Proposal Skripsi Januar Revisi 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUBUNGAN PEMBERIAN EMPENG ( PACIEFER ) DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI PADA BALITA DI DUSUN PENDAWA TAHUN 2018



PROPOSAL Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan



JANUAR 17311060



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU 2018 0



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi yang sangat sempurna, bersih, serta mengandung zat kekebalan yang sangat dibutuhkan bayi (Prasetyono, 2009). Namun saat ini sudah jarang kita temui pemberian ASI pada balita oleh seorang ibu. Kurangnya pemberian ASI pada balita mulai kita rasakan sedikit demi sedikit seiring berkembangnya jaman di era globalisasi sekarang. Sebagian ibu-ibu saat ini enggan memberikan ASI pada balitanya karena dianggap tidak praktis dan menyita banyak waktu. Sebagian beralasan bahwa seorang wanita karir tidak punya waktu dan harus fokus terhadap pekerjaannya. Oleh sebab itu, mereka lebih memilih menggunakan empeng bagi balita mereka. empeng dikenal sebagai dummy, soother atau pacifier, adalah pengganti puting susu (ibu) yang biasanya terbuat dari karet atau plastik. Penggunaan empeng dianggap bermanfaat karena akan menenangkan bayi serta memberikan rasa nyaman pada keadaan-keadaan tertentu seperti keinginan untuk mulai tidur, rasa nyeri pada waktu gigi tumbuh, dipisahkan dari ibunya, menurunkan frekuensi menghisap jari, serta menurunnya kejadian SIDS (sudden infant death syndrome). Empeng memang efektif membantu orangtua dalam menenangkan bayi saat menangis. Namun hal ini dipercaya justru menjadi faktor penghambat perkembangan bicara anak. Selain itu ternyata dapat menimbulkan kerusakan pada gigi atau biasa di sebut dengan karies. Pada bayi yang menggunakan empeng yang lebih keras dari puting susu dan areola mammae sehingga empeng ini tidak dapat dilipat oleh lidah dan rahang bayi. Aktifitas seperti ini berarti memaksa mulut bayi tertarik ke depan, sehingga menyebabkan bentuk rahang berubah menjadi lebih maju. Penggunaan empeng yang berkepanjangan mempunyai korelasi kuat dengan timbulnya masalah gigi, seperti karies gigi. Dari beberapa penelitian, terbukti ada korelasi antara penggunaan empeng yang berkepanjangan (2 tahun atau lebih) dengan timbulnya karies. Keadaan ini diperberat bila penggunaan empeng dilakukan sambil tidur (night feeding). Penelitian terhadap 150 anak usia 18 – 36 bulan oleh Peressini (2003), menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kebiasaan empeng sambil tidur dengan timbulnya karies serta kerusakan gigi. Apabila bayi hanya sesekali mengempeng dan hanya sampai bayi berumur 1 1



tahun, maka tidak ada masalah dengan perkembangan giginya. Tapi jika bayi adalah pengempeng aktif dan meskipun umurnya sudah lebih dari 1 tahun ia masih tidak bisa lepas dari empeng, sebaiknya harus dilakukan usaha untuk segera menyapih si kecil dari empeng. Karena hal tersebut dapat membuat gigigeliginya tumbuh tidak sebagaimana mestinya, meskipun itu masih gigi susu, tetapi perkembangannya akan menentukan pertumbuhan dan letak susunan gigi. Empeng atau Paciefer sudah lama dikenal dalam sejarah umat manusia.Penggunaanya



merupakan salah satu usaha orang tua untuk



memberikan sesuatu yang dapat memberikan rasa nyaman untuk bayinya atau hanya sekedar iseng. Secara universal paciefer sudah menjadi symbol perlengkapan perawatan bayi,dan penggunaanyapun sangat luas diseluruh dunia. Sampai saat ini penggunaan empeng masih menjadi perdebatan dikalangan praktisi kesehatan.Ada pihak yang pro ada pula pihak yang kontra.Pemakaian empeng berkepanjangan hingga berusia 4 tahun jelas mengganggu kesehatan gigi dan mulut, terutama pertumbuhan rahang dan gigi tetap anak, selain dapat menimbulkan masalah kesehatan lain berupa caries gigi pada balita. Pada anak kecil, kebiasaan menggunakan empeng alias mengempeng memang hal yang wajar, bukan saja kegiatan sebatas menghisap, menggigit jari, jempol, dot, namun juga memegang telinga, memegang selimut, bantal, boneka dan sebagainya termasuk dalam ngempeng. Penggunaan empeng pada awal awal kehidupan sering dikaitkan dengan keinginan yang tinggi dari bayi untuk selalu menghisap sesuatu.Biasanya ngempeng dilakukan menjelang anak tidur, karna dengan ngempeng ia merasa nyaman dan mudah terlelap. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh siguand freddy, tahap psikoseksual anak 0 hingga 2 tahun merupakan fase oral, yakni tahap yang ditandai dengan kecendrungan dan kebiasaan anak memasukan semua benda yang dilhat dan ditemukannya kedalam mulut. Kebiasaan dan kecendrungan ini terjadi karena anak ingin mengenal dan merasakan benda benda baru tersebut. Benda yang baru tersebut akan masuk skema otaknya kemudian membentuk sebuah akomodasi dan asimilasi. Kebiasaan ngempeng dalam hal ini menghisap jari, dot botol, dot empeng (Non nutrissive sucking) berbahaya bagi kesehatan balita.Penggunan empeng sering dihubungkan dengan meningginya kejadian infeksi pada bayi karena tranmisi mikroorganisme pathogen, antara lain OMA, Diare dan ISPA. OMA adalah salah satu infeksi umum yg terjadi pada anak anak. Di Indonesia karies gigi merupakan penyakit endemik dengan prevalensi dan derajat keparahan yang cukup tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007 melaporkan prevalensi karies di Indonesia mencapai 72,1%dan skor DMF-T mencapai 4,8. Survey Kesehatan Rumah



2



Tangga (SKRT) tahun 2009 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar 73%. Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2009, sebanyak 89%. Sampai saat ini pemerintah telah menempuh berbagai macam tindakan pencegahan dan upaya untuk menanggulangi masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia (Gunawan, 2011). Gigi merupakan jaringan tubuh yang paling keras dibanding yang lainnya. Strukturnya berlapis – lapis, mulai dari email yang sangat keras, dentin (tulang gigi) di dalamnya, pulpa yang berisi pembuluh darah, pembuluh syaraf, dan bagian lain yang memperkokoh gigi. Tanda-tanda karies gigi pada anak salah satunya adalah tampak bercak putih yang terlihat jelas, yang biasanya muncul di perbatasan garis gusi dan gigi. Pada kondisi ini belum terjadi kerusakan pada jaringan keras gigi dan permukaan enamel gigi masih mulus. Namun jika tidak dilakukan perawatan, maka permukaan enamel gigi akan berubah warna menjadi kuning kecoklatan . Ada kemungkinan anak Anda mengalami early childhood caries jika terdapat dua kondisi ini. Pertama, terdapat 1 gigi atau lebih yang mengalami karies gigi, baik berlubang atau tidak. Kedua, kehilangan gigi akibat karies atau gigi susu dengan tambalan gigi dari sejak lahir sampai usia 71 bulan atau hampir 6 tahun. Gigi anak sudah berisiko mengalami  karies gigi sejak gigi pertamanya tumbuh. Oleh karena itu, American Dental Association menganjurkan para orang tua dan pengasuh anak untuk berkonsultasi dengan dokter gigi. Fakta lain, dalam artikel yang dipublikasikan situs Ikatan Dokter Anak Indonesia disebutkan, kebiasaan menggunakan empeng dalam waktu lama bisa meningkatkan risiko maloklusi (hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk standar) dan karies gigi. Apalagi jika empeng digunakan sambil tidur di malam hari. Dan pada penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti ditemukan di posyandu dusun pandawa terdapat 5 anak yang mempunyai karies gigi 3 karena pemberian empeng yang berkepanjangan dan 2 karena malnutrisi dan masalah higyne balita yang kurang diperhatikan orangtua. Dari uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji seberapa besar pengaruh pemberian empeng (paciefer) dengan kejadian karies gigi pada balita di desa bathin betuah Tahun 2018. dan dapat mengkaji pemahaman orang tua terlebih ibu balita dalam menggunakan empeng di desa



3



B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh pemberian empeng (paciefer) dengan kejadian karies gigi pada balita di dusun pandawa Tahun 2018. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian empeng (paciefer) dengan kejadian karies gigi pada balita di dusun pandawa Tahun 2018. 2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi efek pemberian empeng (paciefer) dengan kejadian karies gigi pada balita di dusun pandawa Tahun 2018. 2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi seberapa sering pemakaian empeng (paciefer) dengan kejadian karies gigi pada balita di dusun pandawa Tahun 2018. 3. Untuk mengetahui seberapa banyak karies gigi yang disebabkan penggunaan empeng pada balita di dusun pandawa tahun 2018. D. Manfaat Penelitan 1. Bagi Profesi Keperawatan Penelitian ini diharapkan bisa sebagai acuan dalam perumusan masalah dalam keperawatan dan arahan tentang pelaksanaan keperawatan komunitas dan keperawatan anak dalam kegiatan posyandu 2. Institusi Pendidikan keperawatan Dapat menjadi acuan dan refrensi keperawatan dalam upaya peningkatan bahan ajar bidang ilmu keperawatan komunitas dan keperawatan anak 3. Bagi peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai pertimbangan bagi peneliti selanjutnya untuk mengidentifikasi kembali seberapa besar pengaruh yang diakibatkan pemberian empeng pada balita dan bisa menambah kepustakaan bagi yang ingin meneliti karya ilmiah ini.



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Balita a. Definisi Balita Balita merupakan anak yang berusia diatas satu tahun atau biasa juga disebut dengan bayi di bawah lima tahun (Muaris, 2006). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2014) seorang anak dikatakan balita apabila anak berusia 12 bulan sampai dengan 59 bulan. Price dan Gwin (2014) mengatakan bahwa seorang anak dari usia 1 sampai 3 tahun disebut batita atau toddler dan anak usia 3 sampai 5 tahun disebut dengan usia pra sekolah atau preschool child. Usia balita merupakan sebuah periode penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak (Febry, 2008). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011) menjelaskan balita merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu berbedabeda, bisa cepat maupun lambat tergantung dari beberapa faktor diantaranya herediter, lingkungan, budaya dalam lingkungan, sosial ekonomi, iklim atau cuaca, nutrisi dan lain-lain (Aziz, 2006 dalam Nurjannah, 2013). b. Karakteristik balita Anak usia 1 sampai 3 tahun akan mengalami pertumbuhan fiisik yang relatif melambat, namun perkembangan motoriknya akan meningkat cepat (Hatfield, 2008). Anak mulai mengeksplorasi lingkungan secara intensif seperti anak akan mulai mencoba mencari tahu bagaimana suatu hal dapat



5



bekerja atau terjadi, mengenal arti kata “tidak”, peningkatan pada amarahnya, sikap yang negatif dan keras kepala (Hockenberry, 2016). Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda di setiap tahapannya. Karakteristik perkembangan pada balita secara umum dibagi menjadi 4 yaitu negativism, ritualism, temper tantrum, dan egocentric. Negativism adalah anak cenderung memberikan respon yang negatif dengan mengatakan kata “tidak”. Ritualism adalah anak akan membuat tugas yang sederhana untuk melindungi diri dan meningkatkan rasa aman. Balita akan melakukan hal secara leluasa jika ada seseorang seperti anggota keluarga berada disampingnya karena mereka merasa aman ada yang melindungi ketika terdapat ancaman. Karakteristik selanjutnya adalah Temper tantrum. Temper tantrum adalah sikap dimana anak memiliki emosi yang cepat sekali berubah. Anak akan menjadi cepat marah jika dia tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dia lakukan. Erikson tahun 1963 menyatakan Egocentric merupakan fase di perkembangan psikososial anak. Ego anak akan menjadi bertambah pada masa balita. Berkembangnya ego ini akan membuat anak menjadi lebih percaya diri, dapat membedakan dirinya dengan orang lain, mulai mengembangkan kemauan dan mencapai dengan cara yang tersendiri serta anak juga menyadari kegagalan dalam mencapai sesuatu (Price dan Gwin, 2014; Hockenberry, 2016). Perkembangan selanjutnya pada anak usia 3 tahun adalah anak mulai bisa menggunakan sepeda beroda tiga, berdiri dengan satu kaki dalam beberapa detik, melompat luas, dapat membangun atau menyusun menara dengan menggunakan 9 sampai 10 kubus, melepaskan pakaian dan mengenakan baju sendiri. Usia 4 tahun, anak dapat melompat dengan satu kaki, dapat menyalin gambar persegi, mengetahui lagu yang mudah, eksplorasi seksual dan rasa ingin tahu yang ditunjukkan dengan bermain seperti menjadi dokter atau perawat. Anak usia 5 tahun dapat melempar dan



6



menangkap bola dengan baik, menyebutkan empat atau lebih warna, bicara mudah dimengerti, dan sebagainya (Hockenberry et.al., 2016; KIA, 2016). c. Perkembangan Anak Balita 1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Perkembangan kemampuan dasar anak-anak berkolerasi dengan pertumbuhan dan mempunyai pola yang tetap dan berlangsung secara berurutan. Dalam rangka merangsang tumbuh kembang anak secara optimal maka pengembangannya harus dilakukan secara menyeluruh terhadap semua aspek kemampuan yang sesuai dengan pembagian kelompok umur.  Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular. Berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagain atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, serta sosialisai dan kemandirian. Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya. d. Ciri Perkembangan Anak Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri yang saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut. 1) Perkembangkan menimbulkan perubahan. Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.  2) Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya. Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia mengalami tahapan sebelumnya. Contoh: seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri, dan tidak akan bisa berdiri jika pertumbuhan kai dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak terlambat. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya. 3) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbedabeda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak.



7



4) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan lain-lain. 5) Perkembangan mempunyai pola yang tetap Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu: a)      Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke arah anggota tubuh b)      Perkembangan terjadi lebih dahulu pada kemampuan gerak kasar diikuti kemampuan gerak halus. 6) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan Tahap perkembangan seorang anak memiliki pola yang teratur dan berurutan, dan tahapan tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu gambar kotak, anak mampu berdiri sebelum berjalan, dan sebagainya. e. Stimulasi Tumbuh Kembang Anak  Sebelum mamahami tentang periode dan aspek perkembangan yang berlangsung pada anak balita, maka penting dipahami beberapa prinsip tentang stimulai tumbuh kembang. Stimulasi tumbuh kembang pada anak balita merupakan kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh kembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh orang tua, yang merupakan orang terdekat dengan anak, pengganti ibu atau pengasuh anak, anggota keluarga lain dan orang dewasa lainnya. Kurangnya sti,ulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang menetap. Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan stimulasi terarah adalah kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak motorik halus, kemampuan bicara dan bahasa serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian. Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan yakni  1)      Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang. 2)      Selalu tujukkan sikap dan perilaku yang baik, karena anak akan meniru tingkah laku orang-orang yang terdekat dengan anak. 3)      Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak. 4)      Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.



8



5)      Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak, terhadap 4 (empat) aspek kemampuan dasar anak. 6)      Gunakan alat bantu atau permainan yang sederhana, aman dan ada disekitar anak. 7)      Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan. 8)      Berikan selalu pujian bila perlu hadiah atas keberhasilannya.  f. Periode dan Tahap Perkembangan Anak Menurut Umur dan Aspek Kemampuan Perkembangan kemampuan dasar anak-anak berkorelasi dengan pertumbuhan. Perkembangan kemampuan dasar mempunyain pola yang tetap dan berlangsung secara berurutan. Oleh karenanya stimulasi yang diberikan kepada anak balita dalam rangka merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dilakukan sesuai dengan pembagian kelompok umur anak berikut ini: 



No. 1.  2.  3. 4.



Periode Tumbuh Kembang Masa prenatal, janin dalam kandungan Masa bayi Masa anak balita  Masa pra sekolah



Kelompok Umur Masa Prenatal Umur 0-12 bulan  Umur 12-60 bulan (2-5 tahun) Umur 60-72 bulan (5-6 tahun)



1.      Kemampuan Bayi (0 –12 bulan) Pada masa bayi baru lahir (0 sampai 28 hari), terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi darah serta mulainya berfungsi organ-organ. Setelah 29 hari sampai dengan 11 bulan, terjadi proses pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan yang berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem syaraf.  Kemampuan yang dimiliki bayi meliputi;  a)      Kemampuan Motorik Kemampuan motorik merupakan sekumpulan kemampuan untuk menggunakan dan mengontrol gerakan tubuh, baik gerakan kasar maupun gerakan halus. Motorik kasar merupakan keterampilan menggerakkan bagian tubuh secara harmonis dan sangat berperan untuk mencapai keseimbangan yang menunjang motorik halus. Motorik halus merupakan keterampilan yang menyatu antara otot halus dan panca indera. Kemampuan motorik selalu memerlukan koordinasi bagian-bagian tubuh, sehingga latihan untuk aspek motorik ini perlu perhatian. Kemampuan motorik pada bayi berdasarkan usia yakni:



Usia Motorik kasar 0-3 bulan     mengangkat kepala,     guling-guling,  9



Motorik halus     melihat, meraih dan menendang mainan gantung,



memperhatikan benda bergerak,      melihat benda-benda kecil,     menahan kepala tetap tegak,      memegang benda,     meraba dan merasakan bentuk permukaan,     menyangga berat,      memegang benda dengan kuat,     mengembangkan kontrol     Memegang benda dengan kedua tangan, 3-6 bulan kepala.     makan sendiri,     Duduk.     mengambil benda-benda kecil.     Memasukkan benda kedalam wadah,     merangkak     Bermain 'genderang'     menarik ke posisi berdiri     Memegang alat tulis dan mencoret-coret 6-9 bulan     berjalan berpegangan     Bermain mainan yang mengapung di air     berjalan dengan bantuan.     Membuat bunyi-bunyian.     Menyembunyikan dan mencari mainan     bermain bola     Menyusun balok/kotak 9-12     membungkuk     Menggambar bulan     berjalan sendiri     Bermain di dapur.       naik tangga.     



b)      Kemampuan Bicara dan Bahasa  Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin sehingga dalam masa ini, pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat besar. Kemampuan bicara bayi masih dalam bentuk pra bicara, yang diekspresikan dengan cara menangis, mengoceh, gerakan isyarat dan ekspresi wajah seperti tersenyum. Bahkan pada masa ini lebih sering muncul senyum sosial sebagai reaksi terhadap rangsangan dari luar .  Ekspresi emosi adalah bahasa pertama sebelum bayi berbicara, sebagai cara untuk mengkomunikasikan dirinya pada orang tua atau orang lain. Bayi akan bereaksi pada ekspresi wajah dan tekanan suara, sebaliknya orangtua membaca ekspresi bayi dan merespon jika ekspresi bayi menunjukkan tertekan atau gembira. Terkait dengan ekspresi emosi bayi, yang mudah dikondisikan, maka ekspresi emosi bayi mudah dikondisikan. Jika orangtua lebih banyak menunjukkan suasana hati yang positif seperti selalu gembira, santai dan menyenangkan, akan mempengaruhi pemahaman bayi terhadap sesuatu dan cenderung menimbulkansuasana hati yang menyenangkan. Sebaliknya jika orang dewasa mengkondisikan dengan situasi yang tidak menyenangkan maka suasana emosi bayi cenderung buruk. Kemampuan bicara pada bayi sebenarnya ada hubungannya dengan perkembangan otak, terutama pada saat bayi menangkap kata-kata yang diucapkan dan menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya. Pada saat bayi berjalan, berbicara, tersenyum dan mengerutkan dahi, sebenarnya tengah berlangsung perubahan dalam otak. Meski



10



keterkaitan sel-sel syaraf (neuron) yang dimiliki bayi, masih sangat lemah, namun akan sangat mempengaruhi pada perkembangan sel syaraf pada tahap selanjutnya. Bayi mengerti dan memahami sesuatu yang berada disekelilingnya, tidak terbatas dengan melihat serta memanipulasi namun sebenarnya bayi sudah memiliki kemampuan untuk memberi perhatian, menciptakan simbolisasi, meniru dan menangkap suatu konsep melalui gerakan sudah lebih berkembang. Oleh karenanya untuk mengoptimalkan kemampuan otaknya maka bayi perlu lebih banyak menstimulasi bayi untuk mengenal bendabenda sekelilingnya sambil terus mengajak berbicara. Kemampuan bicara dan berbahasa pada masa bayi sbb: Usia



Kemampuan Bicara dan Bahasa          prabicara,          meniru suara-suara,           mengenali berbagai suara.          mencari sumber suara,           menirukan kata-kata..          menyebutkan nama gambar di buku majalah,          menunjuk dan menyebutkan nama gambargambar.          menirukan kata-kata          berbicara dengan boneka          bersenandung dan bernyanyi. 



0-3 bulan 3-6 bulan 6-9 bulan



9-12 bulan



c)      Kemampuan Sosialisasi dan Kemandirian Kemampuan sosialisasi dan kemandirian dapat dirangsang dengan sosialisasi pada masa bayi diawali di dalam keluarga, dimana dalam keluarga terjadi hubungan timbal balik antara bayi dan pengasuh atau orangtua. Melalui perhatian dan perilaku orangtua akan memberi kerangka pada bayi dalam berinteraksi dan pengalaman yang terpenting bagi bayi karena keluarga adalah melibatkan proses kasih sayang. Kemampuan bayi untuk bersosialisasi mulai muncul, dasardasar sosial mulai dibentuk, yang diperoleh dengan cara mencontoh perilaku pada situasi sosial tertentu, misalnya mencontoh perilaku sosial



dari



kakak



atau



orang



tuanya,



yang



akhirnya



akan



mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosialnya dikemudian hari. Kemampuan sosialisasi dan kemandirian pada masa bayi sbb:  Usia 0-3 bulan



Kemampuan Sosialisasi dan Kemandirian           memberi rasa aman dan kasih sayang,          mengajak bayi tersenyum,           mengajak bayi mengamati benda-benda dan keadaan di sekitarnya,           meniru ocehan dan mimik muka bayi,          mengayun bayi,



11



         menina



3-6 bulan



6-9 bulan



9-12 bulan



bobokan.            bermain "ciluk ba',           melihat dirinya di kaca,          berusaha meraih mainan.          mulai bermain atau 'bersosialisasi' dengan orang lain.          Mulai melambaikan tangan jika ditinggal pergi.          Mulai membalas lambaian tangan orang lain.          Minum sendiri dari sebuah cangkir,          Makan bersama-sama          Menarik mainan yang letaknya agak jauh. 



2. Kemampuan Anak di Bawah Usia Lima Tahun (12 – 59 bulan)  Pada masa ini kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi eksresi/pembuangan. Periode penting dalam tumbuh kembang masa usia ini akan mempengaruhi



dan menentukan



perkembangan anak selanjutnya. Pada usia 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung; dan tejadi pertumbuhan serabut-serabut syaraf dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf hingga bersosialisasi.  a) Kemampuan Motorik  Masa ini disebut sebagai masa sangat aktif dari seluruh masa kehidupannya, karena tingkat aktivitasnya dan perkembangan otot besar mereka sedang tumbuh. Demikian halnya dengan kemampuan motorik halus anak, sudah mulai meningkat dan menjadi lebih tepat pada saat berusia 5 tahun. Koordinasi tangan, lengan dan tubuh dapat bergerak bersama dibawah koordinasi yang lebih baik daripada mata.  Dengan demikian masa ini disebut juga sebagai masa belajar berbagai kemampuan dan keterampilan, dengan berbekal rasa ingin tahu yang cukup kuat dengan seringnya anak mencoba hal-hal baru dan seringnya pengulangan menyebabkan masa ini menjadi masa yang tepat untuk mempelajari keterampilan baru. Kemampuan motorik yang dimiliki anak sbb; Usia Gerak Kasar Gerak Halus 12-15 bulan     Berjalan tanpa pegangan     Bermainan balok dan menyusun balok.  sambil menarik mainan yang    Memasukkan dan mengeluarkan benda bersuara, kedalam wadah.     Berjalan mundur,      Memasukkan benda yang satu ke benda     Berjalan naik dan turun lainnya.  tangga, 12



Berjalan sambil berjinjit     Menangkap dan melempar bola     Bermain di luar rumah.     Meniup ,     Bermain air     Membuat untaian.     Menendang bola.     Melompat,     Mengenal berbagai ukuran dan bentuk,     Melatih keseimbangan     Bermain puzzle, tubuh,     Menggambar wajah atau bentuk,     Mendorong mainan dengan     Membuat berbagai bentuk dari adonan kaki. kue/lilin mainan.     Membuat gambar tempelan,     Latihan menghadapi     Memilih dan mengelompokkan bendarintangan, benda menurut jenisnya,     Melompat jauh,     Mencocokan gambar dan benda,     Melempar dan menangkap     Konsep jumlah, bola besar.     Bermain/menyusun balok-balok.     Memotong dengan menggunakan gunting,     Menangkap bola kecil dan     Menempel guntingan gambar sesuai melemparkan kembali. dengan cerita.     Berjalan mengikuti garis     Menempel gambar pada karton. lurus,     Belajar 'menjahit' dengan tali rafia.     Melompat dengan satu kaki,     Menggambar/menulis garis lurus,     Melempar benda-benda bulatan,segi empat, huruf dan angka. kecil ke atas,     Menghitung lebih dari 2 atau 3 angka.     Menirukan binatang     Menggambar dengan jari, memakai cat, berjalan,     Mengenal campuran warna dengan cat     Berjalan jinjit secara air, bergantian.     Mengenal bentuk dengan menempel potongan bentuk.     Mengenal konsep "separuh atau satu"     Menggambar dan atau melengkapi gambar,     Menghitung benda-benda kecil dan     Lomba karung mencocokkan dengan angka.     Main engklek     Menggunting kertas (sudah dilipat)     Melompat tali. dengan gunting tumpul,     Membandingkan besar/kecil, banyak/sedikit, berat/ringan.     Belajar 'percobaan ilmiah'     Berkebun.    



15-18 bulan



18-24 bulan



24-36 bulan



36-48 bulan



48-60 bulan



b) Kemampuan Bersosialisasi dan Kemandirian Dasar-dasar sosialisasi yang sudah diletakkan pada masa bayi, maka pada masa ini mulai berkembang. Dalam hal ini hubungan keluarga, orangtua-anak, antar saudara dan hubungan dengan sanak keluarga cukup berperan. Pengasuhan pada tahun pertama berpusat pada perawatan, berubah ke arah kegiatan-kegiatan seperti permainan, pembicaraan dan pemberian disiplin, akhirnya mengajak anak untuk menalar terhadap sesuatu. Pada masa ini sebagai masa bermain, anak mulai melibatkan teman sebayanya, melalui bermain, meski interaksi



13



yang dibangun dalam permainan bukan bersifat sosial, namun sebagai kegiatan untuk menyenangkan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri. Jenis permainan yang dilakukan bisa berbentuk konstruktif, permainan pura-pura, permainan sensori motorik, permainan sosial atau melibatkan orang lain, games atau berkompetisi. Usia



12-15 bulan



15-18 bulan



18-24 bulan



24-36 bulan



36-48 bulan



48-60 bulan



Kemampuan Bersosialisasi dan Kemandirian          Menirukan pekerjaan rumah tangga,          Melepas pakaian,          Makan sendiri,          Merawat mainan,          Pergi ke tempat-tempat umum.           Belajar memeluk dan mencium,           Membereskan mainan/membantu kegiatan di rumah,          Bermain dengan teman sebaya,          Permainan baru,          Bermain petak umpet.         Mengancingkan kancing baju,         Permainan yang memerlukan interkasi dengan teman bermain.         Membuat rumah-rumahan,         Berpakaian,         Memisahkan diri dengan anak.         Melatih buang air kecil dan buang air besar di WC/kamar mandi.         Berdandan/memilih pakaian sendiri.         Berpakaian sendiri.         Mengancingkan kancing tarik,        Makan pakai sendok garpu,        Membantu memasak,        Mencuci tangan dan kaki,        Mengenal aturan/batasan.            Membentuk kemandirian dengan memberi kesempatan mengunjungi temannya tanpa ditemani.          Membuat atau menempel foto keluarga,          Membuat mainan/boneka dari kertas.          Menggambar orang,          Mengikuti aturan permainan/petunjuk,          Bermain kreatif dengan teman-temannya,          Bermain 'berjualan dan berbelanja di toko" 



2. Konsep Empeng a. Definisi Empeng Empeng, yang juga dikenal sebagai dummy, soother atau pacifier, adalah pengganti putting susu (ibu) yang biasanya terbuat dari karet pelastik. Non nutritive sucking seperti halnya empeng, sudah lama dikenal dalam sejarah umat manusia, penggunaannya merupakan usaha orangtua untuk memberikan sesuatu yang dapat menenangkan dan memberikan rasa nyaman



14



untuk



bayinya.



Empeng,



secara



universal



seakan



menjadi



simbol



perlengkapan perawatan bayi, penggunaannya sangat seluas di seluruh dunia. Situs-situs penggalian di Italia, Siprus, dan Yunani, menunjukkan bahwa empeng setidaknya sudah ada sejak 3000 tahun yang lalu. Salah satu bukti pemakaian empeng pada beberapa abad yang lalu, dapat dilihat pada lukisan Madonna and The Siskin yang dibuat pada tahun 1506, dalam lukisan tersebut tampak adanya empeng di tangan kanan bayi. b. Jenis Empeng Pada awalnya empeng terbuat dari bahan tanah liat, perak,mutiara, tanduk,dan gading dengan kantung kecil di ujungnya yang berisi air gula/manis. Bahan karet mulai digunakan di Inggris sejak tahun 1800, dengan disertai botol berisi susu. Dalam bentuk yang modern, empeng dibuat sekitar tahun 1900 yang disainnya mendapatkan hak paten di Amerika Serikat, dan lebih dikenal dengan baby comforter. Secara umum, empeng terbuat dari 2 jenis bahan, yaitu bahan silikon atau karet alami. Empeng yang terbuat dari bahan silikon lebih mudah dibersihkan dan lebih tahan lama. Akan tetapi, dikarenakan bahan silikon tidak mudah berubah bentuk, empeng dari silikon pun lebih sulit beradaptasi dengan mulut bayi. Empeng yang terbuat dari bahan karet alami lebih lembut dan mudah beradaptasi dengan bentuk mulut bayi. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan empeng dari silikon, empeng dari karet alami lebih cepat berubah bentuk. Pilihlah bahan yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan Anda. Jenis emepng yang dapat dipilih sebagai berikut : 1) Tommee Tippee Night Time Soother 0-6m 2) Pigeon Pacifier Step 3 Bentuk empeng ini didesain khusus untuk bayi di atas 8 bulan yang sedang tumbuh gigi. Mempunyai bentuk dot yang lebih tebal pada bagian atas dan lebih lembut pada bagian bawahnya, bayi yang sedang tumbuh gigi pun bisa mengisap dengan nyaman dan tenang.



15



Bagian dari perisai empeng ini juga terdiri dari lubang nafas untuk menambah keamanan bayi Anda saat sedang menggunakan empeng. Selain itu, empeng ini lengkap dengan tudung pelindung, yang bisa menjaga agar empeng tetap dalam keadaan bersih dan tertutup sewaktu tidak digunakan. Pilihan tepat untuk si kecil yang sedang tumbuh gigi. 3) Dodo Soother SO51 Dodo merupakan perusahaan produk Ibu dan bayi yang berdiri sejak tahun 1997 di Indonesia. Bersertifikasi ISO 9002, produk Indonesia ini tidak kalah dengan produk impor. Empeng Dodo terbuat dari bahan silikon yang lembut dan bebas BPA, sehingga nyaman dan aman digunakan oleh bayi. 4) Pigeon Rubber Pacifier Step 2 Empeng yang cocok untuk bayi yang sedang dalam proses menyapih. Terbuat dari bahan karet alami, Pigeon Rubber Pacifier Step 2 cocok untuk bayi yang berumur di atas 5 bulan. Selain bahannya yang lembut, bentuk empeng ini didesain supaya bayi bisa menggerakkan dan menutup mulut dengan benar. Empeng ini juga bisa membantu bayi yang sedang dalam proses menyapih (menghentikan bayi menyusu langsung dari payudara Ibu). Selain terdapat lubang nafas, bagian perisai pada empeng ini bisa menempel dengan pas pada mulut bayi. Ditambah dengan dot yang cukup panjang, si kecil pun bisa merasa lebih nyaman sewaktu penggunaan. Produk ini cocok untuk Anda yang ingin melatih anak Anda untuk minum susu dari botol. 5) MAM Night Pacifier 0 months+ Silk teat yang membuat kulit bayi tetap nyaman. MAM merupakan perusahaan produk bayi yang telah berdiri sejak tahun 1976 di Vienna, Austria. Dengan pengalaman selama lebih dari 40 tahun,



16



empeng MAM didesain supaya bisa nyaman dipakai oleh semua bayi, termasuk bayi baru lahir dan bayi dengan kulit sensitif. Dibuat dengan bahan silikon yang selembut sutera (silk teat), si kecil akan tetap nyaman meski menggunakan empeng dalam jangka waktu yang panjang. Selain empeng MAM bisa menjaga agar pertumbuhan gigi bayi tetap rata, terdapat juga lubang udara yang besar pada bagian perisai, sehingga kulit bayi tetap dalam keadaan kering selama pemakaian. Empeng ini cocok untuk bayi yang memiliki 6) Philip Avent Free Flow Pacifier Empeng dengan 6 lubang nafas untuk kulit bayi yang sensitive. Takut kulit bayi Anda iritasi apabila memakai empeng? Philip Avent Free Flow adalah pilihan yang tepat untuk Anda. Empeng ini dilengkapi dengan 6 lubang nafas, sehingga kulit bayi bisa tetap dalam keadaan kering sewaktu pemakaian. Kulit bayi pun menjadi tidak mudah iritasi meskipun si kecil memakai empeng dalam jangka waktu yang lama. 7) Hevea Natural Rubber Crown Pacifier 3-36 months Empeng dari karet alami yang aman untuk bayi. Nama “Hevea” berasal dari bahasa Latin-nya genus tanaman karet Hevea brasiliensis. Terbuat dari 100 % karet alami, produk ini sangat ramah lingkungan. Empeng ini tidak mengandung PVC, BPA, Phthalate, dan pewarna sintetis, sehingga aman digunakan oleh si kecil. Selain bahannya yang lembut, desain perisai empeng yang berbentuk kupu-kupu ini juga ergonomis dan memberi lebih banyak ruang kepada hidung dan pipi. Lengkap dengan lubang udara, Anda tidak perlu takut bagian mulut bayi menjadi lembap. Produk ini cocok untuk Anda yang mencari dot dari bahan karet alami. 8) Chu Chu Baby Dentistar 2



17



Empeng yang bisa menjaga formasi gigi. Produk Chuchu Baby mempunyai sejarah selama 45 tahun di Jepang dan telah terbukti kualitasnya. Empeng Dentistar diluncurkan pada tahun 2008 dan telah direkomendasikan oleh dokter gigi di Jerman. Dentistar bisa mencegah agar pertumbuhan gigi bayi tidak condong ke depan atau tidak rata. Selain bisa menjaga formasi gigi, bentuk dot yang tipis membuat bayi tidak perlu menghabiskan terlalu banyak energi sewaktu mengisap. Si kecil pun bisa merasa lebih nyaman sewaktu penggunaan. Terbuat dari bahan silikon yang lembut, empeng made in Germany ini cocok untuk Anda yang ingin menjaga agar gigi bayi Anda tumbuh dengan rata. 9) Dr. Brown’s Silicone Pacifier Empeng Dr. Brown terbuat dari 100 % silikon, bahkan pada bagian perisainya, sehingga bayi bisa tetap merasa nyaman meski menggunakan dalam jangka waktu yang lama. c. Dampak Penggunaan Empeng Penggunaan empeng berkepanjangan membawa dampak berbahaya bagi pertumbuhan gigi dan kesehatan mulut pada balita. Salah satunya yang bisa terjadi adalah timbulnya maloklusi dan karies pada balita. Dari penelitian fosil prasejarah, manusia jaman dahulu sangat jaran mengalami maloklusi, maloklusi lebih sering didapatkan pada era modern. Maloklusi adalah setiap keadan yang menyimpang dari oklusi normal, maloklusi juga diartikan sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsi. Penggunaan empeng yang berkepanjangan mempunyai korelasi kuat dengan timbulnya masalah gigi, seperti karies dan maloklusi. Dari beberapa penelitian, terbukti ada korelasi antara penggunaan empeng yang berkepanjangan (2 tahun atau 6 lebih) dengan timbulnya karies. Keadaan ini diperberat bila penggunaan empeng dilakukan sambil tidur (night feeding).



18



Penelitian terhadap 150 anak usia 18 – 36 bulan, terdapat korelasi yang signifikan antara kebiasaan ngempeng sambil tidur dengan timbulnya karies serta kerusakan gigi. (Peressini, 2003) Field (2003) menyebutkan bahwa, bayi-bayi prematur yang dirawat di ruang perawatan intensif (NICU), yang juga diberikan empeng, menunjukkan perkembangan yang positif dengan kenaikan berat badan yang signifikan, mengurangi kejadian enterokolitis nekrotikan (NEC), serta memperpendek masa perawatan. Di sisi lain, penggunaan empeng akan selalu menimbulkan perdebatan dengan banyaknya pendapat yang berbeda, karena penggunaan empeng pada bayi-bayi akan menimbulkan implikasi yang merugikan seperti, terjadinya gangguan pola pengisapan bayi sehingga akan terjadi penyapihan awal karena bayi menolak untuk menetek, meningkatnya risiko otitis media, infeksi saluran cerna dan pernapasan, serta maloklusi gigi. Sudah tidak ada keraguan lagi, bahwa ditinjau dari segala aspek, pemberian air susu ibu (ASI) sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang bayi. Menurunnya prevalensi dan durasi menyusu, terbukti menaikkan angka morbiditas dan mortalitas bayi, baik di negara negara berkembang maupun di negara - negara yang maju. WHO dan UNICEF telah mencanangkan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui dan diimplementasikan pada Deklarasi Inosenti 1990, yang merupakan dasar dari Program Rumah Sakit Sayang Bayi, dengan tujuan meningkatkan pemberian ASI kepada seluruh bayi. Langkah Ke 9 dari sepuluh langkah tersebut menyebutkan tidak memberikan empeng kepada bayi, dengan langkah ini dimaksudkan bahwa semua bayi yang menetek akan selalu mendapatkan ASI, dan tidak akan terganggu proses menyusunya dengan penggunaan empeng. Dari beberapa penelitian tentang penggunaan empeng, dilaporkan bahwa 75 – 85 % anakanak di negara barat menggunakan empeng (Niemela, Uhari & Hannuksela, 1994), sedangkan Howard et al, 1994 melaporkan bahwa bayi-bayi di Amerika Serikat telah diberikan empeng sejak umur 6 minggu atau lebih



19



muda. Tahun 1997, Victoria et al dari penelitiannya_melaporkan bahwa 85 % bayi-bayi sudah mulai menggunakan empeng sejak umur 1 bulan. Pansy dkk. Melaporkan bahwa prevalensi penggunaan empeng tinggi pada minggu ke tujuh (82%) dan bulan kelima kelahiran (78%). Di samping itu, pengaruh umur dan kebiasaan ibu juga mempengaruhi penggunaan empeng pada bayinya. Ibu yang lebih tua lebih sering memperkenalkan empeng segera setelah melahirkan dibandingkan dari ibu-ibu muda. Sedangkan pada usia lima bulan, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan empeng baik oleh oleh ibu-ibu muda atau yang lebih tua. Kelmanson dan North menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah dan ibu merokok lebih mungkin untuk memberikan empeng kepada bayi mereka. Belum pernah dilaporkan tentang penggunaan empeng di Indonesia, tetapi dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan bahwa



dari



semua bayi (95%) di Indonesia pernah mendapat ASI. Hasil berikutnya dari hasil SDKI 2007 adalah sebanyak 44% bayi baru lahir mendapat ASI dalam 1 jam setelah lahir dan 62% bayi mendapat ASI pada hari pertama. Proporsi anak yang diberi ASI pada hari pertama paling rendah yaitu 43% untuk bayi yang dilahirkan dengan pertolongan tenaga kesehatan, dan tertinggi 54% untuk bayi lahir tanpa pertolongan/ orang awam. Sebanyak 65% bayi telah mendapatkan makanan selain ASI sejak dini (prelacteal feed). Hanya 32% bayi di Indonesia mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan (Saliman, 2010). Apabila bayi hanya sesekali mengempeng dan hanya sampai bayi berumur 1 tahun, maka tidak ada masalah dengan perkembangan giginya. Tapi jika bayi adalah pengempeng aktif dan meskipun umurnya sudah lebih dari 1 tahun ia masih tidak bisa lepas dari empeng, sebaiknya harus dilakukan usaha untuk segera menyapih si kecil dari empeng nya. Karena hal tersebut dapat membuat gigi-geliginya tumbuh tidak sebagaimana mestinya, meskipun itu masih gigi susu, tetapi perkembangannya akan menentukan



20



pertumbuhan dan letak susunan gigi permanen di kemudian hari. Makin lama penggunaan empeng, akan makin tinggi risiko kerusakan gigi . Demikian juga cairan manis dalam botol dot, ataupun pemanis yang dioleskan pada dot/empeng, juga berperan untuk timbulnya kerusakan gigi. The American Dental Association (2005), mengeluarkan rekomendasi untuk tidak memberikan empeng terlalu lama, hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya karies. (Susanti, 2011). 3. Karies gigi a. Pengertian Karies Gigi Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat jaringan kalsifikasi yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses dekalsifikasi lapisan email gigi yang diikuti oleh lisis struktur organik secara enzimatis sehingga terbentuk kavitas (lubang) yang bila didiamkan akan menembus email serta dentin dan dapat mengenai bangian pulpa (Dorland, 2010). Karies gigi merupakan proses kerusakan gigi yang dimulai dari enamel terus ke dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors) di dalam rongga mulut yang berinteraksi satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut meliputi



faktor gigi, mikroorganisme, substrat dan waktu



(Chemiawan, 2004). b. Patofisiologi Karies Gigi Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi, substrat, mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh 11 bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 3-5 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi (Kidd, 2012). Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa



21



sel jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula-mula terbentuk, agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat, tempat bertumbuhnya bakteri (Suryawati, 2010). Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email yang berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai, yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan 12 enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Suryawati, 2010). Patofisiologi karies gigi menurut Miller, Black dan William adalah awalnya asam terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan bakteri dalam plak (kokus). Gula (sukrosa) akan mengalami fermentasi oleh bakteri dalam plak hingga akan terbentuk asam dan dextran. Desxtran akan melekatkan asam yang terbentuk pada permukaan email gigi. Apabila hanya satu kali makan gula (sukrosa), maka asam yang terbentuk hanya sedikit. Tapi bila konsumsi gula (sukrosa) dilakukan berkali-kali atau sering maka akan terbentuk asam hingga pH mulut menjadi ±5 (Chemiawan, 2004). Asam (dengan pH ±5 ini



22



dapat masuk ke dalam email melalui ekor enamel port (port d’entre). Tapi permukaan email lebih banyak mengandung kristal fluorapatit yang lebih tahan terhadap serangan asam sehingga asam hanya dapat melewati permukaan email dan akan masuk ke bagian bawah permukaan email. Asam yang masuk ke bagian bawah permukaan email akan melarutkan kristal hidroksiapatit yang ada. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut : 13 + + = O Hidroksiapatit ion Hidrogen Calsium Hidrogen phospat Air Apabila asam yang masuk kebawah permukaan email sudah banyak, maka reaksi akan terjadi berulang kali. Maka jumlah Ca yang lepas bertambah banyak dan lama kelamaan Ca akan keluar dari email. Proses ini disebut dekalsifikasi, karena proses ini terjadi pada bagian bawah email maka biasa disebut dekalsifikasi bagian bawah permukaan. Ringkasan terjadinya karies gigi menurut Schatz (Chemiawan, 2004) : Sukrosa + Plak Asam Asam + Email Karies c. Etiologi Terjadinya Karies Gigi Ada yang membedakan faktor etiologi dengan faktor risiko karies yaitu etiologi adalah faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor risiko karies adalah faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm dan dapat mempermudah terjadinya karies. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies (Chemiawan, 2004). Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpangtindih. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus



23



saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Chemiawan, 2004). 1). Faktor Host Atau Tuan Rumah Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi pada anak-anak lebih mudah terserang karies dari pada gigi orang dewasa. Hal ini disebabkan karena enamel gigi mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi pada anak-anak tidak sepadat gigi orang dewasa. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak (Chemiawan, 2004). 2). Faktor Agen Atau Mikroorganisme Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Mikroorganisme yang menyebabkan karies gigi adalah kokus gram positif, merupakan 16 jenis yang paling banyak dijumpai seperti



24



Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 10.000100.000 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena Streptokokus mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam) (Chemiawan, 2004). 3). Faktor Substrat Atau Diet Faktor Substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat



terutama



sukrosa cenderung mengalami



kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies gigi (Chemiawan, 2004). 4). Faktor Waktu Secara umum Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan (Chemiawan, 2004). d. Faktor risiko karies gigi Adalah faktor-faktor yang memiliki hubungan sebab akibat terjadinya karies gigi atau faktor yang mempermudah terjadinya karies gigi. Beberapa faktor



25



yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies gigi, kurangnya penggunaan fluor, oral higiene yang buruk, jumlah bakteri, saliva serta pola makan dan jenis makanan (Sondang, 2008). 1). Pengalaman Karies Gigi Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanen (Sondang, 2008). 2). Kurangnya Penggunaan Fluor Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor secara teratur dapat mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan



fluor



karena



pemasukan



fluor



yang



berlebihan



dapat



menyebabkan fluorosis (Farsi, 2007). 3). Oral Hygiene yang Buruk Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase karies lebih tinggi. Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut, digunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari green dan vermillon. Indeks ini merupakan gabungan yang menetukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya untuk permukaan gigi yang terpilih saja. Debris rongga mulut dan kalkulus dapat diberi skor secara terpisah. Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi. Peningkatan oral hygiene dapat dilakukan dengan teknik flossing untuk membersihkan plak yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi yang teratur, merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kesehatan gigi. Selain itu penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor dapat mencegah terjadinya karies. Pemeriksaan gigi yang teratur tersebut dapat



26



membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi (Ireland, 2006). 4). Jumlah Bakteri Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam jumlah yang banyak saat berumur 2 dan 3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi untuk mengalami karies pada gigi desidu (Sondang, 2008). 5). Saliva Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran ratarata saliva meningkat pada anak-anak sampai berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan (Sondang, 2008). Selain itu saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, bahwa saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies, ini terbukti pada penderita Xerostomia (produksi ludah yang kurang) dimana akan timbul kerusakan gigi menyeluruh dalam waktu singkat (Behrman, 2002). Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva besar yaitu glandula parotid, glandula submandibularis, dan glandula sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil. Sekresi 20 kelenjar anak-anak masih bersifat belum konstan,



karena



kelenjarnya



masih



dalam



taraf



pertumbuhan



dan



perkembangan. Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, penyangga, pembersih, pelarut dan anti bakteri. Saliva memegang peranan lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies



27



gigi. Sekresi air ludah yang sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase karies yang tinggi (Sondang, 2008). 4. Dampak Penggunaan Empeng terhadap karies gigi Penggunaan empeng berkepanjangan membawa dampak berbahaya bagipertumbuhan gigi dan kesehatan mulut pada balita.Salah satunya yang bisa terjadi adalah timbulnya maloklusi dan karies pada balita. Dari penelitian fosil prasejarah, manusia jaman dahulu sangat jaran mengalami maloklusi, maloklusi lebih sering didapatkan pada eramodern .Maloklusi adalah setiap keadan yang menyimpang dari oklusi normal, maloklusi juga diartikan sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan denganbentuk rongga mulut serta fungsi. Penggunaan empeng yang berkepanjangan mempunyai korelasi kuat dengan timbulnya masalah gigi, seperti karies dan maloklusi.Dari beberapa penelitian, terbukti ada korelasi antara penggunaan empeng yang berkepanjangan (2 tahun atau 6 lebih) dengan timbulnya karies.Keadaan ini diperberat bila penggunaan empeng dilakukan sambil tidur (night feeding). Penelitian terhadap 150 anak usia 18 – 36 bulan, terdapat korelasi yang signifikan antara kebiasaan minum dot botol sambil tidur dengan timbulnya karies serta kerusakan gigi. (Peressini, 2003) Apabila bayi hanya sesekali mengempeng dan hanya sampai bayi berumur 1 tahun, maka tidak ada masalah dengan perkembangan giginya. Tapi jika bayi adalah pengempeng aktif dan meskipun umurnya sudah lebih dari 1 tahun ia masih tidak bias lepas dari empeng, sebaiknya harus dilakukan usaha untuk segera menyapih si kecil dari empeng nya. Karena hal tersebut dapat membuat gigi-geliginya tumbuh tidak sebagaimana mestinya, meskipun itu masih gigi susu, tetapi perkembangannya akan menentukan pertumbuhan dan letak susunan gigi permanen di kemudian hari. Makin lama penggunaan empeng, akan makin tinggi risiko kerusakan gigi . Demikian juga cairan manis dalam botol dot, ataupun pemanis yang dioleskan pada dot/empeng, juga berperan untuk timbulnya kerusakan gigi.



28



The American Dental Association (2005), mengeluarkan rekomendasi untuk tidak memberikan empeng yang diberi pemanis, hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya karies. (Susanti, 2011) Awal dari karies gigi adalah gigi berwarna kuning. Lama lama gigi rusak, berlubang dan akhirnya gigi. Pada gigi belakang, karies akan meluas danmengakibatkan saraf gigi rusak. Kerusakan itu awalnya mengakibatkan rasa sakit yang hebat, Tapi jika saraf gigi telah mati, gigi tidak terasa sakit sama sekali. Lubang gigi yang terlalu parah bisa mengakibatkan abses (bengkak dan bernanah) pada gusi didaerah akar gigi. Jika terjadi abses anak akan demam dan sakit gigi luar biasa. Abses juga dapat menjalar ke jaringan lunak sekitar mata atau sekitar leher. Dampak lain, akan menganggu pertumbuhan gigi penggantinya. Fathur, et al (2009). 5. Mengatasi Kebiasaan Menggunakan Empeng Saat ini banyak orangtua yang menggunakan bantuan empeng untuk menenangkan bayinya. Tapi jika kebiasaan ini berlanjut terus akan membuat orang tua sulit melepaskannya. Lalu bagaimana mengatasi anak yang masih suka ngempeng? Setiap bayi pada usia tertentu memang memiliki dorongan alami untuk mengisap, dan hal ini tidak selalu berarti buruk karena bayi bisa mengatur sendiri kenyamanannya. Tapi jika kebiasaan ini tidak dihentikan, maka akan menimbulkan kerugian pada anak nantinya terutama terhadap pertumbuhan giginya. Seperti dikutip dari Parent Dish, Kamis (17/6/2010) tidak mudah memang untuk bisa menghentikan kebiasaan ini, terutama jika sudah terjadi sejak masih bayi. Namun American Asociated of Pediatrics (AAP) menuturkan kebiasaan mengisap empeng ini harus dihentikan saat anak berusia 2-4 tahun. Jika hingga usia di atas 4 tahun masih dilakukan, maka akan menimbulkan kerugian seperti gangguan dalam pola makannya. Dr Charles Shubin, direktur divisi dari Mercy Family Care, Baltimore mengungkapkan bahwa tidak ada cara ajaib yang bisa langsung menghentikan kebiasaan anak. Karena itu semuanya membutuhkan proses dan orangtua harus mengetahui satu atau dua hal mengenai kebiasaan anaknya itu. Setelah berhasil, maka hal berikutnya adalah membatasi waktu penggunaannya. Mulailah dengan hanya boleh menggunakan saat malam hari saja, lalu dipersempit lagi hanya pada waktu-waktu tertentu. Memberikan batasanbatasan seperti ini juga termasuk pembelajaran perkembangan anak. Salah satu anak masih mengempeng karena bisa mengurangi rasa ketidaknyamanan



29



si kecil, untuk itu orangtua harus mengetahui penyebabnya. Kondisi ini bisa diganti dengan lebih sering memberinya perhatian, memberinya kegiatan lain untuk mengalihkan perhatiannya dari empeng atau memberikan makan, minum dan cemilan yang cukup sehingga anak tidak perlu mengisap empeng untuk menahan lapar dan haus. (Visva, 2016) B. Penelitian Terkait 1. penelitian yang dilakukan oleh Edi Sutrisno (2014), tentang hubungan pemberian dot dengan pertumbuhan gusi dan gigi pada bayi usia 6 bulan – 2 tahun. Jenis penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian analitik cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang berusia 6 bulan sampai 2 tahun yang berjumlah 73 bayi dan, Sampel menggunakan teknik total sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner dan checlist. Pengolahan data dilakukan dengan proses editing, coding, scoring, tabulating, dan penyajian data. Teknik analisa data menggunakan analisis Unvariate menggunakan distribusi frekuensi, dan analisis Bivariat menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 73 bayi yang berusia 6 bulan sampai 2 tahun di Desa Gayaman Mojoanyar Mojokerto yang di beri dot yaitu 51 bayi (69.86%). 73 bayi yang memiliki pola pertumbuhan gusi dan gigi tidak sesuai yaitu 52 bayi (71.33%). Uji Chi-Square didapatkan nilai p value = 0,001 lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pemberian dot dengan pertumbuhan gusi dan gigi bayi. Dot merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan gusi dan gigi bayi. Dot dapat menimbulkan ketergantungan hal ini karena setelah usia 6 bulan empeng. Diharapkan para ibu lebih mengutamakan pemberian asi Eksklusif yang penting untuk perkembangan bayi. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Endah Purwani Sari : Hubungan Pemberian Susu Formula Dengan Karies Gigi Pada Anak Pra Sekolah Di Tk Dayyinah Kids Hasil analisa bivariat dari 114 responden yang memberikan susu formula Menurut Dewi Supariani (2013) yang melakukan penelitian dengan judul hubungan pengetahuan Ibu tentang penggunaan susu formula dengan kejadian karies gigi pada Anak Play Group di Denpasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ibu yang memberikan susu formula kepada anaknya yaitu sebanyak 52 (71%) dari 60 anak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan Ibu tentang penggunaan susu formula dengan kejadian karies gigi pada Anak Play Group. C. Kerangka Konsep



30



Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu dengan terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep berfungsi sebagai untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas (Dharma,2011). Kerangka konsep pada penelitian ini adalah: Variabel Independen



Variabel Dependen Jangka waktu pemberian empeng



Pemberian Empeng pada balita



Karies gigi



Ket : Diteliti Tidak Diteliti D. Hipotesis



Adapun hipotesis yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah : 1. Hipotesis Nol (H0) Tidak terdapat hubungan antara pemberian empeng dengan penyebab karies gigi pada balita di dusun pandawa 2. Hipotesis Alternatif (H1) Terdapat hubungan antara pemberian empeng dengan penyebab karies gigi pada balita di dusun pandawa



BAB III METODE PENELITIAN



31



A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantitatif (pengukuran). Pendekatan kuantitatif hakekat hubungan diantara variabelvariabel dianalisis dengan menggunakan teori yang objektif (Arikunto, 2010). Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi retrospektif, yaitu penelitian yang berusaha melihat kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Kemudian dari efek tersebut ditelusuri kebelakang tentang penyebabnya atau variabel-variabel yang mempengaruhi akibat tersebut (Notoatmodjo, 2012). Jenis penelitian yang digunakan adalah case control yaitu suatu penelitian analitik



yang menyangkut



bagaimana



faktor risiko



dipelajari



dengan



menggunakan pendekatan Retrospective. Dengan kata lain efek diindentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko diindentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmojo, 2012) B. Lokasi dan waktu penelitian Tempat penelitian ini direncanakan akan dilakukan di dusun pendawa. Waktu penelitian direncanakan akan diadakan pada bulan agustus s/d Desember 2018. Waktu dalam penelitian akan di uraikan pada table bhar chat (table 3.1) sebagai berikut: Tabel 3.1: Rencana Jadwal Penelitian No



Bulan



Uraian Kegiatan Ags



1



Persiapan penelitian



2



Pra Survei Penelitian



3



Penyusunan Proposal Penelitian



4



Pelaksanaan dan Pengumpulan data



5



Pengolahan dan Analisa Data



6



Penyusunan Laporan Penelitian



7



Presentasi / Seminar Akhir Penelitian



8



Publikasi Ilmiah



C. Populasi dan Sampel 1. Populasi



32



Sep



Okt



Nov



Des



Jan



Feb



Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Polit & Beck, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah balita yang berada di dusun pendawa sebanyak 30 balita yang mengalami karies gigi. 2. Sampel Sampel adalah adalah subset (bagian) populasi yang diteliti (Polit & Beck, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah balita di dusun pendawa desa Bathin Betuah. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Probability Sampling dengan menggunakan dengan teknik yang digunakan adalah Total Quota Sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sudah diketahui sebelumnya atau seluruh populasi di jadikan sampel (Dharma, 2011). D. Etika Penelitian Prinsip etik yang digunakan berdasarkan pedoman etik penelitian kesehatan yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan (2003) dalam Loedin, 2003). Etika penelitian keperawatan sangat penting karena penelitian keperawatan



berhubungan



langsung



dengan



manusia,



sehingga



perlu



memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Dharma, 2011) : 1. Informed Consent Informed consent merupakan lembar persetujuan yang diberikan kepada perawat (responden) dengan tujuan izin observasi atau pengkuran karakteristik individu perawat, pengetahuan perawat dan pemenuhan hak-hak klien.Informed consent yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dalam melakukan proses Informed consent adalah : a. Peneliti mempersiapkan formulir persetujuan yang akan di tandatangani oleh subjek penelitian, dimana isi dari Informed consent tersebut adalah penjelasan tentang judul penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, permintaan kepada subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian, penjelasan prosedur penelitian, penjelasan tentang jaminan kerahasiaan dan anonimitas, pernyataan persetujaun dari subjek untuk ikut serta dalam penelitian. b. Memberikan penjelasan langsung kepada subjek mencakup seluruh penjelasan yang tertulis dalam formulir Informed consent dan penjelasan lain yang diperlukan untuk memperjelas pemahaman subjek tentang pelaksanaan penelitian c. Memberikan kesempatan kepada subjek untuk bertanya tentang aspekaspek yang belum di pahami dari penjelasan peneliti dan menjawab seluruh pertanyaan subjek dengan terbuka 33



d. Memberikan waktu yang cukup kepada subjek untuk menentukan pilihan mengikuti atau menolak ikut serta sebagai subjek penelitian e. Meminta subjek untuk menanda tangani formulir Informed consent, jika ia menyetujui ikut serta dalam penelitian. 2. Tanpa Nama (Anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama lengkap namun hanya inisial responden, alamat dan hanya menuliskan kode pada lembar kuesioner. 3. Kerahasiaan (Confidentiality) Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada pihak yang terkait dengan peneliti. Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak asasi untuk mendapatkan kerahasiaan informasi, namun tidak bisa dipungkiri bahwa penelitian menyebabkan terbukanya informasi tentang subjek.Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi subjek yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain. 4. Menghormati Keadilan dan Inklusivitas Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara professional.Sedangkan



prinsip



keadilan



mengandung



makna



bahwa



penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuia dengan kebutuhan dan kemampuan subjek. 5. Memperhitungkan Manfaat dan Kerugian yang Ditimbulkan Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (beneficence). Kemudian meminimalisir risiko/dampak yang merugikan bagi subjek penelitian (nonmaleficience). E. Analisa Data 1. Analisa Univarat Menurut ridwan dan akdon (2010), tujuan dari analisis univarat ialah analisis yang menggambarkan suatu data yang akan dibuat baik sendiri maupun secara kelompok. Tujuan analisis univarat untuk membuat gambaran secara sistematis data yang factual dan akurat mengenai factor-faktor, hubungan dan pengaruh antar fenomena yang diselidiki atau yang diteliti. Pada penelitian analisa univarat yaitu pemberian empeng pada balita untuk memperoleh gambaran distribusi pemberian empeng pada balita. 34



2. Analisa Bivarat Menurut ridwan dan akdon (2010), analisa bivarat digunakan untuk menguji hipotesis hubungan atau pengaruh antara dua variabel yaitu variabel independen dan dependen, atau bias digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok. F. Instrumen Penelitian Alat pengumpul data yang digunakan dalam mengukur variable dependen dan independen adalah kuisioner dan untuk observasi karies gigi peneliti menggunakan kaca gigi, kapas alcohol, handscoon, dan pingset gigi. G. Defenisi Operasional Defenisi Operasional merupakan informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang sama (Dharma, 2011). Defenisi operasional penelitian ini adalah:



Tabel 3.2 : Defenisi Operasional Variabel Variabel



Definisi Operasional



Cara Ukur



Alat Ukur



Hasil Ukur



Skala



(1)



(2)



(3)



(4)



(5)



(6)



Adalah pengganti putting susu (ibu) yang bisanya terbuat dari karet dan plastik



Wawancara dan Observasi



Variabel Independen Pemberian Empeng



Lembar Observasi kuisioner



Ya : Jika diberikan empeng



Rasio



Tidak : Tidak diberikan empeng



Variabel Dependen Jangka waktu penggunaan empeng



Jangka waktu penggunaan empeng pada balita adalah umumnya saat balita menginjak usia 3-10 bulan atau sebelum gigi permanen tumbuh



wawancara



kuisioner



1. 3-10 bulan 2. > 3-10 bulan



Rasio



H. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dalam tahapan sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Sebelum melakukan penelitian, tahapan persiapan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 35



a.



Peneliti



mengajukan



surat



pengajuan permohonan pengambilan data awal Kades pendawa desa Bathin Betuah b.



Peneliti



melakukan



studi



dokumentasi dan wawancara pada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian untuk mempertajam masalah. c.



Peneliti



melakukan



studi



pendahuluan pada kader kesehatan dan orangtua yang mempunyai balita penderita karies gigi di wilayah puskesmas dan kepala desa pendawa d.



Peneliti melakukan studi kepustakaan mengenai hal-hal yang akan diteliti sesuai dengan masalah yang ditemui



e.



Menyusun



proposal



penelitian (melalui proses bimbingan) f.



Seminar



proposal



dan



perbaikan proposal berdasarkan saran dan masukan dari pembimbing dan penguji proposal. 2. Tahap Pra Pelaksanaan Tahap Pra pelaksanaan izin penelitian adalah sebagai berikut : a. Peneliti mengurus izin penelitian dari program studi S1 Keperawatan STIKes Payung Negeri Pekanbaru b. Peneliti memasukkan surat ke Puskesmas, posyandu dan kepala desa pendawa c. Peneliti memasukkan permohonan izin uji validitas di Puskesmas, Posyandu Setelah mendapatkan surat pengantar peneliti mengumpulan data uji validitas. d. Setelah dilakukan uji validitas dan setelah uji validitas selesai diolah dan izin penelitian dari puskesmas, Posyandu balita untuk menjumpai responden 3. Pelaksanaan a. Informed Consent pada Responden Setelah peneliti sampai di puskesmas, posyandu, dan kepala desa peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan peneliti, kesediaan responden dengan cara menanda tangani lembar persetujuan (jumlah responden sesuai dengan jumlah responden yaitu 30 balita). b. Pengumpulan Data dari Responden



36



Setelah responden mendapatkan penjelasan maksud dan tujuan penelitian serta menanda tangani informed consent, maka peneliti memberikan kuesioner dan meminta responden menjawab dengan jujur semua pernyataan yang ada pada kuesioner 4. Tahap Akhir Setelah penelitian selesai dilakukan maka selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data untuk penyusunan laporan dan penyajian hasil penelitian. Tahapan pengolahan data penelitian adalah sebagai berikut : a.



Pemeriksaan



data



(editing) Kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan kuesioner/datayang masuk. Editing meliputi kegiatan memastikan bahwa setiap pernyataan dalam kuesioner terisi semua, jelas atau terbaca,



konsistensi



pernyataannya



yang



jawaban, secara



relevansi



jawaban



dengan



keseluruhan



berkaitan



dengan



Pengkodean



data



kemungkinan kesalahan. b. (coding) Pengkodean data merupakan proses penyusunan secara sistematis data mentah (data dalam kuesioner) kedalam bentuk yang mudah dibaca oleh komputer. c.



Memasukkan



data



(data entry/processing) Memproses data untuk dianalisis, pemrosesan data dilakukan dengan caramemasukkan data dari masing-masing responden kedalam program atau software di komputer. d.



Pembersihan



data



(cleaning) Pembersihan data dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh data yang sudah dimasukkan telah sesuai dengan yang sebenarnya. Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan dilakukan untuk mengetahui kemungkinan kesalahan-kesalahan kode maupun ketidaklengkapan data .



37



38