Referat HMD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



I.1 Latar Belakang Sindrom Gawat Nafas pada Neonatus (SGNN) merupakan suatu sindrom yang sering kita temukan pada neonatus . SGNN sesuai dengan namanya merupakan suatu kegawatan yang dapat berakibat kematian atau cacat fisik dan mental di masa depan1. Prevalensi SGNN sangat bervariasi. Menurut Farrel dan Avery (dikutip Yu, 1986), Hyalin membran disease (HMD) prevalensinya adalah 1 % dari semua kelahiran dan 14 % pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)1. Prevalensinya akan meningkat bila prevalensi BBLR meningkat karena sebagian besar SGNN itu disebabkan oleh HMD1,2. HMD terutama terjadi pada bayi prematur, jarang ditemukan pada bayi aterm. Penyakit ini terjadi pada kira-kira 10 % seluruh bayi prematuri dengan insidens terbesar pada bayi-bayi yang memiliki berat badan kurang dari 1500 gram. Dengan kata lain insidensinya berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan bayi2. Kejadian penyakit akan meningkat pada bayi lahir kurang bulan (terutama bayi dengan masa gestasi kurang dari 34 minggu) , 60 % bayi yang berumur kurang dari 28 minggu kehamilan, pada sekitar 15-20 % bayi yang berusia kehamilan antara 32-36 minggu dan sekitar 5 % bayi yang berusia lebih dari 37 minggu kehamilan dan penyakit ini jarang ditemukan pada bayi aterm2. Diperkirakan 50 % dari semua kematian neonatus disebabkan oleh HMD dan komplikasinya. HMD bertanggung jawab atas 10.00040.000 kematian setiap tahun2. Sampai saat ini SGNN masih merupakan salah satu faktor penyebab mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Hal ini terutama disebabkan kompleknya faktor etiologi serta adanya keterbatasan dalam penatalaksanaan penderita1,3. Akan tetapi dalam dekade akhir ini tampak kemajuan yang sangat berarti, baik dalam cara diagnostik dini maupun dalam penatalaksanaan penderita3. Sehingga angka kesakitan dan angka kematian penyakit terutama di negara berkembang telah mengalami penurunan yang cukup bermakna1. Walaupun demikian penyakit ini masih merupakan salah satu faktor yang memegang peranan dalam tingginya angka kematian perinatal. Sehingga pengenalan riwayat kehamilan,



1



riwayat persalinan, serta intervensi dini baik dalam hal pencegahan, diagnostik dan penatalaksanaan penderita merupakan suatu masalah yang perlu diperhatikan1,3. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah menambah pengetahuan tentang definisi, epidemiologi, faktor predisposisi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan HMD 1.3 Manfaat Penulisan Referat ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mendiagnosis dan pengelolaan HMD



BAB II TUNJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi HMD atau respiratory distress syndrome (RDS) adalah gangguan respirasi yang ditemukan pada bayi prematur akibat kurangnya surfaktan sehingga mengakibatkan kolapsnya alveoli.4 2.2 Epidemiologi HMD merupakan penyebab kematian utama pada bayi premature, di Amerika Serikat sekitar 12% bayi lahir prematur, sekitar 10% bayi prematur menderita HMD setiap tahunnya. Insiden meningkat pada negara berkembang. Insiden HMD tertinggi terjadi pada bayi prematur, ras caucasian, laki-laki, riwayat saudara sebelumnya yang menderita RDS, lahir melalui sectio secaria, asfiksia dan ibu diabetes melitus. Pada tahun 2003, di Amerika serikat terdapat 4 juta kelahiran setiap tahunnya, dan 6% kelahiran berkembang menjadi RDS. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan kasus RDS dari 11,6% menjadi 12,7%, mayoritas disebabkan karena kelahiran kurang bulan.5,6 Berdasarkan penelitian di Rumah sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2001, dari 41 bayi yang lahir preterm, 14 bayi mengalami sindrom gawat nafas, dan 7 bayi didiagnosa HMD. Semuanya lahir dari kehamilan kecil dari 32 minggu. Hal itu menunjukan prevalensi HMD pada bayi preterm sebesar 17%.7 2.3 Faktor predisposisi a. Prematuritas Kasus ini sering ditemukan pada usia kehamilan dibawah 30 minggu sebab sintesis surfakatan mulai terjadi pada usia kehamilan 24-28 minggu.6,7,8 b. Jenis kelamin Laki-laki lebih sering menderita HMD dibandingkan perempuan dan lebih tinggi untuk terjadinya kematian. Sebab pada bayi laki-laki maturasi lesitin, spyngomielin, serta pembentukan fosfatidil gliserol lambat akibat efek androgen.7,8



c. Ras Insiden HMD lebih rendah pada kulit hitam di bandingkan kulit putih, yaitu 60-70%. Pada bayi dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu, 40% dari bayi kulit hitam menderita HMD sedangkan insiden pada kulit putih 75%.8 d. Sectio secaria Menurut beberapa penilitian, apabila tindakan sectio secaria dilakukan sebelum masuknya proses persalinan dapat meningkatkan resiko timbulnya HMD sebab ketika proses persalinan produksi cairan paru berkurang, 1/3 cairan paru dikeluarkan akibat penekanan pada dada ketika proses persalinan pervaginam berlangsung. e. APGAR skor Bayi premature dengan APGAR skore 5.8 f.



Ibu dengan diabetes melitus Insulin dapat memperlambat maturasi sel alveolar tipe 2 dan menurunkan phospatidilcolin, yang merupakan fosfolipid yang penting dalam sintesa surfaktan.9



g. Hipotiroid Aktivitas hormon tiroid penting dalam perkembangan sistem surfaktan pada masa prenatal. Berdasarkan penelitian, bayi preterm yang menderita HMD memiliki kadar hormon tiroid rendah.8 2.4 Patofisiologi HMD terjadi akibat defisiensi struktur lipoprotein surfaktan yang disebabkan oleh belum matang nya paru. Lipoprotein ini memproduksi retikulum endoplasmik dari pneumosit tipe 2 kemudian dibawa ke aparatus golgi dan badan lamelar intrasel. Badan lamelar akan berpindah ke permukaan sel luminal alveolar melalui proses eksositosis.10 Surfaktan merupakan gabungan kompleks fosfolipid. Surfaktan membuat stabil alveoli dan



mencegahnya



dari



kolaps



pada



saat



ekspirasi



dengan



mengurangi



tegangan.



Dipalmitoylphophatidyl choline (DPPC) merupakan komposisi utama dalam surfaktan yang mengurangi surface tension.Surfaktan memiliki 4 surfactant - associated proteinsyaitu SP - A, SP - B, SP - C, dan SP - D. Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II dengan proses multi - step



dan mensekresi lamellar bodies,yang memiliki kandungan fosfolipid yang tinggi. Lamellar bodiesini berikutnya diubah menjadi lattice structureyang dinamakan tubular myelin. Penyebaran dan absorpsi dari surfaktan merupakan karakteristik yang penting dalam pembentukan monolayeryang stabil dalam alveolus.10,11



Gambar.1. Fisiologi pembentukan surfaktan12 Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membrane hialin menyebabkan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan



asidosis. Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun sehingga akan terjadi metabolism anaerobic dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama - sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.13



Prematurity



Surfactan Deficiency



Structurally Immature Lung



Atelactasis



V/Q Mismatch



Hypoventilation



Hypoxemia & Hypercarbia



Respiratory & Metabolic Acidosis



High FiO2 & Volutrauma



Pulmonary Vasoconstriction Inflamatory Cell Influx



Antioxidant Reduction



Impaired Endothelial and Epithelial integrity Cytokine Release



Free-radical Reaction



Bagan.1. Patogenesis HMD Proteinaceous Exudate



Lung Injury



RDS



Chronic Lung



2.5 Gejala Klinis Penyakit membran hialin sering terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000 - 2000 gram atau masa gestasi 30 - 36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram.10 Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernafasan mulai tampak 6 - 8 jam pertama setelah kelahiran dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24 - 72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.13 Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnu atau hiperpnu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun, retraksi suprasternal, retraksi interkostal dan ‘expiratory grunting’. Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita PMH berat), hipotensi, kardiomegali, ‘pitting edema’ terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi.1Scoring systemyang sering digunakan pada bayi preterm dengan HMD adalah Silverman - Anderson score atau downes score.15 Score Frekuensi Nafas (per menit) Sianosis Retraksi Merintih



0 80



None None None



Air Entry



Clear



In room Air Mild Audible with Stetoschope Delayed/ Decrease



In 40% Oxygen Moderate- Severe Audible with Stetoschope Barely Audible



Score : 6 = Inpending respiratory failure Tabel.1. Downes score15



2.6 Pemeriksaan Penunjang 2.6.1



Pemeriksaan gas darah



Hasil analisis gas darah menunjukkan asidosis respiratorik dan asidosis metabolik dengan hipoksia. Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis dari alveoli dan atau overdistensi dari bronkiolus (terminal airways). Asidosis metabolik yang terjadi pada HMD dawali dengan asidosis laktat sebagai akibat dari menurunnya perfusi ke jaringan sehingga tubuh menggunakan jalur anaerob untuk metabolisme. Hipoksia pada HMD ini terjadi dari shunting right to the left melalui pembuluh dari pulmonal, patent ductus artreriosus (PDA), dan atau foramen ovale tidak menutup.16 2.6.2



Pulse Oximetry



Pulse Oximetry adalah tindakan non-invansif yang digunakan untuk memantau saturasi oksigen dalam darah, dimana saturasi dipertahankan pada nilai 90 - 95 %. Akan tetapi alat ini tidak dapat mendeteksi terjadinya hiperoksia. Pada metode konvensional digunakan metode monitoring inline arterial PaO2dan monitoring transkutaneus. Monitoring transkutaneus CO2seharusnya dgunakan pada infant dengan HMD untuk memonitor ventilasi yang berhubungan dengan PaCO2.16 2.6.3



Gambaran radiologis



Diagnosis yang tepat dengan pemeriksaan foto Rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika, dan lain – lain. a. Foto toraks posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit membran hialin. Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan ground glass appearance, disertai dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air bronchogram)911Terdapat 4 stadium: ■ Stadium



1:pola retikulogranular (groundglass appearance)



■ Stadium



2:stadium 1 + air bronchogram



■ Stadium



3:stadium 2 + batas jantung - paru kabur



■ Stadium



4:stadium 3 + white lung appearance



Gambar.2. HMD dengan granular appearance pada kedua paru Gambar.3. HMD dengan granular appearance dan air broncogram10



Gambar.4. HMD dengan gambaran batas jantung - paru kabur (kiri) Selama perawatan, diperlukan foto toraks serial dengan interval sesuai indikasi. Pada pasien dapat ditemukan pneumotoraks sekunder karena pemakaian ventilator, atau terjadi bronchopulmonary Displasia (BPD) setelah pemakaian ventilator jangka lama. 2.6.4



Uji Kematangan paru



Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah Tes Kematangan Paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk mencegah terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS).18 Tes tersebut diklasifikasikan menjadi:



2.6.4.1



Tes biokimia (Rasio lecithin - sphingomyelin)



Paru - paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion. Tes ini pertamakali diperkenalkan oleh Gluck dkk tahun 1971, merupakan salah satu test yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes dibandingkan dengan tes yang lain. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion. Gluck dkk menemukan bahwa L / S untuk kehamilan normal adalah 2. 8 Dengan rasio 1.5 - 1.9, ada kemungkinan bahwa 50% bayi dapat berlanjut ke HMD.