – Dapat berlanjut menjadi pembentukan tulang ekstensif dalam 3 bulan



Terapi – Pemanasan handuk hangat, infrared – Radiasi pre-op/post-op 500- 1000 Rad “lindungi implant” – Indometasin – Ibuprofen – Diphosphonates



Ashton et al. Prevention of heterotopic bone formation in high risk patients post-total hip arthroplasty. Journal of Orthopaedic Surgery 2000, 8(2): 53–57



Teknik: Total Hip Replacement • Femoral head impaction







Final implant



Soal no 82 Pasien Pria, 51 tahun, dibawa ke IGD karena luka pada tangan dan kaki setelah memegang batang besi yang menyangkut pada kabel listrik tegangan 10.000 volt. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tangan kanan terdapat luka bakar melingkar, ujung jari tampak kebiruan dan kulit lengan kanan terlihat mengkilap. Apakah tindakan yang harus segera dilakukan?



a. b. c. d. e.



Echarektomi Fasciotomi Amputasi Escharotomi Rawat luka dengan silver sulfadiazine



Jawaban: B. Fasciotomi



82. Electrical Injury • Injury by 3 mechanisms – Injury from current flow (direct contact) – Arc injury (electricity passes through air) • Electricity arcs at a temperature of 4000C, causing flash burns



– Flame injury by ignition of clothing or surroundings



Types of electrical injury Electrical injury



High voltage (>1000V)



Low voltage (1000V) injuries tend to have higher rates of complications – Amputations, fasciotomies – Compartment syndrome – Longer hospital stays, ICU stays, mechanical ventilation – Cardiac dysrhythmias, acute renal failure – Higher body surface area burn



Clinical features • Head and neck – Tympanic membrane rupture – Temporary hearing loss – Cataracts – may happen immediately or be delayed



• Cardiovascular system – Dysrhythmias – asystole, VF  cardiac arrest – May also cause transient ST elevation, QT prolongation, PVCs, Atrial fibrillation, bundle branch blocks



• Nervous system – Brain • Loss of consciousness (usually transient) • Respiratory arrest • Confusion, flat affect, memory problems • Seizures



– Spinal cord injury either immediate or delayed – Peripheral nerve damage



Clinical features • Skin – Thermal burns at contact points – Kissing burn – current causes flexion of extremity  burns at flexor creases – Burns around mouth common in children who chew on electrical cord



http://www.forensicmed.co.uk/wounds/bu rns/chemical-and-electrical-burns/ (accessed July 2012)



• * Careful with these as separation of eschar can cause delayed bleeding of labial artery Rosen’s Emergency Medicine. Chapter 140 page 1897 -see references at end of presentation for full reference



Electrical burn - fasciotomy • Extremities – Compartment syndrome – requires fasciotomies – Damaged muscle  massive release myoglobin  rhabdomyolysis  renal failure



• Vascular – Thrombosis of vessels – Damage to vessel walls  delayed rupture and hemorrhage



• Skeletal system – Fractures/dislocations from trauma or from tetanic muscle contractures (e.g. shoulder dislocations)



http://burnssurgery.blogspot.ca/2012/07/electrical-contract-burnsbilateral.html#!/2012/07/electrical-contract-burns-bilateral.html (accessed Sept 2012)



Electrical injury Management • • • • • • •



ABCs, ATLS Dysrhythmias – ACLS Manage trauma and orthopedic injuries Consider need for amputations, fasciotomies, escharotomies Consider myoglobinuria and rhabdomyolysis Splinting, burn and wound care Consider need for cardiac monitoring – Abnormal ECG, dysrhythmia, loss of consciousness, high voltage injury • Consider transfer to burn centre



Out of hospital management



ED initial management



• Ensure scene safety



• ABCs, ACLS, trauma management as needed – Careful for live lines on the scene • Fluid resuscitation • ACLS protocols as needed – Parkland formula not helpful here as surface wounds not • Fluid resuscitation with reflective of more extensive saline or ringers lactate internal damage • Spine immobilization if – Fluids to maintain urine suspected trauma output 1-1.5 cc/kg/hrfor rhabdomyolysis management



• ECG • Analgesia!



Cardiac monitoring Low voltage injury < 1000 V Normal ECG



Discharge home



Loss of consciousness or Documented dysrhythmia or



High voltage injury > 1000 V Normal ECG



??



Abnormal ECG Intermediate risk patients



Low risk patients Admission with telemetry High risk patients



Other cardiac issues • Time of monitoring not known – usually up to 24 hours, but data limited • CK-MB may not be accurate at diagnosing cardiac injury



Electrical Injuries: A Review For The Emergency Clinician Czuczman AD, Zane RD. October 2009; Volume 11, Number 10



Extremity injury • Monitor for compartment syndrome – Feel compartments, assess for pain on passive extension, paraesthesias etc – Compartment pressures should be < 30 mmHg – Fasciotomy if needed • May need carpal tunnel release if arm involvement • Amputate non viable extremities/digits • Splint in position of safety to prevent contractures



Lightning injuries – clinical features  Special case as is a massive current impulse for a very short time  Short time duration means minimal burns, tissue destruction  Main cause of death is cardiac arrest  Higher mortality than other electrical injuries



• Cardiac – Usually asystole instead of Vfib • ENT – Perforated tympanic membranes, displacement of ossicles – Cataracts (often delayed) • Psychiatric – PTSD, depression, chronic fatigue



Lightning injuries continued... • Neurologic – LOC, confusion, anterograde amnesia, paraesthesias – Keraunoparalysis – transient paralysis of lower limbs (sometime upper) that are cold, mottled, blue and pulseless – usually self resolves in few hours



Lightning injuries - burns 4 patterns of burns Linear Punctate Feathering Thermal



http://www.scienceinseconds.com /blog/By-the-Power-of-Zeus (accessed July 2012)



http://atlasemergencymedicine.org.ua/ch.1 6.htm (accessed July 2012)



http://atlasemergencymedicine.org.ua/ch.1 6.htm (accessed July 2012)



Feathering Punctate Linear



Lightning injuries - management • ECG • Cardiac biomarkers if ECG abnormal, chest pain, altered mentation • CT head if altered mentation • Does not usually require aggressive fluid resuscitation, fasciotomies etc



Soal no 83 Seorang laki-laki, 25 tahun, dibawa ke PKM dengan keluhan nyeri pada kaki kanan akibat digigit ular 2 jam sebelumnya, sebelum ke PKM pasien muntah 5 kali. Pemeriksaan fisik, kesadaran CM, pasien terlihat lemah, bekas luka gigitan di kaki kanan disertai eritem, dan edema sepanjang 30 cm, dan adanya bercak-bercak perdarahan di kulit. Derajat luka gigitan menurut Schwartz adalah...



a. b. c. d. e.



Derajat 0 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4



Jawaban: D. Derajat 3



83. Snake Bite • Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen sehingga pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari satu jenis toksin saja. • Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis. Hialuronidase merusak bahan dasar sel sehingga memudahkan penyebaran racun. De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta



Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik sebagai berikut (Dreisbach, 1987): • Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit – 24 jam) • Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur • Gejala khusus gigitan ular berbisa : – Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit (petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular diseminata (KID) – Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan koma – Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma – Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda 5P (pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness), (Sudoyo, 2006)



Bisa Ular Neurotoksin • jenis racun yang menyerang sistem saraf. • Bekerja cepat dan cepat diserap • Racun jenis ini melumpuhkan otot-otot hingga otot pernafasan, yang dapat menyebabkan kematian gagal napas • Mulai bergejala dalam hitungan menit setelah tergigitmengalami kelemahan yang progresif. • Kematian terjadi setelah 5-15 jam • Contoh jenis ular yang memiliki racun neurotoksin adalah jenis elapidae seperti ular Kobra • Gejala yang segera muncul: – Sensasi seperti ditusuk jarum pada tempat gigitan, akan menyebar keseluruh tubuh dalam 2-5 menit setelah gigitan – Udem minimal disekitar tempat gigitantidak meluas – Gigitannya sendiri tidak nyeri http://www.chm.bris.ac.uk/webprojects2003/stoneley/types.htm



Gejala Lain Neurotoksin: • Fang marks • Nyeri abdomen dan otot Abdominal • Drowsiness. • Ptosis • Paralisis otot leherkepala terkulai • Hilangnya koordinasi otot • Kesulitan berbicara 20 minutes setelah gigitan • Mual dan muntah • Disfagia Konstriksi esofagus • Peningkatan salivasikarena tidak dapat menelan • Peningkatan produksi keringat







• •



Tremor otot(fasiciculation) Menyerang motor neuron Midriasis Halusinasi and confusion



• • • • • • • •



Hipotensi Takikardia atau bradikardi Paralisis flaksid Chest tightness. Respiratory distress. Respiratory muscle paralyses. Gelisah/REstlessness. Kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuhinkontinensia • Koma • Mati



http://www.snakes-uncovered.com/Neurotoxic_Venom.html



Hemotoksin • jenis racun yang menyerang sistem sirkulasi darah dalam tubuh, terdapat pula enzim pemecah protein (proteolytic). • Akibatnya sel-sel darah akan rusak dan terjadi penggumpalan darah, pembengkakan di daerah sekitar luka gigitan, • beberapa menit saja korban akan merasakan sakit yang dan terasa panas yang luar biasa.



Derajat Parrish (Gigitan Ular) • Derajat 0 – Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam – Pembengkakan minimal diameter 1 cm



• Derajat 1 – Bekas gigitan 2 taring – Bengkak dengan diameter 1-5 cm – Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam



• Derajat 2 – Sama dengan derajat 1 – Ptechiae, echimosis – Nyeri hebat dalam 12 jam pertama



• Derajat 3 – Sama dengan derajat 2 – Syok dan distress pernafasan/ptechiae, echimosis seluruh tubuh



• Derajat 4 – Sangat cepat memburuk



Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai berikut: Derajat



Venerasi



Luka gigit



Nyeri



Udem/ Eritem



Tanda sistemik



0



0



+



+/-



0



I



+/-



+



+



3-12 cm/12 jam



0



II



+



+



+++



>12-25 cm/12 jam



+ Neurotoksik, Mual, pusing, syok



III



++



+



+++



>25 cm/12 jam



++ Syok, petekia, ekimosis



IV



+++



+



+++



>1 ekstrimitas



++ Gangguan faal ginjal, Koma, perdaraha



Tindakan Penatalaksanaan Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah • Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan • Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang mengandung alkohol • Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa, ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Kegiatan mengikat ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan. Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau ateri.



Gambar: Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.



• Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai berikut: • • • •



Penatalaksanaan jalan napas Penatalaksanaan fungsi pernapasan Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas diatas luka, imobilisasi (dengan bidai) • Ambil 5 – 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinan adanya koagulopati • Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection • Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1 ml berisi: – – – –



10-50 LD50 bisa Ankystrodon 25-50 LD50 bisa Bungarus 25-50 LD50 bisa Naya Sputarix Fenol 0.25% v/v



• Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.



SABU Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001): • Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat meningkat maka diberikan SABU • Derajat II: 3-4 vial SABU • Derajat III: 5-15 vial SABU • Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU



Soal no 84 Anak Ernesto Guevara, 12 tahun, datang ke IGD RS dibawa ibunya setelah bermain bulu tangkis di kejuaraan antar kampung, pergelangan tangan kanan terasa nyeri jika digerakkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema, kemerahan pada kulit sekitar wrist dextra. Telah dilakukan pemeriksaan radiologi dan gambaran radiologi dalam batas normal. Tata laksana yang tepat adalah...



a. b. c. d. e.



Operasi ligamen Operasi tendon Kompres Wrist splint ORIF



Jawaban: D. Wrist splint



84. Intersection Syndrome



Ket: • ECRL: Extensor Carpi Radialis Longus • ECRB: Extensor Carpi Radialis Brevis • APL: Anductor Pollicis Longus • EPB: Extensor Pollicis Brevis



• Due to inflammation at crossing point of 1st dorsal compartment (APL and EPB ) and 2nd dorsal compartment (ECRL, ECRB) • Epidemiology – common in • rowers • weight lifters



• Pathophysiology – mechanism is repetitive wrist extension



• Symptoms – pain over dorsal forearm and wrist



• Physical exam – tenderness on dorsoradial forearm • approximately 5cm proximal to the wrist joint



– provocative tests • crepitus over area with resisted wrist extension and thumb extension



Imaging • Radiographs • not required for the diagnosis or treatment of intersection syndrome



• MRI • indications • to confirm diagnosis when clinical findings unclear



• views • fluid sensitive sequences (short tau inversion recovery, STIR; fat suppressed proton density, FS PD; T2-weighted)



• findings • most characteristic is peritendinous edema or fluid surrounding the 1st and 2nd extensor compartments • other findings - tendinosis, muscle edema, tendon thickening, loss of the normal comma shape of the tendon, and juxtacortical edema may also be seen



Treatment • Nonoperative – rest, wrist splinting, steroid injections • indications – first line of treatment



• technique – injection aimed into 2nd dorsal compartment (ECRL, ECRB)



• Operative – surgical debridement and release • indications – rarely indicated in recalcitrant cases



• technique – release of the 2nd dorsal compartment approximately 6 cm proximal to radial styloid http://www.orthobullets.com/hand/6032/intersection-syndrome



DD/: Sprained wrist • Cedera ligamen pergelangan tangan akibat trauma • Grading – Grade 1. Mild sprain, terjadi karena peregangan (stretched) ligamen, namun tidak terdapat robekan. – Grade 2. Moderate sprain, terjadi robekan partial dari ligamen. Dapat menyebabkan penurunan fungsi. – Grade 3. Severe sprain, ligamen terputus. Memerlukan tindakan opersi. Menyebabkan fraktur avulsi akibat tarikan dari ligamen yang terputus.



• Penyebab, paling sering karena terjatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. • Gejala – Bengkak – Nyeri saat trauma terjadi – Nyeri persisten saat menggerakan tangan – Hematom/ eritem – Peningkatan suhu – ROM terbatas – Tidak didapatkan krepitasi



http://orthoinfo.aaos.org/



Pemeriksaan Penunjang • X-ray: melihat adanya fraktur. • Pemeriksaan lain: MRI, CT scan, dan arthrogram.



The arrow points to a gap between the scaphoid and lunate bones, indicating a complete tear of the Scapho-Lunate ligament.



Tatalaksana • Pertolongan pertama: – Rest, sekurang-kurangnya 48 jam. – Ice, untuk mengurangi bengkak, penggunaan selama 20menit dalam satu waktu. – Compress, menggunakan verban elastik. – Elevation, lokasi cedera lebih tinggi dibandinkgan jantung.



• Non-surgical: • wrist splint minimal 1minggu. • Komplikasi: kaku sendiperlu dilakukan fisioterapi.



• Surgical: • indikasi pada cedera grade 3. • Dilanjutkan dengan fisioterapi untuk mengembalikan ROM.



Soal no 85 Seorang bayi laki-laki berusia 3 minggu datang dibawa ke RS karena keluar cairan dari pusar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi bayi baik, aktif, tidak demam dan tidak sesak napas. Tali pusat sudah puput. Pada pusat terlihat keluar cairan bening, berwarna kekuningan. Tidak ada tanda radang pada pusat. Apa diagnosis yang paling mungkin pada pasien?



a. b. c. d. e.



Duktus urakus persisten Ekstropia buli-buli Hernia umbilikalis Omphalokel Omphalitis



Jawaban: A. Duktus urakus persisten



85. Urachal abnormalities • Kegagalan penutupan dari urachus menghasilkan duktus urachus persisten • Komplit atau parsial



• < 1/1000 live births • Peradangan atau keluarnya cairan dari umbilikus • USG, CT, contrast studies, atau injeksi zat pewarnaconfirm diagnosis the beefy red appearance of the umbilical end of a patent urachus



• • • •



bladder



Patent Urachus (50%) Urachal cyst (30%) Urachal sinus (15%) Vesicourachal diverticulum (5%)



Patent Urachus • Karena tidak adanya involusi dari duktus – Terdapat saluran yang meghubungkan vesika urinaria dengan umbilicus



• Datang pada usia1-3 bulan • The presenting complaint – Keluarnya cairan dari umbilikus42% of the patients • serous, purulent, or bloodyurachal sinus or cyst • Keluarnya cairan jernih yang terus menerus (spt urin)sangat mengarah pada patent urachus • Berlangsung selama beberapa minggu



– Massa Umbilical yang nyeri karena adanya infection



www.mssurg.net/.../Pediatric%20Umbilical%20Abnormalities%20-



Superior vesica fissure(Exstrophy bladder variants) • Simfisis pubis lebar • Umbilikus letak rendah atau memanjang • A small superior bladder opening or a patch of isolated bladder mucosaInfraumbilica • Genitalia are intact



• Umbilical Herniaoutward bulging (protrusion) of the abdominal lining or part of the abdominal organ(s) through the area around the belly button



• Omphalitis  Infeksi dari tali pusat (umbilical stump ) • Muncul setelah hari ke 3 • the stump appears reddened,oedematous, exudative discharge, signs of cellulitis ("cord flare")



Soal no 86 Wanita, 49 tahun, datang ke poli umum dengan benjolan pada bahu kanan. Keluhan dirasakan sejak 2 tahun, dan membesar sejak 4 bulan terakhir disertai nyeri. PF: benjolan dibahu kanan , ukuran 8x7x5 cm, konsistensi keras dan padat, menempel pada dasar. Foto Ro:gambaran kalsifikasi tulang rawan dengan penonjolan seperti bunga kol. Diagnosis pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Osteosarkoma Osteokondroma Kondrosarkoma Miositis osifikans Metastasis bone disease



Jawaban: B. Osteokondroma



86. Osteokondroma •



Osteokondroma/Osteocartilagenous Exostosis •















usia dewasa muda adanya benjolan yang keras dan tidak terasa sakit tumbuh sangat lambat.



Lokasi •



metafisis tulang panjang terutama pada • • • •











bagian distal femur proksimal tibia dan proksimal humerus (35 %) pelvis scapula



Gambaran foto plain •



• •



tulang yang bertangkai diluar pertumbuhan daerah metafisis Bentuk lesi yang seragam, kartilago dengan kalsifikasi Corteks dan medulla dihubungkan oleh lesi



Patologi •



• •



Klinis : • •







neoplasma tulang jinak yang paling sering didapat Oleh sebagian ahli dianggap bukan neoplasma, tetapi sebagai suatu hamartoma (pertumbuhan baru, dimana sel-selnya dapat menjadi dewasa).







Terapi •







terdapat trabekula matur tulang kortikal dengan sel-sel kartilago yang seragam Ketebalan kurang dari 1 cm Beberapa pulau kecil yang sama bentuknya. Bila tumor memberikan keluhan karena menekan struktur didekatnya seperti tendon, sarafeksisi.



Prognosis : • •



Baik Komplikasi degenerasi ganas (menjadi Kondrosarkoma) lebih kurang 1 %.



Radiologi



Solitary benign pedunculated osteochondroma of the femur in a 22-yearold man



Bentuknya ada dua macam: – Bertangkai/pedunculated – Mempunyai dasar yang lebar (Sessile)



Benign solitary sessile osteochondroma of the fibula in a 19-year-old man



Disorders



Age



Predilection



Clinical



Miositis Osifikans (Pediatric)



The first decade of life



First in the dorsal, axial, cranial, and proximal regions of the body Later in the ventral, appendicular, caudal, and distal regions



Episodic, painful soft tissue swellingsmost transform soft connective tissues into mature bone Minor trauma or influenza-like viral illnesses can trigger painful new flare-ups Stiffness of the neckearly findings Findings: malformations of the great toes and progressive heterotopic ossification replaces skeletal muscle and connective tissues



anywhere in the body  more commonly occurs in the quadriceps



complication of a contusion injury and occurs when part of of the hematoma is replaced with bone severe pain and a palpable mass within the muscle, Bruising



the axial skeleton



Types of cancer, including prostate, breast, and lung cancers. Severe paindull ache that grows worse over time, with intermittent periods of sharp, jagged pain, bone fractures, spinal cord compression, hypercalcemia, anemia, spinal instability, decreased mobility



Miositis Osifikans (Adult)



Metastasis bone disease



Concurent with the primary tumor



Chondrosarcoma • Clinical Presentation – Deep, dull, achy pain – Pain at night – Nerve dysfunction of the lumbosacral plexus or the sciatic or femoral nerves, with pelvic lesions near a neurovascular bundle – Limitation of joint range of motion and disturbance of joint function, with chondrosarcomas close to a joint – Pathologic fracture



• Epidemiology – pelvis and ribs, 45%; ilium, 20%; femur, 15%; humerus, 10%; and others, 10%. The spine and the craniofacial bones are rarely involved – The mean interval from pain to diagnosis is 19.4 months for grade I and grade II chondrosarcomas and 15.5 months for grade III chondrosarcomas – Commonly found in the age 40-60 years old



Radiologi • Tampak sebagai lesi osteolitik ditengah metafisis tulang dengan bercakbercak kalsifikasi yang berasal dari matriks kartilago disertai proses destruksi kortek (endosteal calloping), sehingga tumor dapat dilihat meluas ke jaringan lunak disekitarnya.



Diagnosis Banding Osteochondroma • ossification in the peritendinous tissues • Terdapat pada metafisis • Tidak nyeri dan serin kali tidak teraba benjolan



Chondroblastoma • radiolucent lesion with sclerotic margins (white arrowheads) in epiphysis of distal femur and with probable extension into metaphysis (black arrowhead).



Osteoblastoma: • Subchondral Cysts • Fluid-filled sacs in subchondral bone



Miositis ossifikans • The typical radiographic appearance of myositis ossificans is circumferential calcification with a lucent centre, and a radiolucent cleft (string sign) that separates the lesion from the cortex of the adjacent bone.



I L M U P E N YA K I T M ATA



Soal no 87 Tn. Adrian Meshach Pradipto Sadajiwa, 50 tahun, datang ke UGD RSUD Tarakan dengan keluhan penglihatan buram sejak 1 minggu. Terdapat riwayat hipertensi dan kolesterol. Pasien tidak pernah berobat dan control untuk kedua penyakit tersebut. Pada pemeriksaan fisik slit lamp normal, funduskopi makula pucat terdapat bintik merah di tengah. Diagnosis untuk pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Oklusi arteri retina sentral Retina detachment Oklusi vena retina sentral Retinopati diabetikum Retinopati hipertensi



Jawaban: A. oklusi arteri retina sentral



87. OKLUSI ARTERI RETINA ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL



MATA MERAH VISUS TURUN



• struktur yang bervaskuler  sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi • Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis



mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata) • • • • • • •



Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis



MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK • • • • • •



uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak



MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN • Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi



OKLUSI ARTERI RETINA • Kelainan retina akibat sumbatan akut arteri retina sentral yang ditandai dengan hilangnya penglihatan mendadak. • Predisposisi – Emboli paling sering (hipertensi, aterosclerosis, penyakit katup jantung, trombus pasca MCI, tindakan angiografi, – Penyakit spasme pembuluh darah karena endotoksin (keracunan alkohol, tembakau, timah hitam – Trauma(frakturorbita) – Koagulopati (kehamilan, oral kontrasepsi) – Neuritis optik, arteritis, SLE Kuliah SUB BAG. VITREORETINA ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN



Gejala Klinis : • • • •



Visus hilang mendadak tanda nyeri Amaurosis Fugax (transient visual loss) Lebih sering laki-laki diatas 60thn Fase awal setelah obstruksi gambaran fundus normal. • Setelah 30 menit retina polusposterior pucat kecuali di daerah foveola dimana RPE dan koroid dapat terlihat  Cherry Red Spot • Setelah 4-6 minggu : fundus normal kembali kecuali arteri halus, dan berakhir papil atropi Kuliah SUB BAG. VITREORETINA ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN



Cherry red Spot



Kuliah SUB BAG. VITREORETINA ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN



Penatalaksanaan : • Tx berkaitan dengan penyakit sistemik • Untuk memperbaiki visus harus waspada sebab 90 menit setelah sumbatan kerusakan retina ireversible. • Prinsip “gradient perfusion pressure” (menurunkan TIO secara mendadak sehingga terjadi referfusi dengan menggeser sumbatan)



• Gradient perfusion pressure : – Parasentesis sumbatan di bawah 1 jam 0,1 – 0,4cc – Masase bola mata (dilatasi arteri retina) – ß blocker – acetazolamide – Streptokinase (fibrinolisis) – Mixtur O2 95% dengan CO2 5% (vasodilatasi)



Kuliah SUB BAG. VITREORETINA ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN



Defini dan gejala



Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli Oklusi vena sentral retina



Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan hilang mendadak. Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke 4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil



Ablatio retina



suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters, photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup



Perdarahan vitreous



Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya



Amaurosis Fugax



Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri, biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular



Soal no 88 Laki-laki, 45 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri pada mata kanan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri disertai rasa pegal, mual dan penglihatan dirasa kabur dan seperti melihat pelangi. Dari pemeriksaan fisik OD didapat: visus 3/60, pin hole negatif, segmen anterior didapatkan PCI , kornea edema, COA dangkal. Pemeriksaan fisik OS dalam batas normal. Pemeriksaan selanjutnya yang paling tepat untuk mata kanan adalah...



a. b. c. d. e.



Perimetri Funduskopi Tonometri Gonioskopi Segmen posterior



Jawaban: C. Tonometri



88. Glaukoma Akut



Glaucoma Diagnostic Criterias Diagnostic criteria 1. Intraocular tension 2. Optic nerve head changes 3. Visual field defects 4. Angle of ant. Chamber



Diagnostic tests Tonometry Ophthalmoscopy Perimetry Gonioscopy



TONOMETRY • Digital tonometry • Indentation tonometry – Shiotz tonometer



• Applanation tonometry – Goldmann tonometer – Perkin’s tonometer – Pneumatic tonometer – Pulse air tonometer – Tono-pen



OPTIC NERVE HEAD CHANGES Early Changes • Vertically oval cup • Asymmetry of C:D ratio between two eyes(>0.2) • Enlarged C:D Ratio (>0.5) • Pallor Areas



Advanced Changes: • Notch/Thinning of neuroretinal rim • Pallor of neuroretinal rim • Superficial disc haemorrhages • Cupping of disc • Bayonetting Sign • Lamellar Dot Sign Glaucomatous optic atrophy: • Neural disc is destroyed • Optic nerve head appears white and deeply excavated



Increased C:D Ratio



Cupping of discs and Bayonetting sign Thinning of neuroretinal rim



Bayonetting sign



GONIOSCOPY • Open Angle • Closed Angle



VISUAL FIELD • Traquair, in his classic thesis, described Visual field as “A hill of island in a sea of darkness”. It is the part of environment that is visible to the steadily fixing eye. • The island represents the perceived field of vision, and the sea of darkness is the surrounding areas that are not seen. • In the light-adapted state, the island of vision has a steep central peak that corresponds to the fovea, the area of greatest retinal sensitivity. • Deviation of the hill from normal is visual field defect. Illustrated Automated Static Perimetry , Detection of glaucoma field defects with Humphrey Filed Analyser , Dr G.R Reddy



Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006



Tatalaksana Glaukoma Akut • Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan mata tenang → operasi • Supresi produksi aqueous humor – Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari • bekerja dalam 20 menit, reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan • Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut sudut tertutup.



– Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari – Brimonidine: 0.2% dua kali sehari – Inhibitor karbonat anhidrase: • DOC: Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari) • Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4 jam)



Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.



Tatalaksana Glaukoma Akut • Fasilitasi aliran keluar aqueous humor – Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost 0.004% (1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari – Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine – Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari



• Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam – Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal – Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan



• Pengurangan volume vitreus – Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan 20% atau urea IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50% – isosorbide oral, urea iv



• Extraocular symptoms: – analgesics – antiemetics – Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris decreasing pupillary block – Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya



Pharmacologic therapy No.



Drugs class



Mechanism of action



1.



Prostaglandin (latanoprost, travoprost, bimatoprost)



Increase aquos humor outflow  increase in uveoscleral outflow, increase trabecular outflow, regulate matrix metaloproteinase and remodelling of Extracellular matrix, widening connective tissue filled spaces and changes in the shapes of cells. Topical prostaglandin are chosen over topical beta blocker and other class of medication as initial therapy in open angle glaucoma



2.



Beta blocker (timolol, levobunolol, metipranolo)



Decreasing aquos humor production --> blockade of symphatetic nerve endings in the cilliary epithelium



3.



Alpha adrenergic agonist



Increasing aquos humor outflow and decresasing the production. Simillary effective to beta blockers but are associated with a number ocular side effect including allergic conjunctivitis, ocular pruritus, and hyperemia



4.



Carbonic anhidrase inhibitor (Acetazolamide)



Decreasing aquos humor production. Systemic CAI have been replaced by newer topical drugs whic have fewer systemic side effects. Topical CAI don`t appear to be as effective in treating open angle glaucoma compared to other topical drugs.



5.



Cholinergic agonist



Increasing aquos humor outflow. Have fewer systemic side effect compared to beta blocker, but ocular side effect is higher (myopia, small pupils, visual distrubance related to coexistent cataract)



Soal no 89 Tn. Aditya Naufal Dary Abiyyu, 34 tahun, datang ke Puskesmas Sukasari dengan keluhan kemerahan di sudut mata kanan. Keluhan pasien ini diawali dengan mata sering berair seperti menangis, kemudian muncul kemerahan di bagian medial yang dirasakan nyeri, merah dan membengkak. Kemungkinan diagnosis pasien adalah…



a. b. c. d. e.



Blefaritis Dakriosistitis Dakrioadenitis Konjungtivitis Hordeolum



Jawaban: B. Dakriosistitis



89. DAKRIOSISTITIS • Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies, after trauma or due to granulomatous diseases. • Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum, fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth • Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and culture • Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy



DAKRIOSISTITIS – ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS



Uji Anel • Evaluasi Sistem Lakrimal-Drainase Lakrimal : • Uji Anel : Dengan melakukan uji anel, dapat diketahui apakah fungsi dari bagian eksresi baik atau tidak. • Cara melakukan uji anel : – Lebarkan pungtum lakrimal dengan dilator pungtum – Isi spuit dengan larutan garam fisiologis. Gunakan jarum lurus atau bengkok tetapi tidak tajam – Masukkan jarum ke dalam pungtum lakrimal dan suntikkan cairan melalui pungtum lakrimal ke dalam saluran eksresi , ke rongga hidung



• Uji anel (+): terasa asin di tenggorok atau ada cairan yang masuk hidung. Uji anel (-) jika tidak terasa asinberarti ada kelainan di dalam saluran eksresi. • Jika cairan keluar dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi di duktus nasolakrimalis. Jika cairan keluar lagi melalui pungtum lakrimal inferior berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli lakrimal inferior, maka coba lakukan uji anel pungtum lakrimal superior.



Soal no 90 Tn. Husada, 33 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan munculnya selaput kemerahan pada kedua mata disertai rasa mengganjal pada kedua mata. Pasien sering terpapar sinar matahari dan debu pabrik serta sering mengendarai motor tanpa menggunakan kacamata. Dari pemeriksaan didapatkan selaput berbentuk segitiga dari nasal sampai melewati limbus tetapi tidak melebihi 2 mm dari limbus kornea. Apakah diagnosis yg mungkin?



a. b. c. d. e.



Pterygium grade 4 Pterygium grade 3 Pseudopterygium Pterygium grade 2 Pterygium grade 1



Jawaban: D. Pterygium grade 2



90. PTERIGIUM • • • •







• •



Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva, bersifat degeneratif dan invasif Terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea Mudah meradang Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya matahari, udara panas Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah, mungkin terjadi astigmat (akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium), tajam penglihatan menurun Tes sonde (-)  ujung sonde tidak kelihatan pterigium Pengobatan : konservatif; Pada pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah



DERAJAT PTERIGIUM • Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea • Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea • Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm) • Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan



PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING



PTERIGIUM - TATALAKSANA Pengobatan : • konservatif; – Pada pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.



• Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah



Soal no 91 Tn. Adhyastha Prasraya Mahanipuna, usia 25 tahun datang ke Praktek dokter umum mengeluhkan benjolan pada kelopak mata kanan yang timbul beberapa hari yang lalu. Mata kanan terasa seperti mengganjal. Tidak terdapat penurunan penglihatan. Pada pemeriksaan oftalmologi, didapatkan kelopak mata kanan berwarna merah, bengkak, terasa nyeri, VODS 6/6, fluktuasi (+). Tindakan yang tepat adalah...



a. b. c. d. e.



Incisi Eksisi Ekstirpasi Wide eksisi Enukleasi



Jawaban: A. insisi



91. HORDEOLUM • Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata • Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea • Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat bertambah berat kelopak • Gejala – nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau bawah – berwarna kemerahan. – Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas dengan membuka kelopak mata. – Rasa mengganjal pada kelopak mata – Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk. – Kadang mata berair dan peka terhadap sinar. Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas



• 2 bentuk :







 Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus dapat keluar dari pangkal rambut  Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll. Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal Pengobatan – Self-limited dlm 1-2 mingu – Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari – Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol – Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin – Insisi bila pus tidak dapat keluar



Hordeolum Eksterna Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas



http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm



Hordeolum Interna



Diagnosis Banding Lainnya • Blefaritis – Radang kronik pada kelopak mata, disebabkan peradangan kronik tepi kelopak mata (blefaritis anterior) atau peradangan kronik kelenjar Meibom (blefaritis posterior) – Gejala: kelopak mata merah, edema, nyeri, eksudat lengket, epiforia, dapat disertai konjungtivitis dan keratitis



• Selulitis palpebra – Infiltrat difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut, biasanya disebabkan infeksi Streptococcus. Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.



Teknik Bedah



Definisi



Insisi



Sayatan yang dilakukan pada jaringan dengan instrumen yang tajam tanpa melakukan pengangkatan organ atau jaringan tersebut



Eksisi



Suatu tindakan pengangkatan seluruh massa tumor atau pengangkatan sebagian dari jaringan dari organ dalam tubuh.



Eksisi luas



Suatu tindakan pengangkatan seluruh massa tumor disertai pengangkatan jaringan sehat di sekitarnya



Ekstirpasi



Tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya atau pengangkatan seluruh jaringan atau organ yang rusak.



Enukleasi



Tindakan pengangkatan bola mata tanpa disertai dengan otot-otot ekstraokular dan jaringan orbita lainnya.



http://www.peralatankedokteran.com/2012/01/definisi-teknik-bedah-minor.html



Soal no 92 An. Ambar Rukma Qatrunnanda, usia 10 tahun, dibawa orang tuanya ke puskesmas dengan keluhan mata terasa gatal, merah, dan berair. Beberapa teman sekelasnya juga mengeluhkan hal yang sama. Pada pemeriksaan tampak konjungtiva anemis, terdapat folikel pada konjungtiva dan terdapat sekres serous. Terapi apa yang tepat diberikan ?



a. b. c. d. e.



Kortikosteroid Antialergi Antibiotic Antijamur Air mata buatan



Jawaban: E. Air mata buatan



92. Konjungtivitis Virus Pathology



Etiology



Feature



Bacterial



staphylococci streptococci, gonocci Corynebacter ium strains



Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics burning sensation, usually bilateral Artificial tears eyelids difficult to open on waking, diffuse conjungtival injection, mucopurulent discharge, Papillae (+)



Viral



Adenovirus herpes simplex virus or varicellazoster virus



Unilateral watery eye, redness, discomfort, photophobia, eyelid edema & pre-auricular lymphadenopathy, follicular conjungtivitis, pseudomembrane (+/-)



http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html



Treatment



Days 3-5 of → worst, clear up in 7–14 days without treatment Artificial tears →relieve dryness and inflammation (swelling) Antiviral →herpes simplex virus or varicella-zoster virus



Pathology



Etiology



Feature



Treatment



Fungal



Candida spp. can cause conjunctivitis Blastomyces dermatitidis Sporothrix schenckii



Not common, mostly occur in immunocompromised patient, after topical corticosteroid and antibacterial therapy to an inflamed eye



Topical antifungal



Vernal



Allergy



Chronic conjungtival bilateral inflammation, associated atopic family history, itching, photophobia, foreign body sensation, blepharospasm, cobblestone pappilae, Hornertrantas dots



Removal allergen Topical antihistamine Vasoconstrictors



Inclusion



Chlamydia trachomatis



several weeks/months of red, irritable eye with mucopurulent sticky discharge, acute or subacute onset, ocular irritation, foreign body sensation, watering, unilateral ,swollen lids,chemosis ,Follicles



Doxycycline 100 mg PO bid for 21 days OR Erythromycin 250 mg PO qid for 21 days Topical antibiotics



Soal no 93 Ny. Ajeng Pramesti Ramadhani Achmad, usia 55 tahun, datang diantar suami dan anaknya ke RS Mekarsari untuk berobat dengan keluhan mata merah dan terdapat banyak secret. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan mata merah, secret (+), palpebra bengkak dan terdapat silia yang masuk kedalam mata. Diagnosis untuk pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Konjungtivitis Keratitis Trikiasis Blefaritis Enteropion



Jawaban: C. Trikiasis



93. Trichiasis • Suatu kelainan dimana bulu mata mengarah pada bola mata yang akan menggosok kornea atau konjungtiva • Biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit lain seperti pemfigoid, trauma kimia basa dan trauma kelopak lainnya, blefaritis, trauma kecelakaan, kontraksi jaringan parut di konjungtiva dan tarsus pada trakoma • Gejala : – Konjungtiva kemotik dan hiperemi, keruh – Erosis kornea, keratopati dan ulkus – Fotofobia, lakrimasi dan terasa seperti kelilipan – blefarospasme



Trichiasis • Tatalaksana: – Yang utama: bedah – Lubrikan seperti artificial tears dan salep untuk mengurasi iritasi akibat gesekan – Atasi penyakit penyebab trikiasis, cth SSJ, ocular cicatrical pemphigoid)



• Tatalaksana Bedah trikiasis segmental (fokal) – Epilasi: dengan forsep dilakukan pencabutan beberapa silia yang salah letak, dilakukan 2-3 kali. Biasanya dicoba untuk dilakukan epilasi terlebih dahulu. Trikiasis bisa timbul kembali. – Elektrolisis/ elektrokoagulasi, ES: nyeri – Bedah beku (krioterapi): banyak komplikasi – Ablasi denga radiofrekuensi: sangat efektif, cepat , mudah, bekas luka minimal



• Tatalaksana bedah untuk trikiasis yg disebabkan krn kelainan anatomi: – Entropion: dilakukan tarsotomi – Posterior lamellar scarring: Grafting



Soal no 94 Seorang anak perempuan berusia 6 tahun datang ke Puskesmas diantar oleh ibunya dengan keluhan kelopak mata kanan dan kiri merah sejak 5 hari lalu. Riwayat keterbelakangan mental. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kelopak mata merah terdapat sisik – sisik kering dengan ulkus kecil – kecil sepanjang margo palpebra dan bulu matanya rontok. Apakah diagnosis pasien tersebut?



a. b. c. d. e.



Blepharitis Anterior Blepharitis Posterior Ectropion Herpers Simplex Herpes Zoster Ophtalmika



Jawaban: A. Blefaritis anterior



94. Blepharitis • Inflammation of the eyelids • Signs and symptoms: – – – – – – – – – –



Redness/irritation Burning/tearing Itching Crusting of eyelashes Loss of eyelashes (madarosis_ Eyelid sticking Blurring/fluctuating vision Contact lens intolerance Photophobia Increased frequency of blinking



Physical examination: • Skin → erythema, papules, pustules (rosacea) • Eyelids → abnormal eyelid position,hyperemia, ulceration, scaling, scarring • Eyelashes → malposition/ misdirection, loss, pediculosis nits, cylindrical sleeves, collarettes • Tarsal conjunctiva → dilation/inflammation of meibomian glands, capping of meibomian orifices, papillary/folicular reaction • Bulbar conjunctiva → hyperemia, phylctenules, follicles • Cornea → epithelial defect, edema, infiltrates



Clinical Ophthalmology. Kanski. 7th ed.



Treatment • Warm compresses to soften adherent scurf and scales, warm the meibomian secretions → once or twice daily • Eyelid cleansing, including eyelid massage in cases of MGD → once or twice daily • Antibiotics (topical and/or systemic) – – – –



Topical bacitracin or erythromycin on eyelid margins Metronidazole gel if unresponsive to antibiotic treatment (off-label) Patients with MGD → oral + topical Doxycycline 100 mg or tetracycline 1000 mg in divided doses, tapered to doxycycline 40-50 mg or tetracycline 250 mg after clinical improvement – Alternative: erythromycin 250-500 mg daily or azithromycin 250-500 mg one to three times a week



• Topical corticosteroid → for ocular surface inflammation eg severe conjunctival infection, marginal keratitis, or phlyctenules. Applied several times daily to the eyelids or ocular surface. • Artificial tears



Clinical Ophthalmology. Kanski. 7th ed.



Treatment • Good lid hygiene is the mainstay of treatment for all forms of blepharitis. • The goal is to alleviate symptoms and to develop a maintenance regimen to prevent or minimize future exacerbations. • Mild to moderate symptoms : can generally be managed with symptomatic measures, including warm compresses, lid massage, lid washing, and artificial tears. • Severe or refractory symptoms : may require additional therapies such as topical or oral antibiotics, topical glucocorticoids, or typical cyclosporine. – Because of the potential for systemic side effects with oral drugs, topical therapy is usually tried first. – Antibiotic ointment (eg, bacitracin, erythromycin) is placed directly onto the lid margin once daily at bedtime. – Once symptoms improve (generally one to two weeks), treatment can be stopped, but lid hygiene measures should be continued. – Oral antibiotic therapy (eg, doxycycline, tetracycline, azithromycin) can be given if the response to topical therapy is inadequate.



• All patients should be advised to eliminate or limit potential triggers or exacerbating factors (eg, allergens, cigarette smoking, contact lenses).



Uptodate.com



Blepharitis Complication • Dry eye disease is a frequent complication of blepharitis, occurring in 25 to 40 percent of patients • Keratitis



Definisi



Gejala



Tatalaksana



Blefaritis superfisial



Infeksi kelopak superfisial yang diakibatkan Staphylococcus



Terdapat krusta dan bila menahun disertai dengan meibomianitis



Salep antibiotik (sulfasetamid dan sulfisoksazol), pengeluaran pus



Hordeolum



Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata



Kelopak bengkak, sakit, rasa mengganjal, merah, nyeri bila ditekan



Kompres hangat, drainase nanah, antibiotik topikal



Blefaritis skuamosa/seboroik



Blefaritis diseratai skuama atau krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak terjadi luka pada kulit, berjalan bersamaan dengan dermatitis sebore



Etiologi: kelainan metabolik atau jamur. Gejala: panas, gatal, sisik halus dan penebalan margo palpebra disertai madarosis



Membersihkan tepi kelopak dengan sampo bayi, salep mata, dan topikal steroid



Meibomianitis (blefaritis posterior)



Infeksi pada kelenjar meibom



Tanda peradangan lokal pada kelenjar tersebut



Kompres hangat, penekanan dan pengeluaran pus, antibiotik topikal



Blefaritis Angularis



Infeksi Staphyllococcus pada tepi kelopak di sudut kelopak atau kantus



Gangguan pada fungsi pungtum lakrimal, rekuren, dapat menyumbat duktus lakrimal sehingga mengganggu fungsi lakrimalis



Dengan sulfa, tetrasiklin, sengsulfat



Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas



Soal no 95 Seorang laki-laki berusia 67 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan mata kanan ceka – cekot. Pada pemeriksaan mata didapatkan visus OD persepsi cahaya segmen anterior didapatkan injeksi konjungtiva dan injeksi siliar kornea jernih COA kesan dalam kapsul lensa mengkerut keruh merata dan TIO 34 mmHg. Pada pemeriksaan funduskopi mata kanan tidak dapat dievaluasi. Apakah terapi yang tepat untuk pasien tersebut?



a. b. c. d. e.



Iridektomi Ekstraksi Katarak Trabekulektomi Iridotomi Goniotomi



Jawaban: B. Ekstraksi Katarak



95. GLAUKOMA SEKUNDER • Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular yang menghambat aliran cairan mata (cedera, radang, tumor, penyakit sistemik) • Glaukoma sekunder bisa terjadi akibat lensa seperti :  Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke sudut bilik mata, COA dangkal  Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan penutupan sudut bilik mata, COA dangkal (glaukoma fakomorfik)  Katarak hipermatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi jalan keluar cairan mata, COA normal/dalam (glaukoma fakolitik)  Phacoanaphylactic glaucoma, COA dalam  Lens particle glaucoma, COA dalam Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.



Glaukoma Fakolitik • Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian lensa yang lisis ini disebut glaukoma fakolitik, • Pasien mengeluh sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya tinggal proyeksi sinar. • Examination reveals a markedly elevated IOP, microcystic corneal edema, prominent cell and flare reaction without keratic precipitates (KP), and an open anterior chamber angle. • The lack of KP (keratic Precipitate) helps distinguish phacolytic glaucoma from phacoantigenic glaucoma. • Management Patients with phacolytic glaucoma should be treated initially with topical cycloplegia, topical steroids (to reduce inflammation), and aqueous suppressants (to reduce intraocular presure). • Cataract extraction is the definitive treatment for phacolytic glaucoma



Phacolytic Glaucoma Treatment • Medication. – Medical management is used to temporarily control the glaucoma and inflammation. – Initial treatment consists of hyperosmotic agents, aqueous suppressants, antiinflammatory drugs and cycloplegics.



• Surgery. – Definitive treatment is removal of the lens via extracapsular cataract extraction with or without an IOL. – Some ophthalmologists defer placement of an IOL until after the inflammation subsides; however, there is no significant difference in final visual acuity between those patients who did receive an IOL and those who did not. – If the phacolytic glaucoma is of long duration (more than seven days), a combined trabeculectomy may be needed to prevent postoperative IOP spikes. – In eyes with hypermature Morgagnian cataracts, one must be especially careful, as the capsule is fragile, the zonules are weak and the view is difficult due to the white, milky cortex. – Vision limited to light perception on presentation is not a contraindication to performing cataract extraction. AAO



Glaucoma phacomorphic • Cataract maturation is associated with anteroposterior lens diameter increase  Progressive enlargement of the lens  peripheral iridotrabecular apposition. • When the iridotrabecular apposition raises the intraocular pressure (IOP) enough to cause the signs and symptoms of an acute attack of secondary angleclosure glaucoma  acute phacomorphic angleclosure/phacomorhpic glaucoma



Kaplowitz KB, Kapoor KG (2012) An Evidence-Based Approach to Phacomorphic Glaucoma. J Clinic Experiment Ophthalmol S1:2011



Diagnosis • •



• • • •







IOP above 21 mmHg secondary form of angleclosure, findings include : injection, corneal edema, mid-dilated pupil, shallow anterior chamber, and a mature cataract. 71% complained of eye pain 16% described it as a headache Nausea was reported by 8%. Biometry as diagnostic criteria, requiring a lens thickness of at least 5 mm and an anterior chamber depth less than 2 mm. A vital part of the exam is gonioscopy to confirm a closed angle.



Treatment •



• •



The goal in treating phacomorphic angle-closure is to reduce the IOP before the onset of acute glaucomatous optic neuropathy The only definitive treatment is cataract extraction However, to avoid operating on an inflamed eye with high pressure (increasing the risk of suprachoroidal hemorrhage from rapid IOP fluctuations), with a limited view from corneal edema and an extremely shallow chamber  the initial goal is to stabilize the eye by breaking the acute attack and lowering the IOP using either medical or laser treatment.



Medical treatment • Several studies relied on a standard treatment algorithm; timolol, acetazolamide and intravenous mannitol were among the most common medications used • Pilocarpine should be avoided because it causes a forward shift of the irislens diaphragm which would worsen the angle-closure, and can increase the amount of inflammation • Topical treatment alone may be insufficient to break the attack • The presence of at least 180 degrees of peripheral anterior synechiae (PAS) at presentation an indication that topical treatment will be insufficient to break the attack • If topical treatment fails to bring the IOP into a tolerable range until cataract extraction can be performed, there are 3 options : – The first is oral or intravenous medicine such as acetazolamide or mannitol. – Argon laser peripheral iridoplasty (ALPI) – peripheral iridotomy



Kaplowitz KB, Kapoor KG (2012) An Evidence-Based Approach to Phacomorphic Glaucoma. J Clinic Experiment Ophthalmol S1:2011



Lens particle glaucoma • Pathophysiology Lens particle glaucoma, in contrast to phacolytic glaucoma, is secondary to a "disruption of the lens capsule” • may occur after cataract surgery, penetrating lens injury, or laser posterior capsulotomy. • The disrupted lens releases lens particle material in the anterior chamber leading to the obstruction of the aqueous outflow • Diagnosis – The presentation is usually delayed for a few weeks after the precipitating event, but it may occur months or years later. – A history of surgery or trauma is an important – Clinical findings include elevated intraocular pressure and evidence of cortical lens material in the anterior chamber. – Other possible signs are corneal edema, synechiae, and cell/flare reaction in the anterior chamber.



Phacoanaphylactic glaucoma/Phacoantigenic Glaucoma •



• •







Pathophysiology Phacoantigenic glaucoma is a granulomatous inflammatory reaction directed against own lens antigens leading to obstruction of the trabecular meshwork and increased intraocular pressure Phacoanaphylaxis is not the correct name of this condition since it is not an allergy. The mechanism causing the reaction seems to be an Arthus-type immune complex reaction mediated by IgG and the complement system Diagnosis Phacoantigenic glaucoma usually occurs between one and fourteen days after cataract surgery or trauma.



















Pain is often slow in onset and is associated with signs of granulomatous uveitis (eg, keratic precipitates) in contrast to the acute, severe pain that is typical of PG, which shows no signs of chronic inflammation. Clinical findings include "keratic precipitates", anterior chamber cell/flare reaction, synechiae and residual lens material. Management Initial therapy is to control the intraocular pressure with IOP-lowering medications and to reduce the inflammation with topical steroids. If medical treatment is unsuccessful, surgical removal of residual lens material is indicated



Soal no 96 Tn. Adelard Radmilo Emery Prasaja, usia 55 tahun, dating ke RS Mekarsari mengeluh pandangan yang makin menurun. Pasien ada riwayat DM tipe II sejak 5 tahun yang lalu. Pemeriksaan OD: neovaskularisasi (+), perdarahan (-), makula: edema (+). Mata OS: neovaskularisasi (-), perdarahan (-), makula: edema (-) . Diagnosis yang tepat untuk pasien ini adalah…



a. Retinopati diabetika proliferatif OD dan retinopati diabetika nonproliferatif OS b. Retinopati diabetika nonproliferatif OD dan retinopati diabetika proliferatif OS c. Retinopati diabetika proliferatif ODS dan makulopati d. Retinopati diabetika nonproliferatif ODS e. Retinopati diabetika proliferatif OD makulopati Jawaban: E. Retinopati diabetika proliferatif OD Makulopati



96. RETINOPATI DIABETIK ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL



MATA MERAH VISUS TURUN



• struktur yang bervaskuler  sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi • Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis



mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata) • • • • • • •



Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis



MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK • • • • • •



uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak



MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN • Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi



RETINOPATI DIABETIK DM ophthalmic complications :



• • • • • •



Corneal abnormalities Glaucoma Iris neovascularization Cataracts Neuropathies Diabetic retinopathy → most common and potentially most blinding



• Diabetic Retinopathy : Retinopathy (damage to the retina) caused by complications of diabetes, which can eventually lead to blindness. • It is an ocular manifestation of systemic disease which affects up to 80% of all patients who have had diabetes for 10 years or more.



RETINOPATI DIABETIK Signs and Symptoms • Seeing spots or floaters in the field of vision • Blurred vision • Having a dark or empty spot in the center of the vision • Difficulty seeing well at night • On funduscopic exam : cotton wool spot, flame hemorrhages, dot-blot hemorrhages, hard exudates



Pemeriksaan : • Tajam penglihatan • Funduskopi dalam keadaan pupil dilatasi : direk/indirek • Foto Fundus • USG bila ada perdarahan vitreus Tatalaksana : • Fotokoagulasi laser



RETINOPATI DIABETIK • Riwayat DM yang lama, biasa > 20 tahun • Mata tenang visus turun perlahan • Pemeriksaan Oftalmoskop – Mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler) – Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat dengan mikroaneurisma di polus posterior (dot blot hemorrhage) – Dilatasi vena yang lumennya ireguler dan berkelok – Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan permeabiitas kapiler), warna kekuningan – Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia retina tampak sebagai bercak kuning bersifat difus dan warna putih – Neovaskularisasi – Edema retina



RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF • ditandai dengan kebocoran darah dan serum pada pembuluh darah kapiler • menyebabkan edema jaringan retina dan terbentuknya deposit lipoprotein (hard exudates) • Tidak menyebabkan gangguan penglihatan  mengenai makula • Edema makula  penebalan daerah makula sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal



RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF • ditandai dengan adanya proliferasi jaringan fibrovaskular atau neovaskularisasi pada permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus • Proliferasi  respon dari oklusi luas pembuluh darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia retina • menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan melalui mekanisme; – Perdarahan vitreus – Tractional retinal detachment – Glaukoma neovaskular



Dot blot hemorrhage



Flame-shaped hemorrhage



Microaneurysm / dot blot hemorrhage



Macular edema



Neovascularization



Proliferative diabetic retinopathy



Soal no 97 Tn. Abyan Nandana Hendratama, berusia 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan penglihatan kabur perlahan sejak 2 bulan yang Ialu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak Iima tahun yang Ialu. Pemeriksaan opthalmologis didapatkan gambaran awan pada kedua lensa mata. Apakah patogenesis yang tepat pada kasus diatas?



a. b. c. d. e.



Peningkatan produksi sorbitol Peningkatan konsentrasi galaktosa darah Peningkatan oksidasi crystalline Penurunan aktifitas aldose reductase Penurunan aktifitas aldose dehydrogenase



Jawaban: A. peningkatan produksi sorbitol



97. Diabetic Cataract • Diabetes mellitus type 1 or juvenile diabetes and Diabetes mellitus type 2 or adult-onset diabetes lead to chronic diabetic complications like neuropathy, nephropathy, angiopathy and retinopathy. • Hyperglycemia is known to instigate these diabetic complications. • With the increased formation of advanced glycation end products (AGE’S). • Enhanced activity of aldose reductase (AR). • Formation of reactive oxygen species (ROS).



DIABETIC CATARACT •















Recent basic research studies have emphasized the role of the polyol pathway in the initiation of the disease process. The enzyme aldose reductase (AR) catalyzes the reduction of glucose to sorbitol through the polyol pathway (a process linked to the development of diabetic cataract) the generation of polyols from glucose by Aldose Reductase made the intracellular accumulation of sorbitol leads to osmotic changes resulting in hydropic lens fibers that degenerate and form sugar cataracts In the lens, sorbitol is produced faster than it is converted to fructose by the enzyme sorbitol dehydrogenase.















In addition, the polar character of sorbitol prevents its intracellular removal through diffusion. The increased accumulation of sorbitol creates a hyperosmotic effect that results in an infusion of fluid to countervail the osmotic gradient  results in formation of lens opacities The “Osmotic Hypothesis” of sugar cataract formation, emphasizing that the intracellular increase of fluid in response to AR-mediated accumulation of polyols results in lens swelling associated with complex biochemical changes ultimately leading to cataract formation



Although diabetic cataract is a consequence of cumulative effects of various metabolic processes linked to hyperglycaemia, increased activity of Aldose Reductase in the polyol pathway has been regarded as the initiator of the disease process



Soal no 98 Seorang Iaki-Iaki, 32 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan mata kiri kabur secara tiba-tiba sejak 3 hari yang lalu setelah terkena bola bulu tangkis saat bermain. Ketajaman penglihatan mata kiri 1/300. Pada pemeriksaan fisik mata kiri dijumpai palbebra hematom, subkonjunctival bleeding, kornea jernih, bilik mata depan berisi darah setengah volume, pupil membayang, iris dan Iensa dalam batas normal. Apakah diagnosis pada kasus tersebut?



a. b. c. d. e.



Hifema Katarak Iritis akut Hematom palpebra Subkonjunctival bleeding



Jawaban: A. Hifema



98. Trauma Mekanik Bola Mata • Cedera langsung berupa ruda paksa yang mengenai jaringan mata. • Beratnya kerusakan jaringan bergantung dari jenis trauma serta jaringan yang terkena • Gejala : penurunan tajam penglihatan; tanda-tanda trauma pada bola mata • Komplikasi :       



Endoftalmitis Uveitis Perdarahan vitreous Hifema Retinal detachment Glaukoma Oftalmia simpatetik



Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012



• Pemeriksaan Rutin :  Visus : dgn kartu Snellen/chart projector + pinhole  TIO : dgn tonometer aplanasi/schiotz/palpasi  Slit lamp : utk melihat segmen anterior  USG : utk melihat segmen posterior (jika memungkinkan)  Ro orbita : jika curiga fraktur dinding orbita/benda asing



• Tatalaksana :  Bergantung pada berat trauma, mulai dari hanya pemberian antibiotik sistemik dan atau topikal, perban tekan, hingga operasi repair



TRAUMA MATA Kondisi Akibat trauma mata Iridodialisis



known as a coredialysis, is a localized separation or tearing away of the iris from its attachment to the ciliary body; usually caused by blunt trauma to the eye



may be asymptomatic and require no treatment, but those with larger dialyses may have corectopia (displacement of the pupil from its normal, central position) or polycoria (a pathological condition of the eye characterized by more than one pupillary opening in the iris) and experience monocular diplopia, glare, or photophobia



Hifema



Blood in the front (anterior) chamber of the eyea reddish tinge, or a small pool of blood at the bottom of the iris or in the cornea. May partially or completely block vision. The most common causes of hyphema are intraocular surgery, blunt trauma, and lacerating trauma The main goals of treatment are to decrease the risk of rebleeding within the eye, corneal blood staining, and atrophy of the optic nerve.



Treatment :elevating the head at night, wearing an patch and shield, and controlling any increase in intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema or high IOP Complication: rebleeding, peripheral anterior synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or years after due to angle closure)



TRAUMA MATA Kondisi Akibat trauma mata Hematoma Palpebral



Pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.



Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang sedang dipakai



Perdarahan Subkonjungtiva



Pecahnya pembuluh darah yang terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Bisa akibat dari batu rejan, trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah pecah.



Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan sendirinya dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.



Penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif



Edema Kornea



Terjadi akibat disfungsi endotel kornea local atau difus. Biasanya terkait dengan pelipatan pada membran Descemet dan penebalan stroma. Rupturnya membran Descemet biasanya terjadi vertikal dan paling sering terjadi akibat trauma kelahiran.



Ruptur Koroid



Trauma keras yang mengakibatkan ruptur koroid  perdarahan subretina, biasanya terletak di posterior bola mata



Perdarahan subretina, visus turun dengan sangat, bila darah telah terabsorpsi maka daerah ruptur akan tampak berwarna putih (daerah sklera)



Subluksasi



Lensa berpindah tempat



Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis (iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata bergerak)



HIFEMA • Definisi: – Perdarahan pada bilik mata depan – Tampak seperti warna merah atau genangan darah pada dasar iris atau pada kornea



• Halangan pandang parsial / komplet • Etiologi: pembedahan intraokular, trauma tumpul, trauma laserasi



• Tujuan terapi: – Mencegah rebleeding (biasanya dalam 5 hari pertama) – Mencegah noda darah pada kornea – Mencegah atrofi saraf optik



• Komplikasi: – – – –



Perdarahan ulang Sinekiae anterior perifer Atrofi saraf optik Glaukoma



• Tatalaksana: – – – – –



Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi bed rest & Elevasi kepala malam hari Eye patch & eye shield Mengendalikan peningkatan TIO Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat peningkatan TIO – Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin – Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone acetate 1% 4x/hari) – Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari)



Soal no 99 Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke dokter praktek umum dengan keluhan mata kanan merah sejak 5 hari yang lalu. Keluhan disertai rasa sakit, berair, silau. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan 6/60, mata kiri 6/6, spasme palpebra minimal, konjungtiva hiperemis, dan pada kornea terdapat infiltrat bentuk dendritik. Apakah diagnosis yang tepat pada kasus di atas?



a. b. c. d. e.



Infeksi buang air kecil terinfiltrat filamentosa Infeksi virus H. Simpleks Paparan bahan toksin Infeksi clamydia Reaksi alergi



Jawaban: B. Infeksi virus herpes simpleks



99. Herpes Simplex oftalmikus • HSV-1 infection occurs by direct contact of skin or mucous membrane with virus-laden lesions or secretions • Occurs most commonly in the mucocutaneous distribution of the trigeminal nerve • After the primary infection, the virus travels in retrograde fashion from the infected epithelial cells to nearby sensory nerve endings and is transported along the nerve axon to the cell body located in the trigeminal ganglion, entering into a latent state. • Interneuronal spread of HSV within the ganglion allows patients to develop subsequent ocular disease without ever having had primary ocular HSV infection



Ocular Manifestation of HSV • • • • • • •



Periocular herpes simplex Blepharitis Conjunctivitis Scleritis Keratitis Iridocyclitis Retinitis



Herpes Simplex Keratitis



Keratitis Herpes Simpleks • •



• • •



Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren. Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan. Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti banyak. Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa . Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR



Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007



• Tanda dan gejala: – Infeksi primer biasanya berbentuk blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa menyebabkan kerusakan mata yang signifikan. – Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata, penurunan penglihatan, anestesi pada kornea, demam. – Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat bilateral – Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion -dendritic ulcer -- Geographic ulcer • Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV. Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan tes flurosensi. • Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt amuba Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007



Keratitis herpes Treatment • •







The treatment of herpes simplex keratitis is dependent upon whether the episode of disease is caused by active viral replication or immune response to past infection. We recommend NOT using topical glucocorticoids when active HSV epithelial disease is present (Grade 1C). We recommend that patients with epithelial herpes simplex keratitis receive antiviral agents (Grade 1B). – Oral and topical antivirals are equally effective, but oral agents are more convenient to use. Trifluorothymidine 1% (trifluridine) is given one drop every two hours (eight or nine doses daily) for two weeks. – Ganciclovir 0.15% gel is given one drop five times daily until epithelial healing occurs and then three times daily for seven days. Oral acyclovir is given 400 mg five times daily.







We suggest treatment of stromal keratitis with a combination of an oral antiviral agent and a topical glucocorticoid (Grade 2A). – We suggest that patients with recurrent episodes of significant keratitis receive ongoing suppressive oral antiviral therapy with either valacyclovir or acyclovir (Grade 2B). – Valacyclovir is given 500 mg once daily and acyclovir 400 mg two times a day. – Suppressive therapy may not be cost-effective for patients with mild recurrent disease, and its effect does not persist when the drug is discontinued.







Patients who have significant vision impairment due to corneal scarring from keratitis may require corneal transplantation. Oral acyclovir improves corneal graft survival.



Keratitis herpes treatment • Treatment options for primary ocular herpes infection include the following: – – – –



Ganciclovir ophthalmic gel 0.15% - 5 times daily Trifluridine 1% drops - 9 times daily Vidarabine 3% ointment - 5 times daily Oral acyclovir 400 mg - 5 times daily for 10 days [20] ; oral acyclovir is the preferred treatment in patients unable to tolerate topical medications and with good renal function • equivalent to topical treatment and avoids corneal epithelial toxicity



– A cycloplegic agent may be added to any of the above regimens for comfort from ciliary spasm.



Keratitis herpes zoster • Bentuk rekuren dari keratitis Varicella • Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)



Keratitis varicella • Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella • Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea dan uveitis Keratitis marginal • Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus • Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea



Keratitis bakteri • Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata org yang menggunakan kontak lens • Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion



Herpes Zooster Ophtalmicus • First described by Hutchinson in 1865 • Involves the reactivation of VZV in the trigeminal ganglia with ophthalmic involvement • Accounts for 10%-25% of zoster episodes – Nasociliary branch of the ophthalmic nerve innervates the skin of the eyelids, conjunctiva, sclera, cornea, iris, choroid, and the tip of the nose



• Hutchinson’s sign – Presence of vesicles at the side of the tip of the nose – Indicator of nasociliary involvement – Associated with a 50-76% chance of ocular complications – The risk lowers to 34% without nasociliary involvement



Signs • External – – – –



Lid edema and vesicles Conjunctival hyperemia Episcleritis and scleritis Cornea • • • • •



Punctate epithelial keratitis Pseudodendrites Anterior stromal infiltrates Keratouveitis Uveitis



Figure 1A



Shaikh S, Cristopher N. Evaluation and Management of Herpes zooster ophtalmicus. (Am Fam Physician 2002;66:1723-30,1732.



Penatalaksanaan



Soal no 100-101 100. Seorang laki-laki berumur 20 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan mata kanan merah dan penglihatan kabur setelah tertusuk dengan benda tajam 1 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, mata kanan merah, berair dan silau, injeksi siliar, terdapat luka yang menggaung pada kornea dan ketajaman penglihatan 1/60 . Apakah diagnosis yang paling tepat?



a. b. c. d. e.



Ulkus kornea perifer okuli dekstra Abses kornea okuli dekstra Ulkus atheromatosus okuli dekstra Ulkus kornea sentral okuli dekstra Descemetocele okuli dekstra



Jawaban: D. Ulkus kornea sentral okuli dekstra



101. Ny. Quinnsha Qiana Qalesya Ibrahim, usia 50 tahun, datang ke Puskesmas Sukatani dengan keluhan mata kanan merah dan buram. Pada pemeriksaan mata, didapatkan mata kiri tidak ada kelaianan, pada mata kanan didapatkan Visus OD 1/60 pada kornea didapatkan defek infiltrat abu-abu dengan satelit (+), tepi tidak teratur. Pada bilik mata depan didapatkan hipopion. Etiologi yang mungkin adalah...



a. b. c. d. e.



Jamur Virus Stafilokokus Pneumokokus Streptokokus



Jawaban: A. jamur



100-101. Ulkus Kornea



ULKUS KORNEA •



Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea







ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.







Etiologi: Infeksi, bahan kimia, trauma, pajanan, radiasi, sindrom sjorgen, defisiensi vit.A, obatobatan, reaksi hipersensitivitas, neurotropik







Gejala Subjektif – – – – – – – – –







Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva Sekret mukopurulen Merasa ada benda asing di mata Pandangan kabur Mata berair Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus Silau Nyeri nfiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.



Gejala Objektif – – –



Injeksi siliar Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat Hipopion



ULKUS KORNEA • Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 : 1. Ulkus kornea sentral – Ulkus kornea bakterialis – Ulkus kornea fungi – Ulkus kornea virus – Ulkus kornea acanthamoeba 2.Ulkus kornea perifer – Ulkus marginal – Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden) – Ulkus cincin (ring ulcer)



Penatalaksanaan : – harus segera ditangani oleh spesialis mata – Pengobatan tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, – sikloplegik – Mengurangi reaksi peradangan dengan steroid. – Berikan analgetik jika nyeri – Jangan menggosok-gosok mata yang meradang – Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan



• Ulkus kornea pneumokokal – Streptokokus pneumonia – Muncul 24-48 jam setelah inokulasi pd kornea yg abrasi – Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpinginous). – Ulkus bewarna kuning keabuabuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. – Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia. – Efek merambat  ulkus serpiginosa akut – Obat: mofifloxacin, gatifloxacin, cefazolin



Ulkus kornea Bakterial •



Ulkus kornea stafilokokus – – –







Ulkus sering indolen, mungkin disertai sedikit infiltrat dan hipopion Ulkus seringkali superfisial Obat: vankomisin



Ulkus kornea pseudomonas – – – – – – –



Pseudomonas aeruginosa Awalnya berupa infiltrat kelabu/ kuning di tempat yang retak Terasa sangat nyeri Menyebar cepat ke segala arah krn adanya enzim proteolitik dr organisme Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna hijau kebiruan Berhubungan dengan penggunaan soft lens Obat: mofifloxacin, gatifloxacin, siprofloksasin, tobramisin, gentamisin



Keratitis/ulkus Fungal • Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama berkurang krn saraf kornea mulai rusak. • Pemeriksaan oftalmologi : – Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma – Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal – Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas infiltrat stroma



• Faktor risiko meliputi : – Trauma mata (terutama akibat tumbuhan) – Terapi steroid topikal jangka panjang – Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.



Keratitis/ ulkus Fungal • Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan keratitis fungal dengan bakteri. – Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance” yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.



• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal tissue biopsy).



Stromal infiltrate



Ulkus kornea Jamur



Lesi satelit (panah merah) pada keratitis jamur



Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.



• Atheromatous Corneal Ulcer – Terbentuknya ulserasi diatas jaringan sikatriks (leucoma) pada mata yang disebabkan riw. Trauma atau infeksi sebelumnya – Diakibatkan dari proses penyembuhan yang buruk – Tx: keratoplasty



• Descematocele : – Pada regio kornea terjadi penipisan jaringan berat sehingga yang tersisa hanyalah membran Descemet



Soal no 102 Seorang laki-laki berusia 65 tahun datang ke dokter dengan keluhan mata tidak dapat melihat sebagian namun penglihatan masih jelas. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan visual acquity 6/6, segmen anterior dan segmen posterior dalam batas normal. Hasil pemeriksaan lapangan pandang menunjukkan hemianopsia homonim. Dimanakah letak lesi?



a. b. c. d. e.



Chiasma opticum Nervus opticus Traktus opticum Lobus occipitalis Radiatio optica



Jawaban: C. Traktus optikum



102. Gangguan Lapang Pandang: Hemianopia • Hemianopia, also known as Hemianopsia is loss of vision in either the right or left sides of both eyes



http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/hemianopia



Definisi Kebutaan



Soal no 103 Ny. Aleta Quenby Elvina Akbar, usia 80 tahun datang diantar oleh cucunya ke praktek dokter umum dengan keluhan mata merah, berair dan nyeri yang dirasakan pasien sudah timbul sejak lama. Selama ini pasien tidak mau berobat. Pada pemeriksaan mata didapatkan palpebra marginalis menempel sehingga bulu mata maengenai kornea. Diagnosis pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Enteropion senilis Enteropion sekunder Enteropion sikatrik Enteropion involusional Entropion spastik



Jawaban: D. Entropion involusional



103. Entropion • Merupakan pelipatan palpebra ke arah dalam • Penyebab: infeksi (ditandai dengan adanya jaringan parut), faktor usia, kongenital • Klasifikasi – Enteropion involusional • yang paling sering dan terjadi akibat proses penuaan • Mengenai palpebra inferior, karena kelemahan otot palpebra



– Enteropion sikatrikal • Mengenai palpebral inferior/ superior • Akibat jaringan parut tarsal • Biasanya akibat peradangan kronik seperti trakoma



– Enteropion congenital • Terjadi disgenesis retraktor kelopak mata bawa  palpebra tertarik ke dalam



– Enteropion spastik akut • Terjadi penutupan kelopak mata secara spastik  terjadi penarikan oleh m.orbikularis okuli  entropion



Soal no 104 Laki-laki, 56 tahun, perokok berat dengan riwayat HT. Penglihatan mata kanan kabur tertutup kabut pada bagian tengah, tidak sakit dan tidak merah. Pemeriksaan oftalmologi OD : VOD 5/60 pin hole tetap. Funduskopi : tampak pendarahan kwadran superotempora, bercak putih kekuningan, batas tegas. Gambaran bercak putih seperti kapas. Diagnosis penyakit dari kasus tersebut adalah...



a. b. c. d. e.



Emboli arteri retina TIO yang meningkat mendadak Ablatio retina Pendarahan retina Sumbatan vena retina



Jawaban: E. Sumbatan vena retina



104. Retinal Venous Occlusive Disease Classification • Central Retinal Vein Occlusion (CRVO) – Ischemic – Non Ischemic



• Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO)



Branch Retinal Vein Occlusion • Findings – Within one sector of the retina • • • • •



Superficial hemorrhages Retinal edema Cotton-wool spots Dilated and tortuous vein Corresponding artery narrowed and sheathed



Branch Retinal Vein Occlusion



• Findings – Superotemporal quadrant most common • 63%



– Occurs at arteriovenous crossing • Artery and vein bound together in a common sheath • Arterial thickening compresses vein – Turbulent flow → thrombus formation



Branch Retinal Vein Occlusion • Visual Loss – Acute • Macular hemorrhage • Macular edema • Capillary occlusion



– Chronic • • • • •



Macular ischemia CME Macular pigmentary changes Epiretinal membrane formation Subretinal fibrosis



Branch Retinal Vein Occlusion • Risk factors – Identified by the Eye Disease Case-Control Study • • • •



Hypertension Cardiovascular disease Increased BMI at age 20 Glaucoma



– Note : Diabetes not an independent risk factor



• Photocoagulation – Used to treat: • Macular edema – Requires intact foveal perfusion



• Neovascularization



– Macular edema • Allow three months for improvement • Vision 20/40 or worse • Light grid pattern of laser spots to involved sector of retina • Branch vein occlusion study – Treated eyes more likely to gain 2 lines of vision » Treated 65%, untreated 37%



• Photocoagulation – Neovascularization • BVOS defined ischemic BRVO – Area of non-profusion > 5 disk diameters



• Large areas of non-profusion increase risk of neovascularization



– Apply scatter PRP to areas of retinal ischemia • Only when neovascular complications develop – NVI, NVE (neovascularization elsewhere), NVD (neovascularization of the disc)



OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS (CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSION) • Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan hilang mendadak.



• Predisposisi : – – – – –



Usia diatas 50 thn Hipertensi sistemik 61% DM 7% -Kolestrolemia TIO meningkat Periphlebitis (Sarcouidosis, Behset disease) – Sumbatan trombus vena retina sentralis pada daerah posterior lamina cribrosa)



Central Retinal Vein Occlusion • Findings – Dilated and tortuous retinal veins – Swollen optic disc – Intra-retinal hemorrhages – Retinal edema



All four quadrants



Central Retinal Vein Occlusion



• Classification – Based on amount of non-profusion on fluorescein angiography • Ischemic – ≥10 disk areas » Non-ischemic 



< 10 disk areas



» Indeterminate  



Too much hemorrhage to tell 80% progress to ischemic



Central Retinal Vein Occlusion • Pathogenesis – Thrombosis of the central retinal vein • At or posterior to the lamina cribrosa



– Atherosclerotic central retinal artery • Impinges on central retinal vein – Turbulent flow → thrombus



Central Retinal Vein Occlusion • Non-ischemic CRVO – Less dilation and vascular tortuosity – Dot and flame hemorrhages in all quadrants – Less or no disk swelling



– Angiogram shows • Delayed A-V transit time • Leakage • Minimal capillary dropout



Central Retinal Vein Occlusion • Ischemic CRVO – – – –



Extensive hemorrhage Retinal edema Marked venous dilation Cotton-wool spots



– Angiogram show



• Widespread capillary nonprofusion



– Visual prognosis poor



• Only 10% have >20/400 vision



– NVI (neovascularization of iris)



• As high as 60% of eyes • Occurs 3-5 months post occlusion – “the three month glaucoma”



Central Retinal Vein Occlusion • Risk Factors – Eye Disease Case-Control Study • Hypertension • Diabetes – Unlike BRVO



• Glaucoma – Check and treat IOP!



– CRVO in young patients requires more extensive workup for cause



CRVO In Young Patients – Causes •



Systemic vascular disease – Hypertension – Diabetes mellitus – Cardiovascular disease







Clotting disorders – – – – – –



Activated protein C resistance Lupus anticoagulant Anticardiolipin antibodies Protein C Protein S Antithrombin III



Paraproteinemia and dysproteinemias – Multiple myeloma – Cryoglobulinemia







Vasculitis – Syphilis – Sarcoidosis



Blood dyscrasias – Polycythemia vera – Lymphoma – Leukemia















Autoimmune disease – Systemic lupus erythematosus



• •



Oral contraceptive use in women Other rare associations – Closed-head trauma – Optic disc drusen – Arteriovenous malformations of retina



Central Retinal Vein Occlusion • Pemeriksaan : – FFA (Fundus Fluorescein Angiography) – ERG (Electroretinogram) – Tonometri



• Penatalaksanaan : • Memperbaiki underlying disease • Fotokoagulasi laser • Vitrektomi • Kortikosteroid belum terbuti efektivitasnya • Anti koagulasi sistemik tidak direkomendasikan



• Management – Family medical doctor to manage • Hypertension • Diabetes • Elevated cholesterol



Central Retinal Vein Occlusion • Management – Macular edema • Central Vein Occlusion Study Group – Grid laser treatment in the macula » DOES reduce angiographic evidence of edema » DOES NOT improve vision



Central Retinal Vein Occlusion



• Management



– Macular edema • Intravitreal trimcinolone/Avastin • Capable of transiently improving vision – Risks » Glaucoma » RD » Cataract » Endopthalmitis



Central Retinal Vein Occlusion



• Management – Iris neovascularization – PRP to eyes prior to NVI • NO benefit – Even if very ischemic



– Once neovascularization detected • Prompt PRP



Central Retinal Vein Occlusion



• Outcome – Most important predictor is initial visual acuity: • 20/40 or better – Likely to remain unchanged



• 20/400 or less – Likely to remain worse than 20/400



• 20/50-20/200 – 1/3 unchanged – 1/3 improve – 1/3 worse



Hemiretinal vein occlusion  Less common than BRVO and CRVO  Occlusion of superior or inferior branch of the CRV.  Features of BRVO, involving the superior or inferior hemisphere  Prognosis depends on severity of macular edema and ischemia.



Defini dan gejala Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli Oklusi vena sentral retina



Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan hilang mendadak. Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke 4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil



Ablatio retina



suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters, photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup



Retinopati hipertensi



suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing – cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire



Soal no 105 Nn. Felysia Inez Gianina Wijayanto, 25 tahun, datang ke Polikinik Sehat Ceria dengan keluhan mata kering, mengganjal dan mata merah. Pasien memiliki riwayat sering memakai obat tetes mata gentamicyn selama 2 minggu. Obat tetes mata ini pasien beli sendiri di apotek. Dari pemeriksaan pasien saat ini ditemukan injeksi konjungtiva (+), tes fluresen (+). Diagnosis yang tepat adalah....



a. b. c. d. e.



Keratokonjungtivitis toksik Keratokonjungtivitis Virus Keratokonjungtivitis Bakteri Keratokonjungtivitis Vernal Keratokonjungtivitis Atopi



Jawaban: A. Keratokonjungtivitis toksik



105. Keratokonjungtivitis toksik • Definition : – Corneal toxicity is caused by chemical trauma and by iatrogenic and factitious disease, which are often overlooked



• Iatrogenic toxicity occurs in patients with acute or chronic ocular surface disorders as a result of both the short-term and, more often, the longtermuse of topical medications • The commonest conjunctival reactions were toxic papillary, toxic follicular, and delayed hypersensitivity • The commonest associated drugs were : – Idoxuridine (IDU), arabinoside A, aminoglycosides, pilocarpine, chloramphenicol, and the preservatives benzalkonium chloride, phenylmercuric nitrate (which is no longer used in the UK), thiomersal, and EDTA Dart J. Corneal toxicity : The epithelium and stroma in iatrogenic and factitious disease. Eye (2003) 17;886-92



• The clinical signs – Both iatrogenic and factitious disease are usually nonspecific and identical to those resulting from other causes of corneal epithelial disease such as: • • • • •



punctate keratopathy, Coarse focal keratopathy, pseudodendrites, Filamentary keratopathy, and persistent epithelial defect



NEUROLOGI



Soal no 106 Seorang perempuan, 45 tahun, datang dengan keluhan nyeri hebat pada wajah sebelah kanan. Nyeri dirasakan secara tiba-tiba setelah pasien menggosok gigi. Nyeri pada pipi kanan sampai dagu kanan, intensitas nyeri selama 1 menit. Riwayat trauma (-). Tes sensibilitas wajah kanan berkurang. Farmakologi lini pertama pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Fenobarbital Fenitoin Carbamazepin Diazepam Midazolam



Jawaban: C. Carbamazepin



106. Neuralgia Trigeminal



Soal no 107 Tn. Abraham Alexi Pratama usia 21 tahun, datang ke tempat Praktek dr. Alexis dengan keluhan tangan kebas. Pasien sering mengibasibaskan tangan untk meringankan keluhan pasien tersebut. Keluhan sudah dirasakan sejak beberapa tahun terakhir. Dari pemeriksaan neurologis yang dilakukan, didapatkan tinnel sign (+). Apakah tatalaksana yang tepat pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



Splinting Operasi Inj. Kortikosteroid Fisioterapi NSAID



Jawaban: A. Splinting



107. Carpal Tunnel Syndrome



Terapi Konservatif • Istirahatkan pergelangan tangan • Obat antiinflamasi nonsteroid • Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu



• lnjeksi steroid • Kontrol cairan,misalnya dengan pemberian diuretika • Vitamin B6 (piridoksin) • Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan



Terapi Operatif • Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. • Operasi hanya dilakukan: • pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif • bila terjadi gangguan sensorik yang berat • adanya atrofi otot-otot thenar.



Soal no 108 Tn. Abqari Agam Agler Basupati, usia 56 tahun datang ke RSUD Sorong dengan keluhan kelemahan pada tubuh bagian kanan. Saat diperiksa pasien hanya bisa menggeserkan anggota gerak kanan. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan sudut bibir kiri tampak turun dan alis tidak dapat digerakkan. Pemeriksaan lain dalam batas normal. Diagnosa klinis pasien ini adalah…



a. Lesi pada N. VII dextra-sentral dan hemiparesis dextra b. Lesi pada N. VII dextra-perifer dan hemiparesis dextra c. Lesi pada N. VII sinistra-perifer dan hemiplegi dextra d. Lesi pada N. VII sinistra-sentral dan hemiplegi dextra e. Lesi pada N. VII sinistra-perifer dan hemiparesis dextra Jawaban: E. Lesi pada N. VII sinistra-perifer dan hemiparesis dextra



108. Lesi Batang Otak • Lesi vaskular regional di otak akan menyebabkan hemiparesis yang kontralateral terhadap sisi lesi. • Jika lesi vaskular berada di daerah batang otak sesisi, maka akan menyebabkan hemiparesis alternans yang mana berarti pada tingkat lesi kelainan bersifat ipsilateral sedangkan pada bagian distal dari lesi kelainan bersifat kontralateral. • Tergantung pada lokasi lesi paralitiknya, dapatlah dijumpai sindrom hemiplegiaa alternan di mesensefalon, pons, dan medulla oblongata.



Hemiplegia Alternans • Hemiplegia alternans superior – (Weber) – n.III • Hemiplegia alternans media – (Millard Gubler) – n.VII • Hemiplegia alternans inferior – (Jackson II) – n.XII



Sindrom Hemiplegia/ hemiparesis Alternans di Mesensefalon •















Lesi di batang otak menduduki pedunkulus serebri di tingkat mesensefalon. Nervus okulomotorius (N.III) yang hendak meninggalkan mesensefalon melalui permukaan ventral melintasi daerah yang terkena lesi sehinggaikut terganggu fungsinya. Dikenal sebagai hemiplegia alternans n. okulomotorius atau sindrom dari weber.



Adapun manifestasi kelumpuhan n.III itu ialah (a) paralisis m.rectusinternus (medialis), m.rectus superior, m.rectus inferior, m.obliqusinferior, dan m.levator palpebrae superior sehingga terdapat strabismus divergen, diplopia jika melihat ke seluruh jurusan dan ptosis. (b) paralisism.sfingter pupilae, sehingga terdapat pupil yang melebar (midriasis).



Sindrom Hemiplegia/ hemiparesis Alternans di Pons



• Hemiplegia/hemiparese alternans akibat lesi di pons adalah kelumpuhan UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada di bawah tingkat lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN ipsilateral pada otot-otot yang disarafi oleh nervus abdusens (n.VI) atau nervus fasialis (n.VII).



Sindrom Hemiplegia/ hemiparesis Alternans di Medulla Oblongata



• Kelumpuhan UMN yang terjadi di bagian tubuh kontralateral yang berada di bawah leher dan diiringi oleh kelumpuhan LMN pada belahan lidah sisi ipsilateral. • Itulah sindrom hemiplegia alternans nervus hipoglossus atau sindrom medular medial.



Lesi Mesensefalon Jenis Sindrom



Keterangan



Sindrom Weber



Hemiplegia alternans okulomotorius (didapatkan hemiplegia kontralateral lesi dan parese nervus III ipsilateral



Sindrom Benedict



Parese N.III ipsilateral, hemiparesis kontralateral, hiperkinesis kontralateral dan ataxia.



Sindrom Parinaud



Hilangnya tatapan vertikal, midriasis, hilangnya konvergensi , refleks cahaya menghilang, retraksi kelopak mata dan nistragmus retraktorius



Sindrom Claude



Parese N.III ipsilateral disertai ataxia cerebellum



Sindrom Top Of Basillar



Sindrom Parinaud, parese N.III ipsilateral dan abulia inisiatif



Sindrom Nothnagel



Parese N.III unilateral atau bilateral disertai ataxai cerebellar



Lesi Pons Jenis Sindrom



Keterangan



sindrom Millard Gubler (Ventral Pontine syndrome)



Hemiplegia alternans n.abdusens dan n.fasialis (didapatkan hemiplegia kontralateral lesi dan parese n.VI dan n.VII tipe LMN)



Sindrom foville (inferior medial pontine syndrome)



• corticospinal tract: contralateral hemiplegia/hemiparesis • medial lemniscus: contralateral loss of proprioception and vibration • middle cerebellar peduncle: ipsilateral ataxia • facial nerve (CN VII) nucleus: ipsilateral facial weakness • abducens nerve (CN VI) nucleus: lateral gaze paralysis and diplopia



Lesi Medulla Oblongata Jenis Sindrom



Keterangan



Sindrom Wallenberg (lateral Medullary syndrome)



Hemiplegia alternans n.hipoglosus, hemiplegia alternans n. glossopharyngeus dan n.vagus



Sindrom Avellis



Paralisis palatum molle dan pita suara disertai hemianestesia kontralateral



Sindrom Jackson



Sindrom Avellis disertai paralisis lidah ipsilateral



Soal no 109 Ny. Arshinta Kirania Pratista, 65 tahun, dibawa oleh keluarganya karena belakangan ini diketahui sering marah-marah dan berbicara nglantur tidak jelas, keluhan ini sudah 2 tahun. Sejak 6 bulan belakangan ini pasien mulai lupa dengan nama anak-anaknya. Pada pemeriksaan didapatkan test primitif (+), inkontinensia urin (+). Lobus apakah yang terkena?



a. b. c. d. e.



Fronto temporal Temporal parietal Parietal occipital Frontal parietal Temporal occipital



Jawaban: A. Fronto temporal



109. Dementia



Primitive reflex (+), incontinence



Demensia frontotemporal • Sekelompok penyakit yang ditandai oleh degenerasi sel otak bagian frontal dan temporal • Gejala dan tanda – Gangguan perilaku – Gangguan kepribadian – Gangguan berbahasa.



Neurodegenerative Diseases • Alzheimer’s disease • frontotemporal dementia (FTD) – behavioral variant (“Pick’s disease”) – primary progressive aphasias



predominantly cognitive symptoms



• posterior cortical atrophy (PCA)



• • • •



progressive supranuclear palsy (PSP) corticobasal degeneration (CBD) dementia with Lewy bodies (DLB) Huntington’s disease



• Parkinson’s disease • ALS (Lou Gehrig’s disease)



cognitive & motor symptoms



predominantly motor symptoms



Frontotemporal Dementia • Definition: – clinicopathologic condition consisting of deterioration of personality and cognition assoc. with prominent frontal and temporal lobe atrophy



• Accounts for up to 3-20% of dementias – Third behind AD and Lewy Body Dementia in neurodegenerative dementing illnesses



FTD: Clinical Findings



• behavioral variant (bvFTD) – disinhibition



• socially inappropriate behavior • impulsivity



– apathy • loss of interest, drive, motivation



– loss of sympathy / empathy – repetitive / compulsive / ritualistic behavior



• language variants (3 subtypes) – progressive nonfluent aphasia (PNFA) – logopenic progressive aphasia (LPA) – semantic dementia (SD)



Frontotemporal Dementia • Established clinical consensus criteria (The Lund and Manchester Groups, J Neurol Neurosurg Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology 1998;51:1546-1554):



• Core features o Insidious onset and slow progression o Early decline of • Social interpersonal conduct • Regulation of personal conduct • Insight o Early emotional blunting



• Supportive features: – Decline in personal hygiene and grooming – Mental rigidity and inflexibility – Distractibility and impersistence – Hyperorality – Perseverative behavior – Speech and language



Diagnosis • Neuropsychology: – Impaired frontal lobe tests in absence of severe amnesia, aphasia, or visuospatial deficits • Imaging: – Atrophy or decreased uptake in the frontal or anterior temporal lobes (bilateral or unilateral) by MRI, CT, PET, SPECT (The Lund and Manchester Groups, J Neurol Neurosurg Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology 1998;51:1546-1554)



TELENCEPHALON



AREA CORTEX CEREBRI (UTAMA) menurut Broadmann



1. Lobus frontalis: - area 4: cortex motorik primer - area 6: area premotorik (extrapyramidal) - area 8: atur gerak mata & pupil - area 44,45: area bahasa motorik (Broca) 2. Lobus parietalis: - area 1,2&3: area somatosensorik 



cortex sensorik primer



3. Lobus temporalis: - area 41: cortex auditorik primer - area 42: cortex auditorik sekunder (asosiasi) - area 22,23: area bahasa perseptif (Wernicke) - area 28: area olfaktorius 4. Lobus oksipitalis: - area 17: cortex visual primer - area 18,19: cortex asosiasi visual



TELENCEPHALON



LESI KORTEK CEREBRI Lobus



Defisit Neurologi



Fenomena positif



Psikopatologi



Frontalis



Hemiparese spastik (kontralat)



Bangkitan motorik fokal



Mudah marah Disinhibisi Afasia motorik Broca (dominan)



Parietalis



Hemisensorik kontralat Homonim kwadranopsia bwh (kontralat) Hemispastial



Bangkitan sensorik fokal



Disorientasi ruang Agnosiataktil Apraksia Afasia amnestik Aleksia dominan



Temporalis



Homonim kwadranopsia ats (kontralat)



Bangkitan psikomotor



Defisit memori Afasia sensorik (wernicke)



Oksipitalis



Homonim hemianopsia (kontralat)



Sensasi dan halusinasi



Agnosia warna Disorientasi visuospastial Agnosia visual Aleksia



Sifat Gangguan pada Korteks Gejala Motoriknya : Derajat tidak sama. Klasifikasi derajat Gangguan : 0 : tidak ada kontraksi 1 : Kontraksi (+), Gerak (-) 2. Gerak (+) Horizontal tapi tidak bisa melawan gaya gravitasi 3. Dapat melawan gaya gravitasi namun tidak bisa melawan gaya berat tambahan 4. Dapat melawan gaya berat ringan 5. Normal Hemiplegia Kontralateral Gangguan Fungsi luhur ( Disfasia / Afasia )



TELENCEPHALON



SUBKORTEK Merupakan subtansia alba di tengah hemisfer cerebri yang berisi Serabut-serabut transversal (komisur), proyeksi & asosiasi. Serabut saraf



Anatomi



Fisiologi



Transversal (komisur)



Corpus callosum Komisura anterior Komisura hipokampi



Hubungkan area2 yg homolog pada kedua hemisfer otak



Proyeksi



Corona radiata Capsula interna Capsula externa



Hubungkan talamus ke cortex Hubungkan cortex ke SSP bagian bawah



Asosiasi



Pendek (serat-serat U) Panjang (cingulum, fasiculus frontooccipitalis sup, fasiculus longitudinalis sup/arcuatus, fasiculus fronto-occipitalis inf, fasiculus unsinatus, fasiculus longitudinalis inf, capsula extrema, fasiculus orbito frontalis, fasiculus perpendicularis



Hubungkan bagian2 tertentu pada 1 sisi hemisfer Pendek: hubungkan girus bersebelahan/berdekatan Panjang: hubungkan area yg jauh



TELENCEPHALON BASAL GANGLIA • Kelompok substansia grisea yang terletak basal dari corpus medulare, sebagian besar dibentuk sel2 saraf, sebagian kecil dibentuk serat2 penghubung Anatomi: a. corpus striatum  nucleus caudatus dan nucleus lenticularis b. claustrum c. nucleus amygdaloid (amygdale)



Fungsi:



a. corpus striatum  pusat subcortical sistem extrapyramidal b. nucleus amygdale  bagian rhinencephalon & sistem limbik c. claustrum msh blm jelas fungsinya



Soal no 110 Tn. Abid Aqila Pranajaya Nugroho, 40 tahun, dating ke RS karena mengalami kelemahan kedua tungkai bawah. Mulanya kelemahan dirasakan setinggi ankle. Pasien 1 minggu sebelumnya dirawat karena diare. Dari pemeriksaan neurologis ditemukan reflek fisiologis menurun kedua tungkai menurun, reflek patologis tidak ada. Komplikasi terburuk penyakit tersebut adalah...



a. b. c. d. e.



Atropi otot Kelumpuhan otot pernafasan Hemiparese Hemiplegia Tetraparesis



Jawaban: B. Kelumpuhan otot pernafasan



110. Guillane Barre Syndrome



Soal no 111 Ny. Kaila Sherly Sifabella, usia 30 tahun datang dengan keluhan mulut mencong. Pasien mengaku 1 hari sebelumnya melakukan perjalanan jauh ke Bandar Lampung dengan jendela mobil terbuka. Pasien mengaku tidak pernah menderita seperti ini sebelum. Keluhan disarakan pada kening dan mulut. Tatalaksana yang tepat untuk pasien adalah...



a. b. c. d. e.



Ibuprofen Paracetamol Piracetam Diazepam Methyprednisolone



Jawaban: E. Methyprednisolone



111. Bell’s Palsy



Soal no 112 Seorang pasien umur 59 tahun datang ke IGD dengan keluhan anggota tubuh yang kanan melemah sejak 8 jam yang lalu. Pasien saat itu sedang menonton televisi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran kompos mentis, tensi 110/70mmHg, nadi 92x/mnt, RR 20x/mnt, suhu 36,6oC. Pada pemeriksaan motorik didapatkan motorik sinistra +5, motorik dextra +3, kaku kuduk (-), babinsky (+). Pemeriksaan gold standart yang tepat adalah…



a. b. c. d. e.



Rontgen kepala CT scan kepala tanpa kontras CT scan kepala dengan kontras MRI kepala tanpa kontras MRI kepala dengan kontras



Jawaban: B. CT scan kepala tanpa kontras



112. Stroke



Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012) • Transient Ischemic Attack (TIA) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.



• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.



• Stroke in Evolution (Progressing Stroke) • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.



• Stroke in ResolutionStroke in resolution: • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.



• Completed Stroke (infark serebri): • defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi



Soal no 113 Tn. Riffat Syazwan Tbrani Umair, 58 tahun, datang ke UGD RS Zahran diantar istri dan anaknya. Pada pemeriksaan inspeksi didapatkan masked face, pill rolling tremor. Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pada sediaan histopatologi ditemukan Lewys Body. Kelainan tersebut terletak pada...



a. b. c. d. e.



Nucleus caudatus Ganglia basalis Susbtansia nigra Mid brain Cerebellum



Jawaban: C. Substansia nigra



113. Parkinson • Parkinson: – Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus. – Gangguan kronik progresif: • Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga bibir & slrh kepala • Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus • Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka topeng, bicara lambat, hipofonia • Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri



• Hemibalismus/sindrom balistik – Gerakan involunter ditandai secara khas oleh gerakan melempar dan menjangkau keluar yang kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis. – Terjadi kontralateral terhadaplesi



• Chorea Huntington – Gangguan herediter autosomal dominan, onset pada usia pertengahan dan berjalan progresif sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10 ± 12 tahun



Parkinson Disease Gejala dan Tanda Parkinson Gejala awal tidak spesifik • Nyeri • Gangguan tidur •Ansietas dan depresi •Berpakaian menjadi lambat •Berjalan lambat



Gejala Spesifik • Tremor • Sulit untuk berbalik badan di kasur •Berjalan menyeret •Berbicara lebih lambat



Tanda Utama Parkinson : 1. Rigiditas : peningkatan tonus otot 2. Bradykinesia : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif 3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan saat mata agak menutup 4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk



Penatalaksanaan Parkinson •



Prinsip pengobatan parkinson adalah meningkatkan aktivitas dopaminergik di jalur nigrostriatal dengan memberikan : – Levodopa  diubah menjadi dopamine di substansia nigra – Agonis dopamine – Menghambat metabolisme dopamine oleh monoamine oxydase dan cathecolO-methyltransferase – Obat- obatan yang memodifikasi neurotransmiter di striatum seperti amantadine dan antikolinergik



Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005



Penyakit Lewy body (Lewy body disease) • Ditandai oleh adanya Lewy body di dalam otak. • Lewy body adalah gumpalan-gumpalan protein alphasynuclein yang abnormal yang berkembang di dalam sel-sel syaraf. • Abnormalitas ini terdapat di tempat-tempat tertentu di otak, yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam bergerak, berpikir dan berkelakuan. • Ada tiga penyakit yang hampir bersamaan yang dapat digolongkan ke dalam penyakit Lewy body: – Demensia dengan Lewy body (dementia with Lewy bodies) – Penyakit Parkinson (Parkinson’s disease) – Demensia dengan penyakit Parkinson (Parkinson’s disease dementia)



Soal no 114 Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dibawa ke puskesmas oleh orang tuanya karena sering mengalami pandangan kosong dan bengong sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan dapat berulang hingga 10 kali sehari, selama beberapa detik, mendadak pada kondisi apapun, tidak terjatuh tetapi kemudian pasien normal kembali. Riwayat trauma kepala saat balita namun tidak pernah diperiksakan. Dari pemeriksaan status neurologis dalam batas normal. Dokter mendiagnosis pasien tersebut mengalami epilepsi. Apakah kemungkinan tipe epilepsi yang dialami oleh pasien tersebut?



a. b. c. d. e.



Kejang pasial sederhana Kejang umum mioklonik Kejang parsial kompleks Kejang umum absans Kejang umum tonik



Jawaban: D. Kejang umum absans



114. Kejang • Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002)



Manifestasi Klinik 1. Kejang parsial ( fokal, lokal ) a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : – Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi . Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. – Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jtuh dari udara, parestesia. – Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. – Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.



b) Parsial kompleks – Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks – Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. – Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku – Durasi >30 detik, – frekuensi tidak menentu – Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan



2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi ) a) Kejang absens – Gangguan kewaspadaan dan responsivitas – Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik – Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh – Dipicu oleh hiperventilasi b) Kejang mioklonik – Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak. – Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. – Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok – Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c) Kejang tonik klonik – Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit – Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih – Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. – Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal d) Kejang atonik – Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah. – Singkat dan terjadi tanpa peringatan.



http://doosesyndrome.org/mae-explained/atypical-absence-seizures https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17484751



https://www.epilepsydiagnosis.org/seizure/absence-atypicaloverview.html



Atypical Absence Seizure • Similar to absence seizures but, as the name suggests, they are unusual or not typical. • The child will stare, as with an absence seizure, but more pronounced motor symptoms such as tonic (stiffening) or clonic (jerking) spells or may have automatisms (involuntary behaviours) or tone changes of the head (head drop) and body. • Variabel impairments of consciusnesswill be somewhat responsive • Last longer than typical absences • Precipitated by drowsiness • Not provoked by hyperventilation or photic stimulation • Usually more difficult to treat • Associated with a severely abnormal cognitive and neurodevelopmental outcome in children



Soal no 115 Nn. Kiyoko Hamine Zhafira, 24 tahun, datang ke poliklinik karena merasa nyeri kepala. Nyeri kepala yang dirasakan pasien tidak berputar, namun, saat melihat benda terlihat ganda. Pada pemeriksaan neurologis, mata kanan pasien dapat melirik ke kiri tapi mata kiri tetap berada di tengah. Pergerakan bola mata kearah lain, dalam batas normal. Maka kelainan ada pada N. Kranial?



a. b. c. d. e.



N. III Sinistra N. IV Sinistra N. IV Dextra N. VI Sinistra N. VI Dextra



Jawaban: D. N. VI Sinistra



115. Inervasi Otot Ekstraokuler



Goetz, Christopher G. Textbook of clinical neurology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders; 2007.



Goetz, Christopher G. Textbook of clinical neurology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders; 2007.



Soal no 116 Seorang perempuan berusia 23 tahun datang ke tempat praktek anda dengan keluhan mukanya miring ke arah kanan. Pasien mengatakan setiap hari pergi bekerja dengan menggunakan sepeda motor. Riwayat Demam disertai batuk dan pilek dengan ingus encer 3 hari yang lalu. Hasil pemeriksaan neurologis didapatkan mulut tidak dapat mencucu (asimetris), kerut dahi sebelah kanan menghilang dan tidak dapat menggembungkan pipi. Manakah pernyataan yang benar mengenai diagnosis pada penyakit yang diderita pasien anda?



a. Pada pemeriksaan telinga dapat didapatkan tuli sensoris b. Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai konjungtivitis vernalis c. Pada pemeriksaan pengecapan pasti tidak didapatkan kelainan d. Pada pemeriksaan telinga pasti tidak didapatkan kelainan e. Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai lagoftalmus dan dry eye Jawaban: E. Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai lagoftalmus dan dry eye.



Sumber: Harrison, 18th Edition; http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/GetImage.as px?ImageId=161363; http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview



116. Bell’s palsy



• Penyebab tersering dari kelemahan wajah unilateral yang muncul tiba-tiba adalah stroke dan Bell’s palsy. • Penyebab yang paling umum dari kasus Bell’s palsy adalah HSV tipe 1, diduga akibat reaktivasi virus dari tempat latennya. • Selain itu, yang banyak diperdebatkan adalah iritasi terusmenerus dalam durasi yang cukup lama menyebabkan pembengkakan nervus fasialis sehingga terjepit diduga juga sebagai penyebab Bell’s palsy. • Gejala yang didapatkan adalah: – kelumpuhan otot wajah unilateral, – gangguan pada telinga (hyperacusis, otalgia), – gangguan pada mata (nyeri, mata kering oleh karena menurunnya produksi air mata, lagoftalmus, penglihatan kabur), – gangguan sensoris (rasa tebal pada pipi dan mulut)



• Terapi: • Kortikosteroid, • antiviral (efektifitas kurang bila dibandingkan steroid), • perawatan mata (untuk mencegah timbulnya ulkus kornea), dan bedah.



Soal no 117 Ny. Challondra Esmeralda Bramantyo, 46 tahun, masuk ke IGD ditemani oleh keluarga, dengan keluhan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tidak membuka mata meskipun dengan rangsangan nyeri. Saat dirangsang nyeri, lengan dan kaki ekstensi abnormal, dan pasien hanya mengeluarkan suara mengerang. Berapa GCS pasien tersebut?



a. b. c. d. e.



GCS 5 GCS 6 GCS 7 GCS 3 GCS 4



Jawaban: A. GCS 5



117. Glasgow Coma Scale • Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.



Jenis Pemeriksaan Respon buka mata (Eye Opening, E) · Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) · Respon terhadap suara (suruh buka mata) · Respon terhadap nyeri (dicubit) · Tida ada respon (meski dicubit) Respon verbal (V) • Berorientasi baik • Berbicara mengacau (bingung) • Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”) • Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) • Tidak ada suara



Respon motorik terbaik (M) • Ikut perintah • Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) • Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) • Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) • Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) • Tidak ada (flasid)



Nilai



4 3 2 1 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1



Soal no 118 Ny, Callista Evangeline Wijaya, 20 tahun, dibawa oleh teman-temannya ke IGD RS Mekarsari Bekasi dengan keluhan penurunan kesadaran akibat kecelakaan lalu lintas yang dialaminya 3 jam yang lalu. Pasien sempat sadar di ruang IGD, tapi 30 menit kemudian pasien langsung tidak sadar lagi. Pasien direncanakan untuk dilakukan CT scan. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?



a. b. c. d. e.



Perdarahan epidural Perdarahan subdural Perdarahan subarachnoid Perdarahan intracranial Perdarahan intravertikel



Jawaban: A. Perdarahan epidural



118. EPIDURAL HEMATOM Pengumpulan darah diantara tengkorak dg duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah oleh karena ada fraktur atau robekan langsung. • Gejala (trias klasik) : 1. Interval lusid. 2. Hemiparesis/plegia. 3. Pupil anisokor.  Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural. •



PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006



EPIDURAL HEMATOM Epidural



Soal no 119 Nn. Mayasari Grizelle Faranisa Wijaya, 40 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan menjalar ke tungkai bawah. Keluhan sudah dirasakan sejak lama, dan dibiarkan oleh pasien karena pasien takut dioperasi. Pada saat dilakukan tes laseque didapatkan nyeri sampai sudut 15 derajat. Untuk menunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan lain adalah...



a. b. c. d. e.



Patrick dan Kontra-Patrick Lhermite test Sigard & Bragard Kernig sign Romberg test



Jawaban: C. Sigard & Bragard



119. HNP • HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf spinalis sehingga menimbulkan gangguan.



Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.



Gejala Klinis • Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang. 1.



2. 3. 4.



Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler). Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang berat. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara dua krista iliaka). Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atauhilang.



Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.



Pemeriksaan • Motoris – –







Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat. Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.



Sensoris – –



Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat. Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.



Tes-tes Khusus 1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT) – Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.



2.



3. 4. 5. 6. 7. 8.



9.



Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari kaki (L5). Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau plantarfleksi (S1). Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi untuk segera operasi. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.



Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.



Straight leg raise test • The knee is extended and the hip is flexed until a complaint of pain or tightness is reached. • The leg is then carefully returned to the table and the contralateral leg is tested in a similar fashion • A positive test is demonstrated when reproduction of symptoms radiating down the leg is produced at 30-70° of leg elevation • Sensitivity of 91% and specificity of 26% • If pain radiates below the knee, L4-S1 nerve root impingement has been identified



• Reproduction of symptoms in the opposite leg being tested is termed crossed straight leg and indicates a large central lumbar disc herniation • Sensitivity of 28%-29% and a specificity of 88%-90% for nerve root impingement



• Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan Nyeri Pinggang Bawah dan nyeri yang dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi: – Tes laseque – Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki. Kelemahan menunjukkan gangguan akar saraf L4-5 – Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1 – Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1) – Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP • Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak ada HNP.



– Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP L4-S1 yang mencakup 90% kejadian HNP • Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP yang jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan fisik saja.



– Tes Konfirmasi untuk SLR adalah test Bragard http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2647081/



Lasegue’s Test (Straight Leg Raising Test) • Prosdur: pasien supine. Fleksikan sendi pinggul pasien dengan lutut tertekuk. Jaga pinggul tetap dalam keadaan fleksi, kemudian ekstensikan tungkai bawah. • Tes positif: radikulopati sciatik (+), jika: – Nyeri tidak ada pada kondisi pinggul dan lutut fleksi. – Nyeri muncul saat pinggul fleksi, dan kemudian lutut diekstensikan.



Straight Leg Raising Test



http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01



Bragard’s Test •







Prosedur: pasien supine. Kaki pasien lurus kemudian elevasi hingga titik dimana rasa nyeri dirasakan. Turunkan 5o dan dorsofleksi kaki. Positive Test: nyeri akibat traksi nervus sciatik. – Nyeri dengan dorsiflexion 0° to 35° – extradural sciatic nerve irritation. – Nyeri dengan dorsiflexion from 35° – 70° – intradural problem (usually IVD lesion). – Nyeri tumpul paha posterior tight hamstring.



Sicard's Sign • If the SLR is positive, lower the leg to just below the point of pain and quickly dorsiflex the great toe



• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test – Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka. – Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua sendi tersebut.



Patrick Test



Contra-patrick Test



Soal no 120 Seorang laki-laki dibawa berobat karena mengalami kecelakaan saat bekerja di perkebunan kelapa 2 jam yang lalu. Ia jatuh dari pohon kelapa dengan ketinggian 3 m dari permukaan tanah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: anestesi dari daerah pusar ke bawah, dan kelumpuhan kedua extremitas bawah. Pada foto rontgen didapatkan fraktur kompresi vertebra thorakal 4 yang mencederai seluruh medulla spinalis. Kelainan yang tidak sesuai adalah…



a. b. c. d. e.



Flacid Hipotoni Hiporefleksi Hipertonia Atonia



Jawaban: D. Hipertonia



120. Trauma Medula Spinalis • Terjadi jika medula spinalis mengalami kompresi atau gangguan vaskularisasi atau adanya subluksasi vertebrae. • Penyebab tersering: kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, atau cedera olahraga. • Gejala: tergantung lokasi dan berat cedera – Cedera komplit: tidak ada fungsi medula spinalis di bawah lesi. – Cedera parsial: masih ada sebagian fungsi medula spinalis di bawah lesi.



• Gejala lain: nyeri di area cedera, paralisis extrimitas, nyeri pada kulit, hilangnya kontrol berkemih dan defekasi, disfungsi seksual. • Tatalaksana: – Minimalisasi cedera lanjutan: realigned dan imobilisasi, steroid segera mungkin. – Rehabilitasi: setelah stabil fisioterapi dan terapi okupasi – Komplikasi jangka lama: ulkus dekubitus, ISK, kontraktur dan atropi otot-otot ekstrimitas.



http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/spinalcordinjury/nr259103.pdf



Spinal Shock • • •







• •



Definisi: kondisi neurologis lokal sementara yang muncul segera setelah adanya cedera medula spinalis. Pembengkakan dan edema dari medula spinalis terjadi 30 menit setelah benturan dan dapat mengakibatkan gangguan konduksi saraf. Nyeri berat dapat dirasakan pada area tepat di atas lesi, berkaitan dengan peningkatan sensitifitas nyeri. Gejala antara lain: paralisis flacid, atonia, flacid sphincter dan tidak ada refleks di bawah lesi. Tidak dapat merasakan nyeri, suhu, perabaan, proprioseptif atau tekanan di bawah lesi. Terdapat pula gangguan termoregulasi, sensasi somatik/viseral di bawah lesi, distensi usus dan ileus paralitik. Spinal shock dapat berlangsung dalam hitungan jam hingga minggu tergantung masing-masing pasien. Pemberian steroid harus dilakukan dalam waktu 8 jam setelah kejadian. Protokol: metilprednisolon 30mg/kg bolus dalam 15 menit, dilanjutkan 5,4mg/kg/h IV, dimulai 45 menit setelah pemberian bolus.



Soal no 121 Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan sakit kepala sejak 8 bulan yang lalu. Sakit kepala dirasakan semakin memberat sejak 1 minggu disertai muntah namun tidak disertai mual. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan hemiparese kanan dan parase N.VII kanan tipe sentral. Apakah diagnosis yang tepat pada pasien diatas?



a. b. c. d. e.



Tumor hemisfer serebral kanan Tumor hemisfer serebral kiri Tumor mesensefalon kanan Tumor mesensefalon kiri Tumor serebelum kiri



Jawaban: B. Tumor hemsfer serebral kiri



121. Motor Lesion • Hemiparesis: kelemahan sesisi tubuh. Lebih ringan dibandingkan hemiplegia (paralisis total dari kaki, tangan dan tubuh sesisi). • Dapat menggerakan bagian yang terkenan, namun dengan kekuatan otot yang menurun. • Dapat disebabkan oleh beberapa gangguan medis yang menyebabkan gangguan pada otak dan medula spinalis. • Merupakan suatu gejala atau suatu kondisi yang disebabkan oleh migrain, trauma kepala, muscular dysthophy, stroke, tumor otak, atau cerebral palsy.



Soal no 122 Tn. Muammar Raghib Rusydan, 25 tahun, datang ke UGD setelah mengalami trauma pada dekat matanya akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien sedang mengendarai motornya tanpa helm, dan terjatuh saat mencoba menghindari kucing di tengah jalan. Dari pemeriksaan radiologis didapatkan fraktur pada os ethmoid. Saraf apakah yang kemungkinan akan terganggu akibat fraktur tersebut?



a. b. c. d. e.



Nervus Cranialis I Nervus Cranialis II Nervus Cranialis III Nervus Cranialis IV Nervus Cranialis V



Jawaban: A. Nervus Cranialis I



122. Fraktur Os. Ethmoid • Os. Ethmoid • tulang tengkorak yang memisahkan rongga nasal dengan otak. • Terletak di atap nasal, diantara dua rongga orbita.



• Fraktur lateral plate Os. Ethmoid • Adanya hubungan antara rongga nasal dan rongga orbita ipsilateral melalui dinding inferomedial rongga orbita, menyebabkan emfisema orbital.



• Biomekanika fraktur Os. Ethmoid • biasanya terjadi akibat gaya ke atas terhadap hidung menyebabkan kebocoran CSF melalui rongga nasal.



• Fraktur Os. Ethmoid juga dapat merusak n. Olfaktorius menimbulkan anosmia, atau penurunan fungsi penghidu.



Identify the elements of the bony orbit on a skull or x-ray.



Ethmoid Fracture



• Ethmoid bone in orbit (brown)lamina papyracea • Fracture of the lamina papyracea – Communication to nasal cavity – exophtalmos



• Fracture of the Cribriform plate (lamina cribrosa) • May lead to disruption of olfactory (n I) bulb or fascicles anosmia • If duramater tear occurred CSF rhinorrheae



Soal no 123 Tn. Luzman Mawardi Manaf, 56 tahun, datang ke poliklinik mengeluhkan nyeri pinggang bawah sejak 2 hari yang lalu setelah pasien menyetir mobil selama 20 jam saat pulang kampung Lebaran. Nyeri dirasakan luas dan tidak dapat dialokasi. Nyeri tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. BAK normal, laseque test (-), partick-reversepatrick (-). Gangguan yang terjadi pada pasien berupa...



a. b. c. d. e.



Neuralgia dan gangguan otot Inflamasi dan gangguan otot Neuralgia dan inflamasi Gangguan otot dan viscera Neuralgia dan viscera



Jawaban: B. Inflamasi dan Gangguan Otot



123. Nyeri Punggung Bawah • Merupakan nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah • Dapat nyeri lokal maupun radikuler atau keduanya • 90% adalah benigna dan dapat sembuh spontan dalam 4-6minggu • Disebabkan oleh: • kelainan muskuloskeletal • sistem saraf • psikogenik



Diagnosis : • Inspeksi : •







Pem.Neurologik • • • • • •











foto polos, CT-Scan, MRI



Terapi • • •



Penuntun Praktis Nyeri Neuropatik, PERDOSSI



Motorik test laseque(iritasi radiks L5/S1) cross laseque(HNP median) reverse laseque(iritasi radiks lumbal atas) sitting knee extension (iritasi lesi iskhiadikus) tanda Patrick(lesi coxae),kontra Patrick(lesi sakroiliaka) test valsava



Radiologik •







cara berjalan, nyeri yang timbul saat pergerakan



Farmakoterapi blok saraf dengan anestesi lokal operasi



Neurologic Examination Straight leg raising (SLR) test/Laseque Test











• •



a test done during the physical examination to determine whether a patient with low back pain has an underlying herniated disk, often located at L5 (fifth lumbar spinal nerve). L5 & S1 compression causes limitation to less than 60o from horizontal and produces pain down the back of leg. Dorsoflexion of the foot while the leg is elevated aggravates the pain. Elevation of the good leg may produce pain in the other leg.(contra laseque)



Femoral strech test Test for irritation of higher nerve roots ( L4 and above)



Patrick's test or FABER test (for Flexion, Abduction and External Rotation) is performed to evaluate pathology of the hip joint or the sacroiliac joint. • The test is performed by having the tested leg flexed, abducted and externally rotated. • If pain is elicited on the ipsilateral side anteriorly, it is suggestive of a hip joint disorder on the same side. • If pain is elicited on the contralateral side posteriorly around the sacroiliac joint, it is suggestive of pain mediated by dysfunction in that joint.



Soal no 124 Laki-laki, 35 tahun, sering berobat ke poliklik sejak 1 tahun yang lalu karena keluhan kejang. Karena merasa sudah sembuh pasien mulai jarang berobat. Kemudian pasien dibawa ke RS dengan serangan yang berulang-ulang setiap 5 menit, dari satu serangan ke serangan berikutnya pasien tidak sadar penuh. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70mmHg, suhu 37⁰C, nadi 110x/mnt. Apa diagnosa yang tepat?



a. Epilepsi umum sekunder terhadap partial seizures b. Epilepsi ensefalopati metabolik c. Status epileptikus d. Epilepsi psikomotor e. Epilepsi umum grandmal Jawaban: C. Status epileptikus



124. Status Epileptikus • Definisi: – Kondisi 5 menit atau lebih dari (i) kejang klinis kontinu dan/ atau aktifitas elektrografi atau (ii) kejang rekuren tanpa ada keadaan sadar diantara dua kejang. – Definisi SE diubah dari awalnya 60 menit, 30 menit, pada akhirnya 5 menit atau lebih: – Alasan: • Kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit tidak akan berhenti secara spontan • Kejang >30 menit sudah terdapat kerusakan di substantia nigra, 45 menit – 120 menit dapat terjadi kerusakan di lapis ketiga dan keempat neurokorteks, CA1 dan CA4 neuron piramidal dari hipokampus. • Jejas neuronal dan farmakoresisten dapat terjadi sebelum 30 menit kejang kontinu. Guidelines for the Evaluation and Management of Status Epilepticus. Neurocrit Care DOI 10.1007/s12028-012-9695-z



ILMU P S I K I AT R I



Soal no 125 Tn. Jaffan Lukman Al-Haritst, 35 tahun, diketahui mencoba membunuh sepupunya dengan mendorong dari lantai atas, kemudian melarikan diri tanpa pakaian. Dengan bantuan tetangga, pasien akhirnya bisa tertangkap dan dibawa ke Puskesmas terdekat. Saat diperiksa, penampilan pasien berpakaian tidak rapi, jawaban pasien tidak koheren dengan isi pertanyaan dan tidak ada kesinambungan antara isi jawaban. Apa diagnosisnya?



a. b. c. d. e.



Skizofrenia Hebefrenik Skizofrenia Katatonik Skizofrenia dengan Gangguan Psikotik Skizofrenia Afektif Skizofrenia dengan Wahan Menetap



Jawaban: A. Skizofrenia hebefrenik



PPDGJ



125. SKIZOFRENIA Skizofrenia



Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1 bulan



Paranoid



merasa terancam/dikendalikan



Hebefrenik



15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan, senyum sendiri



Katatonik



stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea



Skizotipal



perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran obsesif berulang



Waham menetap



hanya waham



Psikotik akut



gejala psikotik 2 minggu • Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2 minggu. • Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2 minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat, diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.



• Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif. PPDGJ



DSM-IV Criteria



Terapi Depresi • Sasarannya adalah perubahan biologis/efek berupa mood pasien. • Karena mood pasien dipengaruhi kadar serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka tujuan pengobatan depresi adalah modulasi serotonin dan norepinefrin otak dengan agenagen yang sesuai. • Dapat berupa terapi farmakologis dan non farmakologis.



Terapi Non Farmakologis • PSIKOTERAPI – interpersonal therapy: berfokus pada konteks sosial depresi dan hub pasien dengan orang lain – cognitive - behavioral therapy „: berfokus pada mengoreksi pikiran negatif, perasaan bersalah yang tidak rasional dan rasa pesimis pasien



• ELECTROCONVULSIVE THERAPY (ECT): aman dan efektif, namun masih kontroversial „ – diindikasikan pada : d ™epresi yang berat ™diperlukan respons yang cepat, ™™respon terhadap obat jelek



Terapi Farmakologis



Dosis Obat Antidepresan



Soal no 130 Ny. Jovanka Indira Kiyoko Maheswari, usia 56 tahun, diantar oleh anaknya ke Klinik Pratama Kirana dengan keluhan sudah 2 minggu ini sering terbangun pada malam hari. Riwayat Hipertensi +, riwayat diabetes mellitus +, dan riwayat 6 bulan yang lalu terkena stroke, tetapi saat ini malas melanjutkan pengobatan dan tidak mau makan. Terapi apa yang diberikan?



a. b. c. d. e.



Fenitoin Alprazolam Haloperidol Klorpromazin Lithium



Jawaban: B. Alprazolam



130. INSOMNIA Menurut DSM IV • Sulit memulai atau mempertahankan tidur • Tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan • Menyebabkan gangguan fungsi yang signifikan pada individu



INSOMNIA AKUT • Terjadi pada 1 malam dalam beberapa minggu • Etiologi: - Stres psikologis (pekerjaan, kehidupan cinta) - Jet lag



INSOMNIA KRONIK • Terjadi pada 3 malam dalam seminggu, terjadi selama minimal 1 bulan • Etiologi: - Gangguan cemas - Depresi - Stres kronik - Nyeri kronik



Klasifikasi Insomnia • Early insomnia (initial insomnia/ sleep onset insomnia), yaitu kesulitan untuk memulai tidur yang ditandai dengan perpanjangan masa laten tidur (waktu dari berbaring hingga tertidur). Gangguan ini sering berkaitan dengan gangguan cemas. • Middle insomnia (sleep maintenance insomnia), merupakan kesulitan untuk mempertahankan tidur. Gangguan ini ditandai dengan seringnya terbangun di malam hari dan suliit memulai tidur lagi, dan sering berkaitan dengan penyakit organik, nyeri, dan gangguan depresi. • Terminal insomnia (late insomnia/ early morning wakening insomnia) ditandai dengan bangun lebih pagi dari yang diperlukan secara terus menerus. Gangguan ini berkaitan dengan depresi.



Prinsip tatalaksana non farmakologis • Terapi pilihan utama: Cognitive Behavioural Therapy (CBT) • Tatalaksana non-farmakologis: 1. Sleep hygiene (mengurangi kafein dan alkohol di malam hari, mengurangi menonton TV atau meliha handphone sebelum tidur) 2. Terapi kognitif: memperbaiki pola pikir dan kecemasan 3. Terapi relaksasi 4. Terapi kontrol stimulus: menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan aktivitas seksual, tidak berbaring sebelum mengantuk 5. Terapi restriksi tidur: membatasi waktu berbaring di tempat tidur mulai dari 5 jam per hari



• Sulit memulai tidur • Memanjangnya masa laten tidur (waktu dari berbaring hingga tidur) • Sering berkaitan dengan gangguan cemas



• • • •



Sulit mempertahankan tidur Sering terbangun di malam hari Sulit memulai tidur lagi Korelasi: penyakit organik, nyeri, dan depresi



EARLY INSOMNIA - Sleep onsetDOC: short acting benzodiazepine Alprazolam



INSOMNIA



MIDDLE INSOMNIA - Sleep mainenance DOC: Long acting benzodiazepine Lorazepam



Alternative: amitriptilin, doksepin, mirtazapine



• Bangun lebih pagi dari biasanya • Terus menerus • Berkaitan dengan depresi



LATE INSOMNIA - Terminal DOC: Long acting benzodiazepine Lorazepam



Obat Golongan Benzodiazepin



Soal no 131 Perempuan, 43 tahun, datang ke praktik dokter umum dengan keluhan mudah lupa setiap selesai mengerjakan sesuatu. Ia sering mengulang yang sudah dilakukan untuk meyakinkannya. Perbuatan berulang yang dilakukan seperti mengunci pintu rumah saat hendak bepergian atau memastikan susunan dapur atau lemari. Ia sering mengeluh lelah untuk mengulang perbuatan tersebut. Tetapi bila tidak ia lakukan ia merasa terbebani dan cemas. Apakah diagnosis kasus tersebut?



a. b. c. d. e.



Dementia Delirium Gangguan obsesif kompulsif Gangguan cemas menyeluruh Gangguan amnesia



Jawaban: C. Gangguan obsesif kompulsif



131. GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF PEDOMAN DIAGNOSIS (PPDGJ-III): • Untuk menegakkan diagnosis pasti gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau keduaduanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut-turut. • Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau menganggu aktivitas penderita.



Gejala obsesif mencakup: • Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri; • Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita. • Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan untuk merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas); • Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).



Tipe Gangguan Obsesif Kompulsif • OCD tipe Checking  ketakutan irasional yang membuat pasien terobsesi untuk memeriksa sesuatu berulang-ulang. • OCD tipe Contamination  ketakutan terkena penyakit dan mati pada diri sendiri dan orang yang dicintai. Contoh:kebiasaan cuci tangan berkali-kali karena takut kuman. • OCD tipe Hoarding  penderita mengumpulkan barang yang tidak berharga karena takut akan terjadi hal-hal buruk jika barang tersebut dibuang.



• OCD tipe Rumination  pasien memikirkan pikiran-pikiran yang tidak produktif tetapi berulang-ulang. Contohnya preokupasi tentang kehidupan setelah kematian. • OCD tipe symmetry dan orderliness  pasien terfokus untuk mengatur semua obyek sejajar, urut, dan simetris.



Soal no 132 Tn. Adrian Pradipta Amzari Ardhan berusia 24 tahun adalah seseorang yang selalu menyendiri, tidak punya banyak teman ataupun teman dekat. Ia terkesan tidak peduli dengan pujian ataupun kritik orang lain, enggan diajak berbicara dan selalu menjauh dari kerumunan orang. Ibu pasien merasa khawatir dengan kondisi tersebut pasien akan sulit mendapatkan pekerjaan. Gangguan kepribadian yang dialami pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Skizoid Paranoid Antisosial Depresi Avoidant



Jawaban: A. Skizoid



132. GANGGUAN KEPRIBADIAN



Soal no 133 Seorang wanita, usia 16 tahun, belum menikah, TB = 160 cm, BB = 35kg, datang ke dokter praktek dengan keluhan nyeri abdomen, amenorhoe selama 4 bulan terakhir, intoleransi cuaca dingin, jantung berdebar-debar, gangguan kognitif ringan. Terdapat distorsi “body-image” dalam bentuk ketakutan gemuk yang terusmenerus. Diagnosis pasien adalah...



a. b. c. d. e.



Anorexia nervosa Bulimia nervosa Gangguan makan YTT Depresi berat Gangguan obsesif kompulsif



Jawaban: A. Anorexia nervosa



133. F50 GANGGUAN MAKAN F50.0 Anoreksia Nervosa  Untuk diagnosis dibutuhkan :  BB dipertahankan 15 % dibawah yang seharusnya  Berkurangnya BB dilakukan sendiri dengan cara menghindari makanan



• Distorsi ‘body image’ takut gemuk terus menerus. • Adanya gangguan endokrin yang meluas • Jk terjadi pada masa pra-pubertas maka perkembangan pubertas tertunda



 F50.2 Bulimia Nervosa  u/ diagnosis pasti dibutuhkan:  Terdapat pre-okupasi yang menetap u/ makan dan ketagihan.  Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan : ▪ Merangsang muntah o/ diri sendiri ▪ Menggunakan pencahar berlebihan ▪ Menggunakan obat penekan nafsu makan



 Merasa ketakutan yang luar biasa u/ gemuk



Anorexia vs Bulimia



http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_Guidelines/Aigner_WF SBP_guidelines_eating_disorder_World_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011



Terapi Farmakologi Anoreksia Nervosa • Tidak ada terapi farmakologi yang terbukti efektif untuk anoreksia nervosa • Terapi farmakologi tidak dapat dijadikan satusatunya terapi – Merupakan terapi tambahan bila terdapat komorbid lain seperti depresi dan ansietas



http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_Guidelines/Aigner_WF SBP_guidelines_eating_disorder_World_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011



Treatment with Antidepressants • The rationale : – the hypothetical dysfunction in the serotonergic and noradrenergic system in the pathophysiology of anorexia nervosa – the comorbidity and psychopathological overlap with anxiety disorders, obsessive compulsive disorders and depression with anorexia nervosa



• Dari berbagai penelitian dan RCT, didapatkan bahwa tidak ada antidepresan yang membantu dalam meningkatkan berat badan pada anoreksia nervosa • Antidepresan dapat mengurangi gejala depresi dan OCD – Antidepresan dapat digunakan untuk anoreksia nervosa yang memiliki komorbid depresi dan OCD



• Antidepresan yang dapat digunakan adalah antidepresan trisiklik (amitriptilin,clomipramin), SSRI (fluoxetin, sertralin,citalopram)



http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_Guidelines/Aigner_WF SBP_guidelines_eating_disorder_World_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011



Treatment with Antipsikotik Typical Antipsychotics • HALOPERIDOL – Cassano et al. (2003) trial with haloperidol in 13 outpatients with treatment-resistant anorexia nervosa (restricting type) over 6 months • suggest that haloperidol might be effective as adjunct treatment for patients with severe AN-R



Atypical Antipsychotics • OLANZAPINE – There are some open or retrospective studies with olanzapine, with promising weight gain or psychopathological improvement in patients with anorexia nervosa. (Jensen and Mejlhede, 2000; Boachie et al., 2003; Barbarich et al., 2004)



• RISPERIDONE – Some case studies (Fishman et al., 1996; Newman-Toker, 2000) suggest that risperidone might be useful – To evaluate the effectiveness of risperidone a larger number of clinical trails with a randomized study design is necessary



Treatment with Zinc • Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien remaja dengan anoreksia nervosa mengalami defisiensi zinc • Pemberian zinc akan memperbaiki peningkatan berat badan, gejala depresi dan ansietas.



http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_G uidelines/Aigner_WFSBP_guidelines_eating_disorder_World _J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011



Bulimia Nervosa • SSRIs (specifically fluoxetine) – the drugs of first choice for the treatment of bulimia nervosa in terms of acceptability, tolerability and reduction of symptoms



• Dosis Lebih tinggi daripada untuk depresi (60 mg daily) • Tidak ada obat-obatan lain, selain antidepresan yang direkomendasikan untuk terapi bulimia nervosa • Fluoxetine merupakan satu-satunya terapi farmakologi yang di setujui oleh FDA untuk gangguan makan http://www.nice.org.uk/guidance/cg9/resources/guidanceeating-disorders-pdf. January 2004



Soal no 134 Seorang wanita, 44 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan ketakutan dan berdebar–debar. Pasien merasakan sering cemas, takut, dan gemetaran. Pasien takut anaknya terkena masalah NAPZA akibat pergaulan bebas. Keluhan dirasakan memberat jika anaknya pergi ke sekolah. Keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang laluTerapi yang tepat adalah...



a. b. c. d. e.



Fluoxetine Diazepam Haloperidol Risperidon Amitriptilin



Jawaban: A. Fluoxetine



134. GEJALA ANSIETAS



Ansietas Diagnosis



Characteristic



Gangguan panik



Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya kejadian menakutkan. Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik. Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat. Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam. Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.



Gangguan fobik



Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.



Gangguan penyesuaian



Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu 100



or



or



or



< 15



15-50



> 50



or



or



or



Nodul/kista



Total



>5 or



or



or



< 30



30-125



> 125



Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015



Acne Conglobata The Main Features of Acne Conglobata Sex



Males affected more frequently than females



Age



18–30 years



Pathogenesis



Unclear



Onset



May be an insidious onset with a chronic course on the background of previous acne or an acute deterioration of existing inflammatory acne



Localisation



Face, trunk and limbs extending to the buttocks



Clinical Picture



Deep‐seated inflammatory lesions, abscesses and cysts, causing interconnecting sinus tracts.



Laboratory findings



Gram‐positive bacteria producing secondary infection



Response to conventional antibiotic therapy



Poor



Treatments of choice



• Oral isotretinoin alongside systemic corticosteroids to reduce inflammation. • Systemic antibiotics to treat secondary infection and reduce inflammation. Griffihs CE, Beker J, Bleiker T. Rook's Textbook of Dermatology.9th edition.New York : Willey ; 2016



Tatalaksana (PERDOSKI 2017) Derajat ringan • Hanya obat topikal tanpa obat oral. – Lini 1: asam retinoat 0,01-0,1% atau benzoil peroksida atau kombinasi. • Ibu hamil atau menyusui: benzoil peroksida



– Lini 2: asam azelaik 20% – Lini 3: asam retinoat + benzoil peroksida atau asam retinoat + antibiotik topikal



• Evaluasi: setiap 6-8 minggu



Tatalaksana (PERDOSKI 2017) Derajat sedang • Obat topikal dan oral. – Lini 1:  Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila perlu antibiotik.  Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.



 Oral: doksisiklin 50-100 mg  Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari



– Lini 2/3:  Topikal: asam azelaik, asam salisilat (AS) atau kortikosteroid intralesi (KIL), dapson gel  Oral: antibiotik lainnya  Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari



• Evaluasi setiap 6-8 minggu • Tambah kombinasi oral kontrasepsi atau spironolakton (untuk perempuan) atau oral isotretinoin



Tatalaksana (PERDOSKI 2017) Derajat berat  Oral pada Laki-laki: isotretinoin oral • Lini 1: (Isotret O) 0,5-1 mg/kgBB/hari Topikal: antibiotik.  Oral utk Ibu hamil: eritromisin 500Topikal pd Ibu hamil/menyusui tetap 1000 mg/hari benzoil peroksida • Lini 3: Oral : azitromisin pulse dose (hari  Topikal: asam azelaik, asam salisilat, pertama 500 mg dilanjutkan hari ke 2-4 kortikosteroid intralesi. 250 mg  Ibu hamil/menyusui tetap benzoil Ibu hamil: eritromisin 500-1000 peroksida. mg/hari  Oral utk Wanita: isotretinoin oral • Lini 2:  Oral utk Ibu hamil/menyusui:  Topikal: asam azelaik, asam salisilat, eritromisin 500-1000 mg/hari kortikosteroid intralesi  Pemberian asam azelaik dan  Topikal utk Ibu hamil/menyusui tetap Isotretinoin oral harus mengikuti benzoil peroksida standar operasional prosedur (SOP)  Oral pada Wanita: anti androgen masing-masing



Diagnosis Banding Kelainan



Karakteristik



Erupsi Akneiformis



Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi obat (cth kortikosteroid) .



Akne Venenata



Akne akibat rangsangan kimia/fisis. Lesi monomorfik, predileksi di tempat kontak.



Akne Rosasea



Penyakit radang kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustula, talangiektasia dan hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo.



Soal no 148 Seorang pasien, Ny. Lela Nurlela Sigit, 34 tahun, datang dengan keluhan luka di sudut bibir kanan yang tidak kunjung sembuh walaupun sudah diobati. Awalnya lesi sudah tampak hiperpigmentasi, kemudian pasien membeli obat antinyeri di warung. Setelah minum obat tersebut, kemudian lesi menjadi merah, dan selalu muncul di tempat yang sama. Diagnosis pada pasien ini adalah…



a. b. c. d. e.



Fixed drug eruption Perioral dermatitis Dermatitis nummular Eritrasma Urtikaria



Jawaban: A. Fixed drug eruption



148. Erupsi Kulit ec Obat: Fixed Drug Eruption • Merupakan reaksi alergi tipe 2 (sitotoksik) • Tanda patognomonis – Lesi khas: • • • • •



Vesikel, bercak Eritema Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular Kadang-kadang disertai erosi Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya, terutama pada lesi berulang



– Tempat predileksi: Sekitar mulut, daerah bibir, daerah penis atau vulva



Soal no 149 Nn. Roshinta Danny Astuti, 25 tahun, datang dengan ke dokter keluhan bintil merah yang menjalar ke wajah, leher, lengan, dan dada sejak 3 hari yang lalu. Keluhan timbul setelah pasien mengkonsumsi obat parasetamol dan obat pilek karena pasien mengalami demam dan batuk. Pada pemeriksaan fisik terdapat bintil merah, berisi cairan, dan gatal. Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah…



a. b. c. d. e.



Dermatitis eksfoliatif Fixed drug eruption Drug eruption morbiliformis Drug hypersensitivity syndrome Acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP)



Jawaban: E. Acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP)



149. Erupsi Kulit ec Obat: Acute Generalised Exanthematous Pustulosis (AGEP) • Klinis – Ruam muncul di wajah atau ketiak dan lipat paha  menyebar – Pustul steril superfisial berisi cairan jernih/kekuningan  lebih banyak di lipatan kulit  1-2 minggu  mengelupas  menyembuh – Kadang terdapat demam dan malaise



• Etiologi – Tetrasiklin, sulfonamida, antifungal oral t.u terbinafine, CCB seperti diltiazem, hidroksikloroquin, carbamazepin, paracetamol – Infeksi virus: EBV, enterovirus, adenovirus, CMV, HBV  pencetus pada anak



• Diagnosis – Neutrofil >>, biopsi kulit: pustul berisi neutrofil, patch test untuk alergi



• Terapi – Hentikan pengobatan, beri pelembab, kortikosteroid topikal, antihistamin oral, analgesik



http://www.dermnetnz.org/r eactions/agep.html



Drug Eruption Morbiliformis • Disebut juga Erupsi Obat Makulopapular/ erupsi obat eksantematosa/ eksantema makulopapular • 95% dari erupsi kulit akibat obat • Etiologi – Antibiotik beta laktam, infeksi virus sebelumnya (EBV, herpesvirus 6 & 7), imunodefisiensi, autoimun, multipel medikamentosa



• Termasuk reaksi imun tipe IV



http://www.dermnetnz.org/reactions/morbilliform.html



Drug Eruption Morbiliformis • Gejala dan Tanda – Muncul 1-2 minggu setelah pengobatan hingga 1 minggu setelah pengobatan selesai – muncul di tubuh lalu menyebar ke tungkai dan leher  bilateral dan simetris – Lesi primer: papul dan makula pink-kemerahan



• Komplikasi – Drug hypersensitivity syndrome, SSJ/TEN, AGEP



• Terapi – Monitoring, pelembab dan steroid topikal poten, kompres basah pada lesi inflamasi, antihistamin http://www.dermnetnz.org/reactions/morbilliform.html



Drug Hypersensitivity Syndrome • Disebut juga Drug Reaction with Eosinofilia & Systemic Symptoms (DRESS) dan Drug-Induced Hypersensitivity Syndrome (DiHS) • Reaksi obat berat yang mengenai berbagai organ dalam waktu bersamaan



• Kombinasi dari – Demam tinggi, erupsi morbiliform, abnormalitas hematologis, limfadenopati, inflamasi pada satu/lebih organ internal



• Etiologi – Anti epilepsi (karbamazepin, fenobarbital, dan fenitoin), obat anti gout, allopurinol, antibotik golongan sulfonamid



• Termasuk delayed T cell-mediated reaction http://www.dermnetnz.org/reactions/drug-hypersensitivity-syndrome.html



Drug Hypersensitivity Syndrome • Gejala dan Tanda – 2-8 minggu setelah memulai pengobatan – Demam tinggi (38-40 C)  diikuti ruam kulit, erupsi morbiliformis (lesi targetoid, bula, pustul), dermatitis eksfoliasi atau eritroderma (10%), sembab muka (30%), keterlibatan mukosa (25%)



http://www.dermnetnz.org/reactions/drug-hypersensitivity-syndrome.html



Drug Hypersensitivity Syndrome • Keterlibatan Sistemik – KGB >> – Gangguan hematologis: leukositosis, eosinofilia, limfosit atipikal, trombositopenia, anemia, sindrom hemofagositik – Hepatomegali, hepatitis, nekrosis hepatik, gagal hati, fungsi enzim hati abnormal (70-90%) – Gangguan ginjal: nefritis intersisial – Miokarditis atau perikarditis – Pneumonia intersisial, pleuritis, pneumonia, ARDS – Meningitis, ensefalitis, polineuritis – Gejala GI: gastroenteritis, pankreatitis, dehidrasi – Endokrin:tiroiditis, diabetes – Miositis, uveitis



• Terapi – Kompres, kortikosteroid topikal, emolien, antihistamin oral http://www.dermnetnz.org/reactions/drug-hypersensitivity-syndrome.html



Soal no 150 Ny. Mala Nurmalashinta, 50 tahun, bekerja sebagai petani dan sering bekerja di lading. Saat pasien bekerja, pasien jarang memakai alas kaki saat ke ladang. Padahal sudah diingatkan oleh anaknya. Saat ini pasien datang ke puskesmas Sukatani dengan keluhan kecacingan. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan feses, pada feses ditemukan telur dengan bentuk bulat, dinding tebal dengan struktur radial. Kemungkinan penyebab keluhan pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Ascaris Lumbricoides Taenia Saginata Trichuris Trichiura Entamoeba Histolitica Oxyuris Vermikularis



Jawaban: A. Ascaris Lumbricoides



150. Askariasis (Cacing Gelang) • Gejala – Rasa tidak enak pada perut (gangguan lambung); kejang perut, diselingi diare; kehilangan berat badan; dan demam.



Oksiuriasis (Cacing Kremi) • Nama lain: Enterobius vermicularis



• Gejala – Gatal di sekitar dubur (terutama pada malam hari pada saat cacing betina meletakkan telurnya), gelisah dan sukar tidur – Pemeriksaan: perianal swab dengan Scotch adhesive tape



Nekatoriasis & Ancylostomiasis (Cacing Tambang) • Gejala: – Mual, muntah, diare & nyeri ulu hati; pusing, nyeri kepala; lemas dan lelah; anemia



Trikuriasis (Cacing Cambuk) • Gejala: – nyeri ulu hati, kehilangan nafsu makan, diare, anemia, prolaps rektum



Taeniasis (Cacing Pita) •



Gejala: – mual, konstipasi, diare; sakit perut; lemah; kehilangan nafsu makan; sakit kepala; berat badan turun, benjolan pada jaringan tubuh (sistiserkosis)



Nama cacing



Cacing dewasa



Telur



Ascaris lumbricoides Taenia solium



Enterobius vermicularis Ancylostoma duodenale Necator americanus Schistosoma haematobium



Trichuris trichiura



Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.



KEY POINTS



Soal no 151 Nn Blibli Blanja, perempuan usia 21 tahun datang dengan keluhan sering lelah dan tampak pucat. Dari penggalian anamnesis, didapatkan keterangan bahwa pasien bekerja sebagai penjaga perkebunan karet. Setiap hari pasien akan berkeliling memeriksa lahan perkebenun, biasanya tanpa menggunakan alas kaki. Dokter meminta pemeriksaan laboratorium dasar dan didapatkan Hb 8 mg/dl, leukosit 11.200/mm3. Apakah tatalaksana medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



Pirantel pamoat Mebendazol Albendazol Metrodinazole Prazikuantel



Jawaban: C. Albendazol



151. Nekatoriasis (Cacing Tambang) Gejala •



Mual, muntah, diare & nyeri ulu hati; pusing, nyeri kepala; lemas dan lelah; anemia



Telur • •



Dinding tipis & transparan, berisi 4-8 sel embrio atau embrio cacing Diameter 40 dan 55 mcm



DOC: Albendazole 400 mg SD Alternatif: Mebendazole 2x100mg p.o selama 3 hari atau 500 mg SD Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11 mg/kgBB selama 3 hari



KEY POINTS



KEY POINTS



KEY POINTS



KEY POINTS



Soal no 152 Seorang pasien perempuan usia 25 tahun bernama Ny. Nanako Tsugimoto, datang dengan keluhan gatal-gatal. Hal ini sudah terjadi hilang timbul selama satu tahun terakhir setelah pasien bekerja di kantor akunting. Gatal-gatal terjadi terutama bila dikejar deadline oleh kantornya saat tutup buku. Pada pemeriksaan fisik ditemukan skuama tebal dan likenifikasi. Diagnosis pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Ptiriasis Liken simpleks kronis Dermatitis atopi Tinea kruris Dermatitis numularis



Jawaban: B. Liken simpleks kronis



152. Dermatitis DISORDE R



L O C AT I O N



LESION



Neurodermatiti s



Scalp, Extensor forearms and elbows, Vulva and scrotum, Upper medial thighs, knees, lower legs, and ankles



Intermittent pruritus, hyperpigmentation, erythematous, scaly, well-demarcated, lichenified plaques with exaggerated skin lines



Dermatitis seborrheic



scalp, face, and trunk



A papulosquamous disorder patterned on the sebum-rich, branny or greasy scaling over red, inflamed skin Occurs on newborns, adolscenct and adult (sebacea gland activity)



Contact – allergic



Hypersensitivity



History of contact with the substances which can cause the lesion



Dermatitis atopic



Flexural creases, particularly the antecubital and popliteal fossae, and buttock-thigh



xerosis, lichenification, and eczematous lesions



Numularis



Unknown



Coin lesion, erythematous



F E AT U R E



Liken Simpleks Kronikus • Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis sirkumskripta • Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang • Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit)  garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi • Daerah: daerah yang mudah dijangkau oleh tangan seperti kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor, pergelangan tangan dan area anogenital, meskipun dapat timbul di area tubuh manapun. • Etiologi – Rangsangan pruritogenik dari alergi atau stress



Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI



Gambaran klinis







Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu dengan ukuran lentikular hingga plakat. • Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul berkelompok. • Akibat garukan terus menerus timbul plak likenifikasi dengan skuama dan eskoriasi, serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. • Bagian tengah lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian tepi hiperpigmentasi.



PPK Perdoski. 2017



Tatalaksana • Topikal – Emolien dapat diberikan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid topikal atau pada lesi di vulva dapat diberikan terapi tunggal krim emolien (C,4) – Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat seperti salep klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari (C,4) – Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu (C,4) Preparat antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine (C,4)



• Sistemik – Antihistamin sedatif (A,1) – Antidepresan trisiklik (A,1)



• Tindakan: Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid)(C,4)



PPK Perdoski. 2017



Soal no 153 Tn. Nagoya Perfektura, seorang laki-laki, 17 tahun, pelajar SMA, datang dengan keluhan keluar sekret warna kehijauan dari lubang penis sejak satu hari yang lalu. Hal ini disertai nyeri. Ternyata pasien pernah melakukan hubungan seksual 2 minggu lalu dengan pekerja seks komersial dengan alasan coba-coba. Pasien belum menikah. Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan PMN 12/lpb dan tidak ada bakteri. Diagnosis pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Urethritis gonore Urethritis non-gonore Sifilis Ulkus mole Candidosis



Jawaban: B. Uretritis non-gonore



153. Uretritis Non GO • NGU is a nonspecific diagnosis that can have many infectious etiologies (most common C. trachomatis) • NGU is confirmed in symptomatic men when staining of urethral secretions indicates inflammation without Gram negative or purple diplococci. • Etiologi: – Chlamydia trachomatis dan beberapa jenis bakteri lainnya termasuk ureaplasma urealyticum, mycoplasma, dan trichomonas – gejala seperti pada GNO. GNO disebarkan secara seksual terutama kontak seksual tanpa perlindungan, seksual per oral, atau pun seksual per anal



Urethritis NonGO (NGU) •



Anamnesis Laki-laki:







– Nyeri saat buang air kecil – Keluar duh tubuh uretra – Bisa asimtomatik



• •



– Duh tubuh uretra spontan, atau diperoleh dengan pengurutan/massage uretra – Disuria – Dapat asimtomatik



Perempuan: – Keputihan – 70-95% asimtomatik



Dapat terjadi komplikasi pada lakilaki yaitu epididimitis, orkitis, dan infertilitas serta komplikasi pada perempuan yaitu penyakit radang panggul, bartolinitis, infertilitas, perihepatitis (inflammation of the liver capsule and adjacent peritoneal surfaces).



Pemeriksaan klinis Laki-laki:







Perempuan: – Duh tubuh vagina – Duh tubuh endoserviks mukopurulen – Ektopia serviks disertai edema, serviks rapuh, mudah berdarah – Disuria, bila mengenai uretra – 70-95% asimtomatik



PPK Perdoski. 2017



Pemeriksaan Penunjang • Spesimen dari duh tubuh genital: – Sediaan apus Gram: • Jumlah leukosit PMN >5/LPB (laki-laki) atau >30/LPB (perempuan) • Tidak ditemukan etiologi spesifik



– Sediaanbasah: Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis – Tambahan: Pada infeksi chlamydia trachomatis, dengan pewarnaan giemsa bisa didapatkan badan inklusi intrasitoplasmik berwarna basofilik



• Untuk menentukan infeksi Chlamydia trachomatis, bila memungkinkan, dilakukan pemeriksaan cara: – Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) PPK Perdoski. 2017



neutrophilic conjunctivitis and epithelial cells with intra-cytoplasmic inclusion bodies (marked with arrow) characteristic of chlamydial infection.



Tatalaksana • Obat pilihan: – Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal (A,1) atau – Doksisiklin 2x100 mg/hari, peroral selama 7 hari (A,1)



• Obat alternatif – Eritromisin 4x500 mg/hari peroral selama 7 hari (A,1)



• Catatan: Doksisiklin tidak boleh diberikan pada ibu hamil, menyusui, atau anak dibawah 12 tahun



PPK Perdoski. 2017



Soal no 154 Tn. Tanamura Shimaru, seorang laki-laki usia 55 tahun, datang dengan keluhan timbul bintilbintil dan terasa nyeri pada dada sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu. Bintil disertai demam sejak 5 hari yang lalu. Pasien punya riwayat cacar saat usia 12 tahun. Dari pemeriksaan status lokalis kulit didapatkan di area torakal IV sinista terdapat vesikel berkelompok dengan penyebaran dermatomal unilateral dengan dasar kemerahan. Diagnosis apa yang tepat untuk pasien ini?



a. b. c. d. e.



Varisela Roseolala Herpes zoster Morbili Variola



Jawaban: C. Herpes zoster



154. Herpes zoster Herpes Zoster



Lesi Kulit pada Herpes Zoster



• Penemuan utama dari PF: kemerahan yang terdistribusi unilateral sesuai dermatom • Rash dapat berupa eritematosa, makulopapular, vesikular, pustular, atau krusta tergantung tahapan penyakit • Komplikasi – Neuralgia pasca herpes, herpes zoster oftalmika, sindrom Ramsay-Hunt Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.



Herpes zoster • Gejala – Gejala prodromal sistemik (demam, pusing, malaise) & lokal (mialgia, gatal, pegal) – Timbul eritema yang kemudian menjadi vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa & edema  pustul & krusta; Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan – Pembesaran KGB regional – Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1 – Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. fasialis/ N. VII (bisa juga disertai dengan gangguan N. VIII)



– Komplikasi: Neuralgia pasca herpes (NPH) didefinisikan sebagai nyeri menetap pada dermatom yang terkena setelah erupsi herpes zoster (HZ) menghilang. Batasan waktunya adalah nyeri yang menetap hingga 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.



Tatalaksana  Terapi sistemik Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada: - Usia >50 tahun - Dengan risiko terjadinya NPH - HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral - Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi - Anak-anak, usia 50%, mengenai lunula, onikomikosis subungual proksimal, distrofi total) harus memakai terapi oral • Onikomikosis superfisial putih cukup menggunakan terapi topikal karena hanya mengenai lokasi superfisial saja.



Onikomikosis: Terapi •



Topikal – Ciclopirox  berbentuk cat kuku, dipakai per hari selama 12 bulan – Amorolfine  cat kuku konsentrasi 5%; sekali seminggu; kuku tangan selama 6 bulan, kuku kaki selama 9-12 bulan







Sistemik – DOC onikomikosis dermatofita: Terbinafine; DOC onikomikosis kandida/ jamur nondermatofita lainnya: itraconazole – Terbinafine 250 mg/hari selama 6 minggu untuk kuku tangan; 12 minggu untuk kuku kaki efektif untuk dermatofita, kurang terhadap candida – Itrakonazol 200 mg/hari selama 1,5 bulan utk kuku tangan atau 3 bulan untuk kuku kaki – Itrakonazole dosis denyut 2x200 mg/hari selama seminggu tiap bulan dalam 2 (kuku tangan) atau 3 bulan (kuku kaki)  untuk dermatofita dan candida – Flukonazol 150-300 mg sekali/minggu selama 6-12 bulan



Uptodate. 2017



Soal no 158 Tn. Loki, laki-laki berusia 23 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan bentol-bentol sejak 1 minggu. Bentol disertai rasa gatal di bokong dan paha kanan. Awalnya berupa bintik seperti gigitan nyamuk, kemudian semakin bertambah banyak dan berbentuk seperti garis yang berkelok-kelok. Pasien seorang mahasiswa dengan riwayat berjemur dipantai tanpa menggunakan baju dan tanpa menggunakan pengalas. Riwayat pengobatan sebelumnya dengan pengolesan salep kortikosteroid namun tidak ada perbaikan. Dari pemeriksaan fisik ditemukan papul eritem, linear, serpiginosa dan gambaran folikulitis berupa papul-papul eritem. Apakah penyebab dari penyakit di atas?



a. Cacing tambang terutama jenis Ancylostoma Brazilenze b. Virus Varicella-zoster c. Gigitan serangga d. Alergi e. Sengatan matahari Jawaban: A. Cacing tambang terutama jenis Ancylostoma Braziliense



158. Cutaneus larva migrans



Etiologi: Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum



Dalam 5-10 hari jadi filariform



Ke manusia hanya bisa menginfeksi kulit



Berkembangbiaknya di hewan



Menetas dalam 1-2 hari



Telur di tanah Faktor resiko: TIDAK MEMAKAI ALAS KAKI, atau berhubungan dengan tanah dan pasir (tentara, petani, anak-anak bermain tanpa alas kaki)



A. caninum dan A. braziliense •



Kedua cacing ini termasuk dalam hookworm, satu keluarga dengan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. • Akan tetapi, A. caninum dan A. braziliense tidak menimbulkan gejala seberat A. duodenale maupun necator. • Kedua cacing ini mempenetrasi kulit dan biasanya hanya menyebabkan lesi kulit serpiginosa. • Ancylostoma caninum mempunyai tiga pasang gigi, sedangkan Ancylostoma braziliense kapsul bukalnya memanjang dan berisi dua pasang gigi sentral • A. caninum dapat menyebabkan manifestasi lebih jauh berupa infeksi pada saluran cerna yang menimbulkan suatu enteritis eosinofilik dan dapat menginvasi mata sehingga menimbulkan diffuse unilateral subacute neuroretinitis. • Ancylostoma braziliense endemik pada anjing dan kucing – sering ditemukan di sepanjang Pantai Atlantik Amerika Utara bagian tenggara, Teluk Meksiko, Laut Karibia, Uruguay, Afrika (Afrika Selatan, Somalia, Republik Kongo, Sierra Leone), Australia, dan Asia



Gejala dan temuan klinis Larva masuk ke kulit



Gejala: 1. Peradangan berbentuk - linear - berkelok-kelok - menimbul - Progresif 2. Gatal di malam hari



Lesi serpiginosa



• Terapi • DOC: Tiabendazole  sediaan oral sudah ditarik dari peredaran dipilih sediaan krim atau lotion 15% 2-3x/hari selama 5 hari • Alernatif: Albendazole 1x400 mg selama 3 hari, Cryotherapy, Kloretil Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126



Soal no 159 An. Sakuratama, bayi perempuan berusia 6 bulan diantar ibunya ke praktik dokter dengan keluhan bercak kemerahan pada kedua pipinya. Keluhan dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Riwayat ibu menderita asma (+). Pada pemeriksaan kulit region pipi kanan dan kiri ditemukan plak eritem bentuk bulat sirkumskript bilateral simetris, tampak erosi dan krusta pada permukaannya. Dokter berencana memberikan krim steroid. Apakah potensi krim steroid yang dapat dipilih pada pasien tersebut?



a. b. c. d. e.



Potensi I Potensi II Potensi III Potensi IV Potensi V



Jawaban: E. Potensi V



159. Steroid Topikal • Memiliki sifat anti inflamasi, anti alergi, anti pruritus, anti mitotik, dan vasokonstriksi • Diklasifikasikan berdasarkan kemampuan vasokonstriksi menjadi 7 kelas berdasarkan USA system  kelas VII adalah yang paling lemah dan paling ringan • UK, Jerman, Belanda, dan New Zealand memakai sistem 4 kelas  untuk UK & New Zealand Kelas I paling potent; sedangkan Belanda & Jerman sebaliknya, kelas IV paling potent



• Berdasarkan Buku Ajar Kulit kelamin FKUI, 2015 – – – – – – –



• Berdasarkan WHO – – – – – – –



Kelas I : Super poten Kelas II: Potensi tinggi Kelas III: Potensi tinggi Kelas IV: Potensi medium Kelas V: Potensi medium Kelas VI: Potensi medium Kelas VII: Potensi lemah



• • Berdasarkan AAFP (American Academy of Family Physicians) – – – – – – –



Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Kelas VI Kelas VII



: Ultra High : High : medium to high : Medium : Medium : Low : Least potent



Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Kelas VI Kelas VII



: Ultra High : High : High : Medium : Medium : Low : Low



Berdasarkan Journal of American Academy of Dermatology, 2006. – Kelas I : Ultra High – Kelas II: High – Kelas III: Medium to High/ upper mid strength – Kelas IV: Medium – Kelas V: Medium to low/ Lower mid strength – Kelas VI: Low – Kelas VII: Least potent



Soal no 160 Tn. Phillip Wallenberg, seorang laki-laki berusia 30 tahun datang dengan keluhan pembesaran di area selangkangan yang terasa hangat dan nyeri. Tidak terdapat gejala keluarnya duh tubuh dari penis. Pasien dikenal suka berganti-ganti pasangan seksual. Pada pemeriksaan status lokalis inguinal terdapat pembesaran KGB inguinal dengan tanda radang akut seperti hiperemis, hangat, dan nyeri. Terdapat KGB inguinal yang telah pecah. Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Sifilis Chancroid Limfogranuloma venereum Skrofuloderma Limfoma malignum



Jawaban: C. Limfogranuloma venerum



160. Limfogranuloma Venerum • Etiologi: Chlamydia trachomatis serovar L1,L2,L3 intraselular obligat • Papul & ulkus genital self-limited, yang diikuti oleh limfadenopati inguinal dan/ femoral yang nyeri – Tahap pertama: papul/pustul genital yang tidak nyeri dan cepat sembuh, sulit dibedakan dengan sifilis  periksa secara serologis – Tahap kedua: limfadenopati inguinal yang nyeri muncul setelah 2-6 minggu dari tahap pertama  bubo (dapat pecah), groove sign (pada pria) – Tahap ketiga: proktokolitis, sindrom genitoanorektal (sering pada wanita atau gay)



Limfogranuloma Venerum Diagnosis • Klinis • Tes serologis  sulit untuk mengkultur organisme – Tes Frei Currently, the Frei intradermal test is only of historical interest. The Frei test would become positive 2-8 weeks after infection. Unfortunately, the Frei antigen is common to all chlamydial species and is not specific to LGV. Commercial manufacturing of Frei antigen was discontinued in 1974.



– Complement fixation (CF) – The microimmunofluorescence test



• Gambaran badan inklusi • Definitive diagnosis may be made by aspiration of the bubo and growth of the aspirated material in cell culture. C trachomatis can be cultured in as many as 30% of cases. • Tatalaksana – DOC CDC 2015: Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari selama 21 hari atau – Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment



Hifa dan Miselium •



Hifa adalah filamen benang yang terdiri dari sel-sel jamur, sedangkan miselium adalah massa hifa yang membentuk tubuh jamur. • Berdasarkan fungsinya hifa dibedakan menjadi dua, yaitu hifa vegetatif dan hifa reproduktif. • Bagian hifa yang berfungsi mengambil nutrien disebut hifa vegetatif yang tumbuh ke dalam substrat. • Hifa yang berfungsi untuk reproduksi disebut hifa reprodukti/ hifa fertil/ hifa aerial yang berada tegak pada miselium di permukaan substrat.



Soal no 161 • An. Pikachu Piruro, perempuan usia 10 tahun, datang ke Puskesmas Aloha Dua Rasa dengan keluhan gatal di kepala. Anak sering menggaruk-garuk kepalanya. Ibu pasien mengatakan jika teman kelasnya terdapat keluhan yang sama. Dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya parasit seperti gambar:



Terapi apa yang bisa diberikan untuk kasus di atas?



a. b. c. d. e.



Malathion 0,5% Malathion 10% Permetrin 15% Permetrin 5% Permetrin 10%



Jawaban: A. Malathion 0.5%



161. Gambar Soal



161. Pedikulosis • Infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan Pediculus • 3 macam infeksi pada manusia – Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus var. capitis – Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus humanus var. corporis – Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.



Pedikulosis pubis • Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya • Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang jenggot/kumis • Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata dan pada tepi batas rambut kepala • Termasuk infeksi menular seksual • Gejala • Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot pada celana dalam



2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis



Sky Blue Spot/ Macula cerulae



Prinsip Tatalaksana Based on 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis



• Semua lesi harus diberikan obat topikal • Kulit harus dingin dan kering agar absorbsi maksimal • Mencukur pubis tidak perlu, meskipun pada populasi umum insidens turun karena tidak ada habitat bagi ptirus pubis • Mencuci semua pakaian di suhu 50oC atau lebih • First line: Permethrin cream 1% dan dicuci setelah 10 menit (aman juga untuk kehamilan)termasuk juga kalau ada lesi di bulu mata • Second line: Malathion 0.5% dicuci setelah 12 jam pemakaian • Terapi lain: Ivermectin topical, Benzyl benzoate lotion 25% 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis



Pedikulosis kapitis • Infeksi kulit dan rambut kepala • Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk • Gejala • Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder



• Diagnosis • Menemukan kutu/telur, telur berwarna abuabu/mengkilat



Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.



Prinsip pemberian terapi pedikulosis kapitis • First line: Permethrin lotion atau shampoo 1% • Terapi topikal diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada hari 0 dan hari 7-10 agar dapat mengeradikasi kutu dengan sempurna. • Obat lainnya: Pyrethrins 0.3%-piperonyl butoxide 4% shampoo, Malathion 0.5% lotion, Benzyl alcohol 5% lotion, Ivermectin lotion 0.5%, gameksan shampoo 1% (not recommended as a first–line treatment) Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.



Pedikulosis korporis • Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk (jarang mencuci pakaian) • Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah • Gejala • Hanya bekas garukan di badan



• Diagnosis • Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian



• Pengobatan • • • • •



DOC: Permetrin 1%, Gameksan 1%, benzil benzoat 25% Malathion 0,5% pakaian direbus/setrika



Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.



Pengobatan Pedikulosis Korporis • Improved hygiene and access to regular changes of clean clothes is the only treatment needed for body lice infestations. • A body lice infestation is treated by improving the personal hygiene of the infested person, including assuring a regular (at least weekly) change of clean clothes. • Clothing, bedding, and towels used by the infested person should be laundered using hot water (at least 54°C) and machine dried using the hot cycle. • Sometimes the infested person also is treated with a pediculicide; however, a pediculicide generally is not necessary if hygiene is maintained and items are laundered appropriately at least once a week. • If you choose to treat, guidelines for the choice of the pediculicide are the same as for head lice.



Soal no 162 • Seorang wanita usia 19 tahun bernama Nona Manis Siapa Yang Punya mengeluh telapak kaki terdapat lubang-lubang dangkal dan vesikel yang terasa nyeri. Hal ini telah dirasakan kurang lebih selama 2-3 minggu yang lalu. Dokter mencurigai pasien terinfeksi jamur dermatofita, dan meminta pasien memeriksakan diri ke laboratorium untuk diambil kerokan kulitnya. Pada kerokan kulit didapatkan gambaran bulat/lonjong. Bentu bulat/ lonjong tersebut diperkirakan merupakan....



a. b. c. d. e.



Hifa non reproduktif Miselium Spora Aspergillus Hifa reproduktif



Jawaban: C. Spora



162. Tinea Pedis & Manuum • Tinea pedis is most commonly caused by Trichophyton rubrum • Commonly, tinea pedis patients describe pruritic, scaly soles and, often, painful fissures between the toes. Less often, patients describe vesicular or ulcerative lesions. • Tinea manuum commonly occurs in association with tinea pedis and is often unilateral ("two-feet, one hand syndrome”) • Bentuk tinea pedis: – Interdigital tinea pedis: the most characteristic type of tinea pedis, with erythema, maceration, fissuring, and scaling, most often seen between the fourth and fifth toes. – Ulcerative tinea pedis – Vesicular/inflammatory tinea pedis – Chronic hyperkeratotic



This image shows concomitant tinea pedis and tinea manuum, also known as the "two feet, one hand" presentation.



Klasifikasi Tinea Pedis •



Tipe interdigital (chronic intertriginous type) – Bentuk klinis yang paling banyak dijumpai. – Terdapat skuama, maserasi dan eritema pada daerah interdigital dan subdigital kaki, terutama pada tiga jari lateral. Pada kondisi tertentu, infeksi dapat menyebar ke telapak kaki yang berdekatan dan bagian dorsum pedis. – Oklusi dan ko-infeksi dengan bakteri dapat menyebabkan maserasi, pruritus, dan malodor (dermatofitosis kompleks atau athlete’s foot).







Tipe hiperkeratotik kronik – Skuama difus atau setempat, bilateral, pada kulit yang tebal (telapak kaki, lateral dan medial kaki) i “moccasin-type.” – Dapat timbul sedikit vesikel, meninggalkan skuama kolaret dengan diameter >> lymphocyte count seen in viral infection, chronic infection Small around 7 micrometer and large around 14 micrometer



Soal no 175 Seorang anak dibawa ke klinik tumbuh kembang dokter spesialis anak untuk kontrol. Riwayat persalinan lahir cukup bulan di RS pervaginam dengan berat lahir 3.500 gram dan panjang badan 49 cm. Dapi hasil pemeriksaan, anak ini sudah bisa duduk dengan menopang badannya sendiri. Kepala menoleh kanan kiri. Bisa bicara ahh..ohh..brrr.. Berapa usia anak tersebut sesuai dengan pencapaian perkembangannya?



a. b. c. d. e.



9 bulan 8 bulan 7 bulan 6 bulan 5 bulan



Jawaban: D. 6 bulan



175. Developmental Milestone



Skrining Tumbuh Kembanga Anak • Pertumbuhan : bertambahnya ukuran fisik anak dalam hal panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala – Pemantauan : melalui penilaian klinis dan pengukuran antropometris (Z Score WHO atau kurva NCHS CDC)



• Perkembangan : bertambahnya kemampuan fungsi individu antara lain dalam bidang motorik kasar, motorik halus, komunikasi dan bahasa, intelektual, emosi, dan sosial – Pemantauan : penilaian klinis dan skrining perkembangan Denver II



• Pemantauan setiap bulan hingga usia 1 tahun dan setiap 3 bulan hingga 5 tahun



Denver II • Mencakup usia 0-6 tahun • Ada 4 bidang perkembangan – Personal-sosial: berhubungan dengan orang lain dan pemenuhan kebutuhan sendiri – Motorikhalus: koordinasimata- tangan, manipulasi objek kecil – Motorik kasar: meliputi gerakan yang menggunakan otot-otot besar secara keseluruhan (duduk, berjalan, melompat) – Bahasa-dengar: mengerti dan menggunakan bahasa



Interpretasi Denver II • Skor Penilaian – P (Pass) : Anak dapat melakukan ujicoba dengan baik, atau terdapat laporan yang dapat dipercaya – F (Fail) L : Anak tidak dapat melakukan ujicoba dengan baik – No (No opportunity) : Tidak ada kesempatan untuk ujicoba karena ada hambatan – R (Refusal) : Anak menolak melakukan ujicoba



• Interpretasi – Lebih (advanced) : bila anak Pass pada uji coba yang terletak di kanan garis umur – Normal : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba di sebelah kanan garis – Caution/peringatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang dilewati garis umur pada persentil 75-90 – Delayed/keterlambatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang terletak lengkap di sebelah kiri garis umur



Soal no 176 Bayi Belladona, 12 bulan, datang dengan keluhan kejang. Kejang dikatakan seluruh tubuh dengan gambaran kaku dan menghentak. Pada pemeriksaan didapatkan kaku kuduk (+), suhu 390C, pemeriksaan serebrospinal didapatkan: jernih, jumlah sel 105, PMN 30%, MN 70%, Nonne (-), Pandy (-), glukosa 50 mg/dl, protein 85 mg/dl. Diagnosis pasien ini adalah...



• • • • •



Meningitis viral Meningitis purulent Meningitis TB Epilepsi Kejang demam kompleks



Jawaban: A. meningitis viral



176. Aseptik Meningitis • The term aseptic meningitis encompasses all types of inflammations of the brain meninges other than that causedby pus producing organisms. • It is usually a benign illness. • Etiology of aseptic meningitis is very wide and includes many infections - both viral and non viral, drugs, malignancy and systemic illness • The most common cause is viral infection and enteroviruses - Coxsackie and ECHO viruses account for more than half of all cases. Kumar R. Aseptic Meningitis : Diagnosis and Treatment. [Indian J Pediatr 2005; 72 (1) : 57-63]



Meningitis Virus • The most common symptoms – headache, fever, myalgias, malaise, chills, sore throat, abdominal pain, nausea, vomiting, photophobia, stiff neck and drowsiness. – Occasionally the child may exhibit altered consciousness in the form of confusion, drowsiness or visual hallucinations.



• Physical Examination : – Meningeal signs in the form of neck stiffness, Kernig's or Brudzinsky's signs. – Severe meningeal irritation may result in the patient assuming the tripod position with the knees and hips flexed, neck extended and arms brought back to support the thorax.



CSF Finding in Meningitis



Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498



Viral Meningitis Doagnosis • Viral meningitis may be suspected on the basis of epidemiologic data, clinical features, and initial cerebrospinal (CSF) studies, but clinical features cannot reliably differentiate viral from bacterial meningitis; the CSF profiles of bacterial and viral meningitis overlap considerably. • The diagnosis of viral meningitis requires negative CSF culture for routine bacterial pathogens and positive identification of a viral pathogen in the CSF or other patient samples. Uptodate. 2019



Pediatric Viral Meningitis Treatment •



Supportive Therapy – Rest in a quiet, dimly lit room – Acetaminophen for headache, pain, and fever; aspirin should be avoided because of its association with Reye syndrome – Intravenous fluid therapy if prolonged emesis has resulted in hypovolemia.







Antiviral Empiric Therapy – Most cases of viral meningitis are treated symptomatically. – Depending upon the clinical scenario and severity of illness, empiric treatment with antiviral therapy (Acyclovir IV) may be warranted for certain patients, such as: • Children with CSF pleocytosis who have encephalitis, or focal findings on examination, imaging, or electroencephalography.



– Acyclovir also may be warranted when HSV or varicella-zoster virus (VZV) are possible etiologies in an immunocompromised patient. – In patients who are clinically improved, empiric acyclovir may be discontinued when HSV PCR and cultures are negative or an alternative diagnosis is made (eg, by enteroviral PCR). Uptodate. 2019



Spesific Therapy Based on Etiology • Most cases of viral meningitis are treated symptomatically. • Selected antiviral agents have been tried against some of the viral pathogens. • Enteroviruses (EV) – Therapeutic options for serious EV infection are limited. Intravenous immunoglobulin (IVIG) is often administered despite a lack of convincing evidence for efficacy. • Herpes simplex virus (HSV) – Although the outcome of HSV meningitis without encephalitis is usually excellent even without antiviral therapy, acyclovir can be used to hasten recovery • Varicella-zoster virus (VZV) – Treatment with acyclovir may improve outcomes, although data are limited in pediatric patients. Uptodate. 2019



Spesific Therapy Based on Etiology • Ebstein-Barr virus (EBV) – EBV infection rarely requires more than supportive therapy. • Cytomegalovirus (CMV) – CMV infection in immunocompromised children is treated with ganciclovir. Treatment may also be warranted in immunocompetent children with serious symptomatic CMV infection; however, data are limited. • Arboviruses and Lymphocytic choriomeningitis virus/ LCMV – Most arboviral and LCMV infections of the CNS are treated symptomatically. • Influenza – For patients with confirmed or suspected influenza who are hospitalized or who have severe, complicated, or progressive illness, antiviral treatment with oseltamivir or zanamivir should be started as soon as possible after symptom onset.



Uptodate. 2019



Soal no 177 Seorang anak perempuan bernama Sumiyati usia 7 bulan datang dibawa ibunya yang mengeluh anaknya sesak sejak 3 hari yang lalu. Pasien batuk pilek dan demam. Selama sakit, pasien tampak rewel. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas meningkat, nafas cuping hidung dan retraksi (+). Terdapat ekspirasi memanjang dan wheezing ekspirasi. Diagnosis yang mungkin adalah...



• • • • •



Bronkitis akut Bronkiolitis akut Bronkopneumoni Pertusis Asma bronkial



Jawaban: B. Bronkiolitis akut



177. Bronkiolitis • Infection (inflammation) at bronchioli • Bisa disebabkan oleh beberapa jenis virus, yang paling sering adalah respiratory syncytial virus (RSV) • Virus lainnya: influenza, parainfluenza, dan adenoviruses



• Predominantly < 2 years of age (2-6 months) • Difficult to differentiate with pneumonia and asthma



Bronkhiolitis



Bronchiolitis



Bronchiolitis: Management Mild disease • Symptomatic therapy Moderate to Severe diseases • Life Support Treatment : O2, IVFD • Etiological Treatment – Anti viral therapy (rare) – Antibiotic (if etiology bacteria) • Symptomatic Therapy – Bronchodilator: controversial – Corticosteroid: controversial (not effective)



Tatalaksana Bronkiolitis • Walaupun pemakaian nebulisasi dengan beta2 agonis sampai saat ini masih kontroversi, tetapi masih bisa dianjurkan dengan alasan: – Pada bronkiolitis selain terdapat proses inflamasi akibat infeksi virus juga ada bronkospasme dibagian perifer saluran napas (bronkioli) – Beta agonis dapat meningkatkan mukosilier – Sering tidak mudah membedakan antara bronkiolitis dengan serangan pertama asma – Efek samping nebulasi beta agonis yang minimal dibandingkan epinefrin.



Sari Pediatri



Gambaran Radiologis DISEASE



RADIOGRAPHY



Pneumonia lobaris



Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern. The opacification can be sharply defined at the fissures, although more commonly there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus within a consolidated lobe will result in the appearance of air bronchograms.



Pneumonia lobularis/ bronko pneumonia



associated with suppurative peribronchiolar inflammation and subsequent patchy consolidation of one or more secondary lobules of a lung in response to a bacterial pneumoniAssociated a: multiple small nodular or reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or confluent.



Asthma



bronkiolitis



pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most characteristic)  Associated with thicker Bronchial wall, inflammation Flattening of diaphragm (with chronic inflammation or Associated with accessory muscle use) Hyperinflation (variably present) Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent, Peribronchial thickening Variable infiltrates or Viral Pneumonia



Bronchiolitis



The x-ray shows lung hyperinflation with a flattened diaphragm and opacification in the right lung apex (red circle) and left lung base (blue circle) from atelectasis. Obviously, the same changes can be seen in the x-ray of a child with acute asthma. This is one reason why children with acute asthma are often misdiagnosed as having pneumonia.



Bronchopneumonia



Pneumonia Lobaris



Etiology: Pneumococcus Mycoplasma Gram negative organisms Legionella



AT E L E C TA S I S Chest radiographs and CT scans may demonstrate direct and indirect signs of lobar collapse. Direct signs include displacement of fissures and opacification of the collapsed lobe. Indirect signs include • displacement of the hilum, • mediastinal shift toward the side of collapse, • loss of volume on ipsilateral hemithorax, • elevation of ipsilateral diaphragm, • crowding of the ribs, • compensatory hyperlucency of the remaining lobes, • silhouetting of the diaphragm or the heart border.



Soal no 178 Seorang anak perempuan bernama Tina Turner, usia 7 tahun, mengeluh batuk disertai dahak sejak 1 bulan yang lalu. Batuk makin lama makin parah. Pasien juga mengeluh demam tidak terlalu tinggi sejak 2 minggu yang lalu. Ayah pasien sedang melakukan pengobatan TB selama 6 bulan ini di puskesmas. Pemeriksaan penunjang apa yang dibutuhkan pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



Laboratorium darah rutin Foto rontgen Tes tuberkulin Fungsi paru Swab tenggorok



Jawaban: C. Tes tuberkulin



178. Tuberkulosis pada anak • Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala yang khas over/underdiagnosed • Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada anak • Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika : – BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh – Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas – Batuk kronik 3 ≥ minggu – Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa



Petunjuk Teknis Tatalaksana TB Anak (Depkes 2016) • Penegakan diagnosis TB anak didasarkan 4 hal : – – – –



Konfirmasi bakteriologis TB Gejala klinis yang khas TB Adanya bukti infeksi TB(tuberculin atau kontak TB) Foto thorax sugestif TB



• System skoring: – Telah digunakan untuk diagnosis TB anak – Bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan tuberculin dan foto thoraks, maka skoring ini akan tidak dapat terpenuhi seluruh komponennya – Sehingga dibuat alur diagnostik berdasarkan klinis dan pemeriksaan bakteriologis



Sistem Skoring



Sistem Skoring • • • • •



• • • • •



Diagnosis oleh dokter Perhitungan BB dinilai saat pasien datang (moment opname) Demam dan batuk yang tidak respons terhadap terapi baku Cut-of f point: ≥ 6 Anak dgn skor 6 yg diperoleh dari kontak dgn pasien BTA + dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak Adanya skrofuloderma langsung didiagnosis TB Reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring Total nilai 4 pada anak balita atau dengan kecurigaan besar dirujuk ke rumah sakit



ALUR DIAGNOSIS BILA DIDAPATKAN GEJALA KLINIS



Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2016. Depkes.



Kortikosteroid pada TB Anak



Uji Tuberkulin • Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan akumulasi sel-sel inflamasi) • Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU, PPD S 5TU, PPD Biofarma • Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan • Pengukuran (pembacaan hasil) – Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya – Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal. – Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm



• Hasil: – Positif jika indurasi >= 10mm – Ragu-ragu jika 5-9 mm – Negatif < 5 mm



Soal no 179 Seorang anak laki-laki bernama Peter Parker berusia 5 tahun datang dibawa oleh orang tuanya ke IGD RS Sukasuka Mana dengan keluhan penurunan kesadaran. Dari anamnesis singkat ternyata sebelumnya anak tersebut meminum obat pil dari lemari. Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat stupor, dan hasil lab terdapat kadar paracetamol serum 100 mg/l. Apakah antidotum intoksikasi pada kasus ini?



a. b. c. d. e.



Cocain Asetazolamid N-acetyl cysteine Naloxone Methadone



Jawaban: C. N-acetyl cysteine



179. Intoksikasi Paracetamol • Paracetamol is the most common single agent involved in poisonous ingestions in young children. • While there is potential for serious liver damage if a large dose is ingested, in practice, it is rare for a child to achieve toxic blood levels by ingesting paracetamol elixir (syrup). • Resuscitation : – Immediate threats to airway, breathing and circulation are RARE in isolated paracetamol poisoning. – Resuscitation should take priority over decontamination or antidote administration. Starship Children’s Health Clinical Guideline



Indications for NAC therapy in children and adolescents • Serum acetaminophen concentration above the "treatment" line of the treatment nomogram for acetaminophen poisoning following acute ingestion of an immediate-release preparation. • A suspected single ingestion of greater than 150 mg/kg (7.5 g total dose regardless of weight) in a patient for whom the serum acetaminophen concentration will not be available until more than eight hours from the time of the ingestion. • Patients with an unknown time of ingestion beyond 24 hours and a serum acetaminophen concentration >10 mg/L (66 micromol/L). • Patients with delayed presentation (>24 hours after ingestion) consisting of laboratory evidence of hepatotoxicity (from mildly elevated aminotransferases to fulminant hepatic failure) and a history of excessive acetaminophen ingestion.



Acetaminophen poisoning nomogram



Soal no 180 Seorang bayi berumur 2 hari dibawa ibunya dengan keluhan kuning dan lemah. Bayi lahir spontan dan menangis. Pemeriksaan saat ini bayi tampak letargi, kuning, dan lemah. Pemeriksaan golongan darah Ibu O Rhesus negatif, dan ayah O Rhesus positif. Selama kehamilan tidak didapatkan keluhan yang serius. Hasil pemeriksaan yang didapatkan nanti adalah...



a. b. c. d. e.



Bentuk trombosit abnormal Bentuk eritrosit abnormal Peningkatan jumlah hemoglobin Coombs test direk dan indirek positif Bentuk leukosit tidak normal



Jawaban: D. Coombs test direk dan indirek positif



180. Ikterus Neonatorum • Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1 – Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh, penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD



• Ikterus yang berkembang cepat setelah usia 48 jam – Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD. Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh, sferositosis.



Anemia Hemolisis Neonatus ec. Inkompatibilitas P E N YA K I T



KETERANGAN



Inkompatibilitas ABO



Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak pertama



Inkompatibilitas Rh



Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg berhasil melewati plasenta belum banyak. Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh + antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan anemia hemolisis



Inkompatibilitas Rhesus • Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan eritrosit • Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+), sehingga membentuk antibodi Rh – Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+), terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran normal – Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah Rh (+)











• Setelah eksposure pertama, ibu akan membentuk IgG maternal terhadap antigen Rh yang bisa dengan bebas melewati plasenta hingga membentuk kompleks antigen-antibodi dengan eritrosit fetus dan akhirnya melisiskan eritrosit tersebut  fetal alloimmune-induced hemolytic anemia. • Ketika wanita gol darah Rh (-) tersensitisasi diperlukan waktu kira-kira sebulan untuk membentuk antibodi Rh yg bisa menandingi sirkulasi fetal. • 90% kasus sensitisasi terjadi selama proses kelahiran  o.k itu anak pertama Rh (+) tidak terpengaruhi karena waktu pajanan eritrosit bayi ke ibu hanya sebentar, tidak bisa memproduksi antibodi scr signifikan



Inkompatibilitas Rhesus • Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan kehamilan janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan bayi dengan anemia ringan, sedangkan kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa meninggal in utero • Risiko sensitisasi tergantung pada 3 faktor: – Volume perdarahan transplansental – Tingkat respons imun maternal – Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan • Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan dengan ketidakcocokan Rh justru mengurangi kejadian inkompatibilitas Rh  karena serum ibu yang mengandung antibodi ABO menghancurkan eritrosit janin sebelum sensitisasi Rh yg signifikan sempat terjadi • Untungnya inkompatibilitas ABO biasanya tidak memberikan sekuele yang parah http://emedicine.medscape.com/article/797150



Tes Laboratorium • Prenatal emergency care – Tipe Rh ibu – the Rosette screening test atau the Kleihauer-Betke acid elution test bisa mendeteksi alloimmunization yg disebabkan oleh fetal hemorrhage – Amniosentesis/cordosente sis



• Postnatal emergency care – Cek tipe ABO dan Rh, hematokrit, Hb, serum bilirubin, apusan darah, dan direct Coombs test. – direct Coombs test yang positif menegakkan diagnosis antibody-induced hemolytic anemia yang menandakan adanya inkompabilitas ABO atau Rh



http://emedicine.medscape.com/article/797150



Tatalaksana • Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi, berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau RhoGAM) • Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG tidak berguna • Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas, transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya reticulocyte count http://emedicine.medscape.com/article/797150



Inkompatibilitas ABO • Terjadi pada ibu dengan golongan darah O terhadap janin dengan golongan darah A atau B • Tidak terjadi pada ibu gol A dan B karena antibodi yg terbentuk adalah IgM yg tdk melewati plasenta, sedangkan 1% ibu gol darah O yang memiliki titer antibody IgG terhadap antigen A dan B, bisa melewati plasenta



• Gejala yang timbul adalah ikterik, anemia ringan, dan peningkatan bilirubin serum. • Lebih sering terjadi pada bayi dengan gol darah A dibanding B, tetapi hemolisis pada gol darah tipe B biasanya lebih berat. • Inkompatibilitas ABO jarang sekali menimbulkan hidrops fetalis dan biasanya tidak separah inkompatibilitas Rh



Kenapa Inkompatibilitas ABO tidak separah Inkompatibilitas Rh? • Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM yang tidak bisa melewati sawar darah plasenta • Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas pada berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada eritrosit, hanya sebagian kecil antibodi ibu yang berikatan dengan eritrosit. • Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit mengekspresikan antigen permukaan A dan B dibanding orang dewasa, sehingga reaksi imun antara antibody-antigen juga lebih sedikit  hemolisis yang parah jarang ditemukan.



Pemeriksaan Penunjang Inkompatibilitas • Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah direct Coombs test. • Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih dominan adalah hiperbilirubinemia, dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi memberikan gambaran banyak spherocyte dan sedikit erythroblasts, sedangkan pada inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas dan sedikit spherocyte • Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar



Tatalaksana Inkompatibilitas Rh • Jika sang ibu hamil Rh – dan belum tersensitisasi, berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau RhoGAM) • Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG tidak berguna • Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas, transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya reticulocyte count http://emedicine.medscape.com/article/797150



Tatalaksana Umum Hemolytic Disease of Neonates • •















In infants with hyperbilirubinemia due to alloimmune HDN, monitoring serum bilirubin levels, oral hydration, and phototherapy are the mainstays of management. For infants who do not respond to these conventional measures, intravenous fluid supplementation and/or exchange transfusion may be necessary to treat hyperbilirubinemia. Intravenous immunoglobulin (IVIG) also may be useful in reducing the need for exchange transfusion. Phototherapy — Phototherapy is the most commonly used intervention to treat and prevent severe hyperbilirubinemia. It is an effective and safe intervention. The AAP has developed guidelines for the initiation and discontinuation of phototherapy based upon total serum bilirubin (TSB) values at specific hourly age of the patient, gestational age, and the presence or absence of risk factors for hyperbilirubinemia including alloimmune HDN Hydration — Phototherapy increases insensible skin losses and as a result the fluid requirements of infants undergoing phototherapy are increased. In addition, by-products of phototherapy are eliminated in the urine. If oral hydration is inadequate, intravenous hydration may be necessary. Exchange transfusion — Exchange transfusion is used to treat severe anemia, as previously discussed, and severe hyperbilirubinemia. Exchange transfusion removes serum bilirubin and decreases hemolysis by the removal of antibodycoated neonatal RBCs and unbound maternal antibody.



I N K O M PAT I B I L I TA S A B O



I N K O M PAT I B I L I TA S R H



Tidak memerlukan proses sensitisasi Butuh proses sensitisasi oleh kehamilan RH + oleh kehamilan pertama karena sdh pertama karena ibu blm punya antibodi. terbentuk IgG. Dapat terjadi pada Terjadi pada anak ke dua atau lebih anak 1



Inkompatibilitas ABO jarang sekali menimbulkan hidrops fetalis dan biasanya tidak separah inkompatibilitas Rh



Gejala biasanya lebih parah jika dibandingkan dengan inkompatibilotas ABO, bahkan hingga hidrops fetalis



Risiko dan derajat keparahan tidak meningkat di anak selanjutnya



Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan kehamilan janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan bayi dengan anemia ringan, sedangkan kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa meninggal in utero



apusan darah tepi memberikan gambaran banyak spherocyte dan sedikit erythroblasts



pada inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas dan sedikit spherocyte



181. HYPOTHALAMICPITUITARY-THYROID AXIS



Soal no 181 Anak perempuan usia 12 tahun bernama Tania diantar ibunya ke poliklinik RS dengan keluhan berdebar- debar disertai gangguan tidur dan gangguan emosi. Pemeriksaan fisik anak tampak sakit ringan, takikardi, dan minimal eksoptalmus. Pada pemeriksaan neurologi terdapat tremor halus dan hiperefleksia, Apakah diagnosa pasien tersebut?



a. b. c. d. e.



Hipertiroid kongenital Hipotiroid kongenital Tiroiditis hashimoto Graves disease Endemik goiter



Jawaban: D. Grave disease



181. Hipertiroid pada anak Etiologi Hipertiroid • GRAVES DISEASE : clasic triad of of hyperthyroidism, ophthalmopathy, and dermopathy • • • • • • • • •



Toxic adenoma, toxic nodular goiter McCune-Albright syndrome Subacute (viral) thyroiditis Chronic lymphocytic thyroiditis (ie, hashitoxicosis in its early stage) Bacterial thyroiditis Pituitary adenoma Exogenous thyroid hormone Iodine-induced hyperthyroidism (ie, Jod-Basedow phenomenon) Human chorionic gonadotropin (hCG)– secreting tumors



PENYAKIT GRAVE’S: caused by thyroid-stimulating immunoglobulins (TSIs) of the immunoglobulin G1 (IgG1) subclass antibodies ((a.k.a thyroid receptor antibodies (TRAbs))



bind to the extracellular domain of the thyroidstimulating hormone (TSH) receptor and activate it



causing follicular growth and activation and release of thyroid hormones



Hyperthyroidism  Clinical symptoms & Presentation



Grave’s Disease • • •







COMMON SYMPTOMS Hyperactivity, nervousness, and emotional lability Alterations in mental status Deterioration of behavior and school performance (previously the child did well) Ophthalmopathy (50-80%)



OTHER SYMPTOMS • • • • • • • • • • • •



Weight loss (50%) (increased appetite in 60%) Sweating (49%) Hyperactivity (44%) Heat intolerance (33%) Palpitations (30%) Fatigue (16%) Diarrhea (13%) Insomnia Deterioration in handwriting Menstrual irregularities Muscle weakness



CLINICAL PRESENTATION • diffuse, nontender, symmetric enlargement of the thyroid gland. • A thyroid bruit • tachycardia (82%) and wide pulse pressure (50%) or hypertension. Signs of congestive heart failure (CHF) are rare • Exophthalmos (proptosis) (66%); Lid lag, lid retraction, Conjunctival injection, Chemosis, Periorbital edema, Ophthalmoplegia, Optic atrophy • sweaty skin • Tremor or muscle fasciculations (61%) • Exaggerated deep-tendon reflexes • Proximal muscle weakness • Accelerated growth and early epiphyseal closure (over time) • Graves dermopathy, or localized myxedema, which is exceedingly rare in children



Tatalaksana •



Obat antitiroid: Metimazole atau PTU – PTU: 10 years: 150-300 mg/day • Maintenance: Usually 1/3-2/3 of intial dose based on response divided q8-12hr – Metimazole: 0.2-0.5 mg/kg/day PO; after euthyroidism is achieved, reduce dosage by 50% and administer for 1-2 years – Monitor the patient at 6-week to 3-month intervals with TFTs (TSH, total T3, and free T4 levels), LFTs (liver function test), and CBC.



• • •







Radioactive iodine treatment Subtotal thyroidectomy Beta-blocking agents (propanolol, atenolol) are used for initial treatment before antithyroid drugs are administered or in patients awaiting remission after receiving RAI. Hypothyroidism is readily treated by lifelong replacement therapy with levothyroxine.



Emedicine. Pediatric Graves disease



Soal no 182 Seorang anak berusia 3 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan sering mengalami penurunan kesadaran. Pasien sering tiba-tiba berjongkok setelah melakukan aktivitas, kemudian sering biru dan tidak sadar. Pada pemeriksan didapatkan keadaan umum lemah, sianosis, jari tabuh (-) terdapat bising ejeksi sistolik. Apakah diagnosis yang paling mungkin pada keadaan tersebut?



a. b. c. d. e.



Stenosis aorta Tetralogi Fallot Insufisiensi mitral Insufisiensi trikuspidal PDA



Jawaban B. tetralogi of fallot



Tekanan di dalam Jantung



182. Congenital Heart Disease Congenital HD



Acyanotic



With ↑ volume load:



- ASD - VSD - PDA



- Valve regurgitation



Cyanotic



With ↑ pressure load:



With ↓ pulmonary blood flow:



With ↑ pulmonary blood flow:



- Valve stenosis



- ToF



- Coarctation of aorta



- Atresia pulmonal



- Transposition of the great vessels



- Atresia tricuspid



1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed. 2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.



- Truncus arteriosus



Penyakit jantung kongenital • Asianotik: L-R shunt – ASD: fixed splitting S2, murmur ejeksi sistolik – VSD: murmur pansistolik – PDA: continuous murmur



• Sianotik: R-L shunt – TOF: PS, VSD, overriding aorta, RVH. Boot like heart pada radiografi – TGA http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/



Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.



Cyanotic Congenital HD Cyanotic lesions with ↓ pulmonary blood flow must include both: an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L



Common lesions: Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis The degree of cyanosis depends on:



the degree of obstruction to pulmonary blood flow If the obstruction is mild: Cyanosis may be absent at rest These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress



If the obstruction is severe: Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus. When the ductus closes  hypoxemia & shock



Cyanotic Congenital HD Cyanotic lesions with ↑ pulmonary blood flow is not associated with obstruction to pulmonary blood flow



Cyanosis is caused by: Abnormal ventricular-arterial connections:



- TGA



Total mixing of systemic venous & pulmonary venous within the heart: - Common atrium or ventricle - Total anomolous pulmonary venous return - Truncus arteriosus



1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.



Tetralogi Fallot



Tet Spell/ Hypercyanotic Spell • serangan biru yang terjadi secara mendadak • Anak tampak lebih biru, pernapasan cepat, gelisah, kesadaran menurun, kadang-kadang disertai kejang. • Serangan berlangsung 15-30 menit, biasanya teratasi secara spontan, tetapi serangan yang hebat dapat berakhir dengan koma, bahkan kematian • Biasanya muncul usia 6-12 bulan, tapi bisa muncul usia 2-4 bulan • ToF yang tipikal biasanya memiliki tekanan pada ventrikel kiri dan kanan yang sama besar, sehinggan tingkat sianosis dan terjadinya tet spell ditentukan dari systemic vascular resistance dan derajat keparahan komponen stenosis pulmonal. PPM IDAI Jilid I



Pelepasan katekolamine



takikardia



increased myocardial contractility + infundibular stenosis.



VICIOUS CYCLE



menangis, BAB, demam, aktivitas yg meningkat



aliran balik vena sistemik meningkat shg resistensi vaskular pulmonal meningkat (afterload pulmonal meningkat) + resistensi vaskular sistemik rendah



KEMATIAN Right-to-left shunt meningkat



aliran darah ke paru berkurang secara tiba-tiba



TET SPELL HYPERCYANOTIC SPELL



sianosis progresif penurunan PO2 dan peningkatan PCO2 arteri  penurunan pH darah



Stimulasi pusat pernapasan di reseptor karotis + nucleus batang otak



hiperpnoea



Tatalaksana Tet Spell • Knee chest position/ squatting – Diharapkan aliran darah paru bertambah karena peningkatan resistensi vaskular sistemik dan afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis



• Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV untuk menekan pusat pernapasan dan mengatasi takipnea • Natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB IV untuk mengatasi asidosis. Dosis yang sama dapat diulang dalam 10-15 menit. PPM IDAI Jilid I



ToF



Soal no 183 Seorang anak umur 6 tahun datang dengan benjolan di belakang pipi kanan. Benjolan nyeri, nyeri dirasakan saat membuka rahang dan mengunyah. Ada demam. Kakak pasien dan tetangga juga ada penyakit seperti ini. Pada pemeriksaan, ditemukan: Suhu=38, TD 100/60, dan pada Pemeriksaan Fisik: benjolan pada angulus mandibular dextra, nyeri(+), uk 5-7cm. Tatalaksana yang tepat adalah?



a. b. c. d. e.



Simptomatik Antivirus Antibakteri Operatif Antijamur



Jawaban: A. simtomatik



183. Anatomy of Salivary gland • 3 major salivary glands: – The parotid glands – The submandibular glands – The sublingual glands



• Many minor salivary glands in mucosa of cheeks, lips, palate.



Mumps (Parotitis Epidemica) • Acute, self-limited, systemic viral illness characterized by the swelling of one or more of the salivary glands, typically the parotid glands. • Highly infectious to nonimmune individuals and is the only cause of epidemic parotitis. • Taksonomi: – – – –



Species: Mumps rubulavirus Genus: Rubulavirus Family: Paramyxoviridae Order: Mononegavirales



Mumps • Salah satu penyebab parotitis • Satu-satunya penyebab parotitis yang mengakibatkan “occasional outbreak” • Disebabkan oleh paramyxovirus, dengan predileksi pada kelenjar dan jaringan syaraf. • Penyebaran penyakit ini adalah melalui droplet dan insidens puncak pada usia 5-9 tahun. • Imunisasi dengan live attenuated vaccine sangat berhasil (98%) • Penularan terjadi sejak 6 hari sebelum timbulnya pembengkakan parotis sampai 9 hari kemudian. • Bisa tanpa gejala



• Masa inkubasi 12-25 hari, gejala prodromal tidak spesifik ditandai dengan mialgia, anoreksia, malaise, sakit kepala dan demam ringan  Setelah itu timbul pembengkakan unilateral/bilateral kelejar parotis. • Gejala ini akan berkurang setelah 1 minggu dan biasanya menghilang setelah 10 hari. • Komplikasi: Ketulian; orkitis (biasanya unilateral) dilaporkan sampai 20% pada kasus gondongan lelaki dewasa



Mumps • Komplikasi : Meningitis/encephalitis, Sensorineural hearing loss/deafness, Guillain-Barré syndrome, Thyroiditis, Myocarditis, orchitis (terjadi pada laki-laki usia postpubertal) • Approximately one third of postpubertal male patients develop unilateral orchitis. • Prevention : Vaccinating children with MMR Jadwal IDAI 2017: jika sudah imunisasi campak 9 bulan, MMR diberikan usia 15 bulan (interval minimal 6 bulan); jika belum mendapat campak 9 bulan, MMR bisa diberikan usia 12 bulan



Mumps Treatment • Conservative, supportive medical care is indicated for patients with mumps. • No antiviral agent is indicated, as mumps is a selflimited disease. • Encouraging oral fluid intake • Refrain from acidic foods and liquids as they may cause swallowing difficulty, as well as gastric irritation. • Analgesics (acetaminophen, ibuprofen) • Topical application of warm or cold packs to the swollen parotid may soothe the area.



MMR • Merupakan vaksin kombinasi untuk Measles (Campak), Mumps (Parotitis), dan Rubella • Vaksin kering, mengandung virus hidup, disimpan pada temperatur 2-8⁰C, dan terlindung dari cahaya • Pemberian dengan dosis tunggal 0.5 ml intramuskular atau subkutan dalam • Harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak, gondongan, dan rubella • Jadwal IDAI 2017: jika sudah imunisasi campak 9 bulan, MMR diberikan usia 15 bulan (interval minimal 6 bulan); jika belum mendapat campak 9 bulan, MMR bisa diberikan usia 12 bulan



Soal no 184 Seorang anak perempuan usia 3 tahun dibawa oleh ibunya karena mengalami buang air besar cair yang berlangsung sekitar 3 bulan, demam tidak terlalu tinggi disertai batuk lama, berat badan semakin turun. Pada pemeriksaan fisik di mulut tampak bercak keputihan, tampak lemas. Pasien sudah pernah dibawa berobat ke puskesmas namun keluhan kembali berulang. Apakah diagnosis yang paling mungkin pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



HIV Kolitis ulseratif Keganasan kolon Necrotizing enterocolitis Demam tifoid



Jawaban: A. HIV



184. Infeksi HIV dan AIDS pada Anak Epidemiologi • Sebagian besar anak HIV lahir di negara berkembang • Pada tahun 2004, 640.000 anak resiko tertular HIV



• Faktor resiko terjadinya transmisi vertikal – Bayi prematur (34 mgu) – Jumlah CD4 ibu yang rendah – BBL 4 jam – Tidak adanya penggunaan ARV selama kehamilan • SC dan pemberian zidovudin pada ibu dan anak  resiko transmisi menurun sebanyak 87% • Direkomendasikan SC jika viral load >1000 kopi/ml



Manifestasi Klinis • Infeksi – Infeksi berulang (bakteremia, meningitis, sepsis) – OMA, sinusitis, infeksi kulit  lebih sering terjadi – Infeksi oleh patogen yang tidak biasa • PCP (paling sering pada anak terutama di usia 3-6 bulan, kematian tertinggi pada usia 30 hari atau kambuh walau telah diobati. • Luas melebihi bagian lidah



– Infeksi virus berulang atau yang jaranga terjadi seperti herpes simpleks, zooster, CMV retinitis – Campak  lebih berat, namun rash dan gejala tidak khas



Pemeriksaan HIV pada Anak • Uji virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak berumur < 18 bulan. • Uji serologis: – Umur 18 bulan – digunakan sebagai uji diagnostik konfirmasi



• Diagnosis pada anak > 18 bulan memakai cara yang sama dengan uji HIV pada orang dewasa (rapid test/ Enzyme Immunoassay/ Westernblot pada kasus yang sulit) • Perhatian khusus untuk anak yang masih mendapat ASI pada saat tes dilakukan, uji HIV baru dapat diinterpretasi dengan baik bila ASI sudah dihentikan selama > 6 minggu.



Skenario Pemeriksaan HIV



Alur diagnosis HIV pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan



Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi HIV pada spesimen yang berbeda untuk kon rmasi hasil posi f yang pertama. Pada keadaan yang terbatas, uji an bodi HIV dapat dilakukan setelah usia 18 bulan untuk kon rmasi infeksi HIV.



Rekomendasi inisiasi ARV pada Anak dan Dewasa Populasi



Rekomendasi



Dewasa dan anak > 5 tahun Inisiasi ARV pada orang terinfeksi HIV stadium klinis 3 a Pengobatan TB harus dimulai lebih dahulu, dan 4a, atau jika jumlah CD4 ≤ 350 sel/mm3 kemudian obat ARV diberikan dalam 2-8 minggu sejak mulai obat TB, tanpa menghentikan terapi TB. Pada ODHA dengan CD4 kurang dari 50 sel/mm3, ARV harus dimulai dalam 2 minggu setelah mulai pengobatan TB. Untuk ODHA dengan meningitis kriptokokus, ARV dimulai setelah 5 minggu pengobatan kriptokokus. b Dengan memperhatikan kepatuhan c Bayi umur < 18 bulan yang didiagnosis terinfeksi HIV dengan cara presumtif, maka harus segera mendapat terapi ARV. Bila dapat segera dilakukan diagnosis konfirmasi (mendapat kesempatan pemeriksaan PCR DNA sebelum umur 18 bulan atau menunggu sampai umur 18 bulan untuk dilakukan pemeriksaan antibodi HIV ulang), maka perlu dilakukan penilaian ulang apakah anak pasti terdiagnosis HIV atau tidak. Bila hasilnya negatif, maka pemberian ARV dihentikan.



Anak < 5 tahun



Inisiasi ARV tanpa melihat stadium klinis WHO dan berapapun jumlah CD4  Koinfeksi TBa  Koinfeksi Hepatitis B  Ibu hamil dan menyusui terinfeksi HIV  Orang terinfeksi HIV yang pasangannya HIV negatif (pasangan serodiskordan), untuk mengurangi risiko penularan  LSL, PS, atau Penasun (pengguna narkoba suntik)b  Pada wilayah dengan epidemi HIV meluas (> 1% pada populasi umum atau ibu hamil) Inisiasi ARV tanpa melihat stadium klinis WHO dan berapapun jumlah CD4c



ARV lini pertama untuk anak > 5 tahun dan dewasa, termasuk wanita hamil dan menyusui, pasien koinfeksi hepatitis B, dan pasien dengan koinfeksi TB



ARV Lini Pertama untuk dewasa Paduan pilihan Paduan alternatif



TDFa + 3TC (atau FTC) + EFV dalam bentuk KDTc AZTb + 3TC + EFV (atau NVP) TDFa + 3TC (atau FTC) + NVP



aJangan



memulai dengan TDF jika CCT hitung < 50 ml/menit, atau pada kasus diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal ginjal bJangan memulai dengan AZT jika Hb < 7 g/dl sebelum terapi cKombinasi dosis terpadu (KDT) yang tersedia: TDF + 3TC + EFV



• TDF: tenofovir, AZT: zidovudin, 3TC: lamivudin, EFV: efavirenz, NVP: nevirapine, ABC: abacavir, LPV/r: lopinavir/ritonavir; FTC: emtricitabin



Paduan ARV lini pertama pada anak usia kurang dari 5 tahun • Pprinsip paduan ARV lini pertama 10 gr/dl) setelah pemakaian 6 – 12 bulan. Bila terdapat efek anemia berulang maka dapat kembali ke d4T. c Tenofovir saat ini dapat digunakan pada anak usia di atas 2 tahun. Selain itu perlu dipertimbangkan efek samping osteoporosis pada tulang anak yang sedang bertumbuh karena penggunaan ARV diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan tinggi badan. d EFV dapat digunakan pada anak ≥ 3 tahun atau BB ≥ 10 kg, jangan diberikan pada anak dengan gangguan psikiatrik berat. EFV adalah pilihan pada anak dengan TB. Jika berat badan anak memungkinkan, sebaiknya gunakan KDT.



Soal no 185 Seorang anak perempuan usia 12 tahun bernama Tantemina Tarana datang ke RS dengan keluhan terdapat benjolan di leher. Dari pengakuan ibunya, anaknya tampak kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah. Dari anamnesis didapatkan pasien tinggal di daerah lereng pegunungan dan banyak masyarakat yang mengalami hal serupa. Pemeriksaan fisik terlihat goiter tanpa menengadah. Penyebab keluhan pada pasien?



• • • • •



Asupan yodium kurang Kurang energi protein Asupan kalsium kurang Asupan zat goitrogenik berlebih Gangguan autoimun



Jawaban: A. Asupan yodium kurang



185. DEFISIENSI YODIUM • Defisiensi yodium yang parah berpengaruh pada sintesis hormon tiroid dan/atau pembesaran tiroid. • Spektrum Iodine deficiency disorders (IDDs): endemic goiter, hypothyroidism, cretinism, decreased fertility rate, increased infant mortality, and mental retardation



• Manifestasi klinis: – Endemic goiter – Hipotiroid: fatigue, weight gain, cold intolerance, dry skin, constipation, or depression – Kretinism – Retardasi mental



• Tx: yodium 150 mcg/day (pd ps. Yg tdk hamil), levotiroksin, radioactive iodine, bedah (jika kompresif)



PATOFISIOLOGI • Saat pertama terjadi defisiensi iodium  pembesaran tiroid sbg proses adaptif (goiter)  benjolan difus lama kelamaan nodular  beberapa nodul menjadi autonomous & mensekresikan hormon tirod yg tidak bergantung pada TSH  hormon tiroid yg disekresikan oleh kelenjar normal berkurang untuk menjaga euthyroidism sedangkan kelenjar yang autonomous bisa menyebabkan hyperthyroidism • Ketika defisiensi iodium semakin parah  produksi hormon tiroid jauh berkurang  pasien mengalami hipotiroid



DEFISIENSI YODIUM • Recommended daily allowance (RDA) menurut WHO: – Adults and adolescents > 12 years - 150 mcg/day – Pregnant women & Lactating women - 200 mcg/day – Children aged 7-12 years - 120 mcg/day – Children aged 2-6 years – 90 mcg/day – Infants – 50 mcg/day



• defisiensi iodium postnatal pada bayi dan anak bisa mengganggu perkembangan mental dan psikomotorik ( terutama kemampuan memori dan bahasa) • Retardasi mental yang disebabkan karena kekurangan iodium posnatal bisa bersifat reversible dengan terapi hormon tiroid. • Retardasi mental karena kekuraan iodium prenatal bersifat ireversibel



Therapy •







Iodine deficiency is a global public health problem and, in combating it, emphasis should be placed on diagnosis and correction at the level of the community rather than the individual. Community: – Iodization of salt is the preferred method of increasing iodine intake in a community – The usual "dose" is between 10 and 50 mg of iodine/kg salt (sodium chloride) as potassium iodide or iodate – Other options: iodized oil (Lipiodol), iodized water, and iodine tablets or drops







Individual: – Correction of iodine deficiency at the level of the community rather than the individual is preferred. – Methods of iodide administration for the individual include oral administration of potassium iodide solution every two to four weeks and daily administration of tablets containing from 100 to 300 mcg potassium iodide. – Lipiodol, developed as a radiographic contrast agent, contains 480 mg iodine/mL. A single oral dose of 0.5 to 1 mL provides an adequate amount of iodine for six months to one year; intramuscular administration of the same dose provides an adequate amount for two to three years



Soal no 186 Seorang anak perempuan berumur 1 tahun diantar ibunya ke poliklinik dengan keluhan pucat dan perut membesar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, konjungtiva palpebra pucat dan lien membesar Schufner II. Pada pemeriksaan Iaboratorium didapatkan Hb: 6,0 g/dL, Ieukosit 10.000/mm2 , eritrosit 3.200.000/mm2, hitung jenis:0/0/42/49/9, thrombosit 271.000/uL, MCV: 55,7 fL, MCH: 18 pg, MCH: 33 g/dL, Dari gambaran darah tepi didapatkan hipokrom mikrositer, anisositosis, poikilositosis, target sel. Apakah pemeriksaan penunjang selanjutnya pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



SGOT, SGPT Hb elektroforesis Tes Coomb LDH, asam urat Protein total dan albumin



Jawaban: B. Hb elektroforesis



186. THALASSEMIA • Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri dari komponen alfa dan beta) • Diturunkan secara autosomal resesif • Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik) • Secara genotip: – Thalassemia beta  yang mayoritas ditemukan di Indonesia



• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)



– Thalassemia alfa • • • •



-thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan



Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.



PATHOPHYSIOLOGY OF THALASSEMIA 



ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS • • • • •



• • • • • •



Pucat kronik Hepatosplenomegali Ikterik Perubahan penulangan Perubahan bentuk wajah  facies cooley Hiperpigmentasi kulit akibat penimbunan besi Riwayat keluarga + Riwayat transfusi Ruang traube terisi Osteoporosis “Hair on end” pd foto kepala



Diagnosis thalassemia (cont’d) • Pemeriksaan darah



– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt , RDW   – Apusan darah: mikrositik, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel target, fragmented cell, normoblas +, nucleated RBC, howell-Jelly body, basophilic stippling – Hiperbilirubinemia – Tes Fungsi hati abnormal (late findings krn overload Fe) – Tes fungsi tiroid abnormal (late findings krn overload Fe) – Hiperglikemia (late findings krn overload Fe)



• Analisis Hb



– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb kualitatif



peripheral blood smear of patient with homozygous beta thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001100208)



Hepatosplenomegali & Ikterik



Pucat



Hair on End



Hair on End & Facies Skully



Excessive iron in a bone marrow preparation



Tata laksana thalassemia • Transfusi darah, indikasi pertama kali jika: – Hb7 disertai gejala klinis spt facies cooley, gangguan tumbuh kembang



• Medikamentosa – Asam folat (penting dalam pembentukan sel) 2x 1mg/hari – Kelasi besi  menurunkan kadar Fe bebas dan me>) – Vitamin C (dosis rendah, pada terapi denga n deferoxamin)



• Nutrisi: kurangi asupan besi • Support psikososial



• Splenektomi  jika memenuhi kriteria • Splenomegali masif • Kebutuhan transfusi PRC > 200-220 ml/kg/tahun



• •







Transplantasi (sumsum tulang, darah umbilikal) Fetal hemoglobin inducer (meningkatkan Hgb F yg membawa O2 lebih baik dari Hgb A2) Terapi gen



KOMPLIKASI THALASSEMIA • Infection • chronic anemia  iron overload  deposisi iron pada miokardium  Kardiomiopati  bermanifestasi sebagai CHF • Endokrinopati – Impaired carbohydrate metabolism – Pertumbuhan : short stature, slow growth rates – Delayed puberty & hypogonadism  infertility – Hypothyroidism & hypoparathyroidism – osteoporosis • Liver: – cirrhosis due to infection and iron load – Bleeding: disturbances of coagulation factors



Soal no 187 Seorang bayi lahir di rumah sakit berat badan 1.900 gram dengan usia gestasi kurang bulan. Sehari kemudian anak mengalami sesak, demam, letargi, kuning. Bayi didiagnosis sepsis lalu diberi ampicillin dan gentamicin selama 10 hari. 2 hari setelah pengobatan timbul bercak bercak putih di mukosa mulut dan lidah, sukar dibersihkan. Pengobatan yang diberikan adalah….



a. b. c. d. e.



Nistatin Griseofulvin Kotrimoksazol Ketokonazol Cefiksim



Jawaban: A. Nistatin



187. Kandidiosis oral • Infeksi candida pada rongga mulut • Spesies tersering: Candida albicans • Terjadi akibat terganggunya flora normal atau pada kondisi immunodefisiensi • Terdapat beberapa jenis, yaitu - Kandidiosis pseudomembran akut - Kandidiasis atrofik akut (kandidiasis eritematosa) - Kandidiosis hiperplasia kronik (leukoplakia) - Kandidiasis atrofik kronik (denture stomatitis): - Kelitis angularis (Keilosis Kandidal)



Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017



Jenis



Gambaran klinis



Kandidiosis pseudomembranosa akut



Plak putih pada lidah, palatum, gusidapat diangkatsetelah diangkat tampak dasar eritema



Kandidiosis eritematosa/ atrofik akut



Papilla lidah menipis tertutup oleh pseudomembran tipis pada permukaan dorsal lidah dan dapat disertai rasa panas atau nyeri.



Kandidiosis hiperplasia kronik



Plak putih atau translusen yang tidak dapat dilepaskan, biasanya di mukosa bukal.



Denture related stomatitis/ atrofik kronik



Mukosa palatum yang kontak dengan gigi tiruan tampak edematosa dan eritematosa, bersifat kronik, dan dapat dijumpai keilitis angularis.



Kelitis angularis/perlèche



Lesi berupa fissura dan eritema di sudut mulut dan terasa perih



Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017



Prinsip tatalaksana Gejala klinis



DOC



Keterangan



Ringan



• Nistatin drops 7-14 hari - Dewasa: 4x400.000-600.000 U - 1-12 bulan: 4x200.000 U - 1-18 tahun: sama dengan dewasa • Nystatin lozenge 200,000 units to 400,000 units (one to two lozenges) four times per day for 7 to 14 days. • Clotrimazole 10 mg (one lozenge) five or six times per day for 7 to 14 days. - Nystatin and clotrimazole lozenges are a choking hazard and should not be used in children younger than four years.



Catatan: • Mild thrush – Involves 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu. 7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL. 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR. 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka dapat diberikan vaksin MMR/MR. 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib o d i setara dengan 3 dosis. 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun berikutnya. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.



Vaksin polio: apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan OPV-0 diberikan saat dipulangkan. Untuk polio 1,2, dan 3 dan booster diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu dosis IPV bersamaan dengan OPV-3



Soal no 190 Seorang anak berusia 4 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan perkembangan sang anak tidak sesuai umur teman sebayanya. Pasien lahir cukup bulan dengan riwayat KPD (+), sempat kuning (+), tapi cukup bulan dengan BBL 2900 gram dan langung menangis. Saat ini ditemukan BB 8 Kg dengan PB tidak sesuai usia, lingkar kepala juga tidak sesuai usia (lebih kecil). Pasien hanya bisa makan bubur halus dan susu sedikit – sedikit. Pada hasil pemeriksaan lab ditemukan, Hb 9 g/dL, leukosit 7800, dan trombosit 320.000 serta TSH meningkat, T4 rendah. Diagnosis yang tepat adalah...



a. b. c. d. e.



Cerebral palsy Global development delay Hipotiroid didapat Hipotiroid kongenital Retardasi mental



Jawaban: D. Hipotiroid kongenital



190. Congenital Hypothyroidism Etiology • Thyroid Function: – normal brain growth and myelination and for normal neuronal connections. – The most critical period fis the first few months of life.



• The thyroid arises from the fourth branchial pouches. • The thyroid gland develops between 4 and 10 weeks' gestation. • By 10-11 weeks' gestation, the fetal thyroid is capable of producing thyroid hormone. • By 18-20 weeks' gestation, blood levels of T4 have reached term levels. T http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#aw2aab6b2b2aa



Hipotiroid Kongenital • Hipotiroid kongenital adalah kelainan fungsi dari kelenjar tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir. • Kondisi ini dapat terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium. • Selama kehamilan, plasenta berperan sebagai media transportasi elemen-elemen penting untuk perkembangan janin. Thyroid Releasing Hormone (TRH) dan iodium – yang berguna untuk membantu pembentukan Hormon Tiroid (HT) janin – bisa bebas melewati plasenta. Demikian juga hormon tiroksin (T4). Namun disamping itu, elemen yang merugikan tiroid janin seperti antibodi (TSH receptor antibody) dan obat anti tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati plasenta. Sementara, TSH, yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan dan produksi HT, justru tidak bisa melewati plasenta.



Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014



Etiologi



Etiologi



Hipotiroid kongenital pada Anak • Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan terjadi penurunan IQ bermakna. • Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.



Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview



Gambaran klinis











Most affected infants have few or no symptoms, because their thyroid hormone level is only slightly low. However, infants with severe hypothyroidism often have a unique appearance, including: – Dull look – Puffy face – Thick tongue that sticks out This appearance usually develops as the disease gets worse. The child may also have: – Choking episodes – Constipation – Dry, brittle hair – Jaundice – Lack of muscle tone (floppy infant) – Low hairline – Poor feeding – Short height (failure to thrive) – Sleepiness – Sluggishness



Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/



Quebec Clinical Scoring for Congenital Hypothyroid



Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism



Grüters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160



Skrining • Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur bayi 48 sampai 72 jam. • Namun, pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir antara 24–48 jam (contoh: ibu pulang paksa). • Akan tetapi, sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false positive). • Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka spesimen perlu diambil pada saat kontrol, tepatnya saat bayi berusia 48 sampai 72 jam • Sampel darah diteteskan di kertas saring dan diperiksa di laboratorium • Hasil sudah bisa diperoleh dalam 1 minggu Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014



Intepretasi hasil • Kadar TSH < 20 μU/mL berarti normal • Jika kadar TSH antara ≥ 20 μU/mL , perlu pengambilan spesimen ulang (resample) atau dilakukan pemeriksaan DUPLO (diperiksa dua kali dengan spesimen yang sama, kemudian diambil nilai ratarata). Bila pada hasil pengambilan ulang didapatkan:  Kadar TSH < 20 μU/mL, maka hasil tersebut dianggap normal.  Kadar TSH ≥ 20 μU/mL, maka harus dilakukan pemeriksaan TSH dan FT4 serum Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014



Tatalaksana • Pengobatan dengan L-T4 diberikan segera setelah hasil tes konfirmasi. • Bayi dengan hipotiroid berat diberi dosis tinggi, sedangkan bayi dengan hipotiroid ringan atau sedang diberi dosis lebih rendah. • Bayi yang menderita kelainan jantung, mulai pemberian 50% dari dosis, kemudian dinaikkan setelah 2 minggu. Dosis levotiroksin (L-T4)



Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014



Evaluasi terapi • Pemantauan pertama setelah 2 minggu sejak pengobatan tiroksin • Selanjutnya tiap 4 minggu sampai kadar TSH normal • Tiap 2 bulan sampai umur 12 bulan • Dari umur 1 – 3 tahun, pemantauan klinis dan laboratorium tiap 4 bulan • Selanjutnya tiap 6 bulan sampai selesai masa pertumbuhan. • Setelah umur 18 tahun, dialihrawatkan pada ahli penyakit • dalam. • Pemeriksaan sebaiknya dilakukan lebih sering bila kepatuhan minum obat meragukan, atau ada perubahan dosis (4 – 6 minggu setelah perubahan dosis. Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014



Target pengobatan • Nilai T4 serum,130 – 206 nmol/L (10 – 16 μg/dl ) • FT4 18 – 30 pmol/L (1,4 - 2,3 μg/dl) kadar FT4 ini dipertahankan pada nilai di atas 1,7 μg/dl (75% dari kisaran nilai normal). Kadar ini merupakan kadar optimal. • Kadar TSH serum, sebaiknya dipertahankan di bawah 5 μU/mL Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014



Kretinisme • Kretin merupakan keadaan hipotiroid berat dan ekstrim yang terjadi pada waktu bayi dan anak yang ditandai dengan kegagalan pertumbuhan – Kretinisme endemik merupakan kretinisme yang terjadi pada bayi yang lahir pada daerah dengan asupan yodium yang rendah serta goiter endemik; sehingga mengalami kekurangan yodium yang berat pada masa fetal – Kretinisme sporadik merupakan kretinisme akibat hipotiroid kongenital



• Seseorang dikatakan kretin endemik jika ia lahir di daerah gondok endemik dan menunjukkan dua gejala atau lebih: retardasi mental, tuli sensorineural nada tinggi, gangguan neuromuskular



Manifestasi Klinis • 3 tipe kretinisme sporadik: – Tipe nervosa: RM berat, bisu tuli, strabismus, paresis sistem piramidalis tungkai bawah, spastik ataksik (motor rigidity) – Tipe miksedema: RM dengan derajat lebih ringan; dan tanda hipotiroid klinis seperti perawakan pendek, miksedema, kulit kering, rambut jarang, perkembangan seksual terhambat, spastik tungkai bawah, gangguan gaya jalan – Tipe campuran: gabungan antara keduanya



Soal no 191 Anak Nobi Nobita, laki-laki, berusia 8 tahun, digigit oleh lebah ketika sedang bermain di hutan belakang sekolah. Lima menit kemudian terlihat lesi yang membengkak berukuran 2 x 2 cm dan kemerahan pada lokasi gigitan tersebut. Di antara kemungkinan-kemungkinan berikut manakah proses patologi yang paling berperan dalam munculnya keluhan pasien?



a. b. c. d. e.



Reaksi terhadap corpus alienum Perdarahan Migrasi limfositik Migrasi neutrofilik Vasodilatasi



Jawaban: E. Vasodilatasi



191. Hymenoptera (Bee/Wasp) Sting • Wasp venoms contain molecules such as phospholipases A and B, hyaluronidases, and invertebrate neurotoxin. • Bee venoms contain hyaluronidase, phospholipase A2, acid phosphatase, meletin, and other kinins. • Target organs are the skin, vascular system, and respiratory system. • Pathology is similar to other immunoglobulin E (IgE)–mediated allergic reactions.



Hymenoptera (Bee/Wasp) Sting • The release of histamine (a potent vasodilator) in response to venom exposure accounts for the majority of reactions. • In local reactions, this leads to swelling, oedema, and pain. • Anaphylaxis may occur and is typically a result of sudden systemic release of mast cells and basophil mediators. • Urticaria, vasodilation, bronchospasm, laryngospasm, and angioedema are prominent symptoms of the reaction. • Respiratory arrest may result in refractory cases.



Wasp Sting: Local Reaction



phospholipase A, phospholipase B, as well as mastoparan peptide,



direct mast cell degranulation with the release of histamine.



localized ischemia increases the inflammatory response with subsequent vasodilation



produces increased capillary permeability and localized swelling and redness at the site of the wasp sting



Fase Dini/ Initial Response TERJADI BEBERAPA MENIT SETELAH TERPAPAR ALERGEN YANG SAMA UNTUK KEDUA KALINYA PUNCAKNYA 15-20 MENIT PASCA PAPARAN BERAKHIR 60 MENIT KEMUDIAN



REAKSI HIPERSENSITIFITAS TIPE I



Fase Lanjut/ Late Phase Reaction DISEBABKAN AKUMULASI DAN INFILTRASI EOSINOFIL, NEUTROFIL, BASOFIL, LIMFOSIT DAN MAKROFAG SEHINGGA TERJADI INFLAMASI BERLANGSUNG 4-8 JAM, DAPAT MENETAP BEBERAPA HARI



Tipe I (IgE-Mediated type)



Table 6-3. Summary of the Action of Mast Cell Mediators in Immediate (Type I) Hypersensitivity Action



Mediator



Vasodilation, increased



Histamine



vascular permeability



PAF Leukotrienes C4, D4, E4 Neutral proteases that activate complement and kinins Prostaglandin D2



Smooth muscle spasm



Leukotrienes C4, D4, E4



Histamine Prostaglandins PAF Cellular infiltration



Cytokines, e.g., TNF Leukotriene B4 Eosinophil and neutrophil chemotactic factors (not defined biochemically) PAF



Soal no 192 Anak perempuan, 7 bulan, datang ke UGD dengan keluhan sesak napas dan demam tinggi. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah 90/70 mmHg, frekuensi nadi 104x/menit, frekuensi napas 40x/menit, suhu aksila 38,9 oC. Pada pemeriksaan analisa gas darah didapatkan pH 7,2; PaO2 40; PaCO2 60; Base Excess +1. Keadaan apa yg paling tepat menggambarkan kondisi di atas?



a. b. c. d. e.



Syok sepsis Distress pernapasan Gagal napas Pneumonia Asidosis metabolik



Jawaban: C. Gagal nafas



192. Gagal Napas Akut • Proses pernapasan dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu ventilasi, perfusi dan difusi • Ventilasi: proses pertukaran udara dari dan menuju paru-paru • Ventilasi terdiri dari inspirasi (aktivitas aktif) dan ekspirasi (aktivitas pasif) • Ventilasi dimungkinkan terjadi akibat adanya gradien (perbedaan) tekanan antara tekanan intrapulmonar dengan tekanan atmosfer



• Perfusi merupakan darah yang mengalir menuju sirkulasi paru (menuju alveolus) • Jumlah ventilasi alveolar/volume tidal (V) pada manusia sehat adl 4L/mnt; sedangkan jumlah perfusi kapiler paru (Q) adalah 5L/mnt • Maka rasio normal ventilasi-perfusi yang melambangkan keseimbangan pertukaran oksigen adalah V/Q= 0.8



• difusi adalah pergerakan molekul dari daerah konsentrasi tinggi menuju ke daerah dengan konsentrasi rendah • Difusi oksigen terjadi terus menerus dari alveolus ke kapiler paru. hal ini terjadi karena tekanan parsial O2 alveolus (PAO2) lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan parsial O2 dlm kapiler (PaO2) • Sebaliknya, difusi CO2 terjadi dari kapiler darah menuju alveolus karena gradien PCO2 kapiler lebih tinggi dibandingkan PCO2 alveolus.



Patofisiologi gagal napas • Tekanan parsial O2 dan CO2 dalam alveolus dan darah kapiler paru ditentukan oleh ketidakseimbangan ventilasi-perfusi • Bila: • Ventilasi-perfusi  PO2 darah kapiler  PCO2 



Mekanisme dan patofisiologi



Gagal Napas Tipe 1 (Oxygenation Failure) • •











Tipe hipoksemik Ditandai dengan tekanan parsial O2 arteri yang abnormal rendah (PaO2 50): Failure to exchange or remove carbon dioxide • Tekanan parsial CO2 arteri mencerminkan efesiensi mekanisme ventilasi yang membuang CO2 dari hasil metabolism jaringan. • Disebabkan oleh kelainan yang menurunkan central respiratory drive, mempengaruhi tranmisi sinyal dari CNS, atau hambatan pada otot respirasi untuk mengembangkan dinding dada.



Penyebab •



Disorders affecting central ventilatory drive – –











Disorders affecting signal transmission to the respiratory muscles – – – – – –







Brain stem infarction or haemorrhage Brain stem compression from supratentorial mass Drug overdose, Narcotics, Benzodiazepines, Anaesthetic agents etc.



Myasthenia Gravis Amyotrophic lateral sclerosis Gullain-Barrè syndrome Spinal –Cord injury Multiple sclerosis Residual paralysis (Muscle relaxants)



Disorders of respiratory muscles or chest-wall –



Muscular dystrophy



– –



Polymyositis Flail Chest



Neema, Praveen Kumar. Respiratory failure. Indian J. Anaesth. 2003; 47 (5) : 360-366



Kriteria gagal napas akut 1. Terdapat dyspnea/ sesak akut 2. PaO2 < 50 mmHg pada saat bernapas dalam udara ruangan 3. PaCO2 > 50 mmHg 4. pH darah arteri yang sesuai dengan asidosis respiratorik (pH≤7,2) Bila ada 2 dari 4 kriteria diatas Kriteria tambahan ke-5 5. Terdapat perubahan status mental ditambah 1 atau lebih kriteria di atas



Catatan: ARDS & ALI • Acute Respiratory Distress Syndrome adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru. • Terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. • ARDS was recognized as the most severe form of acute lung injury (ALI)



Consensus Conference Definitions for Acute Lung Injury (ALI) and Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)



waktu



Oxsigenasi (astrup)



X-ray



Tekanan arteri pulmonale



ALI Kriteria



Akut



PaO2 / FIO2 ≤ 300 mmHg (fraksi oksigen 21%)



Infiltrat bilateral



≤ 18 mmHg



ARDS Kriteria



Akut



PaO2 / FIO2 ≤ 200 mmHg (fraksi oksigen 21%)



Infiltrat Bilateral



≤ 18 mmHg



Soal no 193 Seorang anak perempuan berusia 5 tahun bernama Furigana Katakana, dibawa oleh ibunya ke UGD RS Sukaminta Berkat dengan keluhan sesak nafas karena tersedak kacang mete sejak 1 jam yang lalu. Pasien terlihat sesak, sianosis, stridor inspiratorik. Telah dilakukan tindakan manuver maupun ekstraksi namun tidak berhasil. Apakah tindakan selanjutnya yang paling tepat?



a. b. c. d. e.



Rujuk Krikotirotomi Inform consent Trakeostomi Nasogastric tube



Jawaban: B. Cricotirotomy



193. Tersedak pada anak • Pertamaassessment • Upper airway obstruction – The degree of obstruction can be estimated based upon physical findings: • Mild – Mild obstruction presents with the following findings: - Ability to speak (voice may be hoarse) or hoarse cry - Good air entry - Inspiratory stridor (may only be heard with crying, agitation, excitement, or tachypnea) or occasional snoring (stertor) - Minimal or no suprasternal retractions and no flaring or grunting • Moderate to severe – Moderate obstruction is characterized by: - Tachypnea - Audible inspiratory stridor (and possibly expiratory stridor) with every breath - Prolonged inspiratory time with signs of significant effort (suprasternal retractions, nasal flaring, or grunting) - Decreased air entry



– Hypoxemia (pulse oximetry 20% dari bilirubin total bila kadar bil.total >5 mg/dl • Kolestasis : Hepatoselular (Sindrom hepatitis neonatal) vs Obstruktif (Kolestasis ekstrahepatik) • Sign and Symptom : Jaundice, dark urine and pale stools, nonspecific poor feeding and sleep disturbances, bleeding and bruising, seizures



Pemeriksaan Penunjang



Pemeriksaan Penunjang



Atresia Bilier • Merupakan penyebab kolestasis tersering dan serius pada bayi yang terjadi pada 1 per 10.000 kelahiran • Ditandai dengan adanya obstruksi total aliran empedu karena destruksi atau hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris. Merupakan proses yang bertahap dengan inflamasi progresif dan obliterasi fibrotik saluran bilier • Etiologi masih belum diketahui • Tipe embrional 20% dari seluruh kasus atresia bilier, – sering muncul bersama anomali kongenital lain seperti polisplenia, vena porta preduodenum, situs inversus dan juga malrotasi usus. – Ikterus dan feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama kehidupan



• tipe perinatal/postnatal yang dijumpai pada 80% dari seluruh kasus atresia bilier, ikterus dan feses akolik baru muncul pada minggu ke-2 sampai minggu ke-4 kehidupan. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007



Biliary Atresia Type  Type I: atresia of the common bile duct  Type IIa: atresia of the common hepatic duct  Type IIb: atresia of common bile duct, cystic duct, and common hepatic duct  Type III: atresia of the common bile duct, cystic duct, and hepatic ducts up to the porta hepatis. This is the subtype present in over 90% of patients with biliary atresia



Atresia Bilier • Gambaran klinis: biasanya terjadi pada bayi perempuan, lahir normal, bertumbuh dengan baik pada awalnya, bayi tidak tampak sakit kecuali sedikit ikterik. Tinja dempul/akolil terus menerus. Ikterik umumnya terjadi pada usia 3-6 minggu • Laboratorium : Peningkatan SGOT/SGPT ringan-sedang. Peningkatan GGT (gamma glutamyl transpeptidase) dan fosfatase alkali progresif. • Diagnostik: USG dan Biopsi Hati • Terapi: Prosedur Kasai (Portoenterostomi) • Komplikasi: Progressive liver disease, portal hypertension, sepsis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007



Triangular Cord Sign in USG • The triangular cord sign is a triangular or tubular echogenic cord of fibrous tissue seen in the porta hepatis at ultrasonography and is relatively specific in the diagnosis of biliary atresia. • This sign is useful in the evaluation of infants with cholestatic jaundice, helping for the differential diagnosis of biliary atresia from neonatal hepatitis. • It is defined as more than 4 mm thickness of the echogenic anterior wall of the right portal vein (EARPV) measured on a longitudinal ultrasound scan.



Biliary Atresia - Treatment •



Kasai’s portoenterostomy: Once biliary atresia is suspected, surgical intervention in the form of intraoperative cholangiogram and Kasai portoenterostomy is indicated.







This procedure is not usually curative, but ideally does buy time until the child can achieve growth and undergo liver transplantation







A considerable number of these patients, even if Kasai portoenterostomy has been successful, eventually undergo liver transplantation



• Post operative medication: – Methylprednisolone should be given for it’s anti-inflammatory – Ursodeoxycholic acid has also been shown to enhance bile flow. – Antibiotic prophylaxis in order to prevent cholangitis postoperatively



Prognosis • Prognosis is good if operated before 2 months of age • Risk factors for failure liver fibrosis &Post op cholangitis episodes • 1/3rd of pts remain asymptomatic No transplant • 1/3 never have bile flow and require early transplant • 1/3 initially have good bile flow but subsequently develop cirrhosis • Without surgery or liver transplant, life span – 19 months • Death is due to liver failure, bleeding esophageal varices and sepsis



Soal no 202 • Anak Yolanda Nababan, perempuan, usia 5 tahun datang diantar ibunya dengan keluhan BAB tanpa disadari. Keluhan muncul sejak 6 bulan yang lalu saat masuk TK. Toilet training sudah sejak usia 2 tahun tapi tiba-tiba gejala muncul. Satu bulan gejala muncul paling tidak 1 kali. Ibu pasien mengatakan pasien tidak ada keluhan diare. BAK juga diakui normal. Apa diagnosis yang paling mungkin?



a. b. c. d. e.



Kolitis Konstipasi fungsional Eneuresis fungsional Gangguan fungsi kolon Enkopresis fungsional



Jawaban: E. Enkopresis fungsional



202. Enkopresis • Definisi: – Pengeluaran feses yang tidak sesuai secara berulang, biasanya involunter. – Terjadi minimal 1x/bulan, min. 3 bulan. – Usia mental atau usia kronologis 4 tahun. – Eksklusi zat atau kondisi medis sebagai penyebab.



• Klasifikasi:  fungsional (95%)/primary non retentive encopresis  Overflow/organic (5%) • Anak-anak yang mengalami hal ini (fungsional) terbagi menjadi 4 kelompok 1. Anak-anak yang belum mendapat atau berhasil dalam hal toilet training 2. Fobia terhadap toilet 3. Untuk memanipulasi keadaan (supaya bisa kabur atau tidak dimarahi) 4. Yang mengalami IBS



Kriteria Diagnosis Enkopresis (DSM-IV-TR) • Pengeluaran feses pada tempat yang tidak sesuai yang terjadi berulang (misal pada pakaian atau lantai) baik itu involunter atau disengaja. • Minimal terjadi 1x/bulan untuk min.3 bulan. • Usia kronologis min.4 tahun (atau sesuai dengan tahap perkembangan). • Perilaku ini secara eksklusif tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (seperti laksansia) atau suatu kondisi medis umum, kecuali melalui suatu mekanisme yang melibatkan konstipasi.



Pathogenesis • Tipe fungsional



Tipe organik sering berkaitan dengan penyakit lainpatogenesis terkait penyakit yang mendasari (co. IBS) Progressive rectal distention



Konstipasi kronik Stretching m. sfingter ani interna dan eksterna



Berlangsung untuk jangka waktu lama Feses keluar secara involunter



Feses yang lembek dan berair mengalir diantara feses yang keras



Terjadi habituasi/adaptasi dengan sensasi ingin BAB



Tidak ada lagi perasaan “urgensi” untuk BAB



Diagnosis Banding Enkopresis • • • • • •



Stenosis rektum atau anus Abnormalitas endokrin Smooth muscle disease. Penyakit Hirschsprung. Anak RM atau PDD. Anak dengan gangguan pengendalian impuls atau ADHD tipe inatensi. • Anak yang mengalami stres berat.



Prinsip tatalaksana • Eduasi dan toilet training Membuat ketentuan/kebiasaan untuk BAB di jam tertentu • Behavioural therapy Mengajarkan pada anak untuk relaksasi otot sphincter ani eksterna saat berusaha BAB atau saat ada dorongan BAB waktu berada di toilet • Penggunaan laksatif untuk impaksi feses pada kolon



Pilihan laksatif • Osmotic laxativeretensi air di kolonpH turundistensimemicu peristaltis kolon  Polyethylene glycol powder  Magnesium hydroxide  Lactulose



• Lubricant laxativemeningkatkan absorbsi airfeses lebih lembek  Mineral oil



• Stimulant laxativebekerja langsung di mukosa usus atau pleksus sarafmeningkatkan peristaltis dan stimulasi sekresi air dan garam  Senna  Bisacodyl



• Bowel evacuant laxative  Sodium acid phosphate



Konstipasi



Chronic consti pation due to irregular and incomplete evacuation



progressive rectal distention and stretching of both the internal anal sphincter and the external anal sphincter (EAS)



the child habituates to chronic rectal distention



no longer senses the normal urge to defecate



Soft or liquid stool eventually leaks around the retained fecal mass —> fecal soiling.



Enuresis • Eneuresis: mengompol • Diagnostic criteria: – Repeated voiding of urine into bed or clothes, whether involuntary or intentional – The behavior either (a) occurs at least twice a week for at least 3 consecutive months or (b) results in clinically significant distress or social, functional, or academic impairment – The behavior occurs in a child who is at least 5 years old (or has reached the equivalent developmental level) – The behavior cannot be attributed to the physiologic effects of a substance or other medical condition



Soal no 203 • Anak Valino Donno, laki-laki berusia 5 tahun memiliki benjolan di mandibula, submandibula, maxilla yang sudah ada sejak 3 bulan yang lalu. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ada petunjuk yang bisa mengarahkan pada etiologi dari keluhan ini. Akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan FNAB. Kemudian diperiksa di bawah mikroskop dan diperoleh gambaran starry sky, limfosit ukuran sedang dengan mitosis cukup. Diagnosis yang tepat adalah....



a. b. c. d. e.



Ameloblastoma Neuroblastoma Burkit’s lymphoma Hodkin’s lymphoma Leukemia limfositik akut



Jawaban: C. Burkit`s lymphoma



203. Limfoma Non-Hodgkin • Limfoma non Hodgkin merupakan bagian dari limfoma maligna (keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat) yang berupa tumor ganas yang disebabkan proliferasi ganas sel-sel jaringan limfoid dari seri limfosit. • Meski limfoma maligna umumnya terbatas pada jaringan limfoid, pada anak tidak jarang ditemukan keterlibatan sumsum tulang, sedangkan keterlibatan tulang dan susunan saraf jarang terjadi. • Sebanyak 35% tumor primernya berlokasi di daerah abdomen, 13% di daerah kepala dan leher. • Faktor risiko berupa genetik, imunosupresi pasca transplantasi, obat-obatan (difenilhidantoin), radiasi, dan infeksi virus (EBV, HIV).



Non-Hodgkin Lymphoma Classification in Pediatric • Adult non-Hodgkin lymphomas are characterized as low, intermediate, or high grade, and they can have a diffuse or nodular appearance. • In contrast, childhood non-Hodgkin lymphomas are almost always high grade and diffuse. • According to the National Cancer Institute (NCI) formulation, most childhood non-Hodgkin lymphomas can be classified as one of the following types: – Lymphoblastic lymphomas • indistinguishable from the lymphoblasts of acute lymphoblastic leukemia (ALL)



– Small noncleaved cell lymphomas (SNCCLs) – • can be classified as Burkitt lymphomas and non-Burkitt lymphomas (Burkittlike lymphomas)



– Large cell lymphomas (LCLs)



Limfoma Non-Hodgkin Anamnesis •















Abdomen: nyeri perut, mual dan muntah, konstipasi atau diare, teraba massa, perdarahan saluran cerna akut, ikterus, gejala-gejala intususepsi Kepala dan leher: limfadenopati servikal dan pembengkakan kelenjar parotis, pembengkakan rahang, obstruksi hidung, rinore Mediastinum: sesak nafas, ortopneu, pusing, nyeri kepala, disfagia, epistaksis, sinkop, penurunan kesadaran (sindrom vena cava superior) Keluhan umum: demam, penurunan berat badan, anemia.



Pemeriksaan Fisik • Massa di daerah tumor primer • Limfadenopati • Sesak nafas • Anemia • Perdarahan • Nyeri tulang • Hepatosplenomegali



Pemeriksaan Penunjang Limfoma Non Hodgkin • Tujuan: untuk menegakkan diagnosis pasti dan staging. • Biopsi (histopatologis) untuk menegakkan diagnosis pasti: ditemukan limfosit, atau sel stem yang difus, tanpa diferensiasi/berdiferensiasi buruk • Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, LDH, asam urat, pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit untuk memeriksa marker tidak spesifik dan tanda tumor lisis sindrom. • USG abdomen • Foto toraks



• • • • • • • •



Aspirasi sumsum tulang Pemeriksaan cairan serebrospinal Sitologi cairan pleura, peritoneum atau perikardium Bone scan (survey tulang) Ct scan (atas indikasi) MRI (atas indikasi) Pemeriksaan imunofenotiping Pemeriksaan sitogenetik dan biologi molekular



Burkitt lymphoma • Bulky, fleshy tumors, ± necrotic areas • Peripheral lymphadenopathy is rare; Bone marrow involvement late, leukemia rare • Responsive to chemotherapy (especially African), 50% relapse • Strong association with EBV. • Another important feature of BL is that nearly 100% of nuclei of the neoplastic cells are Ki-67-positive. Cytoplasmic immunoglobulin may be present. • Differential diagnosis: Diffuse large B cell lymphoma, B cell lymphoma unclassified. 1647



Burkitt lymphoma is a high-grade malignant lymphoma composed of germinal center B cells which can present in three clinical settings: 1.



Endemic. This occurs in the equatorial strip of Africa and is the most common form of childhood malignancy in this area. The patients characteristically present with jaw and orbital lesions. Involvement of the gastrointestinal tract, ovaries, kidney, and breast are also common.



2.



Sporadic. This is seen throughout the world. It affects mainly children and adolescents, and has a greater tendency for involvement of the abdominal cavity than the endemic form.



3.



Immunodeficiency-associated. This is seen primarily in association with HIV infection and often occurs as the initial manifestation of the disease.



1648



Burkitt’s Lymphoma • The tumor cells are monotonous small (10-25μm) round cells. The nuclei are round or oval and have several prominent basophilic nucleoli. The chromatin is coarse and the nuclear membrane is rather thick. • The cytoplasm is easily identifiable; Mitoses are numerous, and a prominent starry sky pattern is the rule, although by no means pathognomonic. • In well-fixed material, the cytoplasm of individual cells ‘squares off’, forming acute angles in which the membranes of adjacent cells abut on each other. • Occasionally, the tumor is accompanied by a florid granulomatous reaction. • Numerous fat vacuoles in cytoplasm (Oil Red O positive)



1649



Burkitt lymphoma with characterstic starry sky appearance. 1650



Limfoma Hodgkin • Limfoma Hodgkin merupakan bagian dari limfoma maligna (keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat). • Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari sistem limforetikular ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg pada organ yang terkena. • Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan selular terhadap sel ganas tersebut. • Lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan limfoma non Hodgkin. • Faktor risiko diduga berhubungan dengan infeksi virus Eipstein-Barr, radiasi, dan faktor genetik. • Histopatologi : ditemukan sel Reed-Sternberg.



Limfoma Hodgkin Anamnesis



Pemeriksaan Fisik



• Pembengkakan yang tidak nyeri dari 1 atau lebih kelenjar getah bening superfisial. Pada 60-80% kasus mengenai kelenjar getah bening servikal, pada 60% kasus berhubungan dengan keterlibatan mediastinum • demam hilang timbul (intermiten) • Berkeringat malam • Anoreksia, penurunan berat badan • Rasa lelah







• •







Limfadenopati, dapat sebagian ataupun generalisata dengan predileksi terutama daerah servikal, yang tidak terasa nyeri, diskret, elastik, dan biasanya kenyal Splenomegali Gejala-gejala penyakit paru (bila yang terkena kelenjar getah bening mediastinum dan hilus) Gejala-gejala penyakit susunan saraf (biasanya muncul lambat).



Soal no 204 • Bayi perempuan, 8 bulan, dibawa oleh ibunya ke IGD karena sesak napas sejak 3 hari yang lalu, stridor saat inspirasi dan retraksi ringan di suprasternal. Sesak berkurang bila penderita tidur miring atau memakai bantal. Tidak ada febris, tidak disertai gangguan makan/minum dan tidak ada riwayat tersedak sebelumnya. Tidak teraba massa di sekitar leher. Pemeriksaan radiologis soft tissue leher memperlihatkan penyempitan di daerah laring. keluhan seperti ini dirasakan sejak 2 bulan yang tetapi sembuh sendiri. Pemeriksaan penunjang selanjutnya untuk memastikan diagnosis adalah…



a. b. c. d. e.



naso-endoskopi Rhinoskopi posterior Rontgen thorax AP dan Lateral Laringoskopi Esofagoskopi



Jawaban: D. Laringoskopi



204. Bunyi Napas Tambahan • Wheeze: high-pitched continuous sounds with a dominant frequency of 400 Hz or more. – Continuous musical tones that are most commonly heard at end inspiration or early expiration – all mechanisms narrowing lower airway calibre  produce wheezing such as bronchospasm, mucosal oedema, intraluminal tumour or secretions, foreign body, external compression by a tumour mass, etc



• Rhonchi are characterized as low-pitched continuous sounds with a dominant frequency of about 200 Hz or less. • Stridor is defined as a harsh, vibratory sound of varying pitch caused by turbulent airflow through an obstructed airway  obstruction in the portions of the airway that are outside the chest cavity (upper airway tracts)



STRIDOR • Harsh, high-pitched, musical sound produced by turbulent airflow through a partially obstructed airway • May be inspiratory, expiratory, or biphasic depending on its timing in the respiratory cycle • Inspiratory stridor suggests airway obstruction above the glottis (extrathoracic lesion (eg, laryngeal)) – Laryngeal lesions often result in voice changes.



• Expiratory stridor is indicative of obstruction in the lower trachea. (intrathoracic lesion (eg, tracheal, bronchial)) • A biphasic stridor suggests a glottic or subglottic lesion.



Emedicine



http://medschool.lsuhsc.edu



Inspiratory Stridor • Partial supraglottic airway obstruction • Other aerodigestive tract symptoms – suprasternal and intercostal retractions – feeding difficulties – muffled cry



Biphasic Stridor • Partial obstruction at the level of the glottis/subglottic • Primarily inspiratory stridor • Other aerodigestive tract symptoms – – – –



Hoarseness Aphonia nasal flaring retractions



Expiratory Stridor • Partial obstruction at the level of the subglottis or proximal trachea • Other aerodigestive tract symptoms – xiphoid retractions – barking cough – nasal flaring



Causes of Stridor neonate



Laryngomalacia Vocal cord dysfunction Congenital tumours Choanal atresia Laryngeal webs



1st 2nd



Chronic Chronic Chronic Chronic Chronic



Chilld Infection -epiglottitis -Laryngitis Croup : 1-2 days duration less severe FB Laryngeal dyskinesia



acute Acute Acute chronic



adult



Infection -epiglottitis -Laryngitis Trauma – acquired stenosis CA Larynx or Trachea or main bronchus http://medschool.lsuhsc.edu



Acute Acute chronic



http://dnbhelp.files.wordpress.com/2011/10/stridor.jpg?w=645



Laringomalasia • Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana epiglotis lemah • Akibat epiglotis yang jatuh, akan menimbulkan stridor kronik, yang diperparah dengan gravitasi (berbaring). • Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk omega • Laringomalasia biasanya terjadi pada anak dibawah 2 tahun, dimulai dari usia 4-6 minggu, memuncak pada usia 6 bulan dan menghilang di usia 2 tahun. • Sebagian besar kasus tidak memerlukan tatalaksana.



Soal no 205 • Seorang bayi usia 1 hari, sejak lahir mengalami sesak nafas hebat. Pada pemeriksaan fisik bayi tampak sesak frekuensi nafas 40 x/menit, temperatur badan 36,5 0C tampak sianosis sekitar hidung dan mulut, suara nafas paru– paru kiri berkurang. Pada rontgen thorax terlihat pada rongga thorax kiri ada massa (aerasi berkurang), tidak ada ronkhi, laboratorium darah lengkap dalam batas normal, tidak ada pernafasaan cuping hidung. Kemungkinan besar bayi ini mengalami….



a. b. c. d. e.



Sepsis Pneumonia Hernia diafragmatika Kelainan jatung bawaan Asidosis respiratorik



Jawaban: C. Hernia diafragmatika



205. HERNIA DIAFRAGMA



Photograph of a one-day-old infant with congenital diaphragmatic hernia. Note the scaphoid abdomen. This occurs if significant visceral herniation into the chest is present. http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview



Because of bowel herniation into the chest during crucial stages of lung development, airway divisions are limited



Because airspace development follows airway development, alveolarization is similarly reduced



Development of the pulmonary arterial system parallels development of the bronchial tree, and, therefore, fewer arterial branches



PATHOGENESIS Pulmonary hypertension resulting from these arterial anomalies leads to right-to-left shunting at atrial and ductal levels



vicious cycle of progressive hypoxemia, hypercarbia, acidosis, and pulmonary hypertension observed in the neonatal period



The pathophysiology of congenital diaphragmatic hernia involves pulmonary hypoplasia, pulmonary hypertension, pulmonary immaturity, and potential deficiencies in the surfactant and antioxidant enzyme system http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104



Type • Bochdalek Hernia – – – – – –



most common fetal congenital diaphragmatic hernia commoner on the left: 75-90% posterolateral large and associated with poorer outcome presents earlier mnemonic: BBBBB (Bochdalek, big, back and medial, usually on the left side, baby, bad (associated with pulmonary hypoplasia)



• Morgagni hernia – less common – anterior – presents later



Types of CDH



Bochdalek hernia: 98%: Posterolateral defect



Morgagni hernia: 2% : Anteriomedial defect



Bochdalek Hernia



Morgagni Hernia



The mediastinal shift created by a left-sided CDH can lead to apparent dextrocardia, when in fact the altered position is dextroposition (e.g., the heart is shifted into the right chest).



Presentation • Late presentation  variable respiratory distress and cyanosis, feeding intolerance, intestinal obstruction, bowel ischemia, and necrosis following volvulus.



http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104



Management • Immediately following delivery, the infant is intubated (bag and mask ventilation is avoided). • A nasogastric tube is passed to decompress the stomach and to avoid visceral distention. • Adequate assessment involves continuous cardiac monitoring, ABG and systemic pressure measurements • Urinary catheterization to monitor fluid resuscitation, • preductal (radial artery) and postductal (umbilical artery) oximetry. • Surfactant • Surgery: With a better understanding of the pathophysiology and variation in the degree of pulmonary impairment, the timing of surgery has shifted from early surgical intervention to delaying surgical correction until the patient has been stabilized medically http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104



OBSTETRI & GINEKOLOGI



Soal no 206-207 206. Ny. Andien Gemintang, perempuan, 25 tahun, G1P0A0, hamil 10 minggu, datang dengan keluhan cairan di vagina yang telah terjadi sejak 1 minggu yang lalu. Karakteristik sekret berwarna putih kekuningan dan berbusa. Dari pemeriksaan didapatkan mikroorganisme yang bergerak cepat. Jika keluhan ini tidak diterapi, maka komplikasi yang dapat timbul pada kehamilan pasien adalah....



a. b. c. d. e.



Konjuntivitis bayi KPD Uretritis Still birth Abortus



Jawaban: B. KPD



Soal no 207 • Perempuan, 25 tahun, datang dengan keluhan keputihan dan gatal. Pasien merupakan pramusaji dengan riwayat berhubungan seksual tanpa memakai kondom. PAsien mengeluh keluar cairan berwarna putih kehijauan. Dari pemeriksaan fisik dijumpai strawberry servix appearance. Apusan lender vagina dengan NaCl 0.9% dijumpai organisme trichomonas vaginalis. Pengobatan yang tepat pada pasien ini adalah....



a. b. c. d. e.



Doksisiklin 2x100 mg per oral/7 hari Klindamisisn 2x300 mg per oral/ 7 hari Metronidazole 2x500 mg per oral/7 hari Ciprofloxacin 2x500 mg per oral/ 7 hari Eritromicin 4x500 mg per oral/7 hari



Jawaban: C. Metronidazole 2x500 mg per oral/ 7 hari



206-207. Trikomoniasis •



Etiologi – Trichomonas vaginalis • Flagelata filiformis berukuran 15-18 mikron, mempunyai 4 flagela, bergerak seperti gelombang • Hidup dalam pH 5-7.5



• Penularan – Infeksi saluran urogenital bawah – Termasuk PMS – Dapat menular melalui pakaian, handuk, atau berenang







Gejala dan Tanda – Keputihan kuning-kehijauan, berbusa, berbau tidak enak – Strawberry cervix: abses kecil pada dinding vagina dan serviks  dispareunia dan perdarahan pasca koitus







T. vaginalis infection during pregnancy is associated with adverse obstetric outcomes including premature rupture of the membranes, preterm delivery, and delivery of a low birth weight infant



https://www.academia.edu/8584091/DIAGNOSIS_DAN_PENATALAKSANAAN_TRIKOMONIASIS



Prinsip Pemeriksaan Trikomoniasis (PPK Perdoski 2017) • Perempuan: Bahan duh tubuh yang berasal dari forniks posterior dilakukan pemeriksaan sediaan basah dengan larutan NaCl fisiologis, didapati parasit Trichomonas vaginalis dengan pergerakan flagelanya yang khas. • Laki-laki: Bahan sedimen urin sewaktu, dapat ditemukan parasit Trichomonas vaginalis.



Terapi (PERDOSKI 2017) • Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau • Metronidazol 2x500 mg/hari per oral selama 7 hari • Ibu hamil: – Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau – Metronidazol 2x500 mg/hari per oral selama 7 hari (jika pasien memiliki keluhan mual muntah)



• Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol selama pengobatan hingga 48 jam sesudahnya untuk menghindari disulfiram-like reaction



Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016



Karakteristik beberapa IMS Penyakit



Karakteristik



Gonorrhea



Duh purulen kadang-kadang disertai darah. Diplokokus gram negatif.



Trikomoniasis



Duh seropurulen kuning/kuning kehijauan, berbau tidak enak, berbusa. Strawberry appearance.



Vaginosis bakterial



Duh berbau tidak enak (amis), warna abu-abu homogen, jarang berbusa. Clue cells.



Kandidosis vaginalis



Duh berwarna kekuningan, disertai gumpalan seperti kepala susu berwarna putih kekuningan. Sel ragi, blastospora, atau hifa semu.



Gambaran



Diagnosis Banding



Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016



Soal no 208 • Seorang wanita berumur 32 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan keluar cairan dari kemaluannya. Pada pemeriksaan didapatkan discharge mukopurulen di ostium uretra eksternum. Pada pewarnaan gram didapatkan diplococcus gram negatif, tes oksidatif (+), test glucose utilization (+). Apakah kuman penyebab penyakit pasien ini?



a. b. c. d. e.



S aureus G. vaginalis C. albicans T. Palidum N. Gonorrhea



Jawaban: E. N. Gonorrhea



208. Gonorrhea • Gonore IMS yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (N.gonorrhoeae) suatu kuman Gram negatif, berbentuk biji kopi, terletak intrasel Gejala klinis • Laki-laki:  Gatal pada ujung kemaluan  Nyeri saat kencing  Keluar duh tubuh berwarna putih atau kuning kehijauan kental dari uretra • Perempuan:  Keputihan  Atau asimtomatik • Pada keduanya didapatkan adanya riwayat kontak seksual sebelumnya (coitus suspectus). PPK PERDOSKI 2017



Pemeriksaan Fisik Gonorrhea • Laki-laki:  Orifisium uretra hiperemis, edema, dan ektropion disertai disuria  Duh tubuh uretra mukopurulen  Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat menimbulkan duh tubuh anal atau nyeri/rasa tidak enak di anus/perianal  Infeksi pada faring biasanya asimtomatik • Perempuan:  Seringkali asimtomatik  Serviks hiperemis, edema, kadang ektropion  Duh tubuh endoserviks mukopurulen  Dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah  Infeksi pada uretra dapat menyebabkan disuria • Komplikasi  Laki-laki: epididimitis, orkitis, dan infertilitas  Perempuan: penyakit radang panggul, bartolinitis, dan infertilitas. PPK PERDOSKI 2017



Pemeriksaan Penunjang Gonorrhea • Gram: diplokokus Gram negatif intraselular. • Kultur menggunakan Thayer-Martin atau modifikasi ThayerMartin dan agar coklat McLeod • Tes definitif (dilakukan pada hasil kultur yang positif)  Tes oksidasi  Tes fermentasi  Tes beta-laktamase



PPK PERDOSKI 2017



Tatalaksana Gonorrhea • • • • •



DOC: sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal Obat alternatif: Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tunggal Kanamisin 2 gram injeksi IM, dosis tunggal Jika sudah komplikasi bartolinitis, prostatitis:  DOC: sefiksim 400 mg peroral selama 5 hari  Obat alternatif:  Levofloksasin 500 mg per oral 5 hari  Kanamisin 2 gram injeksi intramuskular 3 hari  Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular 3 hari • Infeksi gonokokus dan infeksi Chlamydia trachomatis hampir selalu bersamaan  sebaiknya diberikan juga pengobatan untuk infeksi Chlamydia.



PPK PERDOSKI 2017



Soal no 209 • Ny. Lansia Galantia, wanita, G4P3A0 dengan usia kehamilan 39 minggu sedang bersalin dengan presentasi bokong komplit di RS. Riwayat ketiga kelahirannya semua dilakukan secara pervaginam tanpa penyulit. Dokter spesialis obgyn mengusahakan janin tersebut dilahirkan secara pervaginam. Manuver yang bisa digunakan untuk membantu melahirkan kepala pada persalinan bokong ialah...



a. b. c. d. e.



Manuver Brandt Andrew Manuver Lovsett Manuver Pinard Manuver Kristeller Manuver Mauriceau



Jawaban: E. Manuver Mauriceau



209. Presentasi Bokong • Bila bokong merupakan bagian terendah janin • Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong sempurna),Frank breech (bokong murni), incomplete breech (termasuk di dalamnya presentasi bokong kaki) • Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC, karena kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda disproporsi • Etiologi • Multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefal, plasenta previa, CPD



Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi



Vaginal Breech delivery • When the buttocks or feet of the fetus enter the maternal pelvis before the head, the presentation is termed a breech presentation. • Incidence – Breech presentation affects 3% to 4% of all pregnant women reaching term; the earlier the gestation the higher the percentage of breech fetuses



Technique for vaginal breech delivery 1. Explain the necessity of effective pushing in the second stage of labour. 2. Ensure adequate analgesia. 3. Spontaneous descent and expulsion to the umbilicus should occur with maternal pushing only . . . DO NOT PULL ON THE BREECH! 4. Rotation to the sacrum anterior position is desired and may be facilitated. 5. Episiotomy may be considered once the anterior buttock and anus are “crowning.” 6. If the legs do not deliver spontaneously, perform the Pinard manoeuvre. Do not attempt to extract the legs until the popliteal fossae are visible.



9. Support the baby to maintain the head in a flexed position. Suprapubic pressure may help. Maternal expulsive efforts should be encouraged.



Soal no 210 • Ny. Atambua Marumba, wanita, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan riwayat keguguran berulang kali. Pasien telah menikah selama 5 tahun. Riwayat menarche usia 11 tahun, siklus 30 hari, menstruasi selama 4 hari, biasanya ganti pembalut. Pasien tidak pernah memakai kontrasepsi dan menyangkal pernah mengalami penyakit radang panggul ataupun riwayat berganti pasangan seksual. Setelah ditelusuri lebih lanjut, pasien memelihara kucing di rumahnya. Terapi yang tepat pada pasien ini adalah....



a. b. c. d. e.



Amoksisilin Eritromisin Sulfadiazine + pirimetamin Asiklovir Klindamisin



Jawaban: C. Sulfadiazine + pirimetamin



210. TORCH • Infeksi TORCH – T=toxoplasmosis – O=other (syphilis) – R=rubella – C=cytomegalovirus (CMV) – H=herpes simplex (HSV)



• Bayi yang dicurigai terinfeksi TORCH – Bayi dengan IUGR – Trombositopenia – Ruam abnormal – Riwayat ibu sakit saat hamil – Adanya gejala klasik infeksi



Toksoplasma •



Etiologi: Toxoplasma gondi







Gejala dan Tanda: – Tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah. – Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis.







Diagnosis – Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). – Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas AntiToxoplasma IgG.







Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.



Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya



The only known definitive hosts for Toxoplasma gondii are members of family Felidae (domestic cats and their relatives). Unsporulated oocysts are shed in the cat’s feces (1). Although oocysts are usually only shed for 1-2 weeks, large numbers may be shed. Oocysts take 1-5 days to sporulate in the environment and become infective. Intermediate hosts in nature (including birds and rodents) become infected after ingesting soil, water or plant material contaminated with oocysts (2).



Oocysts transform into tachyzoites shortly after ingestion. These tachyzoites localize in neural and muscle tissue and develop into tissue cyst bradyzoites (3). Cats become infected after consuming intermediate hosts harboring tissue cysts (4). Cats may also become infected directly by ingestion of sporulated oocysts. Animals bred for human consumption and wild game may also become infected with tissue cysts after ingestion of sporulated oocysts in the environment (5). Humans can become infected by any of several routes: • eating undercooked meat of animals harboring tissue cysts (6). • consuming contaminated food or water (7). • blood transfusion or organ transplantation (8). • transplacentally from mother to fetus (9).







Humans can become infected by any of several routes: – eating undercooked meat of animals harboring tissue cysts . – consuming food or water contaminated with cat feces or by contaminated environmental samples (such as fecal-contaminated soil or changing the litter box of a pet cat) . – blood transfusion or organ transplantation . – transplacentally from mother to fetus .



Diagnosis •



The diagnosis of toxoplasmosis is typically made by serologic testing. – immunoglobulin G (IgG) is used to determine if a person has been infected. – If it is necessary to try to estimate the time of infection, which is of particular importance for pregnant women, a test which measures immunoglobulin M (IgM) is also used along with other tests such as an avidity test. – Newborn infants suspected of congenital toxoplasmosis should be tested by both an IgM- and an IgA-capture EIA. Detection of Toxoplasma-specific IgA antibodies is more sensitive than IgM detection in congenitally infected babies







Diagnosis can be made by direct observation of the parasite in stained tissue sections such as : cerebrospinal fluid (CSF), or other biopsy material. – These techniques are used less frequently because of the difficulty of obtaining these specimens.







Isolated from blood or other body fluids (for example, CSF)  difficult and requires considerable time. • Molecular techniques (the parasite's DNA detection) in the amniotic fluid can be useful in cases of possible mother-to-child (congenital) transmission. • Ocular disease is diagnosed based on the appearance of the lesions in the eye, symptoms, course of disease, and often serologic testing.



Tachyzoite : crescent shape, formed by asexual reproduction in host cells (often macrophages cells)



Toxoplasma-positive reaction, stained by immunofluroescence (IFA)



Pemeriksaan Antibodi • Deteksi antibodi spesifik toksoplasma merupakan metode diagnostik primer • Deteksi inisial adalah IgG untuk menentukan status imun  (+): indikasi infeksi pada suatu waktu lampau  uji IgM • Uji IgM (-): menyingkirkan infeksi kini (recent infection) • Uji IgM toksoplasma: kurang spesifitas – IgM (+)/IgG (-): spesimen I mencurigakan  tes ulang 2 minggu kemudian dengan spesimen II • Bila spesimen I diambil pada awal infeksi, maka spesimen II seharusnya IgG (+) tinggi • Bila IgG (-) dan IgM (+) pada kedua spesimen: positif palsu, pasien tidak terinfeksi



– IgM (+)/IgG (+): ambil spesimen II  uji di lab lain yang menggunakan metode tes berbeda untuk konfirmasi – IgM (+)/IgG (+) dan hamil: IgG avidity Test



Antibody Detection • For women who are initially tested at the end of the first trimester and have positive IgM and IgG, the probability that infection occurred after conception is 1 to 3 percent, depending on the test used. • The timing of infection in these cases is difficult to determine. • To establish whether the positive IgM and IgG antibodies reflect recent or chronic infection or a false-positive result, confirmatory testing must be obtained with avidity testing. • High IgG avidity is a hallmark of chronic infection (>4 months old), but low avidity is not diagnostic of recent infection, as low IgG avidity can persist for years in some women



Toksoplasmosis pada Kehamilan: Uji Aviditas • Uji aviditas tinggi pada kehamilan usia 12-16: menyingkirkan infeksi terjadi pada masa gestasi • Uji aviditas rendah: belum tentu infeksi  dapat akibat adanya persisten low IgG avidity dalam beberapa bulan setelah infeksi



• Wanita hamil yang dicurigai terinfeksi harus diuji ulang di lab lain – Bila terdapat gejala yang sesuai tapi titer IgG rendah  uji ulang 23 minggu kemudian  bila terdapat kenaikan titer: infeksi toksoplasma (+) https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html



Algoritma Imunodiagnosis Toksoplasma



* Except Infant https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html



Congenital Toxoplasma Clinical Presentation • First Trimester – often results in death • Second Trimester – classic triad – Hydrocephalus – Intracranial calcifications – Chorioretinitis



• Third Trimester – often asymptomatic at birth • Symptoms may also include fever, IUGR, microcephaly, seizure, hearing loss, maculopapular rash, jaundice, hepatosplenomegaly, anemia, and lymphadenopathy



TORCH: Terapi Toksoplasma • Trimester I dan II (sebelum 18 minggu gestasi)DOC: Spiramisin 3x1 gram • Trimester II akhir dan IIIDOC: Pirimetamin/sulfadiazin + leucovorin sampai aterm  Pyrimethamine 50 mg q12h for 2 days, lanjut 50 mg/day  Sulfadiazine loading of 75 mg/kg followed by 50 mg/kg q12h  Folinic acid 10-20 mg/day until 1 week following cessation of pyrimethamine treatment Emedicine



Soal no 211 • Seorang wanita usia 30 tahun ingin melakukan pemeriksaan screening kanker serviks. Pasien menikah usia 29 tahun, saat ini belum memiliki anak. Hubungan seks pertama kali setelah menikah, pasien tidak merokok. Pada saat inspekulo ditemukan terdapat benjolan dari ostium uteri bertangkai dan mengkilat berukuran kurang dari 1 cm. Pasien tidak merasakan gejala atau keluhan apapun. Apakah diagnosis yang paling mungkin?



a. b. c. d. e.



Kista bartholin Kista gartner Kista nabothi Ca serviks Polip serviks



Jawaban: E. Polip serviks



211. Polip Serviks • Tumor dari endoserviks  tumbuh berlebihan dan bertangkai, ukuran bbrp mm, kemerahan • Tangkai dapat memanjang sampai menonjol dari kanalis servikalis ke vagina • Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi dan perdarahan



Polip Serviks • Etiologi – Akibat infeksi, inflamasi kronik, respon abnormal terhadap estrogen, kongesti pembuluh darah di kanal serviks



• Gejala dan Tanda – Perdarahan abnormal (biasanya spotting) saat: antara periode menstruasi, setelah menopause, setelah hubungan seksual, setelah douching – Polip dapat terinfeksi  keputihan dengan mukus putih/kekuningan



• Terapi – Tidak perlu dibuang kecuali berdarah, sangat besar, atau berbentuk tidak biasa – Dipotong oleh forsep khusus lalu hentikan perdarahan (ekstirpasi massa) http://www.webmd.com/women/tc/cervical-polyps-topic-overview



Jenis



Keterangan



Kista Bartholin



Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah vagina,di belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara kelenjar e.c trauma atau infeksi



Kista Nabothi (ovula)



Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks diganti dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit menonjol dengan permukaan licin (tampak spt beras)



Polip Serviks



Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai, ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai menonjol dari kanalis servikalis ke vagina. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi dan perdarahan.



Karsinoma Serviks



Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-benjol, rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal menunjukkan suatu displasia atau lesi in-situ hingga invasif.



Mioma Geburt



Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami nekrosis dan ulserasi.



Kista Gartner • Etiologi • Suatu kista vagina yang disebabkan oleh sisa jaringan embrional (duktus Wolffian)



• Letak & Ukuran • Biasanya didapatkan di dinding anterolateral superior vagina. • Ukuran pada umumnya < 2cm, namun dapat berkembang hingga lebih besar



• Gejala & tanda • Bila ukuran kista besar: disuria, gatal, dispareunia, nyeri pelvis, protusi dari vagina



• Pemeriksaan • PA: Didapatkan epitelial kuboid yang selapis/ epitel batang pendek



• Terapi: Drainase http://journals.lww.com/em-news/Fulltext/2011/05000/Case_Report__Gartner_s_Duct_Cyst.15.aspx



Kista Nabothi • Etiologi – Terjadi bila kelenjar penghasil mukus di permukaan serviks tersumbat epitel skuamosa



• Gejala & Tanda – Berbentuk seperti beras dengan permukaan licin



• Pemeriksaan - Pemeriksaan pelvis, kadang dengan kolposkopi



• Terapi: Bila simptomatik  drainase https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001514.htm



Soal no 212 • Ny. Jaelani Durjana, seorang perempuan berusia 35 tahun datang dengan keluhan benjolan pada kemaluan. Pada pemeriksaan didapatkan massa berbentuk kista, lunak berada di lipat labia minora bagian bawah, tidak hiperemis. Pasien tidak ada demam dan nyeri. Hanya saja merasa agak tidak nyaman saat berjalan karena benjolan tergesek. Apa kemungkinan diagnosis pada kasus ini?



a. b. c. d. e.



Bartolinitis Kista Bartholin Kista Gardner Kista skene Kista Sebasea



Jawaban: B. Kista Bartholin



212. Bartholin Cyst • Bartholin cyst



• Bartholin abscess



– If the orifice of the Bartholin duct becomes obstructed, mucous produced by the gland accumulates, leading to cystic dilation proximal to the obstruction. – Obstruction is often caused by local or diffuse vulvar edema. – Bartholin cysts are usually sterile and the gland is not affected.



Uptodate.com



– An obstructed Bartholin duct can become infected and form an abscess



Clinical Presentation •



Bartholin cyst : – Unilateral, 1-3 cm – typically painless, and may be asymptomatic or mild pain – Most Bartholin cysts are detected during a routine pelvic examination or by the woman herself. – Larger cysts  discomfort, typically during sexual intercourse, sitting, or ambulating. – Patients may also find the presence of a cyst to be disfiguring, even in the absence of symptoms. – Cysts are likely to have clear or white fluid.







Bartholin abscesses : – typically present with such severe pain and swelling and patients are unable to walk, sit, or have sexual intercourse. – Abscesses have a purulent discharge that is typically yellow or green – Fever - One-fifth of patients with abscess are febrile – Unilateral, warm, tender, soft, or fluctuant mass in the lower medial labia majora or lower vestibular area, occasionally surrounded by erythema (cellulitis) and edema (lymphangitis). – A large abscess, however, can expand into the upper labia. – If the abscess is very close to the surface, pus may break through the thin layer of skin at a point (pointing) and may drain spontaneously.



Treatment • Cyst – No intervention is necessary for asymptomatic Bartholin cysts. – A possible exception to this is women age 40 years or older, for whom some experts suggest incision and drainage (I&D) to allow a biopsy to exclude carcinoma. – Cysts that are disfiguring or symptomatic are treated is the same manner as a Bartholin abscess.



• Abscess – The mainstay of treatment is I&D (Insicion and Drainage) with placement of a Word catheter, under local anesthesia. – Immediate pain relief occurs upon drainage of pus. – Antibiotic therapy is only given in patients with risk factors or clinical findings indicative of a more severe infection or for recurrent abscesses. – Marsupialization refers to a procedure whereby a new ductal orifice is created. • This is achieved by incising the cyst/abscess and then everting and suturing the epithelium to the skin at the edge of the incision.



Soal no 213 • Ny. Salisiana Salisilat, perempuan berusia 35 tahun datang untuk berobat karena tidak memiliki anak setelah menikah 5 tahun. Pasien memiliki riwayat salpingitis 4 tahun yang lalu dan telah diobati. Dokter ingin melakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari tahu apakah patensi tuba falopi pasien terganggu. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah...



a. b. c. d. e.



USG intraabdominal USG transvaginal CT scan HSG Foto polos abdomen



Jawaban: D. HSG



213. Histerosalpingografi (HSG) • Pemeriksaan secara radiologi organ reproduksi wanita bagian dalam pada daerah uterus, tuba fallopii, cervix dan ovarium mengunakan media kontras positif • Indikasi – – – – –



Menentukan keberhasilan tindakan operasi sterilitas, Sterilitas primer/ sekunder  melihat paten tidaknya tuba Fibronyoma pada uteri Hypoplasia endometri Perlekatan-perlekatan dalam uterus, adenomiosis



• Kontraindikasi – – – – – –



Menstruasi Peradangan dalam rongga pelvis Perdarahan dalam kavum uteri Alergi terhadap bahan kontras Setelah dikerjakannya curettage Kecurigaan adanya kehamilan



Hysterosalphingography • HSG is the evaluation of the uterine cavity, fallopian tubes, and adjacent peritoneal cavity following the injection of contrast material through the cervical canal • Indication: – Infertility evaluation: HSG can identify fallopian tube obstruction, dilation (hydrosalpinx), and surrounding adhesions as well as uterine synechiae, intracavitary lesions, and septa – Suspected congenital uterine anomalies: Congenital uterine anomalies (eg, septate, bicornuate, or unicornuate uteri) can be detected with HSG. – Preprocedure planning: Some hysteroscopic procedures, including myomectomy, adhesion resection, and septum resection, benefit from preprocedure HSG to identify the location and size of lesions for resection



HSG: Temuan Radiologis



Tubal Occlusion • PID is the most common cause of tubal occlusion leading to infertility. • Although active pelvic infection is a contraindication for HSG, the residua of previous episodes can be seen at HSG. • Tubal occlusion manifests as an abrupt cutoff of contrast material with nonopacification of the more distal fallopian tube, can be unilateral or bilateral, and can affect any portion of the tube. • If the blockage is in the ampullary portion, the tube may dilate, forming a hydrosalpinx. • Another sequela of PID is scarring in the peritoneal cavity surrounding the fallopian tube. • Peritubal adhesions prevent contrast material from flowing freely around the bowel loops and most commonly manifest as loculation of the contrast material around the ampullary portion of the tube.



Soal no 214 • Seorang wanita berusia 36 tahun mengeluh nyeri pada perutnya. pasien juga mengaku sudah 2 bulan terlambat haid. TD 90/60 mmHg, N:110x/menit, Suhu: 36.5 C. Pada inspeksi tidak ditemukan kelainan. Pada palpasi ditemukan nyeri tekan (+) pada kuadran kanan atas perut pasien, nyeri lepas (), psoas sign (-). Pada pemeriksaan dalam didapatkan nyeri goyang pelvis (+). Apa yang menyebabkan kelainan pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



Appendisitis akut Appendisitis kronis eksaserbasi akut Appendisitis perforasi Kehamilan Ektopik Terganggu Peritonitis generalisata



Jawaban: D. Kehamilan ektopik terganggu



214. Kehamilan Ektopik Terganggu • Kehamilan yang terjadi diluar kavum uteri • Gejala/Tanda: – Riwayat terlambat haid/gejala & tanda hamil – Akut abdomen – Perdarahan pervaginam (bisa tidak ada) – Keadaan umum: bisa baik hingga syok – Kadang disertai febris



Ectopic Preganancy • The most common site of ectopic implantation is the fallopian tube, accounting for approximately 98% of cases. – Fallopian tube sites include the ampullary, isthmic, fimbrial, and interstitial portions.



• Additional sites include the cervix, ovary, cesarean scar, and abdominal cavity. • Sonographic evidence of an extrauterine pregnancy is definitive for the diagnosis of an ectopic pregnancy but occurs in fewer than onethird of patient



KET: Kuldosentesis • Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneum • Serviks ditarik kearah simfisis menggunakan tenakulum  jarum 16-18 G dimasukkan lewat forniks posterior kearah cul-de-sac • Cairan yang mengandung gumpalan darah, atau cairan bercampur darah sesuai dengan diagnosis hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik



Ectopic Pregnancy



Sonographic finding in Ectopic Pregnancy



KET: Tatalaksana Tatalaksana Umum • Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL (500 mL dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama • Segera rujuk ibu ke RS



Tatalaksana Khusus • Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii • Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi) • Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)



• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu • Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari selama 6 bulan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO



Soal no 215 • Pasien Ny. Tatiana Giana, perempuan berusia 30 tahun, G1P0A0, datang ke RS untuk kontrol kehamilan. Pemeriksaan ini merupakan ANC pertama pasien. Sebelumnya pasien telah melakukan tes kehamilan di laboratorium. Di poliklinik, perawat mencatat HPHT pasien dan melakukan pengukuran tingi, berat badan, serta tanda vital. Bila diketahui HPHT pasien adalah tanggal 10 april, maka taksiran persalinan pasien adalah...



a. b. c. d. e.



17 Januari 18 Januari 20 Februari 20 Januari 21 Januari



Jawaban: A. 17 Januari



215. Rumus Naegle (Hari Perkiraan Lahir) • • • •







Berlaku untuk wanita dengan siklus 28 hari sehingga ovulasi terjadi pada hari ke 14 Menghitung umur kehamilan berlangsung selama 288 hari Perhitungan kasar: HPHT + 288 hari  perkiraan kelahiran Perhitungan berdasarkan siklus 28 hari – HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan + 9, Tahun tetap – HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan – 3, Tahun + 1 Bila siklus menstruasi > 28 hari, perhitungan tanggal setelah rumus asli (+7) perlu ditambahkan dengan selisih (siklus mens ps – 28 hari) •







Mis: Seorang wanita dengan siklus menstruasi 35 hari dari rumus Naegele maka taksiran tanggal persalinannya yaitui tgl HPHT +7 +7 menjadi tgl HPHT +14 hari bukan 7



Bila siklus menstruasi < 28 hari, perhitungan tanggal setelah rumus asli (+7) perlu dikurangi dengan selisih (28 hari - siklus mens ps) •



wanita dengan siklus menstruasi 23 hari maka taksiran tanggal persalinannya, yaitu tgl HPHT +7 -5 menjadi tgl HPHT +2 bukan 7



Soal no 216 • Ny, Harissa Juwana, wanita usia 38 tahun, hamil 38 minggu, dibawa ke kamar bersalin RS Murni Kasih Sayang dengan keluhan kencangkencang semakin sering, keluar air ketuban 2 jam yang lalu. Kehamilan ini merupakan kehamilan keempat pasien. Anak pertama berat 4500 gram, anak kedua 3000 gram, anak ketiga 2800 gram. Riwayat ANC teratur ke Puskesmas. Hasil pemeriksaan pembukaan 23cm. Berada pada status apakah pasien?



a. b. c. d. e.



G4P3A0 preterm Kala II masa aktif G4P2A1 aterm Kala I fase laten G4P3A1 aterm Kala II fase aktif G4P2A1 aterm Kala I fase aktif G4P3A0 aterm Kala I fase laten



Jawaban: E. G4P3A0 kala I fase laten



216. Kala Persalinan PERSALINAN dipengaruhi 3 FAKTOR “P” UTAMA 1. Power His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu. 2. Passage Keadaan jalan lahir 3. Passanger Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor) (++ faktor2 “P” lainnya : psychology, physician, position)



• PEMBAGIAN FASE / KALA PERSALINAN Kala 1 Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala pembukaan) Kala 2 Pengeluaran bayi (kala pengeluaran) Kala 3 Pengeluaran plasenta (kala uri) Kala 4 Masa 1 jam setelah partus, terutama untuk observasi



Kala Persalinan: Sifat HIS Kala 1 awal (fase laten) • Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm • Frekuensi dan amplitudo terus meningkat Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir • Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali / 10 menit, lama 60-90 detik (frekuensi setidaknya 2x/10 menit dan lama minimal 40 “). Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm). Kala 2 • Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. • Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum Kala 3 • Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).



Kala Persalinan: Kala I • Fase laten : pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam) • Fase aktif : Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas : 1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm. 2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm. 3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).



Hubungan Penurunan Kepala dan Dilatasi Serviks



Cunnningham et al. Williams Obstetrics. 24thedition. 2014



Kala Persalinan: Kala II • Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi • Gejala dan tanda kala II persalinan – Dor-Ran  Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi – Tek-Num  Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vagina – Per-Jol Perineum menonjol – Vul-Ka  Vulva-vagina dan sfingter ani membuka – Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah



• Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi objektif) – Pembukaan serviks telah lengkap, atau – Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina



Kala Persalinan: Kala III • Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban



• Tanda-tanda pelepasan plasenta : – Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan retroplasenter pecah saat plasenta lepas – Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen uterus yang lebih bawah atau rongga vagina – Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular (bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus – Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen uterus yang lebih bawah (Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)



Manajemen Aktif Kala III



Uterotonika • 1 menit setelah bayi lahir • Oksitosin 10 unit IM di sepertiga paha atas bagian distal lateral • Dapat diulangi setelah 15 menit jika plasenta belum lahir



Peregangan Tali Pusat Terkendali • Tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati



Massase Uterus • Letakkan telapak tangan di fundus  masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).



Soal no 217 • Seorang ibu hamil 7 bulan dengan status obatetri G1P0A0 datang dengan keluhan mau melahirkan. Perut terasa sudah mulas secara teratur 2x dalam 10 menit. Bidan melakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan pembukaan 3 cm. Kontraksi uterus sudah teratur 2-3x/ 10 menit selama 25 detik, dan terdapat tanda-tanda persalinan. Diagnosis pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Partus prematurus Partus immaturus Abortus insipiens Partus prematurus iminens Partus preterm



Jawaban: D. Partus prematurus iminens



217. Partus Prematurus Iminens • POGI (Semarang, 2008): persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu • (Wibowo, 1997): Kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu dengan interval kontraksi 5-8 menit atau kurang + satu atau lebih tanda berikut: – Perubahan serviks yang progresif – Dilatasi serviks 2 cm atau lebih – Penipisan serviks 80 % atau lebih



Faktor Risiko & Diagnosis PPI Menurut Wijnyosastro (2010) dan Rompas (2004) Janin & Plasenta



Perdarahan trimester I, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat kongenital, gemeli, polihidramnion



Ibu



DM, preeklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus, riwayat partus preterm/abortus berulang, inkompetensi serviks, narkotika, trauma, perokok berat, kelainan imun/rhesus, serviks terbuka > pada 32 minggu, riwayat konisasi



Kriteria Diagnosis PPI (American College of Obstetricians and Gynecologists, 1997) 1.



Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi 4x dalam 20 menit atau 8x dalam 60 menitplus perubahan progresif pada serviks



2.



Dilatasi serviks lebih dari 1 cm



3.



Pendataran serviks > 80%



Agen Tokolitik pada Persalinan Preterm • Most Effective tocolytic drugs: – Inhibitor prostaglandin sintetase (COX inhibitor): Indometasin – Antagonis calcium channel : Nifedipin – Beta Agonis : Terbutalin, Ritodrine



• Less Effective tocolytic drugs: – Magnesium sulfat – Antagonis oksitosin: Atosiban



Tatalaksana PPI: Pematangan Paru • Akselerasi pematangan fungsi paru janin – Bila usia kehamilan < 35 minggu – Obat: • Betametason 2 x 12 mg IM, jarak pemberian 24 jam • Deksametason 4 x 6 mg IM, jarak pemberian 12 jam • Peningkat surfaktan: thyrotropin releasing hormone 200 ug IV ATAU inositol



• Pencegahan infeksi – – – –



DOC: eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari Ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari Klindamisin Kontra indikasi: amoksiklaf  risiko necrotizing enterocolitis



Komplikasi PPI • Pada Ibu – Endometritis



• Pada Janin – HMD, gangguan refleks akibat SSP belum matang, intoleransi akibat GI belum matang, retinopati, displasia bronkopulmoner, penyakit jantung, jaundice, infeksi/septikemia, anemia, gangguan mental & motorik



Pratus Prematurus • Partus yang terjadi di bawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221) • Partus yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (Nur, 2008) • Munculnya aktivitas uterus regular yang menghasilkan pendataran maupun dilatasi sebelum kehamilan 37 minggu selesai (Chapman, Vicky, 2006 : 184)



Soal no 218 • Ny. Mariana Ancol, perempuan berusia 32 tahun dibawa ke RS karena demam 5 hari setelah melahirkan. Riwayat melahikan di dukun beranak. Bayi perempuan, lahir hidup berat 3.000 gram. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ibu tampak sakit sedang, TFU setinggi pusat, keadaan umum compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 38 C. Ibu tetap memberi ASI ke anaknya. Diagnosis pada pasien ini adalah....



a. b. c. d. e.



Endometritis Sisa plasenta Abses mamae Mastitis Perimetritis



Jawaban: A. Endometritis



218. Infeksi Puerpurium • Merujuk kepada infeksi traktus genitalis setelah melahirkan • Puerperalis = periode 42 hari setelah kelahiran janin & ekspulsi plasenta • Mencakup: – Endometritis, parametritis, salpingo-ooforitis, tromboflebitis pelvis, peritonitis, selulitis perineum/vagina, hematoma terinfeksi, dan abses luka



• Morbiditas nifas (demam saat nifas)  peningkatan suhu oral hingga 38 C/lebih selama 2 hari dari 10 hari pertama postpartum, terpisah dari 24 jam pertama Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, EGC hal 364



Infeksi Puerperalis • Faktor Predisposisi – Perdarahan, trauma persalinan, partus lama, retensio plasenta, anemia, malnutrisi



• Patologi – Bekas tempat perlekatan plasenta merupakan luka yang cukup besar untuk masuknya mikroorganisme penyebab infeksi – Infeksi dapat terbatas pada luka (infeksi luka perineum, vagina, serviks, atau endometrium) atau menjalar ke jaringan sekitar (tromboflebitis, parametritis, sapingitis, dan peritonitis) Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188



Infeksi Puerpuralis: Perbandingan Klinis TIPE



C A K U PA N



PEMERIKSAAN



Endometritis Infeksi pada endometrium dan kelenjar glandular



Demam, lokia berbau, nyeri perut bawah & pinggang



Metritis



Infeksi pada endometrium + kelenjar glandular + lapisan otot



Akut: serupa endometritis Kronik: >> jaringan ikat  uterus membesar



Parametritis



Inflamasi pada parametrium (selulitis pelvika/ligamentum latum)



Nyeri unilateral, defans muskular, infiltrat keras di dinding panggul, uterus terdorong ke bagian sehat



Perimetritis



Inflamasi pada lapisan serosa uterus (perimetrial)



Pelveoperitonitis  gejala salpingitis dll



Endometritis • Inflamasi pada lapisan endometrial uterus, dapat meluas hingga miometrium dan parametrium (metritis)



• Patogenesis • Kuman masuk kedalam luka endometrium (t.u bekas perlekatan plasenta)  leukosit >>  pus dan kontraksi otot • Dapat menghalangi involusi uterus



• Endometritis: hanya mengenai endometrium dan kelenjar glandular



Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188



http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview



Endometritis: Etiologi • Polimikroba, biasanya 2-3 mikroorganisme • Paling banyak: infeksi ancending dari flora normal vagina • Bakteri: Ureaplasma urealyticum,Peptostreptococcus, Gardnerella vaginalis, Bacteroides bivius, streptococcus grup B • Chlamydia: sering pada endometritis post partum • Enterococcus: pada 25% wanita yang menerima profilaksis sefalosporin • Herpes dan TB: kasus jarang http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview



Endometritis Post Partum • Faktor Risiko • Mayor: SC, KPD lama, persalinan lama dengan VT sering, bimanual plasenta • Minor: pemberian kortikosteroid pada persalinan preterm, operasi lama, anestesi umum, anemia postpartum • kurangnya higiene pasien, • Kurangnya nutrisi



• Tanda dan Gejala : – – – – – –



demam di atas 380C dapat disertai menggigil, nyeri perut bawah, lokia berbau dan purulen, nyeri tekan uterus, subinvolusi uterus, dan dapat disertai perdarahan per vaginam hingga syok http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview



Pemeriksaan Penunjang Metritis • Pemeriksaan darah perifer lengkap: Leukositosis dengan left-shift (sulit dilihat pada postpartum karena leukositosis fisiologis) • Golongan darah ABO dan jenis rhesus • Glukosa darah sewaktu • Analisis urin • Kultur (cairan vagina, urin, dan darah) • USG (untuk menyingkirkan kemungkinan sisa plasenta)



Tatalaksana Metritis • Berikan antibiotika sampai 48 jam bebas demam dengan Ampisilin 2 gram IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgB IV tiap 24 jam dan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam. Bila demam tidak menurun dalam 72 jam, lakukan kaji ulang tatalaksana dan diagnosis. • Regimen lainnya: Kombinasi klindamisin 900 mg dan gentamisin 2mg/kgBB IV/ 8 jam • Cegah dehidrasi • Pertimbangkan imunisasi TT bila dicurigai terpapar tetanus • Periksa apakah ada kemungkinan sisa plasenta • Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis lakukan laparotomi dan drainase abdomen bila terdapat pus • Sumber: Buku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.



Soal no 219 • Ny. Uranus Neptunus, baru saja menikah 2 minggu lalu datang berobat ke poliklinik dengan keluhan nyeri saat buang air kecil. Pada pemeriksaan didapatkan status generalis TD 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, napas 16x/menit, suhu afebris. Terdapat nyeri tekan suprapubik (+), nyeri ketok CVA (-/-), serta didapatkan leukosituria. Apa diagnosis yang tepat pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



Sistitis Uretritis Ureterolitiasis Vesikolitiasis Pielonefritis



Jawaban: A. Sistitis



219. Infeksi Saluran Kemih pada Wanita • Etiologi – Penyumbatan, aktivitas seksual, kebiasaan cebok yang salah, spermisida, kondom, DM, estrogen 8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang



Tatalaksana Abortus Komplit • Tidak diperlukan evakuasi lagi. • Konseling untuk memberikan dukungan emosional dan menawarkan KB pasca keguguran. • Observasi keadaan ibu. • Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah. • Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.



Soal no 223 • Ny. Endah Resa Popolomama, perempuan, usia 23 tahun dan sedang hamil datang ke dokter untuk berkonsultasi dengan membawa hasil pemeriksaan laboratorium. Pasien saat ini tidak dalam keluhan apapun. Pemeriksaan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil T3 dan T4 pasien meningkat. TSH normal. Diagnosis pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Hipertiroid Hipotiroid Subklinis hipertiroid Subklinis hipotiroid Normal pada wanita hamil



Jawaban: E. Normal pada wanita hamil



223. Transient Hyperthyroidism pada Kehamilan • Adaptasi tiroid pada kehamilan – Estrogen-simulated synthesis  thyroid binding globulin level >> – Stimulation of the thyrotropin (thyroid-stimulating hormone [TSH]) receptor by human chorionic gonadotropin (hCG) – there is considerable homology between the beta subunits of hCG and TSH. As a result, hCG has weak thyroidstimulating activity



– Total T3 dan T4 >>  tapi fT3 dan fT4 yang aktif secara biochemical tetap dalam jumlah normal (meningkat sedikit, tetapi masih dalam range normal) http://www.medscape.com/viewarticle/405754_4 | Uptodate



223. Transient Hyperthyroidism pada Kehamilan • Serum hCG concentrations increase soon after fertilization and peak at 10 to 12 weeks. • During this peak, total serum T4 and T3 concentrations increase. • Serum free T4 and T3 concentrations increase slightly, usually within the normal range, and serum TSH concentrations are appropriately reduced • This transient, usually subclinical, hyperthyroidism should be considered a normal physiologic finding. • It is not known if this action of hCG benefits the mother or fetus. • Later in pregnancy, as hCG secretion declines, serum free T4 and T3 concentrations decline and serum TSH concentrations rise slightly to or within the normal range. • Gejala dan Tanda – T3 dan T4 >> tanpa ada gejala hipertiroid – Autoantibodi tiroid (-) – Tidak ada gejala dan tanda hipertiroid pre kehamilan



Soal no 224 • Seorang perempuan berusia 19 tahun dibawa keluarganya ke UGD RS karena keluar cairan bening sejak setengah jam yang lalu dengan jumlah sekitar 250 ml, tanpa darah dan tanpa disertai rasa mulas di perut bagian bawah. Diketahui pasien hamil dengan usia kehamilan 32 minggu. Hasil pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Apakah pemeriksaan lanjutan untuk penegakan diagnosis pada kasus di atas?



a. b. c. d. e.



Pemeriksaan DJJ Pemeriksaan Hb dan PCV Pemeriksaan TFU Pemeriksaan kertas lakmus Pemeriksaan amniosintesis



Jawaban: D. Pemeriksaan kertas lakmus



224. Ketuban Pecah Dini • Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum onset persalinan berlangsung) • PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes): ketuban pecah saat usia kehamilan < 37 minggu • PROM (Premature Rupture of Membranes): usia kehamilan > 37 minggu







Kriteria diagnosis : – – – – –







Usia kehamilan > 20 minggu Keluar cairan ketuban dari vagina Inspekulo : terlihat cairan keluar dari OUE Kertas nitrazin menjadi biru Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa



Pemeriksaan penunjang: USG (menilai jumlah cairan ketuban, menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan letak plasenta)



KPD: Diagnosis • Inspeksi • pengumpulan cairan di vagina atau mengalir keluar dari lubang serviks saat pasien batuk atau saat fundus ditekan



• Kertas nitrazin (lakmus) • Berubah menjadi biru (cairan amnion lebih basa)



• Mikroskopik • Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)



• Amniosentesis • Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS  tampak pada tampon vagina setelah 30 menit



http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html



KPD: Tatalaksana KETUBAN PECAH DINI MASUK RS • • • • •



PPROM Observasi: • Temperatur • Fetal distress Kortikosteroid



Sectio Caesarea



Antibiotik Batasi pemeriksaan dalam Observasi tanda infeksi & fetal distress



PROM



• • • • • • • •



• • • • • •



Kelainan Obstetri Fetal distress Letak sungsang CPD Riwayat obstetri buruk Grandemultipara Elderly primigravida Riwayat Infertilitas Persalinan obstruktif



Gagal Reaksi uterus tidak ada Kelainan letak kepala Fase laten & aktif memanjang Fetal distress Ruptur uteri imminens CPD



Letak Kepala



• •



Indikasi Induksi Infeksi Waktu







Berhasil Persalinan pervaginam



Ketuban Pecah Prematur: Tatalaksana • Tatalaksana Umum: Antibiotik profilaksis • DOC: Penisilin dan makrolida • Ampicillin 2 g IV/6 jam dan erythromycin 250 mg IV/6 jam selama 2 hari diikuti amoxicillin 250 mg PO/ 8 jam dan erythromycin 333 mg PO/8 jam selama 5 hari



• Atau eritromisin 250 mg PO/6 jam selama 10 hari • Kombinasi amoksilin dengan asam klavulanat tidak digunakan karena dapat memicu terjadinya enterokolitis nekrotikans







Tatalaksana Khusus kehamilan 24-33 minggu – Selama perawatan 2 hari dilakukan: • Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia, lekositosis, nyeri pada rahim, sekret vagina purulen, takikardi janin) • Pengawasan timbulnya tanda persalinan • USG menilai kesejahteraan janin



– Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin, lakukan persalinan segera. – Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam. – Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin. – Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia kehamilan 32-33 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas perawatan bayi preterm).



Tatalaksana Khusus • 34 minggu: – Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi.



Soal no 225 • Ny. Wartawan Senior, perempuan, usia 25 tahun, dengan keluhan Batuk 2 bulan, keringat malam, dan penurunan berat badan. Hasil dari pemeriksaan tes cepat molekuler menunjukkan BTA (+) sensitif rifampisin. Pasien akan diberikan terapi OAT lini pertama. Ternyata, wanita ini memiliki bayi usia 4 bulan dan masih diberikan ASI. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah....



a. Menganjurkan untuk memberikan anak susu formula b. Menganjurkan untuk tidak kontak dengan anak selama pengobatan c. Menghentikan pemberian ASI d. Tetap melanjutkan ASI selama pengobatan dengan OAT dan memberikan INH kepada anak untuk profilaksis e. Stop OAT dan lanjutkan menyusui



Jawaban: D. Tetap melanjutkan ASI selama pengobatan dengan OAT dan memberikan INH kepada anak untuk profilaksis



225. TB pada Ibu Hamil dan Menyusui



225. Infeksi TB pada Bayi



Tuberkulosis saat Menyusui



Soal no 226 • Seorang ibu P3A0 datang dengan keluhan batuk 2 bulan, berdahak, disertai dengan keringat malam dan penurunan berat badan. Dokter puskesmas kemudian melakukan pemeriksaan TCM dan didapatkan hasil TB (+) sensitif rifampisin. Dokter kemudian memberian OAT kategori 1 fase intensif selama 2 bulan. Manakah pernyataan yang tepat mengenai obat OAT terhadap kesehatan obstetri dan ginekologi pasien?



a. Obat R, H, Z, E, S yang digunakan dalam pengobatan OAT lini 1 tidak ada yang bersifat teratogenik b. Rifampisin merupakan induktor enzim hepar yang memetabolisme estrogen, sehingga tingkat keberhasilan kontrasepsi hormonal akan berkurang c. Etambutol tidak boleh diberikan kepada ibu hamil karena bisa mengganggu perkembangan visus janin d. Kontrasepsi hormonal sebaiknya dihindari karena menekan efektifitas rifampisin e. Pengobatan fase lanjutan TB kategori 1 pada ibu hamil harus diberikan selama minimal 10 bulan.



Jawaban: B. Rifampisin merupakan induktor enzim hepar yang memetabolisme estrogen, sehingga tingkat keberhasilan kontrasepsi hormonal akan berkurang



226. TB pada Kondisi Khusus • Kehamilan – Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. – Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali golongan Aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisin karena dapat menimbulkan ototoksik pada bayi (permanent ototoxic) dan dapat menembus barier placenta. – Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. – Pemberian Piridoksin 50 mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang mendapatkan pengobatan TB, sedangkan pemberian vitamin K 10mg/hari juga dianjurkan apabila Rifampisin digunakan pada trimester 3 kehamilan menjelang partus.



226. TB pada Kondisi Khusus • Ibu menyusui dan bayinya – Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. – Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. – Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus diberikan ASI. – Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.



• Pasien TB pengguna kontrasepsi – Rifampisin (merupakan inducer enzim CYP3A4 di hepar) berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB) sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. – Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal.



Soal no 227 • Ny. Nanase Himura, perempuan, 25 tahun, P0A0, datang dengan keluhan nyeri hebat saat haid. Hal ini sudah dirasakan sekitar 6 bulan belakangan. Pasien juga mengeluhkan haid panjang serta banyak hingga 12 hari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran uterus yang bersifat difus. Tes kehamilan (-). Pasien tidak memakai kontrasepsi dalam bentuk apapun. Riwayat keganasan disangkal. Apa diagnosis yang mungkin pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



Adenomiosis Endometriosis Mioma uteri Kista ovarium Karsinoma serviks



Jawaban: A. Adenomiosis



227. Endometriosis & Adenomiosis • Endometriosis – Pertumbuhan jaringan yang mirip dengan endometrium di luar kavum uteri • Endometriosis interna / Adenomiosis – Endometriosis yang terdapat di dalam miometrium • Pelvic endometriosis muncul bersamaan dengan adenomyosis uteri pada 2–24% kasus, hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara dua kelainan ini



Patogenesis Adenomiosis First



Invaginasi endometrium basal melalui pembuluh limfe



Adaenomiosis berasal langsung dari lapisan endometrium



Second



Third



Metaplasia sel-sel pada daerah sambungan endometrium-miometrium



Bergeron et al. Best Pract Res Obstet Gynecol, 2006



Faktor Resiko Adenomyiosis



Manifestasi Klinis Adenomyosis • Paling sering pada pasien berusia 40–50 tahun dan terdapat keterkaitan dengan paritas. • Adenomyosis relatif sering muncul pada kehamilan • Abortus spontan lebih sering terjadi pada adenomyosis uteri. • 35% wanita dengan adenomyosis uteri bersifat asimtomatik • Bila bergejala, maka gejala yang timbul antara lain: – menorrhagia (40–50%)  akibat kontraksi disfungsional myometrium, anovulasi serta hiperplasia endometrium – dysmenorrhoea (10–30%)  akibat meluasnya adenomyosis hingga ke pelvis – Metrorrhagia (10–12%) – dyspareunia or dyschesia (terkadang)



Mehasseb et,al. Review Adenomyosis uteri: an update. RCOG. 2009;11:41–47



Pelvic examination — Adenomyosis • The bimanual pelvic examination in women with adenomyosis typically shows a mobile, diffusely enlarged (often referred to as "globular" enlargement), soft (often referred to as "boggy"), and globular uterus. • The uterus only rarely exceeds the size of a pregnant uterus at 12 weeks of gestation. • However, some women have a normal sized uterus, and others develop masses (termed adenomyomas), which clinically resemble leiomyomas. • The uterus may be tender. • Adenomyosis does not result in a fixed uterus, but this may occur with endometriosis, which also often co-occurs with adenomyosis.



Patogenesis Endometriosis “ kesalahan cleaning service “ fibrosis dan nyeri



Sel Endometrium



darah haid yang membalik



aktivasi sistem imun



penempelan dan invasi



pertumbuhan sel



Yen and Jaffe. Reproductive Endocrinology and Infertility, 2009



sekresi prostaglandin dan estrogen



vaskularisasi dan anti apoptosis



KELUHAN ENDOMETRIOSIS



INFERTILITAS



NYERI NYERI PADA ENDOMETRIOSIS



Nyeri pelvik merupakan keluhan tersering • • • •



Dismenorea Dispareunia Diskezia Disuria



Endometriosis: Faktor Risiko • Faktor genetik: Risiko 7x lbh besar pada riwayat ibu penderita endometriosis



• Faktor imunologi Tidak semua wanita dengan menstruasi retrograd akan menderita endometriosis, mungkin ada kekurangan imun yang mempengaruhi



1848



Endometriosis: Gejala Klinik • Dismenore – Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid, berlangsung selama menstruasi dan progresif



• Subfertilitas/infertilitas • Dispareunia • Abortus spontan – Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%



• Keluhan lain – Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi – Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll 1849



Endometriosis: Pemeriksaan • Umumnya tidak menunjukkan kelainan • Nodul pada daerah ligamentum sakrouterina dan kavum douglas • Nyeri pada septum rektovagina dan pembesaran ovarium unilateral (kistik) • Kasus berat : uterus retroversi fiksata, pergerakan ovarium dan tuba terbatas



http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx



Endometriosis: Pemeriksaan • Laparoskopi : untuk biopsi lesi • USG, CT scan, MRI



http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx



Endometriosis: Terapi 1. Operatif 2. Non-Operatif – Anti nyeri (NSAID, aspirin, morphine, and codeine) – Hormonal • Pil KB • Levonorgestrel-releasing intrauterine system (LNG-IUS) • Gonadotrophin-releasing hormone (GnRH) analogues • Progestogens (medroxyprogesterone acetate) http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx



Soal no 228 • Ny. Kanae Kotonami, perempuan, usia 23 tahun, datang dengan keluhan mual dan muntah. Pasien mengaku telah hamil 3 bulan dan HPHT 17 Juli 2018 dengan siklus haid teratur 26 hari, menstruasi biasanya berlangsung selama 5 hari. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tinggi fundus uteri 3 cm di atas simfisis pubis. Pemeriksaan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Kapan perkiraan ovulasi pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



29 Juli 2018 30 Juni 2018 31 Juli 2018 1 Agustus 2018 3 Agustus 2018



Jawaban: A. 29 Juli 2018



228. Siklus Menstruasi & Ovulasi • Siklus Menstruasi • Berkisar antara 26-35 hari • Berhubungan dengan penebalan dan pelepasan lapisan endometrium



• Siklus Ovulasi • Berhubungan dengan pematangan sel telur • Ovulasi terjadi 14 hari sebelum menstruasi berikutnya



Simulasi Penghitungan Masa Ovulasi



SIKLUS HAID: 26 HARI



SIKLUS HAID - 14 HARI = 12 HARI



17 Juli 2015: HPHT



29 Juli 2015: OVULASI



SELALU 14 HARI



11 Agustus 2015 Ps akan menstruasi jika pada ovulasi tidak ada pembuahan. Jika ketika ovulasi terjadi pembuahan, maka ps. Sudah tidak mens



Soal no 229 • Wanita bernama Ny. X, 37 tahun, P4A0, datang ingin memakai KB. Semua anak sehat dan lahir normal. Pasien merupakan penyandang HIV (+) yang baru terdiagnosis 1 minggu yang lalu. Pasien kemudian disarankan untuk berkonsultasi mengenai jenis kontrasepsi yang tepat untuk kondisinya Pilihan kontrasepsi yang dianjurkan adalah...



a. b. c. d. e.



Pil kombinasi Kondom AKDR Implan Suntikan



Jawaban: B. Kondom



229. KB: Usia > 35 Tahun METODE



C ATATA N



Pil/suntik Kombinasi



• Tidak untuk perokok • Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa perimenopause



• Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun) Kontrasepsi Progestin • Dapat untuk perokok (implan, pil, suntikan) • Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum siap dengan kontap AKDR



• Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS • Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang



Kondom



• Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah infeksi saluran reproduksi dan IMS • Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah kehamilan



Kontrasepsi Mantap



Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi



Soal no 230 • Seorang wanita usia 32 tahun sedang hamil 32 minggu datang memeriksakan diri ke dokter umum. Pasien merasa kehamilannya lebih besar dari sebelumnya. Dari hasil pemeriksaan tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan 37 minggu, teraba 3 bagian lunak besar, 2 bagian melenting keras, dan denyut jantung janin 142x/menit. Kemungkinan kehamilan pada pasien ini adalah....



a. b. c. d. e.



Kehamilan sungsang Kehamilan gemelli Kehamilan mola Kehamilan letak lintang Kehamilan makrosom



Jawaban: B. Kehamilan gemelli



230. Kehamilan Gemelli • Kehamilan dengan dua janin atau lebih • Faktor yang mempengaruhi: – Faktor obat-obat konduksi ovulasi, faktor keturunan, faktor yang lain belum diketahui.



Risk Factor • Dizygotic twins are more common than monozygotic twins, approximately 70 and 30 percent of twins, respectively (in the absence of use of assisted reproductive technology [ART]) • The major factors influencing the prevalence of dizygotic twins are: – Use of fertility stimulating drugs – Use of fertility enhancing treatments (ART and non-ART) substantially increases the prevalence of twin pregnancy compared with natural conception. These therapies account for most of the increase in twin births in recent years • Dizygotic twins are more common in pregnancies conceived with in vitro fertilization (IVF) than in naturally conceived pregnancies (≥95 percent versus 70 percent) since double embryo transfer is commonly performed as part of IVF • Dizygotic twins are also more common in pregnancies conceived with ovulation inducing agents alone (without IVF) than in naturally conceived pregnancies since these drugs increase the likelihood of ovulation and fertilization of multiple oocytes.



– Maternal age – Advancing maternal age is associated with an increased prevalence of dizygotic twin births. Naturally conceived dizygotic twinning increases fourfold between age 15 and age 35; this may be related to rising follicle stimulating hormone concentration with age



Risk Factor • Race/geographic area – Significant ethnic/racial variations in the prevalence of naturally conceived dizygotic twins occur worldwide. • Parity – Increasing parity correlates with an increased likelihood of dizygotic twin birth, even after adjustment for maternal age [ • Family history – Dizygotic twinning appears to have a genetic component that is expressed in women but can be inherited from either parent • Maternal weight and height – Obese (body mass index [BMI] ≥30 kg/m2) and tall women (≥65 inches [164 cm]) are at greater risk for dizygotic twin birth than underweight (BMI 4000 g • Diagnosis: – Kesulitan melahrikan wajah dan dagu – “Turtle Sign”: kepala bayi melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali – Kegagalan paksi luar kepala bayi – Kegagalan turunnya bahu



Complications of Shoulder Dystocia • Fetal/neonatal - death - asphyxia and sequelae - fractures - clavicle, humerus - brachial plexus palsy • Maternal - postpartum hemorrhage - uterine rupture



Risk Factors Risk factors are present in < 50% of cases



• post-term pregnancy • maternal obesity • fetal macrosomia • previous shoulder dystocia • operative vaginal delivery • prolonged labour • poorly controlled diabetes



Manuver McRobert



Penekanan Suprasimfisis



Management of Shoulder Dystocia Ask for help Lift - the buttocks - the legs



} McRobert’s manoeuver



Anterior disimpaction of shoulder - rotate to oblique - suprapubic pressure



Rotation of the posterior shoulder - Woods’ manoeuver Manual removal of posterior arm



Avoid the P’s • Panic • Pulling



(on the head)



• Pushing



(on the fundus)



• Pivoting



(sharply angulating the head, using the coccyx as a fulcrum)



Ask for HELP • get the mother on your side • partner, coach



• nursing • notify physician back up or other appropriate personnel



Lift - McRobert’s Manoeuver



Manuever Mac Roberts •



• •



Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu. Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit. Maneuver Mc Robert Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah vertikal)



Lifting the legs and buttocks • McRobert’s manoeuver • flexion of thighs on



abdomen • requires assistance • 70% of cases are resolved with this manoeuvre alone



Anterior Disimpaction 1) Suprapubic Pressure (Massanti Manoeuvre)



• NO fundal pressure • Abdominal approach: suprapubic pressure applied with heel of clasped hand from the posterior aspect of the anterior shoulder to dislodge it



Anterior Disimpaction 2) Rubin Manoeuver



• vaginal approach • adduction of anterior shoulder by pressure applied to the posterior aspect of the shoulder (the shoulder is pushed toward the chest) • consider episiotomy • NO fundal pressure



Rotation of Posterior Shoulder - Step 1 • pressure on anterior aspect of posterior shoulder • may be combined with anterior disimpaction manoeuvers • NO fundal pressure



Rotation of Posterior Shoulder - Step 2 Wood’s screw manoeuvre • can be done simultaneously with anterior dissimpaction



Rotation of Posterior Shoulder - Step 3 • may be repeated if delivery not accomplished by Steps 1 & 2



Rotation of Posterior Shoulder - Step 4



Manual removal of posterior arm • flex arm at elbow • (pressure in antecubital fossa to flex arm) • sweep arm over chest • grasp wrist/forearm or hand • deliver arm



Manual removal of the posterior arm



IKM & FORENSIK



Soal no 245 • Seorang dokter kandungan ingin mengetahui hubungan antara kehamilan ibu di usia tua dengan gangguan pertumbuhan anak. Ide penelitian ini berawal dari berkembangnya tren usia kehamilan yang bergeser ke arah >30 tahun di masyarakat modern. Dokter tersebut mengumpulkan ibu-ibu hamil usia lebih dari 35 tahun dan kemudian mengikutinya sampai 5 tahun. Maka metode penelitian apa yang dilakukan oleh dokter tersebut?



a. b. c. d. e.



Kohort Case control Cross sectional Deskriptif Analitik



Jawaban: A. Kohort



245. DESAIN PENELITIAN Secara umum dibagi menjadi 2: • DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit terbanyak di Puskesmas X. • ANALITIK: mencari hubungan antara paparan dengan penyakit. Misalnya penelitian hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.



DESAIN PENELITIAN STUDY DESIGNS



Descriptive



Analytical



Case report (E.g. Cholera)



Observational



Experimental



Case series Cross-sectional



1. 2. 3. 4.



Cross-sectional Cohort Case-control Ecological



Clinical trial (parc vs. aspirin in Foresterhill)



Field trial (preventive programmes )



Prinsip Desain Studi Analitik Observasional Cross-sectional – Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu yang bersamaan. Cohort study – Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome terjadi atau tidak. Case-control study – Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor risiko atau tidak.



Prinsip Desain Studi Analitik Observasional PAST



PRESENT



FUTURE



Time Assess exposure and outcome



Cross -sectional study Case -control study



Assess exposure



Known exposure



Prospective cohort Retrospective cohort



Known outcome



Known exposure



Assess outcome



Assess outcome



Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun • Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini secara bersamaan. • Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.



Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun • Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1 tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak. • Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun 2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau tidak.



Prinsip Kohort



• Studi kohort selalu dimulai dari subyek yang tidak sakit. Kelompok subyek dibagi menjadi subyek yang terpajan dan tidak terpajan. Kemudian dilakukan pengamatan sampai terjadinya penyakit atau sampai waktu yang ditentukan.



Kohort Prospektif vs Retrospektif •



Baik kohort prospektif maupun retrospektif selalu dimulai dari menjadi subyek yang tidak sakit.







Kohort prospektif dimulai saat ini dan diikuti ke depan sampai terjadi penyakit.







Pada kohort retrospektif, peneliti “kembali ke masa lalu” melalui rekam medik, mencari subyek yang sehat pada tahun tertentu kemudian mengikuti perkembangannya melalui catatan rekam medik hingga terjadinya penyakit.



Desain Cross Sectional KELEBIHAN: • Mengukur angka prevalensi



• Mudah dan cepat • Sumber daya dan dana yang efisien karena pengukuran dilakukan dalam satu waktu



• Kerjasama penelitian (response rate) dengan desain ini umumnya tinggi.



KELEMAHAN: • Sulit membuktikan hubungan sebab-akibat, karena kedua variabel paparan dan outcome direkam bersamaan.



• Desain ini tidak efisien untuk faktor paparan atau penyakit (outcome) yang jarang terjadi.



Desain Case Control KELEBIHAN: • Dapat membuktikan hubungan sebab-akibat. • Tidak menghadapi kendala etik, seperti halnya penelitian kohort dan eksperimental. • Waktu tidak lama, dibandingkan desain kohort. • Mengukur odds ratio (OR).



KEKURANGAN: • Pengukuran variabel secara retrospektif, sehingga rentan terhadap recall bias.



• Kadang sulit untuk memilih subyek kontrol yang memiliki karakter serupa dengan subyek kasus (case)nya.



Desain Kohort KELEBIHAN: • Mengukur angka insidens. • Keseragaman observasi terhadap faktor risiko dari waktu ke waktu sampai terjadi outcome, sehingga merupakan cara yang paling akurat untuk membuktikan hubungan sebab-akibat. • Mengukur Relative Risk (RR).



• •











KEKURANGAN: Memerlukan waktu penelitian yang relative cukup lama. Memerlukan sarana dan prasarana serta pengolahan data yang lebih rumit. Kemungkinan adanya subyek penelitian yang drop out/ loss to follow up besar. Menyangkut masalah etika karena faktor risiko dari subyek yang diamati sampai terjadinya efek, menimbulkan ketidaknyamanan bagi subyek.



Soal no 246 • Puskesmas A mempunyai cakupan imunisasi rendah, KIA rendah, cakupan pemberian tablet besi rendah. Sering terjadi KLB campak di daerah tersebut. Kepala puskesmas mengadakan program khusus untuk meningkatkan cakupan imunisasi sehingga diharapkan dapat menurunkan KLB campak. Tindakan yang perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan program?



a. b. c. d. e.



Pemantauan Wilayah Setempat Penyelidikan epidemiologi Evaluasi program Lokakarya mini Surveilance



Jawaban: C. Evaluasi program



246. EVALUASI PROGRAM Lagkah-langkah evaluasi program kesehatan: • Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang akan dievaluasi terhadap program yang dievaluasi. • Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan program yang akan dievaluasi. • Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan. • Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil pelaksanaan evaluasi tersebut. • Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan. • Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap program berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.



Jenis Evaluasi Program



Formatif



• Evaluasi yang hasilnya digunakan untuk pengembangan atau perbaikan program tersebut • Biasanya dilakukan saat program masih berjalan



Sumatif



• Evaluasi untuk menilai hasil akhir suatu program • Dilakukan saat program sudah selesai



MONITORING & EVALUASI PROGRAM KESMAS (LOGIC MODEL)



INPUTS



ACTIVITIES



OUTPUTS



OUTCOMES/I M PA C T S



what resources go into a program



what activities the program undertakes



what is produced through those activities



the changes or benefits that result from the program



e.g. number of booklets produced, workshops held, people trained



e.g. increased skills/ knowledge/ confidence, leading in longer-term to promotion, new job, etc.



e.g. money, staff, equipment



e.g. development of materials, training programs



O U TCO ME VS I MPAC T Indikator outcome dan impact sering kali disamakan atau dijadikan sebagai satu kesatuan. Namun pada umumnya indikator outcome lebih menilai luaran jangka pendek dan untuk wilayah setempat, sedangkan indikator impact lebih menilai luaran jangka panjang dan dampak untuk wilayah yang lebih luas. Outcome bersifat dinamis (lebih mudah berubah dibandingkan impact).



Soal no 247 • Puskesmas Angin Mamiri di Sulawesi selatan memiliki program kesehatan sekolah yang salah satunya adalah penyuluhan kesehatan sejak usia dini. Terkait dengan program tersebut, puskesmas mengirim dokter yang berdinas ke TK-TK untuk mengajari kebiasaan cuci tangan. Suatu kali, dokter melakukan edukasi kesehatan di hadapan 50 anak TK Pagi Siang Ceria untuk mencuci tangan. Karena keterbatasan waktu, hanya diberi kesempatan selama 15 menit. Metode promosi kesehatan yang sesuai adalah…



a. b. c. d. e.



Latihan cuci tangan Pemutaran film cara cuci tangan Pemberian foto cara cuci tangan Booklet flyer



Jawaban: B. Pemutaran film cara cuci tangan



247. Alat Bantu Promosi Kesehatan (Menurut Cone of Experience, Edgar Dale)



MEDIA PROMOSI KESEHATAN MASSAL MEDIA PROMOSI KESEHATAN MASSAL • Ceramah umum (public speaking), misalnya pada hari kesehatan nasional, menteri kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesanpesan kesehatan. • Diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik siaran TV maupun radio. • Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan disuatu media massa • Film • Tulisan-tulisan dimajalah atau Koran, baik dalam bentuk artikel maupaun Tanya jawab/ konsultasi tentang kesehatan dan penyakit. • Billboard, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dsb. Contoh : Billboard Ayo ke Posyandu.



Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok (21 tahun menurut UU perlindungan anak/ >18 tahun menurut KKI) dan dalam keadaan sadar. • Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan: – Suami/ istri – Orang tua (pada pasien anak) – Anak – Saudara kandung



Tujuan Informed Consent • Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya. • Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )



• Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily assault ). • Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008: – persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). – Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).



• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah: – Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa. – Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.



Soal no 260 • Di wilayah kerja Puskesmas Rampang Susun, pada suatu hari digemparkan karena temuan sebuah kasus. Seorang pria yang identitasnya diketahui sebagai Tn. Suparmin yang bekerja sebagai pekerja serabutan ditemukan meninggal. Dari hasil anamnesis yang dikumpulkan oleh petugas kesehatan dan kepolisian, didapatkan bahwa pria tersebut abis minum-minum beralkohol dan dicampur umbi-umbian. Maka pria tersebut kemungkinan meninggal karena keracunan…



a. b. c. d. e.



Natrium sianida Sulfur Metanol Etanol CO



Jawaban: A. Natrium sianida



260. TOKSIKOLOGI FORENSIK Intoksikasi



Keterangan



CO



• Lebam mayat berwarna cherry red yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. • Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada korban keracunan CO sampai 72 jam setelah kematian.



Sianida



• terjadi pada kasus bunuh diri dan pembunuhan. • Lebam mayat berwarna Bright red karena tertumpuknya oksigen di jaringan perifer • dapat tercium bau amandel yang patognomonig untuk keracunan CN, dapat tercium dengan cara menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. • Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam mayat berwarna terang • bau amandel yang khas pada waktu membuka rongga dada, perutdan otak serta lambung(bila racun melalui mulut)



Intoksikasi



Keterangan



Arsen



• Kematian akibat keracunan arsen sering tidak menimbulkan kecurigaan karena gejala keracunan akutnya menyerupai gejala gangguan gastrointestinal yang hebat sehingga dapat didiagnosa sebagai suatu penyakit. • Pada pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan(flea bitten appearance). • As2O3 tampak sebagai partikel berwarna putih di lambung.



Alkohol (metanol)



• Bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin, maupun langsung dari darah vena. • Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin ditemukan gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap.



PEMERIKSAAN PADA KASUS KERACUNAN SIANIDA • Pemeriksaan luar: korban mati tercium amandel dengan menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Sianosis pada wajah & bibir, busa keluar dari mulut, & lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. • Pemeriksaan bedah jenasah: dapat tercium bau amandel saat membuka ronga dada, perut & otak serta lambung (bila racun melalui mulut). Darah, otot & penampang organ tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda asfiksia pada organ tubuh.



Pemeriksaan Laboratorium Kasus Keracunan Sianida • Uji kertas saring menggunakan asam pikrat jenuh: Kertas tersebut dicelupkan kedalam darah korban, bila positif berubah menjadi warna merah terang (sianmethemoglobin). • Reaksi Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol): Pada reaksi ini bila hasilnya positif akan membentuk warna biru hijau pada kerta saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapat bila isi lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon sehingga reaksi ini hanya untuk skrining. • Reaksi Prussian Blue: hasil positif menunjukkan endapan larut dan terbetuk warna biru berlin. • Cara Gettler Goldbaum: hasil positif ditunjukkan oleh perubahan warna kertas saring menjadi biru.



Soal no 261-262 • 261. Seorang anak mengalami KLL dan mengalami perdarahan sehingga membutuhkan transfusi darah. Kedua orang tuanya masih di luar kota, sedangkan dari hasil cross-match tidak satupun orang di sekitar tempat tersebut yang cocok dengan darah pasien. Dokter pun mencari darah ke PMI untuk mencari donor yang cocok. Sesuai dengan kode etik apakah tindakan dokter tersebut?



a. b. c. d. e.



Beneficience Non-maleficience Autonomi Justice Altruism



Jawaban: B. Non maleficence



Soal no 262 • Seorang perempuan, 40 tahun, datang ke praktik dokter dengan keluhan keluar darah dari kemaluannya di antara masa haid. Dari hasil pemeriksaan didapatkan uterus berbenjol-benjol dan terdapat beberapa masa berbentuk bulat pada dinding rahimnya. Dokter menganjurkan pasien untuk histerektomi. Akan tetapi, pasien merasa ragu untuk operasi karena sampai sekarang pasien belum dikaruniai seorang anak pun. Apa jenis tindakan dokter yang menyarankan operasi tersebut?



a. b. c. d. e.



Beneficence Maleficence Autonomi Justice Malbeneficence



Jawaban: A. Beneficence



261-262. KAIDAH DASAR MORAL



Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.



Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan •Selain menghormati martabat manusia, (nonmaleficence) dokter juga harus mengusahakan agar pasien • Praktik Kedokteran haruslah memilih yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya pengobatan yang paling kecil risikonya dan (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: •Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap first, do no harm, tetap berlaku dan harus ramah atau menolong, lebih dari sekedar diikuti. memenuhi kewajiban. Keadilan (justice) • Perbedaan kedudukan sosial, tingkat Menghormati martabat manusia (respect ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan for person) / Autonomy kewarganegaraan, status perkawinan, • Setiap individu (pasien) harus diperlakukan serta perbedaan jender tidak boleh dan sebagai manusia yang memiliki otonomi tidak dapat mengubah sikap dokter (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), terhadap pasiennya. • Setiap manusia yang otonominya berkurang • Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian atau hilang perlu mendapatkan utama dokter. perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya kepentingan masyarakat sekitar pasien yang harus dipertimbangkan



Beneficence Kriteria 1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) 2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia 3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter



4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya 5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang 6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia 7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien) 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien



9. Minimalisasi akibat buruk 10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat 11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan 12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran 13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan



14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah 16. Menerapkan golden rule principle



Non-maleficence Kriteria 1. Menolong pasien emergensi : Dengan gambaran sbb : - pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko kehilangan sesuatu yang penting (gawat) - dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut - tindakan kedokteran tadi terbukti efektif - manfaat bagi pasien > kerugian dokter 2. Mengobati pasien yang luka 3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia ) 4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien 5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek 6. Mengobati secara proporsional 7. Mencegah pasien dari bahaya 8. Menghindari misrepresentasi dari pasien 9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian 10. Memberikan semangat hidup 11. Melindungi pasien dari serangan 12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan



Autonomy Kriteria 1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien



2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif) 3. Berterus terang



4. Menghargai privasi 5. Menjaga rahasia pasien 6. Menghargai rasionalitas pasien 7. Melaksanakan informed consent 8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri 9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien 10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan termasuk keluarga pasien sendiri 11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi 12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien 13. Menjaga hubungan (kontrak)



Justice Kriteria 1. Memberlakukan sesuatu secara universal 2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan 3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien 5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi 10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya 12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten 14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah 15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb



Soal no 263-264 • 263. Pada suatu hari, di wilayah kepolisian area Taman Ratu Putri, ditemukan mayat tergantung. Langsung diturunkan oleh warga setempat. Dari keterangan warga, tidak ada yang mengenali identitas korban tersebut. Mayat kemudian dibawa ke instalasi Forensik dan dilakukan pemeriksaan luar. Didapatkan lebam mayat di ujung-ujung ekstremitas, kaku mayat lengkap, namun belum ada pembusukan. Berapa lama kemungkinan waktu kematian pasien sejak mayat ditemukan? •



a. b. c. d. e.



8 jam 8-12 jam 12-24 jam 18-24 jam >24 jam



Jawaban: C. 12-24 jam



Soal no 264 • Seorang mayat laki-laki ditemukan oleh sekelompok pemancing di Sungai Cisadane di area Bogor terapung dalam keadaan telanjang dan sudah membusuk. Temuan tersebut langsung membuat gempar warga, dan dalam waktu singkat mengundang kerumunan penonton kendati tercium bau busuk di tempat kejadian akibat proses pembusukan mayat. Bagian tubuh mana yang paling awal mengalami pembusukan?



a. b. c. d. e.



Duodenum Jejunum Ileum Sekum Kolon ascenden



Jawaban: D. Sekum



263-264. TANATOLOGI Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati Tanda Kematian tidak pasti : 1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit 2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit 3. Kulit pucat 4. Tonus otot menghilang dan relaksasi 5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi 6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan menggunakan air Tanda Kematian Pasti 1. Lebam Mayat (Livor mortis) 2. Kaku Mayat (Rigor mortis) 3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) 4. Pembusukan (decomposition) Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.



TANATOLOGI FORENSIK • Livor mortis atau lebam mayat – terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . – Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. – Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.



Rigor mortis atau kaku mayat • terjadi akibat hilangnya ATP. • Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. • Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. • Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. • Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. • Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.



Penurunan suhu badan • Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. • dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. • Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat. • Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.



Pembusukan mayat (dekomposisi) • Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. • Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain. • RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara: air: tanah = 8:2:1 • Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.



Thanatologi Livor mortis mulai muncul



0



20 mnt



30 mnt



Livor mortis lengkap dan menetap



2 jam



Rigor mortis mulai muncul



6 jam



8 jam



12 jam



Rigor mortis lengkap (8-10 jam)



24 jam



Pembusuk an mulai tampak di caecum



Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.



36 jam



Pembus ukan tampak di seluruh tubuh



PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR MORTIS) Approximate times for algor and rigor mortis in temperate regions Body temperature



Body stiffness



Time since death



warm



not stiff



dead not more than three hours



warm



stiff



dead 3 to 8 hours



cold



stiff



dead 8 to 36 hours



cold



not stiff



dead more than 36 hours



SOURCE: Stærkeby, M. "What Happens after Death?" In the University of Oslo Forensic Entomology [web site]. Available from http://folk.uio.no/mostarke/forens_ent/afterdeath.shtml.



CADAVERIC SPASM • Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer. • Berhubungan dengan kehabisan cadangan glikogen dan ATO yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal



• Dapat terjadi pada semua otot di tubuh akan tetapi biasanya pada grup – grup otot tertentu, misalnya otot lengan atas. • Kepentingan medikolegal adalah menunjukan sikap terakhir masa hidupnya, misalnya tangan menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam ; terjadi sesaat setelah kematian, sebelum onset normal dari rigor mortis.



Cadaveric Spasme atau Rigor Mortis? • Bedakan rigor mortis dengan cadaveric spasme. – Rigor mortis baru terjadi pada 2-4 jam pertama, terjadi secara komplit pada 6-12 jam paska kematian,dan terutama terlihat jelas pada otot – otot kecil. – Cadavaric spasme segera setelah terjadi kematian somatis. Dapat terjadi pada semua otot di tubuh akan tetapi biasanya pada grup – grup otot tertentu.



Bedanya dengan stiffening • Heat stiffening : kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek) – dapat dijumpai pada korban mati terbakar – pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan flexi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude)



• Cold stiffening : kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.



Soal no 265 • Orok laki-laki ditemukan di keranjang sampah, BB 3.500 gram, panjang 50 cm, plasenta masih melekat, lanugo (+), panjang kuku jari melebihi panjang jari tangan dan kaki, testis satu buah. Didapatkan memar pada bibir dan wajah, ujung kuku kebiruan. Paru menutupi rongga dada dengan berat 100 gram, teraba spons dan mengkilap seperti marmer. Pasal apa yang bisa dikenakan pada kasus tersebut?



a. b. c. d. e.



Pasal 285 KUHP Pasal 133 KUHAP Pasal 90 KUHP Pasal 341 KUHP Pasal 342 KUHP



Jawaban: D. Pasal 341 KUHP



265. PEMERIKSAAN MAYAT BAYI Hal yang perlu diperiksa adalah: • Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup bulan untuk dilahirkan? (Untuk membedakan kasus abortus dengan kasus pembunuhan anak) • Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan? (Untuk membedakan kasus stillbirth dengan bayi lahir hidup) • Apakah ada tanda perawatan bayi? (Untuk membedakan kasus infantisida atau pembunuhan) • Apakah penyebab kematian bayi?



Infantisida (Pembunuhan Anak Sendiri) • Infanticide atau pembunuhan anak sendiri adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui orang lain bahwa ia telah melahirkan anak. • Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.



PENGERTIAN PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI Beberapa pengertian dalam unsur PAS 1. Pengertian PEMBUNUHAN harus membuktikan : a. Lahir hidup b. Kekerasan c. Sebab kematian akibat 2. Pengertian BARU LAHIR harus ada penilaian : a. Cukup bulan atau belum, dan berapa usia kehamilan b. Berapa usia pasca lahir c. Laik hidup (viable) atau belum (non-viable)



3. Pengertian TAKUT DIKETAHUI diasosiasikan : a. Belum timbul kasih sayang di ibu kepada anak b. Belum tampak tanda-tanda perawatan anggapan ini ingin mengatakan bahwa adanya perawatan menunjukan telah timbul kasih sayang ibu kepada anaknya sehingga dapat diartikan rasa takut diketahui telah melahirkan hilang



4. Pengertian SI-IBU MEMBUNUH ANAKNYA SENDIRI mengharuskan kita dapat membuktikan apakah mayat anak yang diperiksa adalah anak dari tersangka ibu yang diajukan



UNDANG-UNDANG PASAL-PASAL dalam KUHP yg mengancam kejahatan ini : • pasal 341 KUHP : pembunuhan anak sendiri tanpa rencana (maksimum 7 tahun penjara) • pasal 342 KUHP : pembunuhan anak sendiri dengan rencana (maksimum 9 tahun penjara) • pasal 343 KUHP : orang lain yang melakukannya / turut melakukan (pembunuhan biasa)



UNDANG-UNDANG (2) • pasal 305 KUHP : membuang (menelantarkan) anak dibawah usia 7 tahun ( maksimum 5 tahun 6 bulan) • pasal 306 KUHP : bila berakibat luka berat atau mati (maksimum 7 ½ tahun s/d 9 tahun ) • pasal 307 KUHP : bila pelaku pada pasal 305 KUHP adalah ayah / ibu ditambah sepertiganya • pasal 308 KUHP : ibu membuang anaknya yang baru lahir ( seperdua dari pasal 305 & 306 KUHP ) • pasal 181 KUHP : menyembunyikan kelahiran / kematian ( 9 bulan )



Pemeriksaan dalam kasus Infantisida • Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah: – Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup bulan untuk dilahirkan. – Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan. – Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir. – Apakah bayi sudah pernah dirawat. – Apakah penyebab kematian bayi.



Penentuan Usia Janin (1) • Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas 45 cm, berat badan 2500 – 3500 gram, lingkar kepala lebih dari 34 cm. • Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu menentukan umur bayi dari panjang badan bayi. – Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka taksiran umur bayi adalah Ö20 yaitu antara 4 sampai 5 bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 – 22 minggu kehamilan. – Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang badan (dalam inchi) dibagi 2.



Penentuan Usia Janin (2) • Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati ujung jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau belum. Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga digunakan, karena pada bayi prematur garis-garis tersebut masih sedikit. • Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus testiculorum maka hal ini dapat diketahui dari terabanya testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang telah menutupi labia minora terdapat pada anak yang dilahirkan cukup bulan dalam kandungan si-ibu. • Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.



Penentuan Usia Janin (3) Berdasarkan ukuran lingkaran kepala: • Bayi 5 bulan : 38,5-41 cm • Bayi 6 bulan : 39-42 cm • Bayi 7 bulan : 40-42 cm • Bayi 8 bulan : 40-43 cm • Bayi 9 bulan : 41-44 cm



Penentuan Usia Janin (4) Pusat penulangan diperiksa pada 2 tempat yaitu yaitu pada telapak kaki dan lutut. Berdasarkan pusat penulangan: – – – – – –



Kuboid Distal femur Proksimal tibia Talus Kalkaneus Metatarsal



40 minggu 36 minggu 38 minggu 28 minggu 24 minggu 9 minggu



Kriteria



Bayi viable



Cukup bulan



Usia



> 28 minggu



37 – 42 minggu



Berat badan



> 1000 gr



2500 – 4000 gr



Panjang badan



> 35 cm



46 – 50 cm



Lingkar kepala



> 23 cm



> 30 cm



Lainnya



Tidak ada cacat bawaan



-



https://radiopaedia.org/articles/ossification-centres-of-the-foot



Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati • Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin. Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali pusat. Warna kulit bayi kemerahan. • Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai berikut: – – – –



Adanya udara di dalam paru-paru. Adanya udara di dalam lambung dan usus, Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan Adanya makanan di dalam lambung.



• Penentuan pasti dengan tes apung paru.



Usia Bayi Ekstra Uterin • Udara dalam saluran cerna : sampai lambung atau duodenum (hidup beberapa saat), usus halus (hidup 1-2 jam), usus besar (5-6 jam), rektum (12 jam) • Mekonium dalam kolon (24 jam setelah lahir) • Perubahan tali pusat (tempat lekat membentuk lingkaran kemerahan dalam 36 jam) • Eritrosit berinti hilang dalam 24 jam pertama • Perubahan sirkulasi darah



Tes Apung Paru • Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air. Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan. • Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus, dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong masing-masing paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-potongan kecil. Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan terlihat dalam air.



• Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.



Menentukan Berat Paru Bayi • Jika bayi sudah pernah bernapas, maka berat paru adalah berat badan lahir/35. • Jika bayi belum pernah bernapas, maka berat paru adalah berat badan lahir/70.



Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born •



Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati. Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang lama, atau terjadi accidental strangulasi dimana tali pusat melilit leher bayi waktu dilahirkan.







Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda: – – – – –



Bau mayat seperti susu asam. Warna kulit kemerah-merahan. Otot-otot lemas dan lembek. Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi. Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae berwarna kemerah-merahan. – Alat viseral lebih segar daripada kulit. – Paru-paru belum berkembang.



Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb: • Tubuh masih berlumuran darah, • Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan pusar (umbilicus), • Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air, • Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.



Soal no 266 • Seorang pria bernama Tn Antenatal dengan status penduduk DKI Jakarta telah 13 bulan tidak membayar BPJS mandiri dikarenakan tidak memiliki uang. Akibatnya, pasien dinonaktifkan kepesertaan BPJSnya dan tidak bisa menikmati manfaat serta fasilitas BPJS. Bulan ini pasien berniat untuk mengaktifkan BPJSnya kembali karena telah mendapatkan sumber penghasilan. Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk kembali mengaktifkan kepesertaan BPJS Tn Antenatal?



a. Membayar 12 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta ingin kembali mengaktifkan BPJS b. Membayar 13 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta ingin kembali mengaktifkan BPJS c. Membayar 6 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta ingin kembali mengaktifkan BPJS d. Membayar 13 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta ingin kembali mengaktifkan BPJS+ denda 2,5% e. Membayar 12 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta ingin kembali mengaktifkan BPJS+ denda 2,5% Jawaban: B. Membayar 13 bulan tunggakan + iuran bulan saat peserta ingin kembali mengaktifkan BPJS



266. Perpres no 82 tahun 2018 Pasal 42 • Pada Perpres no 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pasal 42 ayat (1-6) menyatakan: 1. 2.



3.



Dalam hal Peserta dan/ atau Pemberi Kerja tidak membayar luran sampai dengan akhir bulan berjalan maka penjaminan Peserta diberhentikan sementara sejak tanggal 1 bulan berikutnya. Dalam hal pemberi kerja belum melunasi tunggakan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) kepada BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang diberikan. Pemberhentian sementara penjaminan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dan status kepesertaan aktif kembali, apabila Peserta: • telah membayar Iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk waktu 24 bulan; dan • membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin mengakhiri pemberhentian sementara Jaminan.



Perpres no 82 tahun 2018 Pasal 42 4. Pembayaran iuran tertunggak bisa dibayarkan oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta 5. Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan aktif kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) waji b membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan yang diperolehnya. 6. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yaitu sebesar 2,5o/o (dua koma lima persen) dari perkiraan biaya paket Indonesian Case Based Groups berdasarkan diagnosa dan prosedur awal untu k setiap bulan tertunggak dengan ketentuan: – Jumlah bulan tertunggak paling banyaK 12 (dua belas) bulan; dan – besar denda paling tinggi Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).



Soal no 267 • Tn. Sumringah Satir, 45 tahun, datang ke dokter praktek umum dengan keluhan demam selama 3 hari. Dari pemeriksaan dokter menyatakan bahwa itu hanya demam biasa dan hanya diberikan antipiretik. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai penyakit yang dideritanya. Pasien merasa kurang puas dengan penjelasan dokter tersebut kemudian pindah ke dokter lain. Apa yang menjadi hak pasien?



a. Memberikan informasi kepada dokter sejelas-jelasnya b. Memberikan imbalan kepada dokter c. Meminta perlindungan hukum atas profesinya d. Privasi pasien e. Mengikuti semua perintah dan terapi dokter Jawaban: D. Privasi pasien



267. HAK PASIEN (UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992) • • • • • • • • • •







Mendapatkan pelayanan kesehatan optimal /sebaik-baiknya sesuai dengan standar profesi kedokteran. Hak atas informasi yang jelas dan benar tentang penyakit dan tindakan medis yang akan dilakukan dokter/ suster. Hak memilih dokter dan rumah sakit yang akan merawat sang pasien. Hak atas rahasia kedokteran / data penyakit, status, diagnosis dll. Hak untuk memberi persetujuan / menolak atas tindakan medis yang akan dilakukan pada pasien. Hak untuk menghentikan pengobatan. Hak untuk mencari pendapat kedua / pendapat dari dokter lain / Rumah Sakit lain. Hak atas isi rekaman medis / data medis. Hak untuk didampingi anggota keluarga dalam keadaan kritis. Hak untuk memeriksa dan menerima penjelasan tentang biaya yang dikenakan / dokumen pembayaran / bon /bill. Hak untuk mendapatkan ganti rugi kalau terjadi kelalaian dan tindakan yang tidak mengikuti standar operasi profesi kesehatan



Soal no 268 • Di Instalasi Forensik Rumah Sakit Umum Daerah Kota Belalang Kumbang terdapat permintaan pemeriksaan jenazah dari kasus kematian tidak wajar yang sedang ditangani oleh pihak kepolisian. Mayat berjenis kelamin lelaki usia paruh baya. Dokter forensik kemudian melakukan pemeriksaan luar terlebih dahulu. Pada pemeriksaan ditemukan luka bulat dengan pinggiran kotor di area dada setinggi puting. Penyebab terjadinya luka tersebut adalah....



a. b. c. d. e.



Sabit Tombak Pisau Peluru Celurit



Jawaban: D. Peluru



268. LUKA TEMBAK • Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam visum et repertum, tidak dibenarkan menggunakan istilah pistol atau revolver; oleh karena perkataan pistol mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti anak peluru berada dalam silinder yang akan memutar jika tembakan dilepaskan. • Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah; senjata api kaliber 0,38 engan alur ke kiri dan sebagainya.



Luka Tembak Menempel Erat • Luka simetris di tiap sisi • Jejas laras jelas mengelilingi lubang luka • Tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim tattoo



Kelim pada Luka Tembak • Kelim tato: akibat butir mesiu; gambaran bintikbintik hitam bercampur perdarahan, tidak dapat dihapus dengan kain. • Kelim jelaga: akibat asap; gambaran bintik-bintik hitam yang dapat dihapus dengan kain. • Kelim api: akibat pembakaran dari senjata; luka bakar terlihat dari kulit dan rambut di sekitar luka yang terbakar. • Kelim lecet: akibat partikel logam; bentuknya luka lecet atau luka terbuka yang dangkal



Luka Tembak Masuk vs Keluar • Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga, api, partikel logam, minyak pada anak peluru. • Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelimkelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak masuk.



Soal no 269 • Di suatu area Pembuangan Sampah Akhir, seorang pemulung sampah menemukan jasad bayi dalam kardus. Pemulung tersebut langsung melaporkan temuan ini kepada pihak berwajib. Mayat bayi tersebut kemudian dibawa ke RS untuk dilakukan otopsi. Dari pemeriksaan awal didapatkan Panjang badan 45 cm, Lingkar kepala 33 cm, BB 3.500 gram. pada pemeriksaan didapatkan, plasenta dan tali pusat utuh. Bayi ditemukan belum bernapas. Termasuk apa tindakan ini?



a. b. c. d. e.



Abortus provokatus Kriminalis Lahir Mati Infantisid Pembunuhan anak Battered child syndrome



Jawaban: B. Lahir mati



269. INFANTISIDA • Infanticide atau pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui orang lain bahwa ia telah melahirkan anak. • Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.



Pemeriksaan dalam kasus Infantisida • Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah: – Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup bulan untuk dilahirkan. – Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan. – Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir. – Apakah bayi sudah pernah dirawat. – Apakah penyebab kematian bayi.



Penentuan Usia Janin • Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas 45 cm, berat badan 2500 – 3500 gram, lingkar kepala lebih dari 34 cm. • Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu menentukan umur bayi dari panjang badan bayi. – Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka taksiran umur bayi adalah Ö20 yaitu antara 4 sampai 5 bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 – 22 minggu kehamilan. – Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang badan (dalam inchi) dibagi 2.



Penentuan Usia Janin • Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati ujung jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau belum. – Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga digunakan, karena pada bayi prematur garis-garis tersebut masih sedikit.



• Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus testiculorum  terabanya testis pada scrotum, demikian pula labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang telah menutupi • Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.



Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati • Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin. Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali pusat. Warna kulit bayi kemerahan. • Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai berikut: – – – –



Adanya udara di dalam paru-paru. Adanya udara di dalam lambung dan usus, Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan Adanya makanan di dalam lambung.



• Penentuan pasti dengan tes apung paru.



Tes Apung Paru • Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air. Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan. • Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus, dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong masing-masing paru-paru menjadi 12 – 20 potonganpotongan kecil. Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan terlihat dalam air. Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.



Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born • Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati. Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang lama, atau terjadi accidental strangulasi dimana tali pusat melilit leher bayi waktu dilahirkan. • Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari akan terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda: – – – – –



Bau mayat seperti susu asam. Warna kulit kemerah-merahan. Otot-otot lemas dan lembek. Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi. Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae berwarna kemerah-merahan. – Alat viseral lebih segar daripada kulit. – Paru-paru belum berkembang.



Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb: • Tubuh masih berlumuran darah, • Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan pusar (umbilicus), • Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air, • Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.



Soal no 270 • Seorang dokter jaga UGD RS didatangi 2 polisi yang membawa pasien dengan keluhan trauma pada dada, polisi mengatakan pasien adalah korban penganiyaan sekelompok preman. Ternyata, 5 kilometer dari RS telah terjadi kerusuhan yang dipicu akibat penolakan pedagang pasar setempat untuk membayar pungutan liar kepada preman pasar. Kemudian polisi meminta surat keterangan untuk keperluan penyidikan. Dasar hukum dokter untuk memberikan surat keterangan adalah…



a. b. c. d. e.



Pasal 133 ayat 2 KUHAP Pasal 133 ayat 1 KUHAP Pasal 120 KUHAP Pasal 33 KUHAP Pasal 150 KUHAP



Jawaban: B. Pasal 133 ayat 1 KUHAP



270. Visum et Repertum • VeR : keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medik, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan • Pasal 133 KUHAP: 1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. 2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat • Permintaan bantuan kepada dokter sebagai ahli hanya dapat diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas jenis pemeriksaan yang dikehendaki • Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP : yang berwenang meminta keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu



Soal no 271 • Republik Rakyat Cina merupakan negara yang pertama kali terdapat virus Avian Influenza. Penyakit tersebut sebelumnya tidak pernah ditemukan, tetapi sejak terjadi kasus pertama, penyakit ini telah menyebar ke berbagai provinsi di Cina. Sekarang, bahkan beberapa negara juga terserang virus tersebut. Hal ini menyebabkan keresahan di berbagai negara lain yang berdekatan dengan negara-negara yang sekarang terjangkit penyakit ini. Fenomena apakah yang terjadi?



a. b. c. d. e.



Endemi Pandemi Epidemi Sporadik Outbreak



Jawaban: B. Pandemi



271. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT • Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu daerah secara acak dan tidak teratur. Contohnya: kejadian pneumonia di DKI Jakarta. • Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah lain dan hal tersebut terjadi terus menerus. Contohnya: Malaria endemis di Papua.



• Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya memiliki definisi serupa, namun KLB terjadi pada wilayah yag lebih sempit (misalnya di satu kecamatan saja). Indonesia memiliki kriteria KLB berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 (di slide selanjutnya). • Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.



Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010) • Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah • Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya • Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya • Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya • Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya • Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama • Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama



Soal no 272 • Seorang dokter akan melakukan sebuah penelitian eksperimental di suatu Puskesmas terhadap Ibu hamil dengan suplementasi yang berbeda-beda yaitu Fe, Zn, kombinasi Fe+Zn. Efektivitas dapat diperoleh dari pengukuran kadar hemoglobin (gr/dl). Kadar hemoglobin diperoleh dalam 3 kelompok ibu hamil ( ibu hamil dengan suplemen Fe, ibu hamil dengan suplemen Zn, dan ibu hamil dengan kombinasi Fe+Zn). Studi penelitian yang tepat terhadap penelitian diatas adalah...



a. b. c. d. e.



Korelasi pearson ANOVA satu arah T – Independent T – paired Khai kuadrat



Jawaban: B. ANOVA satu arah



272. TABEL UJI HIPOTESIS VARIABEL INDEPENDEN



DEPENDEN



Kategorik



Kategorik



Kategorik (2 kategori)



Numerik



Kategorik (>2 kategori)



Numerik



Numerik



Numerik



U J I S TAT I S T I K



Chi square



U J I A LT E R N AT I F Fisher (digunakan untuk tabel 2x2)* Kolmogorov-Smirnov (digunakan untuk tabel bxk)*



T-test independen



Mann-Whitney**



T-test berpasangan



Wilcoxon**



One Way Anova (tdk berpasangan)



Kruskal Wallis**



Repeated Anova (berpasangan) Korelasi Pearson Regresi Linier



Keterangan: * : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi **: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal



Friedman** Korelasi Spearman**



Langkah Menentukan Uji Statistik • Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik) • Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi persyaratan chi square. • Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.



Soal no 273 • Tn. Alibaba Serenade, seorang pasien laki-laki , 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan demam selama 4 hari dengan mimisan. Setelah diperiksa dengan seksama, dokter memutuskan pasien perlu dirujuk ke RS. Di RS, ternyata pasien didiagnosis DBD grade III dan dirawat 1 minggu setelah itu dikembalikan lagi ke dokter sebelumnya. Cara merujuk pasien seperti ini disebut sebagai rujukan...



a. b. c. d. e.



Kolateral Interval Silang Terpecah Tetap



Jawaban: B. Interval



273. JENIS RUJUKAN • Interval referral: pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya. • Collateral referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja. • Cross referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya. • Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.



Soal no 274 • Peneliti yang merupakan seorang dokter anak ingin melakukan penelitian tentang perkembangan motorik halus pada anak yang tinggal di daerah industrial dan anak yang tinggal di desa. Sumber daya dan materi yang dimiliki cukup baik karena mendapatkan sponsor penelitian dari lembaga nonpemerintah, serta peneliti memiliki waktu yang cukup banyak. Apakah desain penelitian yang paling baik untuk peneliti tersebut?



a. b. c. d. e.



Cross sectional Case control Case study Case series Kohort



Jawaban: E. Kohort



274. DESAIN PENELITIAN Secara umum dibagi menjadi 2: • DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit terbanyak di Puskesmas X. • ANALITIK: mencari hubungan antara paparan dengan penyakit. Misalnya penelitian hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.



Desain Penelitian Desain studi Deskriptif



Analitik



Case report



Observational 1. 2. 3. 4.



Cross-sectional Cohort Case-control Ecological



Experimental Clinical trial Field trial (preventive programmes )



Case series



Cross-sectional



Desain Cross Sectional KELEBIHAN: • Mengukur angka prevalensi • Mudah dan cepat • Sumber daya dan dana yang efisien karena pengukuran dilakukan dalam satu waktu • Kerjasama penelitian (response rate) dengan desain ini umumnya tinggi.



KELEMAHAN: • Sulit membuktikan hubungan sebab-akibat, karena kedua variabel paparan dan outcome direkam bersamaan. • Desain ini tidak efisien untuk faktor paparan atau penyakit (outcome) yang jarang terjadi.



Desain Case Control KELEBIHAN: • Dapat membuktikan hubungan sebab-akibat. • Tidak menghadapi kendala etik, seperti halnya penelitian kohort dan eksperimental. • Waktu tidak lama, dibandingkan desain kohort. • Mengukur odds ratio (OR).



KEKURANGAN: • Pengukuran variabel secara retrospektif, sehingga rentan terhadap recall bias. • Kadang sulit untuk memilih subyek kontrol yang memiliki karakter serupa dengan subyek kasus (case)nya.



Desain Kohort KELEBIHAN: • Mengukur angka insidens. • Keseragaman observasi terhadap faktor risiko dari waktu ke waktu sampai terjadi outcome, sehingga merupakan cara yang paling akurat untuk membuktikan hubungan sebab-akibat. • Mengukur Relative Risk (RR).



KEKURANGAN: • Memerlukan waktu penelitian yang relative cukup lama. • Memerlukan sarana dan prasarana serta pengolahan data yang lebih rumit. • Kemungkinan adanya subyek penelitian yang drop out/ loss to follow up besar. • Menyangkut masalah etika karena faktor risiko dari subyek yang diamati sampai terjadinya efek, menimbulkan ketidaknyamanan bagi subyek.



Soal no 275 • Kejadian obesitas di Amerika lebih sering terjadi pada masyarakat ekonomi ke bawah karena harga junk food di sana lebih murah daripada makanan yang sehat dan bergizi. Hal ini berbeda dengan di Indonesia. Obesitas lebih sering pada masyarakat menengah ke atas, yang beranggapan makan di restoran luar, termasuk Fastfood merupakan bagian dari gaya hidup masyarakat modern yang melambangkan kemapanan ekonomi. Menurut Social Ecological Model, hal ini dipengaruhi oleh apa?



a. b. c. d. e.



Individual level Community level Interpersonal level Social level Level pendapatan



Jawaban: D. Social level



275. SOCIAL ECOLOGICAL MODEL • Social ecological model merupakan strategi yang dibuat oleh CDC sebagai usaha preventif terjadinya penyakit. • Model ini melibatkan : – Individu – Hubungan interpersonal – Komunitas – Faktor sosial dan kebijakan publik http://www.cdc.gov/violenceprevention/overview/social-ecologicalmodel.html



Social Ecological Model



Faktor individu: faktor dalam diri seseorang yang membuatnya lebih rentan mengalami penyakit tertentu. Umumnya yang termasuk dalam faktor ini antara lain usia, pendidikan, pendapatan, riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan, dll. Relationship/ hubungan interpersonal: Menganalisa adanya hubungan interpersonal dengan orang tertentu akan membuat pasien lebih rentan mengalami penyakit. Misalnya broken home meningkatkan risiko penyalahgunaan zat psikoaktif.



Social Ecological Model



Community: Mengeksplorasi komunitas pasien, seperti sekolah, tempat kerja, lingkungan tempat tinggal yang berpotensi meningkatkan kerentanan pasien mengalami sakit. Societal: Faktor sosial secara luas yang mempengaruhi timbulnya penyakit. Faktor ini antara lain meliputi norma sosial dan kultur budaya setempat, kebijakan kesehatan, kebijakan ekonomi, dan politik. http://www.cdc.gov/violenceprevention/overview/social-ecologicalmodel.html



Soal no 276 • Nn. Manis Siapa Yang Punya, berjenis kelamin perempuan, 23 tahun, menjadi pasien di RS swasta. Pasien mengeluh demam selam 4 hari disertai dengan bercak-bercak kemerahan di kulit. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan rumple leed (+), ptekie (+). Pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombosit 75.000/mm3, hematokrit meningkat >20%. Apa media transmisi penyakitnya?



a. b. c. d. e.



Air Makanan Tanah Vektor mekanik Vektor biologis



Jawaban: E. Vektor biologis



276. TRANSMISI PENYAKIT Mode Transmisi TRANSMISI KONTAK Kontak langsung



melalui berciuman, hubungan seksual, dll. Contoh: kasus HIV-AIDS



Kontak tidak langsung



Misalnya melalui gelas minum pada kasus common cold



Droplet



Saat bersin



TRANSMISI VEHIKULUM Air- borne



Penularan melalui droplet lebih dari 1 m, misalnya pada kasus TB, cacar air



Water-borne



Penularan melalui air, misalnya kasus kolera



Food-borne



Penularan melalui makanan, misalnya kasus keracunan



Mode Transmisi Penyakit VEKTOR Mekanik



binatang yang mentransmisikan penyakit di mana patogennya berada di luar tubuh binatang itu dan ditularkan melalui kontak fisik. Contohnya: Lalat membawa bakteri yang dipindahkan ke makanan melalui kontak fisik lalat dengan makanan



Biologis



binatang yang mentransmisikan penyakit di mana patogennya berkembang biak dalam tubuh binatang tersebut. Contohnya: nyamuk Anopheles sebagai biological vector untuk malaria.



Soal no 277 • Seorang dokter umum di pedalaman hutan mendapatkan 30 pasien yang dicurigai kusta. Dokter ini melaporkan ke puskesmas terdekat bahwa ia akan melakukan pemeriksaan pengecatan BTA dari bahan kerokan lesi aktif pada penderita secara massal dan membutuhkan reagen pengecatan BTA untuk pemeriksaan tersebut. Apa jenis rujukan kesehatan yang paling tepat untuk kasus di atas?



a. b. c. d.



Rujukan pengetahuan dari pakar kusta Rujukan sarana dan logistik pemeriksaan BTA Rujukan pasien ke P3M kusta Rujukan spesimen ke laboratorium kesehatan daerah e. Rujukan tenaga kesehatan dari Dinas Kesehatan setempat



Jawaban: B. Rujukan sarana dan logistik pemeriksaan BTA



277. JENIS RUJUKAN • Jenis rujukan secara umum dibagi menjadi 2, yaitu: – Rujukan upaya kesehatan individual – Rujukan upaya kesehatan masyarakat



RUJUKAN UPAYA KESEHATAN PERORANGAN • Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobafan, tindakan operasional dan lain– lain



RUJUKAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT • Rujukan sarana berupa bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.



• Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih lengkap.



• Rujukan tenaga dalam bentuk dukungan tenaga ahli untuk penyidikan, sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, dan lain – lain



• Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas pelayanan.



• Rujukan operasional berupa obat, vaksin, pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan massal, pemeriksaan air minum penduduk dan sebagainya



Soal no 278 • Sebuah lembaga kesehatan nonpemerintah menyelenggarakan sebuah surveilans di area Jakarta Utara tentang infeksi gastrointestinal. Hasil surveilans Disentri Amuba tahun Bulan Januari - Maret 2019 di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara tampak dalam tabel berikut:



Bulan Januari Februari Maret



Rata-rata kasus per Kematian/ jumlah kasus per bulan bulan 20 kasus 0 kematian 25 kasus 1 kematian 19 kasus 0 kematian



Bagaimana pola penyebaran kasus disentri amuba pada data di atas?



a. b. c. d. e.



Mixed Propagated Point-source Intermittent common source Continuous common source



Jawaban: E. Continuous common source



278. POLA EPIDEMI PENYAKIT MENULAR • Common source: satu orang atau sekelompok orang tertular penyakit dari satu sumber yang sama, dibagi menjadi: – Point – Continuous – Intermittent



• Propagated: penyakit menular dari 1 orang ke orang yang lain (sehingga umumnya muncul penyakit baru dengan jarak 1 masa inkubasi).



Point Source Epidemic • Terjadi bila sekelompok orang terpapar sumber penyakit dalam waktu singkat sehingga setiap orang menjadi sakit dalam waktu hampir bersamaan. Contoh: Insidens hepatitis A di Penssylvania yang terjadi akibat sayuran yang mengandung virus hepatitis A yang dikonsumsi pengunjung restoran pada yanggal 6 November.



Continuous Common Source Epidemic • Terjadi bila paparan terjadi pada jangka waktu yang panjang sehingga insidens kasus baru terjadi terus menerus berminggu-minggu atau lebih panjang. Contoh: Paparan air yang mengandung bakteri terjadi terus menerus, sehingga insidens diare terjadi berminggu-minggu.



Intermittent Common Source Epidemic • bila paparan terjadi pada jangka waktu yang panjang tetapi insidens kasus baru terjadi hilang timbul.



Propagated/ Progressive Epidemic • Penularan dari satu orang ke orang lain • Pada penyakit yang penularannya melalui kontak atau melalui vehikulum. • Propagated/progressive pandemic  propagated epidemic yang terjadi lintas negara. Contoh: Kasus campak yang satu ke kasus campak yang lain berjarak 11 hari (1 masa inkubasi).



Mixed Epidemic • Gabungan antara common source epidemic dan propagated epidemic. Contoh: Kasus shigellosis di sebuah festival musik. Awalnya terjadi penularan serempak saat festival berlangsung. Sehingga beberapa hari setelah festival, kejadian shigellosis meningkat sangat tinggi (common source epidemic). Namun satu minggu kemudian, muncul lagi kasus shigellosis karena penularan dari satu orang ke orang lain (propagated epidemic).



Soal no 279 • Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun bernama Coky Handoyo datang ke praktek dokter umum bersama tetangganya dengan keluhan mengalami luka-luka. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan fisik diketahui bahwa anak tersebut sebagai korban child abuse. Tetangganya bercerita hal ini bukan merupakan kali pertama ia menemukan sang anak seperti ini menangis di pojokan gang depan rumahnya. Sebagai dokter, luka jenis apa yang ditemukan pada anak tersebut?



a. Luka akibat benda tumpul b. Luka multiple dengan penyembuhan bervariasi c. Luka bakar karena rokok d. Luka akibat benda tajam e. Luka tembak Jawaban: B. Luka multiple dengan penyembuhan bervariasi



279. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) • KDRT: tiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. • Yang termasuk rumah tangga: – Suami, istri, anak (termasuk anak angkat dan anak tiri) – Orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan poin 1 – Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011



Karakteristik Luka Kasus KDRT • Biasanya datang dengan luka ringan seperti luka memar atau luka lecet. Dapat pula datang dengan keluhan sakit kepala, sakit perut, atau diare, dan keluhan nonspesifik lainnya. • Datang terlambat, dalam arti kejadian sudah satu atau dua hari sebelum mereka ke dokter.



• Dapat terjadi ketidaksinkronan cerita dengan luka yang ditemukan. • Luka multipel yang berbeda umurnya. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011



Soal no 280 • Dua orang anggota polisi sedang bertugas menangani sebuah kasus kematian dengan persangkaan kematian tidak wajar di daerah Cilincing Utara. Korban ditemukan dalam kondisi tenggelam, tubuh sudah hancur dan terurai. Dari kesaksian dan keterangan sekitar, orang-orang tidak dapat mengenalinya identitas korban tersebut. Bagaimana cara untuk mengidentifikasinya?



a. b. c. d. e.



Rekam medik Sidik jari Sidik gigi Superimpos wajah Baju yang dikenakan



Jawaban: C. Sidik gigi



280. IDENTIFIKASI FORENSIK Secara garis besar ada dua metode pemeriksaan, yaitu: • Identifikasi primer: identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibantu oleh kriteria identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu : – Pemeriksaan DNA – Pemeriksaan sidik jari – Pemeriksaan gigi Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan dua sampai tiga metode pemeriksaan dengan hasil positif.



• Identifikasi sekunder: Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi sekunder tidak dapat berdiri sendiri dan perlu didukung kriteria identifikasi yang lain. Identifikasi sekunder terdiri atas cara sederhana dan cara ilmiah. – Cara sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan. – Cara ilmiah yaitu melalui teknik keilmuan tertentu seperti pemeriksaan medis.



Metode Identifikasi Primer • Pemeriksaan Gigi – Pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang dengan pemeriksaan manual, sinar-X, dan pencetakan gigi. Data dibandingkan dengan data ante-mortem



• Pemeriksaan Sidik Jari – Membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante-mortem. Saat ini merupakan pemeriksaan yang diakui tinggi ketepatannya. Dibutuhkan penanganan yang ba terhadap jari tangan jenazah



Metode Identifikasi Primer • DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel. • DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa berubah sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis keturunan ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya. • Pada Kasus-kasus kriminal, penggunaan kedua tes DNA di atas, bergantung pada barang bukti apa yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). – Misalnya, jika ditemukan puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA inti sel yang terdapat dalam epitel bibir karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel dalam bibir ada yang tertinggal di puntung rokok. – Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah kepala spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel di dalamnya. – Jika di TKP ditemukan satu helai rambut maka sampel ini dapat diperiksa. Untuk pemeriksaan DNA mitokondria tidak harus ada akar rambut, cukup potongan rambut. Namun bila akan memeriksa DNA inti sel, harus ada akar rambut karena DNA inti sel terdapat di akar rambut.



Metode Identifikasi Sekunder •















Metode Visual – Memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan. Hanya efektif pada jenazah yang masih dapat dikenali wajah dan bentuk tubuhnya Pemeriksaan Dokumen – Dokumen identifikasi (KTP, SIM, Paspor, dst) yang dijumpai bersama jenazah. Tidak bisa dipastikan kepemilikan dokumen yang ditemukan, sulit diandalkan. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan – Dari ciri-ciri pakaian dan perhiasan yang dikenakan Pemeriksaan Serologis – Menentukan golongan darah jenazah. Tidak khas untuk masing-masing individu







Metode Eksklusi – Terutama pada kecelakaan masal







Identifikasi Medik – Menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata, kelainan/cacat khusus. Termasuk pemeriksaan radiologis (sinar X)



Metode Identifikasi Sekunder • Identifikasi kerangka – Membutikan kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan tinggi badan, ciri khusus, dan deformitas, serta rekonstruksi wajah. Mencari tanda kekerasan pada tulang dan memperkirakan sebab kematian. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan kekeringan tulang.



• Pemeriksaan anatomik – Dilakukan dengan pemeriksaan serologik dan histologik



• Penentuan ras – Dapat dilakukan denan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, tulang panggul. – Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke ras Mongoloid. – Jenis kelamin ditentukan dari tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang, skapula, metakarpal. – Tinggi badan diperkirakan dari panjang tulang tertentu.



Soal no 281-282 • 281. Seorang perempuan yang merupakan seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta terkenal di Jakarta, berusia 22 tahun, mengaku telah diperkosa oleh pacarnya. Korban melapor pada polisi dan dibawa ke RS untuk dilakukan pemeriksaan kejahatan susila. Dari pemeriksaan didapatkan bercak sperma yang masih bergerak. Dengan metode apa hasil pemeriksaan tersebut bisa ditemukan?



a. b. c. d. e.



Mikroskopik tanpa pewarnaan Pewarnaan malachite Green Metode pemeriksaan Florence Pewarnaan Baechii Metode pemeriksaan Berberio



Jawaban: A. Mikroskopik tanpa pewarnaan



Soal no 282 • Seorang wanita, 33 tahun, ditemukan tewas di kamar hotel dengan kondisi tanpa busana. Korban ditemukan oleh Bell Boy yang hendak membersihkan kamar hotel. Manajemen hotel kemudian menghubungi kepolisian. Olah TKP yang dilakukan penyidik menemukan bercak kering yang dicurigai air mani di atas bed cover. Polisi curiga kasus ini berkaitan dengan kejahatan seksual. Apakah pemeriksaan awal yang perlu dilakukan?



a. b. c. d. e.



Tes metode visual Tes metode odor Tes dengan sinar UV Analisis sperma Analisis kekentalan bercak



Jawaban: A. Tes metode visual



281-282. PEMERIKSAAN DALAM KASUS KEJAHATAN SEKSUAL PEMERIKSAAN SEMEN Pemeriksaan visual



Pada pakaian, bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Dan Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan.



Perabaan dan penciuman



Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau bau ikan



Ultraviolet (UV)



Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.



PEMERIKSAAN KIMIAWI Metode Florence Cairan vaginal atau bercak mani yang sudah dilarutkan, ditetesi larutan yodium (larutan Florence) di atas objek glass Hasil yang diharapkan: kristal-kristal kholin peryodida tampak berbentuk jarum-jarum / rhomboid yang berwarna coklat gelap



Metode Berberio Cairan vagina atau bercak semen yang sudah dilarutkan, diteteskan pada objek glass, lalu ditambahkan asam pikrat dan diamati di bawah mikroskop. Hasil yang diharapkan: Kristal spermin pikrat akan terbentuk rhomboik atau jarum yang berwarna kuning kehijauan. Fosfatase asam



Dapat dilakukan pada cairan vagina dan pada bercak semen di pakaian. Hasil yang diharapkan: warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik, berarti asam fosfatase berasal dari prostat.



PEMERIKSAAN KIMIAWI



Metode PAN



Bercak pada pakaian diekstraksi dengan cara menempelkan kertas saring Whatman no.2 yang dibasahi dengan aquadest, selama 10 menit. Hasil positif menunjukkan warna merah jambu.



PEMERIKSAAN CAIRAN MANI Sampel : 1. Forniks posterior vagina Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence 2. Bercak pada pakaian Pemeriksaan Taktil, Visual, Sinar UV, Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence



Pemeriksaan Sperma • Pemeriksaan Sperma tanpa pewarnaan – Tujuan: Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. – Sperma didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4 – 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari.



Pemeriksaan Sperma • Pemeriksaan dengan pewarnaan – Bila sediaan dari cairan vagina, dapat diperiksa dengan Pulas dengan pewarnaan gram, giemsa atau methylene blue atau dengan pengecatan Malachite-green. – Bila berasal dari bercak semen (misalnya dari pakaian), diperiksa dengan pemeriksaan Baechii. Hasil: spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor berwarna biru muda terlihat banyak menempel pada serabut benang



Pewarnaan Malachite Green • Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak berwarna ungu, bagian hidung merah muda. • Dikatakan positif, apabila ditemukan sperma paling sedikit satu sperma yang utuh.



Pewarnaan Baechii • Reagen dapat dibuat dari : Acid fuchsin 1 % (1 ml), Methylene blue 1 % (1 ml), Asam klorida 1 % (40 ml). • Hasil : Serabut pakaian tidak berwarna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor berwarna biru muda terlihat banyak menempel pada serabut benang.



Peran Dokter dalam Kasus Kejahatan Seksual Untuk membuktikan: • Ada/tidaknya bukti persetubuhan, dan kapan perkiraan terjadinya • Ada/tidaknya kekerasan pada perineum dan daerah lain (termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak berdaya) → toksikologi • Usia korban (berdasarkan haid, dan tanda seks sekunder) • Penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan • kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana Dokter tidak melakukan pembuktian adanya pemerkosaan



Soal no 283 • Laki-laki, 30 tahun, datang memeriksakan diri karena batuk > 2 minggu, dilakukan pemeriksaan sputum BTA (+). Dokter di puskesmas lalu memberikan surat keterangan sakit dengan tidak menuliskan jumlah hari istirahat dan keterangan alasan sakit. Beberapa hari kemudian, polisi datang dan menanyakan kepada dokter kenapa memberikan surat keterangan sakit karena pasien merupakan tersangka yang mangkir dari pemeriksaan korupsi karena alasan sakit dan sudah lebih 15 hari. Polisi lalu meminta rekam medis pasien. Tindakan apa yang harus dilakukan dokter?



a. Meminta kepada polisi surat keterangan permintaan bukti/permintaan rekam medis b. Memberitahu yang sebenarnya kepada polisi bahwa tidak menuliskan keterangan dan hari istirahat c. Tidak memberikan keterangan dan rekam medis d. Memberikan keterangan palsu e. Memberikan rekam medis sesuai yang diminta untuk kepentingan hukum



Jawaban: A. Meminta kepada polisi surat keterangan permintaan bukti/permintaan rekam medis



283. RAHASIA MEDIS • Sesuai dengan UU Rumah Sakit pasal 38: • Yang dimaksud dengan “rahasia kedokteran” adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan dokter gigi dalam rangka pengobatan dan dicatat dalam rekam medis yang dimiliki pasien dan bersifat rahasia.



Wajib Simpan Rahasia Kedokteran • Dasar hukum – PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran tgl 21 mei 1966. – Pasal 55 undang-undang no 23/1992 – Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang REKAM MEDIS: “rekam medis merupakan berkas yang wajib disimpan kerahasiaannya” – PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 ttg Rahasia Kedokteran



Yang Berhak Terhadap Isi Rekam Medis • PASIEN Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada: 1. Keluarga pasien, atau 2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga pasien, atau 3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga pasien



Pengecualian Wajib Simpan Rahasia Kedokteran PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10: • Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal : – untuk kepentingan kesehatan pasien – memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan. – Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri – Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundangundangan – Untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien".



PEMBUKAAN RAHASIA MEDIS PERMENKES NO.36 TAHUN 2012 PASAL 5: • Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Yang Dimaksud Kepentingan Kesehatan Pasien Pasal 6 Kesehatan pasien meliputi: • Kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan pasien; dan • Keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan. o Dilakukan dengan persetujuan dari pasien o Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya



Yang Dimaksud Untuk Penegakan Hukum Pasal 7 • Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan. • Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum, keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis. • Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang berwenang. • Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar perintah pengadilan atau dalam sidang pengadilan, maka rekam medis seluruhnya dapat diberikan.



Soal no 284 • Anak laki-laki, 15 tahun, anggota klub renang di SMP Jauh Dekat, ditemukan meninggal ketika sedang latihan renang. Untuk memastikan ada tidaknya penyebab kematian yang tidak wajar, korban dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan autopsi. Pada pemeriksaan visum luar didapatkan tubuh basah, washer women hand, cutis anserine, dan tidak ditemukan bintik perdarahan, tidak ditemukan darah gelap dan encer. Mekanisme kematian adalah...



a. b. c. d. e.



Asfiksia Tenggelam Cadaveric spasm Reflex vagal Trauma medulla spinalis



Jawaban: D. Reflex vagal



284. TIPE TENGGELAM • Tipe Kering (Dry drowning): – akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tibatiba kedalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas. – Banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol  tidak adausaha penyelamatan diri saat tenggelam.



• Tipe Basah (Wet drowning) – terjadi aspirasi cairan – Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru. Air bergerak dengan cepat ke membran kapiler alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya kemampuan paru untuk mengembang.



Tipe Tenggelam • Secondary drowning/near drowning – Korban masih hidup atau masih bisa diselamatkan saat hampir tenggelam. Namun setelah dilakukan resusitasi selama beberapa jam, akhirnya korban meninggal.



• Immersion syndrome – Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air yang sangat dingin – Akibat refleks vagal



Berdasarkan Lokasi Tenggelam AIR TAWAR • Air dengan cepat diserap dalam jumlah besar hemodilusi  hipervolemia dan hemolisis massif dari selsel darah merah  kalium intrasel akan dilepas  hiperkalemia  fibrilasi ventrikel dan anoksia yang hebat pada miokardium.



AIR LAUT • Pertukaran elektrolit dari air asin ke darah  natrium plasma meningkat  air akan ditarik dari sirkulasi  hipovolemia dan hemokonsentrasi  hipoksia dan anoksia



Tanda Tenggelam (Wet Drowning) Tanda korban masih hidup saat tenggelam: • Ditemukannya tanda cadaveric spasme • Perdarahan pada liang telinga • Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang air) pada saluran pernapasan dan pencernaan • Adanya bercak paltouf di permukaan paru • Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri berbeda • Ditemukan diatome • Adanya tanda asfiksia • Ditemukannya mushroom-like mass



ASFIKSIA • Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru.



Pemeriksaan Luar Post Mortem Asfiksia • Luka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2. • Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat. • Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar HbCO2.. • Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.



Pemeriksaan Dalam Post Mortem • Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik. • Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair. • Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid. • Busa halus di saluran pernapasan. • Edema paru. • Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada luka.



Asfiksia vs Vagal Reflex • Secara umum, yang sering kali menjadi mekanisme kematian (terutama pada kasus tenggelam) adalah asfiksia dan vagal reflex. • Refleks vagal terjadi sebagai akibat rangsangan pada nervus vagus pada corpus caroticus (carotid body) di percabangan arteri karotis interna dan eksterna yang akan menimbulkan bradikardi dan hypotensi  menyebabkan sudden cardiac arrest. • Tidak ada pemeriksaan yang khas yang ditemukan pada vagal reflex. Oleh karena itu, secara sederhana umumnya disimpulkan bila tidak ada tanda asfiksia yang ditemukan, maka mekanisme kematian adalah karena vagal reflex.



Soal no 285 • Seorang pasien A datang kepada dokter dengan dibawa keluarganya ke RS dalam keadaan kesakitan berat. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter memutuskan untuk melakukan operasi appendiktomi beberapa jam kemudian. Tak lama kemudian, datang pasien B dengan keluhan yang sama dan juga membutuhkan operasi yang sama. Namun, dikarenakan pasien B berani membayar lebih besar maka dokter mengutamakan untuk memulai operasinya terlebih dahulu. Apa kaidah bioetik yang dilanggar dokter tersebut?



a. b. c. d. e.



Otonomi Justice Beneficience Non Malaficence Prima facie



Jawaban: B. Justice



285. KAIDAH DASAR MORAL



Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.



Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan •Selain menghormati martabat manusia, (nonmaleficence) dokter juga harus mengusahakan agar pasien • Praktik Kedokteran haruslah memilih yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya pengobatan yang paling kecil risikonya dan (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: •Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap first, do no harm, tetap berlaku dan harus ramah atau menolong, lebih dari sekedar diikuti. memenuhi kewajiban. Keadilan (justice) • Perbedaan kedudukan sosial, tingkat Menghormati martabat manusia (respect ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan for person) / Autonomy kewarganegaraan, status perkawinan, • Setiap individu (pasien) harus diperlakukan serta perbedaan jender tidak boleh dan sebagai manusia yang memiliki otonomi tidak dapat mengubah sikap dokter (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), terhadap pasiennya. • Setiap manusia yang otonominya berkurang • Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian atau hilang perlu mendapatkan utama dokter. perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya kepentingan masyarakat sekitar pasien yang harus dipertimbangkan



Beneficence Kriteria 1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) 2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia 3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter



4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya 5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang 6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia 7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien) 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien



9. Minimalisasi akibat buruk 10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat 11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan 12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran 13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan



14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah 16. Menerapkan golden rule principle



Non-maleficence Kriteria 1. Menolong pasien emergensi : Dengan gambaran sbb : - pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko kehilangan sesuatu yang penting (gawat) - dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut - tindakan kedokteran tadi terbukti efektif - manfaat bagi pasien > kerugian dokter 2. Mengobati pasien yang luka 3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia ) 4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien 5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek 6. Mengobati secara proporsional 7. Mencegah pasien dari bahaya 8. Menghindari misrepresentasi dari pasien 9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian 10. Memberikan semangat hidup 11. Melindungi pasien dari serangan 12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan



Autonomy Kriteria 1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien



2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif) 3. Berterus terang



4. Menghargai privasi 5. Menjaga rahasia pasien 6. Menghargai rasionalitas pasien 7. Melaksanakan informed consent 8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri 9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien 10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan termasuk keluarga pasien sendiri 11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi 12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien 13. Menjaga hubungan (kontrak)



Justice Kriteria 1. Memberlakukan sesuatu secara universal 2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan 3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien 5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi 10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya 12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten 14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah 15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb



Prinsip Prima Facie • Dalam menghadapi pasien, sering kali dokter diperhadapkan pada dilema etis, di mana terjadi “tabrakan” antar kaidah dasar moral pada kasus tersebut. • Prima facie: dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter”absah” sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi konkrit terabsah. • Contoh keadaan yang membutuhkan prinsip prima facie: pasien dengan Hb 5 g/dl. Dokter menyatakan bahwa pasien harus transfusi darah segera. Tetapi pasien menganut kepercayaan bahwa tidak boleh menerima bagian tubuh dari manusia lain sama sekali.



THT - KL



Soal no 286 • Anak Yakuza Susumaru, laki-laki, usia 12 tahun, dengan riwayat mengorek kuping dengan cotton bud, dibawa ibunya karenya nyeri telinga kanan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan liang telinga kanan hiperemis, edema, dan nyeri tekan tragus. Ada furunkel kecil di liang telinga sebelah kanan, Membran timpani dan refleks cahaya AD normal. Pemeriksaan telinga kiri dalam batas normal. Tatalaksana yang tepat diberikan pada pasien ini adalah…



a. b. c. d. e.



Polimiksin B Steroid Nistatin Karbogliserin H2O2



Jawaban: A. polimiksin B



286. Otitis Externa Tanda OE: Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan. • Otitis externa sirkumskripta (furuncle) – Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus – Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg terobstruksi – Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak ada jaringan penyambung di bawah kulit  sangat nyeri – Th/: AB topikal, analgetik topikal. Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Otitis Externa • Otitis eksterna difus (swimmer’s ear) – Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli. – Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh – Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan (+), eksudasi – Jika edema berat  pendengaran berkurang – Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik – AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B, neomycin, chloramphenicol, gentamicin, & tobramycin. – Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan spektrum luas untuk patogen otitis eksterna. Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Otitis Externa • Malignant otitis externa (necrotizing OE) – Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais. – OE dapat menjadi selulitis, kondritis, osteitis, osteomielitis  neuropati kranial. – Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah tampak di posteroinferior sambungan kartilago dengan tulang, di 1/3 dalam.



– Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri, sekret (+), & pembengkakan liang telinga. – Th/: antibiotik topikal & sistemik, debridemen agresif. Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Otitis Externa



Soal no 287 • Laki-laki usia 45 tahun datang dengan keluhan hidung terasa buntu pada kedua sisi sejak 2 bulan. Pasien memiliki riwayat bersin-bersin di pagi hari dan bersin jika menyapu halaman rumah. Pasien menyangkal adanya penyakit asma dan eksim. Adik pasien menderita asma. Pada pemeriksaan didapatkan massa berwarna putih keabuan pada kedua sisi, sekret jernih. Apakah diagnosis pasien tersebut?



a. b. c. d. e.



Rhinitis alergika intermitten ringan Rhinitis alergika persisten ringan Polip nasi bilateral Tumor nasi bilateral Rhinosinusitis bilateral



Jawaban: C. polip nasi bilateral



287. Polip Nasal • Polyp is a white-greyish soft tissue containing fluid within nasal cavity, which is caused by mucosal inflammation. • Nasal polyps do not occur in children except in the presence of cystic fibrosis. • Symptoms & signs: – nasal obstruction, nasal discharge, hyposmia, sneezing, pain, frontal headache. – Rhinoscopy: pale mass at meatus medius, smooth & moist, pedunculated and move on probing.



• Therapy:



– Corticosteroid (eosinophilic polyp has good response compared with neutrophilic polyp) – polipectomy if no improvement.



Hidung Tersumbat



Soal no 288-289 • 288. Tn. Selesma Dolorosa, seorang laki-laki, usia 32 tahun mengeluh hidung buntu, batuk pilek. Riwayat sering batuk pilek. Pasien memiliki riwayat asma sejak kecil. Saat ini keluhan asma terkontrol, terakhir kambuh adalah 1 tahun yang lalu. Tetapi keluhan hidung tersumbat ini sering muncul setidaknya 2 hari dalam seminggu. Pemeriksaan fisik didapatkan adalah konka pucat dan edema. Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah…



a. b. c. d. e.



Rinitis akibat deviasi septum Polip hidung Rhinitis alergika Rinosinusitis Tonsilofaringitis



Jawaban: C. Rinitis alergika



Soal no 289 • Wanita, 32 tahun, berobat ke dokter keluarga dengan keluhan hidung sering gatal-gatal dan bersin-bersin sejak 1 tahun yang lalu. Setiap setelah bersin akan diikuti keluarnya ingus encer dan hidung tersumbat. Keluhan tersebut membuat pasien sulit berkonsentrasi sehingga mengganggu pekerjaan. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan cavum nasi sempit, konka edema, mukosa licin, sekret mukoid. Apa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan utk menunjang diagnosis?



a. b. c. d. e.



Skin prick test IgE Hitung sel mast Hitung eosinophil Darah rutin



Jawaban: A. skin prick test



288-289. Hidung Tersumbat Diagnosis



Clinical Findings



Rinitis alergi



Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.



Rinitis vasomotor



Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu: asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.



Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak & mukopurulen.



Rinitis atrofi / ozaena



Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior, sekret & krusta hijau.



Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan medikamentosa vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



288-289. Rinitis Alergi



Rinitis Alergi



Allergic rhinitis management pocket reference 2008



Rinitis Alergi



Rinitis Alergi



Rinitis Alergi



Soal no 290 • Tn. Susilo bambang Haryo, Laki-laki, 22 tahun, mengeluh hidung buntu kanan dan kiri berpindah-pindah tergantung posisi disertai ingus. Keluhan timbul bila pasien terpapar asap rokok, debu, dan juga saat perubahan cuaca. hal ini mengganggu pasien ketika keluhan kambuh. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema dan konka merah gelap. Diagnosis pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Rinitis alergi Rinitis vasomotor Rinitis medikamentosa Rinitis tuberkulosa Rinitis difteri



Jawaban: B. rinitis vasomotor



290. Hidung Tersumbat Diagnosis



Clinical Findings



Rinitis alergi



Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.



Rinitis vasomotor



Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu: asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.



Rinitis hipertrofi



Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak & mukopurulen.



Rinitis atrofi / ozaena



Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior, sekret & krusta hijau.



Rinitis medikamentosa



Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Rhinitis vasomotor • Definisi : – keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, hormonal atau pajanan obat



• Etiologi : – belum diketahui; Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik seperti asap, bau, alkohol, suhu, makanan, kelembaban, kelelahan, emosi/stress



• Diagnosis: – riw. hidung tersumbat ber gantian kiri dan kanan, tergantung posisi pasien disertai sekret yang mukoid atau serosa yang dicetuskan oleh rangsangan non spesifik



• Rinoskopi anterior: – Edema mukosa hidung, konka merah gelap atau merah tua dengan permukaan konka dapat licin atau berbenjol (hipertrofi) disertai sedikit sekret mukoid



Rinitis Vasomotor • Rinitis non imunologis • Ditandai dengan gejala obstruksi nasal, rinorea, dan kongesti. • Gejala dieksaserbasi oleh bau tertentu (parfum, asap rokok, cat semprot, tinta), alkohol, makanan pedas, emosi, dan faktor lingkungan seperti suhu dan perubahan tekanan udara. • Diduga disebabkan peningkatan aktivitas kolinergik (hidung berair) dan peningkatan sensitivitas neuron nosiseptif (obstruksi nasal) • Pemeriksaan penunjang  menyingkirkan diagnosis lain. Vasomotor Rhinitis. Am Fam Physician.



Rhinitis Vasomotor • Penunjang: – Eosinofilia ringan, tes alergi hasil (-)



• Managemen – Menghindari stimulus – Simptomatis: dekongestan oral, kortikosteroid topikal, antikolinergik topikal, – kauterisasi konka, cuci hidung) – Operasi (bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi) – Neurektomi nervus vidianus apabila cara lain tidak berhasil



Rinitis Vasomotor: Tatalaksana • Tatalaksana Rinitis vasomotor didasarkan pada keluhan yang dominan: – Rhinorea + bersin + congesti nasal +PND akan diberikan antihistamin topical. – Rhinorea saja akan diberikan antikolinergik topical. – Congesti nasal + obstruksi nasal akan diberikan antiinflamasi topical (kortikosteroid topical). – Cell mast stabilizer (sodium cromolyn) dipakai bila antihistamin topical dan antikolinergik topical tidak memberikan respon adekuat. Vasomotor Rhinitis. Am Fam Physician.



Soal no 291 • Anak Hophop Hulahop, laki-laki, usia 9 tahun, dibawa ke Klinik Sumber Rezeki, datang dengan keluhan pendarahan hidung sejak 20 menit yang lalu. Sebelumnya tidak ada riwayat trauma. Kondisi pasien stabil dengan status generalis dan tanda vital yang normal. Pemeriksaan rinoskopi anterior tampak pendarahan pada agger nasi. Penatalaksanaan awal adalah…



a. b. c. d. e.



Pemasangan tampon dengan epinefrin Pemasangan tampon anterior selama 4 hari Pemasangan tampon posterior Pemasangan tampon Bellocq Penjahitan sumber pendarahan



Jawaban: A. pemasangan tampon anterior dengan epinefrin



Soal no 292 • Tn. Jojo Milarbu, Laki-laki, 44 tahun, datang ke klinik setempat untuk berobat. Pasien mengeluh keluar darah dari kedua hidung. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM. Pada pemeriksaan fisik TD 200/100 mmHg. Pada rinoskopi anterior tampak pendarahan aktif, pada rinoskopi posterior tampak darah mengalir ke faring. Tatalaksana yang tepat pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Suctioning Tampon anterior Tampon posterior Ligasi arteri Kauterisasi



Jawaban: C. tampon posterior



291-292. Epistaksis Penatalaksanaan • Perbaiki keadaan umum – Nadi, napas, tekanan darah



• Hentikan perdarahan – Bersihkan hidung dari darah & bekuan – Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin 1/5000-1/10000 atau lidokain 2% – Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan



• Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi – Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah, kelainan kongenital



Epistaksis • Epistaksis anterior: – Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis anterior – Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah dihentikan. – Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan pembuluh darah & menghentikan perdarahan. – Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.



Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Epistaksis • Epistaksis Posterior – Perdarahan berasal dari a. ethmoidalis posterior atau a. sphenopalatina, sering sulit dihentikan. – Terjadi pada pasien dengan hipertensi atau arteriosklerosis. – Terapi: tampon bellocq/posterior selama 2-3 hari. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Soal no 293 • Laki-laki, 15 tahun, datang dengan keluhan telinga gatal dan pendengaran menurun. Pasien mengaku sering berenang dan mengorek telinga dengan kapas lidi. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal, pada otoskopi tampak gumpalan putih. Diagnosis pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



OMA OME Otitis eksterna OMSK OMK



Jawaban: C. Otitis eksterna



293. Otomikosis (Fungal Otitis Externa) • The infection may be either sub acute or acute and is characterized by inflammation, pruritis, scaling and severe discomfort. • The mycosis results in inflammation, superficial epithelial masses of debris containing hyphae, suppuration and pain. • In addition, symptoms of hearing loss and aural fullness are as a result of accumulation of fungal debris in the canal.



Pak J Med Sci. 2014 May-Jun; 30(3): 564–567.



Otomikosis (Fungal Otitis Externa)



Tatalaksana Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5% atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Otomikosis (Fungal Otitis Externa)



• Univariate analysis showed that the predisposing factors for otomycosis were: – frequent swimming in natural or artificial pools (Relative Risk (RR) 3.7; CI 1.7-8.1), – daily ear cleaning (RR 3.5; CI 1.8-6.8) and – excessive use of eardrops containing antibiotics and corticoids (RR = 9.3; IC95% = 4.3-20.1).



• The most common etiologic agents were: – Aspergillus flavus (20.4%), Candida albicans (16.3%), Candida parapsilosis (14.3%), & Aspergillus niger (12.2%).



Soal no 294 • Seorang anak laki-laki, usia 6 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri di telinga kanan sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh hidung tersumbat dan pilek sejak 1 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, gambaran kanalis aurikularis eksterna lapang, membran timpani intak dan hiperemis. Apakah tatalaksana terbaik pada kasus di atas?



a. b. c. d. e.



Antibiotik dan mastoidektomi Antibiotik, analgetik, dekongestan Analgetik, steroid, dan miringoplasti Analgetik, antibiotik, steroid Steroid dan miringoplasti



Jawaban: B. analgetik, antibiotik, dekongestan



294. Otitis Media Otitis Media Akut • Etiologi: Streptococcus pneumoniae 35%, Haemophilus influenzae 25%, Moraxella catarrhalis 15%. 



Perjalanan penyakit otitis media akut: 1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram. 2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema. 3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran



timpani membonjol. 4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang. 5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali normal. Jika perforasi  sekret berkurang. 1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Otitis Media Otitis Media Akut • Th: – Oklusi tuba: utamanya dekongestan topikal (ephedrin HCl) – Presupurasi: AB minimal 7 hari (ampicylin/amoxcylin/ erythromicin) & dekongestan topikal & analgesik. – Supurasi: AB sistemik, miringotomi. – Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB sistemik – Resolusi: jika sekret tidak berhenti AB dilanjutkan hingga 3 minggu.



Hyperaemic stage



Suppuration stage 1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Soal no 295 • Tn. Kamikura Tanaka, Laki-laki, 20 tahun, mengeluh telinga terasa penuh dan pendengaran berkurang. Tidak ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Pasien juga tidak merasakan adanya nyeri. Pasien mengaku keluhan bertambah ketika ia berenang. Pasien mengorek telinganya dengan cotton bud tetapi keluhan semakin bertambah. Apa diagnosis yang paling mungkin untuk kasus di atas?



a. b. c. d. e.



OE diffusa OE sirkumkripta OMA OMSK Serumen obturans



Jawaban: E. serumen obturans



295. Serumen Obturans • Serumen adalah produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Biasanya ditemukan pada sepertiga liang telinga bagian depan. • Konsistensi serumen bisa lunak dan keras, dipengaruhi oleh faktor keturunan, iklim, usia dan keadaan lingkungan. • Gumpalan serumen (sermen plug) dapat menyebabkan gangguan berupa tuli konduktif. • Serumen plug dapat terjadi ketika telinga masuk air (mandi, berenang) dan menyebabkan serumen mengembang sehingga menimbulkan gangguan pendengaran dan rasa tertekan pada telinga.



Serumen Obturans • An anatomic deformity and an increased number of hairs in the external auditory canal, as well as physical barriers to natural wax extrusion (e.g., cotton swabs, hearing aids, earplug-type hearing protectors) have been associated with an increased incidence of cerumen impaction http://www.aafp.org/afp/2007/0515/p1523.html



• Serumen obturans adalah serumen yang tidak berhasil dikeluarkan dan menyebabkan sumbatan pada kanalis akustikus eksternus. • Menimbulkan tuli konduktif. • Serumen dilunakkan terlebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari.



• Metode ekstraksi serumen disesuaikan dengan konsistensinya: – Lembek: dengan lilitan kapas – Keras: dengan pengait atau kuret. Bila tidak berhasil, dilunakkan dulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari.



Serumen Prop



Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.



• Pengobatan: – Serumen yang lembek: dapat langsung dibersihkan dengan kapas – Serumen yang keras dapat dikeluarkan dengan pengait atau kuret. Namun apabila kondisinya keras dapat dicairkan dengan tetes karbogliserin 10% selama tiga hari.



Tatalaksana Serumen Prop Konservatif • Edukasi pasien untuk tidak menggunakan cutton bud saat membersihkan serumen. Serumen akan semakin terdorong ke dalam dengan penggunaan cutton bud



Cairan melunakkan serumen terbagi menjadi 3 jenis yaitu, – water-bassed, oil-based, dan non-water non-oil based. – Dari penelitian, tidak ada yang lebih superior dari ketiga jenis tersebut. – Diberikan maksimal selama 2 minggu. Bila gejala obstruksi tidak membaik, dilanjutkan dengan manual removal atau irigasi



Irigasi telinga (spooling) • Dilakukan dengan memasukkan cairan (air hangat) dengan tekanan ke dalam liang telinga untuk mengeluarkan serumen. • Saat dilakukan prosedur, dinilai tekanan pada membran timpani (memasukkan pressure-control device) meminimalisasi risiko perforasi. • Kontraindikasi: riwayat perforasi membran timpani, riwayat nyeri saat irigasi, riwayat operasi telinga tengah. • Hati-hati: pada pasien dengan riwayat mastoidektomi (struktur anatomi berubah, nervus fasialis, kanalis semisrkularis dapat terekspos)



• Mechanical wax removal under vision – Menggunakan operating microscope dan pasien dalam keadaan sadar. Serumen akan dievakuasi menggunakan suction, forcep (crocodile forcep), atau aplikator khusus – Kontraindikasi relatif: tidak dapat memvisualisasi kanalis aurikulariss, riwayat tinitus yang dieksasebasi (saat disuction), serumen keras, pasien tidak kooperatif – Hati-hati: pada pasien dengan riwayat mastoidektomi (struktur anatomi berubah, nervus fasialis, kanalis semisrkularis dapat terekspos)



Soal no 296 • Seorang laki-laki berumur 57 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan hidung tersumbat dan berair sejak 3 tahun ini. Pasien mengkonsumsi obat reserpine dan methyldopa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, rhinoskopi anterior tampak mukosa edematous. Apakah penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini?



a. b. c. d. e.



Antihistamin dan nasal dekongestan Konkoplasti dan steroid Septoplasti dan antibiotika Antibiotika dan steroid Steroid dan analgetika



Jawaban: A. antihistamin dan nasal dekongestan



296. Drug Induced Rhinitis • Rhinitis akibat obat-obatan digolongkan dalam drug induced rhinitis, yang bisa disebabkan olehdibagi menjadi: – Rhinitis medicamentosa • Nasal decongestant sprays • Intranasal cocaine



– Systemic medication-induced rhinitis • • • •



Oral contraceptives Erectile dysfunction drugs Some antihypertensives Aspirin and other NSAIDs (more prevalent among patients with asthma and/or chronic rhinosinusitis with nasal polyposis) • Some antidepressants • Some benzodiazepines Clinical & Experimental Allergy, 40, 381–384 | Uptodate. 2019



296. Drug Induced Rhinitis • Rinitis medikamentosa penyebabnya dikhususkan pada penggunaan vasokonstriktor/dekongestan topikal jangka panjang • Systemic medication-induced rhinitis karena Obat antihipertensi, seperti reserpine, methyldopa, propranolol terjadi akibat obat tsb yang memblok sistem simpatis dan menyebabkan hidung tersumbat. • Tatalaksananya adalah menghindari obat penyebab & simtomatik. • Belum ada standar panduan terapinya, pilihan terapi simtomatik yang diberikan adalah steroid intranasal, antihistamin, dan dekongestan topikal. Clinical & Experimental Allergy, 40, 381–384



Drug Induced Rhinitis • Reserpine & methyldopa are sympatholytic & serve to down-regulate sympathetic tone. • Sympathetic (predominantly), parasympathetic and sensory fibres innervate the airways & are concentrated in nasal blood vessels, mucosa, and to a lesser extent secretory glands.



• Disruption of sympathetic and parasympathetic tone in the nasal mucosa may result in symptoms of congestion and rhinorrhea. Clinical & Experimental Allergy, 40, 381–384



Drug Induced Rhinitis



Clinical & Experimental Allergy, 40, 381–384



Soal no 297 • Seorang laki-laki berusia 60 tahun diantar oleh anaknya ke puskesmas dengan keluhan sakit kepala sejak satu tahun yang lalu. Keluhan disertai dengan adanya benjolan di leher sebelah kanan. Pasien diketahui merupakan perokok berat yang dalam sehari dapat menghabiskan 2-3 pak rokok. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak compos mentis, didapatkan mata juling, adanya benjolan di leher dengan ukuran sebesar telur ayam, konsistensi keras, kadang terasa nyeri. Pada pemeriksaan tanda vital diperoleh tekanan darah 130/90 mmHg, denyut nadi 100 x/menit, frekuensi napas 25 x/menit, dan suhu 37,5 oC. Pada gambar foto tampak keadaan pasien saat diperiksa.



Apakah pemeriksaan yang tepat untuk menegakkan diagnosis pasien ini?



a. b. c. d. e.



FNAB di tumor leher Pemeriksaan funduskopi mata Biopsi nasofaring Pemeriksaan lumbal punksi Pemeriksaan serologis



Jawaban: C. biopsi nasofaring



297. Gambar Soal



297. Keganasan History Male in 5th decade, exposed with nickel, chrom, formalin, terpentin.



Physical Exam.



unilateral obstruction & rhinorrea. Diplopia, proptosis . Bulging of palatum, cheek protrusion, anesthesia if involving n.V Elderly with history of Posterior rhinoscopy: mass smoking, preservative at fossa Rosenmuller, food. Tinnitus, otalgia cranial nerves abnormality, epistaxis, diplopia, enlargement of jugular neuralgia trigeminal. lymph nodes. painful ulceration, Painful ulceration with otalgia & slight induration of the tonsil. bleeding. Lymph node enlargement. Male, young adult, with Anterior rhinoscopy: red recurrent epistaxis. shiny/bluish mass. No lymph nodes enlargement.



Diagnosis



Treatment



Ca sinonasal



Surgery



KNF Radiotherapy, Penegakan chemoradiation, diagnosis surgery. dengan biopsi Ca tonsil Surgery



Juvenile angiofibro ma



Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.



Surgery



Karsinoma Nasofaring •



• •







Definisi  Karsinoma nasofaring merupakan keganasan pada nasofaring dengan predileksi pada fossa Rossenmuller. Prevalensi tumor ganas nasofaring di Indonesia cukup tinggi, 4,7 per 100.000 penduduk. Faktor risiko  infeksi oleh EBV, makanan berpengawet, dan genetik Gejala:  Gejala Nasofaring – Epistaksis ringan, sumbatan hidung  Gejala mata – Diplopia  Gejala telinga – Tinitus, Otalgia, Hearing loss  Gejala Neural – Gejala yang berhubungan dengan nervus cranial V, IX, X, XI, XII Pengobatan diarahkan pada kemoterapi dan radioterapi .



Karsinoma Nasofaring Insepsi, Genetik, Lingkungan, Viral



Silent period Invasi lokal Mukus campur darah Sumbatan tuba eustachius



Kelenjar limfe retrofaringeal/penyebaran lokoregional (paranasofaringeal/parafaringeal, erosi dasar tengkorak



Penyebaran sistemik



Manifestasi Klinis Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu: 1. Gejala nasofaring 2. Gejala telinga 3. Gejala mata 4. Gejala saraf 5. Metastasis atau gejala di leher



Manifestasi Klinis • Gejala telinga: – rasa penuh di telinga, – rasa berdengung, – rasa tidak nyaman di telinga – rasa nyeri di telinga, – otitis media serosa sampai perforasi membran timpani – gangguan pendengaran tipe konduktif, yang biasanya unilateral



Manifestasi Klinis • Gejala hidung: – ingus bercampur darah, – post nasal drip, – epistaksis berulang – Sumbatan hidung unilateral/bilateral



• Gejala telinga, hidung, nyeri kepala >3 minggu  sugestif KNF



Manifestasi Klinis • Gejala lanjut  Limfadenopati servikal • Penyebaran limfogen • Konsistensi keras, tidak nyeri, tidak mudah digerakkan • Soliter • KGB pada leher bagian atas jugular superior, bawah angulus mandibula



Manifestasi Klinis • Gejala lokal lanjut  gejala saraf • Penjalaran petrosfenoid  dapat mengenai saraf anterior (N II-VI), sindroma petrosfenoid Jacob • Penjalaran petroparotidean  mengenai saraf posterior (N VII-XII), sindrom horner, sindroma petroparatoidean Villaret



Diagnosis • • • • • •



Rhinoskopi posterior Nasofaring direct/indirect Biopsi CT Scan/ MRI FNAB KGB Titer IgA anti : – VCA: sangat sensitif, kurang spesifik – EA: sangat kurang sensitif, spesifitas tinggi



• • • • • •



DPL Evaluasi gigi geligi Audiometri Neurooftalmologi Ro Torax USG Abdomen, Liver Scinthigraphy • Bone scan



Pengobatan • Radioterapi Stadium dini tumor primer Stadium lanjut tumor primer (elektif), KGB membesar • Kemoterapi Stadium lanjut / kekambuhan sandwich • Operasi – sisa KGB  diseksi leher radikal – Tumor ke ruang paranasofaringeal/ terlalu besar  nasofaringektomi



Soal no 298 • Pasien perempuan usia 36 tahun datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul dan disertai mual-muntah. Pasien juga mengeluhkan telinga kanannya berdenging dan terasa penuh sehingga pasien sulit untuk mendengar. Riwayat trauma, nyeri kepala, dan demam disangkal. Pemeriksaan motoris dan sensoris dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis kasus di atas?



a. b. c. d. e.



EEG EMG Audiometri CT Scan MRI



Jawaban: C. audiometri



298. Meniere Disease • Gejala & tanda: Vertigo episodik (beberapa jam), Tuli sensorineural yang berfluktuasi, tinnitus telinga terasa penuh



298. Meniere Disease • Pemeriksaan penunjang: – MRI dengan kontras gadolinium  untuk eksklusi kelainan retrokoklear (neuroma vestibular), & dipertimbangkan pada pasien tuli asimetrik



• EEG  tidak ada kelainan gelombang otak • EMG  tidak ada kelainan otot • Audiometri  tuli sensorineural – Riwayat tuli yang hilang timbul  tanda khas meniere karena tuli sensorineural lain biasanya tidak ada perbaikan.



Soal no 299 • Pasien wanita umur 20 tahun bernama Nanase Fukumori mengeluh pusing berputar setelah bangun tidur. Pusing dirasakan jika pasien miring ke kiri. Hal ini terjadi secara mendadak. Tidak terdapat tinitus maupun penurunan pendengaran. Pada tes Romberg dengan mata tertutup pasien jatuh ke kanan. Tatalaksana yang tepat pada pasien ini adalah...



a. b. c. d. e.



Betahistin mesilate 3 x 12 mg Ergotamin 3 x 1 Paracetamol 3 x 500mg Asam mefenamat 3 x 500mg Aspilet 1 x 80 mg



Jawaban: A. Betahistin mesilate 3x12 mg



299. Vertigo • Symptomatic treatment: – Antivertigo (vestibular suppressant) • Histaminic (DOC): – Untuk betahistine HCl, dosis awal pemakaian adalah 8-16 mg, 3 kali sehari. Dosis pemakaian selanjutnya (dosis pemeliharaan) adalah 24-48 mg per hari. – Untuk betahistine mesilate, dosis yang digunakan adalah 6-12 mg, 3 kali sehari.



• Antihistamin: difenhidramine, sinarisin • Ca channel blocker: flunarizin



– Antiemetic: • prochlorperazine, metoclopramide



– Psycoaffective: • Clonazepam, diazepam for anxiety & panic attack



Vertigo



Journal of Vestibular Research 23 (2013) 139–151



Vertigo • Treatment for spesific conditions: – BPPV: canalith repositioning maneuvre (Brandt-Daroff, Epley, Semont maneuvre) – Meniere’s disease: low salt diet, diuretic, surgery, transtympanic gentamycin – Labyrinthitis: antibiotics, removal of infected tissue, vestibular rehabilitation – Migraine: beta blocker, Ca channel blocker – Vascular disease: control of vascular risk factors, antiplatelet/anticoagulant agents



Soal no 300 • Tn. Ampar Pisang, laki-laki, 35 tahun, datang ke praktik dokter umum dengan keluhan utama nyeri di liang telinga kiri selama 2 hari terakhir. Nyeri bertambah saat menarik daun telinga, mengunyah, dan tidur ke posisi kiri. Pada pemeriksaan ditemukan liang telinga kiri sempit, edema dan hiperemis dengan sedikit sekret kanal akustikus. Terapi yang tepat adalah...



a. b. c. d. e.



Amoksisilin 500 mg, 2x sehari Cuci telinga dengan asam asetat 5% Gentian violet 5% Analgesik opioat 24 jam pertama Cuci telinga dengan permanganat 20%



Jawaban: B. cuci telinga dengan asam asetat 5%



300. Otitis Externa



(Am Fam Physician 2001;63:927-36,941-2.)



Otitis Externa • Terapi otitis eksterna sirkumskripta (Buku ajar THT-KL FKUI): – Antibiotik topikal: polimiksin B, bacitracin – Antiseptik: asam asetat 2-5% dalam alkohol